s'j7-(js1 /p
TRANSCRIPT
S'J7-(JS1 /p
KEPERCA\'.'AAN DIRI ANAI( 1'U1'1A DAI(SA DALAlVI MENGil(UTI PENDIDII<AcN INKLUSJ_
DI SDN ULU JAMI 03 PETA.NG JAI<ARTA SELA 1'AN
OLEH:
RARMAWATI NIM.10207002606
FAI(ULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISJ_,AM NEGERI SY ARIF
fIIDA YATULLA.H JAI<ARTA
2008
KEPERCAY AAN DIRI ANAK TUNA DAKSA DALAM
MENGIKUTI PENDIDIKAN INKLlJISI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat - syarat Mencapai
Gelar Sarjana Psikologi
Pembimbing I
~~ ----Ora. Agustiyawati M.Phil Sne
Oleh : Rahmawati
Nim : 102070026016
Di Bawah Bimbingan :
~embimbing II
Ors. Asep Haerul Gani. Psi
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGEFU
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 HI 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi Yang Berjudul "Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa Dalam Mengikuti Pendidikan lnklusi Di SDN Ulu Jami 03 Petang Jakarta Selatan" Telah Diujikan Dalam Sidang Munaqosah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada Tanggal 11 Februari 2008 telah diterima Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar sarjana program Strata Satu (S 1) pada Fakultas Psikologi.
Sidang munaqosah
Ketua merangkap anggota
Dra. Hj. Netty Hartati, M.Si. NIP. 150.021.5938
Penguji I
Dra. Fadhilah Sural
Pembimbing I
---Dra. Agustiyawati M.Phil Sne
sekretaris merangkap anggota
M.Si.
Penguji II
<'
~---Zk_~\_tg, ho\_/ ---Dra. Agustiyawati M.Phil Sne
embimbing II
Drs. Asep Haerul Gani. Psi
ABSTRAK ---·-----
Rahmawati, Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa dalam Men!Jikuti Pendidikan lnklusi di SON Ulu Jami 03 Petang Jakarta Selatan. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Desember 2007
Mempunyai anak yang terlahir dalam keadaan tidak normal secara fisik ( Tuna Daksa ), tentunya merupakan cobaan bagi orang tua. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.
Anak tuna daksa memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang layak dimanapun mereka berada. Dengan rnengikuti pendidikan inklusi ( Pendidikan yang diadakan di sekolah reguler bagi anak tuna daksa ) , diharapkan anak tuna daksa tersebut merasa bahwa dirinya sama seperti anakanak lainnya. Dengan demikian peneliti akan meneliti tentan!J kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi. Untuk rnencari jawabannya, maka pertanyaan penelitiannya berupa :
1. Bagaimana kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi?
2. Apa kendala Anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi? 3. Apa kendala sekolah dalam mengadakan pendidikan inklusi? 4. Bagaimana pengaruh pendidikan inklusi terhadap kepercayaan diri anak
tuna daksa?
Dalam penelitian ini digunakan penelitian kualitatif yang digambarkan melalui penelitian deskriptif
Untuk menganalisis data yang diperoleh, peneliti menggunakan teoritis. Jadi analisis terhadap data sesuai dengan teori yang telah ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi, memiliki kepercayaan diri yang cukup baik. Mereka memiliki pengalaman lebih fariatif dan menantang, hal ini dikarenakan pergaulan mereka yang berbaur dengan anak-anak yang normal secara fisik, sehingga dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan kepercayaan diri mereka. Motivasi serta dorongan yang kuat dari lingkungan sekitarnya, yang menjadikan mereka lebih dihargai keberadaannya dan merupakan kekuatan tersendiri dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.
Adapun kendala yang dialami anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi, hanya terletak pada proses adaptasi awal dimana mereka merasa malu dan minder dengan teman-teman lainnya. Namun hal ini tidak berlangsung lama dikarenakan lingkungan sekolah yang nyaman dan dapat menerima serta menghargai keberadaan mereka layaknya anak-anak yang lain.
Sedangkan kendala di SON 03 Ulu Jami yang sedang mengadakan pendidikan inklusi, terletak pada hal materi yaitu belum terpenuhinya sarana prasarana, biaya serta pembimbing yang khusus bagi Anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi.
Adapun pengaruh dari adanya pendidikan inklusi bagi anak tuna daksa, ternyata dapat memberikan dorongan yang positif kepada anak tuna daksa dikarenakan mereka merasa dihargai dengan diberikannya hak serta kesempatan yang sama dalam menerima pendidikan yang layak. Di samping itu memberikan kemudahan pula bagi orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya di SLB, dikarenakan faktor biaya yang cukup mahal.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, alas selesainya penulisan tugas
skripsi ini. Meskipun banyak rintangan yang harus dilalui, demi terwujudnya cita
cita penulis.
Penulis juga menyadari bahwa tugas menyusun skripsiini tidak dapat selesai
tanpa bantuan orang-orang yang selalu mendukung dalam menyelesaikan tugas
skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus dari hati ini. Penulis berikan kepada :
Pertama, Dekan fakultas psikologi, lbu Ora. Hj. Netty Hartati. M, Si beserta
seluruh civitas akademika fakultas psikologi. Kedua kepada Pudek 1 Fakultas
Psikologi lbu Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M, Si. Ketiga kepada pembimbing
seminar dan skripsi, Bapak Ors. Asep Haerul Gani, Psi. Alas bimbingan, waktu
yang disediakan dan ilmunya hingga skripsi ini dapat terwujud. Keempat, kepada
lbu Ora Agustiyawati M, Phil, Sne yang telah memberikan bimbingan dan ilmu
serta kesempatannya demi terwujudnya skripsi ini. Untuk lbu Syariah yang selalu
sabar membantu bila ada kesulitan administrasi.
Keenam, kepada ayahanda H. Achyat dan lbunda Hj. Aly tercinta yang selalu
mendoakan dan memberi dorongan kepada ananda, Semoga ini kado terindah
untuk ayah dan bunda yang senantiasa menantikan ananda di wisuda. Dan
untuk suamiku bang Muid tersayang, terimakasih alas kesetiaannya menemani
dan membantu saya menyelesaikan skripsi ini, dan yang paling Saya syukuri
adalah untuk anakku yang masih dalam kandunganku, terimakasih juga ya
sayang, kamu tidak rewel mengikuti bunda yang sedang berjuang demi meraih
cita-cita bunda. Serta kepada saudara-saudaraku tercinta, bang arif, aris,
kosim, boim, iyah, opih, lela dan eha, terima kasih semuanya.
Selanjutnya untuk Sahabat-sahabatku yang selalu membantu, Ara, lyoh, Leli,
lmah, yayan, Rahmat, kalian semua tidak pernah bosan mengingatkanku agar
terus maju dalam menyelesaikan tugas ini. Saya bangga memiliki sahabat
seperti kalian.
Yang terakhir para responden yang bersedia menceritakan pengalaman serta
perasaannya kepada penulis. Semua pihak yang secara langsung atau tak
langsung membantu penyelesaian skripsi ini. Allahlah yang membalas kebaikan
kalian semua.
Jakarta, Desember 2007 M
Penulis
DAFTAR ISi
Abstrak ............................................................................................ i
Kata Pengantar ................................................................................. iii
Daftar lsi .......................................................................................... v
Qaftar Tabel. ..................................................................................... vii
BABI PENDAHULUAN .............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. ldentifikasi dan Perumusan Masalah ................................. 6
1. ldentifikasi Masalah .............................................. 6
2. Perumusan Masalah ............................................. 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................ 8
E. Sistematika Penulisan ................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORl.. .............................................................. 10
A. Kepercayaan Diri ........................................................ 10
1. Pengertian ........................................................ 10
2. Ciri - cirri kepercayaan diri. .................................. 13
3. lndeks kepercayaan diri. ...................................... 17
4. Faktor yang mempengaruhi keoerca1yaan diri .......... 18
5. Perkembangan kepercayaan diri .......................... 21
6. Prinsip dalam meraih kepercayaan diri ................... 23
B. Tuna daksa ............................................................... 24
1. Definisi tuna daksa ............................................. 24
2. Jenis - jenis cacat fisik ....................................... 25
3. Karakteristik tuna daksa ..................................... 27
4. Tuna daksa dan penderitaan ................................ 31
5. lntervensi untuk pendidikan ATD ........................... 33
C. Pendidikan in kl us if.. ................................................... 34
1. Pengertian pendidikan inklusif .............................. 34
2. Landasan pendidikan inklusif.. ............................ 36
3. Model pendidikan inklusif .................................... 38
4. Komponen strategis pendidikan inklusif .................. 39
D. Kerangka berfikir. ....................................................... 41
BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan kualitatif .................................................. .44
B. Desain Penelitian ....................................................... .45
C. Karakteristik Subjek ..................................................... 46
D. Subjek ..................................................................... .46
E. Jumlah Subjek ............................................................ 47
F. Teknik dan lnstrumen Pengumpulan Data ....................... .47
G. Alat Bantu Pengumpul Data .......................................... 49
H. Teknik Pengolahan Data ............................................. .49
I. Prosedur Penelitian ..................................................... 49
BABIV HASIL DAN ANALISA DATA
A. Gamba ran Um um Subjek ............................................. 51
B. Gambran pendidikan inklusi di SDN Ulu Jami ................... 52
C. Data Subjek dan Analisa Data ....................................... 52
BABV KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................. 104
B. Diskusi .................................................................... 107
C. Saran ...................................................................... 108
DAFT AR PUST AKA
LAMPI RAN
DAFTAR TABEL
1. Tabel gambaran umum subjek ..................................................... 51
2. Tabel gambaran kepercayaan diri(Rian) ........................................ 69
3. Tabel gambaran kepercayaan diri(Eka) ......................................... 85
4. Tabel gambaran kepercayaan diri(Fira) ......................................... 97
5. Ta be I gambaran kepercayaan diri antar subjek ............................... 103
1.1. Latar Belakang
BAB 1
PENDAHULUAN
Malla suci Allah SWT yang telah menciptakan makhluk-makhluk Nya dengan
penuh keindahan dan kesempurnaan, mulai dari makhluk yang terkecil
hingga yang tak tergambarkan besarnya, kalaupun ada kekurangan,
kelemahan dan keterbatasan itu hanyalah dalam pandangal' manusia
semata. Oleh karena keberagaman bentuk, rupa serta kondisi diantara
makhluk-makhluk Nya menunjukkan kekuasaan Allah S\/VT.
Salah satu bentuk keterbatasan dan kekurcingan yang Allah SWT tunjukkan
kepada makhluk Nya adalah tidak sempurnanya anggota tubuh manusia
atau cacat yang biasa disebut dengan tuna daksa. Hallahan mengemukakan
bahwa cacat tubuh stau tuna daksa yaitu seseorang yang mengalami
kelainan atau kecacatan pada bentuk, fungsi, sistem otot, tulang dan
persendian yang bersifat primer atau sekunder yang mengakibatkan
gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitasi dan gangguan
perkembangan pribadi (Dalam Dahlan 1999).
Kondisi psikologis anak tuna daksa akan i:Jerbeda dengan anak yang tidak
memiliki hambatan secara fisiko Anal< tuna daksa bisa jadi akan terjerat oleh
perasaan rendah diri akibat ruang gerak mereka yang sempit atau
keterbatasan mereka untuk melakukan sesuatu, sehinm1a mereka kurang
termotivasi untuk rnemaksimalkan potensi yang ada dalam diri mereka.
Sebagaimana Adler yang menyebut perasaan kurang percaya diri dengan
1
2
perasaan rendah diri akibat ruang gerak mereka yang sempit atau keterbatasan
mereka untuk melakukan sesuatu, sehingga mereka kurang termotivasi untuk
memaksimalkan potensi yang ada dalam diri mereka. Sebagaimana Adler yang
menyebut perasaan kurang percaya diri dengan perasaan inferior. Adapun
perasaan inferior akan muncul akibat ketidak mampuan individu untuk
melakukan suatu tindakan yang disebabkan oleh faktor psikologis, sosial dan
fisik (S. Hall. 1995).
Dengan keterbatasan kemampuan akibat kecacatan yang dimilikinya, dapat
membuat orang menjadi rendah diri, bahkan adakalanya penyandang cacat
mengadakan kompensasi dengan tingkah laku yang menyimpang, misalnya
menjadi sangat agresif dan psikopatis. Bila kehawatiran tersebut menjadi
kenyataan, tidak hanya menghambat seseorang untuk hidup secara layak,
melainkan akan menimbulkan masalah sosial (Dahlan 1999).
Berbicara tentang keterbatasan yang dialami sebagian anak, sesungguhnya
mereka juga manusia yang memiliki kebutuhan yang sama seperti anak-anak
lainnya. Meskipun anak tuna daksa dikatakan sebagai anak berkebutuhan
khusus, mereka juga berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan
kebutuhannya. Hal ini seperti yang telah dijelaskan dalaim deklarasi PBB,
Bahwa:
3
"Oalam azas yang ditulis dengan seksama, deklarasi menegaskan bahwa
anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus,
kesempatan dan fasilitas yang memungkinkan mE1reka berkembang
secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermanfaat yang sama
; memiliki Nama dan Kebangasaan yang sama sejak /ahir ; mendapat
jaminan sosial termasuk gizi yang cukup, perumahan, rekreasi, pelayanan
kesehatan, menerima pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus jika
mereka cacat ; tumbuh dan dibesarkan dalam suasana yang penuh kasih
dan rasa aman dan sedapat mungkin dibawah asuhan serta tanggung
jawab orang tua mereka sendiri ; mendapat pendidikan dan andai kata
terjadi ma/apetaka, mereka termasuk yang pertama perlindungan serta
pertolongan ; mempero/eh perlindungan baik alas segala bentuk
penyianyian, kekejaman dan penindasan maupun atas perbuatan yang
mengarah kedalam bentuk diskriminasi. Akhirnya dek/arasi ini
menegaskan bahwa anak-anak harus dibesarkan dalam jiwa yang penuh
pengertian, toleransi, persahabatan antar bangsa, perdamaian dan
persaudaraan semesta. (Arif Grosita, 1985: 130).
Perbedaan diantara mereka bukanlah penghalang dalam meraih sebuah
kesuksesan. Hal tersebut akan menjadi tanggung jawab kita sebagai pendidik
baik orang tua maupun guru dalam memberikan kesempatan yang sama bagi
anak yang berkebutuhan khusus (anak tuna daksa) untuk berpartisipasi
4
menjalankan proses pendidikan bersama anak-anak la1nnya yang tidak
berkebutuhan khusus.
Jika selama ini pendidikan untuk anak-anak berkHbutuhan khusus
diselenggarakan secara segregasi di sekolah luar biasa (SLB) dan sekolah
dasar luar biasa (SDLB), temyala semakin berjalannya waktu, konsep seperti
itu mulai ditinggalkan sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan unluk
anak berkebuluhan khusus.
Pada umumnya lokasi SLB dan SDLB berada di lbu Kola Kabupalen,
sedangkan lidak semua anak berkebuluhan khusus (anak tuna daksa)
bertempal tinggal di lbu kola Jakarta. Dengan demikian a.nak berkebutuhan
khusus (anak tuna daksa) yang tinggal di desa, akan merasa kesulitan jika
harus sekolah yang jauh dari lempal linggalnya. Selain ilu kendala yang lebih
memberalkan orang tua adalah kelidakmampuan untuk membayar biaya
sekolah di SLB, karena sekolah luar biasa relalif lebih mahal dibandingkan
sekolah reguler, dengan demikian akan memberatkan ba9i orang tua yang
kondisi ekonominya menengah kebawah.
Dengan demikian akan menjadi sebuah keprihalinan bagi anak berkebutuhan
khusus di dalam memperoleh pendidikan. Berdasarkan UUD 45 Pasal 31
tenlang hak setiap warga negara unluk memperoleh pendidikan, yang didukung
5
dengan UU SPN No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan khusus dan pendidikan
pelayanan khusus, menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus harus
mengikuti program wajib belajar, sehingga melalui SK. Mendiknas No.
002/4/1986, di Indonesia telah dirintis pembangunan sekolah reguler yang
melayani penuntasan wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus melalui
pendekatan inklusi.
Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus didiclik bersama anak
anak lainnya, untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Pendidikan
inklusi juga sebagai wadah yang ideal demi terpenuhinya hak pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Sehingga ada 4 karakteristik makna dari
pendidikan inklusi yaitu : (1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya
menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak, (2) Memperdulikan
cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar, (3)
Membawa makna bahwa anak kecil yang hadir (disekolah), berpartisipasi dan
mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya dan (4) Pendidikan
inklusi diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal,
ekslusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.
Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian pendidikan inklusi bagi anak tuna
daksa di SON Ulu Jami 03 Petang Jakarta karena sekolah tersebut merupakan
satu-satunya SD di Jakarta yang menjalankan pendidikan inklusi.
6
Disamping itu, pendidikan inklusi di SON Ulu Jami 03 diharapkan mampu
mengembangkan kepercayaan diri anak tuna daksa ( berkebutuhan khusus ),
baik secara kognisi, afeksi dan psikomotorik mereka. Hal ini melihat pada
kondisi lingkungan yang diciptakan secara bersama, secara tidak langsung
membiasakan anak-anak tuna daksa untuk bergabung dan bergaul bersama
anak-anak lainnya, agar mereka juga merasakan bahwa keberadaannya
diterima oleh teman-temannya yang lain.
Maka dari paparan di alas, penulis kemudian tertarik untuk meneliti tentang "
Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa Dalam Mengikuti Pendidikan inklusi".
1.2 ldentifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini, sebagai berikut :
1. Bagaimana kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti
pendidikan inklusi?
2. Apa kendala anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan
inklusi?
3. Apakah ada kendala bagi sekolah reguler yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan inklusi
terhadap kepercayaan diri anak tuna daksa ?
1.3. Batasan dan Rurnusan Masalah
1.3.1. Batasan rnasalah
Pada penelitian ini, masalah yang diteliti harus dibatasi demi terhindar dari
pelebaran masalah yang menyebabkan sasaran yang dituju tidak jelas dan
tidak terarah. Maka peneliti akan membatasi masalah pada skripsi ini sebagai
berikut:
7
1. Kepercayaan diri adalah suatu perasaan dimana seseorang mampu
menghargai dirinya dengan segenap kelebihan dan kekurangannya,
serta dapat bebas mengekspresikan dirinya kapanpun dan dimanapun
mereka berada
2. Anak tuna daksa atau anak yang mengalami cacat 1ubuh adalah anak
yang secara fisik tampak ketidaksempurnaan dan ketidakberfungsian
salah satu organ tubuhnya, baik dibawa sejak lahir atau akibat
kecelakaan atau penyakit.
3. Pendidikan inklusi adalah salah satu model pendidikan bagi anak yang
berkebutuhan khusus dimana mereka ditempatkan bersama-sama anak
normal di sekolah regular, demi mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. Dalam penelitian ini pendidikan inklusi yang diteliti, terletak di
SON Ulu Jami 03 Petang Jakarta.
1.3.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang penulis uraikan,
maka, perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut : " Bagaimana
kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi?"
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Pada penelitian skripsi kali ini,penulis memiliki beberapa tujuan yaitu :
8
1. Untuk mengetahui bagaimana kepercayaan diri anak tuna daksa
dalam mengikuti pendidikan inklusi di sekolah reguler.
2. Untuk mengetahui kendala yang dialami anak tuna daksa dalam
mengikuti pendidikan inklusi di sekolah reguler
3. Untuk mengetahui kendala yang dialami sekolah reguler yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi.
4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari
pendidikan inklusi terhadap kepercayaan diri anak tuna daksa
1.4.2. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diambil dari penelitian skripsi ini, yaitu :
1. Secara akademik dapat menambah wawasan tentang fenomena
psikologis yang terjadi di masyarakat.
1.5.
9
2. Untuk memberikan semangat pada teman-tHman yang akan
melakukan penelitian mendatang, dan berkaitan dengan judul
penelitian skripsi ini.
3. Sebagai rangsangan khusus terhadap para guru di sekolah
reguler dan orang tua dalam mendidik anak yang berkebutuhan
khusus agar kepercayaan diri mereka dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal.
4. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
intormasi dan semangat bagi lembaga pendidikan agar dapat
memberikan pelayanan pendidikan inklusi bagi anak yang
berkebutuhan khusus.
5. Memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas
tentang pendidikan inklusi di sekolah reguler.
Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 bab
1. Bab pertama atau pendahuluan akan di bahas mengenai latar
belakang masalah, ldentifikasi masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan penelitian serta sistematika penulisan.
2. Bab kedua berisi kajian teori dengan beberapa sub bab yang
meliputi:
10
a) Kepercayaan diri yang terdiri dari definisi, ciri-ciri,
perkembangan dan faktor yang mempengaruhi kepercayaan
diri.
b) Anak tuna daksa yang terdiri dari definisi, jenis, karakteristik
dan penderitaan yang dialami anak tuna daksa
c) Pendidikan inklusi yang terdiri dari definisi, landasan, model
serta komponen strategis pendidikan inklusi.
3. Bab ketiga adalah metode penelitian yang berisi tentang desain
penelitian, karakteristik subjek, subjek, jumlah subjek, tekhnik dan
instrumen pengumpulan data, tekhnik pen9olahan data dan
prosedur penelitian.
4. Bab keempat merupakan hasil penelitian, pengolahan data dan
prosedur penelitian.
5. Bab kelima berisi tentang kesimpulan, diskusi dan saran.
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
2.1. 1 KEPERCAYAAN DIRI
2.1.1.1 Pengertian
lstilah Self Confidence (kepercayaan diri) merupakan istilah yang seringkali
terkacaukan dengan self concept (konsep diri), self esteem (harga diri), self
worth (nilai diri) dan self efficacy. Oleh karenanya sebelum memberikan definisi
tentang kepercayaan diri, maka disini akan dijelaskan arti tentang Self (diri)
terlebih dahulu, karena semua istilah diatas berkaitan dengan self (diri). Allport
mendefinisikan diri sebagai:
"Diri merupakan sesuatu yang disadari dan merupakan sesuatu yang
penting da/am kehidupan, karena merupakan inti dari keberadaan
seseorang. Oiri memainkan peranan penting dalam kesadaran,
kepribadian bahkan keseluruhan organisme kehidupan". (Allport, dalam
Hurlock, 1974)
11
Secara awam, istilah kepercayaan diri seringkali dikaitkan dengan keberanian
seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, bukan hanya yang
membawa resiko fisik, tetapi juga resiko-resiko sosial. Orang bisa dikatakan tidak
punya kepercayaan diri jika tidak berani mengungkapkan ide dalam suatu rapat,
tidak berani berbicara didepan umum, tidak berani berkenalan dengan lawan
jenis, tidak berani menyebrang jalan sendiri. Disamping itu kepercayaan diri juga
sering dikaitkan dengan anggapan-anggapan bahwa yang .bersangkutan kurang
hebat, atau memiliki "cacat-cacat" tertentu. Misal orang mengatakan tidak
percaya diri karena wajah penuh jerawat, bau badan, bau mulut, rambut penuh
ketombe dan lain sebagainya.
Di lihat dari uraian diatas, goyahnya kepercayaan diri umumnya bersumber pada
anggapan-anggapan tertentu tentang diri yang menyebabkan kurangnya
keberanian untuk bertindak maupun kurangnya penghar9aan terhadap
kehebatan-kehebatan diri.
Shrauger & Schohn (1995) mengatakan bahwa "kepercayaan diri" (self
confident) adalah anggapan orang tentang kompetensi dan keterampilan yang
dimilikinya serta kesanggupannya untuk menangani berbagai macam situasi .
12
Walaupun Shrauger dalam definisinya hanya mencantumkan kesanggupan dan
keterampilan namun dalam alat ukur yang dibuatnya, la juga mempersoalkan
adanya anggapan-anggapan yang lebih berhubungan dengan kondisi yang
bukan kesanggupan atau ketrampilan , misalnya penampilan.
Menurut Rogers (seperti dikutip oleh Koeswara, 1989) mEmgartikan kepercayaan
diri merupakan kemampuan untuk membuat keputusan dan penilaian-penilaian
tanpa harus bergantung pada orang lain. Kepercayaan diri juga merupakan
keyakinan individu untuk melakukan tindakan yang dianggap benar
Secara psikologis, rasa percaya diri memiliki hubungan yang positif dengan
konsep diri, penerimaan diri,dan aktualisasi diri. Maksudnya adalah setiap
individu yang mampu mengenali dirinya dengan baik yakni bisa menerima segala
kelabihan serta kekurangan yang dimilikinya, maka individu tersebut lebih mudah
untuk mencapai keberhasilan dan prestasi
Jalaluddin Rakhmat (2001) menambahkan, kepercayaan diri erat hubungannya
dengan konsep diri. Kepercayaan diri merupakan hal penting dan paling
menentukan dalam berkomunikasi. lndividu yang kurang percaya diri cenderung
untuk menghindari situasi komunikasi, karena takut diejek atau disalahkan.
13
Dengan demikian kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang terdiri
dari keyakinan, kekuatan, kemampuan dan keterampilan individu, dimana
individu tersebut dapat beraktivitas secara mantap dan optimis dalam menjalani
kehidupan dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya serta
mampu menghadapi segala tantangan dan rintangan demi meraih suatu
keberhasilan.
2.1.1.2. Ciri-Ciri Kepercayaan Diri
Ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri ialah orang tersebut memiliki
motivasi tinggi dalam meraih kesuksesan hidup. Disamping motivasi
tinggi,Waterman dikutip Musa Tanaja ( 1993) menyatakan orang yang percaya
diri juga memiliki kemampuan bekerja yang efektif, bertanggung jawab serta
terencana, matang dalam mengerjakan tugas dan merengkuh masa depan.
Liendenfield (1997), membagi kepercayaan diri menjadi dua bagian yaitu :
a. Percaya diri batin adalah percaya diri yang memberikan kepada kita
perasaan dan anggapan bahwa kita dalam keadaan baik.
b. Percaya diri lahir adalah kemampuan untuk tampil dan berprilaku dengan
cara yang menunjukkan kepada dunia luar bahwa kita yakin akan diri kita.
14
Lauskar dikutip Musa Tanaja ( 1993) Menyebutkan ciri dari orang yang percaya
diri ialah perasaan atau sikap yang tidak mementingkan diri sendiri, cukup
toleran, Tidak memerlukan dukungan orang lain, selalu optimis dan tidak ragu -
ragu dalam mengambil suatu keputusan.
Gilmer dikutip Musa Tanaja ( 1993) menambahkan bahwa orang yang
mempunyai rasa percaya diri biasanya memiliki sikap berani menghadapi setiap
tantangan & terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru berkat
keyakinannya terhadap kemampuan sendiri tersebut.
Corsini dikutip Musa Tanaja ( 1993 ) menerangkan berbagai karakter orang yang
percaya diri menjadi 8 Ciri utama sebagai berikut : toleran, tidak memerlukan
dukungan orang lain, optimis, tidak ragu-ragu, kreatif, yakin terhadap
kemampuan sendiri, berani menghadapi tantangan, dan mempunyai lnisiatif
sendiri.
Menurut Oubein, ciri-ciri individu yang percaya diri bagus adalah individu yang
memiliki gambaran diri positif dan kuat, bersikap mandiri dan mampu
menghadapi berbagai situasi.(Qubein, 1983)
Guilford (seperti dikutip Afiatun & Mulyani, 1998) mengemukakan seorang
individu yang memiliki kepercayaan diri akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. lndividu merasa adekuat terhadap tindakan yang clilakukan. Hal ini
didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki. Merasa optimis, cukup ambisius, tidak selalu
memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu
manghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta
bertanggung jawab alas keputusan dan perbuatannya
b. lndividu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini didasari oleh
keyakinan terhadap kemampuannya dalam hubungan sosial. Merasa
kelompoknya atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan
lingkungan, berani mengemukakan kehendak atau ide-idenya secara
bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri
15
c. lndividu percaya sekali terhadap dirinya serta merniliki ketenangan sikap.
Didasari oleh keyakinan terhadap kekuatan dan ki3mampuannya. Bersikap
tenang,tidak mudah gugup,cukup toleran terhaclap berbagai rnacam
situasi.
Sedangkan Linclenfield ( 1994 ) berpendapat bahwa ciri-ciri individu dengan
kepercayaan diri baik adalah mencintai dan rnemahami diri sendiri, rnemiliki
16
tujuan-tujuan yang jelas, memiliki cara berpikir yang positif, mampu berinteraksi
dan berkomunikasi dengan lingkungan sosial secara baik, memiliki ketegasan
sikap, dan mampu mengendalikan diri dengan baik.
lndividu yang percaya diri selalu yakin akan dirinya, karena yakin bahwa
kemampuannya akan mendukung diri dan pengembangan dirinya. Jadi, individu
tersebut yakin dengan apa yang dikerjakannya akan selalu berhasil. Adapun
sebaliknya, individu yang kurang memiliki keparcayaan diri biasanya akan
menjadi peka terhadap pembicaraan mengenai diri atau prestasinya dan ini
akan mempengaruhi hasil kerjanya.
Maka berdasarkan beberapa pandapat para ahli diatas, peneliti dapat mengambil
kesimpulan untuk dijadikan indikator-indikator yang dapat mengukur
kepercayaan diri, sebagai berikut :
a. Memiliki motivasi berprestasi lebih tinggi.
b. Mandiri ( tidak selalu bergantung pada orang lain ).
c. Memiliki ketenangan sikap dalam berbicara dan bertindak.
d. Optimis dan berpikir positif.
e.
f.
9
h.
2.1.1.3.
17
Berani mencoba dan tidak takut gaga!.
Mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.
Berani melakukan penilaian dan mengambil keputusan.
Memiliki keyakinan pada kemampuan sendiri dalam beraktifitas
lndeks Kepercayaan Diri
lndeks kepercayaan diri adalah suatu nilai penting yang clipakai untuk mengenali
kategori orang yang kepercayaan dirinya tinggi clengan rn~ang yang kepercayaan
dirinya rendah. Kepercayaan diri diasumsikan oleh Shau9er Schohn (1995)
memiliki tiga komponen penting :
a. Komponen Kognitif
Meliputi penilaian terhadap keadekuatan kinerja relatif seseorang
terhadap standar yan(l absolut & perbandingan sosia!. Sebagai contoh
orang yang percaya diri melihat dirinya dapat memenuhi standar kinerja,
melakukan hubun9an baik dengan orang lain, dan terus menerus
menunjukan kinerja yang efektif.
18
b. Komponen Afektif
Dalam kompenen ini kepercayaan diri diindikasikan dengan perasaan
nyaman, antusias dan kurang cemas ketika akan melakukan suatu
aktifitas. Orang yang seluruh kepercayaan dirinya tinggi akan melihat diri
mereka kurang cemas dan kurang depresi daripada orang yang rendah
kepercayaan dirinya.
c. Komponen tingkah laku
Kepercayaan diri seharusnya merefleksikan tingkah laku, Khususnya
kesiapan seseorang untuk terlibat dalam suatu ke~1iatan. Kepercayaan diri
cenderung ditampilkan dalam cara bertindak, gaya interaksi, dan
pendekatan terhadap kegiatan.
2.1.1.4. Faktor-faktor Yang Mempegaruhi Kepercayaan Diri
Faktor-faktor yang berpengaruh pada kepercayaan diri individu menurut Middel
Brook yakni: pola asuh, jenis kelamin, pendidikan dan penampilan fisik
1. Pola Asuh
Para ahli berkeyakinan, harga diri bukanlah diperoleh secara instant,
melainkan melalui proses yang berlangsung sejak dini, dalam kehidupan
sehari-hari. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri
individu, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan
faktor yang mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.
19
Orang tua yang menentukan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan
kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan
membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. Anak dicintai dan
dihargai bukan tergantung pad prestasi atau perbuatan baiknya, namun
karena eksistensinya. Kemudian anak tersebut akan tumbuh menjadi
individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang
realistik terhadap diri, seperti orang tua meletakan harapan realistik
terhadap dirinya.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang tidak jarang menjacli acuan clalam menilai
kepribaclian seseorang. lndividu dengan pendidikan tinggi, lebih dipacu
untuk menggali dan menggembangkan potensi dirinya. Masyarakat juga
lebih menghargai individu dengan pendidikan ting9i. Kedua hal tersebut
akan berpengaruh pada harga diri dan kepercayaan diri individu.
3. Jenis kelamin
Adanya perbedaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan akan
berpengaruh pada kepribadian individu. Kondisi ini terutama terjadi pada
masyarakat yang masih memegang pandangan tradisional terhadap
20
peran jenis kelamin. Anak laki-laki cenderung didorong untuk lebih
berprestasi, lebih diberi kesempatan untuk menunjukan potensi dan
kemampuan diri, yang kemudian melahirkan kepercayaan diri. Sebaliknya
anak perempuan tidak terlalu didorong untuk berprestasi, kurang diberi
kesempatan untuk menunjukan potensi dan kemampuan diri, akhirnya
anak perempuan menjadi lebih rendah diri (Hurlock, 1978)
4. Penampilan fisik
Penampilan fisik yang menarik mempunyai pengaruh potensial dan kuat
dalam situasi pergaulan sosial. Menu rut Hurlock ("i 978) keadaan fisik
yang tidak sempurna, seperti cacat tubuh dan kegemukan dapat
menyebabkan individu merasa terbelakang dan ticlak percaya diri.
Bagi seorang wanita karir, penampilan fisik tentu clituntut untuk
menunjang pekerjaan.
Faktor-faktor diatas clapat erat kaitanya dengan penilaian dan pengaruh
lingkungan terhadap kepercayaan cliri inclividu. Hurlock (1978) menambahkan
bahwa rasa percaya diri dan rendah diri dipengaruhi pula oleh kegagalan dan
prestasi. Apabila prestasi individu lebih rendah clari prestasi orang lain, maka
individu cenclerung untuk memandang dirinya rendah dan menarik cliri.
Sebaliknya jika prestasi individu lebih tinggi dari orang lain, maka individu
merasa bangga pada kemampuanya dan lebih percaya diri.
2.1.1.5. Perkembangan Kepercayaan Diri
21
Kepercayaan diri merupakan aspek penting dalam kepribadian individu.
Kepercayaan diri lahir dan tumbuh bukan didasarkan oleh faktor keturunan atau
bawaan sejak lahir. Kepercayaan diri berasal dan dipengaruhi oleh interaksi
individu dengan lingkungan sosialnya.
Orang tua dan lingkungan keluarga merupakan tonggak serta dasar dalam
pembentukan kepercayaan diri pada anak-anak. Dalam perkembangan
selanjutnya, kepercayaan diri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang
lebih luas, seperti teman sebaya dan masyarakat.
Maslow mengemukakan, setiap individu memiliki dua kebutuhan akan
penghargaan, yakni harga diri dan penghargaan orang la.in. Harga diri mencakup
kebutuhan kepercayaan diri, kemandirian dan kebebasan pribadi. Penghargaan
orang lain meliputi prestise, kedudukan dan nama bail<. lndividu dengan harga
diri yang baik akan lebih percaya diri, lebih mampu, dan produktif. lndividu
dengan harga diri rendah akan mengalami hal sebaliknya. ( Frank, G Goble,
1971 ).
22
Lebih lanjut Maslow mengungkapkan bahwa hambatan dari usaha untuk
mencapai aktualisasi diri yang berasal dari ketidak tahuan dan keraguan individu
pada kemampuan sendiri. Akibatnya kemampuan dan potensi diri tidak
terungkap dan bersifat laten (E. Koswara, 1989)
Shauger dan penelitianya mengemukakan bahwa :
a. Seseorang yang lebih percaya diri dalam suatu biclang digambarkan lebih
tertarik dan menghabiskan banyak waktu pada aktifitas yang berhubungan
dengan bidang itu dan menjadi Jebih kompeten , nyaman dan lebih
melibatkan diri sepenuhnya dari pada orang yang kurang percaya diri.
b. Ada kompentensi yang relatif mempengaruhi kepercayaan diri, dimana
jika orang dihadapkan pada dua pilihan yang berbeda tingkat
kepercayaan dirinya, orang akan memilih satu diantaranya dimana orang
tersebut merasa lebih percaya diri.
c. Orang yang percaya diri menggambarkan situasi akan menghasilkan
sesuatu yang menyenangkan atau selalu optimis akan masa depannya
dari pada orang yang kurang percaya diri.
2.1.1.6. Prinsip Dalam Meraih Kepercayaan Diri
Yusuf al-Uqshari (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa para pakar ilmu
jiwa sepakat ada empat prinsip yang harus dipatuhi demi memperkuat rasa
percaya diri.
1. Dengan menumbuhkan mental positif dalam diri yang dapat
Mengantarkan diri pada kesuksesan .
23
2. Bersikap secara bijaksana dalam merencanakan target - target kehidupan
dan mengupayakan target yang sudah dicanangkan itu tidak terlalu
berlebihan melebihi potensi & kemampuan yang dimiliki dalam diri .
Jika seseorang ingin memiliki kepercayaan diri yang lebih kuat dalam
berinteraksi dengan orang Jain, maka seseorang itu dituntut untuk belajar
bagaimana bergaul yang bail< dengan orang lain.
3. Senantiasa memperhatikan penampilan fisik dan psikis dengan baik. Hal
ini mempunyai pengaruh yang kuat untuk memperdalam kepercayaan diri
24
seseorang. Riset-riset ilmiah membuktikan bahwa penampilan psikis dan
fisik yang baik sangat berperan kuat dalam menumbuhkan kepercayaan
diri . disamping itu juga, rasa percaya diri yang akan diraih orang yang
kurang memperhatikan penampilannya tidak seberapa besar bila
dibandingkan dengan rasa percaya diri yang akan diraih oleh individu
yang penuh vitalitas dan sangat perhatian pada penampilannya.
4. Memilih teman yang siap memberikan kepercayaannya kepada diri
pribadi, karena jika sudah berhasil mendapatkan teman yang dapat
memberikan kepercayaannya, otomatis kepercayaan diri akan tumbuh
dan semakin bertambah kuat.
2.1.2. TUNA DAKSA
2.1.2.1. Definisi Tuna Daksa
Stevents (seperti dikutip oleh Tyasneki, 1982), mendefisinisikan cacat (disability)
Sebagai penyimpangan fungsi tubuh karena dinilai tidak dekat dengan tuntutan
masyarakat.
25
Hallahan mengemukakan bahwa cacat tubuh atau tuna daksa yaitu seseorang
yang mengalami kelainan atau kecacatan pada bentuk, fungsi, sistem otot,
tulang dan persendian yang bersifat primer atau sekunder yang mengakibatkan
gangguan kordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitasi dan gangguan
perkembangan pribadi ( dalam Dahlan, 1999 )
Cacal fisik (tuna daksa) menurut depertemen kesehatan adalah anak yang
menderita kekurangan yang sifatnya menetap pada ala! !Jerak (tulang, sendi,
otot) sedemikian rupa sehingga untuk keberhasilannya, clalam penclidikan
mereka perlu perlakuan khusus. (Sumiati, 2000)
Sehubungan dengan kelemahannya tersebut maka menurut Isherwood (1986),
seorang penyandang cacat memerlukan usaha yang keras untuk melakukan
kegiatan penting yang kebanyakan orang dapat melakukannya dengan mudah.
Hal ini disebabkan karena tidak bekerjanya salah satu dari bagian tubuhnya yang
cacat.
2.1.2.2. Jenis-jenis Cacat Fisik (Tuna Daksa)
Ciri utama yang menentukan seseorang dikategorikan ke dalam handicapped
adalah adanya kerusakan tubuh ( physical defect ). Sedangkan sejauh mana
akibat penyesuaian individu tergantung kepada kerusakan itu, terlihat atau
tersembunyi, dan statis atau dinamis (Kessler, 1953). Dua kelompok pertama
adalah karena konotasi sosial sedangkan dua kelompok yang terakhir adalah
dari sisi signifikansi dari fungsi.
26
Menurut Kessler ( 1953) yang dimasukan ke dalam kelompok cacat statis adalah
amputasi, pincang dan kerusakan wajah, sedangkan yang dapat dikelompokan
ke dalam cacat atau kerusakan tersembunyi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
yang dapat diganti dengan organ atau alat lain, misalnya amputasi, dan yang
betul-betul tersembunyi seperti tumor otak, epilepsi, osteoporosis,TBC dan
hipertensi. Pada kelompok berdasarkan fungsinya maka yang termasuk
kerusakan statis adalah, misal kehilangan kedua kaki, sedangkan yang termasuk
kerusakan dinamis mencakup antara lain penyakit jantung,diabetes dan
tubercolosis.
Secara umum klasifikasi atau kategori kecacatan dapat clibagi alas :
(Sumiati,2000)
a. Anak tuna daksa yang tergolong di bagian D (SLB D) lalah anak yang
menderita cacat polio atau lainnya. Sehingga mengalami ketidaknormalan
dalam fungsi tulang, otot-otot atau kerjasama funGJSi otot-otot, tetapi
mereka berkemampuan normal
27
b. Anak tuna daksa yang tergolong Di (SLB Di) lalah anak yang cacat
semenjak lahir atau cerebral palcy. Sehingga men9alami cacat jasmani
karena tidak berfungsinya tulang otot sendi dan saraf-saraf. Kemampuan
intelegensinya di bawah rata-rata atau terbelakang.
2.1.2.3. Karakteristik Tuna Daksa
Pembahasan cacat fisik juga di lihat dari kelainan neoro rnaskular, kelainan ini
terdapat pada system saraf pusat di otak yang dapat rnenimbulkan berbagai
kelainan pada fungsi motorik dari otot-otot tubuh. Kerusakan otot disebabkan
karena kerusakan susunan saraf pusat dan sumsum tulang belakang. Sehingga
keadaan ini menimbulkan gangguan yang kompleks dari fungsi tubuh antara lain;
(Mangunsong,2003)
a. Cerebral Paley adalah kerusakan yang ditandai dengan kelumpuha11,
kelemahan, tidak adanya koordinasi dan fungsi-fungsi sistem pergerakan
tubuh akibat dari gangguan sistem syaraf yang berpusat pada kerusakan
otak.
Tingkat kerusakan cerebral palcy ;
i. Tingkat ringan, gejalanya; anak dapat berjalan clan berbicara, dapat
menjalankan fungsi-fungsi tubuh dalam beraktivitas sehari-hari,
sehingga anak sedikit saja mengalami gangguan
PERPUST;~KAAN UTAMA UIN SYAHIO JAKAFi
-------- --- -----~~----
2. Tingkat sedang, gejalanya; anak memerlukan pengobatan untuk
gangguan bicara, memerlukan latihan gerak motorik, latihan
perawatan diri sendiri, memakai alat bantu gerak seperti tongkat.
3. Tingkat berat, gejalanya; memerlukan pengobatan dan perawatan
28
dalam gerak motorik, kurang mampu menjalankan aktivitas sehari-hari,
tidak mampu berjalan dan berbicara.
Klasifikasi menurut daerah kerusakan, yaitu :
1. Hemiplegia : terserang bagian kaki dan bagian tangan dalam satu
posisi (35-45%)
2. Diplegia: terserang kaki lebih besar daripada tangan (10-20%)
3. Paraplegia: yang terserang tubuh bagian bawah (10-20%)
4. Quadriplegia: keempat anggota tubuh terserang semua (15-20%)
Klasifikasi menurut fisiologi gerak motorik ;
1. Spasiticity : kontraksi otot-otot kaku dan tiba-tiba susah melakukan
gerakan
2. Arthetosis: gerakan anggota tubuh tidak menentu, gerakan tubuh
menegang, berjalan terhuyung-huyung.
3. Ataxia: berjalan terhuyung-huyung, tidak ada koordinasi gerakan,
tremor.
29
4. Mixed: gejala spatis dan atheosis, terdapat pada quadriplegia.
l<lasifikasi berdasarkan letak kerusakannya, yaitu:
1. l<erusakan kulit otak (cortex otak ), memperlihatkan kelumpuhan atau
kelemahan otot yang sering di sertai gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. l<elumpuhan dapat mengenai separuh tubuh atau
keempat anggota tubuh.
2. l<erusakan pada ganglia basalis yang terletak di tengah otak.
Menyebabkan gerakan kaku dan terputus, sering terdapat gerakan di
luar kemauan tubuh
3. l<erusakan pada otak kecil (cereblum), menyebabkan keadaan ataxia.
b. Spina Bifida merupakan kelainan bawaan dimana saluran susunan tulang
belakang tidak tertutup, sehingga menyebabkan sumsum dapat keluar
melalui tulang belakang yang tidak tertutup.
Jenis dari Spina Bifida
1. Spina bifida oculta : kelainan yang paling ringan. Satu atau dua
columna vetebralis tidak menutup dengan baik, tetapi jaringan syaraf
tidak keluar dari tulang. Kelainan dapat dilihat pada rontgen.
2. Spina bifida meningocele : kelainan yang sedang. Adanya benjolan
seperti tumor berupa cairan (bukan jaringan syaraf) pada punggung
anak.
30
3. Spina bifida myelomeningocele : kelainan paling berat. Terdapat
benjolan seperti tumor dan berisi jaringan syaraf. dapat menimbulkan
kelumpuhan.
c. Conculsive ( kejang-kejang ) I Epilepsi adalah suatu kondisi terjadinya
perubahan fungsi otak yang terjadi tiba-tiba dan spontan, berulang-ulang,
disertai kehilangan kesadaran.
d. Poliomyelitis. Penyakit yang diakibatkan virus ini dapat menyerang otak
dan dapat menyebabkan perubahan bentuk kaki dan kelumpuhan,
sehingga anak mengalami cacat fisik timpang. Penyakit ini dapat dicegah
melalui imunisasi.
e. Mascular dystrophy adalah melemahanya otot-otot secara progresif yang di
tandai dengan pergantian sel-sel otot dengan jarin9an lemak dan fibrousa.
Penyakit ini baru dapat didiagnosa setelah usia tiga tahun . Anak dapat
berjalan 10-12 tahun tetapi tidak dapat bertahan hidup lama. Hal ini
disebabkan kegagalan jantung dan infeksi paru-paru.
f. Cacat anggota tubuh. Cacal ang9ota tubuh terjadi karena bawaan sejak
lahir. Cacal dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti obat thalidomide
yang diminum sebelum ibu hami. Cacal tubuh akibat kecelakaan yang
menyebabkan kaki harus di amputasi.
g. Skoliosis adalah gangguan dari posisi lekukan susunan tulang belakang
yang membongkok ke arah lateral, sehingga bentuk badan nampak
bengkok ke samping.
2.1.2.4. Tuna Daksa dan Penderitaan
31
Semua penyandang cacat akan menemui masalah-masalah di dalam usaha
penyesuaian terhadap keterbatasan fisiknya sebagai usaha memenuhi
kebutuhan hidup pribadi dan lingkunganya. Salah satu masalah yang dirasakan
sulit untuk dihadapi orang cacat ( disabled person ) adalah adanya prasangka
psikososial ( psyhosocial prejudice ) yaitu reaksi individual atau kelompok berupa
sikap "bermusuhan" terhadap orang cacat dengan anggapan bahwa mereka
adalah beban yang tidak produktif dan tidak berguna ( Kessler, 1953 ).
Masih menurut Kessler, penyandang cacat dihaclapkan pada dua beban yaitu
ketidak mampuan fisik dan adanya pembatasan sosial ka.rena keadaanya
tersebut. Lebih lanjut lagi bahwa para penyandang cacat tubuh juga akan
mempunyai berbagai keterbatasan dan perasaan kehilangan atau penyangkalan
terhadap sesuatu yang berharga (Wright, 1960 ).
Tyasneki ( 1982) menyatakan beberapa efek psikologis dari cacat tubuh yaitu :
a. Goncangan emosional (Emotional Shock)
b. Sikap murung I depresi setelah kejutan emosional menghilang, maka
seorang penderita cacat akan mengalami rasa kehilangan yang
mendalam yang menyebabkan dirinya sangat bercluka.
32
c. Ketidakpastian. Ketidakpastian dialami oleh penderita cacat tubuh bukan
bawaan karena ia tak lagi yakin akan jalan menuju tujuan yang
cliingginkanya. Ideal self yang lama hilang, tetapi ideal self yang baru
belum terbentuk, sehinga muncul rasa cemas dan tidak aman.
d. Rasa malu dan rendah diri. Rasa malu dan rendah diri sebenarnya lebih
ditentukan oleh adanya konsep diri negatif berhubungan dengan
keadaanya yang cacat.
e. Frustasi. Frustasi lebih ditentukan oleh tipe kepribadian individu dan tidak
berhubungan langsung dengan keadaan cacatnya. Hal ini aclalah karena
penderita cacat lebih sering dihaclapkan kepacla situasi yang membuatnya
frustasi.
Dari beberapa uraian diatas clapat disimpulkan bahwa penderitaan yang
berat dapat dialami penyandang cacat clalam berbagai aspek
kehiclupanya, baik dalam aspek fisik ( keterbatasan fungsi tubuh ), aspek
psikologis ( konsep diri emosional, self image ), aspek ekonomi ( tuntutan
33
kebutuhan hidup ), aspek psikososial ( prasangka sosial, labeling ) serta
aspek spiritual ( arah dan tujuan hidup ).
2.1.2.5. lntervensi untuk Pendidikan Anak Tuna Daksa
Ada beberapa intervensi bagi anak cacat fisik, yaitu : (Sumiati, 2000)
a. Pendekatan multi disiplin dalam program rehabilitasi anak cacat di
rehabilitasi center (RC).
b. Tujuan rehabilitasi anak cacat adalah agar anak tersebut dapat
melakukan aktivitas hidup sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Selain itu,
diharapkan agar anak tersebut dapat kembali ke masyarakat dan ke
sekolah melakukan pekerjaan sesuai dengan kete1·belakangan mentalnya.
c. Program pendidikan sekolah
d. Anak cacat yang tidak mengalami keterbelakangan mental dapat kembali
ke sekolah biasa (SD, SMP, SMU), sedang anal< yang mengalami cacat
mental dapat mengikuti kelas khusus sesuai dengan keterbelakangan
mentalnya.
e. Bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan dan penyuluhan anak diberikan di
pusat rehabilitas melalui program-program yang direncanakan. Tujuan
awal agar anak mau menerima keadaanya dan bertekad akan sembuh
dari cacat seminimal mungkin.
34
2.i.3. PENDIDIKAN INKLUSIF
2. i .3.1 Pengertian Pendidikan lnklusi
Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi
anak berkelainan yang telah ditegaskan pada bulan juni ·1994 di Salamanca,
dengan prinsip dasar yaitu : selama memungkinkan, semua anak seyogyanya
belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang
mungkin ada pada mereka.
Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang
menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan
program pendidikan yang layak, menantang, tapi sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat
diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu sekolah inklusi
juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas
tersebut dan saling membantu dengan guru, teman sebayanya serta anggota
masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
Selanjutnya, Staup dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi
adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara
penuh di kelas regular. Hal ini menunjukkan bahwa kelas regular merupakan
tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan. Apapun jenis kelainannya
dan bagaimanapun gradasinya.
35
Sementara itu, Sapon-Shevin (O'Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan
inklusi sebagai sistem pelayanan pendidikan yang mensyaratkan agar semua
anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama
sama dengan teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya
restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yan9 mendukung
pemenuhan kebutuhan khusus setiap anal<. Artinya kaya dalam sumber belajar
dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua,
dan masyarakat sekitamya
Sedangkan menurut Freinberg ( 1995 ) pendidikan inklusi yaitu anak berkelainan
dididik bersama-sama anak lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa didalam masyarakat terdapat anak
normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai komunitas.
36
2.1.3.2. Landasan Pendidikan lnklusif
Pendidikan inklusi memiliki 4 landasan yang sangat kuat yaitu, landasan filosofis,
yuridis, pedagogis, dan empiris.
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia
adalah pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang
didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka
Tunggal lka ( Mulyono Abdulrahman, 2003)
b. Landasan Yuridis
Landasan yuridis internasional dalam penerapan pendidikan inklusi
adalah sesuai dengan deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para
mentri pendidikan se-dunia yang merupakan penegasan atas deklarasi
PSS tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang
berujung pada peraturan standar PSS tahun 1993 tentang kesempatan
yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai
bagian integral dari sistem pendidikan yang ada.
Di Indonesia, pendidikan inklusi dijamin oleh undang-undang 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dalam penjelasannya
menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik
berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara
inklusi atau berupa sekolah khusus.Tekhnis penyelenggaraan tentunya
akan di atur dalam peraturan internasional
c. Landasan Pedagogis.
37
Pada pasal 3 undang Undang 20 tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Maka melalui
pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu
menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat.
d. Landasan Empiris.
Dari hasil penelitian the National Academy Of Sciences (Amerika Serikat)
menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di
sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan
ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya
diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller,
Hohman & Messick, 1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan
bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak
berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat
heterogen (Baker, Wang dan Walberg, 1994)
38
2.3.1.3. Model Pendidikan lnklusi di Indonesia
Sekolah inklusi yang mulai diterapkan di Indonesia bagi anak yang berkebutuhan
khusus memiliki beberapa model :
a. Kelas Reguler (lnklusif Penuh). Anak berkelainan belajar bersama anak
lain sepanjang hari di kelas reguler dengan menmiunakan kurikulum yang
sama
b. Kelas reguler dengan cluster. Anak berkelainan bHlajar bersama anak lain
di kelas reguler dalam kelompok khusus.
c. Kelas regular dengan pull out Anak berkelainan belajar bersama anak
lain di kelas reguler namun dalam waktu-waktu te1tentu di tarik dari kelas
regular ke ruang sumber untuk belajar dengan pembimbing khusus.
d. Kelas reguler dengan cluster dan pull out Anak berkelainan belajar
bersama anak lain di kelas regular dalam kelompok khusus, dan dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk
belajar dengan guru pembimbing khusus.
e. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian. Anak berkelainan belajar
di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang
tertentu dapat belajar bersama anak lain di kelas reguler.
I. Kelas khusus penuh. Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus
pada sekolah reguler.
Dengan demikian setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan
diterapkan, terutama bergantung kepada :
1. Jumlah anak berkelainan yang akan dilayani
2. Jenis kelamin masing-masing anak
3. Gradasi ( tingkat ) kelainan anak
4. Ketersediaan dan kesiapan tenaga kependidikan
5. Sarana prasarana yang tersedia.
2.3.1.4. Komponen Strategis Pendidikan lnklusi
Sehubungan dengan hal di atas dalam rangka penyelenggaraan pendidikan
inklusi perlu diperhatikan beberapa hal yaitu :
a. Input siswa : Kemampuan awal dan karaktristik siswa menjadi acuan
utama dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar serta
penyelenggaraan proses belajar-mengajar.
b. Kurikulum : Kurikulum (bahan ajar) yang dikembangkan hendaknya
mengacu kepada kemampuan awal dan karakteristik siswa.
c. Tenaga kependidikan : Tenaga kependidikan
(guru/instruktur/pelatih/therapis dan sebagainya) yang mengajar,
39
hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang materi yang akan
diajarkan/dilatihkan dan memahami karakteristik siswa.
d. Sarana prasarana : Sarana prasarana hendaknya disesuaikan dengan
tuntutan kurikulum ( bahan ajar) yang telah dikembangkan.
40
e. Dana penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah reguler memerlukan
dukungan dana yang memadai. Untuk itu dapat ditanggung bersarma
antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua siswa serta sumbangan
suka rela dari berbagai pihak
f. Manajemen Penyelenggaraan pendidikan inklusi memerlukan manajemen
yang berbeda dengan sekolah reguler
g. Lingkungan. Agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan maka
lingkungan belajar dibuat sedemikian rupa sehing9a proses belajar
mengajar dapat berlangsung secara aman dan nyaman.
h. Proses belajar mengajar : Proses belajar mengajar lebih banyak
memberikan kesempatan belajar kepada siswa melalui pengalaman
nyata.
41
4.1. KERANGKA BERFIKIR
Dalam rangka mensukseskan program wajib belajar Pendidikan dasar sembilan
tahun dan perwujudan hak asasi manusia, pelayanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus perlu lebih ditingkatkan. Jika selama ini pendidikan anak
berkebutuhan khusus diselenggarakan secara segregasi di sekolah luar biasa (
SLB) dan sekolah dasar luar biasa (SDLB), maka saat ini sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat secara luas, pemerintah mulai
mengembangkan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu bagi
anak -anak yang berkebutuhan khusus dapat menjalankan proses belajar,
bersama-sama dengan anak-anak normal di sekolah regular
Pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna yaitu : (1) Pendidikan
inklusi adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara
cara merespon keragaman individu anak, (2) pendidikan inklusi Berarti
memperdulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam
belajar (3) pendidikan inklusi membawa makna bahwa anak kecil yang hadir di
sekolah, berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam
hidupnya dan (4) Pendidikan inklusi diperuntukkan utamanya bagi anak-anak
yang tergolong marginal, ekslusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus
dalam belajar. (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004)
Anak berkebutuhan khusus dalam hal ini anak tuna daksa, mereka memiliki
sedikit atau banyak kendala secara fisik dalam menjalanl<an aktifitas
kehidupannya. Anak tuna daksa menurut ilmu kedokteran dinyatakan
mempunyai kelainan anggota gerak yang meliputi ; tulan9,otot dan persendian
baik dalam struktur atau fungsinya, sehingga dapat merupakan rintangan atau
hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya. (Mangunsong,
2003)
Menurut Dahlan (1999) menyatakan bahwa hambatan fisik yang dialami anak
tuna daksa untuk menjalani kehidupan yang layak, biasanya disertai dengan
masalah-masalah yang bersifat psikis, bahkan dapat bersifat patologis.
Kecacatan dapat membuat orang menjadi rendah diri, tidak mempunyai
kepercayaan diri dan merasa selalu gagal dalam setiap usaha. Bahkan
adakalanya penyandang cacat mengadakan kompensasi dengan tingkah laku
menyimpang misalnya, menjadi sangat agresif dan psikopatis.
Menumbuh kembangkan kepercayaan diri anak khususnya anak tuna daksa
merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, guru dan lingkungan sekitar.
42
Melihat kondisi mereka yang memiliki kekurangan secara fisik dibanding teman -
temannya yang lain, tentu akan membuat mereka semakin terpuruk. Maka dalam
penelitian ini, penulis ingin melihat bagaimana lingkungan sekolah yang
mengadakan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan l<husus dapat
mengembangkan kepercayaan diri .
43
Dalam kamus istilah psikologi, pengertian kepercayaan diri adalah kepercayaan
akan kemampuan diri sendiri, adekuat dan menyadari kemampuan-kemampuan
yang dapat memanfaatkannya secara tepat. (Hasan dkk)
Dengan demikian bagi anak berkebutuhan khusus (tuna daksa) yang mengikuti
pendidikan inklusi diharapkan memiliki kepercayaan diri bagus. Hal ini
disebabkan karena sejak kecil mereka sudah dibiasakan untuk bersama-sama
dengan anak-anak , belajar dan bersosialisasi di dalam sebuah lingkungan yang
satu serta adanya penerimaan dan pemerataan bagi anak-anak berkebutuhan
khusus (tuna daksa) untuk menjadi bagian dalam satu komunitas di lingkungan
sekolahnya.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif sesungguhnya telah lama dikenal dalam penelitian untuk
ilmu sosial, termasuk dalam disiplin psikologi. Walaupun demikian, menurut
Poerwandari (1998), sejak berkembangnya psikologi hingga saat ini, perspektif
positivistic - kuantitatiflah yang dominan. Sampai saat ini pendekatan kualitatif
tidak mendapat perhatian atau bahkan masih diabaikan dalam disiplin psikologi.
Oleh karenanya dalam upaya memperkenalkan pendekatan kualitatif,
pembandingan tak dapat dihindarkan dan memang harus dilakukan.
