sharia economic outlook 2016 mes

Upload: luliyatul-mutmainah-as-sakinah

Post on 13-Apr-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    1/75

    i | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    2/75

    ii | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    3/75

    iii | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    4/75

    iv | page

    SHARIA ECONOMIC OUTLOOK 2016

    oleh: Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)

    @2015

    Desain Sampul & Layout: Miftakhul Ulum

    Editor: Achmad Iqbal, SP., M.Ec

    Pengarah: Prof. Firmanzah, Ph.D

    Penyusun: Tim Outlook MES

    Diterbitkan oleh:

    Masyarakat Ekonomi Syariah

    Jl. Setiabudi Tengah No. 29

    Kuningan, Jakarta Selatan

    Telp. 021-52901515Fax. 021-52901516

    Email: [email protected]

    [email protected]

    Website: www.ekonomisyariah.org

    www.koperasi-syariah.net

    www.belajar.ekonomisyariah.org

    Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagaian atau seluruh isi buku ini

    tanpa sepengetahuan dan izin dari pihak MES

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    5/75

    v | page

    Daftar Isi

    BAB 1: Outlook Ekonomi Makro 2016 1

    BAB 2: Perkembangan dan Outlook Perbankan Syariah di Indonesia 3 A. Pendahuluan 3

    B. Analisa Perkembangan 4

    C. Outlook Perbankan Syariah 2016 9

    BAB 3: Perkembangan dan Outlook Asuransi dan Re-Asuransi Syariah 17

    A. Pendahuluan 17

    B. Analisa Perkembangan 18

    C. Outlook Asuransi dan Re-Asuransi Syariah 2016 22

    BAB 4: Perkembangan dan Outlook Pasar Modal Syariah 29

    A. Pendahuluan 29

    B. Analisa Perkembangan Pasar Modal Syariah: Saham, Sukuk

    dan Reksadana Syariah 30

    B.1. Analisis Perkembangan Saham Syariah 30

    B.2. Analisis Perkembangan Instrumen Sukuk 33

    B.3. Analisis Perkembangan Reksadana Syariah 36

    C. Outlook Saham Syariah, Sukuk, dan Reksadana 40

    C.1. Outlook Saham Syariah 40

    C.2. Outlook Sukuk Tahun 2016 41

    C.3. Outlook Reksadana Syariah Tahun 2016 43

    BAB 5: Perkembangan dan Outlook Lembaga Keuangan Mikro Syariah 47

    A. Pendahuluan 47

    B. Analisa Perkembangan LKM Syariah: BPRS, BMT, dan Koperasi Syariah 47

    B.1. Analisa Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 47

    B.2. Analisa Perkembangan BMT 51

    C. Outlook Lembaga Keuangan Mikro 2016 52

    C.1. Arah Pengembangan BPRS 53

    C.2. Arah Pengembangan BMT 53

    BAB 6: Perkembangan dan Outlook Industri Non Keuangan Syariah 57

    A. Pendahuluan 57

    B. Analisa Perkembangan 58

    B.1. Analisa Perkembangan Pariwisata Syariah 58

    B.2. Analisa Perkembangan Industri Muslim Fashion 59

    B.3. Analisa Industri Kosmetik dan Makanan Halal 61

    C. Arah Pengembangan 62

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    6/75

    vi | page

    Daftar Tabel

    Table 2.1 Indikator Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah 10

    Table 2.2 Skenario Outlook Perbankan Syariah 2016 11Table 3.1 Jumlah Perusahaan Asuransi dan Re-Asuransi Syariah di Indonesia 20Table 3.2 Kinerja Keunagan Industri Asuransi dan Re-Asuransi Syariah

    (dalam Triliun RUpiah) 22

    Table 3.3 Komposisi Portfolio dan Hasil Investasi Asuransi dan Re-Asuransi Syariah (dalam Miliar Rupiah) per Agustus 2015 23Table 3.4 Skenario Outlook 26Table 4.1 Statistik Perkembangan Pasa Modal Indonesia 31Table 4.2 Nilai SUrat Utang Pemerintah Berdasarkan Jenis per September 2015 36Table 4.3 Kepemilikan SBSN Domestik per Agustus 2015 (dalam Miliar Rupiah) 37Table 4.4 Reksa Dana Syariah per Agustus 2015 39Table 4.5 Outlook Saham Syariah 2016 43Table 4.6 Outlook Sukuk 2016 (dalam Triliun Rupiah) 45Table 4.7 Outlook Reksa Dana Syariah 2016 46Table 5.1 Tren Kinerja Keuangan BPRS 52Table 5.2 Distribusi NPF Berdasarkan Sektor Ekonomi 53

    Table 5.3 Target BMT dalam Rentang 10 Tahun 54Table 6.1 Daftar 10 Negara dengan Global Islamic Economy Indicator Tertinggi 59Table 6.2 Peringkaran 10 Besar Global Muslim Travel Index 2015 60Table 6.3 Peringkat 10 Besar the Muslim Trave Shopping Index 2015 60Table 6.4 Jumlah WIsatawan Asing Berdasarkan Kebangasaan 61Table 6.5 Tren Perkembagan Fashion 62

    Daftar Gambar

    Gambar 2.1 Tenaga Kerja dan Jaringan Kantor Perbankan Syariah 5

    Gambar 2.2 Pertumbuhan Perbankan Syariah 2010-2015 7

    Gambar 2.3 Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Akad Per Juni 2015 8

    Gmabar 2.4 Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Penggunaan 9

    Gambar 2.5 Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Golongan 9

    Gambar 3.1 Pangsa Pasar Takaful Dunia 19Gambar 3.2 Tren Penetrasi Pasar Asuransi Syariah di Indonesia 21Gambar 3.3 Rasio Klain-Kontribusi pada Asuransi Umum dan Asuransi Jiwa Syariah 22Gambar 4.1 Komposisi JII dan ISSI 33Gambar 4.2 Pergerakan JII, ISSI, dan IHSG 34Gambar 4.3 Perkembangan Sukuk Korporasi di Indonesia 35Gambar 4.4 Proporsi Kepemilikan SBSN per Agustus 2015 38Gambar 4.5 Persentase NAB Reksa Dana Terhadap Total NAB 40Gambar 4.6 Grak Perkembangan REksa Dana Konvensional 41Gambar 4.7 Grak Perkembangan REksa Dana Syariah 41Gambar 5.1 Proporsi BPRS Berdasarkan Total Aset 49Gambar 5.2 Neraca Gabungan BPRS 50Gambar 5.3 Kegiatan Usaha BPR 50Gambar 5.4 Komposisi DPK pada BPRS (dalam Juta Rupiah) 50Gambar 5.5 Tabungan iB BPRS 50Gambar 5.6 Komposisi Pembiayaan BPRS Berdasarkan Akad 51Gambar 5.7 Golongan Pembiayaan BPRS 51Gambar 5.8 Pembiayaan Berdasarkan Jenis Penggunaan 52Gambar 5.9 Pembiayaan Berdasarkan sekor Ekonomi 52Gambar 5.10 Kolektibilitas Pembiayaan BPRS 52

    Gambar 6.1 Nilai Tambah Bruto dan Proporsi Sub-Sektor Fashiondalam Industri Kreatif 62

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    7/75

    vii | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    8/75

    1 | page

    BAB 1OUTLOOK EKONOMI MAKRO TAHUN 2016

    Kurang dari dua bulan ke depan, Indonesia akan memasuki tahun 2016. Banyak pihakberharap ekonomi Indonesia akan membaik dibandingkan tahun 2015 ini, dimana kinerja

    perekonomian Indonesia sepanjang tahun ini menunjukkan tanda-tanda pelambatan yang

    cukup nyata. Setelah melalui proses politik yang cukup alot, pemerintah bersama dengan

    DPR menyepakati beberapa asumsi makro pada RAPBN 2016 . Indikator makro tersebut

    antara lain yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen, tingkat inasi 4,7 persen,

    suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen, serta rerata nilai tukar rupiah ada pada kisaran

    Rp13.900 per dolar Amerika Serikat. Beberapa lembaga internasional seperti Bank Dunia

    juga memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada level 5.3%. Walaupun demikian,

    dalam rentang yang moderat, secara umum ekonomi Indonesia diprediksi hanya akan ada

    pada rentang 5% - 5.3%, mengingat pada tahun ini pertumbuhan yang dicapai tidak akan

    lebih dari 5%.

    Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 ini memang dipastikan akan jauh meleset dari target

    pemerintah sebesar 5.7 %. Perekonomian global yang belum menunjukkan tanda-tanda

    pulih cukup memberikan imbas yang signikan pada perlambatan pertumbuhan ekonomi

    Indonesia. Stagnasi yang melanda di negara-negara yang menjadi mitra dagang Indonesia,

    termasuk Tiongkok, menjadi salah satu faktor yang turut mempengaruhi perlambatan

    tersebut. Perlambatan sektor ekonomi riil di Tiongkok khususnya, dipastikan berdampak

    terhadap anjloknya harga komoditas di pasar internasional. Selain itu, gejolak yang terjadi

    di pasar keuangan akibat ketidakpastian paket kebijakan the Fed juga memberikan tekanan

    depresiasi rupiah yang cukup persisten. Kondisi ini masih ditambah dengan efek tidak

    langsung resminya Yunani dinyatakan sebagai negara yang bangkrut.

    Meskipun cenderung melambat, akan tetapi jika dibandingkan dengan mayoritas negara

    lain kondisi perekonomian Indonesia sebenarnya masih menunjukkan kinerja positif yang

    berada diatas rata-rata. Berdasarkan World Economic Outlook yang dikeluarkan IMF,

    perekonomian global tahun 2015 diperkirakan hanya tumbuh 3,3 persen, sedangkan di

    tahun 2016 pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan menguat menjadi 3,8%. Sementara

    itu, perekonomian negara berkembang diperkirakan melambat dari 4,6% di tahun 2014

    menjadi 4,2% di tahun 2015, dan diharapkan meningkat menjadi 4,7% pada tahun depan.

    Peningkatan ini bergantung dari perbaikan kondisi ekonomi di sejumlah negara yang

    tengah mengalami krisis, termasuk Rusia, beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara.

    Sehingga jelas terlihat walaupun ekonomi Indonesia melambat, tetapi masih tetap lebih

    baik dibandingkan dengan kondisi perekonomian global.

    Besaran positif perkembangan ekonomi Indonesia di tahun 2016 setidaknya akan ditentukan

    oleh dampak faktor-faktor berikut ini. Yang pertama adalah tingkat konsumsi rumah

    tangga. Selama beberapa tahun, konsumsi agregat khususnya ditingkat rumat tangga

    selalu menjadi backboneperekonomian nasional, khususnya ditengah rendahnya kontribusiekspor dan investasi akibat pelemahan kondisi ekonomi global. Tahun lalu saja kontribusi

    konsumsi terhadap GDP mencapai 55% sehingga menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.

    Akan tetapi tahun ini konsumsi diperkirakan tidak sedominan tahun sebelumnya dimana

    sampai kuartal II hanya tumbuh 4.97% dari 5.3% pada periode yang sama tahun lalu.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    9/75

    2 | page

    Faktor berikutnya adalah dampak Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan pemerintah

    Jokowi. Sampai dengan Bulan November tercatat pemerintah telah mengeluarkan enam

    paket kebijakan ekonomi yang berisi sejumlah deregulasi ekonomi untuk mendorong

    ekonomi nasional tetap bergerak guna merespon tekanan ekonomi global. Selain untuk

    menjaga stabilitas ekonomi, paket kebijakan ekonomi ini diharapkan mampu merangsangpertumbuhan industri yang memberikan nilai tambah ekonomi dan memberikan kelonggaran

    insentif bagi dunia usaha sehingga tetap bisa menjaga perputaran roda ekonomi nasional.

    Hal positif lain yang diharapakan dari kebijakan ekonomi ini adalah terjaganya daya beli

    masyarakat mengingat beberapa subsidi yang selama ini diberikan pada masyarakat, secara

    konsisten terus dicabut dari anggaran pemerintah. Khusus pada paket kebijakan ekonomi

    tahap V, terdapat insentif khusus untuk industri keuangan syariah dimana pemerintah

    memberikan deregulasi berupa pemberian kemudahan pembukaan jaringan kantor bagi

    industri perbankan syariah. Jaringan induk bank syariah, yakni bank konvensional, dapat

    ikut menjual produk syariah tanpa harus membuka kantor baru.

