sharia economic outlook 2016 mes
TRANSCRIPT
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
1/75
i | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
2/75
ii | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
3/75
iii | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
4/75
iv | page
SHARIA ECONOMIC OUTLOOK 2016
oleh: Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)
@2015
Desain Sampul & Layout: Miftakhul Ulum
Editor: Achmad Iqbal, SP., M.Ec
Pengarah: Prof. Firmanzah, Ph.D
Penyusun: Tim Outlook MES
Diterbitkan oleh:
Masyarakat Ekonomi Syariah
Jl. Setiabudi Tengah No. 29
Kuningan, Jakarta Selatan
Telp. 021-52901515Fax. 021-52901516
Email: [email protected]
Website: www.ekonomisyariah.org
www.koperasi-syariah.net
www.belajar.ekonomisyariah.org
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagaian atau seluruh isi buku ini
tanpa sepengetahuan dan izin dari pihak MES
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
5/75
v | page
Daftar Isi
BAB 1: Outlook Ekonomi Makro 2016 1
BAB 2: Perkembangan dan Outlook Perbankan Syariah di Indonesia 3 A. Pendahuluan 3
B. Analisa Perkembangan 4
C. Outlook Perbankan Syariah 2016 9
BAB 3: Perkembangan dan Outlook Asuransi dan Re-Asuransi Syariah 17
A. Pendahuluan 17
B. Analisa Perkembangan 18
C. Outlook Asuransi dan Re-Asuransi Syariah 2016 22
BAB 4: Perkembangan dan Outlook Pasar Modal Syariah 29
A. Pendahuluan 29
B. Analisa Perkembangan Pasar Modal Syariah: Saham, Sukuk
dan Reksadana Syariah 30
B.1. Analisis Perkembangan Saham Syariah 30
B.2. Analisis Perkembangan Instrumen Sukuk 33
B.3. Analisis Perkembangan Reksadana Syariah 36
C. Outlook Saham Syariah, Sukuk, dan Reksadana 40
C.1. Outlook Saham Syariah 40
C.2. Outlook Sukuk Tahun 2016 41
C.3. Outlook Reksadana Syariah Tahun 2016 43
BAB 5: Perkembangan dan Outlook Lembaga Keuangan Mikro Syariah 47
A. Pendahuluan 47
B. Analisa Perkembangan LKM Syariah: BPRS, BMT, dan Koperasi Syariah 47
B.1. Analisa Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 47
B.2. Analisa Perkembangan BMT 51
C. Outlook Lembaga Keuangan Mikro 2016 52
C.1. Arah Pengembangan BPRS 53
C.2. Arah Pengembangan BMT 53
BAB 6: Perkembangan dan Outlook Industri Non Keuangan Syariah 57
A. Pendahuluan 57
B. Analisa Perkembangan 58
B.1. Analisa Perkembangan Pariwisata Syariah 58
B.2. Analisa Perkembangan Industri Muslim Fashion 59
B.3. Analisa Industri Kosmetik dan Makanan Halal 61
C. Arah Pengembangan 62
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
6/75
vi | page
Daftar Tabel
Table 2.1 Indikator Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah 10
Table 2.2 Skenario Outlook Perbankan Syariah 2016 11Table 3.1 Jumlah Perusahaan Asuransi dan Re-Asuransi Syariah di Indonesia 20Table 3.2 Kinerja Keunagan Industri Asuransi dan Re-Asuransi Syariah
(dalam Triliun RUpiah) 22
Table 3.3 Komposisi Portfolio dan Hasil Investasi Asuransi dan Re-Asuransi Syariah (dalam Miliar Rupiah) per Agustus 2015 23Table 3.4 Skenario Outlook 26Table 4.1 Statistik Perkembangan Pasa Modal Indonesia 31Table 4.2 Nilai SUrat Utang Pemerintah Berdasarkan Jenis per September 2015 36Table 4.3 Kepemilikan SBSN Domestik per Agustus 2015 (dalam Miliar Rupiah) 37Table 4.4 Reksa Dana Syariah per Agustus 2015 39Table 4.5 Outlook Saham Syariah 2016 43Table 4.6 Outlook Sukuk 2016 (dalam Triliun Rupiah) 45Table 4.7 Outlook Reksa Dana Syariah 2016 46Table 5.1 Tren Kinerja Keuangan BPRS 52Table 5.2 Distribusi NPF Berdasarkan Sektor Ekonomi 53
Table 5.3 Target BMT dalam Rentang 10 Tahun 54Table 6.1 Daftar 10 Negara dengan Global Islamic Economy Indicator Tertinggi 59Table 6.2 Peringkaran 10 Besar Global Muslim Travel Index 2015 60Table 6.3 Peringkat 10 Besar the Muslim Trave Shopping Index 2015 60Table 6.4 Jumlah WIsatawan Asing Berdasarkan Kebangasaan 61Table 6.5 Tren Perkembagan Fashion 62