Guba (1978) dalam Patton (1990), mendefinisikan studi dalam situasi alamiah
sebagai studi yang berorientasi pada penemuan. Penelitian demikian secara
sengaja membiarkan kondisi yang diteliti berada dalam keadaan yang
sesungguhnya, dan menunggu apa yang akan muncul atau ditemukan. Hal ini
menjadikan fokus perhatian pendekatan kualitatif bukanlah untuk
mengungkapkan hubungan sebab akibat seperti halnya pendekatan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif lebih memfokuskan perhatiannya pada upaya untuk
menemukan fenomena alamiah seperti yang dialami seseorang. Dengan
perkataan lain pendekatan kualitatif berusaha memahami gejala tingkah laku
manusia melalui sudut pandang subjek penelitian (Minichielo dkk, 1995)
45
Pendekatan kualitatif sebagai suatu studi yang berorientasi pada penemuan,
mamandang suatu masalah penelitian sebagai suatu realitas yang dinamis dan
tahu secara baku ditetapkan sebelumnya. Jadi tergantung dari fakta yang
ditemukan di lapangan (Mason, 1996; minichielo, 1995)
Penelitian kualitatif juga melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan
berkembang, bukan sebagai sesuatu hal yang statis dan tak berubah dalam
perkembangan kondisi dan waktu ( Poerwandari, 1998; Minichielo, 1995).
Menurut Poerwandari (1998), minat peneliti kualitatif adalah mendeskripsikan
dalam memahami proses dinamis yang terjadi berkenaan dengan gejala yang
diteliti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif lebih
memberi penekanan pada dinamika dan proses dari pada hasil.
3.2. Desain Penelitian
Sebuah penelitian yang akan menghasilkan suatu data yang ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan memerlukan suatu metode serta desain penelitian yang
46
sesuai dengan pertanyaan penelitian. Maka pada bab ini akan diuraikan
bagaimana desain dan metode penelitian yang akan peneliti gunakan.
Berdasarkan pada tujuan penelitian kali ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana
kepercayaan diri anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi di sekolah
reguler serta bagaimana pendidikan inklusi yang diterapkan di sekolah reguler
tersebut? Maka peneliti memilih menggunakan metode kualitatif study kasus
demi terjawabnya permasalahan tersebut.
3.3. Karakteristik Subjek
Agar memperoleh hasil data yang sesuai dengan maksud serta tujuan penelitian,
maka individu yang akan menjadi objek penelitian harus memiliki karakteristik
yang diinginkan. Adapun karakteristik subjek tersebut adalah
1. Subjek adalah anak tuna daksa
2. Subjek bersekolah di sekolah reguler
3.4. Subjek
Subjek yang akan di wawancarai oleh peneliti, bersifat purposif dimana hanya
subjek yang memenuhi kriteria-kriteria diatas yang dapat menjadi responden
penelitian ini.
47
3.5. Jumlah Subjek
Minichiello (1995) mengatakan ada kecenderungan bagi peneliti kualitatif untuk
menggunakan pengambilan sampel teoritis dimana prosedur pengambilan
sampel ini cenderung menggunakan jumlah subjek yang sedikit, terutama jika
penelitian sudah mencapai titik saturasi, yaitu saat dimana penambahan data
dianggap tak lagi memberikan penambahan informasi baru dalam analisis. Lebih
lanjut Poerwandari (1998) mengatakan dengan fokus penelitian kualitaif pada
kedalaman dan proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah
kasus sedikit. Hal yang sama dikatakan oleh Bertaux & Bertaux-Wiame dalam
Mason (1996 ) bahwa jumlah subjek hendaknya ditentukan untuk membantu
peneliti untuk memahami proses, dari pada untuk mewakili populasi.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah ada
batasan minimal dalam jumlah subjek dalam penelitian kualitatif. Sementara itu
jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga orang yang terdiri
dari tiga subjek anak tuna daksa yang belajar di sekolah reguler.( di SDN Ulu
Jami 03 Petang Jakarta Selatan )
48
3.6. Tekhnik dan lnstrumen Pengumpulan Data
3.6.1. Wawancara
Dalam sebuah penelitian yang menggunakan strategi studi kasus, maka
wawancara merupakan instrument yang esensial untuk terkumpulnya data yang
diinginkan, karena studi kasus umumnya berkenaan dengan urusan
kemanusiaan yang harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui penglihatan
pihak yang diwawancarai, dan para responden yang mempunyai informasi dapat
memberikan keterangan-keterangan penting berkaitan dengan situasi yang di
maksud (Yin,2002).
Dengan demikian, peneliti akan mengumpulkan data tentang kepercayaan diri
anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi di SDN Ulu Jami 03 Petang
Jakarta Selatan, melalui metode wawancara mendalam. Ketika peneliti
menggunakan wawancara sebagai metode pengumpulan datanya, maka untuk
mewawancarai subjek, peneliti memerlukan alat bantu berupa pedoman
wawancara. Pedoman wawancara inilah yang disebut dengan instrument
pengumpulan data (Arikunto, 1998)
3.6.2. Metode Observasi sebagai Metode Penu1njang
lstilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti "melihat dan
memperhatikan". lstilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut ( Banister dkk, 1994 dan
poerwandari, 1998)
49
Dalam penelitian ini observasi dilakukan sebagai metode penunjang untuk
memperkaya data penelitian yang diperoleh dari wawancara. Observasi yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi observasi di sekolah yaitu lingkungan
sekolah serta sikap dan prilaku anak di sekolah. Sedangkan observasi di rumah
terdiri dari lingkungan fisik , tempat tinggal subjek, interaksi ibu dan anak serta
sikap dan prilaku subjek saat wawancara berlangsung.
3.7. Alat Bantu Pengumpul Data
Ala! Bantu untuk mengumpulkan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah pedoman wawancara, lembar observasi, dan alat perekam.
3.8. Tekhnik Pengolahan Data
Setelah memperoleh data dari tekhnik pengumpulan data, maka peneliti
menjalankan proses selanjutnya yaitu mengolah data. Menurut Paton (1980 ),
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mengatur urutan data
mengorganisasikannya ke dalam sebuah pola, kategori dan uraian dasar.
3.9. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan peneliti, diantaranya yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penyusunan ala! pengumpul data yang berupa pedoman
wawancara
Uji coba pedoman wawancara kepada bebeirapa responden
Mencari subjek yang bersedia untuk diwawancarai yang sesuai
dengan karakteristik
Mempersiapkan alat-alat untuk wawancara, seperti pedoman
wawancara, tape recorder serta kaset kosong
Membuat janji pertemuan dan meminta kesediaan subjek untuk
diwawancara
Melaksanakan wawancara dengan responden
Menganalisis dan menginterpretsi data yan9 dilakukan secara
diskriptif sesuai dengan teori.
50
BAB4
HASIL DAN ANALISA D.tl\T A
4.1. Gambaran Umum Subjek
Subjek penelitian ini berjumlah 3 orang anak yang berusia sekitar 8-10 tahun.
Mereka adalah anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi di SON
Ulu Jami 03 petang Jakarta Selatan.
Dalam penelitian ini nama subjek, tempat tertentu dan orang lain yang terlibat
dalam kasus ini akan disamarkan dengan menggunakan nama-nama lain
sesuai dengan jenis kelamin untuk menjaga kerahasiaan subjek dan pihak
pihak terkait serta sesuai dengan kode etik penelitian
Tabel 4.1
Garnbaran Urnurn Subjek
No Nam a Usia JK Suku
Bangsa
01 Rian 8 Tahun Laki-laki Sunda
02 Eka 9 Tahun Perempuan Jaw a
03 Fira 8 Tahun Perempuan Jawa
4.2. Gambaran Pendidikan lnklusi di SON Ulu Jami 03
Petang Jakarta - Selatan
52
Pendidikan inklusi yang diselenggarakan di SON Ulu Jami 03 Petang, sudah
berkembang sejak tiga tahun Jalu. Alasan sekolah mengadakan pendidikan
inklusi adalah untuk memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi Anak
- anak yang berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan yang layak
seperti anak-anak Jainnya. Selain itu untuk membantu orang tua yang taraf
ekonominya di bawah rata-rata, dimana mereka tidak mampu untuk
menyekolahkan Anak mereka di sekolah Juar biasa ( SLB ) dikarenakan
biayanya yang cukup mahal.
Di sekolah ini sudah ada tiga siswa yang mengikuti pendidikan inklusi. Anak -
anak yang berkebutuhan khusus mengikuti pelajaran bersama anak-anak
Jainnya dalam kelas yang sama. Secara kurikulum (mata pelajaran) yang
diberikan juga tidak dibedakan. Hanya saja, karena keterbatasan fisik
mereka, membuat mereka tidak dapat mengikuti praktek secara maksimal
pada mata pelajaran olah raga. Kendati demikian, guru olah raga,
memberikan tugas lain kepada siswa berkebutuhan khusus sesuai dengan
kemampuan mereka.
Lingkungan sekolah yaitu hubungan antara Anak berkebutuhan khusus
dengan guru-guru atau teman-temanpun, cukup baik . rvleski pada awalnya
mereka membutuhkan adaptasi terlebih dahulu. Penerirnaan serta
penghargaan yang baik dari orang - orang di lingkungan sekolah ini,
membuat mereka nyaman dan senang mengikuti pelajaran di sekolah.
Dengan demikian tidak ada hambatan yang sangat berarti yang dapat
mematahkan semangat belajar mereka.
53
Selain itu para guru juga sering memberikan wejangan ataupun nasihat
kepada seluruh murid-muridnya tentang kebersamaan dan kesetaraan antara
anak-anak yang berkebutuhan khusus dengan anak-anak yang tidak
berkebutuhan khusus. Maka tidak ada perbedaan diantara siswa. Mereka
semua memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam hal apapun.
Bagi anak yang berkebutuhan khusus yang hendak mengikuti pendidikan
inklusi di sekolah ini, sebelumnya pihak sekolah melakul<an penyeleksian
yaitu dengan melihat kondisi fisik anak dan tingkat kece1·dasannya. Hal ini
dimal<sudkan demi kebaikan sekolah dan sang anak. Jika ketunaan yang
diderita anak sangat parah atau intelektualitas anak juga sangat rendah,
maka pihak sekolah belum dapat menerima anak tersebut karena dapat
54
mengganggu proses belajar mengajar , oleh karena di sekolah ini belum ada
sarana prasarana dan pembimbing khusus bagi anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Namun kendati demikian, pihak sekolah akan
berusaha untuk mencarikan cara agar anak tersebut dapat masuk ke SLB
tanpa biaya mahal.
Adapun untuk mengadakan pendidikan inklusi yang sesungguhnya, seperti
adanya guru pendamping, kurikulum ataupun sarana dan prasarana yang
memadai, teryata di SON 03 Ulu Jami ini belum memiliki kesanggupan,
karena belum ada tempat ataupun lahan serta biaya. Akan tetapi ada usaha
dan harapan agar pendidikan inklusi yang diadakan di sekolah ini, bisa lebih
baik.
Jika melihat perkembangan kepercayaan diri Anak Tuna Daksa (ATD)
selama ini, tampaknya cukup bagus. Hal ini terbukti bahwa mereka dapat
bergaul dan membaur dengan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus
serta mampu mengikuti kegiatan seperti anak-anak yan!J lain. Secara
psikologis atau perasaan, anak berkebutuhan khusus yang mengikuti
pendidikan inklusi, tidak mengalami kendala yang signifikan. Teman
temannya dapat menerima dan mengerti kondisi mereka yang demikian
misalnya tidak mengejek ataupun mencemooh mereka.
55
Respon orang tua terhadap pendidikan inklusi yang diselenggarakan di
sekolah inipun, cukup bagus. Tidak pernah ada keluhan, melainkan mereka
sangat respek dengan pendidikan inklusi ini, sehingga mereka
memperjuangkan apa saja untuk anaknya. Selain itu ba~1i siswa yang
ekonominya lemah, sekolah juga memberikan beasiswa berupa pemberian
alat-alat tulis.
4.3 Analisa Data
1. Kasus Rian
A. Data Pribadi Rian
Wawancara dilakukan pada tanggal 30 januari 2006. Ria.n merupakan anak
tunggal yang sangat disayang oleh orang tuanya. Rian memiliki wajah yang
tampan dengan warna kulit putih bersih. Saal ini Rian duduk di kelas 2 SDN
03 Ulu Jami. Alasan orang tua menyekolahkan Rian di sekolah tersebut
adalah karena lokasi sekolah yang sangat dekat dengan rumah dan untuk
membiasakan Rian agar belajar dan bergaul bersama anak-anak yang tidak
berkebutuhan khusus.
56
Berdasarkan penuturan sang ayah saat diwawancarai, kondisi kecacatan
yang diderita Rian terletak pada kadua kakinya yang sejak lahir terlihat
bengkok. Dalam hal ini, Rian tidak dapat berjalan tanpa ada penyangga atau
bantuan dari orang lain. Sehingga seluruh aktifitas keseharian Rian, masih
dibantu oleh ayah, ibu dan bibinya. Hanya saja, akhir - akhir ini Rian tidak lagi
diantar oleh ibunya, lantaran lbu sedang menjalani perawatan pasca operasi.
Dengan demikian, tugas sang ibu diambil alih oleh sang bibi yang senantiasa
mengantar dan menemani Rian di sekolah.
Sejarah kelahiran Rian terbilang cukup unik. Rian lahir secara premature,
beratnya 1.5 kg dan panjangnya 45 cm. Jika dilihat ukurannya, besar bayi
Rian menyerupai botol minuman. Pada saat mengandung Rian, kondisi ibu
sangat lemah. Lemahnya kandungan yang dialami ibunda Rian,
mengharuskan ibu mengkonsumsi obat penguat kandungan. Sampai pada
akhirnya usia kandungan ibu menginjak bulan ketujuh, ketika orang tuanya
melakukan Selamatan di rumah nenek di Subang, ternyata pada saat itu juga,
ibu mengalami mulas yang tak tertahankan. Oleh karena usia kandungan
yang masih tujuh bulan, tak terfikir olehnya akan hal melahirkan. Sehingga
ayah membawa ibu ke dokter dan ternyata menurut penuturan dokter bahwa
ibu mangalami kontraksi yaitu sebuah proses awal akan melahirkan. Dengan
57
demikian seluruh keluarga merasa terkejut melihat kejadian ini, dan tak lama
kemudian, ibu dapat melahirkan Rian secara normal.
Setelah Rian lahir, ia dan orang tuanya masih tinggal di Subang selama 4
bulan. Hal ini dikarenakan orang tua Rian yang belum dapat mengurus bayi
seorang diri. Kemudian mereka memutuskan kembali ke jakarta, setelah
orang tua Rian merasa sudah mampu untuk mengurus anaknya tanpa
bantuan nenek lagi. Dalam masa pertumbuhan dan perkembangan Rian,
ternyata Rian tidak seperti anak -anak seusianya. Rian tidak banyak bergerak
dan belum dapat berjalan di saat usianya menginjak 2 tahun.
Melihat kejanggalan seperti ini, maka orang tua, memeriksakan Rian ke
Dokter ahli syaraf, adapun hasilnya, ternyata Rian men9alami kelemahan
pada motoriknya. Terutama pada ba9ian kaki kanan dan kirinya. Dan
akhirnya orangtua diberi surat rujukan ke YPAC ( Yayasan Penyandang Anak
Cacal ) dimana Rian disana dilatih saraf motoriknya. Adapun untuk
menguatkan gerakan kaki Rian, maka Rian dibuatkan sepatu khusus dari
YPAC, namun sepatu itupun belum dapat membantu secara maksimal.
Selang beberapa lama di YPAC, Rian dipindahkan ke rumah sakit pertamina,
disana Rian mulai ada sedikit perubahan yaitu mulai dari merangkak sampai
bisa jongkok, kemudian sampai dapat berjalan dengan cara merambat di
dinding.
B. Hubungan dengan Keluarga
58
Sejak orang tua Rian menikah, keberadaan Rian sangat diharapkan dan
diimpi-impikan oleh orang tuanya. la adalah anak yang sangat di andalkan
oleh orang tuannya, meskipun kondisi Rian tidal< sempuma secara fisik, Rian
juga memiliki kemampuan seperti teman-temannya yan£J sempurna secara
fisik. Sebagai anak tunggal, Rian sangat diperhatikan oleh orang tua dan
bibinya yang sejak kecil mengurus Rian. Segala keinginan dan kebutuhan
Rian, selalu dipenuhi oleh orang tuannya, karena jika tidak dipenuhi, sesekali
Rian suka marah-marah dan berkata kasar. (cerita bibi Flian)
Dalam kesehariannya, Rian cukup manja kepada orang tuanya. Hubungan
mereka cukup akrab. Terlebih lagi Rian sangat senang bergurau, sehingga
tak lepas hari-hari Rian diisi oleh canda tawa. Namun demikian, keusilan
Rian kadangkala rnembuat orangtua atau bibinya, kesal dan marah. Adapun
Rian menanggapinya dengan tertawa karena senang m(:ilihat orang tua atau
bibinya kesal. (cerita ayah)
59
C. Hubungan Sosial
Posisi tempat tinggal Rian yang terletak di pinggir jalan raya, menunjukkan
sedikit sekali tetangga di samping kanan kiri rumahnya. l<ondisi lingkungan
rumahnya sangat sepi dari perkumpulan anak-anak. Sehingga Rian tidak
memiliki teman main di sekitar rumahnya. Dengan demikian, kegiatan Rian
selain di sekolah lebih banyak di rumah. Namun kadangl<ala teman
sekolahnya yang cukup del<at dengan Rian, merel<a sul<a bermain ke rumah
Rian untuk bermain game atau sekedar bercanda tawa. Jadi hubungan sosial
Rian kepada teman sebayanya hanya teman-teman di sekolah. Adapun
hubungan Rian dengan teman-temannya tersebut cukup baik, karena mereka
dapat menerima Rian serta mengerti kondisi Rian yang demikian. Jika ada
kesalah pahaman di antara mereka, tidak menjadikan hubungan mereka
putus. Bahkan tidak selang beberapa lama, mereka dapat akrab kembali dan
dapat tertawa bersama lagi.
D. Gambaran Kepercayan Diri Subjek
Dalam menjelaskan kepercayaan diri subjek penulis membaginya
berdasarkan pada indikator kepercayaan diri menurut beberapa tokoh yang
telah dirangkum kedalam beberapa hal
60
a. Persepsi tentang diri subjek (Body Image)
Rian yang menderita kelainan pada kakinya,yaitu bentuknya yang kecil
serta bengkok,membuat Rian merasa kesulitan untuk berjalan. Melihat
kondisinya yang seperti ini, Rian memang merasa berbeda dengan
kondisi kaki teman - temannya yang sempurna. Dengan demikian
Rian merasa malu dengan teman - temannya yang lain karena untuk
berjalan Rian masih membutuhkan bantuan oran9 lain seperti mama,
bibi atau ayah yang selalu mendampingi Rian secara bergantian.
Namun seiring waktu Rian yang sudah mulai bisa menerima keadaan
dirinya, membuat dirinya selalu semangat dan optimis untuk tetap
menjalani hidup dengan banyak belajar, bahkan Flian saat ini sudah
mulai mencoba untuk dapat melakukan aktivitasnya tanpa dibantu
orang lain seperti berjalan ke depan dengan cara merambat atau pergi
ke toilet. (tutur sang ayah)
Ayah yang sangat telaten dalam mendampingi Rian, selalu
memberikan dorongan serta kekuatan dengan mengajak diskusi atau
saling tukar pikiran tentang kekurangan & kelebihan yang dimiliki
setiap orang. Dengan demikian, persepsi yang positif terhadap diri
sendiri, dapat menjadikan Rian tumbuh percaya, diri untuk terus
sekolah, meskipun dengan kondisi kaki yang tidak sempurna.
61
b. Motivasi Berprestasi
Di kelas, Rian termasuk anak yang dapat mengikuti pelajaran secara
baik, Hal ini terbukti pada ranking Rian yang masuk dalam 1 O besar.
Rian tampak aktif dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Selain itu
Rian juga pernah memenangkanlomba cerdas cermat tingkat nasional
( cerita guru)
Kecenderungan yang ada dalam diri Rian adalah kegemarannya
mengutak - atik barang - barang elektronika seperti hand phone,
televisi, komputer, dsb. Rian akan terus bertanya sesuatu yang ingin
diketahuinya sampai Rian benar - benar mengerti dan paham tentang
barang baru yang ada di hadapannya.(kata ayah)
Meskipun Rian memiliki kaki yang yang kurang sempuma, temyata
Rian miliki cita-cita cukup tinggi. Rian ingin menjadi pembalap, hampir
setiap hari Rian menonton balapan baik di TV atau VCD sampai -
sampai Rian sangat terobsesi untuk menjadi pembalap.(cerita Rian)
c. Mampu berinteraksi & berkomunikasi dengan orang lain.
