skenario g blok 24
DESCRIPTION
Pembagian tugasTRANSCRIPT
Analisis Masalah
1. Mengapa nyeri menstruasi meningkat pada 3 bulan terakhir pada kasus ini? (jenis
nyeri endometriosis)
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu haid yang
semakin lama semakin hebat. Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui secara pasti
tetapi mungkin ada hubungannya denan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang
endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid.
Pada 3 bulan terakhir : artinya terjadi pembesaran kista pada 3 bulan terakhir.
2. Laboratory:
Hb: 11,9 gr/dL, PLT: 265.000/mm3, WBC: 8.000/mm3, Ca 125: 60.28 U/L
Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik pada
kasus?
Belum ada uji laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa pasti endometriosis.
Beberapa pasien mengalami lekositosis dan peningkatan LED. Pada penderita
endometriosis yang berat akan ditemukan kadar CA-125 yang tinggi. Namun
peningkatan kadar CA-125 saja tidak dapat menegakkan diagnosa endometriosis.
CA125 diidentifikasi pada beberapa jaringan dewasa seperti epithelium pada tuba
falopi, endometrium, endoserviks, pleura dan peritoneum. Jika terdapat peningkatan
CA125 pada pemeriksaan esei antibody monoclonal, terdapat peningkatan derajat
keparahan pada endometriosis. Walaupun begitu, pemeriksaan esei ini mempunyai
sensitifiti yang buruk dalam mendeteksi endometriosis derajat ringan. Namun marker
ini lebih tepat untuk mendiagnosa endometriosis derajat III dan IV. Juga meningkat
pada infeksi radang panggul, mioma dan trimester awal kehamilan. Untuk monitor
prognostic pascaoperatif endometriosis bila nilainya tinggi berarti prognostic
kekambuhannya tinggi. Bila CA 125> 65 mIU/ml praoperatif menunjukkan derajat
beratnya endometriosis.
Nilai normal CA 125 : <35 U/L
3. Epidemiologi
Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari seluruh
etnis dan kelompok masyarakat, walaupun tidak tertutup kemungkinan ditemukannya
kasus pada wanita perimenopause, menopause dan pascamenopause. Insidensi
endometriosis di Amerika 6-10 % dari wanita usia reproduksi. Di Indonesia sendiri,
insidensi pasti dari endometriosis belum diketahui.
Endometriosis yang berlaku sulit dikuantifikasi oleh karena sering gejalanya
asimtomatis dan pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
sensitifitasnya rendah. Perempuan dengan endometriosis bisa dengan tanpa gejala,
subfertil atau menderita rasa sakit pada daerah pelvis terutama waktu mensturasi
(dismenorea). Pada perempuan endometriosis yang asimtomatis prevalensinya sekitar
2-22% tergantung pada populasinya. Oleh karena berkaitan dengan infertilitas dan
rasa sakit di rongga panggul, prevalensinya bisa meningkat 20-50%.
Endometriosis paling sering ditemukan pada perempuan melahirkan di atas usia 30
tahun disertai dengan gejala menoragia dan dismenorea yang progresif. Kejadian
adenomiosis bervariasi antara 8-40% dijumpai pada pemeriksaan dari semua
specimen histerektomi. Dari 30% pasien ini diketemukan adanya endometriosis dalam
rongga peritoneum secara bersamaan.
Kejadian endometriosis 10-20% pada usia reproduksi perempuan. Jarang sekali pada
perempuan pramenarke ataupun menopause. Faktor resiko terutamanya terjadi pada
perempuan yang haidnya banyak dan lama, yang menarkenya pada usia dini,
perempuan dengan kelainan saluran Mulleri dan lebih sering dijumpai pada ras Asia
daripada Kaukasia.
4. Pencegaha dan edukasi
a. Pencegahan
Tidak ada metode pencegahan yang khusus yang diketahui. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa terapi medis atau bedah yang cepat dan agresif dapat
membuat perkembangan yang lebih baik, terutama ketika penyakit ini terdiagnosis
pada tahap awal (minimal untuk ringan).
Penggunaan jangka panjang dari pil kontrasepsi oral, kehamilan, dan menyusui
tampaknya mampu beberapa tingkat perlindungan terhadap penyakit ini.
b. Edukasi
Terapi medis sering mengurangi rasa sakit tetapi menyebabkan efek samping yang
tidak nyaman, dan pasien perlu dorongan untuk menyelesaikan pengobatan.