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Tenaga Kerja dan Jaringan Kantor Perbankan Syariah 5
Gambar 2.2 Pertumbuhan Perbankan Syariah 2010-2015 7
Gambar 2.3 Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Akad Per Juni 2015 8
Gmabar 2.4 Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Penggunaan 9
Gambar 2.5 Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Golongan 9
Gambar 3.1 Pangsa Pasar Takaful Dunia 19Gambar 3.2 Tren Penetrasi Pasar Asuransi Syariah di Indonesia 21Gambar 3.3 Rasio Klain-Kontribusi pada Asuransi Umum dan Asuransi Jiwa Syariah 22Gambar 4.1 Komposisi JII dan ISSI 33Gambar 4.2 Pergerakan JII, ISSI, dan IHSG 34Gambar 4.3 Perkembangan Sukuk Korporasi di Indonesia 35Gambar 4.4 Proporsi Kepemilikan SBSN per Agustus 2015 38Gambar 4.5 Persentase NAB Reksa Dana Terhadap Total NAB 40Gambar 4.6 Grak Perkembangan REksa Dana Konvensional 41Gambar 4.7 Grak Perkembangan REksa Dana Syariah 41Gambar 5.1 Proporsi BPRS Berdasarkan Total Aset 49Gambar 5.2 Neraca Gabungan BPRS 50Gambar 5.3 Kegiatan Usaha BPR 50Gambar 5.4 Komposisi DPK pada BPRS (dalam Juta Rupiah) 50Gambar 5.5 Tabungan iB BPRS 50Gambar 5.6 Komposisi Pembiayaan BPRS Berdasarkan Akad 51Gambar 5.7 Golongan Pembiayaan BPRS 51Gambar 5.8 Pembiayaan Berdasarkan Jenis Penggunaan 52Gambar 5.9 Pembiayaan Berdasarkan sekor Ekonomi 52Gambar 5.10 Kolektibilitas Pembiayaan BPRS 52
Gambar 6.1 Nilai Tambah Bruto dan Proporsi Sub-Sektor Fashiondalam Industri Kreatif 62
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
7/75
vii | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
8/75
1 | page
BAB 1OUTLOOK EKONOMI MAKRO TAHUN 2016
Kurang dari dua bulan ke depan, Indonesia akan memasuki tahun 2016. Banyak pihakberharap ekonomi Indonesia akan membaik dibandingkan tahun 2015 ini, dimana kinerja
perekonomian Indonesia sepanjang tahun ini menunjukkan tanda-tanda pelambatan yang
cukup nyata. Setelah melalui proses politik yang cukup alot, pemerintah bersama dengan
DPR menyepakati beberapa asumsi makro pada RAPBN 2016 . Indikator makro tersebut
antara lain yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen, tingkat inasi 4,7 persen,
suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen, serta rerata nilai tukar rupiah ada pada kisaran
Rp13.900 per dolar Amerika Serikat. Beberapa lembaga internasional seperti Bank Dunia
juga memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada level 5.3%. Walaupun demikian,
dalam rentang yang moderat, secara umum ekonomi Indonesia diprediksi hanya akan ada
pada rentang 5% - 5.3%, mengingat pada tahun ini pertumbuhan yang dicapai tidak akan
lebih dari 5%.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 ini memang dipastikan akan jauh meleset dari target
pemerintah sebesar 5.7 %. Perekonomian global yang belum menunjukkan tanda-tanda
pulih cukup memberikan imbas yang signikan pada perlambatan pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Stagnasi yang melanda di negara-negara yang menjadi mitra dagang Indonesia,
termasuk Tiongkok, menjadi salah satu faktor yang turut mempengaruhi perlambatan
tersebut. Perlambatan sektor ekonomi riil di Tiongkok khususnya, dipastikan berdampak
terhadap anjloknya harga komoditas di pasar internasional. Selain itu, gejolak yang terjadi
di pasar keuangan akibat ketidakpastian paket kebijakan the Fed juga memberikan tekanan
depresiasi rupiah yang cukup persisten. Kondisi ini masih ditambah dengan efek tidak
langsung resminya Yunani dinyatakan sebagai negara yang bangkrut.
