sistem penjualan telur ayam dari distributor ke toko...
TRANSCRIPT
SISTEM PENJUALAN TELUR AYAM DARI DISTRIBUTOR KE TOKO
SEMBAKO PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
(Studi Kasus di Desa Kajen Talang Tegal)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
MIEKE LAILA DINI
NIM. 33020 15 0033
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
i
NOTA PEMBIMBING
Lamp :4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth,
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi,
maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Mieke Laeladini
NIM : 33020150033
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari‟ah
Tanggal Ujian :
Judul : SISTEM PENJUALAN TELUR AYAM DARI
DISTRIBUTOR KE TOKO SEMBAKO PERSPEKTIF
FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Desa Kajen Talang
Tegal)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam
sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan
sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 10 September 2019
Pembimbing,
Drs. Badwan, M. Ag.
NIP. 195612021980031005
ii
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH
Jl. Nakula Sadewa No. 09 Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
PENGESAHAN Skripsi Berjudul
SISTEM PENJUALAN TELUR AYAM DARI DISTRIBUTOR KE TOKO
SEMBAKO PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
(Studi Kasus di Desa Kajen Talang Tegal)
Mieke Laeladini
NIM. 33020150033
telah dipertahankan di depan sidang munaqosyah skripsi Fakultas Syari‟ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 23
September 2019, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum.
Dewan Sidang Munaqosyah
Ketua Penguji : Moh. Khusen, M.Ag., M.A. ( )
Sekertaris Penguji : Drs. Badwan, M.Ag. ( )
Penguji I : Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si ( )
Penguji II : H. M. Yusuf Khummaini, M.H. ( )
Salatiga, 30 September 2019
Dekan Fakultas Syariah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2 002
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN PUBLIKASI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mieke Laeladini
NIM : 33020150033
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari‟ah
Tanggal Ujian :
Judul : SISTEM PENJUALAN TELUR AYAM DARI
DISTRIBUTOR KE TOKO SEMBAKO PERSPEKTIF
FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Desa Kajen Talang
Tegal)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli karya
atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam penelitian ini dan disebutkan acuan daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan boleh di
publikasikan oleh IAIN Salatiga.
Salatiga, 10 September 2019
Yang membuat pernyataan
Mieke Laeladini
NIM.33020150033
iv
MOTTO
علن ه ك الل ت ك ت ث لاحتسب ح سشل خسجب ن عوى الل
حسب ف ببهغ الل ا س قلدز جلن الل لد ا ا هلن ي
Wamayyattaqillaha yaj‟allahuu makhrajan, wayarzuqhu min khaitsu laa yahtasibu,
wamayyatawakkal „alallahi fahuwa khasbuhuu, inna allaha baa lighu amrihii, qad
jaa‟lallahu likulli syaiingqadir.
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar
baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa bertawakal kepada allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah
telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”.
.................0...............
Libatkan Allah dalam urusanmu, maka Allah akan mempermudah
urusanmu...
(Mieke Laeladini)
v
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobil‟alamin. Dengan menyebut nama Allah SWT Tuhan
yang maha Esa, penuh cinta kasihnya yang telah memberikan saya kekuatan,
kelancaran, semangat sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa
hambatan. Yang mana skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua saya, Bapak Nurpendi dan Ibu Sutini yang telah
membimbing, mendidik dan berkorban seluruh jiwa raga, kasih sayang, doa, serta
motivasi yang selalu menguatkan langkah saya setiap detik, setiap menit, setiap
harinya. Aku ucapkan terima kasih semoga Allah Swt selalu memberikan kasih
sayang dan nikmatnya kepada bapak dan ibuk saya.
2. Dosen pembimbing saya, Drs. Badwan, M. Ag., yang senantiasa sabar dalam
memberikan bimbingan dan arahan sampai dengan selesainya penyusunan skripsi
ini.
3. Almamater IAIN SALATIGA yang telah membimbing, mendidik, serta
meluangkan waktu buat mengamalkan ilmunya, sehingga saya bisa mencapai
hasil akhir skr ipsi ini.
4. Seluruh staff perpustakaan kampus 2 IAIN Salatiga yang telah membantu
saya dalam mencari buku, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan
lancar.
5. Teman-teman S1 Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah tahun 2015 yang telah
memberikan motivasi, doa sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
vi
6. Saudara kandung saya yang berjumlah 8 orang yang telah memberikan
motivasi, ejekan, doa, sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan
perasaan tertekan. Terutama buat kakak saya Helmi Ilham Akbar yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan skripsi.
7. Rumah singgah hanan untuk ketulusan kasih dan sayang, karena telah
menemani untuk berjuang, serta do‟anya sehingga bisa menyelesaikan skripsi
dengan lancar tanpa hambatan.
8. Lima serangkai (Karnoto, Intan Fadillah, Intan Hartati, Putri Haryani,
Nuzliawati) untuk ketulusan kasih dan sayang, karena telah menemani untnuk
berjuang. Menjadi pelengkap dari kebahagiaan, menjadi pelipur lara di saat
kesedihan, menjadi penguat di saat merindukan orang tua, menjadi motivator di
saat lupa tujuan.
9. Hamasa (Himpunan Alumni Ma‟had Al-Hikmah Salatiga), alumni dari PP
Al-Hikmah 02, yang telah memberikan motivasi, do‟a, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan lancar tanpa hambatan.
10. Teman-teman KKN posko 123 Desa Trenten Kecamatan Sidomukti
Kabupaten Magelang yang telah menemani selama 40 hari, motivasi, doa, serta
semangat, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.
vii
KATA PENGANTAR
بسكبت تالل زح لي اهسلاى عو
Puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik serta hidayahnya, sehingga skripsi dengan judul “(Sistem Penjualan Telur
Ayam dari Distributor ke Toko Sembako Perspektif Fiqh Muamalah Studi
Kasus Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal)” dapat terselesainya
dengan baik. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW, Keluarga, dan para sahabat.
Skripsi ini ditulis dan diselesaikan sebagai satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi pada program strata satu (S1) Jurusan Hukum Ekonomi
Syari‟ah IAIN Salatiga guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam
bidang ilmu syari‟ah. Atas semua dalam proses penyelesaian skripsi ini, tak lupa
penulis haturkan terima kasih sebesar-besarnya. Secara rinci ungkapan
terimakasih itu saya sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M. Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah Institut Agama
Islam Negeri Salatiga.
3. Ibu Heni Satar, S.H.,M.Si, selaku Ketua Program Studi Fakultas Syari‟ah
Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah.
viii
4. Ibu Lutfiana Zahriani, S.H., M.H., selaku kepada Laboratorium Fakultas
Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
5. Bapak Drs. Badwan, M. Ag., selaku dosen pembimbing saya dalam
mengerjakan tugas skripsi ini.
6. Kepada semua narasumber yang berkenan memberikan informasi.
7. Seluruh jajaran Akademik Institut Agama Islam Negeri Salatiga Fakultas
Syari‟ah yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya terimakasih banyak telah
membantu penyusunan skripsi ini.
Semoga amal kebaikan mereka semua di balas berlipat ganda oleh Allah
SWT dan dijauhkan dari sifat dengki dan berlaku dzalim, Amin.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya. Amin yarabbal‟alamin.
بسكبت تالل زح لي اهس لاى عو
Salatiga, 10 September 2019
Penulis
Mieke Laeladini
NIM.33020150033
ix
ABSTRAK
Laeladini, Mieke. 2019. Sistem Penjualan Telur Ayam dari Distributor ke Toko
Sembako Perspektif FiqhMuamalah di Desa Kajen Kecamatan
Talang Kabupaten Tegal. Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah
Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Salatiga (IAIN)
Salatiga. Pembimbing. Drs. Badwan, M. Ag.
Kata Kunci: Jual Beli, Fiqh Muamalah
Pada sistem penjualan telur ayam dilakukan dengan cara penimbangan
sepihak oleh distributor selaku penjual, dimana toko sembako selaku pembeli
tidak mengetahui berat timbangan yang sudah di timbang oleh penjual dan
langsung melakukan pembayaran tanpa adanya perjanjian awal jika telur kurang
dari berat timbangan apakah boleh di tambah atau di ganti telurnya. Sehingga
dalam hal ini terjadi keterpaksaan bahwa pembeli harus menerima sistem
penimbangan yang ditetapkan oleh penjual. Dalam jual beli itu sendiri terdapat
rukun dan syarat yang harus dipenuhi oleh penjual maupun pembeli. Jika salah
satu pihak tidak terpenuhi maka jual beli tersebut bisa di katakan tidak sah. Oleh
karena itu, sebagai orang yang akan melakukan akad jual beli tersebut harus
memperhatikan dengan baik mengenai rukun dan syarat dari jual beli. Dari latar
belakang di atas, maka rumusan pertama, Bagaimana sistem penjualan telur ayam
dari distributor ke toko sembako di Desa Kajen Talang Tegal? Kedua. Bagaimana
tinjauan Fiqh Muamalah terhadap sistem penjualan telur ayam dari distributor ke
toko sembako di Desa Kajen Talang Tegal?.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penulis
melakukan penelitian langsung terhadap warga masyarakat yang melakukan jual
beli telur ayam dari distributor ke toko sembako di Desa Kajen Kecamatan Talang
Kabupaten Tegal. Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif yaitu pendekatan yang mengemukakan apakah perbuatan hukum
itu sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak.
Hasil dari penelitian dalam Sistem Penjualan Telur Ayam dari Distributor
ke Toko Sembako di Desa Kajen Talang Tegal bahwa praktek penimbangan
dilakukan secara sepihak oleh distributor (penjual), sehingga toko sembako
(pembeli) tidak mengetahui secara pasti berat hasil penimbangan. Sedangkan
dalam pembulatan angka timbangan penjual menetapkannya sendiri tanpa
kesepakatan dengan pembeli terlebih dahulu, dan pembeli menjadi pihak yang
dirugikan pada jual beli telur ayam. Praktek jual beli telur ayam yang dilakukan di
desa Kajen belum sesuai dengan aturan fiqh muamalah. Karena penimbangan
yang hanya dilakukan sepihak oleh penjual, termasuk pembulatan angka hasil
penimbangan. Hukum Islam melarang setiap transaksi jual beli yang mengandung
unsur kerugian, ketidakjelasan, penipuan, termasuk didalamnya kecurangan
terhadap takaran dan timbangan.
x
DAFTAR ISI
COVER
NOTA PEMBIMBING i
PENGESAHAN SKRIPSI ii
PERYATAAN KEASLIAN iii
MOTTO iv
PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vii
ABSTRAK ix
DAFTAR ISI x
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Kegunaan penelitian 6
E. Penegasan Istilah 7
F. Tinjuan Pustaka 8
G. Metodologi penelitian 10
H. Sitematika Penelitian 15
xi
BAB 11 JUAL BELI PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
A. Pengertian jual beli 17
B. Dasar hukum jual beli 20
C. Rukun dan syarat jual beli 23
D. Macam-macam jual beli 29
E. Hikmah Disyariatkannya Jual Beli 36
F. Khiyar Dalam Jual Beli 36
BAB III PRAKTEK JUAL BELI TELUR AYAM
A. Profil Desa Kajen 39
B. Sistem Jual Beli Telur Ayam Dari Peternak Ke Distributor 43
C. Sistem Penjualan Telur Ayam Dari Distributor Ke Toko Sembako Di Desa
Kajen Kec Talang Kab Tegal 45
BAB IV ANALISIS SISTEM PENJUALAN TELUR AYAM DARI
DISTRIBUTOR KE TOKO SEMBAKO PERSPEKTIF FIQH
MUAMALAH DI DESA KAJEN KEC TALANG KAB TEGAL
A. Sistem Penjualan Telur Ayam Dari Distributor Ke Toko Sembako Dilihat Dari
Segi Rukun 50
B. Sistem Penjualan Telur Ayam Dari Distributor Ke Toko Sembako Dilihat Dari
Segi Syarat 52
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 61
B. Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama universal. Islam sebagai sistem ajaran
keagamaan yang lengkap dan sempurna, bukan hanya ajaran tentang
akhirat saja akan tetapi kebutuhan fisik juga harus terpenuhi. Segala
sesuatunya telah di tentukan oleh Allah SWT. Mengatur setiap kehidupan
umatnya, mengatur seorang hamba dengan Allah dan juga mengatur
hubungan antar sesamanya yaitu manusia dengan manusia. Di dalam
agama Islam ada hukum yang menjelaskan suatu perbuatan bisa
dikategorikan halal dan haram. Sebagai sistem kehidupan, Islam juga
memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan umat manusia, tidak
terkecuali dalam masalah perekonomian.1 Jual beli dalam masyarakat
merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan setiap waktu oleh semua
manusia. Setiap manusia yang lahir di dunia ini pasti saling membutuhkan
satu sama lain dalam menghadapi berbagai kebutuhan yang beraneka
ragam.
Jual beli merupakan perjanjian tukar menukar benda atau barang
yang memiliki nilai, secara sukarela diantara kedua belah pihak sesuai
1 Dimyaudin Djuani, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar,2010). Hlm 18.
2
dengan perjanjian yang disepakati atau ketentuan yang telah ditetapkan
syara‟.2 Yang dimaksud ketentuan syara‟ adalah jual beli tersebut harus
dilakukan sesuai dengan rukun jual beli dan syarat jual beli. Jika semuanya
tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟. Prinsip jual
beli didasarkan pada suka sama suka dan terbebas dari penipuan dan
kerugian, dengan demikian dibolehkannya jual beli untuk mempermudah
manusia dalam kesulitan. Setiap individu dari manusia memiliki
kebutuhan berupa makanan, pakaian, dan yang lainnya yang tidak dapat di
kesampingkan selama masih hidup. Manusia tidak dapat memenuhi sendiri
semua kebutuhan, karena itu manusia membutuhkan bantuan orang lain.
Dan, tidak ada cara yang lebih sempurna dari pada pertukaran. Jual beli
termasuk juga praktik penting yang sering digunakan dalam masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Islam telah mengatur secara
rinci tentang aturan jual beli agar terhindar dari perbuatan yang dapat
merugikan orang lain. Dalam aktifitas jual beli, pihak yang melakukan jual
beli harus bersikap jujur dan adil. Aspek yang berkaitan dengan penipuan
dan ketidakjujuran merupakan hal yang bertentangan dengan aturan jual
beli, sehingga menyebabkan salah seorang pembeli maupun penjual akan
mengalami kerugian.3
Allah SWT telal menghalalkan jual beli, dan dalam jual beli harus
dengan cara yang benar, tidak melakukan jual beli yang bathil,
2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo,2002). Hlm. 69.
3 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta:Prenada Media,2005).
Hlm. 194.
3
sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nisa‟ (4) ayat 29, sebagai
berikut:
آ ب اه ر أ آ ا لاتؤكو اهل أ لي ببهببطن إ ي ب أ تع تساض بتل زةع
لي لا آ فسلي تمتو الل أ بإ بلي زح كب
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”. (QS.
An-Nisa 4:29).4
Al-Qur‟an dan Hadist yang merupakan sumber hukum Islam
banyak memberikan contoh atau mengatur jual beli yang benar menurut
Islam. Bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk pembeli.
Sekarang ini lebih banyak penjual yang mengutamakan keuntungan
individu tanpa berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum Islam.
Mereka cuma mencari keuntungan duniawi saja tanpa mengharapkan
barokah kerja dari apa yang sudah dikerjakan.5
Melakukan jual beli juga ada etikanya, hal ini sebagaimana firman
Allah dalam QS. Asyura‟ ayat 183.
لاتبخسا اه بض فسد افى الزض لاتلث ي أيآق
Artinya: “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-
haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan”.6
4 An-nisa‟ (4): 29.
5 Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam,” Jurnal Bisnis dan Manajemen
Islam, Vol. 3:2 (Desember 2015). Hlm. 240. 6 Asy-Syu‟ara‟ (19): 183.
4
Kepercayaan dan kejujuran merupakan modal dasar dalam
transaksi jual beli. Untuk membangun kepercayaan itu seorang pedagang
harus mampu berbuat jujur dan adil, baik terhadap dirinya maupun kepada
orang lain. Bukti kejujuran dan keadilan dalam jual beli yaitu adanya nilai
timbangan dan ukuran yang tepat yang harus ditamakan.7 Dalam transaksi
jual beli, kita dianjurkan untuk menyempurnakan takaran maupun
timbangan dan tidak dibenarkan mengurangi hak orang lain. Seseorang
tidak dibenarkan menakar dengan dua takaran atau menimbang dengan
dua timbangan. Timbangan merupakan jenis alat pengukururan yang
paling umum digunakan dalam jual beli. Kegunaannya untuk mengukur
massa suatu benda dengan sama berat sehingga tidak berat sebelah.
Beratnya suatu benda diukur dari besarnya nominal angka yang tertera
pada timbangan. Jenis timbangan beragam-beragam, kegunaannya sesuai
dengan kebutuhan atau bentuk barang yang ingin ditimbang.
Telur sebagai bahan makanan pokok membuat banyak masyarakat
yang hampir setiap hari membutuhkannya. Mulai dari penjual makanan
siap saji, untuk bisnis kue, ataupun untuk konsumsi makanan sehari-hari.
Meningkatnya konsumsi telur, banyak orang yang beralih profesi menjadi
distributor telur. Distributor telur ayam menjual telurnya kepada toko
sembako selanjutnya akan diecerkan kepada masyarakat, semakin tinggi
permintaan telur ayam dari masyarakat membuat sebagian distributor
7 Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam Dalam
Perkembangan, (Bandung: Mandar Maju,2002). Hlm. 169.
5
berbuat seenaknya, bahkan melakukan kecurangan dalam hal
penimbangan, untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Hal demikian
yang terjadi di desa Kajen Talang Tegal tentang jual beli telur ayam,
dimana distributor telur ayam melakukan transaksi dengan mengatakan
menjual telur dengan berat 10 kilogram, harga Rp 210.000 (dua ratus
sepuluh ribu rupiah), setelah itu dilakukannya pembayaran anatara
distributor dan toko sembako. Permasalahan dalam jual beli telur ayam
tersebut adalah tidak adanya transparansi atau keterbukaan dengan
dilakukannya timbangan ulang antara distributor dan toko sembako,
dimana distributor tersebut hanya menimbang secara sepihak, dan
timbangan selalu kurang dari 10 kilogram.
Berdasarkan paparan di atas dalam hal ini penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “SISTEM PENJUALAN TELUR
AYAM DARI DISTRIBUTOR KE TOKO SEMBAKO PERSPEKTIF
FIQIH MU’AMALAH (Studi Kasus Desa Kajen Kec.Talang Kab.
Tegal)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis akan mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem penjualan telur ayam dari distributor ke toko
sembako di Desa Kajen Kec Talang Kab Tegal ?
6
2. Bagaimana tinjauan fiqh muamalah terhadap sistem penjualan telur
ayam dari distributor ke toko sembako di Desa Kajen Kec Talang Kab
Tegal ?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak
di capai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem penjualan telur ayam dari
distributor ke toko sembako di Desa Kajen Kec Talang Kab Tegal ?
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan fiqh muamalah terhadap sistem
penjualan telur ayam dari distributor ke toko sembako di Desa Kajen
Kec Talang Kab Tegal ?
D. Kegunaan Penelitian
Dari permasalahan di atas, penelitian ini di harapkan mempunyai
nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun pembaca, dan
peneliti berharap agar hasil penelitian ini berguna sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
a. Dapat menambah wawasan pengetahuan terhadap sistem transaksi
atau akad dalam hukum islam.
b. Memberikan sumbangan pemikiran keilmuan hukum islam tentang
hukum jual beli telur ayam dalam perspektif fiqih muamalah.
2. Kegunaan Praktis
7
a. Dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat mengenai status
jual beli telur ayam tanpa di timbang ulang dalam perspektif fiqih
muamalah.
b. Dapat nemberikan gambaran kepada masyarakat umum mengenai
pemahaman yang benar tentang jual beii, sehingga dapat di
terapkan di masyarakat.
E. Penegasan Istilah
1. Jual Beli
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai‟, al-
Tijarah dan al-Mubadalah, sedangkan menurut istilah jual beli adalah
menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan. Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya adalah
memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal lain yang ada
kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya
tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟.8
2. Distributor
Distributor adalah pihak yang membeli produk dan menjual
produk yang sama (tidak mengolah, mengubah, atau merakitnya)
kepada pihak lain. Distributor memberikan nilai tambah dalam hal
transportasi, mengemasnya supaya mudah dikirimkan, menyimpannya
untuk kepentingan pembeli, serta memberi layanan pengiriman cepat
8 Hendi Suhendi,“Fiqih Muamalah,” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002). Hlm. 67.
8
kepada pelanggan.9 Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan
distributor yaitu penjual telur ayam.
F. Tinjauan Pustaka
Adapun literatur yang yang mempunyai tema dan pembahasan
sesuai dengan penelitian yang penulis teliti yaitu :
1. Penelitian oleh Teguh Edi Saputra yang berjudul “Sistem Penjualan
Telur Ayam Di Kandang Pada CV Gunung Kota Palembang Ditinjau
Dari Fiqh Muamalah”. Penelitian ini menganalisis tentang sistem
penjualan telur di CV Gunung Agung Kota Palembang menggunakan
subsistem agribisnis hilir yang di rincikan dari sistem penanganan hasil
dan sistem pemasaran, dimana menyalurkan proses kegiatan produk
dari produsen ke konsumen merupakan puncak dari kegiatan agribisnis
peternakan ayam petelur. Subsistem produksi agribisnis peternakan
ayam petelur yakni kegiatan untuk memperlancar komoditas
peternakan berupa telur segar.10
2. Penelitian oleh Ayu Komalasari yang berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Tentang Jual Beli Telur Ayam Tanpa Cangkang (Studi Kasus
Pasar Tempel Kecamatan Sukarame Bandar Lampung)”. Penelitian
ini menganalisis tentang praktik penjualan telur ayam tanpa cangkang
yang dilakukan oleh pedagang yang ada di pasar Tempel adalah
9 Frans M Royan, “Bisnis Model Kanvas Distributor,” (Jakarta:PT. Gramedia
Pustaka Utama,2014). Hlm. 10. 10
Teguh Edi Saputra, “Sistem Penjualan Telur Ayam Di Kandang Pada CV
Gunung Agung Kota Palembang Ditinjau Dari Fiqh Muamalah”, (Skripsi: Syariah UIN
Raden Fatah Palembang, 2018)
9
dengan mengemas telur yang sudah tidak ada cangkangnya ke dalam
plastik yang bermacam-macam jumlah telurnya, kemudian barulah
pedagang menjualkan kepada konsumen yang ingin membelinya.11
3. Penelitian oleh Ritma Safitri yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Praktik Jual beli Pulsa Elektrik Antara Distributor dan
Agen (Studi Kasus di Mulyani Cellular Purwokerto)”. Penelitian ini
menganalisis tentang bagaimana menurut hukum Islam terhadap
praktek jual beli pulsa elektrik antara distributor dan agen.12
4. Penelitian oleh Muhdi Kholil yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Tentang Praktik Penimbangan Sepihak Dalam Jual Beli Buah Kelapa
Sawit,”. Penelitian ini menganalisis tentang jual beli buah kelapa sawit
yang ditimbang secara sepihak antara penjual dan pembeli.13
Berdasarkan pemaparan di atas, berikut ini adalah kesamaan dan
perbedaan penelitian penulis dengan penelitian lainnya yaitu : penelitian
pertama, dilakukan oleh Teguh Edi Saputra memliki kesamaan dengan
penelitian yang dilakukan penulis dalam hal subjek penelitian yaitu system
penjualan telur ayam. Perbedaannya terletak pada objek penelitian yaitu di
kandang pada CV Gunung Kota Palembang. Penelitian kedua dilakukan
oleh Ayu Komalasari kesamaan terletak pada tema penelitian yaitu jual
11
Ayu Komala Sari, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Telur Ayam
Tanpa Cangkang”, (Skripsi: Syariah IAIN Raden Intan Lampung, 2017).
12 Ritma Safitri, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Pulsa
Elektrik Antara Distributor Dan Agen”, (Skripsi: Syariah IAIN Purwokerto, 2017).
13 Muhdi Kholil, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Penimbangan
Sepihak Dalam Jual Beli Buah Kelapa Sawit”, (Skripsi: Syariah UIN Raden Intan
Lampung, 2019).
10
beli telur ayam dan perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu
Pasar Temple Kecamatan Sukarame Bandar Lampung. Penelitian ketiga,
dilakukan oleh Ritma Safitri memiliki kesamaan objek penelitian yaitu
antara distributor dan agen. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek
penelitian yaitu jual beli pulsa elektrik. Penelitian keempat, dilakukan oleh
Muhdi Kholil kesamaan terletak pada tema penelitian yaitu jual beli
penimbangan sepihak. Sedangkan perbedaan penelitiannya pada objek
penelitian yaitu jual beli buah kelapa sawit.
G. Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah bagan yang memuat uraian tentang
metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional:
1. Jenis Penelitian dan pendekatan penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field
Research), dengan metode yang digunakan adalah metode Deskriptif
Kualitatif. Penelitian deskripsi adalah suatu penelitian yang bertujuan
untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yaitu pendekatan yang membahas apakah perbuatan hukum
itu sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak.14
Dalam penelitian
ini lebih ditujukan untuk menyelidiki sejauh mana praktek mengenai
14
Moleong, “Metedologi Penelitian Kualitatif,” cet. Ke 25 (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya,2008). Hlm.. 6.