    Selain lewat paket kebijakan ekonomi , dukungan yang diberikan pemerintah adalah tentu

    pada pengeluaran skal khususnya pada dukungan dana infrastruktur. Harus diakui salah

    satu permasalahan klasik dunia usaha Indonesia adalah buruknya kondisi infrastruktur

    perekonomian. Lewat MP3EI, usaha nyata pemerintah sebenarnya telah dilakukan sejak

    pemerintahan SBY untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur yang tidak

    hanya memadai tetapi seimbang secara geogras. Pada tahun 2016 direncanakan anggaran

    pengeluaran infastruktur mencapai nilai Rp. 313.5 Trilyun, dimana ini merupakan yang

    terbesar dibandingkan dengan APBN tahun- tahun sebelumnya, bahkan jika dibandingkan

    dengan APBN 2015, anggaran inftrastruktur mengalami kenaikan 8%. Besarnya dana

    infrastruktur diharapkan mampu menggairahkan iklim dunia usaha sehingga lebih optimis

    dalam meggerakkan perekonomian.

    Faktor terakhir adalah ekonomi internasional. Memang harus diakui, sampai pertengahan

    tahun ini ekonomi global masih melambat sehingga masih belum bisa diharapkan memberikan

    kontribusi positif pada perekonomian nasional. Namun pada 2016, ada ekspektasi ekonomi

    global akan mulai recover mendekati mendekati rata-rata pertumbuhannya dalam 10 tahun

    terakhir. Tanda-tanda tersebut misalnya ditunjukkan oleh indikator pada negara maju

    yang menjadi mitra dagang utama Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Jepang diprediksi

    meningkat mendekati level 0.7% dari sebelumnya -0.8%, sedangkan untuk Tiongkok akannaik sedikit diatas level sebelumnya yaitu 7%, sedangkan Amerika Serikat tetap senilai

    2.9%. Sementara unemployment rate di Tiongkok dan Amerika masing masing menurun

    menjadi sekitar 4% dan 5.3%, sedangkan Jepang tetap senilai 3.5%. Karena itu pemulihan

    ekonomi global kedepan menjadi salah satu kunci bagi suksesnya ekspansi ekonomi

    Indonesia.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    10/75

    3 | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    11/75

    4 | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    12/75

    5 | page

    BAB 2PERKEMBANGAN DAN OUTLOOK PERBANKAN SYARIAH

    DI INDONESIA

    A. PENDAHULUAN

    Industri perbankan syariah Indonesia secara umum telah mengalami kemajuan yang berarti

    sejak pertama kali didirikan pada tahun 1992. Dalam rentang periode 9 tahun terakhir,

    aset perbankan syariah telah tumbuh sebesar 10 kali lipat dari posisi Rp 26,7 Triliun pada

    tahun 2006, menjadi Rp 272,4 Triliun pada pertengahan tahun 2015. Meskipun begitu aset

    perbankan syariah di triwulan II tahun 2015 hanya tumbuh sebesar 8,13% di banding

    periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).

    Gambar 2.1

    Tenaga Kerja dan Jaringan Kantor Perbankan Syariah

    Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK

    Tahun 2015 merupakan periode yang penuh tantangan bagi pelaku ekonomi di Indonesia.

    Faktor makroekonomi global seperti menguatnya nilai tukar Dolar AS terhadap rupiah,

    melambatnya perekonomian Tiongkok dan faktor internal seperti menurunnya konsumsi

    pasar domestik telah memperburuk kinerja perusahaan-perusahaan di tanah air. Untuk

    industri jasa keuangan khususnya perbankan syariah pelambatan ekonomi tidak hanya

    dapat dilihat dari menurunnya tingkat pertumbuhan aset, pembiayaan dan dana pihak

    ketiga, namun juga dapat dicermati dari menurunnya indikator kinerja non-keuangan

    seperti jumlah tenaga kerja dan jaringan kantor cabang. Konsolidasi yang dilakukan oleh

    bank-bank syariah di tanar air merupakan suatu respon yang perlu diambil agar tetapbertahan dalam kerasnya persaingan di industri jasa keuangan. Meskipun begitu, kondisi

    perbankan syariah di tanah air masih relatif stabil dengan tingkat kecukupan modal (CAR)

    yang memadai.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    13/75

    6 | page

    Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS merupakan reaksi atas keputusan

    The Federal Reserve yang menaikkan suku bunga. Kebijakan ini diambil oleh Bank Sentral

    Paman Sam tersebut sebagai suatu upaya untuk membawa kembali dana ke dalam negeri

    mereka atau disebut tapering. Akibat dari kebijakan ini, nilai Dolar AS menguat terhadap

    mata uang negara lain termasuk Indonesia. Penguatan Dolar AS yang luar biasa di triwulan-I

    dan triwulan-II 2015, membawa kekhawatiran akan terkoreksinya pertumbuhan ekonomidan rapuhnya stabilitas sistem keuangan.

    Melihat situasi pelemahan nilai tukar Rupiah yang semakin mengkhawatirkan Dewan Syariah

    Nasional (DSN) pada bulan April 2015 telah mengeluarkan fatwa terbaru mengenai lindung

    nilai syariah (al-Tahawwuth al-Islami atau Islamic hedging). Fatwa ini dapat dijadikan

    panduan bagi pelaku usaha dan lembaga keuangan syariah yang ingin melindungi posisinya

    dari risiko memburuknya nilai tukar dengan akad-akad yang sesuai dengan ketentuan

    syariah. Bagi lembaga keuangan syariah, keluarnya fatwa tentang lindung nilai syariah ini

    tentu menjadi solusi untuk memitigasi risiko dari meningkatnya ketidakpastian di tahun

    2015 ini.

    Sementara itu, sebagai bagian dari rencana implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN

    (MEA), khusus untuk liberalisasi sektor perbankan, satu inisiatif bersama yang bernama

    ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) telah diagendakan untuk mempercepat

    proses tersebut. Dalam kerangka kerja ini, OJK telah menetapkan skema liberalisasi

    perbankan Indonesia di ASEAN adalah ABIF 2015. Setidaknya ada dua cara yang dapat

    dilakukan untuk mempercepat proses integrasi perbankan di kawasan ini yaitu melalui

    pemberian keleluasaan beroperasi dan akses pasar. Dengan kata lain, otoritas jasa keuangan

    di masing-masing negara anggota akan mengurangi hambatan bagi bank-bank dari negara

    tetangga yang ingin melayani pasar keuangan domestik. Implikasi dari penerapan inisiatif

    ini adalah persaingan pasar keuangan akan semakin ketat karena bank-bank besar dari

    negara tetangga yang didukung dengan teknologi canggih dan kapital besar akan menjadi

    pesaing tangguh bagi bank-bank tanah air.

    Liberalisasi sektor keuangan dan perbankan ini juga akan berpengaruh pada sektor

    perbankan syariah di Indonesia. Dengan populasi muslim terbesar di dunia dan pertumbuhan

    ekonomi yang menjanjikan, Indonesia menjadi target utama rencana ekspansi konglomerat

    perbankan di kawasan ASEAN. Selain itu, faktor besarnya tingkat keuntungan (net interest

    marginatau net prot margin) di industri perbankan di Indonesia telah menjadi daya tariktersendiri bagi bank-bank asing untuk memperluas ekspansinya.

    B. ANALISIS PERKEMBANGAN

    Tiga tahun terakhir sektor perbankan syariah menunjukkan tingkat pertumbuhan aset,

    pembiayaan dan dana pihak ketiga yang cenderung menurun. Beberapa tahun sebelumnya

    pertumbuhan ketiga indikator tersebut cukup baik bahkan mencapai 50 persen di tahun

    2011. Namun memasuki tahun 2012, terjadi penurunan pertumbuhan yang alurnya semakin

    menurun terutama di triwulan II tahun 2015 ini. Sepertinya sektor perbankan syariahsedang memasuki fase baru yang penuh tantangan untuk mempertahankan eksistensinya.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    14/75

    7 | page

    Gambar 2.2

    Pertumbuhan Perbankan Syariah 2010-2015

    Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK

    Sementara itu, di lihat dari kontribusi perbankan syariah terhadap industri perbankan di

    tanah air, market sharedari perbankan syariah stagnan di angka 4,70% dari keseluruhan

    total aset perbankan nasional. Bahkan bisa dibilang telah terjadi penurunan pangsa pasar

    perbankan syariah dari posisi sebelumnya di level 4,86% pada triwulan II tahun 2014

    (yoy). Hal ini memperlihatkan pertumbuhan aset perbankan syariah belum dapat melewati

    ambang batas 5 persen. Terobosan yang dilakukan OJK seperti memberi kelonggaran

    uang muka dalam pembiayaan perumahan syariah ternyata belum menunjukkan

    dampak yang signikan terhadap pertumbuhan pembiayaan sampai triwulan-II 2015.

    Kita perlu memberikan apresiasi terhadap usaha pengawas lembaga jasa keuangan

    untuk mendongkrak kinerja perbankan syariah. Namun yang tidak kalah penting adalah

    bagaimana merumuskan kebijakan yang dapat menyentuh permasalah di perbankan

    syariah seperti mahalnya tingkat imbal hasil dan dominasi dana jangka pendek pada sisi

    liabilitas. Oleh karena itu perbankan syariah perlu untuk melakukan perbaikan internal baikdengan menerapkan kebijakan esiensi biaya maupun kebijakan yang dapat meningkatkan

    aktiva produktif (pembiayaan).

    Dari sisi penghimpunan dana, perbankan syariah di triwulan-II 2015 berhasil menghimpun

    dana masyarakat sebesar Rp 215,34 Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 12,4 persen

    dari posisi triwulan II 2014 (yoy). Dari jumlah dana pihak ketiga (DPK) tersebut, proporsi

    terbanyak adalah dalam bentuk deposito mudharabah (60 persen) diikuti tabungan

    mudharabah (23 persen), giro wadiah (11 persen) dan tabungan wadiah (6 persen).

    Sementara berdasarkan jatuh tempo, mayoritas deposito (78,2%) yang ada di perbankan

    syariah adalah deposito dengan jangka waktu 1 bulan. Jadi berdasarkan komposisi DPK iniperbankan syariah di tanah air cukup rentan terhadap risiko mismatchkarena kewajiban

    (liability) yang sensitif terhadap pergerakan imbal hasil didominasi oleh dana jangka pendek.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    15/75

    8 | page

    Gambar 2.3

    Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Akad Per Juni 2015

    Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK.

    Dari sisi penyaluran pembiayaan perbankan syariah mencatat angka nancing to deposit

    ratio (FDR)96,52 persen. Angka tersebut masih lebih lebih baik dari perbankan konvensional

    yang memiliki loan to deposit ratio (LDR) sebesar 88,46 persen. Meskipun tetap lebih

    tinggi dari perbankan konvensional di sisi penyaluran dana, namun kinerja penyaluran

    pembiayaan justeru kurang menggembirakan dimana di triwulan-II 2014 berada di level,

    FDR perbankan syariah berada di posisi 100,80 persen. Kondisi ini menunjukkan di

    triwulan-II 2015 liabilitas yang sensitif terhadap pergerakan imbal hasil melebihi aktiva

    produktif. Implikasinya adalah ketika terjadi kenaikan benchmark ratemaka perbankan

    syariah harus menanggung beban imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan

    dari pembiayaan.

    Orientasi Penggunaan Pembiayaan

    Berdasarkan orientasi penggunaan pembiayaan, tujuan konsumsi dan modal kerja lebih

    mendominasi dibanding untuk tujuan investasi. Jika kita lihat tren dari penggunaan,

    pembiayaan untuk modal kerja mulai menunjukkan proporsi yang meningkat dan

    menyamai penggunaan untuk konsumsi. Disini kita dapat melihat adanya peningkatan

    kontribusi perbankan syariah untuk mendorong kinerja perekonomian. Perkembangan inimenggembirakan karena sudah sejalan dengan ide dibangunnya sistem perbankan syariah.

    Meskipun begitu, secara umum perbankan syariah tanah air masih berkutat pada sektor

    ritel dan consumerdimana menawarkan margin keuntungan yang lebih rendah dari sektor

    korporasi dan investasi. Namun untuk memperluas portofolio aset ke sektor korporasi dan

    investasi, perbankan syariah masih terkendala dengan minimnya modal. Dari 12 Bank

    Umum Syariah yang beroperasi di tanah air, 10 diantaranya hanya memiliki modal inti

    kurang dari Rp 2 Triliun dan tidak ada bank syariah yang memiliki modal di atas Rp 5 Triliun.

    Berdasarkan klasikasi bank berdasarkan jumlah modal, bank-bank syariah Indonesia

    hanya masuk kategori BUKU 1 dan BUKU 2. Keterbatasan dalam permodalan berakibatpada terhambatnya ekspansi aset perbankan syariah dimana implikasinya adalah market

    shareperbankan syariah tidak dapat menembus angka 5 persen.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    16/75

    9 | page

    Gambar 2.4

    Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Penggunaan

    Keterangan: *) Per Juni 2015

    Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK

    Sedangkan mengenai penyaluran pembiayaan untuk UMKM, terlihat adanya penurunan

    porsi penyaluran DPK terhadap golongan usaha ini. Meskipun begitu, proporsi perbankan

    syariah pembiayaan ke sektor UMKM masih di atas batas yang ditetapkan oleh OJK yaitu 20

    persen dari total baki pembiayaan. Dengan kata lain perbankan syariah masih relatif lebih

    berpihak dalam membantu kebutuhan dana UMKM. Oleh karena itu dengan keterbatasan

    modal, dana, sumber daya manusia (SDM) dan teknologi informasi (TI), bank syariah

    seharusnya dapat lebih berkonsentrasi pada sektor UMKM.

    Gambar 2.5 Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Golongan

    Keterangan: *) Per Juni 2015Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK, diolah

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    17/75

    10 | page

    Tingkat kesehatan

    Mengenai tingkat kesehatan perbankan syariah beberapa indikator menunjukkan adanya

    penurunan dan perlu diwaspadai oleh manajemen bank syariah. Dari sisi protabilitas dua

    indikator utama yaitu ROA dan ROE di triwulan-II 2015 menunjukkan angka yang lebih

    baik dari tahun 2014, namun masih lebih rendah dari tahun 2012 dan 2013. Untuk ROA

    khususnya, pencapaian perbankan syariah masih lebih rendah dari tingkat protabilitas

    perbankan konvensional.

    Meningkatnya tingkat protabilitas per Juni 2015 dibanding tahun 2014, terkait dengan

    meningkatnya FDR perbankan syariah. Kemudian, FDR perbankan syariah juga lebih baik

    dari perbankan konvensional. Dengan kata lain sektor perbankan syariah relatif lebih baik

    dalam menjalankan fungsi intermediasinya untuk menghubungkan surplus units dan decit

    unitsdi dalam perekonomian tanah air.

    Meskipun lebih baik disisi penyaluran pembiayaan (FDR), namun tren peningkatan kredit

    bermasalah (NPF) pada beberapa tahun terakhir perlu diberi perhatian khusus oleh

    manajemen bank syariah. Dengan kata lain kinerja FDR yang tinggi seharusnya dibarengi

    oleh kualitas pembiayaan yang juga baik sehingga akan bermuara ke tingkat keuntungan

    yang lebih meningkat. Namun, ketika terjadi peningkatan FDR yang sejalan dengan

    kenaikan NPF maka perbankan syariah justeru tidak dapat menikmati hasil yang diinginkan

    secara maksimal. Kemudian, peningkatan NPF juga dapat menggerus rasio kecukupan

    modal (CAR) bank syariah dimana beberapa tahun terakhir nilainya lebih rendah dari

    perbankan konvensional. Untuk periode Juni 2015 CAR perbankan syariah sudah jatuh ke

    titik 14,09 persen. Jika tren penurunan ini terus terjadi, terutama ketika CAR lebih rendah

    dari 14 persen maka OJK akan mengkomunikasikan ini ke pihak bank syariah agar segera

    menambah modal. Ketentuan ini juga sejalan dengan aturan BASEL dimana bank perlu

    menambah modal jika CAR berada di posisi13-14 persen.

    Tabel 2.1

    Indikator Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah

    Rasio 2012 2013 2014 2015*)

    CAR 14.13%(17.43%)

    14.42%(18.13%)

    15,74 %

    (19.57%)14.09%

    (20.28%)

    ROA 2.14%(3.11%)

    2.00%(3.08%)

    0.79%(2.85%)

    0.89% (2.29%)

    ROE 24.06% 17.24% 5.85% 7.98%

    NPF 2.22% 2.62% 4.33% 4.73%

    FDR 100.00%(83.58%)

    100.32%(89.70%)

    91.50%(89.42%)

    96.52%(88.46%)

    BOPO

    74.97%

    (74.10%)

    78.21%

    (74.08%)

    94.16%

    (76.29%)

    94.22%

    (81.40%)

    Keterangan: *)Per Juni 2015, dalam kurung perbankan konvensional

    Sumber: Statistik Perbankan Syariah dan Statistik Perbankan Indonesia, OJK

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    18/75

    11 | page

    Selain itu perbankan syariah tengah mengalami inesiensi operasional. Kita dapat lihat

    bahwa rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) mengalami

    kecenderungan meningkat. Peningkatan biaya operasional ini perlu dikontrol oleh

    manajemen bank syariah agar tidak berdampak ke penurunan tingkat protabilitas. Oleh

    karena itu, pengurangan jaringan kantor cabang dan karyawan dapat dianggap sebagai pil

    pahit yang membantu menyehatkan kembali perbankan syariah agar periode selanjutnyadapat menunjukkan kinerja keuangan yang membaik.

    C. Outlook Perbankan Syariah 2016

    Sesuai dengan prediksi beberapa lembaga internasional maupun institusi pemerintah,

    tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia di tahun 2016 diperkirakan

    ada pada kisaran 5 persen. Prediksi ini dipengaruhi oleh masih tingginya ketidakpastian

    ekonomi global yang disebabkan pelemahan ekonomi Tiongkok dan masih tingginya suku

    bunga yang ditetapkan The Fed dimana membuat Dolar AS tetap menguat terhadap

    Rupiah. Merespon situasi pasar yang tidak menentu dan masih lemahnya tingkat konsumsi

    domestik, diperkirakan BI-rate tidak akan kurang dari 7.5 persen khususnya di triwulan-I

    2016. Kebijakan ini tentu saja berdampak pada tetap mahalnya cost of fundpembiayaan

    perbankan syariah.

    Meskipun bayang-bayang ketidakpastian situasi pasar masih menghantui prospek

    perekonomian tanah air di tahun depan, namun rencana pemerintah untuk menggenjot

    proyek-proyek infrastruktur dapat menjadi pendorong agar kegiatan ekonomi kembali

    bergairah. Selain itu dengan dikeluarkannya beberapa paket kebijakan dan insentif oleh

    pemerintah dan OJK diharapkan dampaknya dapat dirasakan tahun depan.

    Tabel 2.2

    Skenario Outlook Perbankan Syariah 2016

    IndikatorSkenario

    Optimis Normal Pesimis

    Pertumbuhan Aset 14,64-17,13% 12,76-14,63% 10,89-12,75%

    Pertumbuhan Pembiayaan 15,05-17,01% 13,07-15,04% 11,10-13,06%

    Pertumbuhan DPK 14,68-16,55% 12,79-14,67% 10,91-1278%

    FDR 99,74-105,58% 90,89-99,73% 82,04-90,88%

    Market Share 4.60-5,50% 4,44-4,65% 4.22-4.43%

    Tahun 2016, diharapkan perekonomian nasional akan semakin pulih, terutama dengan

    banyaknya proyek-proyek infrastruktur dan semakin baiknya manajemen pemerintahan

    pusat dan daerah dalam penyerapan anggaran. Khususnya untuk proyek infrastruktur,

    perbankan syariah dapat mengambil peran terutama jika rencana OJK untuk mengeluarkan

    kebijakan yang terkait dengan penyimpanan dana hasil emisi sukuk khususnya yang

    diterbitkan oleh pemerintah. Kebijakan ini tentu dapat berdampak ke peningkatkan

    ketersediaan dana yang selanjutnya dapat diterjemahkan kedalam pembiayaan dan laba

    yang lebih baik.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    19/75

    12 | page

    Sementara itu berdasarkan informasi dari Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan

    (FKSSK), situasi perekonomian dan sistem keuangan berada dalam situasi yang stabil.

    Kondisi ini didukung beberapa indikator perekonomian tanah air seperti deasi, penguatan

    nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan kenaikan IHSG. Meskipun volatilitas masih tinggi

    namun pemerintah menjamin bahwa akan ada perbaikan dan usaha untuk meningkatkan

    sisi penerimaan pemerintah di triwulan-IV 2015. Jika momentum ini dapat terus dijaga,maka harapan akan membaiknya ekonomi di tahun 2016 akan dapat terwujud.

    Meskipun ada harapan akan membaiknya perekonomian di tahun 2016, prediksi kami

    pertumbuhan aset perbankan syariah adalah positif di kisaran 12-15 persen (normal).

    Dengan kata lain aktiva perbankan syariah akan terus meningkat walaupun tingkat

    pertumbuhannya sulit untuk menyamai pencapaian pada periode 2010-2013 (20-50%).

    Selain itu kami perkirakan pertumbuhan pembiayaan dan DPK juga tidak akan banyak

    berbeda dengan pertumbuhan aset perbankan syariah.

    Tingginya ketidakpastian di pasar akibat tekanan global dan domestik masih berpotensi

    untuk menahan laju pertumbuhan bisnis perbankan syariah di tahun depan. Selain itu tingkat

    kompetisi dalam bisnis jasa keuangan akan semakin ketat terutama paska berlakunya

    masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) dimana untuk industri perbankan hal ini tertuang dalam

    ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Semakin sengitnya persaingan dalam

    industri jasa keuangan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan syariah

    dikarenakan masih terkendala beberapa masalah mendasar seperti keterbatasan modal,

    sumber dana, SDM dan TI yang mumpuni.

    Kemudian mengenai penyaluran pembiayaan, sampai triwulan II-2015, perbankan

    syariah tetap lebih superior dibandingkan perbankan konvensional. Oleh karena itu, kami

    prediksi, FDR perbankan syariah akan tetap lebih tinggi dari perbankan konvensional. Di

    satu sisi hal ini mencerminkan perbankan syariah cukup efektif dalam menjalankan fungsi

    intermediasinya di perekonomian. Namun, di sisi lain, yang perlu diambil perhatian adalah

    untuk menjaga kualitas pembiayaan. NPF perbankan syariah di beberapa tahun terakhir

    menunjukkan tren meningkat dan bahkan lebih tinggi dari NPL perbankan konvensional.

    Perkembangan ini perlu diwaspadai agar FDR yang tinggi tidak menjadi kontra produktif.

    Dengan kata lain, perbankan syariah perlu lebihprudencedalam penyaluran pembiayaan.

    Mengingat dana nasabah (DPK) digunakan dalam pembiayaan yang disalurkan, maka

    perbankan syariah perlu memastikan bahwa kualitas pembiayaannya tetap baik agartidak menimbulkan persepsi negatif di kalangan nasabah. Selama ini tingkat persaingan

    industri perbankan syariah memiliki bentuk oligopoli. Artinya beberapa bank menguasai

    pangsa pasar perbankan syariah secara signikan. Sebagian dari bank-bank tersebut

    mengkonsentrasikan pembiayaannya ke sejumlah sektor yang kini bermasalah. Akibat

    konsentrasi ini NPF menjadi membengkak dan mempengaruhi NPF industri perbankan

    syariah secara keseluruhan.

    Terkait dengan kondisi perekonomian dan persaingan di pasar keuangan tahun depan,

    maka target untuk melewati ambang batas 5 persen menurut prediksi kami masuk dalam

    skenario optimis. Artinya stakeholdersperbankan syariah perlu melakukan usaha luar biasa(extraordinary eorts) untuk melampaui angka tersebut. Sejauh ini OJK sudah menyiapkan

    beberapa paket kebijakan untuk mendorong geliat industri perbankan syariah di tanah

    air. Meskipun begitu, tentu saja industri perbankan syariah perlu melakukan pembenahan

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    20/75

    13 | page

    internal agar kebijakan dan relaksasi aturan itu bisa efektif dan tentunya berdampak positif

    terhadap kinerja keuangan.

    Strategi Untuk Mencapai Target

    Dalam rangka mencapai target di tahun 2016, industri dan stakeholdersperbankan syariah

    perlu melakukan beberapa usaha seperti berikut:

    1. Salah satu usaha yang perlu dilakukan perbankan syariah adalah menekan biaya

    operasional. Perbankan syariah dapat memanfaatkan program Laku Pandai (branchless

    banking) dari OJK. Dalam program ini, bank syariah dapat memanfaatkan jaringan

    induk konvensional atau melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat atau mitra

    terutama di daerah terpencil. Menurut OJK tiga Bank Umum Syariah papan atas sudah

    memaparkan rencana untuk menerapkan Laku pandai yang akan diimplementasikan di

    tahun 2016. Namun untuk penerapan sistem baru ini OJK mensyaratkan beberapa hal

    seperti: prol risiko yang baik, teknologi perbankan dengan didukung mobile banking,

    dan jaringan hingga Indonesia timur. Untuk mempermudah bank-bank syariah dalam

    penerapan sistim baru ini, OJK membuat pengecualian di mana membolehkan seorang

    agen suatu bank konvensional untuk menjadi agen bank lain selama bank itu adalah

    bank syariah. Situasi ini dapat dimanfaatkan khususnya oleh bank syariah yang induk

    nya telah lebih dulu menerapkan Laku Pandai. Jika ini dapat dilaksanakan maka bank

    syariah dapat menjangkau lebih banyak nasabah potensial di pelosok-pelosok negeri

    dengan biaya minimum. Namun yang perlu diperhatikan di sini adalah sisi product

    knowledge dari agen Laku Pandai yang menjadi mitra bank syariah. Dengan kata lain,

    mitra dari bank syariah selain dibutuhkan untuk meningkatkan pengumpulan dana,

    juga dapat menjadi ujung tombak yang mampu menjelaskan sistem dan mekanisme

    perbankan syariah pada masyarakat di daerah.

    2. Tantangan lain yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah persaingan untuk

    mengumpulkan dana nasabah. Kondisi ini sebenarnya terjadi karena persaingan untuk

    pengumpulan dana nasabah tidak hanya terjadi antar bank saja, namun juga dengan

    institusi keuangan non-bank (IKNB) seperti takaful dan reksa dana. Oleh karena itu,

    beberapa dekade belakangan bank umum mulai mencari sumber dana non-deposito.

    Salah satu mekanisme yang banyak dilakukan oleh bank untuk meningkatkan

    ketersediaan dana adalah dengan sekuritisasi aset. Sekuritisasi memungkinkan bank

    untuk mentransformasi aset berisikonya (pembiayaan) ke dalam bentuk uang yang

    kemudian dapat disalurkan kembali ke pihak yang memerlukan dana. Keuntungan

    dari sekuritisasi pembiayaan ini adalah bank tidak perlu menunggu lebih lama untuk

    mendapatkan kembali dana yang sudah dikeluarkan khususnya pinjaman berjangka

    panjang seperti pembiayaan perumahan. Sejauh ini penggunaan sekuritisasi dalam

    konteks perbankan syariah nyaris tak terdengar. Tentunya sekuritisasi aset disini

    tetap dalam koridor dan mekanisme yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip

    syariah. Oleh karena itu OJK dan DSN perlu mengeluarkan petunjuk pelaksanaan untuk

    memudahkan dalam tahap eksekusi.

    3. Selain itu perbankan syariah perlu melakukan diversikasi pembiayaan ke sektor

    korporasi dan investasi. Ekspansi tentu saja harus tetap dalam koridor prinsip kehati-

    hatian dalam menjalankan bisnis perbankan. Pembiayaan di sektor korporasi umumnya

    memerlukan ketersediaan dana yang cukup besar.Terkait dengan hal itu, bank syariah

    perlu mencermati sektor-sektor mana saja yang potensial di tahun 2016. Misalnya

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    21/75

    14 | page

    sektor konstruksi dan sektor lainnya yang terkait berpotensi menunjukkan performa

    yang meningkat. Selain itu sektor lain yang juga berpotensi bagus adalah industri

    dengan kandungan bahan baku impor minimum seperti industri obat-obatan tradisional

    dan agribisnis. Selain itu perbankan syariah juga dapat melirik perkembangan ekonomi

    digital dimana pertumbuhan bisnis berbasis aplikasi (online) sedang boomingbeberapa

    tahun terakhir.

    4. Penempatan dan pengurusan dana pemerintah pusat dan daerah oleh BUS dan UUS. Di

    Malaysia penempatan dana pemerintah dan government link companies(GLC) sangat

    mendukung tumbuh dan kembangnya perbankan syariah di negeri jiran tersebut.

    Kebijakan ini perlu diadopsi oleh pemerintah agar terjadi kenaikan signikan dari aset

    dan DPK perbankan syariah tanah air khususnya yang memiliki tenor jangka menengah

    dan panjang. Dengan kata lain keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah

    untuk mendorong tumbuh dan kembangnya industri perbankan syariah adalah mutlak.

    Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah termasuk BUMN dan BUMD tidak ragu-

    ragu untuk menggunakan jasa perbankan syariah dalam pengelolaan dana-danapemerintah. Selain itu UU No. 34 tahun 2014, tentang pengelolaan keuangan haji

    mengamanatkan pembentukan suatu lembaga yang disebut Badan Pengelola Keuangan

    Haji (BPKH). Pembentukan lembaga ini ditargetkan setahun sejak UU ini disahkan. Jadi

    diharapkan pengelolaan dana haji akan lebih transparan dan akuntabel. Selain itu UU

    ini secara eksplisit juga mewajibkan keuangan haji dikelola di bank umum syariah atau

    unit usaha syariah. Rencana ini tentu dapat meningkatkan dana bank syariah.

    5. Perbankan syariah perlu untuk lebih fokus dalam menyalurkan pembiayaan kepada

    UMKM. Terkait dengan pembiayaan untuk UMKM baru-baru ini OJK memberikan sinyal

    untuk memberikan insentif bagi konglomerasi keuangan yang memacu unit usahasyariahnya menyalurkan pembiayaan bagi UMKM. Dalam hal ini, OJK akan mengendurkan

    (relaksasi) aturan yang terkait dengan perhitungan modal inti jika proporsi pembiayaan

    terhadap UMKM melebihi 20 persen dari total seluruh pembiayaan yang disalurkan

    sebelum tahun 2018. Disini terlihat OJK serius untuk mendorong sektor UMKM untuk

    lebih memiliki akses kepada dana dari sistem perbankan. Di lain sisi, ini bisa menjadi

    peluang tersendiri bagi bank-bank syariah untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk

    lebih meningkatkan FDR nya dan juga tingkat keuntungan dari pembiayaan. Kemudian

    insentif ini juga akan lebih meningkatkan CAR bank syariah khususnya jika aturan

    untuk perhitungan modal inti bagi lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan

    ke sektor UMKM diperlonggar.

    6. Tren semakin meningkatnya NPF di perbankan syariah perlu mendapat perhatian serius

    agar tidak sampai ke tingkat yang dapat mendorong terjadinya insolvensi. Untuk itu

    bank syariah perlu mengharmonisasikan antara penyaluran pembiayaan (FDR) dan

    cost of funds. Sampai saat ini bank syariah selalu memiliki FDR yang lebih tinggi bank

    konvensional. Hal ini merupakan hal positif dari sisi optimalisasi fungsi intermediasi.

    Namun di saat yang sama terjadinya kenaikan NPF dapat menjadi sinyal bahwa bank

    syariah perlu lebih mengkaji kebijakan pembiayaan. Dalam hal ini, bank syariah perlu

    melakukan esiensi dalam pengumpulan dana sehingga bisa meraih dana berbiaya

    murah. Setelah itu bank syariah dapat menyalurkan pembiayaan dengan biaya

    lebih rendah yang tentunya dapat lebih membantu nasabah untuk mengembalikan

    pembiayaan. Selain itu, bank syariah juga perlu lebih meningkatkan kemampuan dalam

    menganalisis aplikasi pembiayaan sebelum mendapat persetujuan. Dalam proses ini

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    22/75

    15 | page

    bank syariah perlu melakukan monitoringsebelum dan sesudah pembiayaan diberikan.

    7. Inovasi produk keuangan merupakan salah satu tantangan yang cukup berat dalam

    industri perbankan syariah. Terkait dengan hal itu bank syariah dapat memanfaatkan

    paket kebijakan yang baru saja dikeluarkan oleh OJK. Dalam paket yang berisi relaksasi

    aturan ini, perizinan untuk mengeluarkan produk keuangan baru menjadi dipermudah.Untuk itu, OJK akan mengeluarkan kodikasi produk-produk keuangan syariah yang

    dapat menjadi panduan bagi bank syariah dalam membuat produk keuangan baru.

    Dengan kata lain selama ada dalam kodikasi yang dikeluarkan OJK maka bank syariah

    tidak perlu mengurus perizinan produk tersebut.

    8. Salah satu kekuatan yang dapat mendorong pertumbuhan bisnis perbankan syariah

    adalah SDM yang skilfull dan knowledgeable. Dalam rangka meningkatkan kapasitas

    SDM, bank syariah perlu untuk menginvestasikan dananya untuk program sertikasi

    untuk meningkatkan skill perbankan karyawan. Selain itu bagi karyawan yang akan

    diproyeksi ke level lebih tinggi perlu di berikan beasiswa dalam bidang keuangan danperbankan syariah baik di dalam dan di luar negeri. Tujuan dari pemberian beasiswa

    ini adalah agar calon pimpinan bank syariah dapat mengupgrade pengetahuan dan

    kemampuan analyticalnya. Selain itu dalam industri yang sedang berkembang pesat ini

    diperlukan adanya program sertikasi terutama untuk staf perbankan syariah. Program

    sertikasi dalam bidang keuangan syariah ini perlu diperbanyak untuk menstandarisasi

    kemampuan dari staf perbankan syariah. Kemudian, program sertikasi profesional

    ini juga penting terkait kesiapan perbankan syariah tanah air menghadapi MEA dan

    ABIF. Sejauh ini belum ada badan resmi yang melakukan sertikasi bagi tenaga

    profesional di bidang keuangan dan perbankan syariah. Oleh karena itu stakeholders,

    OJK dan pemerintah perlu untuk membuat suatu badan khusus untuk mengakomodasikebutuhan tersebut.

    9. Hal lain yang seharusnya menjadi perhatian adalah investasi dalam teknologi informasi

    (TI). Dalam era ekonomi digital saat ini pemanfaatan TI dalam proses bisnis sudah

    semakin meluas dan menjadi suatu keharusan. Industri yang cukup besar dalam

    pengeluaran untuk sistem IT nya adalah industri perbankan dan jasa keuangan.

    Selain itu tren konsumen saat ini sudah menjadikan internet menjadi salah satu

    kebutuhan utama. Hal ini dapat dilihat dari lonjakan pengguna internet terutama saat

    era smartphone saat ini. Terkait dengan perkembangan tersebut, bank syariah tidak

    boleh ketinggalan dalam mengupgrade teknologi yang digunakan. Manfaat yang dapatdirasakan oleh bank syariah dengan sistem TI yang mutakhir adalah peningkatan jumlah

    nasabah dan esiensi biaya. Jika kedua hal tersebut dapat tercapai maka kinerja bank

    syariah akan dapat lebih baik di tahun depan.

    10. Dengan efektifnya penerapan MEA, khususnya ABIF, tingkat persaingan di pasar

    keuangan domestik akan semakin sengit. Bank-bank besar di wilayah Asia Tenggara

    akan memperluas ekspansinya ke tanah air untuk mengambil manfaat dari tingginya

    NIM perbankan Indonesia. Menghadapi kompetisi tersebut diperlukan bank syariah

    dengan tingkat modal yang cukup besar agar dapat bersaing dengan bank syariah lain

    dari negara tetangga. Oleh karena itu perlu dikaji kembali kemungkinan konsolidasiperbankan syariah agar tercipta lembaga keuangan syariah yang memiliki modal kuat

    dan jangkauan yang luas. Tujuan utamanya tentu agar perbankan syariah tanah air

    dapat ikutberkompetisi dengan konglomerat perbankan dari negara ASEAN lainnya.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    23/75

    16 | page

    Sejauh ini bank syariah di tanah air hanya dapat masuk klasikasi BUKU 1 dan BUKU

    2. Dengan kondisi ini perbankan syariah memiliki keterbatasan untuk melakukan

    ekspansi baik dari sisi produk maupun jaringan. Oleh karena itu perlu adanya usaha

    terencana khususnya dari pemerintah untuk membentuk satu bank syariah yang kuat

    secara permodalan sehingga mampu lebih berbicara di panggung nasional dan regional.

    Disini pemerintah sebagai pemegang saham dapat berperan lebih aktif dengan caramendorong merger bank-bank BUMN syariah. Meskipun rencana merger mungkin akan

    mendapat tantangan dari manajemen dan staf bank syariah namun dengan sosialisasi

    dan pendekatan yang rasional dan humanis, ide ini mungkin dapat lebih diterima

    internal bank syariah.

    Jika kesepuluh strategi ini dapat berjalan di tahun depan, Insha Allah indikator kinerja

    perbankan syariah akan berada dalam skenario optimis. Selain itu, target optimis dapat

    tercapai jika didukung oleh asumsi makroekonomi seperti menguatnya nilai tukar Rupiah,

    rendahnya tingkat inasi dan membaiknya penyerapan APBN. Kemudian, membaiknya

    geliat ekonomi di beberapa sektor seperti konstruksi dengan maraknya proyek infrastrukturdan e-commerceyang sedang booming di era internet dan smartphonedapat memberikan

    harapan akan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari tahun 2015 dan tentunya

    stabilisasi di pasar keuangan.

    Jika skenario optimis gagal diraih, perbankan syariah dapat mencoba untuk mendapatkan

    skenario normal. Untuk itu setidaknya perbankan syariah harus menjalankan enam strategi

    pertama yang fokus pada esiensi biaya, sumber dana murah, dan peningkatan pendapatan

    agar tetap dapat mempertahankan kinerja yang tidak lebih buruk dari tahun 2015. Tetapi

    ketika enam strategi itu tidak terlaksana, maka mungkin kondisi perbankan syariah di

    tahun 2016 akan masuk ke dalam skenario pesimis.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    24/75

    17 | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    25/75

    18 | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    26/75

    19 | page

    BAB 3PERKEMBANGAN DAN OUTLOOK ASURANSI

    DAN RE-ASURANSI SYARIAH

    A. PENDAHULUAN

    Secara global, perkembangan industri asuransi syariah tidak terlepas dari perkembangan

    keadaan ekonomi dunia. Perlambatan ekonomi negara-negara berpengaruh seperti

    Amerika, Eropa, dan Tiongkok saat ini cukup mempengaruhi pertumbuhan aset industri

    keuangan syariah termasuk asuransi syariah global atau takaful. Perlambatan asuransi

    syariah tersebut terutama berasal dari chain eecthubungan dengan industri perbankan

    syariah dunia. Selama kurun 2014 hingga 2015 pertumbuhan perbankan syariah dunia

    mengalami perlambatan akibat kelesuan ekonomi global sehingga pada akhirnya juga

    memperlemah kinerja Industri asuransi dunia.

    Gambar 3.1 Pangsa Pasar Takaful Dunia

    30%

    48%

    15%

    3%2%2%

    ASEAN SaudiArabia GCC

    Africa SouthAsia Levant

    Sumber: EY, 2014

    Walaupun demikian, pasar asuransi Takaful global tumbuh sebesar dua digit selama periode2007 -2012 dengan kontribusi senilai US$18.3 billion sampai dengan tahun 2013 lalu.

    Meskipun demikian, ukuran industri masih tetap terfragmentasi dan secara signikan

    kecil dibandingkan aset keuangan Islam global dengan pangsa pasar 1,1%. Lembaga

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    27/75

    20 | page

    Ernst&Young (EY) memperkirakan pertumbuhan asuransi dunia masih tetap menjanjikan

    pada tahun 2016 mendatang di mana pertumbuhan asuransi syariah diperkirakan tumbuh

    sebesar 7 persen pada tahun 2016. Data terakhir menunjukkan Arab Saudi masih menjadi

    pasar terbesar industri keuangan syariah global dunia dengan pangsa pasar sebesar 48

    persen pada tahun 2014.

    B. ANALISA PERKEMBANGAN

    Sampai dengan Agustus 2015, jumlah perusahaan asuransi syariah di Indonesia mencapai

    50 untuk perusahaan asuransi dan reasuransi syariah dengan proporsi 33 persen dari total

    perusahaan asuransi di Indonesia (lihat Tabel 3.1.). Dari jumlah tersebut, 3 di antaranya

    adalah perusahaan asuransi syariah yang full pledged (3 perusahaan asuransi jiwa

    syariah dan 3 perusahaan asuransi umum syariah) sedangkan 43 sisanya berbentuk unit

    syariah (18 unit syariah asuransi jiwa, 23 unit syariah asuransi umum, dan 3 unit syariah

    reasuransi. Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) sendiri memperkirakan bahwa daftarpemain asuransi syariah di Indonesia akan semakin panjang mengingat dalam waktu dekat

    diperkirakan akan ada 2 perusahaan asuransi yang akan membentuk unit asuransi syariah.

    Kedua pemain baru ini adalah pelaku asuransi jiwa.

    Tabel 3.1. Jumlah Perusahaan Asuransi dan Re-Asuransi Syariah di Indonesia

    2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*

    Asuransi Jiwa

    Perusahaan 2 2 3 3 3 3 3 3

    Unit Syariah 13 17 17 17 17 17 17 18

    Asuransi Umum

    Perusahaan 1 1 2 2 2 2 2 3

    Unit Syariah 19 19 20 18 20 24 24 23

    Reasuransi 3 3 3 3 3 3 3 3

    Sumber: OJK, diolah

    Di tahun 2016 diperkirakan jumlah pelaku asuransi Syariah akan terus bertambah, terutama

    untuk asuransi jiwa Syariah. Hal ini dikarenakan secara umum asuransi jiwa lebih menarik

    untuk dimasuki pasarnya karena proteksi yang ditawarkan lebih banyak mengandung

    unsur investasi. Selain itu, penetrasi pasar asuransi Syariah yang masih rendah juga turut

    membuka peluang untuk menikmati pasar yang lebih besar (lihat Gambar 3.2). Peraturan

    pemerintah terkait modal minimum asuransi dan wacana spin-o dari beberapa perusahaan

    asuransi Syariah diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah pelaku asuransi Syariah di

    Indonesia, terutama untuk asuransi Syariah full pledge.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    28/75

    21 | page

    Gambar 3.2 Tren Penetrasi Pasar Asuransi Syariah di Indonesia

    Sumber: OJK dan BPS, diolah

    Perkembangan industri asuransi syariah selama kurun waktu 2014-2015 terbilang cukup

    berarti di mana asset perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia naik 18,3% dari

    tahun 2014 sampai dengan Agustus 2015. Namun jika dibandingkan pertumbuhan aset

    (yoy) tahun lalu yang sebesar 20,03%, pertumbuhan aset tahun ini memang cenderung

    melambat. Walaupun demikian, pertumbuhan aset Industri asuransi Syariah di Indonesia

    terbilang cukup baik dibandingkan dengan pertumbuhan aset asuransi konvensional yang

    hanya tumbuh sebesar 15% pada kurun waktu yang sama. Sedangkan jika dilihat dari

    market share,hingga triwulan kedua 2015, market share aset asuransi Syariah pada total

    aset asuransi di Indonesia masih sebesar 5,05%. Aset industri Syariah di Indonesia sangat

    berpeluang untuk terus tumbuh seiring dengan tengah dipasarkannya asuransi mikro

    Syariah yang diharapkan dapat mencapai target pasar masyarakat dengan penghasilan

    rendah.

    Sedangkan untuk market share total kontribusi asuransi Syariah di pertengahan 2015

    masih di kisaran 5,03%. Asuransi jiwa Syariah masih menjadi kontributor utama dalamproporsi kontribusi bruto asuransi Syariah di Indonesia. Peningkatan aset industri syariah

    di Indonesia ini juga diikuti oleh naiknya kontribusi bruto sebesar 31,7%, lebih rendah

    jika dibandingkan kenaikan klaim asuransi syariah sebesar 32,3%. Pertumbuhan kontribusi

    bruto yang lebih rendah dibandingkan dengan klaim dari nasabah dapat mengisyaratkan

    tekanan yang lebih tinggi bagi asuransi syariah pada tahun 2015 untuk menjaga kucukupan

    modalnya dalam melayani klaim dari nasabah dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini juga

    menjadi isyarat bagi para pelaku usaha asuransi Syariah untuk terus melakukan perbaikan

    dalam proses pengelolaan risiko.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    29/75

    22 | page

    Tabel 3.2. Kinerja Keuangan Industri Asuransi dan Reasuransi Syariah (dalam

    Triliun Rupiah)

    Indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*

    Kontribusi Bruto 1,65 2,41 2,79 5,08 6,45 9,00 5,16 6,81

    Klaim 0,49 0,80 1,08 1,42 1,76 2,56 1,67 2,21

    Investasi 1,19 2,09 3,30 7,77 11,22 14,33 17,47 20,72

    Aset 1,85 3,02 3,54 9,15 13,07 16,82 20,19 23,89

    Sumber: OJK, diolah

    Selain itu, jika dianalisis lebih lanjut, pertumbuhan kontribusi bruto yang lebih rendah dari

    pada pertumbuhan klaim nasabah juga diiringi dengan peningkatan rasio klaim-kontribusi

    yang meningkat, setidaknya mulai dari tahun 2012 (lihat Gambar 3.3). Tren kenaikanklaim yang lebih tinggi dibandingkan perolehan premi masih membayangi pebisnis asuransi

    syariah sampai akhir bulan Agustus tahun ini. Dari data yang ada , tercatat sepanjang

    Januari sampai Agustus 2015, industri asuransi syariah membayar klaim dan manfaat

    lebih dari Rp 2 triliun. Angka ini naik 14,5% dibanding periode yang sama di 2014. Rasio

    pertumbuhan klaim ini lebih tinggi dibanding premi yang dikumpulkan. Pada rentang waktu

    yang sama industri asuransi syariah hanya mencatat pertumbuhan premi sebesar 13,8%.

    Tapi pertumbuhan klaim sampai Agustus kemarin menurun cukup besar dibanding posisi di

    akhir semester pertama lalu. Pada saat itu, pertumbuhan klaim mencapai 22% secara year

    on year. Sedangkan jika dibagi per segmen, asuransi jiwa syariah membayar klaim danmanfaat sebesar Rp 1,7 triliun per Agustus 2015. Sementara perusahaan asuransi umum

    syariah sebesar Rp 348 miliar. Ini menunjukkan rasio klaim-kontribusi pada asuransi umum

    Syariah lebih tinggi daripada asuransi jiwa Syariah.

    Gambar 3.3 Rasio Klaim-Kontribusi pada Asuransi Umum

    dan Asuransi Jiwa Syariah

    Sumber: OJK, diolah

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    30/75

    23 | page

    Secara umum, pola investasi industri asuransi Syariah per Agustus 2015 masih memiliki

    pola yang sama dari tahun sebelumnya (lihat Tabel 3.3.). Portfolio investasi masih sangat

    didominasi oleh deposito berjangka yang menawarkan xed return, terutama pada asuransi

    umum Syariah (85%) dan reasuransi Syariah (88%). Sedangkan, investasi yang dilakukan

    oleh asuransi jiwa Syariah menunjukkan pola yang lebih terdiversikasi karena sebagian

    besar investasinya tersebar di Deposito (34%), saham Syariah (31%), dan reksana danaSyariah (22%). Saham di sektor properti, konstruksi, dan consumer goods merupakan

    saham yang biasanya dibidik oleh perusahaan asuransi dan reasuransi syariah. Namun

    diversikasi tersebut ternyata membuat hasil investasi asuransi jiwa Syariah mendapatkan

    rapor merah. Anjloknya performa pasar saham yang diikuti dengan penurunan indeks

    menyebabkan hasil investasi menjadi negatif. Terlebih lagi karena asuransi jiwa Syariah

    didominasi oleh unitlinksehigga hasil investasinya akan sangat bergantung pada performa

    keuangan dari reksa dana dan saham syariah.

    Tabel 3.3. Komposisi Portfolio dan Hasil Investasi Asuransi dan Re-Asuransi

    Syariah (dalam Miliar Rupiah) per Agustus 2015

    Jenis Investasi Asuransi Umum Asuransi Jiwa Re-asuransi

    Deposito2.022

    (85,2%)5.931(34%)

    789(87,8%)

    Saham Syariah3

    (0,1%)5.489

    (31,4%)0

    (0%)

    Sukuk 179(7,6%) 781(4,5%) 42(4,7%)

    SBSN81

    (3,4%)1.225

    (7,0%)23

    (2,5%)

    Reksa Dana Syariah65

    (2,7%)3.938

    (22,6%)45

    (5%)

    Emas Murni2

    (0,1%)0

    (0%)0

    (0%)

    Penyertaan Langsung0

    (0%)24

    (0,1%)0

    (0%)

    BDHK/TDBUI19

    (0,8%)0

    (0%)0

    (0%)

    Investasi Lain1

    (0,03%)66

    (0,4%)0

    (0%)

    Total Investasi 2.372 17.453 898

    Hasil Investasi 85 (848) 29

    Sumber: OJK

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    31/75

    24 | page

    C. OUTLOOK ASURANSI DAN RE-ASURANSI SYARIAH 2016

    Pertumbuhan industri asuransi di Indonesia pada tahun depan masih sangat bergantung

    pada pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi

    tahun ini, secara umum industri asuransi dan reasuransi Syariah masih menunjukkan tren

    yang positif. Tren pertumbuhan kontribusi bruto dan pertumbuhan aset yang positif padatahun 2015 menjadi sinyal bahwa industri asuransi dan reasuransi Syariah di Indonesia

    masih berpeluang untuk dapat terus tumbuh di tahun 2016. Selain itu, beberapa faktor

    pendukung juga dapat mendorong pertumbuhan industri ini, diantaranya adalah:

    1. Beberapa waktu yang lalu isu yang cukup hangat diperbincangkan publik adalah

    terkait dengan sistem BPJS yang masih belum sesuai dengan Syariah. Secara

    tidak langsung, isu yang mencuat ke masyarakat turut meningkatkan awareness

    masyarakat terhadap produk-produk asuransi yang sesuai dengan Syariah. Selama

    ini, literasi masyarakat akan asuransi masih sangat rendah, apalagi terhadap

    asuransi Syariah. Masyarakat masih belum terlalu concern terhadap aturan Syariahmengenai produk keuangan konvensional. Oleh karena itu, industri asuransi dan

    reasuransi Syariah harus dengan tanggap merespon gejala tersebut melalui

    perluasan dan ekstensikasi media sosialisasi.

    2. Untuk menggenjot laju pertumbuhan aset maupun investasi asuransi Syariah,

    mulai awal tahun 2015 OJK telah menyiapkan langkah-langkah strategis seperti

    rencana merekrut 10 juta agen asuransi dan 10.000 Sahabat Keuangan Maritim.

    Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan akses masyarakat pada

    layanan asuransi mikro/syariah dan juga untuk memperluas jangkauan layanan

    keuangan di bidang perikanan dan kelautan. Untuk perekrutan agen asuransi,sasarannya adalah mahasiswa, ibu rumah tangga, dan pekerja paruh waktu. Pada

    program ini, mereka akan dibekali pendidikan dan pelatihan yang terstandarisasi

    sehingga pendidikan formal tidak lagi menjadi standar kualikasi untuk menjadi

    agen asuransi. Dengan adanya program perekrutan agen asuransi ini diharapkan

    pelayanan keuangan dari perusahaan asuransi tidak lagi menggantungkan pada

    kantor cabang maupun kantor pemasaran yang jumlahnya masih terbatas.

    3. Sejak Oktober 2013, OJK mencanangkan pengembangan asuransi mikro syariah.

    Sampai dengan akhir 2014, pengembangan ini terus dilakukan, salah satunya

    adalah dengan peluncuran asuransi mikro syariah Si Bijak yang dilaksanakan olehAsosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) bekerja sama dengan OJK. Dengan akad

    Tabarru dan Wakalah bil Ujrah, peserta cukup membayar kontribusi sebesar 50

    ribu Rupoah dengan proporsi ujrah tabarru masing-masing sebesar 50%. Adapun

    manfaat yang diperoleh adalah santunan meninggal dunia sebesar 2,5 juta Rupiah,

    santunan pemakaman 500 ribu Rupiah, santunan untuk kehilangan penghasilan

    akibat bencana atau risiko terhadap kios/gerobak usaha sebesar 500 ribu Rupiah.

    Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sendiri menilai bahwa dengan

    sasaran penduduk dengan pendapatan rendah dan banyaknya penduduk Muslim

    di Indonesia, pertumbuhan aset asuransi mikro Syariah diharapkan bisa mencapai

    49%. Selain itu, asuransi mikro Syariah juga diharapkan dapat menjadi tumpuanuntuk mewujudkan keuangan inklusif pada sektor asuransi.

    4. Dalam rangka peningkatan nancial inclusion, pada tahun ini program Laku Pandai

    (branchless banking) mulai dijalankan oleh OJK. Program ini diharapkan dapat

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    32/75

    25 | page

    meningkatkan cakupan asuransi Syariah, khususnya asuransi mikro Syariah

    untuk masyarakat berpendapatan rendah. Di dalam penerapannya, bank bisa

    menggunakan jasa para agen utuk memasarkan dan menawarkan produk di luar

    produk perbankan, termasuk produk asuransi mikro syariah. Layanan semacam

    ini jelas akan membantu proses distribusi dan pemasaran produk asuransi mikro

    syariah untuk menjangkau penduduk yang berpenghasilan rendah.

    5. Berdasarkan amanat Undang Undang No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian,

    semua asuransi di Indonesia sudah harus melakukan spin-o selambat-lambatnya

    sebelum tahun 2024. Bahkan OJK sendiri mentargetkan bahwa di tahun 2020

    semua asuransi sudah melakukan spin-o. Dalam Undang-Undang tersebut,

    perusahaan asuransi atau reasuransi yang memiliki unit usaha Syariah dengan

    nilai dana tabarru dan investasi peserta telah mencapai minimal 50% dari total

    nilai dana asuransi perserta pada perusahaan induk wajib melakukan pemisahan

    menjadi perusahaan asuransi atau reasuransi syariah full pledge. Pelaksanaan spin-

    o dianggap dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan asuransi syariahuntuk dapat lebih berkembang melalui peningkatan volume bisnis, perluasan

    pasar dan peningkatan pangsa pasar.

    Di luar dari berbagai faktor pendukung yang dapat mempercepat pertumbuhan industri

    asuransi Syariah, masih terdapat beberapa isu yang perlu untuk menjadi fokus perhatian,

    di antaranya adalah:

    1. Terkait dengan asuransi mikro Syariah, pelaku usaha mengaku mengalama kesulitan

    untuk memasarkan produk asuransi mikro Syariah. Sejak diluncurkan pada akhir

    tahun 2014, polis asuransi ini masih sepi peminat, Pada tahun 2014, jumlahperusahaan yang memasarkan asuransi mikro Syariah sebanyak 53 perusahaan

    dengan jumlah peserta sebanyak 6.169.404 orang. Ketua AASI menyatakan

    bahwa sebenarnya minat masyarakat berpendapatan rendah terhadap asuransi

    mikro Syariah cuup tinggi hanya saja mereka meminta ragam yang lebih bervariasi

    pada asuransi mikro Syariah untuk memenuhi kebutuhan mereka. Misalnya adalah

    produk asuransi mikro yang dapat menanggung risiko terhadap ternak mereka

    maupun risiko gagal panen. Oleh karena itu, industri asuransi Syariah harus

    mampu untuk mulai memikirkan pengembangan dari produk ini menginat sebagai

    besar masyarakat berpenghasilan rendah bekerja di sektor pertanian maupun

    peternakan. Dengan memenuhi kebutuhan tipe asuransi mereka, diharapkanpartisipasi masyarakat pada asuransi mikro Syariah dapat meningkat.

    2. Selain dari aspek varian tipe produk asuransi mikro Syariah, masih banyak ceruk

    pasar yang belum tergarap. Salah satu usaha yang dapat diakukan adalah dengan

    melakukan kerjasama dengan BMT dalam proses penyaluran produk asuransi

    mikro Syariah. Namun demikian, necessary conditionyang harus dipenuhi adalah

    terkait dengan perbaikan standar kualitas pelayanan dari BMT.

    3. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi industri asuransi Syariah terkait

    dengan amanat Undang-undang dan peraturan OJK mengenai spin-o adalah

    mengenai kualitas sumber daya manusia dari para agen asuransi Syariah.

    Persoalan mengenai agensi dinilai sebagai salah satu hambatan bagi unit usaha

    asuransi Syariah untuk melakukan spin-o. Proporsi agen asuransi syariah yang

    tersertikasi masih sedikit jumlahnya. Untuk mengatasi hal tersebut, OJK akan

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    33/75

    26 | page

    melakukan relaksasi mengenai agensi pada industri asuransi Syariah. OJK akan

    menyiapkan peraturan yang menyatakan bahwa agen asurasni dari perusahaan

    yang masih berada dalam satu grup dapat memasarkan produk, baik konvensional

    maupun produk Syariah, setelah UUS melakukan spin-o. Usaha OJK untuk

    melakukan relaksasi diharapkan dapat membantu percepatan porses spin-o UUS

    dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, isu mengenai sertikasi agen

    asuransi Syariah ini memerlukan perhatian khusus.

    Berdasarkan kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja asuransi dan

    reasuransi syariah, maka proyeksi pertumbuhan kontribusi bruto dan pertumbuhan aset

    industri syariah di tahun 2015 adalah sebagai berikut:

    Table 3.4 Skenario Outlook

    Indikator

    Skenario

    Optimis Normal Pesimis

    Market Share 5,4 - 6% 4,9 - 5,3% 4,5 - 4,8%

    Pertumbuhan Aset 25 - 30% 18 - 24% 10 - 17%

    1. Skenario Optimis: perkembangan asuransi syariah dunia dan juga Indonesia

    yang tidak terlepas dari perkembangan perbankan syariah membuat pertumbuhan

    asuransi syariah memang sedikit melambat di tahun 2015 dibandingkan tahun-

    tahun sebelum 2014. Pertumbuhan perbankan syariah yang jika kita lihat dari

    sisi aset diperkirakan hanya tumbuh sebesar 11-12 persen hingga akhir tahun2015 membuat pertumbuhan asuransi syariah juga melambat. Namun dari asumsi

    tersebut pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia masih akan tetap tumbuh

    tinggi jika dilihat dari sisi aset. Pada tahun 2015 pertumbuhan aset asuransi

    syariah diprediksi hanya akan tumbuh sebesar 25 persen lebih tinggi dari tahun

    2014 sebesar 20 persen.

    Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang membaik pada tahun 2016 yang

    diperkirakan akan tumbuh diatas 5 persen diprediksi akan meningkatkan laju

    petumbuhan asuransi syariah lebih tinggi sebesar 25-30 persen pada tahun

    2016. Namun skenario pesimis ini tidak memperhitungkan dampak negatifseperti kenaikan suku bunga The Fed yang bisa berdampak pada perlambatan

    pertumbuhan kredit perbankan dan berimbas pada kinerja asuransi syariah di

    Indonesia. Untuk mengukur dampak tersebut skenario moderat dan pesimis dapat

    memberikan insight mengenai hal tersebut.

    2. Skenario Moderat: dalam skenario moderat pertumbuhan aset asuransi syariah

    diperkirakan akan lebih kecil atau sama dengan pertumbuhan tahun 2015 di

    mana aset asuransi syariah akan tumbuh sebesar 18-20 persen pada tahun 2016.

    Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif melambat di angka 4.7 persen pada

    tahun 2015 turut akan menekan laju pertumbuhan aset asuransi syariah. Jikapertumbuhan ekonomi hanya berada dibawah 5% pada tahun 2016, diperkirakan

    pertumbuhan asuransi syariah hanya akan berada di angka 18 persen. Nilai dan

    yield investasi akan semakin rendah serta klaim asuransi akan lebih tinggi jika

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    34/75

    27 | page

    pertumbuhan ekonomi terus melambat. Sedangkan beban untuk mendapatkan

    dana funding akan semakin besar yang disebabkan perlambatan pertumbuhan

    pendapatan masyarakat.

    3. Skenario Pesimis: skenario pesimis pada tahun 2015 hingga 2016 lebih

    dititikberatkan pada kemungkinan naiknya suku bunga acuan bank sentral AmerikaThe Fed. Kenaikan suku bunga acuan the fed atau Fed Fund Rate (FFR) akan

    berdampak luas terhadap kinerja industri asuransi syariah. Pertumbuhan kredit

    perbankan dipastikan akan melambat jika kenaikan FFR diikuti oleh kenaikan suku

    bunga Bank Indonesia. Pertumbuhan kredit yang melambat akan mengurangi

    tingkat kontribusi atau premi nasabah dan berujung pada semakin rendahnya

    angka kontribusi. Pada sisi aset, naiknya tingkat suku bunga akan berdampak pada

    penurunan nilai investasi terutama surat berharga seperti saham, reksa dana, serta

    surat obligasi syariah atau sukuk. Dengan demikian, industri asuransi syariah akan

    terkena dua dampak sekaligus jika suku bunga FFR benar-benar dinaikan. Jika hal

    ini terjadi pertumbuhan aset asuransi syariah diperkirakan hanya mencapai 10-12persen pada tahun 2016.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    35/75

    28 | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    36/75

    29 | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    37/75

    30 | page

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    38/75

    31 | page

    BAB 4PERKEMBANGAN DAN OUTLOOK PASAR MODAL SYARIAH

    A. PENDAHULUAN

    Pasar modal syariah di Indonesia telah berusia hampir dua dekade. Sejak kelahirannya

    pada tahun 1997, pasar modal syariah terus tumbuh dengan tren yang meningkat. Sejauh

    ini pasar modal syariah telah memiliki beberapa produk keuangan seperti saham syariah,

    sukuk, reksa dana syariah dan exchange traded fund (ETF) syariah dan inovasi transaksi

    berupa online trading syariah. Kemudian untuk infrastruktur hukum, Indonesia telah

    memiliki regulasi pasar modal syariah yang merujuk kepada fatwa Dewan Syariah Nasional,

    Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Di antara produk-produk keuangan syariah tersebut,

    saham dan sukuk tetap teratas dari sisi kapitalisasi dan nilai transaksi di pasar modal

    syariah Indonesia hingga tahun 2015 (lihat tabel 4.1).

    Terdapat potensi yang luar biasa besar bagi industri keuangan syariah di tanah air,

    terutama jika kita melihat komposisi demogras dan pertumbuhan ekonomi Indonesia

    yang cukup menjanjikan. Selain itu, trend pasar keuangan global adalah menuju kearah

    disintermediasi. Dengan kata lain, peran pasar modal lebih dominan daripada peran sistem

    perbankan (nancial intermediaries) dalam alokasi sumber daya keuangan. Oleh karena

    itu, pasar modal akan menjadi masa depan bagi perekonomian dan sistem keuangan bagi

    negara maju dan negara yang masuk dalam kategori emerging marketsseperti Indonesia.

    Tabel 4.1 Statistik Perkembangan Pasar Modal Indonesia

    Jenis Efek2014

    Nilai (Rp. Milyar)2015*

    Nilai (Rp. Milyar)

    Saham 1.453.392,36 864.953,51

    Obligasi Korporasi 2 23.463,60 2 38.995,90

    Obligasi Pemerintah 1.113.000 900.490

    Waran 898,89 257,11

    Right 31,03 15,98

    Instrumen Derivatif 149,18 132,79

    Sukuk Korporasi 7.105 8.444

    Surat Berharga Syariah Negara(SBSN)

    206.100 282.900

    Reksadana Konvensional (NAB) 230.225,59 251.206,55

    Reksadana Syariah (NAB) 11.236,00 11.389,76

    *Sampai Juli 2015

    Sumber: Statistik Pasar Modal dan Laporan Triwulanan II, 2015, OJK

    Namun sampai saat ini, pengaruh industri keuangan syariah masih belum signikan karena

    pangsa pasar yang lebih kecil dibandingkan dengan industri keuangan konvensional.

    Berdasarkan informasi dari OJK, persentase pangsa pasar keuangan syariah adalah berkisar

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    39/75

    32 | page

    4,7 persen untuk Perbankan Syariah, 4,23 persen untuk NAB Reksa Dana Syariah dan

    2,8 persen untuk Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah. Khususnya untuk pasar

    modal syariah rendahnya pangsa pasar salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat

    literasi keuangan masyarakat. Menurut survei yang dilakukan OJK, hanya 6 persen dari

    total responden memiliki tingkat literasi yang cukup mengenai pasar modal syariah. Oleh

    karena itu perlu dilakukan suatu upaya bersama antara stakeholdersdan industri untuklebih memasarkan ide pasar modal syariah ke pelosok negeri agar menjangkau seluruh

    masyarakat di tanah air.

    Masih rendahnya proporsi industri keuangan syariah dapat dimaknai sebagai tantangan

    sekaligus peluang bagi lembaga keuangan syariah. Meskipun masih tumbuh secara positif

    baik dari sisi nilai aset maupun jumlah produk, namun di sisi lain industri keuangan

    konvensional mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi. Akibatnya pencapaian yang sudah

    diraih industri keuangan syariah belum bisa menaikkan posisinya di kancah persaingan

    sektor keuangan tanah air.

    B. ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR MODAL SYARIAH: SAHAM, SUKUK DAN

    REKSADANA SYARIAH

    1. Analisis Perkembangan Saham Syariah

    Saham merupakan surat berharga (sekuritas) yang merupakan tanda penyertaan atau

    kepemilikan individu atau badan usaha dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.

    Sedangkan saham syariah adalah saham yang menunjukkan kepemilikan terhadap

    perusahaan yang jenis usahanya tidak bertentangan dengan syariat Islam dan memiliki

    rasio keuangan yang terkait dengan utang dan bunga tidak melebihi batasan yang telah

    ditetapkan oleh dewan pengawas syariah.

    Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) adalah dua

    indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dibuat untuk memantau atau sebagai indikator

    pergerakan harga saham syariah di pasar modal. Selain itu indeks tersebut juga berfungsi

    sebagai indikator trend pasar, indikator tingkat protabilitas and benchmarkkinerja suatu

    portofolio. Menurut informasi dari OJK per Mei 2015 terdapat 328 saham yang masuk

    Daftar Efek Syariah (DES). Dari 328 tersebut, 317 saham tercatat di Bursa Efek Indonesia

    dan menjadi konstituen pembentuk ISSI dan sisanya sembilan saham tidak listingdi bursa.

    Kemudian, menurut Bursa Efek Indonesia per 8 Juli 2015, jumlah emiten yang memenuhi

    kriteria saham syariah dan masuk dalam ISSI adalah sebanyak 317 emiten naik dari

    306 emiten pada bulan Juli 2014. Komposisi konstituen dari ISSI ini senantiasa berubah

    mengikuti hasil reviewDES yang dikeluarkan oleh OJK secara berkala.

    Berdasarkan kelompok industri, saham-saham kategori perdagangan, jasa, dan investasi

    mendominasi sebesar 20 dan 26 persen dari komposisi sebaran saham-saham yang

    masuk ke dalam JII dan ISSI. Kemudian diikuti oleh sektor usaha properti, real estate,

    dan konstruksi serta industri barang konsumsi. Sementara itu tidak ada saham dari sektor

    keuangan yang masuk menjadi konstituen JII namun di ISSI terdapat satu emiten (PNBS,Bank Panin Syariah) yang masuk dalam daftar efek yang dicatatkan di bursa. Hal ini

    merupakan berita baik bagi sektor keuangan syariah dimana sudah ada lembaga keuangan

    syariah yang mau mencatatkan sahamnya di bursa sehingga kinerjanya dapat dipantau

    oleh investor dan stakeholderskeuangan syariah lainnya.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    40/75

    33 | page

    Gambar 4.1: Komposisi JII dan ISSI

    (Sumber; BEI dan OJK, 2015)

    Pergerakan harga di pasar saham tanah air pada triwulan II-2015 sedang mengalami tren

    penurunan setelah sebelumnya sempat rebound paska terbentuknya pemerintahan baru

    pada bulan Oktober 2014. Meskipun begitu, memasuki triwulan III-2015 indeks saham

    kembali bergairah yang dibarengi oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

    Namun, sebagian analisis mewanti-wanti akan terjadinya koreksi terhadap kenaikan IHSG

    beberapa minggu terakhir. Tekanan eksternal seperti, gagalnya negosiasi utang Yunani

    dengan para kreditor, penjualan besar-besaran di pasar saham Tiongkok, dan menguatnya

    Dolar AS terhadap mata uang lain serta tekanan internal seperti menurunnya konsumsi

    domestik menyumbang terhadap pelemahan kinerja pasar saham tanah air. Sementara itu,

    turunnya indeks harga saham juga terjadi di kawasan Asia Tenggara dan beberapa negara

    maju seperti AS, Australia, Jerman dan Inggris.

    Di pasar ekuitas tanah air, performa pasar saham syariah tidak jauh berbeda dengan pasar

    saham konvensional. Perkembangan ini dapat dilihat pada gambar 4.2 dimana indeks ISSI

    dan JII berada dalam pola menurun yang seirama dengan IHSG. Pelemahan ekonomi global

    dan tingginya ketidakpastian di pasar modal mendorong sentimen negatif yang berakibatpada net sell yang dibukukan oleh investor asing sebesar Rp 1,7 triliun pada triwulan II-2015

    setelah triwulan sebelumnya mencatatkan net buy sebesar Rp 5.4 triliun. Dengan kata lain,

    investor asing mengurangi investasinya di pasar saham domestik yang berakibat semakin

    memburuknya kinerja pasar saham. Dalam dunia pasar modal kondisi ini disebut dengan

    istilah bearish.Pasar Bearishterjadi ketika situasi di pasar tidak bergairah, lamban dan di

    bursa penjual lebih mendominasi dari pada pembeli. Tekanan jual yang kuat mengakibatkan

    harga-harga saham menjadi turun yang bermuara pada turunnya indeks harga saham.

    Kemudian, dalam situasi bearish ini yang perlu diwaspadai oleh pelaku dan pengawas pasar

    modal adalah adanya pihak-pihak tertentu yang mencoba meraih keuntungan dengan cara-

    cara spekulatif yang melanggar hukum seperti short-selling.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    41/75

    34 | page

    Gambar 4.2: Pergerakan JII, ISSI, dan IHSG

    (Sumber: Bloomberg)

    Meskipun begitu, mungkin saja terjadinya net sell di pasar saham akibat diversikasi

    yang dilakukan oleh investor asing terhadap portofolio asetnya. Dugaan ini didukung oleh

    informasi dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian

    Keuangan yang mencatat bertambahnya dana asing di surat utang negara (SUN) sepanjang

    tahun 2015. Dengan kata lain, ketidakpastian di pasar saham telah mengakibatkan investorasing memindahkan sebagian dananya dari pasar saham dan meinvestasikannnya di

    instrument yang lebih aman seperti obligasi dimana untuk saat ini menawarkan yieldyang

    lebih menarik.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    42/75

    35 | page

    2. Analisis Perkembangan Instrumen Sukuk

    Sukuk merupakan instrumen keuangan syariah yang baru diperkenalkan di Indonesia pada

    tahun 2002. Secara bahasa sukuk bermakna sertikat atau bukti kepemilikan. Kemudian

    dalam konteks keuangan, sukuk menurut The Islamic Financial Services Board (IFSB)

    didenisikan sebagai:

    Sertikat yang merepresentasikan hak milik proporsional oleh pemegang sertikat

    di dalam bagian yang tidak terpisahkan dari aset yang menjadi dasar penerbitan

    dimana seluruh hak dan kewajiban ditanggung oleh si pemegang sertikat tersebut.

    Gambar 4.3: Perkembangan Sukuk Korporasi di Indonesia

    (Sumber: Statistik Pasar Modal OJK, diolah)

    Kehadiran sukuk pada tahun 2002 merupakan suatu terobosan dalam perkembangan pasar

    modal syariah di Indonesia karena mampu menjadi alternatif instrumen obligasi (surat

    hutang) bagi perusahaan-perusahaan yang memerlukan sumber dana eksternal. Dalam

    perkembangannya di tanah air, sukuk juga diproyeksi akan menjadi salah satu andalan

    pemerintah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang menjadi salah satu agenda

    utama saat ini.

    Sejak tahun 2002 hingga triwulan-II 2015, sukuk korporasi di Indonesia telah mengalamipertumbuhan yang cukup pesat. Hingga bulan Juli 2015, terdapat 80 emisi sukuk yang

    telah diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia dan 42 sukuk yang masih

    outstanding (38 sisanya sudah jatuh tempo dan dilunasi). Nilai emisi sukuk pada bulan Juli

    2015 berdasarkan gambar 4.3 adalah sebesar Rp 14,48 triliun sementara nilai sukuk yang

    masih outstanding sebesar Rp 8,28 triliun.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    43/75

    36 | page

    Table 4.2: Nilai Surat Utang Pemerintah Berdasarkan Jenis Per September 2015

    Jenis CouponMataUang

    StatusNilai

    (Rp. Miliar)

    SuratUtangNegara-Zero

    Coupon Zero IDR Tradable 44.900

    SuratUtangNegara-FixedCoupon

    Fixed IDR Tradable 1.092.894

    SuratUtangNegara-VariableCoupon

    Variable IDR Tradable 104.180

    SuratUtangNegara-FixedCouponUS Dollar

    Fixed USD Tradable 472.436

    SuratUtangNegara-FixedCoupon-Japan Yen

    Fixed JPY Tradable 30.600

    SuratUtangNegara-FixedCoupon-Euro Fixed Euro Tradable 36.783

    SBSN-Zero Coupon Zero IDR Tradable 5.390

    SBSN-Fixed Coupon Fixed IDR Tradable 156.157

    SBSN-Fixed Coupon-US Dollar Fixed USD Tradable 101.164

    ObligasiPemerintah-Fixed Fixed IDR Non-Tradable 224.347

    ObligasiPemerintah-Variable Variable IDR Non-Tradable 2.391

    SBSN-SDHI Fixed IDR Non-Tradable 35.197

    Total Nilai Surat Utang Negara (milyar rupiah)

    2.306.439

    (Sumber : Statistik Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, 2015)

    Sukuk korporasi yang diterbitkan di Indonesia sejauh ini hanya menggunakan dua jenis

    akad yaitu ijarah dan mudharabah. Dari sisi penggunaan akad sejauh ini, akad ijarah

    lebih banyak dipakai dibanding akad mudharabah.Menurut laporan triwulan II 2015 OJK,

    jumlah sukuk korporasi yang outstanding ada 42. Berdasarkan jumlah sukuk outstanding,

    sukuk dengan akad ijarah tercatat memiliki proporsi 64,29% sementara sukuk dengan

    akad mudharabah sebesar 35,71%. Sementara itu dari sisi nilai sukuk outstanding, sukuk

    ijarah memiliki proporsi 50,04% dan sukuk mudharabah sebesar 49,96%. Berdasarkan

    statistik tersebut dapat kita lihat sukuk ijarah unggul dari sisi jumlah. Namun dari sisi

    nilai outstanding sukuk ijarah dan sukuk mudharabah memiliki nilai yang hampir setara.

    Kemudian, jika dilihat dari jangka waktu sampai jatuh tempo dari sukuk outstanding, rata-

    rata sukuk korporasi yang outstandingmemiliki jangka waktu 6,5 tahun dengan nilai par

    dan nilai outstandingrata-rata sebesar Rp 201 miliar.

    Sedangkan sukuk negara (SBSN) pertama kali diterbitkan pada tahun 2008 setelah

    keluarnya Undang-Undang No. 19 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Sejak pertama

    kali dikeluarkan, sukuk negara telah mengalami perkembangan yang mengesankan. Sampai

    saat ini SBSN memiliki nilai outstanding sebesar Rp 298 triliun atau 13 persen dari total

    surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah yang pada September 2015 menunjukan nilai

    sebesar Rp 2.306 triliyun. Dari total sukuk yang diterbitkan pemerintah pada September

    2015, Rp 35 triliyun diantaranya bersifat non-tradable atau tidak dapat diperjualbelikan di

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    44/75

    37 | page

    pasar sekunder yaitu sukuk yang diterbitkan khusus untuk dana haji Indonesia (lihat tabel

    4.2). Jadi seperti tahun lalu, sukuk yang mengakomodasi dana haji masih dipegang oleh

    Kementerian Agama sampai masa jatuh tempo dan sejauh ini belum ada wacana untuk

    memperdagangkan sukuk tersebut di pasar sekunder.

    Tabel 4.3 Kepemilikan SBSN Domestik Per Agustus 2015 (dalam miliar Rupiah)

    INSTITUSI Des-13 Des-14 Mar-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15

    TRADABLE 87.714 110.704 145.229 156.209 160.304 162.679

    Total Bank 37.855 40.928 56.192 71.1 77.585 85.944

    Bank Konvensional 30.673 8.708 47.753 61.312 67.342 74.423

    Bank Syariah 7.182 8.708 8.439 9.788 10.243 11.521

    Bank Indonesia 230 175 376 1.285 1.146 91

    Asuransi 18.427 23.640 26.148 29.666 29.800 29.027

    Dana Pensiun 4.572 4.606 5.054 5.328 5.338 5.233

    Perorangan 8.828 10.747 31.926 16.186 15.651 15.249

    Reksadana 2.428 4.026 4.363 5.015 5.382 5.460

    Asing 11.120 10.642 13.115 16.635 13.948 10.535

    Lain-lain 3.712 7.232 8.054 10.992 11.455 11.140

    NONTRADABLE 31.533 33.197 33.197 33.197 35.197 35.197

    Kementrian Agama 31.533 33.197 33.197 33.197 35.197 35.197TOTAL 118.707 143.901 178.426 189.406 195.501 197.876

    (Sumber: Statistik Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, 2015)

    Sebagai salah satu instrumen pembiayaan jangka panjang, sukuk dapat dikatakan sudah

    menjadi alternatif memperoleh dana untuk investasi dan proyek bagi pemerintah dan

    perusahaan. Untuk pasar modal di Indonesia, sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah

    (SBSN) sampai saat ini melebihi sukuk korporasi. Nilai sukuk pemerintah pada September

    2015 berjumlah Rp 298 triliyun atau 36 kali lipat dari sukuk korporasi yang bernilai Rp 8,28

    triliun. Dominasi SBSN atas sukuk korporasi sepertinya akan terus berlanjut di periode

    berikutnya mengingat banyaknya proyek infrastruktur yang pendanaannya berasal dari

    penerbitan sukuk oleh pemerintah.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    45/75

    38 | page

    Gambar 4.4 Proporsi Kepemilikan SBSN Per Agustus 2015

    (Sumber: Statistik Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, 2015)

    Sama seperti periode sebelumnya, SBSN banyak dimiliki oleh investor institusi seperti dana

    pensiun, perbankan, asuransi, reksa dana, dan sejenisnya (lihat tabel 4.3). Per Agustus

    2015, investor sukuk (sukuk holder) terbesar adalah lembaga perbankan dimana bank

    konvensional memiliki sukuk senilai Rp 74.423 miliar dari total nilai SBSN yang mencapai

    Rp 197.876 miliar pada periode tersebut.. Sementara itu porsi kepemilikan perbankan

    syariah di SBSN masih rendah di mana per Agustus 2015, hanya menguasai sebesar

    5,8 persen dari total SBSN outstanding. Selain bank, sukuk negara juga dimiliki institusi

    keuangan bukan bank (IKNB). IKNB seperti lembaga asuransi, dana pensiun, reksa dana

    masing-masing memiliki kepemilikan SBSN sebesar 14,67%, 2,64% dan 2,76% dari total

    SBSN yang outstanding. Selain itu Kementrian Agama tercatat juga sebagai pemilik sukuk

    negara sebesar 17,8 persen. Sedangkan untuk investor perorangan, porsi kepemilikannya

    terhadap total sukuk negara yang outstanding adalah sebesar 7,7 persen. Kemudian

    investor asing tercatat memiliki SBSN sebesar 5,32%. Kecilnya porsi asing pada sukuk

    negara mengindikasikan belum optimalnya promosi yang dilakukan untuk menggaetinvestor internasional.

    3. Analisis Perkembangan Reksa Dana Syariah

    Reksa dana syariah merupakan salah satu instrumen investasi syariah yang paling awal

    diluncurkan di pasar modal Indonesia. Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun

    1997 sampai Agustus 2015 jumlah produk reksa dana syariah yang ditawarkan kepada

    masyarakat ada 85. Jika dibandingkan dengan jumlah produk reksa dana konvensional

    yang mencapai 926 produk, maka persentase produk reksa dana syariah mencapai 8,4

    persen dari total produk reksadana yang tersedia di pasar. Sementara itu dari sisi NAB,

    proporsi reksa dana syariah terhadap total NAB reksa dana di Indonesia adalah 4,23%.

  • 7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES

    46/75

    39 | page

    Tabel 4.4 Reksa Dana Syariah Per Agustus 2015

    No Jenis Reksa Dana

    Jumlah Reksa DanaSyariah

    NAB Reksa Dana Syariah(Rp. miliar)

    Agt. 2015 Agt. 2014 Agt. 2015 Agt. 2014

    1 Pasar Uang 10 1 932 29

    2 Saham 25 20 5.153 3.142

    3 Pendapatan Tetap 12 8 609 523

    4 Campuran 18 17 1.683 3.970

    5 Terproteksi 18 18 1.646 1.179

    6 Indeks 1 1 216 144

    7 ETF 1 1 599 403

    Total 85 66 10.838 9.390

    (Sumber: Statistik Pasar Modal Syariah, OJK)

    Dari 85 produk reksa dana syariah per Agustus 2015, yang terbanyak dalam bentuk reksa

    dana saham sebesar 29,4 persen, diikuti produk reksadana campuran dan terproteksi

    dengan proporsi masing-masing sebesar 21 persen dan sisanya merupakan reksa dana

    pendapatan tetap, reksa dana indeks dan ETF (lihat table 4.4). Berdasarkan data tersebut,

    mayoritas produk reksadana syariah yang ditawarkan di pasar modal tanah air adalah

    reksadana saham. Reksadana saham unggul baik dalam jumlah produk (25) maupun dalam

    nilai (Rp 5,15 triliun).

    Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya (Agustus 2014), dapat kita lihat pada periode

    Agustus 2015 secara agregat terdapat penambahan kuantitas dari reksa dana syariah

    baik dalam jumlah produk sebesar 29 persen maupun dari total nilai aktiva bersih (NAB)

    sebesar 15 persen. Kemudian, berdasarkan jenis produk, reksa dana pasar uang, saham,

    pendapatan tetap dan campuran mengalami penambahan jumlah produk yang ditawarkan.

    Sementara, reksa dana terproteksi, indeks dan ETF stagnan atau tidak ada penambahan

    jumlah produk. Perlu menjadi catatan di sini adalah kenaikan signikan dari jumlah produk

    reksa dana pasar uang menjadi sepuluh produk dimana di periode sebelumnya kategori ini

    hanya memiliki satu jenis produk.

    Kenaikan signikan reksa dana pasar uang juga dapat dicermati dari melonjaknya NAB

    produk tersebut ke posisi Rp 932 miliar atau naik sebesar 3.114 persen! Meningkatnya

    kecenderungan investasi masyarakat ke reksa dana pasar uang tidak terlepas dari situasi

    di pasar modal dan e