Meskipun cenderung melambat, akan tetapi jika dibandingkan dengan mayoritas negara
lain kondisi perekonomian Indonesia sebenarnya masih menunjukkan kinerja positif yang
berada diatas rata-rata. Berdasarkan World Economic Outlook yang dikeluarkan IMF,
perekonomian global tahun 2015 diperkirakan hanya tumbuh 3,3 persen, sedangkan di
tahun 2016 pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan menguat menjadi 3,8%. Sementara
itu, perekonomian negara berkembang diperkirakan melambat dari 4,6% di tahun 2014
menjadi 4,2% di tahun 2015, dan diharapkan meningkat menjadi 4,7% pada tahun depan.
Peningkatan ini bergantung dari perbaikan kondisi ekonomi di sejumlah negara yang
tengah mengalami krisis, termasuk Rusia, beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sehingga jelas terlihat walaupun ekonomi Indonesia melambat, tetapi masih tetap lebih
baik dibandingkan dengan kondisi perekonomian global.
Besaran positif perkembangan ekonomi Indonesia di tahun 2016 setidaknya akan ditentukan
oleh dampak faktor-faktor berikut ini. Yang pertama adalah tingkat konsumsi rumah
tangga. Selama beberapa tahun, konsumsi agregat khususnya ditingkat rumat tangga
selalu menjadi backboneperekonomian nasional, khususnya ditengah rendahnya kontribusiekspor dan investasi akibat pelemahan kondisi ekonomi global. Tahun lalu saja kontribusi
konsumsi terhadap GDP mencapai 55% sehingga menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi tahun ini konsumsi diperkirakan tidak sedominan tahun sebelumnya dimana
sampai kuartal II hanya tumbuh 4.97% dari 5.3% pada periode yang sama tahun lalu.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
9/75
2 | page
Faktor berikutnya adalah dampak Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan pemerintah
Jokowi. Sampai dengan Bulan November tercatat pemerintah telah mengeluarkan enam
paket kebijakan ekonomi yang berisi sejumlah deregulasi ekonomi untuk mendorong
ekonomi nasional tetap bergerak guna merespon tekanan ekonomi global. Selain untuk
menjaga stabilitas ekonomi, paket kebijakan ekonomi ini diharapkan mampu merangsangpertumbuhan industri yang memberikan nilai tambah ekonomi dan memberikan kelonggaran
insentif bagi dunia usaha sehingga tetap bisa menjaga perputaran roda ekonomi nasional.
Hal positif lain yang diharapakan dari kebijakan ekonomi ini adalah terjaganya daya beli
masyarakat mengingat beberapa subsidi yang selama ini diberikan pada masyarakat, secara
konsisten terus dicabut dari anggaran pemerintah. Khusus pada paket kebijakan ekonomi
tahap V, terdapat insentif khusus untuk industri keuangan syariah dimana pemerintah
memberikan deregulasi berupa pemberian kemudahan pembukaan jaringan kantor bagi
industri perbankan syariah. Jaringan induk bank syariah, yakni bank konvensional, dapat
ikut menjual produk syariah tanpa harus membuka kantor baru.
Selain lewat paket kebijakan ekonomi , dukungan yang diberikan pemerintah adalah tentu
pada pengeluaran skal khususnya pada dukungan dana infrastruktur. Harus diakui salah
satu permasalahan klasik dunia usaha Indonesia adalah buruknya kondisi infrastruktur
perekonomian. Lewat MP3EI, usaha nyata pemerintah sebenarnya telah dilakukan sejak
pemerintahan SBY untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur yang tidak
hanya memadai tetapi seimbang secara geogras. Pada tahun 2016 direncanakan anggaran
pengeluaran infastruktur mencapai nilai Rp. 313.5 Trilyun, dimana ini merupakan yang
terbesar dibandingkan dengan APBN tahun- tahun sebelumnya, bahkan jika dibandingkan
dengan APBN 2015, anggaran inftrastruktur mengalami kenaikan 8%. Besarnya dana
infrastruktur diharapkan mampu menggairahkan iklim dunia usaha sehingga lebih optimis
dalam meggerakkan perekonomian.
Faktor terakhir adalah ekonomi internasional. