sindroma kompartemen
DESCRIPTION
Tinjauan pustaka tentang Sindroma Kompartemen, salah satu emergency case di bidang bedah ortopedi.TRANSCRIPT
-
SINDROM KOMPARTEMEN
Oleh:
Faradilla Novita Anggreini (0802005008)
Supervisor:
dr. Cok Gede Oka Dharmayuda, Sp. OT
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU BEDAH
RSUP SANGLAH / FK UNUD
DESEMBER 2012
-
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Journal Reading ini
tepat pada waktunya.
Tinjauan Pustaka yang berjudul "Sindrom Kompartemen" ini dibuat dalam
rangka mengikuti kepaniteraan klinik madya di SMF Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana - Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Sri Maliawan, Sp. BS (K) selaku kepala SMF Ilmu Bedah FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
2. dr. Andatusta, Sp. B (K) Onk. selaku koordinator pendidikan jenjang profesi
Bagian/SMF Ilmu Bedah FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
3. dr. Cok Gede Oka Dharmayuda, Sp. OT selaku supervisor yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan tinjauan pustaka ini,
4. Rekan-rekan Dokter Muda lainnya dan semua pihak yang telah mendukung
dalam proses penyusunan karya tulis ini baik secara moral maupun material.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan. Akhir kata, penulis menyertakan harapan semoga tulisan ini
dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya, dan khususnya dalam bidang ortopedi.
Denpasar, 15 Desember 2012
Penulis
-
iii
DAFTAR ISI
Isi Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Definisi Sindrom Kompartemen ............................................... 2
2.2 Epidemiologi dan Etiologi Sindrom Kompartemen .................. 2
2.3 Patofisiologi Sindrom Kompartemen ........................................ 3
2.4 Manifestasi Klinis Sindrom Kompartemen ............................... 7
2.5 Penegakan Diagnosis Sindrom Kompartemen .......................... 8
2.6 Diagnosis Banding Sindrom Kompartemen .............................. 9
2.7 Penatalaksanaan Sindrom Kompartemen .................................. 10
2.8 Prognosis ................................................................................... 15
2.9 Komplikasi ................................................................................ 15
BAB III SIMPULAN .................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17
LAMPIRAN
-
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kondisi yang Berhubungan dengan Sindrom Kompartemen Akut ...... 2
Tabel 2. Faktor Risiko Terjadinya Sindrom Kompartemen .......................... 3
Tabel 3. Perbedaan antara Sindrom Kompartemen Akut dan Kronik ........... 6
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian Masing-masing Teknik Monitoring Tekanan
Intrakompartemen ............................................................................ 9
-
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lingkaran Setan Patofisiologi Sindrom Kompartemen .............. 4
Gambar 2. Cara Sedarhana Pengukuran ICP ................................................ 8
Gambar 3. Fasciotomi ................................................................................... 11
Gambar 4. Insisi Fasciotomi untuk Sindrom Kompartemen Akut pada
Ekstremitas Atas .......................................................................... 12
Gambar 5. Fasciotomi untuk Sindrom Kompartemen Akut pada Ekstremitas
Bawah ......................................................................................... 14
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota
tubuh dan jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang
tertutup mengalami penurunan.1 Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka
tubuh akan mengalami nekrosis jaringan dan gangguan fungsi yang permanen,
dan jika semakin berat dapat terjadi gagal ginjal dan kematian. Kompartemen
didefinisikan sebagai ruang tertutup dalam dinding yang berlanjut, seperti fascia
dan tulang yang berisi otot, pembuluh darah, dan saraf.1,2
Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di
tangan, lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah.2
Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat
olahraga berat. Fraktur poros tibia dan lengan bertanggung jawab untuk sekitar
58% dari kasus Sindrom kompartemen.3
Kunci keberhasilan pengobatan sindrom kompartemen akut adalah
diagnosis dini dan dekompresi dari kompartemen yang terkena.3 Tanda-tanda
klasik (5P) meliputi nyeri, pucat, parasthesia, kelumpuhan, tidak berdenyut.