11
jual beli telur ayam dari distributor ke toko sembako perspektif fiqh
muamalah
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrument kunci sekaligus
pengumpul data, dimana dalam hal ini peneliti langsung datang ke
lokasi dan melakukan pengumpulan data. Peneliti juga bertindak
penuh atas pengumpulan-pengumpulan informasi, yang diperlukan
selama proses penelitian ini, seperti kamera dan alat perekam.
3. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan
sistem penjualan telur yang dilakukan distributor ke toko sembako
yang bertempat di Desa Kajen Kec Talang Kab Tegal.
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer merupakan sebuah kerangka atau fakta yang
secara langsung diperoleh peneliti melalui penelitian lapangan.
Penelitian lapangan ini data yang didapatkan adalah hasil
wawancara peneliti dengan distributor selaku penjual dan toko
12
sembako selaku pembeli Di Desa Kajen Kecamatan Talang
Kabupaten Tegal.15
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara16
.
Data yang diperoleh yaitu dengan melalui studi pustaka yang
bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang bersumber dari
al-Qur‟an, al-Hadis, buku-buku, jurnal ataupun hasil penelitian
sebelumnya yang meneliti hal yang serupa dan sumber lainnya
yang berkaitan dengan penelitian yang serupa.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam
melakukan penelitian ini, antara lain:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interview) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.17
Pada Penelitian ini, peneliti melakukan tanya jawab secara lisan
kepada distributor sebagai penjual dan toko sembako sebagai
15
Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2016). Hlm. 157. 16
Sunardi Nur, Model Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi
Aksara,2011), Hlm. 76.
17 Hadi, Metodologi Penelitian Research, (Yogyakarta: Yayasan Fakultas
Psikologi UGM,1981), Hlm. 136.
13
pembeli mengenai sistem penjualan telur ayam, untuk
mendapatkan data secara detail mengenai sistem penjualan telur
ayam yang dilakukan di Desa Kajen Talang Tegal. Dalam
penelitian ini terdapat 6 (enam) orang yang diwawancarai yaitu:
1. Bapak Joni (Distributor selaku penjual telur ayam)
2. Bapak Ardi (Distributor selaku penjual telur ayam)
3. Ibu Sutini (Toko sembako selaku pembeli telur ayam)
4. Ibu Nur (Toko sembako selaku pembeli telur ayam)
5. Bapak Sujairi (Toko sembako selaku pembeli telur ayam)
6. Ibu Ida (Toko sembako selaku pembeli telur ayam)
b. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini, sebagai bukti bahwa
peneliti benar-benar melakukan penelitian ini. Dokumentasi ini
berbentuk foto pada saat melakukan wawancara kepada distributor
dan toko sembako.
6. Analisis Data
Pada bagian analisis ini, peneliti akan menguraikan proses
pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkip
wawancara, catatan lapangan, serta bahan-bahan lain agar peneliti
dapat menyajikan temuannya, analisis data ini dilakukan selama dan
setelah pengumpulan data.
7. Pengecekan Keabsahan Data
14
Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk
mengecek keabsahan data. Dimana dalam pengertian triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang
lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek
penelitian.18
Pengecekan keabsahan data ini dilakukan dengan cara
membandingkan berbagai dokumen, observasi, dan mencari informasi
dari berbagai pihak, apakah sudah sesuai dengan yang dilapangan atau
belum.
8. Tahap Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tahap sebelumnya lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian seperti pembuatan proposal penelitian,
mengajukan surat ijin penelitian, menetapkan fokus penelitian dan
sebagainya yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan, yaitu mengumpulkan data melalui
pengamatan pada pelaku praktik jual beli telur ayam di Desa Kajen
Kec Talang Kab Tegal.
c. Tahap analisa data, yaitu apabila semua data telah terkumpul dan
dirasa cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisis data-data
tersebut dan menggambarkan hasil penelitian sehingga bisa
memberi arti pada objek yang diteliti.
18
Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2016). Hlm. 330.
15
d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah terkumpul
dan telah dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka
yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah menulis hasil penelitian
tersebut sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan ini dan pemahaman yang
lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka diperlukan
penyusunan sistematika penulisan, dengan penelitian sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan; Bab ini merupakan bab pendahuluan yang
menguraikan tentang Latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Jual Beli Perspektif Fiqh Muamalah; Bab ini meliputi
pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli,
macam-macam jual beli, hikmah disyariatkannya jual beli, khiyar dalam jual
beli.
BAB III Praktek Jual Beli Telur Ayam; Bab ini berisi tentang
paparan data dan hasil penelitian, dalam bab ini akan menjelaskan gambaran
umum di Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, pelaksanaan
praktek jual beli telur ayam dari distributor ke toko sembako di Desa Kajen
Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, sistem jual beli telur ayam dari
peternak ke distributor, sistem penjualan telur ayam dari distributor ke toko
sembako di desa Kajen Talang Tegal.
16
Bab IV Analisis; Bab ini berisi tentang analisis mengenai praktek
jual beli telur ayam dari distributor ke toko sembako perspektif fiqih
Mu‟amalah di Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, sistem
penjualan telur ayam dari distributor ke toko sembako dilihat dari segi
rukun, sistem penjualan telur ayam dari distributor ke toko sembako dilihat
dari segi syarat.
Bab V Penutup; Bab ini merupakan penutup, dalam bab ini berisi
mengenai kesimpulan dan saran-saran yang mungkin berguna bagi
masyarakat Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal.
17
BAB II
JUAL BELI PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli adalah proses pemindahan hak milik/ barang atau harta
kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu
(yang lain).19
Kata lain dari jual beli menurut bahasa berarti al-Bai‟, al-
Tijarah dan al-Mubadalah yang secara bahasa adalah tukar menukar20
.
Sedangkan menurut istilah adalah tukar menukar atau peralihan
kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang
diperbolehkan.21
Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. Q.S. Al-Baqarah
ayat 275, sebagai berikut:
با حن ا ى اهس حس ع الل اهب
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.22
Jual beli terdiri dari dua kata, yaitu jual dan beli. Kata jual dan beli
memiliki arti yang bertolak belakang, kata jual berarti perbuatan menjual,
sedangkan beli perbuatan mmbeli.23
Pada penelitian ini, bahwasannya jual
19
Sudarto, “Ilmu Fikih” Yogyakarta: Deepublish,2018. Hlm. 253. 20
Hendi Suhendi, “Fiqih Muamalah” Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Hlm. 68. 21
Amir Syarifuddin, “Garis-garis Besar Fiqih”, Jakarta: Kencana, 2003. Hlm.
193. 22
Al-Baqarah (1): 275.
23 Rachmat Syafe‟I, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Hlm. 73.
18
beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa yaitu satu
pihak menjual, dan pihak lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah jual
beli.24
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang di
kemukakan ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing masing
definisi adalah sama. Para ulama memberi definisi tentang jual beli
sebagai berikut:
1. Pengertian jual beli menurut Sayyid Sabiq adalah: “Pertukaran benda
dengan benda lain dengan jalan saling meridhai atau memindahkan
hak milik disertai penggantiannya dengan cara yang dibolehkan”.25
2. Pengertian jual beli menurut Imam Taqiyuddin: “Saling menukar harta
(barang) oleh dua orang untuk dikelola (ditasharafkan) dengan cara
ijab dan qabul sesuai dengan syara”.26
3. Pengertian jual beli menurut Wahbah az-Zuhaili sebagaimana dikutip
dari Hendi Suhendi: “Saling tukar menukar harta dengan cara
tertentu”.27
4. Pemberian harta karena menerima harga dengan ikrar penyerahan dan
jawab penerima (ijab qabul) dengan cara yang diizinkan.28
24
Sayyid Sabiq, “Fikih Sunnah”, Bandung: PT Al Ma‟arif,1987, Hlm. 44. 25
Ibid,. Hlm. 44.
26 Imam taqiyyudin Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini, Kifayah al-Akhyar, juz
1 (Surabaya: Syirkah Piramida, 2011), Hlm. 239.
27 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers,2002), Hlm. 68.
28 Moh rifa‟i, Kifayat Al-Akhyar, (Semarang: CV Toha Putra). Hlm. 183.
19
5. Pertukaran harta dengan harta dilandasi dengan saling rela atau
pemindahan kepemilikan dengan penukaran dalam bentuk yang
diizinkan.
Dari definisi-definisi di atas dapat dipahami inti jual beli adalah
suatu perjanjian tukar-menukar benda (barang) yang mempunyai nilai, atas
dasar kerelaan (kesepakatan) antara kedua belah pihak sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan oleh syara‟.29
Yang dimaksud
ketentuan syara‟ adalah jual beli tersebut harus dilakukan sesuai dengan
syarat jual beli, rukun jual beli, penjual dan pembeli. Jika semuanya tidak
terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara.
Menurut pandangan fuqaha Malikiyah, jual beli dapat
diklarifikasikan menjadi dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum
dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli dalam arti umum ialah suatu
perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan
kenikmatan.30
Yang bukan manfaat ialah benda yang ditukarkan adalah
berupa dzat (berbentuk) dan ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi
bukan manfaatnya atau bukan hasilnya. Sedangkan jual beli dalam arti
khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang mempunyai kriteria antara
lain, bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan, yang mempunyai daya
tarik, penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat di
realisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan hutang
29
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers,2002), Hlm. 68. 30
Ibid., Hlm. 69.
20
baik barang tersebut ada di hadapan si pembeli maupun tidak dan barang
tersebut sudah diketahui sifat-sifatnya terlebih dahulu.
B. Dasar Hukum Jual Beli
Al-bai‟ atau jual beli merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini
berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan sunnah
perkataan, serta Sunnah perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW. Jual
beli sudah dikenal masyarakat sejak dahulu yaitu zaman para nabi, sejak
saat itu jual beli dijadikan kebiasaan atau tradisi oleh masyarakat hingga
saat ini. Adapun dasar hukum disyari‟atkannya jual beli dalam islam yaitu:
1. Dalam Al-Qur‟an
Transaksi jual beli merupakan aktifitas yang dibolehkan dalam
islam, baik disebutkan dalam al-Qur‟an, al-Hadits maupun ijma‟ ulama.
Adapun dasar hukum jual beli adalah:
Surat Al-Baqarah ayat 275
أحن الل ب ى اهس حس ع ا اهب
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.31
Dari ayat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa surat Al-
Baqarah ayat 275 ini merupakan landasan tentang kehalalan jual beli
dan mengharamkan riba
Dalam surat An-Nisaa ayat 29
31
AL-Baqarah (1): 275.
21
ب اه ر أ آ آ أ ا لاتؤكو تساض تعبزةع تل أ لي ببهببطن إ اهلي ب
آ لاتمتو لي ب بلي زح الل كب فسلي إ أ
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, janganlah engkau
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara
engkau”.32
Dari ayat di atas maka peneliti menyimpulkan, bahwasannya
surat An-Nisaa ayat 29 ini merupakan landasan hukum tentang syarat
kebolehan jual beli dengan unsur saling rela antara kedua belah pihak.
2. Dalam As-sunah
a. Dalam hadis, Rasulullah saw, bersabda.
زفبعت ب ع اه ب ا الل ع زافع زض سوي صو الل عو سئن: ز بفم اطب؟ اي اهلسب بس ع كن ب جن بد ن اهس م :ع
“Dari Rifa‟ah bin Rafi‟ ra, bahwasannya Nabi saw, ditanya,
“Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab, seseorang
yang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.”
Dari sabda Rasulullah SAW di atas dapat di simpulkan bahwa
perolehan yang afdal, adalah jual beli yang mabrur yakni jual beli
yang di landasi dengan unsur saling rela dan dalam prosesnya sesuai
dengan ketentuan syara‟.33
b. Rasulullah SAW bersabda
م الل صوى الل عو سوي : تساض لبم زس ع ع باهب إ
32
An-Nisaa (4) : 29
33 Al-Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Min Adilatil Ahkam,
(Nurul Huda: Hadis No. 800). Hlm. 158.
22
“Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya jual beli itu
harus atas dasar saling merelakan”.34
c. Dalam riwayat Tirmidzi
أب ع سفب صت ع اهح حد ثب لب صة ع أب ع د س سل
اه ب ع سو ي لبم اه صن الل عو ق د ت بجساهص ال ع اه ب
داق اهش م د اهص
“Telah menceritakan kepada kami Hannad telah
menceritakan kepada kami Qabishah dari Sufyan dari Abu
Hamzah dari Al Hasan dari Abu Sa‟id dari Nabi SAW beliau
bersabda “Seorang pedagang yang jujur dan dipercaya akan
bersama dengan para Nabi, shiddiqun dan para syuhada”.35
Dari ayat-ayat Alquran dan hadis hadis yang dikemukakan di atas
pada penelitian ini, dapat dipahami bahwa jual beli merupakan pekerjaan
yang halal. Apabila pelakunya jujur, dan kedudukannya setara dengan para
Nabi, Syuhada, dan Shiddiqun. Sedangkan para ulama telah sepakat
mengenai diperbolehkan jual beli dengan alasan bahwa kebutuhan
manusia berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang
lain, dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan begitu saja,
namun harus ada kompensasi sebagai timbal baliknya. Sehingga dengan
disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara untuk
merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada dasarnya
manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan bantuan
orang lain.36
34
Al-Hafidh Abi Abdullah Muhammad Ibni Yazid Al Qozwini, Sunan Ibnu
Majah Juz 2, (Darul Fikr: Hadis No. 2185).
35 Al-Abi Isya Muhammad Ibnu Isya Ibnu Syurah, Sunan Tirmidzi juz 3, (Lidwa
Pusaka: Hadis No.1209). 36
Ahmad Wardi Muslich, “Fiqh Muamalat,” (Jakarta: Amzah,2010). Hlm. 179.
23
C. Rukun dan Syarat Jual Beli
Perjanjian Jual Beli merupakan perbuatan hukum yang mempunyai
konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang dari pihak
penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya dalam perbuatan
hukum ini haruslah dipenuhi rukun syarat sahnya jual beli.37
Kalangan
fuqaha, terdapat perbedaan mengenai rukun dan jual beli. Menurut fuqaha
kalangan Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan qabul.
1. Rukun jual beli
Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu dibagi menjadi tiga,
yaitu :
a. Akad (ijab dan kabul)
b. Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli)
c. Ma‟kud „alaih (objek akad)
Akad adalah kesepakatan (ikatan) antara pihak pembeli dengan
pihak penjual. Akad ini dapat dikatakan sebagai inti dari proses
berlangsungnya jual beli, karena tanpa adanya akad tersebut, jual beli
belum dikatakan syah. Disamping itu akad ini dapat dikatakan sebagai
bentuk kerelaan(keridhaan) antara dua belah pihak. Sedangkan
kerelaan memang tidak dapat dilihat, karena ia berhubungan dengan
37
Chairuman Pasaribu dkk, “Hukum Perjanjian Dalam Islam,” (Jakarta: Sinar
Grafika,2004). Hlm. 34.
24
hati (batin) manusia, namun indikasi adanya kerelaan dapat dilihat
dengan adanya ijab dan qabul antara dua belah pihak.38
2. Syarat-syarat Sah Jual Beli
Ulama madzhab telah berbeda pendapat dalam menentukan
persyaratan-persyaratan yang terdapat dalam rukun jual beli , baik
dalam akad, orang-orang yang berakad, ataupun dalam ma‟kud „alaih.
Adapun pendapat-pendapat mereka akan di uraikan berikut ini: 39
a. Syarat Penjual dan Pembeli, yaitu penjual dan pembeli harus
memenuhi syarat-syarat berikut:
1) Berakal, yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang
terbaik bagi dirinya, dan apabila salah satu pihak tidak berakal
maka jual beli yang diadakan tidak sah40
. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 5 :
اهلي اه آق ا لاتؤتا اهسف هلي ل جلن الل بت
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang
belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan.”
2) Baligh, yaitu menurut hukum Islam (fiqh), dikatakan baligh
(dewasa apabila telah berusia 15 tahun, atau telah bermimpi
(bagi anak laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan), dengan
demikian jual beli yang diadakan anak kecil adalah tidak sah.
38
Qamarul Huda, “Fiqh Muamalah,” cet Ke 1 (Yogyakarta: Teras,2011). Hlm
55. 39
Ibid., Hlm. 56. 40
Chairuman Pasaribu, “Hukum Perjanjian Dalam Islam,” (Jakarta: Sinar
Grafika,2004). Hlm. 35.
25
Namun demikian bagi anak-anak yang sudah dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, akan tetapi
dia belum dewasa (belum berusia 15 tahun dan belum bermimpi
ataupun belum haid), menurut pendapat sebagian ulama bahwa
mereka di bolehkan berjual beli barang-barang yang kecil dan
tidak bernilai tinggi, misalnya jual beli layang-layang dan
sebagainya. Karena kalau tidak boleh sudah barang tentu
menjadi kesulitan, sedang agama Islam sekali-kali tidak akan
mengadakan aturan yang mendatangkan kesulitan bagi
pemeluknya.41
3) Dengan kehendaknya Sendiri (bukan paksaan), maksudnya
bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tersebut salah satu
pihak tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan kepada pihak
lainnya, sehingga pihak yang lain tersebut melakukan perbuatan
jual beli bukan lagi disebabkan kemauannya sendiri, tapi
disebabkan adanya unsur paksaan, jual beli yang dilakukan
bukan atas dasar kehendaknya sendiri adalah tidak sah.42
Adapun yang menjadi dasar bahwa suat jual beli itu harus
dilakukan atas dasar kehendak sendiri para pihak, dapat dilihat
dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 29.
ب اه ر ااآ تعبزة ˜لاتؤكو تل أ لي ببهببطن إ اهلي ب اأ
تساض فسلي ع ا أ لاتمتو لي بلي زح كب الل ب إ
41
Chairuman Pasaribu, “Hukum Perjanjian Dalam Islam,” (Jakarta: Sinar
Grafika,2004). Hlm. 37. 42
Ibid,. Hlm. 35.
26
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta yang ada diantara kamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan atas dasar
suka sama suka diantara kamu dan janganlah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah SWT maha penyayang kepadamu”.
Dalam ayat diatas yang di maksud suka sama suka yang
menjadi dasar bahwa jual beli haruslah merupakan kehendak
bebas/ kehendak sendiri yang bebas dari unsur tekanan/
paksaan.43
Dan di sebutkan di dalam hadis, sebagaimana dalam hadis.
تساض ع ع ب اهب سو ي: ا صو ى الل عو لبم اه ب
“Telah bersabda Nabi Muhammad saw., „Sesungguhnya
sahnya jual beli itu kalau saling rela (dari kedua belah
pihak)‟.‟‟ (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah. 44
Dikecualikan dari paksaan yaitu, orang yang memiliki
utang. Maka dalam hal ini, seorang hakim diperbolehkan
memaksa seseorang untuk menjual hartanya dengan tujuan
untuk melunasi utangnya.45
4) Keduanya tidak mubazir, maksudnya bahwa para pihak yang
mengikatkan diri dalam transaksi jual beli bukanlah orang-orang
yang boros (mubazir), sebab orang ynag boros menurut hukum
dikatakan sebagai orang yang tidak cakap bertindak, artinya ia
43
An-Nisa‟(5): 29.
44 As Shan‟ani, Subulus Salam III, terj. Abu Bakar Muhammad, Surabaya: Al
Ikhlas, 1995, cet ke-1. Hlm. 12. 45
Moh Rifa‟i, “Fiqh Islam Lengkap”, (Semarang: PT. Karya Toha,2014). Hlm.
367.
27
tidak dapat melakukan sendiri sesuatu perbuatan hukum
meskipun hukum tersebut menyangkut kepentingan semata.46
b. Syarat Barang dan Harga, Syarat-syarat barang yang diperjual
belikan sebagai berikut:
1) Suci barangnya; tidak sah menjual barang yang najis seperti
kulit binatang, atau bangkai yang belum disamak, anjing, babi
dan lain-lainnya yang najis.
2) Memiliki manfaat; jual beli barang yang ada manfaatnya sah,
sedang barang yang tidak ada manfaatnya tidak sah, seperti jual
beli lalat, nyamuk dan sebagainya.
3) Barang itu dapat diserahkan; maka tidak sah menjual suatu
barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli
misalnya ikan dalam laut, jual beli kuda yang sedang lari yang
belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang
sudah hilang.
4) Milik sendiri, atau barang yang sudah dikuasainya; tidak sah
menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang
yang hanya baru akan dimilikinya/ baru akan menjadi miliknya.
5) Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli; zat,
bentuk kadar (ukuran), dan sifat-sifatya jelas sehingga antara
penjual dan pembeli tidak adanya kesalahpahaman.47
46
Chairuman Pasaribu, “Hukum Perjanjian Dalam Islam”. Hlm. 37.
28
c. Syarat Ijab dan Qabul
Kata akad berasal dari bahasa Arab al-„aqd yang secara
etimologi berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan (al-ittifaq).
Secara terminologi fiqh akad didefinisikan dengan “pertalian ijab
(pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan
ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada
objek perikatan”.48
Pencantuman kata-kata yang “sesuai dengan
kehendak syariat” maksudnya bahwa seluruh perikatan yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak
sejalan dengan kehendak syara,. Misalnya, kesepakatan untuk
melakukan transaksi riba, menipu orang lai, atau merampok
kekayaan orang lain. Adapun pencantuman kata-kata “berpengaruh
pada objek perikatan” maksudnya adalah terjadinya perpindahan
pemilikan dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak yang
lain (yang menyatakan kabul.49
Ijab artinya perkataan penjual, misalnya, „Saya jual barang
ini sekian‟, sedang qabul artinya kata si pembeli, misalnya, „Saya
terima (saya beli) dengan harga sekian. Adapun syarat sah ijab
qabul adalah:
1) Tidak ada sesuatu yang membatasi atau memisahkan antara ijab
dan qabul. Misalnya setelah si penjual menyatakan ijab, pihak
47
Sulaiman Rasjid, “Fiqh Islam,” cet. Ke-84 (Bandung: Sinar Baru
Algensindo,2008). Hlm. 280. 48
Abdul Rahman Ghazaly dkk, “Fiqh Muamalat” (Jakarta: Kencana,2010).
Hlm. 50. 49
Ibid., hlm. 51.
29
pembeli diam saja (tidak menyatakan menerima/qabul) barang
yang dijual atau sebaliknya.
2) Tidak disela dengan kata lain.
3) Tidak ta‟liq (digantungkan dengan syarat), seperti kata
penjual:‟Aku jual sepeda motor ini kepada kamu dengan harga
Rp. 110.000, setelah kupakai sebulan lagi‟.
4) Tidak dibatasi oleh waktu, seperti kata penjual; „aku jual sepeda
ini dengan harga Rp. 10.000, kepada kamu dalam waktu sebulan
atau seminggu.50
D. Macam-macam Jual Beli
Jual beli banyak sekali macamnya, tergantung dari sudut mana jual
beli dipandang dan ditinjau, maka untuk lebih jelasnya, seperti penulis
jelaskan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi hukumnya jual beli terbagi menjadi dua macam, yaitu
antara lain:
a. Jual Beli Sah
Jual beli yang sah apabila objeknya tidak ada hubungannya
dengan hak orang lain selain aqid, maka hukumnya nafidz.
Artinya, bisa dilangsungkan dengan melaksanakan hak dan
kewajiban masing-masing pihak, yaitu penjual dan pembeli.
Apabila objek jual belinya ada kaitannya dengan hak orang lain,
50
Moh Rifa‟i, “Fiqih Islam Lengkap,” (Semarang: PT. Karya Toha
Putra,2014), hlm. 370.
30
maka hukumnya mauquf, ditangguhkan menunggu persetujuan
pihak terkait. Seperti jual beli barang yang digadaikan atau
disewakan, atau jual beli fudhuli.51
Macam-macam jual beli yang
sah yaitu sebagai berikut
1) Jual beli salam (pesanan), yaitu jual beli dengan cara
menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian barang
diantar belakangan.
2) Jual beli muqayyadah (barter) yaitu jual beli dengan cara
menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan
sepatu.
3) Jual beli muthlaq, yaitu jual beli barang dengan sesuatu yang
telah disepakati sebagai alat tukar.
4) Jual beli alat tukar dengan alat tukar, jual beli alat tukar dengan
alat tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai
alat tukar dengan alat tukar lainnya seperti dinnar dengan
dirham.
b. Jual beli yang tidak sah
Jual beli tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi
salah satu atau semua rukun atau semua syarat dalam jual beli. Jual
beli yang tidak sah adalah sebagai berikut;
51
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat,. Hlm. 201.
31
1) Jual beli yang dilakukan oleh anak-anak dibawah umur dan
orang gila.
2) Jual beli barang haram dan najis, yaitu barang yang diperjual
belikan adalah barang-barang yang diharamkan untuk
dimanfaatkan oleh syara‟ bagi orang muslim, seperti darah,
babi, khamer. 52
3) Jual beli gharar (bai‟ al-gharar), yaitu jual beli yang
mengandung unsur risiko atau spekulasi, dan akan menjadi
beban salah satu pihak mengalami kerugian. Gharar artinya
sesuatu yang belum bisa dipastikan ada dan tidaknya, hasil dan
tidaknya, jelas dan tidaknya, kualitas dan tidaknya, ataupun
barang yang tidak bisa diserahterimakan.53
Gharar
dikategorikan dan dibatasi terhadap sesuatu yang tidak dapat
diketahui antara tercapai dan tidaknya suatu tujuan, dan tidak
termasuk didalamnya hal yang majhul (tidak diketahui).
Dalam sistem jual beli gharar terdapat unsur memakan harta
orang lain dengan cara bathil. Padahal Allah melarang
melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
4) Jual beli mulaqih adalah jual beli (mani) barang yang menjadi
objeknya hewan yang masih berada dalam bibit jantan
sebelum bersetubuh dengan yang betina. Alasan pelarangan di
52
Sayyid sabiq, “Fikih Sunnah,” cet. Ke 12 (Bandung: PT Al-Ma‟arif,1987).
Hlm. 50.
53
Harun, “Fiqh Muamalah, “ (Surakarta: Muhammadiyah University
Press,2017). Hlm. 73.
32
sini adalah apa yang diperjual belikan tidak berada di tempat
akad dan tidak dapat pula dijelaskan kualitas dan kuantitasnya.
Ketidak jelasan ini menimbulkan ketidak relaan pihak-pihak.
Yang menjadi larangan di sini adalah essensi jual beli itu
sendiri, maka hukumnya adalah tidak sahnya jual beli
tersebut.54
5) Jual beli mudhamin adalah transaksi jual beli yang objeknya
adalah hewan yang masih berada dalam perut induknya.
Alasan diharamkan tidak jelasnya objek jual beli. Meskipun
sudah tampak wujudnya, namun tidak dapat di serahkan di
waktu akad dan belum pasti apakah dia lahir dalam keadaan
hidup atau mati.
6) Jual beli muhaqalah adalah jual beli buah-buahan yang masih
berada di tangkainya dan belum layak untuk dimakan. Hukum
jual beli ini adalah haram, alasan haramnya jual beli ini adalah
karena objek yang diperjual belikan masih belum dapat
dimanfaatkan.55
7) Jual beli al-urbun adalah pembayaran uang muka dalam
transaksi jual beli, dikenal ulama fiqh dengan istilah ba‟i
urbun adalah sejumlah uang muka yang dibayarkan
pemesanan atau calon pembeli yang menunjukan bahwa ia
bersungguh-sungguh atas pesanannya tersebut. Bila kemudia
54
Amir Syarifuddin, “Garis Besar Fiqh,” (Jakarta: Kencana,2003). Hlm. 202. 55
Ibid., Hlm. 203.
33
pemesanan sepakat barang pesanannya, maka terbentuklah
transaksi jual beli dan uang muka tersebut merupakan bagian
dari harga pesanan yang disepakati. Namun bila pemesan
menolak untuk membeli, maka uang tersebut menjadi milik
penjual.
8) Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak
diketahui oleh salah satu pihak atau menyembunyikan secara
utuh kualitas maupun kuantitas.56
Setiap transaksi dalam Islam
harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah
pihak, mereka harus mempunyai informasi yang sama,
sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Ada 3 (tiga)
hal transaksi dalam tadlis, yaitu:
1. Kuantitas, mengurangi takaran
2. Kualitas, menyembunyikan kecacatan barang
3. Harga, memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga
pasar
Dalam bentuk tadlis di atas, semuanya bersifat
melanggar prinsip rela sama rela (an taradhin minkum). Dalam
keadaan rela sama rela yang dicapai hanya bersifat sementara,
yaitu sementara pihak yang ditipu belum sadar, apabila yang
56
Syaifullah, “Etika Jual Beli Dalam Islam”, (Hanufa: Jurnal Studia Islamika,
Vol. 1, No.02, Desember 2014). Hlm. 383.
34
ditipu telah sadar bahwa dirinya telah ditipu, maka ia pasti
tidak merasa rela.57
2. Ditinjau dari segi objek jual beli
Dari segi benda yang dapat dijadikan objek jual beli, jual beli dapat
dibagi menjadi tiga bentuk:
a. Jual beli benda yang kelihatan
Jual beli benda yang kelihatan adalah pada waktu melakukan
jual beli, benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan
penjual dan pembeli.
b. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian.
Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian
adalah jual beli salam (pesanan).58
Menurut kebiasaan para
pedagang, salam adalah bentuk jual beli yang tidak tunai (kontan).
Maksudnya adalah perjanjian yang penyerahannya barang-barangnya
ditangguhkan hingga masa tertentu sebagai imbalan harga yang
ditentukan pada waktu akad.
c. Jual beli benda tidak ada
Jual beli benda yang tidak ada dan tidak dapat dilihat
adalah jual beli yang di larang agama Islam, karena barangnya tidak
tentu atau masih gelap sehingga di khawatirkan barang tersebut
57
Muhammad Hafiz, “Tadlis (Penipuan)”, http://belajar-ekonomi-
islam.blogspot.com/2011/03/tadlis-penipuan.html, diakses pada tanggal 25 Mei 2019. 58
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Logung Pustaka,2009). Hlm.
253.
35
diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat
menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.
3. Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek)
Ditinjau dari segi pelaku akad, jual beli terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
a. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang
dilakukan kebanyakan orang, tapi orang bisu dilakukan dengan
isyarat karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam
menampakkan kehendak. Hal yang dipandang akad adalah
kehendak bukan pernyataan.
b. Penyampaian jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-
menyurat sama haknya dengan ijab qabul dengan ucapan. Misalnya
melalui via pos dan giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan
pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui
pos dan giro. Maka jual beli ini diperbolehkan oleh syara‟.59
E. Hikmah Disyariatkannya Jual Beli
Hikmah dalam dibolehkannya jual beli dimana hidup
bermasyarakat merupakan karakter manusia yang telah Allah Swt ciptakan
sejak diciptakannya lelaki dan perempuan, kemudian berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar saling mengenal di antara mereka. Kemudian Allah
Swt, menitipkan mereka naluri saling tolong-menolong untuk memenuhi
59
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002). Hlm. 77.
36
kebutuhan hidupnya. Seandainya tidak adanya disyariatkannya atau
aturan, dikhawatirkan akan menimbulkan kemudharatan dan kerusakan
bagi kehidupan mereka. Salah satunya adalah adanya aturan jual beli
sebagai jalan yang adil. 60
Persyariatan jual beli ini tujuannya untuk memberikan keleluasan
kepada manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam telah
mensyariatkannya kepada manusia bahwa terpenuhinya kebutuhan sehari-
hari harus dengan jalan suka sama suka di antara kedua belah pihak
(penjual dan pembeli). Maka seseorang tidak boleh mengambil harta
seseorang secara paksa.
F. Khiyar Dalam Jual Beli
Dalam jual beli menurut Islam dibolehkan memilih, ketika mau
meneruskan jual beli atau membatalkan jual beli. Khiyar adalah pilihan
untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya, karena ada cacat pada
barang yang dijual, atau ada perjanjian pada waktu akad, atau karena sebab
yang lain. Tujuan diadakannya khiyar adalah untnuk mewujudkan
kemaslahatan bagi kedua belah pihak sehingga tidak ada rasa menyesal
setelah akad selesai, karena mereka sama-sama rela atau setuju.61
Adapun
khiyar dibagi menjadi 3 macam, sebagai berikut:
1) Khiyar Majlis
60
Enang Hidayat, “ Fiqih Jual Beli”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2015).
Hlm. 16. 61
Ahmad Wardi Muslich, “Fiqh Muamalat”, (Jakarta: Amzah,2010). Hlm. 216.
37
Yaitu si penjual dan pembeli boleh memilih antara dua perkara tadi
selama keduanya masih tetap berada di tempat jual beli, khiyar majelis
diperbolehkan dalam segala macam jual beli. Habislah khiyar majlis
apabila kaduanya memilih akan meneruskan akad, atau keduanya terpisah
dari dari tempat jual beli.
2) Khiyar Syarat
Yaitu khiyar dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau
oleh salah seorang, seperti kata si penjual “Saya jual barang ini dengan
harga sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau kurang dari tiga
hari”. Khiyar syarat boleh dilakukan dalam segala macam jual beli,
kecuali barang yang wajib diterima di tempat jual beli, seperti barang-
barang riba. Masa khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga malam,
terhitung dari waktu akad.
3) Khiyar „aibi
Yaitu si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya,
apabila pada barang itu terdapat suatu cacat yang mengurangi kualitas
barang itu, atau mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang yang
seperti itu tidak baik dan sewaktu akad cacatnya itu sudah ada, tetapi si
pembeli tidak tahu atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya. 62
62
Ahmad Wardi Muslich, “Fiqh Muamalat”. Hlm. 222.
38
39
BAB III
PRAKTEK JUAL BELI TELUR AYAM
A. Profil Desa Kajen
1. Keadaan Geografis Desa Kajen
Desa Kajen adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan
Talang Kabupaten Tegal, desa Kajen bukanlah desa yang mayoritas
penduduknya bekerja sebagai petani, tidak ada lahan pertanian di desa
ini. Mayoritas penduduknya bekerja di bidang wiraswasta logam dan
besi dan sebagian lain adalah pedagang. Batas Wilayah Desa Kajen
yaitu:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Talang
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pesayangan
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kalimati /Lemahduwur
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kebasen
Desa Kajen berada di Kecamatan Talang Kabupaten Tegal,
dengan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai perindustrian/jasa
menjadikan Desa Kajen memiliki potensi wisata. Dengan luas wilayah
45.332.00 Ha ini populasinya dianggap cukup karena dari total
penduduk sebesar 4937, terbagi para laki-laki di kajen sebanyak 2469
orang dan 2468 sisanya wanita.
38
2. Keadaan Monografi Desa Kajen
Tabel 2
Monografi Desa
No Uraian Jumlah Keterangan
1 Kependudukan
A. Jumlah Peduduk
B. Jumlah KK
C. Jumlah Laki-laki
A. 0-15 tahun
B. 16-58 tahun
C. Diatas 60 tahun
D. Jumlah Perempuan
a. 0-15 tahun
b. 16-59 tahun
c. Diatas 60 tahun
4. 501
1. 163
2. 260
565
1. 308
387
2. 241
557
1. 307
377
2 Tingkat Pendidikan
A. Belum tamat SD
B. SD
C. SLTP
D. SLTA
E. Diploma/Sarjana
500
915
1. 203
1. 372
369
3 Mata Pencaharian
A. Buruh Tani
B. Petani
3
4
39
C. Peternak
D. Pedagang
E. Tukang Kayu
F. Tukang Batu
G. Penjahit
H. PNS
I. Pensiunan
J. TNI/Polri
K. Perangkat Desa
L. Pengrajin
M. Industri Kecil
N. Buruh Industri
O. Karyawan Swasta
-
468
3
6
4
40
8
1
7
22
36
744
54
4 Agama
A. Islam
B. Kristen
C. Protestan
D. Katolik
E. Hindu
F. Budha
4. 501
-
-
-
-
-
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa :
a. Kependudukan
40
Jumlah usia produktif lebih banyak dibanding dengan usia
anak-anak dan lansia. Perbandingan usia anak-anak, produktif, dan
lansia adalah sebagai berikut: 25% : 58% : 17%. Dari 2084 jumlah
penduduk yang berada pada kategori usia produktif laki-laki dan
perempuan jumlahnya hampir sama / seimbang.
b. Tingkat Pendidikan
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan terutama pendidikan
9 tahun baru terjadi beberapa tahun ini sehingga jumlah lulusan SD
dan SLTP mendominasi peringkat pertama.
c. Mata Pencaharian
Mayoritas di desa Kajen bekerja sebagai industry logam, buruh
jasa, petani dan buruh tani. Tetapi masih didominasi industri logam
dan buruh hal ini disebabkan karena sudah turun temurun sejak dulu
bahwa masyarakat desa Kajen adalah industri logam dan juga
minimnya tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat tidak punya
keahlian lain dan akhirnya tidak punya pilihan lain selain menjadi
home industri (industri logam) dan wiraswasta.
d. Keadaan budaya dan Agama
Seluruh masyarakat Desa Kajen adalah Muslim (Islam).
Dimana kondisi sosial keagamaan bagi kehidupan masyarakat Desa
Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal maju dan semarak seperti
pengajian ibu-ibu yang diadakan setaip hari, setelah Shubuh dan
41
setelah Ashar, tempat pendidikan Al-Qur‟an. Dan adanya adat
kebudayaan yang masih dilakukan ialah acara Rolasan (tukar menukar
makanan dengan menggunakan tempat ember), maulidan yaitu
membaca berzanji setelah isya pada peringatan hari lahir Nabi
Muhammad saw, dan halal bi halal buat orang orang yang sudah
meninggal bertempat di masjid desa Kajen, yang diadakan setiap satu
tahun sekali. 63
Adapun kegiatan masyarakat umat Islam di desa Kajen adalah sebagai
berikut:
1) Peringatan Hari Besar Islam
Masyarakat desa Kajen selalu memperingati hari besar
keagamaan Islam seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi,
Isra‟ Mi‟raj, dan malam 1 Muharam. Dalam memperingati Maulid
Nabi, masyarakat desa Kajen biasanya melakukan pengajian baik
dalam lingkup RT, Masjid maupun tingkat desa. Sedangkan pada
malam 1 Muharam masyarakat desa kajen memperingatinya dengan
cara melakukan Yasinan, tahlilan dan pengajian disetiap RT.64
2) Tahlilan dan Yasinan
Masyarakat desa Kajen selalu melakukan Yasinan Tahlil setiap
Kamis malam atau malam Jum‟at yang dilakukan setiap RT bertempat
63
Dokumentasi Kepala Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. 64
Wawancara Bapak Fikri, warga desa Kajen, RT 14, RW 04, tanggal 4 Agustus
2019.
42
di masjid, kegiatan yasinan dan tahlil juga dilaksanakan ketika ada
masyarakat yang meninggal dunia. Biasanya pelaksanaan dilakukan 7
malam berturut-turut, setelah itu dilakukan pada hari ke 40, 100 pasca
meninggal. Selanjutnya dilakukan juga pada 1 tahun atau mendak
pisan, 2 tahun atau mendak pindo, 3 tahun atau nyewu.65
3) Manaqiban
Masyarakat desa Kajen juga melakukan kegiatan manaqiban
atau syukuran. Manaqiban dilakukan oleh masyarakat apabila salah
satu warga mempunyai hajat tertentu, misalnya acara aqiqah,
pernikahan, acara pribadi penduduk khitan dan lain sebagainya.
manaqiban juga sebagai kegiatan rutinan yang dilaksanakan setiap
tanggal 11 kalender jawa.66
4) Berzanji
Berzanji adalah kitab yang menerangkan tentang sejarah Nabi
Muhammad yang mencakup perjalanan hidup semasa kecil, remaja,
menginjak dewasa hingga diangkat menjadi Rasul. Kegiatan berzanji
dilakukan dengan cara melantunkan shalawat nabi yang diiringi
dengan alat music tradisonal seperti rebana, bass hadroh, ketipung,
tamborin, marawis. Tradisi berzanji dilakukan masyarakat desa Kajen
65
Wawancara Bapak Helmi, warga desa Kajen, RT 14, RW 04, tanggal 4 Agustus
2019 66
Wawancara dengan bapak Nasir, warga desa Kajen RT 14, RW 04, tanggal 5
Agustus 2019.
43
setiap hari Kamis malam Jumat, kegiatan ini dilaksanakan di masjid
atau musholla.67
B. Sistem Jual Beli Telur Ayam Dari Peternak ke Distributor
Produsen, distributor, dan konsumen merupakan pihak-pihak yang
saling membutuhkan satu sama lain di dalam rantai perekonomian. Adapun
kegiatan utama dari produsen adalah memproduksi atau menghasilkan barang/
jasa yang dibutuhkan oleh konsumen atau pasar. Sedangkan Distributor
sendiri adalah pihak yang membeli produk dan menjual produk yang sama
(tidak mengolah, mengubah, atau merakitnya) kepada pihak lain. Distributor
memberikan nilai tambah dalam hal transportasi, mengemasnya supaya
mudah dikirimkan, menyimpannya untuk kepentingan pembeli, serta memberi
layanan pengiriman cepat kepada pelanggan dalam ekonomi adalah orang
yang menghasilkan barang dan jasa untuk dijual atau dipasarkan. Dan
konsumen adalah orang yang membeli barang atau orang yang akan memakai
barang yang dibuat oleh produsen.
Dalam pengambilan telur yang dilakukan distributor, dimana
distributor membeli telur ayam dari peternak telur ayam. Distributor sebagai
saluran pemasaran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan produk
tersebut dari produsen sampai ke konsumen.
67
Dokumentasi Kepala Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal.
44
Seperti yang dikatakan oleh distributor bapak Ardi bahwa
pengambilan telur ayam perkrat di peternakan Piyan yang bertempat di daerah
Semarang. Sistem pembelian telur ayam yang dilakukan oleh distributor
(pembeli), dan peternak (penjual), pembeli langsung ke tempat peternak telur
ayam yang berada di desa Sukoharjo Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang. Kemudian jual beli dilakukan dengan cara pembeli menyerahkan
krat kayu yang sudah kosong untuk di isi telur oleh peternak telur ayam.
Setelah krat kayu berisi telur ayam sudah siap maka selanjutnya pembeli
melakukan transaksi jual beli, pada tahapan jual beli ini pembeli tidak
mengetahui berat timbangan. Karena pada proses jual beli ini tidak adanya
perjanjian awal jika telur perkrat kurang apakah boleh ditambah telurnya atau
tidak.68
Di dalam praktek jual beli telur ayam yang dilakukan oleh peternak
telur ayam kepada distributor, terdiri dari dua praktek yaitu tidak adanya
transparansi dalam timbangan serta adanya kerugian yang dialami oleh
distributor akibat hal tersebut.
Bapak Joni mengatakan bahwa jual beli dilakukan dengan cara
pembeli menyerahkan krat kayu yang sudah kosong untuk diisi telur oleh
peternak telur ayam. Setelah itu dilakukan penimbangan secara transparan
antara penjual dan pembeli, kemudian setelah krat kayu berisi telur ayam
sudah siap maka selanjutnya pembeli melakukan transaksi jual beli. Pada
68
Wawancara bapak Ardi selaku distributor telur ayam desa Kajen, (1 Agustus
2019, pukul 12.00 WIB)
45
tahapan jual beli ini tidak adanya perjanjian awal jika telur cacat apakah boleh
diganti atau ditukar. 69
Dalam jual beli telur ayam yang dilakukan oleh
peternak telur ayam kepada ditributor, terdiri dari dua praktek yaitu tidak
adanya kesepakatan tentang telur yang cacat apakah boleh diganti atau tidak,
akibat hal ini salah satu pihak ada yang merasa dirugikan.
Gambar 1
C. Sistem Penjualan Telur Ayam dari Distributor ke Toko Sembako di Desa
Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal.
Proses jual beli Telur Ayam yang dilakukan oleh distributor ke toko
sembako di Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, menggunakan
sistem penimbangan sepihak. Penimbangan sepihak yang dimaksud yaitu
adanya perbedaan penimbangan antara distributor dan toko sembako, hal itu
mengakibatkan kerugian yang sering dialami oleh toko sembako. Praktek jual
beli telur ayam yang dilakukan di desa Kajen sudah berlangsung lama, salah
satunya yaitu distributor sebagai penjual dan toko sembako sebagai pembeli.
Di Desa Kajen, jual beli telur ayam masih menggunakan sistem penimbangan
sepihak. Ijab dan qabul yang terjadi dalam jual beli telur ayam tidak
memenuhi syarat dan tidak sesuai kriteria jual beli dalam Islam.
69
Wawancara bapak Joni selaku distributor telur ayam desa Kajen, (1 Agustus
2019, pukul 12.00 WIB)
PRODUSEN DISTRIBUTOR KONSUMEN
46
Ibu Sutini mengatakan bahwa yang terjadi di dalam praktek jual beli
telur ayam yaitu distributor (penjual) melakukan transaksi secara langsung
dengan menyerahkan telur ayam kepada toko sembako (pembeli). Dengan
berat 10 kilo dan harga Rp. 210.000 (dua ratus sepuluh ribu rupiah) tanpa
adanya penimbangan kembali dari penjual dan pembeli secara transparan,
pembeli merasa ragu dengan berat timbangan yang dilakukan oleh distributor.
Pembeli ingin sekali mengetahui apakah berat timbangannya kurang atau
berlebihan. Timbangan yang dilakukan oleh penjual dan pembeli berbeda,
timbangan penjual memakai timbangan digital dan timbangan pembeli
memakai timbangan biasa. Penjual selalu menolak dilakukannya penimbangan
ulang, hal itu dapat mengurangi jumlah telur dari perkratnya. Mereka
menganggap terlalu menyita waktu dan menyusahkan. Dengan adanya
perbedaan timbangan, pembeli merasa kecewa karena timbangan penjual
selalu kurang dari 10 kilo perkratnya.70
Menurut ibu Nur selaku pembeli telur ayam perkrat yang sudah
berjualan sepuluh tahun lebih, mengatakan bahwa setiap tiga hari sekali dia
mengirim pesan kepada penjual telur ayam untuk mengirimkan jumlah telur
yang diinginkan. Penjual merespon pembeli dengan cara datang langsung ke
toko pembeli, untuk menyerahkan 10 kilogram telur ayam perkrat dengan
kisaran harga Rp. 210.000 (dua ratus sepuluh ribu rupiah). Sepuluh kilo telur
70
Wawancara ibu Sutini selaku pemilik warung pembeli telur ayam desa Kajen, (25
Juni 2019. Pukul 12:30 WIB)
47
ayam yang ibu Nur beli dari penjual kemudian ibu Nur bagi dengan
timbangan satu kiloan, setengah kiloan, dan seperempat kiloan. Timbangan
tersebut tidak mencapai 10 kilogram dan mengalami kekurangan hingga 2-3
butir telur ayam. Ketiadaan kesepakatan awal mengenai kekurangan jumlah
telur dari tiap kratnya, menjadikan ibu Nur tidak bisa mengeluh untuk
mendapatkan ganti rugi atas kekurangan jumlah telurnya.71
Adapun menurut bapak Sujairi selaku pemilik toko sembako dan
pembeli telur ayam perkrat, menerangkan bahwa praktek jual belinya
berlangsung ketika perkrat telur yang sudah kosong diletakan di depan toko
sembako. Setelah itu penjual mengambil perkrat telur ayam yang sudah
kosong dan ditukar dengan perkrat yang sudah ada telurnya. Pembeli langsung
melakukan pembayaran kepada penjual, tanpa adanya penimbangan ulang
antara kedua belah pihak, dan kesepakatan jika terjadi cacat, pecah telur atau
kurang berat timbangannya.72
Menurut ibu Ida selaku pembeli atau pemilik toko sembako
mengatakan bahwa jual beli telur ayam perkrat merupakan jual beli yang
menimbulkan keraguan. Dalam prakteknya tidak ada penimbangan ulang
antara penjual dan pembeli. Pembeli tidak tahu apakah telur tersebut benar 10
71
Wawancara ibu Nur selaku pemilik warung dan pembeli telur ayam desa Kajen,
(29 Juli 2019. Pukul 15:30 WIB) 72
Wawancara bapak Sujairi selaku pemilik warung dan pembeli telur ayam desa
Kajen, (29 Juli 2019. Pukul 19.00 WIB)
48
kilo atau kurang dari sepuluh kilo dan apakah telur tersebut cacat atau tidak
cacat.73
Bapak Joni selaku distributor (penjual) telur ayam mengatakan,
sebelum mendistribusikan telur ayam kepada pembeli, penjual sudah
menimbang dahulu telur ayam dengan menggunakan timbangan digital.
Dengan berat 10 kilogram perkrat, distributor mendatangi ke setiap toko
sembako yang ada di desa Kajen. Pak Joni menawarkan telur ayam perkrat
dengan harga Rp. 210.000 (dua ratus sepuluh ribu rupiah) tanpa adanya
penimbangan ulang antara penjual dan pembeli secara transparan. Proses
pembayaran berlangsung ketika pembeli sudah menerima perkrat telur ayam
dari penjual, bahkan ada juga yang melakukan pembayaran setelah telur
perkrat dari pembeli habis terjual. Penjual tidak melakukan penimbangan
ulang karena memakan waktu yang lama, dan dapat beresiko pada telur ayam,
dimana telur ayam mempunyai tekstur yang mudah pecah. Perbedaan
timbangan yang dilakukan distributor menggunakan timbangan digital dan
toko sembako menggunakan timbangan biasa, menyebabkan timbangan
digital pas dan timbangan biasa selalu kurang.74
Bapak Ardi selaku distributor telur ayam mengatakan bahwa telur
ayam ditimbang secara bersamaan dengan kratnya. Setiap krat telah memiliki
73
Wawancara ibu Ida selaku pemilik warung dan pembeli telur ayam desa Kajen,
(30 Juli 2019, pukul 16.00 WIB) 74
Wawancara bapak Joni selaku distributor telur ayam desa Kajen, (1 Agustus 2019,
pukul 10.00 WIB)
49
berat sehingga dapat mengurangi timbangan dari telur ayam. Proses penjualan
telur ayam dilakukan oleh distributor dengan cara mendatangi ke setiap toko
sembako yang ada di desa Kajen, setelah itu distributor menawarkan telur
ayam ke semua toko sembako. Distributor tidak melakukan penimbangan
ulang ketika menyerahkan telur ayam perkrat kepada toko sembako, hal itu
mengakibatkan perbedaan yang terjadi antara timbangan dari distributor dan
timbangan dari toko sembako. Adanya perbedaan tersebut dikarenakan
timbangan yang dipakai ditributor berbeda dengan timbangan yang digunakan
toko sembako. Penjual menggunakan timbangan digital dan toko sembako
menggunakan timbangan biasa. Jika melakukan penimbangan ulang,
distributor khawatir berat telur ayam yang diserahkan ke toko sembako akan
berbeda sehingga dapat mengalami kerugian pada distributor.75
75
Wawancara bapak Ardi selaku distributor telur ayam desa Kajen, (1 Agustus 2019,
pukul 12.00 WIB)
50
BAB IV
ANALISIS SISTEM PENJUALAN TELUR AYAM DARI DISTRIBUTOR KE
TOKO SEMBAKO PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
A. Sistem Penjualan Telur Ayam Dari Distributor Ke Toko Sembako
Dilihat Dari Segi Rukun
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda (barang) yang
mempunyai nilai, atas dasar kerelaan (kesepakatan) antara kedua belah pihak
sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan oleh syara‟.76
Yang
dimaksud ketentuan syara‟ adalah jual beli tersebut harus dilakukan sesuai
dengan rukun jual beli dan syarat jual beli. Jika semuanya tidak terpenuhi
berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟. Sebagaimana telah dijelaskan
pada bab sebelumnya, dari keempat pembeli telur ayam mengatakan bahwa
jual beli yang dilakukan di Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal
masih mengandung unsur keraguan. Data di lapangan menjelaskan bahwa
setiap seminggu sekali, distributor (penjual) menyetok telur ayam yang sudah
di timbang kepada toko sembako (pembeli) dengan berat 10 kilogram, harga
Rp. 210.000 (dua ratus sepuluh ribu rupiah) dan langsung melakukan
76
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers,2002), Hlm. 68.
51
pembayaran, tanpa adanya penimbangan ulang secara transparan yang
dilakukan oleh penjual dan pembeli. Hal tersebut terjadi karena ketidakpastian
waktu dari penjual. Para pembeli telah menyerahkan kepada penjual agar jujur
dan berlaku adil dalam proses penimbangan, tanpa adanya kesepakatan jika
telur cacat atau timbangan berkurang boleh diganti atau ditukar. Sistem
praktek penjualan ini telah menjadi kebiasaan masyarakat yang sering terjadi
hingga saat ini.
Dari segi rukun jual beli yang menjadi sebab transaksi dalam Islam
haruslah adanya penjual, pembeli, barang yang dijual, harga, dan ucapan ijab
qabul. Sedangkan dalam praktek jual beli yang terjadi di Desa Kajen, pembeli
belum mengetahui apakah barang yang dikirim sesuai dengan seharusnya atau
tidak dan apakah barang tersebut cacat atau tidak. Dalam suatu transaksi
perdagangan selalu melibatkan dua pihak, yaitu pembeli sebagai pihak yang
menerima barang dan penjual sebagai pihak yang menyerahkan barang.
Sebelum transaksi terjadi, kedua belah pihak harus mencapai kesepakatan dan
kerelaan mengenai berat, harga dari barang-barang yang diperjualbelikan
beserta syarat-syarat lainnya. Menyikapi hal tentang praktek jual beli yang
dilakukan di Desa Kajen ini adalah rukun jual beli yang belum terpenuhi
karena adanya penimbangan sepihak dimana pembeli tidak mengetahui kadar
barang, dan jual beli ini dikategorikan jual beli yang rusak, dikarenakan tidak
adanya transparansi tentang timbangan dan tidak adanya kesepakatan awal
jika terjadi barang yang rusak atau timbangan barang berkurang boleh
52
ditambah ataupun ditukar. Sedangkan menurut mayoritas ulama jual beli yang
rusak atau fasid itu merupakan jual beli yang tidak sah meskipun pembeli
telah menerima barang tetapi tidak mempunyai hak untuk mengetahui berat
timbangan dan tidak adanya kesepekatan jika berat barang berkurang dari
timbangan maka akan ditambah barangnya.
B. Sistem Penjualan Telur Ayam Dari Distributor Ke Toko Sembako
Dilihat Dari Segi Syarat
Setiap akad jual beli wajib memenuhi rukun, dan syaratnya-syaratnya,
apabila tidak terpenuhi rukun dan syarat-syaranya maka tidak akan sah.77
Syarat dalam jual beli diantaranya harus adanya penjual dan pembeli, syarat
barang dan harga, dan syarat ijab qabul. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
praktek dilapangan tentang transaksi jual beli dipenuhi berbagai unsur
ketidakjelasan dan kerugian. Karenanya setiap muslim wajib memperhatikan
syarat-syarat sah dalam jual beli, sehingga dapat melakukannya sesuai dengan
hukum-hukum syariat dan tidak terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.
Realita di dalam penjualan telur ayam perkarat, pelakunya tidak terlalu peduli
dengan batasan-batasan syariat. Melalaikan ajaran agama, dan sedikitnya rasa
takut kepada Allah SWT adalah faktor yang mendorong untuk melakukan
kecurangan. Di dalam sistem penjualan telur ayam belum terpenuhinya syarat-
77
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 110/DSM-MUI/IX/2017 tentang akad jual
beli, ditetapkan pada tanggal 19 September 2017.
53
syarat jual beli seperti syarat barang dan harga, salah satunya harus diketahui
kadar barang atau benda dan harga itu, begitu juga jenis dan sifatnya. Dimana
penjual sudah melakukan penimbangan barang, dan pembeli hanya menerima
hasil dari penimbangan penjual, sehingga pembeli tidak mengetahui kadar
barang, apakah kadar barang sudah sesuai kesepakatan atau tidak sesuai
kesepakatan.
Meningkatnya konsumsi mayarakat terhadap telur ayam mendorong
perusahaan peternak untuk meningkatkan produksinya, peningkatan tersebut
harus disertai dengan pelaksanaan manajemen yang baik. Oleh karena itu
diperlukan suatu sistem pemasaran dan sistem managemen yang baik.
Distributor telur mengambil langsung dari peternak, sehingga semua toko
sembako mengambil telur dari distributor seperti yang di lakukan oleh
masyarakat desa Kajen, distributor langsung datang ke toko sembako untuk
mengantarkan telur dengan berat 10 kilogram dan harga kisaran Rp. 210.000
(dua ratus sepuluh ribu rupiah) tanpa adanya penimbangan ulang dan akad
awal jika berat telur kurang dari 10 kilogram ataupun telur ayam cacat boleh
di ganti atau tidaknya. Setelah peneliti melakukan penelitian, dengan tidak
dilakukannya penimbangan ulang antara penjual dan pembeli dikarenakan
perbedaan berat timbangan. Dimana penjual menggunakan timbangan digital
yang beratnya pas dan pembeli menggunakan timbangan biasa yang beratnya
selalu kurang dari timbangan digital, sehingga akan terjadinya kerugian dari
pihak penjual jika di lakukannya penimbangan ulang antara penjual dan
54
pembeli. Hal demikian sudah biasa dilakukan dalam jual beli telur ayam
perkrat di desa Kajen Talang Tegal.
Mengurangi takaran dan timbangan merupakan hal yang dilarang
dalam Islam. Orang yang tidak melakukan ketentuan yang adil dalam masalah
timbangan berarti telah menjerumuskan diri sendiri dalam hal-hal yang di
haramkan. Namun sampai saat ini, praktek penjualan telur ayam masih
dilakukan dalam jual beli yang melalui proses penimbangan maupun proses
penakaran. Padahal Allah SWT telah memerintahkan setiap muslim untuk
menyempurnakan takaran dan timbangan, seperti dalam surah Al-Isra‟ ayat 35
yang artinya “Dan Sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”. 78
Allah SWT mengkhususkan ancaman kepada
golongan orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan, yaitu orang
yang mengambil takaran dan timbangan sempurna untuk diri sendiri
sedangkan untuk orang lain dikuranginya. Peneliti juga menemukan tidak
adanya khiyar, Khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan akad
jual beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli), diadakan
khiyar oleh syara‟ agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan
kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan
di kemudian hari lantaran merasa tertipu.
78
Al-Isra‟ (15): 35.
55
Dalam hal jual beli merupakan salah satu perpindahan kepemilikan
yang dihalalkan oleh Al-Qur‟an. Islam tidak mengharamkan sesorang untuk
melakukan jual beli dengan cara apapun kecuali dengan cara yang dilarang
oleh Allah, sehingga didalamnya terdapat unsur yang mengandung penipuan
kepada pembeli, merugikan pembeli, menimbulkan kemadharatan dan lain
sebagainya. allah SWT dalam potongan surat Al-baqarah ayat 275
ب ى اهس حس ع أحن الل اهب ا
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.79
Dalam hal ini jual beli diperbolehkan apabila di dalamnya tidak
mengandung unsur riba, mahdarat, dan penipuan, sehingga dapat merugikan
salah satu pihak. Selanjutnya hadis yang diriwayatkan oleh Rifa‟ah bin Rafi‟
ra,
سو ي سئن : اي صو ى الل عو اه ب ا الل ع زافع زض زفبعت ب ع
كن ب جن بد ن اهس ز )زا اهبصازصحح اهلسب اطب ؟ لبم: ع بس ع
اهحبكي(
Artinya: “Dari Rifa‟ah bin Rafi‟ ra, bahwasannya Nabi saw. Ditanya,
„pekerjaan apakah yang paling baik?‟ Beliau menjawab, „Orang yang bekerja
dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih”.80
Jual beli memiliki aturan dimana dalam jual beli harus ada syarat,
rukun, sah, batal, hak dan kewajiban, ada jual beli yang dilarang dan ada juga
jual beli yang tidak dilarang. Konsep jual beli dalam fiqh merujuk pada nash
79
Al-Baqarah (1): 275.
80 Al-Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Min Adilatil Ahkam, (Nurul
Huda: Hadis No.800). Hlm. 158.
56
(Al-Qur‟an dan Hadis) dan menerima adat masyarakat. Dalam praktik jual
beli telur yang menggunakan penimbangan sepihak dan tidak adanya akad di
awal jika telur tersebut kurang dari timbangan ataupun telur tersebut cacat
boleh di ditambah telur atau di tukar, jual beli yang dilakukan di desa Kajen
Kecamatan Talang Kabupaten Tegal terdapat unsur Tadlis.
Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak
diketahui oleh salah satu pihak, sedangkan didalam transaksi Tadlis ada tiga
hal yaitu kuantitas, kualitas (menyembunyikan keadaan barang), harga
(memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar).81
Dalam hal ini
peneliti menemukan adanya Tadlis berupa timbangan sepihak yang mana telur
ayam sudah di timbang oleh penjual dan ketidaktahuan pembeli akan berat
timbangan yang sudah ditimbang apakah sudah sesuai dengan yang dikatakan
penjual atau berkurang. Penjual yang langsung datang ke toko untuk
menyerahkan telur yang sudah ditimbang dengan langsung melakukan
transaksi pembayaran tanpa adanya penimbangan ulang dan tanpa adanya
perjanjian awal. Jika telur yang sudah ditimbang kurang dari timbangan yang
seharusnya, apakah boleh ditambah telurnnya atau tidak. Tidak adanya
perjanjian jika telur cacat apakah boleh diganti atau ditukar, sehingga
mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak dan dapat
merugikan salah satu pihak, yaitu pembeli.
81
Syaifullah, Etika Jual Beli Dalam Islam”, (Hanufa: Jurnal Studia Islamika, Vol.
1:2, Desember,2014). Hlm. 383.
57
Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 282:
ا إذا تببلتي ...... د أي .......
Artinya : “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”.82
Al-Baihaqi dan Ibnu Majah dalam riwayat hadisnya menjelaskan, bahwa
dalam jual beli harus dilakukan atas dasar suka sama suka, yaitu :
تساض ع ع باهب سوي : إ م الل عو لبم زس
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya jual beli itu harus atas
dasar saling merelakan”.83
Dari Al-Qur‟an dan Hadis diatas dapat diambil kesimpulan
bahwasannya semua orang boleh melakukan transaksi dan strategi dalam jual
beli termasuk jual beli telur ayam dengan kratnya, selama jual beli tersebut
tidak mengandung riba, ketidakjelasan, penipuan, dan merugikan orang lain.
Namun sedikit dari banyaknya jual beli telur ayam yang di kirim oleh
distributor (penjual) kepada pembeli mengalami kejanggalan dalam
penyetokan telor ayam kepada pembeli. Dimana penjual tidak melalukan
timbangan ulang jika timbangan kurang apakah boleh diganti atau ditambah
82
Al-Baqarah (3): 282
83 Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2016), Hlm. 24.
58
telurnya dan tidak adanya akad awal jika barang cacat apakah boleh di tukar
atau di ganti.
Selain itu juga mengandung Gharar di dalamnya. Bentuk dari
transaksi Gharar adalah adanya keragu-raguan dan kebimbangan yaitu
keberadaan objek jual beli, dan jugs ketidaktahuan (sesuatu yang tidak
diketahui sifat, ukuran, jenis, dan lain sebagainya). dalam penjualan telur
ayam dengan menggunakan krat yang dilakukan di desa Kajen masih ada
beberapa yang mengandung Gharar, pasalnya dari pihak penjual hanya
menjelaskan barang tersebut yang sudah di krat tidak mau melakukan
transparansi timbangan antara penjual dan pembeli dan tidak adanya
kesepakatan tentang cacat atau tidaknya barang tersebut, apakah boleh diganti
atau ditukar. Seperti yang dialami oleh ibu Sutini terkait untuk mendapatkan
informasi yang jelas, kejanggalan dalam menyerahkan telur ayam per krat dan
penimbangan telur tanpa adanya transparansi timbangan antara penjual dan
pembeli akibatnya menimbulkan ketidakjelasan dan penipuan, karena pada
timbangan yang dilakukan oleh penjual sangat berbeda dengan realitasnya.
Begitu juga dengan yang dialami ibu Nur, terkait tidak mendapatkan
informasi yang jelas mengenai spesifikasi telur ayam per krat dan keterbukaan
masalah timbangan di desa Kajen. Bapak Sujairi dan ibu Ida juga mengalami
kejanggalan yang sama tentang pembelian telur ayam per krat di desa Kajen,
seringkali dari pihak penjual tidak mau melakukan transparansi timbangan
59
dan kesepakatan jika telur kurang dari berat timbangan atau telur cacat apakah
boleh diganti atau ditukar.
Dari kejanggalan-kejanggalan yang dialami toko sembako selaku
pembeli telur ayam per krat di desa Kajen Talang Tegal di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa belum terpenuhinya rukun dan syarat jual beli, dan tidak
adanya khiyar. Distributor selaku penjual tidak menjelaskan transparansi
barang secara keseluruhan, baik dari adanya penimbangan sepihak maupun
ketika ada kecacatan barang bisa dikembalikan atau barang tidak bisa
dikembalikan. Sehingga ketika ada ketidaksesuaian barang, pembeli merasa
dirugikan dan dicurangi oleh penjual. Namun di sisi lain pembeli terpaksa
melakukan jual beli telur ayam karena dengan mengambil telur ayam di
distributor resikonya lebih kecil, dibandingkan pembeli harus mengambil telur
ayam sendiri ke peternakan yang resikonya lebih besar seperti adanya biaya
tambahan transportasi, tidak tahu tempat peternakan, menyita waktu penjual,
dan ditakutkan telur pecah selama perjalanan, sehingga membuat pembeli
terpaksa untuk melakukan penjualan telur ayam yang di lakukan distributor di
desa Kajen Talang Tegal.
Praktek penjualan telur ayam yang dilakukan di desa Kajen kecamatan
Talang kabupaten Tegal, belum sesuai dengan Fiqh Muamalah. Dikarenakan
adanya penerapan sistem penimbangan yang hanya dilakukan sepihak oleh
penjual, seperti pada proses penimbangan dan pembulatan angka hasil
timbangan. Hukum Islam melarang setiap transaksi jual beli yang
60
mengandung unsur penipuan, ketidakjelasan, termasuk didalamnya
kecurangan terhadap takaran dan timbangan. Praktek seperti ini
mengakibatkan dampak yang sangat buruk dalam jual beli yaitu timbulnya
ketidakpercayaan, dan Allah Swt memberikan ancaman yang berat terhadap
perilaku mengurangi timbangan. Transaksi jual beli dalam jual beli telur
perkrat harus didasarkan pada prinsip “anta raadiin minkum‟‟ yaitu kerelaan
antara kedua belah pihak. Dalam praktek jual beli telur ayam dengan
menggunakan penimbangan sepihak yang dilakukan desa Kajen tidaklah
diperbolehkan dalam Islam, karena terdapat unsur Tadlis. Salah satu pihak
tidak mengetahui kejelasan barang, apakah sudah sesuai dengan kesepakatan
atau tidak sesuai kesepakatan. Sehingga Islam tidak memperbolehkannya,
karena didalam nya mengandung unsur penipuan dan merugikan beberapa
pembeli.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Ssitem Penjualan Telur
Ayam Dari Distributor Ke Toko Sembako Perspektif Fiqh Muamalah Di
Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, maka dapat di ambil
kesimpulan :
1. Sistem penjualan telur ayam yang dilakukan di Desa Kajen
Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, diawali dengan adanya
penawaran dari distributor (penjual) kepada toko sembako (pembeli)
yang kemudian terjadi akad jual beli. Dalam akad jual beli telur
tersebut pembelian 10 kilogram telur atau perkrat tanpa adanya
penimbangan ulang, dimana transaksi dilakukan secara tunai.
Penimbangan dilakukan secara sepihak oleh penjual telur ayam tanpa
diketahui oleh pembeli. Sehingga tidak ada kesepakatan tentang
khiyar aibi (apabila barang cacat atau berat telur ayam kurang dari 10
kilogram). Terdapat pembulatan angka timbangan penjual
menetapkannya sendiri tanpa kesepakatan dengan pembeli terlebih
dahulu. Jadi pembeli merupakan pihak yang dirugikan pada akad jual
beli telur ayam di Desa Kajen.
2. Sistem penjualan telur ayam yang dilakukan di Desa Kajen
Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, belum sesuai dengan aturan Fiqh
62
Muamalah. Karena pada waktu penimbangan tidak di lakukan kedua
belah pihak, sehingga dikhawatirkan terjadinya tadlis
B. Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan dengan adanya sistem
penjualan dari distributor ke toko sembako dengan praktik penimbangan
sepihak di desa Kajen Kecamatan Talang kabupaten Tegal :
1. Pada proses penimbangan telur ayam, seharusnya dilakukan
penimbangan terbuka antara penjual dan pembeli, tanpa adanya
tindakan pembohongan dan ketidaksesuaian barang, penjual harus
menyadari bahwa melakukan kecurangan dalam menimbang tidak
dibenarkan dalam syari‟at. Sikap menguntungkan diri sendiri dan
merugikan orang lain akan berdampak pada munculnya
ketidakpercayaan antara penjual dan pembeli, sehingga terjadinya
keterpaksaan dalam bertransaksi.
2. Untuk pembeli yang seringkali tertipu dengan jual beli telur ayam
perkrat yang dilakukan penimbangan secara sepihak, diharapkan lebih
teliti dan lebih mencermati saat akan membeli barang yang di berikan
penjual tanpa adanya penimbangan ulang, agar terhindar dari hal-hal
yang tidak di inginkan pembeli dan hal-hal yang bisa merugikan
pembeli.
63
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an/ Tafsir Al-Qur’an
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: Jabal, 2010.
2. Fiqh/ Ushul Fiqh/ Hukum/ Buku
Al-As qalani, Al-Hafidh Ibnu Hajar. 1995. Bulughul Maram Min Adilatil
Ahkam, (Nurul Huda: Hadis No. 800.)
Anwar, Imam Basyari. 1987. Kamus Lengkap Indonesia-Arab. Kediri:
Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Al-Basyari.
As Shan‟ani. 1995. Subulus Salam III terjemah Abu Bakar Muhammad.
Surabaya: Al Ikhlas
Dimyaudin, Djuawaini. 2010. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Emawati Waridah. 2017. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Bmedia Imprint
Kawan Pustaka.
Ghazaly, Abdul Rahman dkk. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana.
Hadi. 1981. Metodologi Penelitian Research. Yogyakarta: Yayasan Fakultas
Psikologi UGM.
Hafiz Muhammad. 2019. Tadlis Penipuan. Http://belajar-ekonomi-
Islam.blogspot.com/2011/03/tadlis-penipuan.html.
Harun. 2017. Fiqh Muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Hidayat, Enang. 2015. Fiqh Jual Beli. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Huda Qamarul. 2011. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras.
64
Ibnu Syurah Al-Abi Isya Muhammad Ibnu Isya, Sunan Tirmidzi juz 3, (Lidwa
Pusaka: Hadis No.1209).
Imaniyati, Neni Sri. 2002. Hukum Ekonomi Dan Ekonomi Islam Dalam
Perkembangan. Bandung: Mandar Maju.
Khallaf, Abdul Wahab. 2003. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Amam.
Mahjuddin. 1995. Dirasah Islamiyah Bagian Ilmu Fiqh. Pasuruan: PT.
Garoeda Buana Indah.
Moleong. 2008. Metedologi Penelitian Kualitatif, cet. Ke 25 Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.
Nur Sunardi. 2011. Model Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:
Bumi Aksara.
Pasaribu, Chairuman dkk. 2004. Hukum Perjanjian Dalam Islam. Jakarta:
Sinar Grafika.
Rasjid Sulaiman. 2008. Fiqh Islam, cet ke 84. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Rezeki, Suci Asdiana dkk. 2016. Analisis Harga dan Elastisitas Pemasaran
Telur Ayam Ras di Kabupaten Langkat. Jurnal Peternakan Integritatif,
Vol. 4:2.
Rifa‟i, Muhammad. 2014. Fiqh Islam Lengkap. Semarang. Karya Toha Putra
Semarang.
Royan, M Frans. 2014. Bisnis Model Kanvas Distributor. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Sabiq, Sayyid. 1987. Fiqh As-sunnah Terjemah, Jilid 12, Bandung: Al-Ma‟arif.
65
Shobirin, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, Jurnal Bisnis Dan Manajemen
Islam, Vol. 3:2 (Desember 2015).
Sudarto. 2018. Ilmu Fikih. Yogyakarta: Deepublish.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Mu‟amalah. Jakarta: Raja Grafindo.
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana.
Syaifullah. 2014. Etika Jual Beli Dalam Islam. Hanufa: Jurnal Studia Islamika,
Vol. 1, No. 02.
Tirmidzi, Sunan. Bab Pedagang Komentar Nabi SAW. Lidwa Pusaka: Hadis
No. 1130.
3. Lain-lain
Dokumentasi Kepala Desa Kajen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal.
Kholil, Muhdi. 2019. Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Penimbangan
Sepihak Dalam Jual Beli Buah Kelapa Sawit, Skripsi Mahasiswa
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Ritma, Safitri. 2017. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Pulsa
Elektrik Antara Distributor dan Agen, Skripsi Instititut Agama Islam
Negeri Purwokerto.
Saputra, Teguh Edi. 2018. Sistem Penjualan Telur Ayam Di Kandang Pada CV
Gunung Agung Kota Palembang Ditinjau Dari Fiqih Muamalah, Skripsi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Sari, Ayu Komala. 2017. Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Telur Ayam
Tanpa Cangkang. Skripsi Institut Agama Islam Negeri Raden Intan
Lampung.
Wawancara ibu Ina pembeli, warga desa Kajen RT 14, RW 04, tanggal 30 Juli
2019.
66
Wawancara ibu Nur pembeli, warga desa Kajen RT 14, RW 04, tanggal Juli
2019.
Wawancara ibu Sutini pembeli, warga desa Kajen RT 14, RW 04, tanggal 25
Juni 2019.
Wawancara pak Ardi penjual, warga desa Kajen RT 14, RW 04, tanggal 12
Agustus 2019.
Wawancara pak Joni penjual, warga desa bengle RT 12, RW 02, tanggal 12
Agustus 2019.
Wawancara pak Sujairi pemilik toko sembako dan pembeli, warga desa Kajen
RT 14, RW 04, tanggal 29 Juli.
CURRICULUM VITAE
Nama : Mieke Laeladini
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 08 Juni 1996
Alamat : Desa Kajen Rt 14 Rw 04 Kecamatan Talang
Kabupaten Tegal.
Nomor Handphone : 0857 2651 9880
e-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan : SDN KEBASEN 01
MTS AL-HIKMAH 02 BENDA SIRAMPOG
MA AL-HIKMAH 02 BENDA SIRAMPOG
Pengalaman Organisasi : Pengurus Dema Fakultas Syari‟ah 2018/2019
LAMPIRAN FOTO