Sekilas Rian tampak seperti anak yang pemalu. Penulis cukup lama
melakukan pendekatan agar Rian mau berbicara. Sekitar 20 menit,
penulis merayunya. Ternyata tanpa disadari, Rian mulai mau berbicara
& berkomentar bahkan sempat bercanda melepas tawa.
62
Pada dasarnya Rian adalah anak yang ceria dan terbuka. Jika Rian
sudah kenal dekat dengan orang yang ada dihadapannya, maka Rian
sangat lincah dan banyak bicara. Oleh karenanya Rian harus
melakukan adaptasi terlebih dahulu, apabila oran9 baru tersebut
kurang berkenan di hati Rian, maka Rian tidak akan pernah mau untuk
berbicara atau berdekat-dekatan dengannya.
Sedangkan di kelas, Rian memiliki teman yang banyak. Rian mudah
bergaul dengan temannya. Oleh karena Rian merasa bahwa teman
temannya bisa menerima dan mengerti dirinya, sehingga Rian tidak
merasa asing dan berbeda dengan teman-temannya yang lain.
d. Mandiri
Dalam hal melakukan aktifitas sehari-hari, Rian lebih banyak dibantu
orang tua atau bibinya. Selain memang kondisi kaki Rian yang sangat
sulit untuk bergerak leluasa, Rian merupakan anak tunggal yang
sangat di manja, sehingga segala kebutuhannya selalu dibantu dan
dipenuhi. Seperti halnya mandi, berpakaian, pergi sekolah, Rian jarang
sekali melakukannya sendiri. Namun, kadang kala Rian suka menolak
bantuan orang tua atau bibinya, lantaran Rian ingin mencoba untuk
mengerjakan sendiri, meski belum dapat melakukannya secara
maksimal serta membutuhkan waktu yang sangat lama ..
63
Kemandirian Rian lebih terlihat saat di kelas bersama teman
temannya. dibandingkan di rumah yang ada oran!~ tua atau bibi yang
selalu memenuhi kebutuhannya. Seperti halnya pergi ke toilet,
mengerjakan tugas guru, dan bermain bersama temannya, ternyata
Rian dapat melakukannya sendiri tanpa dibantu oleh siapapun.
Kadangkala hal ini membuat guru dan teman-temannya merasa
khawatir, namun mereka tetap membiarkan Rian agar mandiri, hanya
saja terus di awasi dan di dampingi oleh guru I teman - temannya.
e. Optimis dan tidak minder
Rian sangat senang dan semangat dalam menjalankan pendidikan
inklusi. Hal ini dikarenakan sang ayah yang selalu mendampingi dan
menasehati Rian agar tetap optimis dan semangat dalam belajar demi
mencapai cita -citanya. Selain itu kebahagiaan Rian saat belajar di
sekolah adalah guru dan teman-temannya sangat menghargai dan
mendukung keberadaannya. Rian tidak pernah diejek atau diolok oleh
teman-temannya, sehingga Rian selalu menganggap teman-temannya
baik dan tidak pernah menganggunya. Bahkan Rian seringkali dibantu
mengerjakan sesuatu.
64
Namun demikian Rian masih merasa malu jika harus tampil didepan
umum atau berkumpul dengan orang - orang di lingkungan yang baru.
Rian akan dapat lebih akrab bila orang - orang yang di lingkungan
tersebut sudah mulai menyatu dengan dirinya, meski butuh adaptasi
yang cukup.
f. Berani mencoba dan tidak takut gaga!
Untuk kegiatan - kegiatan yang dilakukan secara fisik, Rian sudah
mencoba melakukan sendiri seperti ke toilet, berjalan ke teras atau
mengambil barang di tempat yang cukup jauh. Rian akan melakukan
aktivitas tersebut dengan jalan merambat dan mulai meminta bantuan,
ketika Rian sudah merasa kelelahan. Rian tidak dapat bergerak terlalu
banyak, karena Rian akan mengalami kecelakaan misal jatuh atau
terpeleset, jika dipaksakan.(cerita ayah)
Selain itu Rian sudah dapat bermain bola dihalaman rumahnya,
membantu ayahnya mencuci kendaraan, menyapu dan aktivitas -
aktivitas yang kadangkala Rian ingin dan mampu melakukannya.
Begitupun Rian yang gemar dengan barang-barang elektronik, sangat
suka sekali mengutak-atik hand phone atau komputer, meski Rian
tidak dapat menyelesaikannya dengan benar. Sampai-sampai hand
phone sang mama rusak dibuatnya.(cerita ayah)
65
g. Ketenangan Sikap
lbu yang biasa menjaga dan mendampingi Rian, sudah 1 tahun ini
menderita sakit yang cukup serius. Beliau belum diperbolehkan untuk
melakukan pekerjaan berat. Beliau harus beristirahat total pasca
operasi yang dijalani. Maka melihat kondisi seperti ini, tidak
menjadikan Rian mengeluh atau merengek. Melainkan Rian dapat
memahami kondisi sang ibu dengan tidak merepotkan atau
menyusahkannya. Semakin hari Rian mulai belajar untuk dapat
melakukan kegiatannya tanpa bantuan banyak dari orang -orang
sekitarnya.
Sang ayah selalu memberi pengertian dan pandangan agar Rian mulai
berpikir dan tumbuh dewasa layaknya anak seusianya. Kendati
demikian, kadang kala Rian masih suka marah dan membantah orang
tua, manakala keinginannya tidak dituruti, seperti contoh, Rian akan
marah bila barang miliknya di rusak atau di ambil orang lain. ( tutur
ayah)
h. Mampu mengambil keputusan
Rian merupakan anak tunggal yang sangat dimanja orangtuanya
terutama sang ayah, beliau sangat memperhatikan perkembangan
66
Rian. Oleh karenanya sedikit banyak Rian selalu mendapat masukan
dari orang tuanya sesuai dengan hobi yang mulai tampak pada diri
Rian. Seperti halnya keinginan Rian menjadi pembalap, membuat Rian
semakin termotivasi untuk terus belajar dan berusaha agar mampu
mengendarai mobil. Akan tetapi karena kemanjaannya, Rian selalu
mengandalkan orangtuanya, Seringkali keputusan yang diambil
didasari oleh nasihat ayahnya.
Adapun masalah-masalah kecil yang biasa dihadapi oleh anak-anak
saat bermain, ternyata Rian dapat menyelesaikannya dengan baik.
Seperti halnya kesalahpahaman yang sering kali terjadi bersama
teman-temannya, maka Rian dapat mendamaikan atau menjadikan
mereka tidak bertengkar kembali.
2. Analisa Data Subjek No 1 ( Rian )
Rian adalah anak yang terlahir secara premature, di karnnakan kondisi
kandungan sang lbu yang sangat lemah. lbu sudah melahirkan pada usia
kandungan 7 bulan. Kehadiran Rian, merupakan keban\rnaan orang tuannya,
namun orang tua merasa khawatir dengan keaclaan Rian yang bertubuh
sangat mungil. Seiring waktu, perkembangan fisik Rian kurang optimal.
67
Akhirnya Rian dirawat di rumah sakit untuk di terapi karena menurut dokter
Rian mengalami hambatan saraf motorik.
Dalam menjalani perawatan, Rian tidak mengalami banyak perubahan, Maka
orang tua bertekad untuk mengurus sendiri di rumah. Orang tua sangat
menerima kondisi anaknya yang menderita tuna daksa. Dengan demikian
mereka tetap menjadikan Rian sebagai harapan satu-satunya karena Rian
merupakan anak tunggal. Mereka juga selalu memberikan dorongan serta
motivasi agar Rian tetap bisa tumbuh dan berkembang layaknya anak-anak
normal. Meskipun di satu sisi orang tuanya sangat memanjakan Rian
sehingga Rian menjadi anak yang manja, kurang mandiri, temperamental dan
egois.
Melihat Rian yang cukup semangat dalam belajar dan ingin bersekolah, maka
orang tua Rian memasukkan Rian ke sekolah dasar negeri yang dekat
dengan rumah, untuk mengikuti pendidikan inklusi. Hal ini dimaksudkan
orang tua agar Rian dapat membaur bersama teman-ternannya yang
sempurna secara fisik dan untuk melatih serta mengembangkan kepercayaan
dirinya.
68
Di sekolah Rian termasuk anak yang berprestasi, meski saat sekolah masih
ditemani oleh bibinya, hal ini di karenakan kondisi Rian yang kadangkala
masih membutuhkan pertolongan. Sampai saat ini Rian masih berjalan
dengan dituntun, namun di rumah, sedil<it demi sedikit man juga belajar
untuk melakukan aktivitasnya tanpa bantuan siapapun yaitu dengan cara
jalan merambat.
Adapun suasana lingkungan di sel<olah yang sangat nyaman, yakni dengan
penerimaan serta penghargaan yang baik dari guru dan teman-temannya,
membuat Rian senang dan semangat dalam mengikuti pendidikan inl<lusi,
bahkan Rian merasa bahwa dirinya mampu seperti teman-temannya yang
lain dan tidal< menganggap bahwa keterbatasan yang ada pada dirinya
sebagai penghambat untuk meraih cita-citanya.
69
Tabel 4.2
No lndikator Rian
A. Gambaran Anak Tuna Daksa
1. Sebab ketuna daksaan
a. Intern ( sejak lahir) x b. Ekstern
2. Bentuk ketunadaksaan
a. Ketidaksempurnaan bentuk tangan
b. ketidaksempurnaan bentuk kaki x 3. Kondisi Anak Tunak Daksa
a. Fisik kuat
b. Psikis sehat x c. lntelektual bagus x d. Moral baik x
4. Sikap anak tuna daksa terhadap dirinya
a.Benci
b. Kesal x c. Sensitif x d.Bangga
e. Masa bodoh x 5. Karakteristik anak tuna daksa
a. Patuh
b. Pemberontak x c. Temperamental x
70
d. Penyabar
e. Introvert
f. Ekstrovert x
g. Egois x
h. Ramah
6. lntervensi Orang tua
a. Bebas
b. Over protektif x c. Antara bebas dan protektif
7. Kondisi lingkungan tempat tinggal
a. Mendukung
b. Kurang mendukung x
8. Kondisi lingkungan sekolah
a. Mendukung x b. Kurang mendukung
B Gambaran Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa
a. Body Image x
b. Motivasi berprestasi x
c. Mampu berinteraksi & berkomunikasi x
d. Mandiri
e. Optimis & tidak minder x f. Berani mencoba & tidak takut gagal x g. Ketenangan sikap
h. Mampu mengambil keputusan
71
2. Kasus Eka
A. Data Pribadi Eka
Wawancara dilakukan di rumah subjek pada tanggal 31 Januari 2006. Rumah
yang terdiri dari 3 kamar ini, sangat penuh dengan barang-barang yang
hampir menganggu sirkulasi udara. Hal ini dikarenakan l<urangnya pentilasi
atau jendela di setiap kamar-kamarnya. Di ruang tamu yang sangat sempit,
hanya ada sebuah lemari dan televisi, tidak terdapat kursi ataupun tempat
duduk, sehingga kami harus berbincang-bincang sambil lesehan tanpa alas
sehelaipun.
Gadis mungil kelas 3 SD ini memiliki wajah yang manis. Dengan rambut lurus
terurai sebahu, tampak berwarna kemerahan karena sering terkena sinar
matahari. Bentuk wajahnya yang agak bulat dihiasi dengan hidung yang tidak
begitu mancung serta mata yang sedang, selalu tersenyum malu-malu. la
tidak banyak bicara jika tidak diajak bicara, khususnya d13ngan orang yang
baru di kenalnya.
Diantara teman-temannya, la memang berbeda. Kecacat.an yang dideritanya
terlihat pada kedua tangannya yang tidak sempurna. Tangan kanannya
72
hanya sampai siku, sedang tangan sebelah kirinya utuh sampai pergelangan
tangan, hanya saja kelima jarinya tidak seperti ukuran jari normal (bentuknya
kecil-kecil seperti terpotong )
Dari cerita ayah dab ibu, Eka merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara.
Menurut orang tuanya, sebenarnya mereka sudah tidak ingin memiliki anak,
tetapi di usianya yang cukup senja, mereka masih di percaya oleh Tuhan
untuk mendapatkan anak, meskipun dalam ilmu kedoktHran, wanita di usia 40
tahun ke atas tidak dianjurkan untuk mengandung, karena resikonya cukup
tinggi dan anehnya, tanda-tanda kehamilan yang dirasal<an, tidak sama
seperti saat mengandung anal<-anak sebelumnya .
Sebenarnya pada kehamilan Eka, ibunya tidak merasa kalau sedang hamil. la
hanya merasa ada sesuatu yang kurang enak di bagian perutnya. Maka atas
saran kakaknya, ibu pergi ke beberapa dokter guna mengetahui penyakit
yang dideritanya. Dari penuturan dokter, menurutnya ibu kelelahan, dan di
dalam perutnya ada benjolan seperti telor yang diprediksikan sebagai tumor
kecil. Maka mendengar keterangan dokter seperti itu, ibu langsung shock dan
hampir pingsan kemudian dokter memberikan resep oba.t untuk diminum ibu,
agar tumornya cepat luntur dan tidak jadi tumbuh membesar.
73
Merasa bimbang dan ragu, kemudian ibu mencoba untuk urut di salah satu
tukang urut. Berbeda dengan prediksi dokter, menurut tukang urut tersebut,
katanya di dalam perut ibu ada bayi. Namun lbu masih rnenolak dalam diri (
Denial ), karena ibu tidak menginginkan untuk rnemiliki anak kembali.
Dengan demikian ibu masih tetap yakin dengan yang dikatakan dokter,
sesungguhnya yang ada di perut ibu adalah benjolan atau tumor. Maka lbu
meneruskan min um obat yang diberikan dokter tadi. lbu hanya berharap,
moga penyakit yang dideritanya dapat sembuh total, seperti saran dokter.
Sedangkan ayahnya dengan rambut putih serta kulit yang mulai keriput,
sangat percaya kepada hal-hal yang berbau mistik atau kepercayaan dari
orang-orang terdahulu. Seperti halnya cerita yang ditutu1·kan ayah, dahulu
saat ibu sedang hamil Eka, ayah diperintah oleh majikannya untuk menebang
pohon yang sangat besar . Oleh karena pekerjaan ayah sebagai tukang
angkut sampah, maka ayah memenuhi perintah tersebut. Menurut orang tua
dulu, katanya pamali jika melakukan hal-hal yang diang~1apnya kurang wajar,
bila istrinya sedang hami!. Hal itulah salah satu sebab yang membuat Eka
cacat, menurutnya. Kemungkinan penunggu pohon tersebut tidak terima jika
ditebang.
74
Setelah sembilan bulan di dalam kandungan, akhimya Eka lahir, di rumah
sakit tempat ibu periksa kandungan pertama kali. Dan cukup mengagetkan
pihak keluarga, terutama ayah, ketika melihat tubuh mungil bayi yang ada di
samping ibu, tidak memiliki tangan utuh atau sempurna.
Melihat hal demikian, ayah sangat marah dengan dokter. Sambil menggebrak
meja, ayah keluar ruangan. Ayah tidak menerima kecacatan yang diderita
oleh anaknya yang baru saja lahir. Ayah menuntut pada rumah sakit, namun
hal itu percuma. Rumah sakit tidak bertanggung jawab mengenai hal itu.
Awalnya sang ayah tidak mau mengambil bayi itu. la tidak terima dengan
kondisi bayi yang cacat. Namun dengan menangis ibu memohon kepada
ayah untuk tetap mengasuhnya sampai besar. lbu sangat yakin bahwa
semua adalah takdir Allah yang harus diterima dengan lapang dada. Mungkin
dengan kehadiran Eka, Allah akan membuka jalan rizki. Memang kebesaran
Allah pula, sejak Eka lahir, kakaknya sudah mulai bekerja semua. Jadi tidak
terlalu repot, karena saudara-saudaranya selalu membantu ibu dan ayah
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
75
B. Hubungan dengan Keluarga
Di rumah, Eka merupakan anak bungsu yang memiliki banyak kakak.
Keberadaan Eka yang mengalami ketunaan, membuat keluarga shock.
Terutama sang ayah yang tidak mau mengasuhnya. Namun berkat lbu, Eka
tetap di asuh sampai tumbuh sikap belas kasih dari keluarga kepada Eka
yang menderita tuna daksa.
Melihat kondisi demikian dan menginggat Eka sebagai anak perempuan yang
bertambah dewasa nantinya, maka orang tua selalu menasihati kakaknya
untuk selalu sayang dan kasih terhadap Eka, tentunya yang seperti itu
mampu meningkatkan keyakinan pada dirinya untuk tetap semangat dan
optimis dalam menjalani hidup.
Adapun hubungan Eka dengan keluarga cukup baik. Hal ini dikarenakan Eka
tidak pernah membuat ulah dan macam-macam, sehingga kakaknya semua
sayang. Hanya saja karena orang tua Eka bukan orang berpendidikan,maka
nasihat yang disampaikan hanyalah berasal dari pengalaman hidupnya.
C. Hubungan Sosial
76
Meski Eka seorang yang pendiam, la memiiki beberapa sahabat. Lingkungan
tempat tinggal yang berdempetan tembok, menjadikan Eka mempunyai
banyak teman karena banyak anak yang seusianya. Ketunaan yang
dideritanya tidak menganggu aktifitasnya bersama teman-teman. Sehingga
mereka memiliki hubungan yang baik dengan teman rurnahnya.
Adapun di sekolah Eka lebih banyak diam. Oleh karena Eka tidak rnarnpu
rnembalas temannya yang suka menghina. Jadi Eka hanya mampu mengadu
pada gurunya dan kemudian berkat nasihat guru tersebut, ternan-temannya
tidak lagi mengejek atau rnenghina. Sehingga Eka sudah rnulai merasa
nyarnan dan tidak takut lagi dengan teman-temannya yang suka usil.
D. Gambaran Kepercayaan Diri Subjek
Dalarn rnenjelaskan kepercayaan diri subjek, penulis rn1:imbaginya
berdasarkan pada indikator kepercayaan diri rnenurut beberapa tokoh yang
telah dirangkurn ke dalarn beberapa hal :
a. Persepsi tentang diri subjek (Body Image)
77
Subjek yang mengalami kecacatan pada salah satu tangannya, tidak
merasakan bahwa dirinya lemah. Kekurangan yang terdapat pada
tangan sebelah kanannya, masih dapat tertutupi dengan tangan
kirinya. Dengan begitu Eka masih dapat beraktifitas dengan tangan
kirinya tersebut.(tutur Eka)
Diantara teman-temannya yang berkebutuhan khusus, memang Eka
yang diketegorikan ringan. Sehingga Eka tidak memerlukan banyak
bantuan dari orang lain. Hanya saja orang tuanya. yang kadang kala
khawatir, membuat Eka merasa manja sehingga tidak boleh
melakukan pekerjaan rumah tangga.(cerita ibu)
Jika ada beberapa temannya yang suka mengejek dengan kata-kata
"tangan buntung" , Eka sangat terpukul dengan kata-kata temannya
tersebut. Namun Eka tidak pernah membalas. Hanya kadang-kadang,
Eka suka bertanya pada orang tuannya, mengenai tangannya yang
tidak sempurna. ltu. Mengapa Eka diberi kondisi yang demikian?
b. Motivasi berprestasi
Disaat usia Eka sudah mengharuskan untuk sekolah maka ibunya
menginginkan anaknya untuk sekolah seperti kakaknya dahulu. Oleh
karena tidak ada biaya untuk memasukkan Eka di sekolah khusus (
SLB), maka ibunya hendak mendaftarkan Eka di sekolah reguler.
keinginan orang tua ini pun, didukung dengan keinginan Eka yang
ingin sekolah juga.
78
Di sekolah Eka termasuk anak yang sangat pendiam. Di kelas Eka
tidak banyak bicara seperti teman-temannya yan~J lain. Saat belajar
Eka cukup konsentrasi dengan pelajaran yang disampaikan guru. Eka
juga selalu belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah. Katanya kalau
tidak mengerjakan PR, ia takut dihukum. Namun memang la terkadang
merasa kesulitan dalam memahami pelajaran. Sehinga nilai Eka
berada di urutan bawah.(kata guru)
Di rumah, Eka juga mengaji dengan salah satu guru ngaji yang berada
disekitar rumahnya bersama teman-teman yang lain. Dia semangat
sekali. Jadi sekarang dia sudah dapat mengaji walau belum lancar.
Sampai guru ngajinya berkata kalau Eka tidak perlu memikirkan
tentang spp bulanannya. Jika Eka mau mengaji, Eka hanya perlu
datang setiap hari saja.
c. Mampu berinteraksi dan berkomunikasi clengan orang lain.
Dilingkungan rumahnya, la memiliki banyak teman, la pun turut
bermain seperti teman-temannya yang lain. Karena tangan kirinya
masih dapat difungsikan seperti kedua kakinya yang dapat berjalan
normal, maka tidak begitu menghambat bagi aktivitas Eka. la pun tidak
79
merasa malu karena teman-temannya juga tidak ada yang
memusuhinya. Hal ini terbukti ketika penulis bertandang ke
rumahnya,ternyata Eka sedang bermain di kebun bersama teman
temannya. Sampai beberapa menit kemudian Eka baru datang karena
tidak ada yang tahu Eka dan teman-temannya itu bermain dimana.
Ketika mengikuti pendidikan inklusi, Eka tidak terlalu berbeda jauh
dengan teman-temannya dalam bertingkah laku. Sikapnya kepada
teman atau guru-gurunya sama seperti layaknya anak-anak lain.
Bermain, bercanda, belajar, berolah raga bersama tanpa ada kendala.
Bersama teman-temannya, Eka juga bergaul dan bergabung dengan
mereka.Saling berbagi suka dan duka dengan bertukar cerita. Namun
Eka lebih banyak menjadi pendengar karena Eka tidak suka banyak
bicara. Dia juga memiliki teman dekat yang selalu bermain bersama.
Teman-temannya juga tidak ada yang jahil berlebih, hanya satu orang
yang suka usil namun sudah dapat diatasi dengan nasehat guru.
Sehingga teman-temannya juga terlihat bisa menerima Eka untuk
bergabung bersama mereka tanpa melihat kecacatan yang dialami
Eka.
Kalaupun Eka seperti itu, teman-teman atau guru juga tidak
memberikan perlakuan yang berbeda. Sehingga apapun yang di
80
kerjakan teman-teman juga dapat dikerjakan oleh Eka. Hal ini terbukti
bahwa Eka juga mampu mengikuti lomba olah ra\Ja, karena ia tidak
ingin dikasihani.
Eka pun merasa kalau teman dan guru-guru di sekolah baik dan
perhatian. Mereka selalu menghargai dan menghormati keberadaan
Eka. Eka cukup senang apalagi dengan kondisi seperti itu, dia tidak
sendirian melainkan ada dua temannya lagi.
d. Mandiri
Kondisi Eka yang demikian, tidak pernah merepotkan orang tua dan
orang-orang di sekitarnya., dalam melakukan tugasnya serta untuk
memenuhi kebutuhannya, Eka sudah dapat melakukannya sendiri
seperti mandi, memakai baju, toilet trainining dst.
Sejak awal masuk, Eka diantar oleh ibunya. Namun setelah nyaman
dengan keadaan lingkungan teman sekolahnya, Eka sudah mulai
mandiri untuk tidak diantar ibu.pergi ke sekolah
Saal mengikuti pelajaran, tidak terlintas di wajah l:'.ka perasaan minder
atau malu dengan teman-teman lainnya. Eka yang duduk di bangku
belakang, cukup serius dan konsentrasi saat mengikuti pelajaran.
Kalaupun nilai akademiknya diurutan bawah.( kata guru)
81
e. Optimis dan tidak minder
Sikapnya di sekolah juga sangat sopan. Menurut cerita gurunya, la
selalu memulai berjabat tangan kepada semua guru. Kalaupun tangan
kanannya hanya sampai siku, la tetap menggunakan tangan kanannya
tersebut untuk bersalaman, bukan tangan kirinya. Tangannya yang
sebelah kiri juga sangat lancar untuk menulis.
I. Berani mencoba dan tidak takut gagal
Eka memiliki keyakinan yang tinggi terhadap dirinya. la merasa bahwa
dirinya bisa, karena ibu pernah melihatnya bagaimana ia berusaha
untuk mencuci piring, yaitu dengan tangan kirinya.
Menurut ibunya yang sudah masuk usia senja, sHbenarnya kalo
dirumah Eka juga pengen sekali bantu-bantu ibu. Seperti cuci piring,
ngelap-ngelap dan pekerjaan rumah lainnya, tetapi sang ibu merasa
takut dan khawatir kalau-kalau akan mencelakakan dirinya nanti.
g. Ketenangan sikap
Terkadang ada salah satu temannya yang usil, Eka suka ditendang
atau diejek. Namun Eka tidak berani mambalas, dia diam saja. Hanya
ketika sampai di rumah dia langsung mengadu pada mamanya Dan
meminta mamanya untuk membalas perlakuan buruk kepadanya.
Dalam hari-harinya, Eka termasuk orang yang tidak rewel dan tidak
banyak bicara Tidak seperti anak-anak kecil lainnya. la sangat
mengerti dengan kondisi orang tuanya yang tidak memiliki banyak
uang. Jadi jika Eka ingin jajan, jarang sekali ia minta sampai
merengek-rengek. Oleh karenanya sang kakak selalu memberinya
uang jajan walaupun memang tidak banyak.
h. Mampu mengambil keputusan
82
Jika teman-temannya selalu ramai dengan berteriak-teriak, lari-larian
dan bercanda saat berkumpul dengan teman sekolah, ternyata Eka
lebih banyak diam di tempat dan duduk dengan tenang. Sehingga
kadangkala ada salah satu temannya yang suka jahil, yang kemudian
Eka mengadukan ini pada ibu gurunya. Guru tersebut langsung
memberi nasihat kepada anak yang jahil itu, akhirnya sampai saat ini
tidak pernah ada keluhan lagi.
Eka yang duduk di bangku paling belakang, memang tidak terlalu
menonjol diantara teman-temannya. la jarang sekali bertanya pada
guru ataupun menjawab soal-soal guru. Namun jika pelajaran olah
raga, Eka merasa dirinya mampu melakukan sesuatu seperti teman-
teman lainnya. Maka la memaksakan dirinya untuk ikut serta dalam
berolah raga ..
2. Analisa Data Subjek No 2 ( Eka )
83
Orang tua Eka yang sudah sepuh, sangat tidak percaya jika dikatakan lbu
sedang mengandung. Sehingga kelahiran Eka kurang diharapkan oleh orang
tuannya. Kondisi kehamilannya yang berbeda, membuat lbu semakin kurang
percaya bahwa di dalam perutnya ada seorang bayi. Dengan demikian, saat
Eka lahir dengan kondisi cacat, sang ayah sangat tidak terima dan tidak mau
mengurus Eka sebagai anaknya. Namun karena bujukan lbu, akhirnya Eka
diasuh dengan perasaan belas kasihan melihat kondisinya yang sangat
berbeda dengan keenam kaka-kakaknya.
Di rumah, Eka memang di manja oleh lbunya, namun orang tua Eka yang
sudah tua tidak terlalu konsen dengan hal pendidikan. f\/lereka memasukkan
Eka di sekolah dasar negeri, selain dekat dengan rumah, kondisi Eka yang
tidak terlalu parah, juga karena kondisi ekonomi yang pas-pasan. Dan Eka
juga yang ingin sekolah bersama teman-teman sebayanya.
84
Di sekolah Eka kurang berprestasi dan pendiam sekali. Hal ini di karenakan
Eka pemah di ejek dan diolok-olok oleh salah satu teman sekolahnya yang
nakal. Sehingga Eka suka bertanya kepada ibunya perihal kecacatan yang
diderita, dan merasa sedikit kurang nyaman. Namun hal ini tidak membuat
Eka merasa minder dengan teman-teman lainnya, la tetap bermain dan
bercanda tawa bersama teman-temannya.
Dilihat dari kepercayaan dirinya, Eka lebih tertutup dibandingkan kedua
subjek yang lain. Hal ini juga tampak dari sikapnya yang malu-malu
khususnya pada orang yang baru dikenal. Namun jika dilihat saat bersama
teman-temannya, Eka termasuk anak yang ceria dan banyak tawa. Hal ini
disebabkan perasaan yang nyaman dan tidak ada beban jika bersama
teman-temannya.
Eka yang merupakan anak bungsu dan tidak pernah diberi tugas dan
tanggung jawab di rumah, membuat Eka kurang memiliki sikap mandiri dan
dewasa. Saal di tanya keinginannyapun, Eka ticlak tahu dan tidak ingin apa
apa. Jacli belum ada bayangan untuk bagaimana dirinya nanti, karena cita
citapun tidak memiliki.
85
Tabel 4.3
No lndikator Eka
A. Gambaran Anak Tuna Daksa
1. Sebab ketuna daksaan
a. Intern ( sejak lahir) x
b. Ekstern
2. Bentuk ketunadaksaan
a. Ketidaksempurnaan bentuk tangan x
b. ketidaksempurnaan bentuk kaki
3. Kondisi Anak Tunak Daksa
a. Fisik kuat x
b. Psikis sehat x
c. lntelektual bagus
d. Moral baik x
4. Sikap anak tuna daksa terhadap dirinya
a.Benci x
b. Kesa! x
c. Sensitif x
d.Bangga
e. Masa Bodoh x
5. Karakteristik anak tuna daksa
a. Patuh x
b. Pemberontak
c. Temperamental
86
d. Penyabar x e. Introvert x f. Ekstrovert
g. Egois
h. Ramah x 6. lntervensi Orang tua
a. Bebas
b. Over protektif
c. Antara bebas dan protektif x 7. Kondisi lingkungan tempat tinggal
a. Mendukung x b. Kurang mendukung
8. Kondisi lingkungan sekolah
a. Mendukung x b. Kurang mendukung
B Gambaran Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa
a. Body Image x b. Motivasi berprestasi
c. Mampu berinteraksi & berkomunikasi
d. Mandiri
e. Optimis & tidak minder x f. Berani mencoba & tidak takut gagal x g. Ketenangan sikap x h. Mampu mengambil keputusan
87
3. Kasus Fira
A. Data Pribadi Fira
Wawancara dilakukan di rumah subjek pada tanggal 31 Januari 2006. Di
rumah subjek yang cukup sederhana, terdiri dari dua tin9kat, yaitu ruang
bawah terdiri dari ruang tamu, satu kamar anak-anak , ruang makan dan
dapur. Dan ruang atas yang digunakan untuk kamar aya.h dan tempat kumpul
keluarga. Rumah yang tidak terlalu besar ini sangat nyaman dan tentram jika
berada di dalamnya.
Fira merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Ketiga adiknya masih
sangat kecil-kecil. Oleh karenanya Fira terlihat cukup dewasa karena
memang orang tuannya selalu memberinya tanggung jawab sejak kecil.
Fira memiliki wajah mungil dengan warna kulit hitam manis. Perawakannya
yang mungil, membuat Fira terlihat lincah dan aktif dalarn beraktiitas.
Ketunaan yang diderita fira terletak pada bagian kaki kanannya yang hanya
sampai lutut. Alat Bantu yang digunakan Fira adalah dua tongkat sebagai
pengganti kakinya.
88
Sejak dalam kandungan, sang lbu tidak mengalami hal yang aneh-aneh.
Kedua orang tuanya yang tampak sangat agamis kuran[J percaya dengan
hal-hal yang mistik, Karena mereka hanya yakin kepada Allah SWT.
Kematangan yang tampak pada diri mereka menunjukkan bahwa mereka
pasrah dengan segala ketentuan yang telah Allah berikan kepada mereka.
Dengan demikian mereka tidal< terlalu terpukul dengan kondisi anak mereka
yang mengalami hambatan secara fisik.
Dalam memberikan pengasuhan kepada anak keduannya, mereka tidak
meperlakukannya seeara khusus. Mereka menyamakan antara anak
anaknya yang tidak mengalami hambatan fisik dengan Fira yang mengalami
hambatan fisik. Dalam hal pendidikan, orang tua sangat konsen terutama
pada masalah agama.(cerita ayah dan ibu)
Sang lbu yang menjadi guru ngaji di lingungannya, selalu mengajak Fira
untuk mengaji, dan Fira cukup berprestasi, karena di usianya yang baru tiga
tahun, Fira sudah dapat membaca huruf hijaiyah.
89
Namun Fira sangat sensitif sekali. Jika Fira di tanya soal kaki atau di tegur
sesuatu hal, maka Fira langsung menyendiri bahkan sarnpai menangis. la
sangat tidak ingin jika ada orang yang mengasihaninya. Menurutnya la tidak
menderita dengan keadannya tersebut. Bahkan Fira merasa nyaman dengan
tongkat yang digunakannya yang dianggap sebagai kakinya.(cerita guru)
B. Hubungan dengan lingkungan rumah
Di daerah rumah Fira banyak sekali tetangga yang memiliki anak seusia Fira.
Mereka cukup akrab dan bermain bersama. Terkadang mereka bermaian di
teras rumah Fira. Fira sebagai sosok yang bersahabat memiliki banyak
kawan. Mereka tidak ada yang menganggu atau menghina. Kalaupun ada
anak yang nakal, Fira tidak pemah menghiraukannya. Namun saat ini sudah
tidak lagi karena Fira juga tidak nakal dengan mereka sehingga mereka
kasihan melihat Fira
Di antara teman-temannya, Fira tampak lebih dewasa, sehingga seringkali
Fira rnengalah dengan teman-temannya. Fira tidak suka jika ada temannya
yang bertengkar atau bermusuhan. Sedangkan orang -orang yang ada di
lingkungannya sangat mendukung Fira. Mereka tidak pernah mengganggap
Fira berbeda dengan teman-temannya yang lain, terutarna Fira sangat
percaya dengan tongkatnya tersebut seolah kekuatannya sama seperti
tenman-temannya yang lain yang memiliki kaki sempurna. (Cerita ibu)
C. Hubungan dengan lingkungan sosial
90
Di sekolah, Fira termasuk anak yang menyenangkan. Guru dan teman
temannya sangat suka dengannya. Fira yang lincah dan aktif sangat ramah
dengan teman-temannya. Sehingga Fira memiiki banyal< teman bahkan ada
beberapa sahabatnya yang selalu bersama.
Melihat kondisi kakinya yang menggunakan tongkat, Guru dan teman
temannya terkadang merasa kasihan dengan keadaannya itu, namun Fira
tidak merasa kesulitan dengan kondisinya tersebut. Bahkan Fira dapat berlari
bersama teman-temannya yang lain dengan menggunakan tong kat.
Dengan guru Fira juga sangat sopan. Setiap kali bertemu guru-gurunya, Fira
langsung berjabat tangan dan berjalan dengan sopan. Dan tidal< pemah
menolak jika diperintah oleh guru-gurunya.(tutur sang guru)
D. Gambaran Kepercayaan Diri Subjek
Dalam menjelaskan kepercayaan diri subjek penulis membaginnya
berdasarkan pada indikator kepercayaan diri menurut beberapa tokoh yang
telah di rangkum ke dalam beberapa hal .
a. Persepsi tentang diri subjek (Body Image)
91
Fira merupakan anak tuna daksa yang memiliki kelainan pada kaki
kanan yang tidak sempuma . Bentuknya kecil dan panjanngnya hanya
sampai lutut . Sejak mulai sekolah Fira menggunakan tongkat sebagai
alat bantu untuk berjalan .
Fira tidak merasa berbeda kalaupun ia harus menggunakan tongkat,
bahkan lira merasa yakin dengan tongkat tersebut karena fira sudah
menganggap tongkat tersebut sebagai kakinya . seperti teman-teman
nya yang lain, Fira juga bermain dan berlarian dengan tongkat , jika
orang lain melihat sangat mengerikan namun ba9innya tidak apa-apa.
b. Motivasi Berprestasi
Sejak kecil Fira suka ikut ibunya yang menjadi guru ngaji .dan lira juga
sudah belajar mengaji sejak kecil sehingga sejak usia 3 tahun , ia
sudah dapat mengaji. Kegemarannya dengan materi-materi agama,
membuat Fira terus belajar dan ingin menjadi guru agama nantinya
jika sudah besar.(tutur Fira)
Adapun di sekolah, Fira juga aktif mengikuti pelajaran yang
disampaikan oleh guru. Rangking nya termasuk 10 besar. la pun
sebagi anak penurut yang selalu patuh dengan perintah gurunya
dalam hal mengerjakan pekerjaan rumah.
c. Mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.
92
Saal awal bertemu dengan penulis, Fira menunjukkan sikap membuka
diri (ekstrovert) dan siap menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis.
Fira langsung terbuka dan selalu merespon pertanyaan dengan baik.
Sehingga wawancara yang dilakukan berjalan sangat lancar.
Di rumah, Fira juga memiliki banyak teman. Mereka main saling
bergantian, terkadang mereka juga berkumpul dirumah Fira. Dan
teman-temannya sangat menerima Fira. Sedangkan di sekolah,
kalaupun Fira tampak kalem, ia merupakan anak yang aktif. Murah
senyum dan cukup disukai oleh teman-temannya. Tidak butuh waktu
lama bagi Fira dalam beradaptasi dengan lingkungan baru.
d. Mandiri.
Di rumah, Fira sangat rajin, segala tugas dan kebutuhannya dapat
dilakukannya sendiri. Bahkan ia kerap kali membantu ibunya seperti
menyapu, mencuci piring dan lain sebagainya. Fim sudah mampu
belajar sendiri dan mengerti waktu - waktunya sehingga Fira selalu
disiplin menjalankan tugas harianya.(cerita ibu)
e. Optimis dan tidak minder
Cita-cita Fira untuk menjadi guru seperti ibunya membuat Fira
termotivasi dan selalu rajin belajar untuk dapat meraih cita-citanya
tersebut. Dan ia selalu yakin kalau Fira bisa seperti teman-temanya
yang lain walaupun Fira merupakan anak tuna daksa. Meskipun
sesekali Fira juga masih merasa malu untuk tampil didepan umum
f. Berani mencoba dan tidak takut gagal.
93
Sebagai anak yang memiliki hambatan secara fisik, Fira terus belajar
dan berusaha agar dapat beraktifitas tanpa bantuan dan rasa kasihan
dari orang lain. Seperti halnya dengan tongkat yang dimiliki, Fira
sangat yakin bahwa tongkatnya memiliki kekuatan yang sama
layaknya kaki teman-temannya yang sempuma. Fira tidak takut untuk
melakukan apapun dan kelincahan yang dimiikinya, menjadikan Fira
lebih aktif dalam melakukan kegiatannya.
94
g. Ketenangan Sikap
Sikapnya yang tenang sangat terlihat dari cara Fira diwawancara oleh
penulis. Jawaban-jawabannya sangat mantap dan tanpa malu-malu
atau ditutup-tutupi Fira selalu menceritakan satu demi satu keadaanya
yang selama ini dirasakan.
Meski dengan kondisi demikian, sesungguhnya Fira tidak pernah
bertanya-tanya tentang ketunaan yang dideritanya, baik kepada orang
tua, guru ataupun teman - temannya. Fira selalu mengalihkan kepada
hal-hal yang positif, terutama pada pekerjaan-pekerjaan yang benar
benar disukainya.
f. Mampu mengambil keputusan.
Sikap Fira yang dewasa, membuat Fira matang dalam melakukan
tugas-tugas di usianya. Di rumah Fira cukup tanggap dan sigap
melihat kesibukan ibunya. Jika ibunya merasa kesulitan, Fira langsung
membantu, minimal Fira akan menjaga adiknya yang masih kecil, agar
ibunya dapat bekerja dengan baik. Fira juga sudah mengerti
kewajibannya yaitu harus belajar dan selalu men9erti apa yang
diinginkan orang tuanya.
Menurut orang tuanya Fira adalah anak yang menyenangkan dan bisa
mengerti kondisi orang tuannya. Terutama Fira juga memiliki prestasi
yang cukup bagus. Segala tugas sekolah atau rumahnya dapat
dikerjakan dengan baik.
2. Analisa Data Subjek No 3 ( Fira )
95
Fira adalah anak yang tinggal bersama kedua orang tua yang sangat agamis
dan berpendidikan di dalam keluarga besar. Sikap oran9 tua yang selalu
bebas dan terarah menjadikan Fira tumbuh dan berkembang sebagai anak
yang cukup mandiri, tenang dan dewasa. Orang tua sangat menerima dan
memahami kondisi Fira yang mengalami tuna daksa, namun mereka tidak
menjadikan keadaan yang demikian ini adalah kekuran[Jan dan hambatan
dalam mendidik anak-anaknya. Sehingga mereka memperlakukan Fira sama
dengan saudara-saudaranya yang lain dan menganggap Fira sama dengan
yang lainnya.
Waiau secara fisik, Fira mengalami keterbatasan, namun Fira mampu
membantu orang tuannya dan tanggap manakala orang tuannya sangat
membutuhkan bantuan. Kedewasaan Fira sudah tampak sejak kecil, sampai
di sekolahpun Fira tampak lebih dewasa di antara teman-temannya yang lain.
96
Meski tubuhnya mungil dan imut, Fira yang menggunakan tongkat dalam
berjalan, sangat aktif dan lincah saat melakukan aktivitasnya. Fira tidak ingin
ada orang yang mengasihaninya, la merasa tersinggun!J manakala orang
selalu bertanya tentang keadaan kakinya.
Fira yang memiliki cita-cita seperti lbunya, sangat konsen dalam mengikuti
pendidikan inklusi di sekolahnya. Fira termasuk anak yang pintar dan
mendapat rangking di kelasnya. Hal ini dikarenakan Fira merasa nyaman dan
senang belajar bersama teman-teman di lingkungannya. Selain itu Fira yang
merasa mampu dan bisa mengikuti pelajaran sebagaimana teman-temannya
yang lain, membuat Fira tidak merasa berbeda dengan yang lainnya.
Sehingga kecacatan yang dialaminya, tidak menjadi penghalang untuk
menuntut ilmu.
97
r--·------1
Tabel 4.4
No lndikator Fira
A. Gambaran Anak Tuna Daksa
1. Sebab ketuna daksaan
a. Intern ( sejak lahir ) x b. Ekstern
2. Bentuk ketunadaksaan
a. Ketidaksempurnaan bentuk tangan x b. ketidaksempurnaan bentuk kaki
3. Kondisi Anak Tunak Daksa
a. Fisik kuat
b. Psikis sehat x c. lntelektual bagus x d. Moral baik x
4. Sikap anak tuna daksa terhadap dirinya
a. Benci
b. Kesa!
c. Sensitif x d.Bangga
e. Masa Bodoh x 5. Karakteristik anak tuna daksa
a. Patuh x b. Pemberontak
c. Temperamental
98
d. Penyabar x e. Introvert
f. Ekstrovert x g. Egois
h. Ramah x 6. lntervensi Orang tua
a. Bebas
b. Over protektif
c. Antara bebas dan protektif x 7. Kondisi lingkungan tempat tinggal
a. Mendukung x b. Kurang mendukung
8. Kondisi lingkungan sekolah
a. Mendukung x b. Kurang mendukung
B Gambaran Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa
a. Body Image x b. Motivasi berprestasi x c. Mampu berinteraksi & berkomunikasi x d. Mandiri x e. Optimis & tidak minder x f. Berani mencoba & tidak takut gagal x g. Ketenangan sikap x h. Mampu mengambil keputusan x
99
4.4. Analisa Antar Kasus
Tabel 4.5
Jen is No Nam a Usia Suku Bangsa Pendidikan
Kelamin
01 Rian 8 Tahun Laki-laki 8unda 280
02 Eka 9 Tahun Perempuan Jawa 380
03 Fira 8 Tahun Perempuan Jawa 280
Dari data masing-masing subjek diatas,maka dapat ditemukan persamaan
umum dari ketiga subjek tersebut yaitu mereka mengalami tuna daksa sejak
lahir (intern) dan mereka sama-sama merasakan bahwa kecacatan yang
mereka alami bukanlah sebuah kendala atau hambatan dalam memperoleh
pendidikan yang Jayak. Buktinya mereka bisa dan mampu untuk belajar dan
bergaul bersama anak-anak yang sempurna secara fisilc. Hanya saja karena
keterbatasan mereka secara fisik, membuat mereka terbatas bahkan tidak
mampu untuk mengikuti praktek pada mata pelajaran olah raga.
100
Adapun dilihat dari latar belakang keluarga mereka yan9 berbeda,
menjadikan ada beberapa sikap masing-masing subjek yang tampak juga
memiliki sedikit perbedaan. Pada subjek no 1, dimana subjek adalah anak
tunggal dan sangat diharap - harapkan, maka orang tua sangat memanjakan
dan menuruti segala keinginannya. Adapun hal ini membuat subjek menjadi
anak yang suka memberontak dan kurang mandiri. Akan tetapi, melihat orang
tua subjek yang berpendidikan, memberi dampak yang positif terhadap
subjek dikarenakan mereka dapat menerima dan memperlakukan subjek
sesuai dengan kondisinya. Dorongan serta motivasi yang senantiasa
ditanamkan pada subjek, membuat subjek terpacu untuk terus belajar. Hal ini
terbukti dari cita-citanya yang tinggi, keingintahuannya yang besar terutama
dalam bidang elektronik dan prestasi di sekolahnya yang sangat baik, bahkan
subjek pernah memenangkan lomba cerdas cermat tingkat nasional.
Begitupun subjek no 3 yang merupakan anak ke 2 dari !5 bersaudara,
memiliki karakter yang lebih dewasa, mandiri dan bertanggung jawab. Di
samping orang tuanya yang sangat agamis dan berpendidikan, menjadikan
subjek tidak dimanjakan bahkan mereka memperlakukan semua anak
anaknya sama. Hal ini juga yang membuat subjek memiliki figure yang baik
pada orang tuanya sehingga subjek juga memiliki cita-cita untuk menjadi guru
seperti ibundanya.
101
Lain halnya pada subjek no 2, dimana subjek merupakan anak bungsu dari 7
bersaudara, dan memang keberadaannya kurang diharapkan oleh orang
tuannya terutama sang ayah, Namun seiring waktu, mereka sangat kasihan
dan khawatir dengan kondisi subjek yang demikian. Sehingga sang lbu selalu
memanjakannya dan menitipkan pada kakak-kakaknya, takut kalau mereka
telah tiada kakak-kakaknya tidak akan memperdulikan subjek.
Subjek yang ke 2 ini sangat sensitif sekali. Meski kecac:atan pada fisiknya
lebih ringan dibandingkan subjek no 1 dan 3, namun la lebih terlihat pendiam
dan pemalu. Hal ini terlihat dari sikap tertutupnya saat penulis bertandang ke
rumahnya. Namun kepada teman-teman terdekatnya, subjek merupakan
anak yang cukup ceria. Selain itu prestasi di sekolahnya juga kurang baik,
rangkingnya berada pada urutan bawah, Hal ini bisa saja terjadi karena orang
tua yang tidak berpendidikan dan tidak mampu memperlakukan dan
mengajari subjek sebagaimana mestinya. Bahkan untuk cita-citanya pun,
subjek tidal< tahu dan tidak ingin menjadi apa-apa.
Melihat perbedaan sikap ketiga subjek yang berbeda-beda, tidak lain adalah
karena pengaruh dari perlakuan orang tua dan orang-orang yang ada di
lingkungan rumahnya. Akan tetapi meski ketiga subjek tersebut memiliki
102
sikap yang berbeda, namun jika dilihat dari kepercayaan diri meraka yang
muncul saat mengikuti pendidikan inklusi, tidaklah berbeda dengan teman
teman subjek yang lain. Hal ini dikarenakan kondisi di lingkungan sekolah
yang cukup nyaman dan semua orang-orang yang ada di lingkungan sekolah
tersebut sangat menerima dan menghargai keberadaan subjek. Walaupun
pada subjek no 2 yang pernah diejek dan di olok oleh salah satu temannya
yang memang nakal, hal ini membuat subjek kesal dan subjek tidak berani
membalas. Namun keadaan demikian tidak berlangsung lama, karena guru
guru selalu memberi nasihat dan menghukum siswa yang melakukan hal
seperti itu lagi.
Selain faktor ekstern yaitu intervensi dari lingkungan rumah dan lingkungan
sekolah subjek, ternyata ada juga faktor intern yang dapat mengembangkan
kepercayaan diri subjek, yakni persepsi ( cara pandang ) subjek terhadap
penampilan dirinya. Dalam hal ini ketiga subjek sudah mampu menerima
kondisi mereka yang memang berbeda dengan teman-temannya, walau pada
awal sekolah subjek merasakan sedikit rasa malu dan minder, namun tidak
membuat subjek lidak mau meneruskan sekolah. Bahkan subjek berusaha
agar dapat berbaur dengan teman-temannya yang lain dan bisa mengikuti
pelajaran sebagaimana mestinya. Di samping itu, melihat pada usia subjek
yang masih kanak-kanak awal, membuat subjek merasa belum merasa
terbebani dangan kondisinya karena subjek belum berfikir jauh tentang
ketunadaksaannya tersebut disaaat dewasa nanti.
103
Maka pendidikan inklusi yang di terapkan di sekolah ini yaitu dengan cara
menyamaratakan perlakuan terhadap anak yang berkebutuhan khusus
dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus, diharapkan agar seluruh
siswa dapat bersatu dan membaur menjadi satu komunitas yang tidak saling
membeda-bedakan, mampu mengembangkan kemampuan siswa dan juga
dapat menumbuhkan kepercayaan diri anak-anak berkebutuhan khusus
dalam bergaul dan bergabung bersama anak-anak yan9 tidal< berkebutuhan
khusus.
Dan hal ini sudah tampak jelas dari hasil penelitian kali ini bahwa
kepercayaan diri anak -anak yang berkebutuhan khusus yang mengikuti
pendidikan inklusi semakin hari semakin berkembang. Dimana mereka
merasa bebas dan leluasa dalam mengekspresikan diri mereka apa adanya.
Dan tidal< tampak beban dalam menjalankan pendidikan inklusi ini.
BAB5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Setelah hasil wawancara di analisis persubjek dan anta1· subjek, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kepercayaan diri anak tuna claksa yang mengikuti
pendidikan inklusi, Cukup baik. Kepercayaan diri mereka clapat tumbuh dan
berkembang secara optimal, seperti yang dialami oleh a.nak-anak normal (
yang sempuma secara fisik ). Dimana hal ini didasari oleh bagaimana
persepsi anak tuna daksa tersebut terhadap penampilan dirinya ( melihat
pada ketunaan yang diderita ), inteivensi orang tua dan orang-orang yang
ada di lingkungan rumahnya, peran guru dan teman-teman di lingkungan
sekolah serta sikap anak tuna dalam mengikuti pendidikan inklusL
Melihat dari latar belakang masing-masing subjek, anak tuna daksa yang
mengikuti pendidikan inklusi di SON Ulu Jami 03 petang, memiliki sedikit
perbedaan sikap dan perasaan clalam mengekspresikan diri mereka. Hal ini
tampak pada subjek Eka, dimana ia lebih pendiam dan pemalu dibandingkan
subjek Rian dan Fira. Ternyata pendidikan orang tua sangat mempengaruhi
kepribadian anak, adapun orang tua Eka merupakan orang yang kurang
pendidikan dan sudah tua.
105
Bagi anak tuna daksa yang mengkuti pendidikan inklusi, kendalanya adalah
proses adaptasi yang cukup lama pada awal masuk sekolah. Akan tetapi, hal
itu tidak berlangsung lama disebabkan lingkungan sosial di sekolah yang
mendukung dan menerima keberadaan mereka tanpa ada perbedaan
diantara siswa. Hal ini ditunjukkan dari sikap mereka yang terbuka, mandiri,
bertanggung jawab, tenang dan berprestasi di sekolah.
Faktor yang melatar belakangi orang tua anak tuna daksa dalam mengikuti
pendidikan inklusi dikarenakan mereka merasa bahwa anak-anak mereka
mampu untuk mengikuti proses belajar di sekolah regular, karena tingkat
ketunaan yang mereka derita tidak terlalu parah. Di samping itu, mereka
dapat mengontrol anak mereka secara langsung, karena jarak antara rumah
mereka dengan sekolah sangat dekat dan dengan biaya yang tidak mahal,
mereka dapat memberikan kesempatan dan hak yang sama kepada anak
mereka yang mengalami tuna daksa untuk mendapatkan pendidikan
layaknya anak-anak normal.
Begitupun pihak sekolah mengadakan pendidikan inklusi adalah agar anak -
anak yang berkebutuhan khusus dapat mengikuti pelajaran layaknya anak-
106
anak yang tidak berkebutuhan khusus. Namun bagi anak tuna daksa yang
menderita ketunaan yang sangat parah, maka sekolah tidak dapat menerima
anak tersebut dikarenakan akan mengganggu proses belajar. Akan tetapi
pihak sekolah akan membantu untuk merujuknya ke Sekolah Luar Biasa (
SLB ), dimana disana akan mendapat terapi yang lebih khusus. lnipun
diusahakan agar mereka dapat sekolah di SLB dengan biaya yang tidak
terlampau mahal.
Adapun kendala bagi sekolah reguler di SDN Ulu Jami o3 yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah belum adanya bantuan dana
dari pihak luar, belum didirikannya sarana prasarana untuk memberikan
pelajaran secara khusus kepada anak tuna daksa dan pembimbing khusus
bagi mereka.
Dengan demikian, melalui pendidikan inklusi yang sudah berjalan sejak 3
tahun lalu, ternyata sangat membantu sekali bagi perkembangan anak tuna
daksa dan juga untuk orang tua yang secara ekonomi tidak mampu untuk
menyekolahkan anaknya di SLB. Adapun pengaruhnya terhadap
kepercayaan diri Anak tuna daksa tersebut, cukup baik, karena anak sudah
mampu mengikuti pelajaran seperti anak -anak lainnya dan sikap mereka
yang munculpun tidak menunjukkan bahwa mereka merasa rendah diri
dengan teman-temannya yang lain.
5.1 DISKUSI
107
Dari hasil penelitian kali ini dibuktikan bahwa kepercayaan diri anak tuna
daksa cukup baik dan dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
layaknya anak yang normal secara fisik. Tentunya yang menjadi dasar utama
adalah pandangan anak tuna daksa tersebut terhadap penampilan dirinya (
Body Image ). Selama masih batas kenyamanan maka hal ini tidak
mengganggu aktifitas sehari-harinya. Sebagaimana dalam teori percaya diri
menurut Elly Risman Yaitu seseorang dikatakan percaya diri apabila la
merasa nyaman tentang dirinya sendiri dan penilaian orang lain terhadap
dirinya sendiri. Konsekuensinya saat seseorang menyebut istilah "tidak
pede" adalah bila la tidak nyaman tentang diri sendiri.
Menurut Middle Brook, Faktor - faktor yang berpengaruh pada kepercayaan
diri individu adalah pola asuh, jenis kelamin, pendidikan dan penampilan fisik.
Hal ini terbukti dalam penelitian bahwa anak tuna daksa yang memiliki orang
tua yang berpendidikan, dapat memberikan pengasuhan yang sesuai dengan
kebutuhan anak tuna daksa tersebut, sehingga anak-anak itu dapat
109
5.2 SARAN
5.3.1 Saran Metodologis
Penelitian ini mengambil subjek anak yang menderita tuna daksa ringan,
disarankan bagi yang ingin meneliti hal ini kembali untuk memilih karakteristik
yang berbeda yaitu dengan kondisi anak tuna daksa berat ( Parah ).
Sehingga dapat dilihat bagaimana kepercayaan diri yang muncul pada diri
mereka,jika mereka mengikuti pendidikan inklusi bersarna anak-anak yang
normal secara fisik.
5.3.2 Saran Praktis
Orang tua yang memiliki anak tuna daksa memanglah sebuah tugas yang
amat berat, dikarenakan mereka harus mendidik dan mengasuhnya sesuai
dengan kondisi yang dialami oleh anak-anak mereka. Adapun orang tua
merupakan orang pertama yang dapat menjadikan anak tersebut menjadi
lebih baik atau bahkan lebih buruk dalam menerima dan menghargai dirinya
sendiri. Selain itu hal ini juga dapat berpengaruh pada kepercayaan diri anak
dalam menjalani kehidupan selanjutnya.
110
Saran peneliti bagi orang tua yang memiliki anak tuna daksa, hendaknya
mampu berlapang dada dalam menerima kondisi anak yang mengalami tuna
daksa dan berusaha untuk memberikan motivasi yang sangat besar agar
mereka senantiasa merasa bahwa mereka juga manusia yang memiliki hak
dan kesempatan yang sama seperti yang lain serta merniliki kemampuan
untuk mengekspresikan cita-cita yang mereka miliki.
Di samping itu pihak sekolah yang sedang mendidik anak-anak tuna daksa
bersamaan dengan anak-anak yang bukan tuna daksa, hendaknya selalu
memberikan contoh yang baik kepada murid-muridnya dalam
memperlakukan anak tuna daksa tersebut dan senantiasa memberikan
masukan agar selalu bersikap empati terhadap anak anak yang menderita
tuna daksa. Oleh karena lingkungan yang demikian dapat menumbuhkan
kepercayaan diri mereka hingga dewasanya kelak.
Diharapkan juga bagi sekolah-sekolah yang belum mengadakan pendidikan
inklusi, segerakan dibuka pendaftaran untuk anak anak berkebutuhan khusus
yang ingin bersekolah di sekolah reguler. Oleh karena, hal ini dapat
memudahkan mereka yang tidak sanggup untuk sekolah di SLB karena biaya
yang terlampau mahal atau karena letak rumah yang jauh misalnya bagi anak
tuna daksa yang tinggal di desa.
DAFT AR PUST AKA
Arikounto Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prnktek. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta
Calvin S. Hall, et. Al. (1985). Introduction To Theories Of Personality. New York: Jhon
Willey and Sors
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. (2004 ). Pendidikan Ink/us if Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Sosial RI. (1992). Petunjuk Pelaksanaan Dan Petunjuk Rchabilitasi Sosial dan
Cacal Tubuh. Jakarta: Departemen Sosial RI.
E. Koeswara.(1989). Motivasi Teori dan Penelitiannya. Bandung: Angkasa
Gael Lindenfield.(l 994). Confident Children. English : Thorsons
Hanafi Dahlan. ( 1999). Ejektifitas Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Tuna Daksa di PRSBD
Prof DR. Soeharso Surakarta. Yogyakarta : Balai Besar Pnelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial.
Hasan dkk. ( 1990). Kamus Istilah Psikologi. Jakarta: Pusat Pengembangan Bahasa
Departemen Pen di di kan Dan Kebudayaan
Jalaluddin Rakhmat. (2004). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Kessler, H.H. (1953). Rehabilitation Of'The Physically Handicapped Revised. New York:
Columbia University Press
Linden field, Geal. (1997). Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Jakarta: Penerbit Arcan.
Moleong, J.Lexy. (2000). Metodo/ogi Pene/itian K11a/itatif Bandung : Penerbit PT Remaja
Rosda Kary a
Mangunsong, Frieda. Dkk. (2003). Psikologi don Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta:
LPSP3 UL
M. Leberty, a.s. (2003) Pancarian Makna Hidup Pada Anggota Brinwb yang /\1enga/ami
Cacat Tubuh A kibat Bertugas. Skripsi. Depok. Fakultas Psikologi Ul
Nido R. Qubein. (1983). Get The Best F'rom Your Self. New York : Prentice Hall
Sunatan Fitriah. (2005). Skripsi: Kepercayaan Diri Tuna Daksa Da/am Berinteraksi Sosia/
Dengan Ling/amgannya. Jakarta. UIN SyarifHidayatullah.