Tanda-tanda yang harus diketahui adalah nyeri yang tiba-tiba berubah dalam
karakter dan intensitas kerusakan yang tidak proporsional, tidak sesuai dengan
stimulus, nyeri mengintensifkan pada peregangan pasif kompartemen otot,
perubahan sensasi, kelemahan otot dan nyeri tekan pada kompartemen otot.1
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi.3 Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,
namun beberapa hal seperti penentuan waktu masih diperdebatkan. Semua ahli
bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi.4
-
2
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Definisi Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya
kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan.1
2.2 Epidemiologi dan Etiologi Sindrom Kompartemen
Sejauh ini penyebab Sindrom kompartemen yang paling sering adalah
cedera, dimana 45 %kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di
anggota gerak bawah.1,3
Dalam keadaan kronik, gejala juga timbul akibat aktifitas
fisik berulang seperti berenang, lari ataupun bersepeda sehingga menyebabkan
exertional compartment syndrome. Namun hal ini bukan merupakan keadaan
emergensi.3
Tabel 1. Kondisi yang Berhubungan dengan Sindrom Kompartemen Akut3
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal
yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:1
1. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:
- Penutupan defek fascia
- Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
-
3
2. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman. Beberapa hal yang bisa
menyebabkan kondisi ini antara lain:
- Pendarahan atau Trauma vaskuler
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Penggunaan otot yang berlebihan
- Luka bakar
- Operasi
- Gigitan ular
- Obstruksi vena
3. Peningkatan tekanan eksternal
- Balutan yang terlalu ketat
- Berbaring di atas lengan
- Gips
Tabel 2. Faktor Risiko Terjadinya Sindrom Kompartemen1
2.3 Patofisiologi Sindrom Kompartemen
Fasia merupakan sebuah jaringan yang tidak elastis dan tidak dapat
meregang, sehingga pembengkakan pada fasia dapat meningkatkan tekanan intra-
kompartemen dan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah, otot dan saraf.
-
4
Pembengkakan tersebut dapat diakibatkan oleh fraktur yang kompleks ataupun
cedera jaringan akibat trauma dan operasi. A ktifitas fisik yang dilakukan secara
rutin juga dapat menyebabkan pembengkakan pada fasia, namun umumnya hanya
berlangsung selama aktifitas.2
Patofisiologi sindrom kompartemen mengarah pada suatu ischemic injury.
Dimana struktur intra-kompartemen memiliki batasan tekanan yang dapat
ditoleransi. Apabila cairan bertambah dalam suatu ruang yang tetap, maupun
penurunan volume kompartemen dengan komponen yang tetap, akan
mengakibatkan pada peningkatan tekanan dalam kompartemen tersebut.2
Perfusi pada jaringan ditentukan oleh Tekanan Perfusi Kapiler atau
Capillary Perfusion Pressure (CPP) dikurangi tekanan interstitial. Metabolisme sel
yang normal memerlukan tekanan oksigen 5-7 mmHg. Hal ini dapat berlangsung
baik dengan CPP rata-rata 25 mmHg dan tekanan interstitial 4-6 mmHg. Apabila
tekanan intra-kompartemen meningkat, akan mengakibatkan peningkatan tekanan
perfusi sebagai respon fisiologis serta memicu mekanisme autoregulasi yang
mengkibatkan cascade of injury.2
Gambar 1. Lingkaran Setan Patofisiologi Sindrom Kompartemen.2
-
5
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen
sindrom yaitu, antara lain:1
a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
b. Theory of critical closing pressure.
Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan
mural arteriol yang tinggi.Tekanan trans mural secara signifikan berbeda
(tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi
aliran darah. Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun
maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan
tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya adalah arteriol akan
menutup.
c. Tipisnya dinding vena.
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan
vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara
kontinyu dari kapiler, maka tekanan vena akan meningkat lagi melebihi
tekanan jaringan, sehingga drainase vena terbentuk kembali. McQueen dan
Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan
kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan
sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen menyebabkan peningkatan tekanan jaringan,
penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal. Peningkatan tekanan
jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan
tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intra-muskuler
bagian bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk
kekapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti
oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen.1
Perfusi darah melewati kapiler yang terhenti akan menyebabkan hipoksia
jaringan. Hipoksia jaringan akan membebaskan substansi vasoaktif (histamin,
serotonin) yang akan meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan
eksudasi cairan dan mengakibatkan peningkatkan tekanan dan cedera yang lebih
hebat. Akibatnya konduksi saraf akan melemah, pH jaringan akan menurun akibat
dari metabolisme anaerobik, dan kerusakan jaringan sekitar yang hebat. Bila
-
6
berlanjut, otot-ototakan mengalami nekrosis dan membebaskan mioglobin.
Akhirnya, fungsi ekstremitas akan hilang dan dalam keadaan terburuk dapat
mengancam jiwa.1
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri
hebat. Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intra-kompartemen,
tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti.
Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, sehingga terjadi
hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan
nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.2
Tabel 3. Perbedaan antara Sindrom Kompartemen Akut dan Kronik2
Pada keadaan aktivitas berat yang dilakukan secara rutin, kontraksi otot
berulang dapat meningkatkan tekanan pada komponen intra-muskular. Hal ini
disebabkan otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan, dan akan menambah
peningkatan dalam tekanan intra-kompartemen untuk sementara. Sindrom
kompartemen kronik terjadi ketika tekanan kontraksi yang terus-menerus tetap
tinggi dan mengganggu aliran darah.2 Sebaliknya, aliran arteri selama relaksasi
otot akan semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Bagian yang
sering mengalami gejala adalah kompartemen anterior dan lateral dari tungkai
bagian bawah.2,3
Besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan Sindrom
kompartemen bergantung pada berbagai faktor, termasuk durasi elevasi tekanan,
laju metabolisme jaringan, tonus pembuluh darah dan tekanan arteri rata-rata.
Data mengenai pengaruh iskemia pada jaringan-jaringan berbeda secara
proporsional dengan jenis jaringan menunjukkan:1
-
7
Pada jaringan saraf menunjukkan kelainan fungsional (parasthesia,
hyperesthesia) dalam waktu 30 menit dari terjadinya iskemia dan kehilangan
fungsional ireversibel setelah 12 jam.
Pada otot menunjukkan perubahan fungsional setelah 2-4 jam dan perubahan
ireversibel dimulai pada 4-12 jam. Durasi iskemia yang berkepanjangan
selama lebih dari 4 jam dapat menyebabkan myoglobinuria yang signifikan
hingga mencapai maksimal berkisar hingga 3 jam bahkan 12 jam.
Sindrom Kompartemen yang berlangsung lebih lama dari 12 jam
menghasilkan defisit fungsional kronis, seperti kontraktur, kelemahan motor,
dan gangguan sensorik.
2.4 Manifestasi Klinis Sindrom Kompartemen
Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5 P
yaitu:3
1. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat terjadi saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.
Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada
anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak
dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang
spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen.
Sedangkan pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas,
antara lain:
a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
-
8
b. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit.
c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
2.5 Penegakan Diagnosis Sindrom Kompartemen
Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa
sindrom kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen.
Pengukuran intra-kompartemen dini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak
sadar, pasien yang tidak kooperatif seperti anak-anak, pasien yang sulit
berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala,
medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Tekanan kompartemen normalnya
adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif terjadi ketika tekanan
meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik dan tidak ada perfusi yang
efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik.1,2,3
Pemeriksaan tekanan kompartemen dapat dilakukan secara sederhana
dengan menggunakan jarum, tabung plastik, cairan intarvena (air saline dan
udara) yang dihubungkan dengan manometer merkuri. Teknik slit dan wick
memerlukan tabung polietilen yang berisi udara tanpa gelembung yang terdapat
dalam tabung, terhubung dengan transducer tekanan dimana teknik ini memonitor
tekanan intrakompartemen dengan lebih akurat.1
Gambar 2. Cara Sedarhana Pengukuran ICP.1
Cara lain untuk mengukur tekanan intrakompartemen (ICP) yakni dengan
Near-Infrared Spectroscopy (NIRS) dan Laser Doppler Flowmetry. NIRS
-
9
merupakan teknik yang memungkinkan pelacakan variasi oksigenasi jaringan otot.
Laser Doppler Flowmetry menggunakan flexible fibre optic wire yang
dimasukkan pada kompartemen otot dan signal yang dihasilakn terhubung dengan
komputer. Tekanan intrakompartemen normalnya berkisar antara 0 sampai dengan
10 mmHg. Fasciotomi diindikasikan ketika ICP meningkan hingga 40 mmHg
pada pasien dengan tekanan diastolik 70mmHg. Tekanan diastolik dikurangi
dengan ICP adalah tekanan delta. Dengan demikian fasciotomi dianjurkan pada
ICP berkisar antara 30 hingga 50 mmHg dimana tingkat kritikal ditemukan
berkisar dari 10 hingga 35 mmHg. Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan
Pulse oximetry sangat membantu dalam mengidentifikasi hipoperfusi ekstremitas.
Namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosa sindrom kompartemen.1
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian Masing-masing Teknik Monitoring Tekanan
Intrakompartemen.3
2.6 Diagnosis Banding Sindrom Kompartemen
Diagnosis banding dari sindrom kompartemen anatar lain:2
- Selulitis
- Deep Venous Trombosis dan Thrombophlebitis
- Gas Ganggrene
- Necrotizing Fasciitis
-
10
- Peripheral Vascular Injuries
- Rhabdomyolis
2.7 Penatalaksanaan Sindrom Kompartemen
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,
namun beberapa hal seperti penentuan waktu masih diperdebatkan. Semua ahli
bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi:1
1. Terapi non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosis kompartemen masih dalam
bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:1
a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan
aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut
kontriksi dilepas.
c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindrom kompartemen.
d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,dengan
memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi selotot yang
nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas
e. HBO ( Hyperbaric oxygen).
Merupakan pilihan yang logis untuk kompartemen sindrom berkaitan dengan
ischemic injury. HBO memiliki banyak manfaat, antara lain dapat mengurangi
pembengkakan melalui vasokonstriksi oleh oksigen dan mendukung
penyembuhan jaringan. Mekanismenya ialah ketika tekanan perfusi rendah,
oksigen dapat diterima sehingga dapat terjadi penyembuhan jaringan.
-
11
2. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intra-kompartemen mencapai >30
mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya
-
12
Kompartemen dari tangan meliputi otot-otot kecil yang berfungsi untuk
kontrol motorik halus dari jari-jari tangan. Thenar dan hypothenar eminences
dapat dilakukan dekompresi melalui insisi longitudinal di sepanjang tepi radial
dan ulnar. Pendekatan pada interossei dapat dilakukan melalui dua buah insisi
longitudinal pada dorsum manus yakni pada metakarpal kedua dan keempat. Insisi
ini juga dapat mendekompresi otot adductor policis dengan ekstensi radial dari
insisi pertama (di dalam dorsal interossei pertama). Tangan harus dibebat dan
diletakkan pada well-padded splint dengan posisi Safe atau Edinburgh
(Fleksi MCP 90 derajat, IPJ ekstensi penuh, ibu jari ekstensi dan adduksi).
Selanjutnya tangan harus dielevasi untuk mencegah edema lanjut.4
Gambar 4. Insisi Fasciotomi untuk Sindrom Kompartemen Akut pada
Ekstremitas Atas.4
-
13
b. Fasciotomi pada Ekstremitas Bawah
Pada paha terdapat kompartemen flexor, ekstensor, dan adduktor medial.
Untuk dekompresi kompartemen anterior dan posterior dapat dilakukan melalui
satu insisi lateral. Pada kaki bagian bawah terdapat empat kompartemen: anterior,
lateral, superfisial, dan dalam. Kegagalan untuk melakukan dekompresi dari
kompartemen posterior dalam merupakan kesalahan yang biasa terjadi pada
fasciotomi kaki bawah, dan dapat terjadi ketika mendekompresi otot soleus dari
aspek posterior tibia. Arteri tibial posterior terletak diantara dua kompartemen
posterior dan dapat digunakan sebagai penanda saat operasi.4
Insisi harus ditandai terlebih dahulu dimana pada bagian lateral (point
pertama) diberi tanda di antara tibial tuberosity dan fibular head, point kedua si
antara tepi anterior dari aspek atas lateral maleollus dan tepi lateral tibia. Ketika
melakukan sayatan transversal superfisial sepanjang 3 cm, septum akan terasa
seperti ujung pisau yang tumpul. Kedua kompartemen anterior dan lateral
(peroneal) secara penuh dibebaskan pada bagaian proksimal dan distal dengan
bentuk huruf H dimana terdapat insisi transversal di tengah-tengahnya.4
Indikasi utama pada fasciotomi kaki adalah untuk menurunkan morbiditas
(claw toes) yang berkaitan dengan nekrosis otot dimana hal ini harus seimbang
dengan morbiditas yang terjadi oleh karean fasciotomi yakni risiko infeksi pada
fraktur terbuka. Dilakukan dua buah insisi dorsal ditengah-tengah metatarsal
kedua dan keempat. Kompartemen adduktor dibebaskan dari arah medial dimana
insisi posterior berada 3 cm anterior dari tumit dan 3 cm di atas telapak kaki.4
-
14
Gambar 5. Fasciotomi untuk Sindrom Kompartemen Akut pada Ekstremitas
Bawah.4
Komplikasi fasciotomi meliputi perdarahan, kerusakan saraf terutama
saraf peroneal dangkal lateral dan saraf saphena medial dan infeksi, baik bakteri
dan jamur. Penutupan itu sendiri dapat menyebabkan komplikasi dan masalah
kosmetik.4
2.8 Prognosis
Dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, umumnya menberikan hasil
yang baik. Namun umumnya prognosis ditentukan oleh trauma penyebab.
Diagnosis yang terlambat dapat menyababkan kerusakan saraf yang permanen
serta malfungsi dari otot yang terlibat. Hal ini sering terjadi pada penderita dengan
penurunan kesadaran atau dengan pemberian sedasi yang menyebabkan penderita
tidak mengeluhkan nyeri. Umunya kerusakan permanen dapat timbul setelah 12-
24 jam setelah terjadi kompresi.1,2
2.9 Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera,
akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:1,3
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen.
2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas
pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan
bawah.
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
-
15
5. Sepsis
6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
-
16
BAB III
SIMPULAN
Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi emergensi yang mengancam
anggota tubuh dan jiwa yang paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah.
Penyebab Sindrom kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45%
kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.
Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5-P yaitu:
Pain (nyeri) , Pallor (pucat), Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi),
Parestesia (rasa kesemutan), Paralysis. Tujuan dari penanganan sindrom
kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu
mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi dan dilakukan jika
tekanan intra-kompartemen mencapai >30 mmHg. Prognosis ditentukan oleh
trauma penyebab. Diagnosis dan pengobatan yang tepat, umumnya menberikan
hasil yang baik dan diagnosis yang terlambat dapat menyababkan kerusakan saraf
yang permanen serta malfungsi dari otot yang terlibat. Hal yang paling penting
bagi seorang dokter adalah untuk selalu waspada ketika berhadapan dengan
keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi dari terlewatnya pemeriksaan dapat
meningkatkan tekanan intra-kompartemen.
-
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Galanakos, S., V. I. Sakellariou, H. Kotoulas, I. P. Sofianos. Acute
Compartment Syndrome: the Significance of Immediate Diagnosis and the
Consequences from Delayed Treatment. EEXOT 2009; 60(2): 127-133.
2. Rekha, A. Compartment syndrome. Clinical Reviews and Opinions 2010;
2(2): 28-30.
3. Duckworth, A. D. dan M. M. Mcqueen. Focus on Diagnosis of Acute
Compartment Syndrome. The Journal of Bone and Joint Surgery 2011; 1-8.
4. Clasper, J. C., D. Standley, S. Heppell, S. Jeffrey, P. J. Parker. Limb
Compartment Syndrome And Fasciotomy. JR Army Med Corps 2011; 155(4):
298-301.