Adanya resiko kambuhnya gejala setelah terapi sehingga pasien perlu untuk
kembali untuk evaluasi lebih lanjut. Edukasi pasien tentang gejala- gejala
gangguan penyakit usus dan obstruksi ureter.
5. Komplikasi
a. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat kolon
atau ureter.
b. Torsi ovarium atau ruptur ovarium sehingga terjadi peritonitis karena
endometrioma.
c. Infertilitas, ditemukan pada 30% – 40% kasus. Endometriosis merupakan
penyebab infertilitas kedua terbanyak pada wanita.
Sintesis Masalah
Endometriosis
Definisi
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi
terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma.4 Kista
endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal dari jaringan endometrium. Ukuran kista
bisa bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika kista mengalami ruptur, isi dari kista akan mengisi
ovarium dan rongga pelvis.
Gambar 1. Kista endometriosis
Etiologi
Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut:
1. Teori retrograde menstruasi
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori implantasi
jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini didasari atas 3
asumsi:
- Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii
- Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga
peritoneum
- Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke
peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.6,7
Teori diatas berdasarkan penemuan:
- Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi saat pasien sedang haid,
ditemukan darah haid berbalik dalam cairan peritoneum pada 75-90% wanita
dengan tuba falopii paten.
- Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil dari cairan
peritoneum dan dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup dan dapat melekat
serta menembus permukaan mesotelial dari peritoneum.
- Endometriosis lebih sering timbul pada wanita dengan sumbatan kelainan
mulerian daripada perempuan dengan malformasi yang tidak menyumbat saluran
keluar dari darah haid.
- Insiden endometriosis meningkat pada wanita dengan permulaan menars, siklus
haid yang pendek atau menoragia.
2. Teori metaplasia soelomik
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini
menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan dalam
sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan
pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa faktor seperti
infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori ini dapat menerangkan
endometriosis yang ditemukan pada laki-laki, sebelum pubertas dan gadis remaja,
pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang terdapat di tempat yang tidak
biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran kencing dan saluran pencernaan,
kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain juga berperan seperti transpor
vaskular dan limfatik dari sel endometrium.
3. Teori transplantasi langsung
Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang hati-
hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi, dapat
mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi dan pada
perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.
4. Teori genetik dan imun
Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak semua wanita yang mengalami
haid menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu penyakitnya berat, wanita
lain tidak, dan juga tidak dapat menerangkan beberapa tampilan dari lesi. Penelitian
tentang genetik dan fungsi imun wanita dengan endometriosis dan lingkungannya
dapat menjawab pertanyaan diatas.
Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak
dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik.
Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan matriks
ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium normal dan pertumbuhan
endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen. Tampilan MMP meningkat pada
awal siklus haid dan biasanya ditekan oleh progesteron selama fase sekresi. Tampilan
abnormal dari MMP dikaitkan dengan penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada
wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometri-um luar
biasa resisten (kebal) terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap
didalam sel-sel endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi
invasif terhadap endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari
permukaan peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.
Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang menyebabkan
pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag
merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang tidak
antigen-spesifik dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan
tuan rumah melalui pengenalan, fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme yang
jahat dan juga bertindak sebagai pemakan, membantu untuk membersihkan sel
apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi berbagai macam sitokin, faktor
pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi faktor diatas
disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang lain. Makrofag
terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya meningkat
pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag yang
terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi sehingga penyakitnya
berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang
proliferasi dari endometrium ektopik dan menghambat fungsi pemakannya. Natural
killer juga merupakan komponen lain yang penting dalam proses terjadinya
endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan
stadium endometriosis yang lanjut.
5. Faktor endokrin
Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen
(estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen telah
diimplikasikan daam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang
merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol.
Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel granulosa ovarium,
sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.6,7 Lihat gambar 2.
Gambar 2. Biosintesa estrogen wanita usia reproduksi
Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan kadar
aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula. Dengan kata
lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu
perkembangan produksi estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga
dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang membuat
prostaglandin (PG)E2, suatu perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma
yang berasal dari endometriosis, sehingga produksi estrogen berlangsung terus secara
lokal. Lihat gambar 3.
Gambar 3. Sintesis estrogen pada susukan endometriosis
Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17β-hidroksisteroid dehidrogenase
(17βHSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol (bentuk
estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam
endometrium eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar
epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase
sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2
secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2
dalam susukan endometriotik karena tampilan reseptor progesteron juga abnormal.
Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan
pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-
A saja yang ditemukan.
Klasifikasi
Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan tipe lesi,
yaitu:
1. Peritoneal endometriosis
Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi sehingga
menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan
timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehingga tumbuh jaringan
fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal
dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang miskin vaskularisasi dan
ditemukan debris glandular.
2. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)
Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium
setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan endometriosis. Kista
endometrium bisa besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa tampak seperti kista coklat
karena penimbunan darah dan debris ke dalam rongga kista.
3. Deep Nodular Endometriosis
Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum rektovaginal atau
struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan ligamentum utero-ovarium.
Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis di sekitar
jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan
tidak ada perdarahan secara klinis yangberhubungan dengan endomeriosis nodular
dalam.
Ada banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk mengelompokkan endometriosis dari
ringan hingga berat, dan yang paling sering digunakan adalah sistem American Fertility
Society (AFS) yang telah direvisi (Tabel 1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi dan
kedalaman penyakit berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor.
Berikut adalah skor yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium:
1. Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)
2. Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)
3. Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)
4. Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)
Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFSPe
riton
eum
Endometriosis <1 cm 1-3 cm >3 cm
Permukaan 1 2 4
Dalam2 4 6
Ova
rium
Kanan Permukaan 1 2 4
Dalam4 16 20
Kiri Permukaan 1 2 4
Dalam 4 16 20
Perlekatan kavum DouglasiSebagian Komplit
4 40
Ova
rium
Perlekatan <1/3 1/3-2/3 >2/3
Kanan
Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Kiri Kiri
Tipis1 2 4
Tebal 4 8 16
Kanan Tipis1 2 4
Tebal4 8 16
Tipis 1 2 4
Tub
aKir Kiri Tebal 4 8 16
Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk mengetahui tingkat
kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap endometriosis. Tingkat
kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan:
Tingkat 1: Mungkin endometriosis – Vesikel peritoneal, polip merah, polip kuning,
hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi
Tingkat 2: Diduga endometriosis – Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan coklat.
Tingkat 3: Pasti endometriosis – Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar belakang
jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle merah dan gelap dengan
latar belakang putih.
Tingkat 4: Endometriosis – Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan pertama.
Gambar 4. Adhesi akibat endometriosis
Histogenesis
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak dianut adalah teori dari Sampson.
Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi)
melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid didapati sel-
sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup ini kemudian
dapat mengadakan implantasi di pelvis.
Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan
pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis.
Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel itu sehingga terbentuk
jaringan endometrium.
Teori hormonal bermula dari kenyataan bahwa kehamilan dapat menyembuhkan
endometriosis. Rendahnya kadar FSH, LH dan E2 dapat menghilangkan endometriosis.
Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi FSH, LH dan E2. Pendapat yang sudah lama
dianut ini mengemukakan bahwa pertumbuhan endometriosis sangat tergantung dari kadar
estrogen dalam tubuh. Pendapat ini mulai diragukan karena pada tahun 1989 Baziad dan
Jacoeb menemukan kadar E2 yang cukup tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Jacoeb pada
tahun 1990 pun menemukan kadar E2 serum pada setiap kelompok derajat endometriosis
hampir semuanya tinggi. Keadaan ini juga tidak bergantung pada beratnya derajat
endometriosis. Kalau memang dianggap perkembangan endometriosis bergantung pada kadar
estrogen dalam tubuh, seharusnya terdapat hubungan bermakna antara beratnya derajat
endometriosis dengan kadar E2 di lain pihak, apabila kadar E2 dalam tubuh maka senyawa ini
akan diubah kembali menjadi androgen melalui proses aromatisasi. Akibatnya, kadar
testosterone pun akan meninggi. Tetapi kenyataannya pada penelitian ini, kadar T tidak
berubah secara bermakna menurut beratnya penyakit.
Sedangkan teori terakhir, endometriosis dikaitkan dengan aktivitas imun. Teori imunologis
menerangkan bahwa secara embriologis, sel epitel yang membungkus peritoneum parietal
dan permukaan ovarium memiliki asal yang sama, oleh karena itu sel-sel endometriosis akan
sejenis dengan mesotel. Telah diketahui bahwa CA-125 merupakan suatu antigen permukaan
sel yang semula diduga khas untuk ovarium. Karena endometriosis merupakan proses
proliferasi sel yang bersifat destruktif, maka lesi ini tentu akan meningkatkan kadar CA-125.
Banyak yang berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit autoimun karena
memiliki kriteria yang cenderung lebih banyak pada wanita, bersifat familiar, menimbulkan
gejala klinik, melibatkan multiorgan dan menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal.
Patologi
Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat ialah
pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai besar
berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada
dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus,
sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak
ke dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen.
Tuba pada endometriosis biasanya normal.
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis yakni kelenjar-
kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen
hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan
jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan normal disekelilingnya. Jaringan endometriosis
seperti juga jaringan endometrium di dalam uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan
progesteron. Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang
endometriosis berdarah secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya
berupa radang dan perlekatan.
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila
kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang
endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan endometriosis
dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy).
Gejala Klinis
Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah:
1. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid
(dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi mungkin ada
hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada
waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis
walaupun kelainan sudah luas sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala
nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare.
Dismenore primer terjadi selama tahun-tahun awal mestruasi, dan semakin meningkat
dengan usia saat melahirkan anak, dan biasanya hal ini tidak berhubungan dengan
endometriosis. Dismenore sekunder terjadi lebih lambat dan akan semakin meningkat
dengan pertambahan usia. Hal ini bisa menjadi tanda peringatan akan terjadinya
endometriosis, walaupun beberapa wanita dengan endometriosis tidak terlalu
merasakannya.
2. Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh karena adanya
endometriosis di kavum Douglasi.
3. Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding
rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.
4. Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan pada
ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu.
5. Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena fibrosis dan
perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita dengan endometriosis
menderita infertilitas.
Diagnosis
Tidak ada pemeiksaan yang sederhana untuk mendiagnosis endometriosis. Dalam
kenyataannya, satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasti endometriosis adalah dengan
melakukan laparoskopi dan melakukan biopsi jaringan. Pemeriksaan ini merupakan standar
emas dalam mendiagnosis endometriosis.
Endometriosis dicurigai bila ditemukan adanya gejala nyeri di daerah pelvis dan adanya
penemuan-penemuan yang bermakna selama pemeriksaan fisik. Melalui pemeriksaan
rektovaginal (satu jari di dalam vagina dan satu jari lagi di dalam rectum) akan teraba nodul
(jaringan endometrium) di belakang uterus dan di sepanjang ligamentum yang menyerang
dinding pelvis. Suatu saat bisa saja nodul tidak teraba, tetapi pemeriksaan ini sendiri dapat
menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman.
Penatalaksanaan
Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan. Pengobatan
endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau memperbaiki fertilitas.
1. Endometriosis dan subfertilitas
- Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan transportasi
ovum secara mekanik dan berperan dalam menyebabkan subfertilitas.
Endometriosis peritoneal telah terbukti berperan dalam menyebabkan subfertilitas
dengan cara berinterferensi dengan motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsi
korpus luteum. Aromatase dipercaya dapat meningkatkan kadar prostaglandin E
melalui peningkatan ekspresi COX-2. Endometriosis juga dapat menyebabkan
subfertilitas melalui peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla
sehingga mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.
- Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang tidak terbukti
meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang sampai berat harus
dioperasi.
- Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi intrauterin,
superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian case-contol, rata-rata
kehamilan dengan injeksi sperma intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh
kehadiran endometriosis. Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan
kejadian kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis
tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH).
2. Terapi interval
- Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan pemberian
profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi berkesinambungan, analog GnRH,
medroksiprogesteron, atau danazol sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang
asimtomastik dan mengatasi fertilitas subsekuen.
- Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga dapat
meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.
3. Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau pembedahan dapat
mengurangi angka kejadian abortus.
4. Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational, dan
analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam mengurangi nyeri dan
durasinya.
- Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan
memperpanjang efek progestin.
- Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi endometrium.
Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri.
Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama
The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna
dalam mengurangi nyeri akibat endometriosis.
- Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak berefek
dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH menurunkan gejala
nyeri pada 85-100% wanita dengan endometriosis.
- Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating hormone (FSH)
and luteinizing hormone (LH) dan mencegah steroidogenesis di korpus luteum.
5. Terapi Bedah
Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi
reproduksi berusaha dipertahankan, semikonservatif jika kemampuan reproduksi
dikurangi tetapi fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium
diangkat secara keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh anak lagi,
perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang menajdi pertimbangan ketika
memutuskan suatu jenis tindakan operasi.
- Pembedahan konservatif
Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan perlengketan
perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya gejala nyeri dan
mengganggu transportasi ovum. Pendekatan laparoskopi adalah metode pilihan
untuk mengobati endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa dilakukan dengan
dengan laser atau elektrodiatermi. Secara keseluruhan, angka rekurensi adalah
19%. Pembedahan ablasi laparoskopi dengan diatermi bipolar atau laser efktif
dalam menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista endometriosis dapat diterapi
dengan drainase atau kistektomi. Kistektomi laparoskopi mengobati keluhan nyeri
lebih baik daripada tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis GnRH
mengurangi ukuran kista tetapi tidak berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri.
a. Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan angka
kehamilan pada kasus infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis.
b. Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi presakral. Bundel
saraf yang dilakukan transeksi adalah pada vertebra sakral III, dan bagian
distalnya diligasi.
c. Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk mengurangi
gejala dispareunia dan nyeri punggung bawah.
d. Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal adjuvant
postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada berefek pada
fertilitas. Analog GnRH, danazol, dan medroksiprogesteron berguna untuk hal
ini.
- Pembedahan semikonservatif
Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan anak dengan
lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani pembedahan radikal, dan merasa
terganggu oleh gejala-gejala endometriosis. Pembedahan yang dimaksud adalah
histerektomi dan sitoreduksi dari jaringan endometriosis pelvis. Kista
endometriosis bisa diangkat karena sepersepuluh dari jaringan ovarium yang
berfungsi diperlukan untuk memproduksi hormon. Pasien yang dilakukan
histerektomi dengan tetap mempertahankan ovarium memiliki risiko enam kali
lipat lebih besar untuk mengalami rekurensi dibandingkan dengan wanita yang
dilakukan histerektomi dan ooforektomi.
Terapi medis pada wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga memiliki
efek dalam mereduksi gejala.
- Pembedahan radikal
Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi dari endometrium
yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk memungkinkan mobilitas dan
menormalkan kembali hubungan antara organ-organ di dalam rongga pelvis.
Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi begian yang
mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan obstruksi usus dilakukan
reseksi anastomosis jika obstruksi berada di rektosigmoid anterior.
Ga
mbar 5. Algoritma Penatalaksanaan Endometriosis
Diagnosis Banding
Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat menimbulkan kesukaran
dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis jarang terdapat perubahan-perubahan
berupa benjolan kecil di kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterina. Kombinasi
adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan.
Endometriosis ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis dengan kista ovarium.
Sedangkan endometriosis yang berasal dari rektosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma.
Prognosis
Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan dengan histerektomi dan
ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi endometriosis setelah dilakukan terapi
pembedahan adalah 20% dalam waktu 5 tahun. Ablasi komplit dari endometriosis efektif
dalam menurunkan gejala nyeri sebanyak 90% kasus. Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi
adalah metode yang baik untuk menurunkan angka kejadian rekurensi dari gejala-gejala
endometriosis.
Pada kasus infertilitas, keberhasilan tindakan bedah berhubungan dengan tingkat berat
ringannya penyakit. Pasien dengan endometriasis sedang memiliki peluang untuk hamil
sebanyak 60%, sedangkan pada kasus-kasus endometriosis yang berat keberhasilannya hanya
35%.
Daftar Pustaka
Heriansyah R. 2011. Endometriosis. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30234/4/Chapter%20II.pdf pada 9 Maret
2016
Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Kapoor. Dharmesh. 2015. Endometriosis. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/271899-overview#a7 pada 9 Maret 2016
Overton C, Davis C, McMillanL, Shaw R. An Atlas Of Endometriosis, 3rd ed. London:
Informa Healthcare, 2007. p.2-3, 36