Tanaja, M. (1993). Pengaruh Program Pelalihan Hubungan AnlarManusia, Kepercayaan
Diri dan Pe111a111auan Diri Terhadap Keterampi/an Hubungan An tar Manusia. Tesis.
Depok Fakultas Psiko/ogi UI.
Wnght, B.A (1960). Physical Disability. A Psychological APPROACH.(New york Harper
& brothers Publishers)
Yin, K. Robert. (2002). Studi Karns Desain dan Metode. Jaka11a: PT Raja Grafindo
Persada
PERNY ATAAN KESEDIAAN
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua semoga Allah SWT selalu melimpahkan
rahmat-Nya dan kita selalu dalam lindungan-Nya. Teriring pula shalawat yang
kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW agar syafaat beliau selalu
menyertai kita umatnya.
Memiliki Anak atau murid yang menderita Tuna Daksa, merupakan tugas yang
sedikit lebih berat. Terutama dalam mendidik dan menanamkan kepercayaan
dirinya. Saal ini sudah mulai digerakkan di sekolah sekolah reguler untuk
mengadakan pendidikan bagi anak tuna daksa yang disebut dengan pendidikan
inklusi. Dimana manfaat dari pendidikan seperti ini, diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang positif dan lebih membantu ba9i orang tua, guru dan
terutama bagi anak tuna daksa tersebut .
Untuk itu perkenankanlah, Saya mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah meminta kesediaan Bapak/ lbu /Nanda untuk di wawancarai dan
memberikan keterangan yang berhubungan dengan judul penelitian, yaitu : "
Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa Dalam Mengikuti Pendidikan lnklusi "
Demikian permohonan Saya ini, Saya ucapkan terima kasih, semoga Allah SWT
membalas kebaikan anda.
Jakarta, Januari2006
Peneliti
Rahmawati
Dengan ini Saya menyatakan bahwa Saya :
Na ma
TTL
Alamat
Suku
Pekerjaan
Bersedia untuk diwawancarai dan memberikan keterangan 8ebenar-benarnya
untuk keperluan pembuatan skripsi yang berjudul : " Kepercayaan Diri Anak
Tuna Daksa Dalam Mengikuti Pendidikan lnklusi di SON 03 Petang Ulu Jami
Jakarta Selatan". Skripsi ini disusun oleh Rahmawati ( Mahasiswi Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ).
Adapun data pribadi Saya dan hasil wawancara merupakan rahasia dan semata
mata untuk keperluan skripsi, apabila ditemukan data yang masih kurang
lengkap, Saya bersedia untuk diwawancarai kembali.
Wassalam.
Jakarta, Januari 2006
Interviewee Interviewer
( Nama Lengkap ) ( Rahmawati )
Item ) lndikator
Orang Tua Guru Anak
Anak Tuna - Bagaimana perasaan memiliki ATD - Bagaimana perasaan guru - Bagaimana pandangan ATD
Daksa - Bagaimana Sikap Keluarga terhadap ATD terhadap kondisi tubuhnya
Terhadap ATD - Bagaimana sikap guru dan Apa bentuk ketuna daksaan yang
- Bagaimana lntervensi Orang Tua murid di lingkungan sekolah diderita
terhadap anak tuna daksa terhadap ATD - Apa penderitaan yang dirasakan
ATD
Pendidikan - Apa alas an orang tua memasukan - Apa alasan sekolah - Bagaimana kepercayaan diri A TD
lnklusi ATD di sekolah reguler mengadakan pendidikan inklusi Bagaimana perasaan ATD dalam
- Bagaimana pandangan orang tua ~11rl-::lh hQr!ln~ l!lm::l n.onrHrlik~n .................................... !"' ................... !""'""' ............. ~ ....... mengikuti pendidlkan ink!usi
terhadap pendidikan inklusi inklusi berjalan dan bgm Apa yang menjadi kendala ATD
- Bagaimana perkembangan mental perkembangannya dalam mengikuti pendidikan
anak di rumah Apa kendala sekolah dalam inklusi
mengadakan pendidikan inklusi Apa cita-cita A TD
Bagaimana perkembangan
kognitif dan psikologos ATD
Kepercayaan - Bagaiman cara orang tua Bagaiman cara Guru Bagaimana sikap kepercayaan
diri anak menumbuhkan kepercayaan diri menumbuhkan kepercayaan diri diri anak tuna daksa dilingkungan
tuna daksa anak tuna daksa anak tuna daksa Sekolah dan dirumah.
- Bagaimana sikap kepercayaan Bagaimana sikap kepercayaan Bagaiman hubungan anak tuna
diri anak tuna daksa dilingkungan diri anak tuna daksa daksa terhadap orang tua,guru
rumahnya. dilingkungan Sekolah. dan teman-temannya.
'
-~-
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
A. Orang Tua
1. Berapa usia anda saat mengandung anak tuna daksa? 2. Berapa usia kandungan anda ketika melahirkan anak tuna daksa? 3. Apakah anda pernah mengalami kejadian aneh saat mengandung anak
tuna daksa? 4. Kapan anak anda lahir (TTL) dan berapa usia anak anda saat ini? 5. Berapa ukuran BB dan PB anak anda ketika lahir? 6. Anak anda yang tuna daksa merupakan anak ke berapa?berapa
saudaranya dan bagaiman kondisi fisik mereka? 7. Bagaimana perasaan anda saat melihat kondisi anak anda yang tidak
normal fisiknya? 8. Bentuk kelainan seperti apa yang diderita anak anda? 9. Perlakuan apa yang anda berikan pertama kali pada anak anda? 10. Bagaimana cara anda mendidik anak tuna daksa anda di rumah? 11. Apakah ada perbedaan perlakuan antara anak anda yang normal dengan
yang mengalami hambatan fisik? 12. Siapal<ah diantara anak-anak anda yang anda beri perhatian lebih? 13. Bagaiman pertumbuhan dan perkembangan anak tuna daksa anda secara
lahiriah maupun bathiniah? 14. Apa yang menjadi hambatan terbesar saat anda mendidik anal< anda di
rumah? 15. Sejak kapan anda dapat menerima dan memehami benar-benar kondisi
anak anda? 16. Bagaiman kondisi lingkungan disekitar anda menghadapi anak anda? 17. Pada usia berapa anak anda mulai sekolah? 18. Apakah anak anda benar-benar ingin sekolah? 19. Apakah ada kendala atau keluhan dari anak anda ketika mulai sekolah? 20. Bagaimana kondisi anak anda saat masuk sekolah di minggu pertama? 21. Pernahkah anak anda bertanya tentang kekurangan yang dideritanya? 22. Bagaimana respon anak anda saat belajar di kelas? 23. Apakah anal< anda sudah mampu mengerjakan tuga~; sekolahnya di
rumah? 24. Apakah anak anda tampak senang dan gembira dapat sekolah bersama
teman-teman lainnya? 25. Apa alasan anda memasukkan anak anda yang tuna daksa di sekolah
reguler? 26. Apa tujuan anda memasukkan anak anda di sekolah reguler? 27. Selama ini apa anda merasa puas dengan pendidikan yang ada di sekolah
terhadap kondisi anak anda? 28. Bagaiman sikap anak anda di rumah? 29. Seberapa besar kemandirian anak anda di rumah? 30. Apakah anda memberikan tugas harian di rumah? 31. Bagaiman adaptasi anak ketika bermain dengan teman rumahnya?
32. Jelaskan secara umum karakteristik anak anda saat di rurnah? 33. Bagaimana sikap saudara kandungnya terhadap anak anda? 34. Bagaiman sikap anak anda jika ada salah satu temannya yang suka
mengejek? 35. Apa yang anda lakukan jika anda sedang marah kepada anak anda?
SIKAP KEPERCAYAAN DIRI ANAK Petunjuk : lsilah kolom pernyataan di bawha ini dengan memberi tanda cheklis
( v') pada pernyataan yang anda anggap paling sesuai atau lebih mendekati sikap yang muncul pada anak anda.
A. LINGKUNGAN KELUARGA/RUMAH
NO I ITEM A1 I ' YA TDK '
01 i Anak sudah mampu bangun tidur di pagi hari -
02 1 Anak sudah tahu waktu pergi ke sekolah 03 I Anak masih ingin diantar dan di jemput ke sekolah
-·-04 I Anak sudah mampu belajar sendiri
\ Anak dapat mengerti keadaan orang tua -
05 06 bertandanag ke Anak selalu menyapa tamu yang
I rumahnya ·----·
07 I Anak selalu rajin beranqkat ke sekolah 08 I Anak selalu merespon siapapun yang mengajaknya
I berbicara 09 ; Anak sering kali menangis bila keinginannya tidak dituruti
--r------10 I Anak merasa senang manakala ada famili yang
I bertandang ke rumah 111 Anak selalu menuruti perintah orangtuanya 12 I Anak merasa bangga jika mendapat prestasi atau pujian
i dari lingkungannJla 13 I Anak merasa malu jika diajak pergi ke luar kota oleh orang
I lain 14 I Anak sudah dapat mandi dan mengganti bajunya sendiri
i setiap hari 15 I Anak merasa kurang yakin dengan kemampuannya -·--16 / Anak sering meminta bantuan kepada orang lain walaupun . -r sebenarnya __ cji§_r11ampu maj_akukan sendiri __
-·~~···-........... ,_ .. "_
'
17 , Anak sudah mengerti apa yang tidak boleh dilakukan orang
i- I tuanva 18 I Anak sulit beradaptasi di lingkungan baru
I Anak suka membuat oranq tua marah ---
19 20 I Anak suka membantu kawannya yanq sedang kesusahan 21 i Anak selalu menceritakan masalahnya kepada orang tua 22 I Anak malu untuk tampil di depan umum ---··--
i 23 I Anak selalu bersalaman bila bertemu dengan orang yang
124 I lebih besar ! Anak selalu marah jika mainannya diusik oleh temannya
' 25 J Anak sering mengadu pada orang tuanya bila sedang diganggu temannya
26 I Anak mudah tertawa jika melihat ta~angan televisi yang
27 ! Anak tidak pernah berbagi dengan teman 28 I Anak selalu berkomunikasi dengan te-m--an---te-m-an_!_ly-a--·-+----t----t
29 I Anak jarang keluar rumah untuk bermain dengan teman-1 temannya
32 I Anak akan pesimis bila gagal melakukan sesuatu 331 Anak rajin untuk melakukan pekerjaan rumah 34 I Anak seringkali puas denagn pekerjaan yang dilakukannya 35 I Anak sudah taahu jadwal hariannya 36 \ Anak merasa takut jika orang tuannya marah 37 I Anak selalu bertanggung jawab dengan perbuatannya
_3_8__.i_A_n_a_k_s_e_n_·n=g_ka_l_i _m_e_n=g_al_a_h_d_e_n=g~a_n_s_e_u_d_ar_a_n~y_a ____ ··--·--·-39 \ Anak suka sekali berbicara 40 Anak tidak terlalu aktif bergerak 41 Anak selalu manja dengan orang tuanya 42 I Anak suka mengeluh kepada orang tuanya 43 Anak tahu kekurangan dirinya
144 . Anak selalu egois dihadapan teman-temannya 45 I Anak jarang merengek atau minta dibantu orang tuanya 46 I Anak sulit berkomunikasi denaan orana lain
_:±7.J_ll_nak suka der1(Ellllantang§.Q__ __ . __ ........ ·---·· ________ ................ _.i 48 I Anak memiliki cita-cita 49 I Anak seringkali memiliki masalah dengan saudara
1-----"i,k._a_n_d __ u_n_g~~n,_ya __ ·cc--cc--c--c-c---------------r--j--·-·--
50 I Anak suka mengikuti kegiatan-kegiatan di rumah_n~y~a--·-+----1----1 51 ' Anak senang berada di lingkungan baru 52 . Anak suka murung dan gelisah 53 l Anak suka gugup berbicara dengan orang lain 54 i.· Anak iarana tersenvum denaan orang lain 1--~1---~~~--~,,.----;:c~--~~-:---- ------+--·+----!
55 I Anak akan berontak jika dikekana orana tuanva 56 i Anak ceoat menaambil keputusan
57 Anak tidak banyak bicara
58 I Anak tidak dapat mengatasi masalahny9_~<3_n(jiri ------··-····--~---·. 59 TA.nakseiaTumen.uruti perintah orang tua
L6::..0=--c.:· A.:.n:.::a:::.:k.:...::.cu:::.:k.::uocP:_a:::.:k.::u:::.r...::d:..::e..:..:n-"'g-=an:_...::s.=ac::.ud:::..a:::.:r-=a..:..:n,_ya=-------·-·-·---~--+---~
GURU
Sejak kapan sekolah mengadakan pendidikan inklusi? Apa alasan sekolah mengadakan pendidikan inklusi? Sejauh mana pendidikan inklusi dapat berjalan di sekolah? Apakah ada hambatan atau rintangan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi? Apa ada persyaratan tertentu orang tua yang hendak menyekolahkan anaknya berkebutuhan khusus di sekolah ini? Apakah ada kriteria khusus untuk anak berkebutuhan khusus yang dapat mengikuti pendidikan inklusi? Sudah ada berapa anak berkebutuhan khusus yang sekolah di sekolah ini? Bagaimana kurikulum yang diterapkan untuk pendidikan inklusi? Apakah mereka dapat mengikuti pendidikan inklusi sesuai dengan kurikulum yang ada? Sejauh mana perkembangan siswa yang berkebutuhan khusus (mengalami hambatan fisik) sesuai dengan kurikulum yang diberikan? Apakah ada perbedaan perlakuan antara siswa yang normal dengan siswa yang berkebutuhan khusus (mengalami hambatan fisik)? Apakah guru pembimbing untuk anak berkebutuhan khusus dalam hal ini anak tuna daksa diperlukan di sekolah ini?alasannya? Bagaiman respon guru yang mengajar anak tuna daksa? Apakah guru yang ada di sekolah sudah mencukupi bagi perekmbangan anak tuna daksa? Apakah sekolah menyediakan sarana dan prasarana khusus demi kemudahan anak tuna daksa? Apakah penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah ini membutuhkan biaya lebih?untuk apa? Apa sudah ada anggaran khusus, agar tercapainya sasaran yang tepat dalam pendidikan inklusi? Apakah sekolah sudah mensosialisasikan ke masyarakaUlingkungan sekitar tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah ini? Bagaimana lingkungan sekitar merespon tentang pendidikan inklusi yang ada di sekolah ini? Bagaimana proses belajar mengajar di kelas inklusi? Apakah ada pengaruh yang besar dalam kegiatan belajar di dalam kelas inklusi? Bagaiman sikap siswa lain terhadap anak tuna daksa yang ikut belajar di kelas? Apakah teman-teman kelasnya dapat menerima dan mendukung anak tuna daksa tersebut? Bagaimana hubungan anak tuna daksa dengan teman-temannya di sekolah? Bagaimana sikap anak tuna daksa terhadap guru-guru sekolahnya? Apakah anak tuna daksa dapat mengikuti pelajaran yang diberikan guru di kelas?
Bagaimana prestasi anak tuna daksa tersebut? Kendala apa yang paling menyulitkan guru ketika mengajar di kelas inklusi? Kelebihan dan kekurangan apa yang paling menonjol dari anak tuna daksa terse but? Apakah pandidikan inklusi ini dapat memberikan pengaruh bagi sikap anak tuna daksa? Sejauh ini apakah sudah tampak perkembangan secara psikis bagi anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi? Bagaimana sikap kepercayaan diri anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi? Menurut ibu,apakah pendidikan inklusi yang ibu terapkan di sekolah ini mampu memberikan kontribusi di dalam dunia pendidikan khususnya bagi anak yang berkebutuhan khusus? Kekurangan apa yang masih menjadi penghalang, demi lancarnya penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah ini? Apa yang ibu harapkan dari pendidikan inklusi yang ibu terapkan di sekolah ini?
I Anak sudah dapat mengerti identitas dirinya ··------·-
_I Anak kurang bisa mengikuti i:ielajaran I Anak selalu rapi dalam berpakaian
-
! Anak seringkali absent ke sekolah . I Anak tidak pernah berbagi dengan teman-temannya
-
! Anak merasa diterima oleh linakunaannva i Anak selalu menonjolkan ~emampua'lQ)'.a I Anak tidak suka menyapa teman-temannya i Anak berani oerai dan oulana seko/ah sendiri I Anak memiliki prestasi bagus -------: Anak suka ter/ambat datang ke sekolah - --I Anak suka membuat quru marah I Anak /ebih suka bergaul dengan lawan jenis I Anak kurang bersemangat da/am mengikuti i:ielajaran ---1 Anak tertarik pada hal-hal baru I Anak tidak tertib di kelas -
-·-i Anak sulit bergaul dengan teman-temannya
-I----·---·--·----------- -·--~·--- .. ---- -···-----.-·-~""·~--- ------ ----I Anak selalu ma/u untuk melakukan sesuatu hal I Anak sangat aktif mengikuti i:ielajaran \ Anak sering mengadu kepada guru I Anak suka memuku/ teman Jiang menganggunjia I Anak suka mengganggu temannya I Anak mami:iu menyelesaikan masalahnJia I Anak merasa nJiaman dengan dirinya '
I Anak be/um paham tentang dirinya ---- . _.._ _ _J
SIKAP KEPERCAYAAN DIRI ANAK unjuk : lsilah kolom pernyataan di bawha ini dengan memberi tanda cheklis
( v') pada pernyataan yang anda anggap paling sesuai atau lebih mendekati sikap yang muncul pada anak anda.
LINGKUNGAN SEKOLAH
---------------------------.----=-c--1 , ' ITEM A1
YA TDK Anak tarnpak antusias rnengikuti pelajaran
~-------+-Anak raiin datang ke sekolah Anak mudah beradaptasi denqan kawan-kawannva
i Anak sering berkelauh kesah dengan pelajaran di kelas I Anak suka duduk di barisan depan · I Anak suka menyendiri di dalam ke/as
_J Ana~SIJkat:J§.fi_anya Jl.?l~hal_y_ang_b5JilJfl1 dirriengertL --- ___ ·- __ _ I Anak tidak suka banyak bicara i Anak selalu riang bersama teman-temannya I Anak senantiasa patuh denganperintah guru
_,1-'A-"n""acck'-t""i d=-=a:.:.k:.Jp:..:e:.or:..:.na=h-'-"m"'e""n""g'-"e""rj-=a"'ka=n"-L.pe""k""e""r"'ja"'a""n-'r-=u:..:.m"'a""hc.cn,_ya-'-----·-___ ----+---1 I Anak sering di hukum oleh guru I Anak berani tamp ii di de pan kelas ·-------- ·-----+---1
-r-_ccc::.:_:_=-=-:-=:;..:~c:.:.:i:-c:.:_c::.:._:c::c.c_.=.cc..=,=c __________ -+ ___ +-_,_ i Anak kurang konsentrasi saat belal§_r -----·--·----+---+-----1 ! Anak belum bisa memahami perintah quru -+---------,---~--~--------!-·---+------·-! Anak selau sopan terhadap guru
_l~A~n~a=k'-mcc.=e~m~il~ik-=-i~te""m:..:.a=n-'-'-y=an"'g"-='b-=a:..:.nyLacck"------------r--__,----i Anak sering dipuji oleh guru I Anak mampu berkomunikasi denqan Quru
-+-i A-'n~a=k'--=su=k-"'a'-b:o.e=rt~e""n"'g"'k""a'-r -=d-=-en"'g"'-'a=n'-tc..:;e_m_a_n'--t-'e_m-'-a""n""n""y""a _____ -+-·--l---
1 Anak mampu mengerjakan kewajiban sekolahnya sendiri i Anak tidak pernah putus asa ketika gagal mengerjakan I sesuatu I Anak sering terlihat murung di kelas I Anak tidak pernah menghiraukan ejekan teman l Anak memiliki cita-cita tinggi l Anak suka bercerita oada teman-temannva ! Anak seringkali menggambar I Anak suka menangis bi/a diejek teman-temannya _____ ------i---·--
1 Anak selalu ingin menang sendiri I Anak punya bakat teroendam i Anak memiliki pengaruh yang besar bagi teman-temannya I Anak suka menQandalkan teman-temannya I Anak berani melanggar peraturan sekolah I Anak tidak pernah kikir dengan teman-temannya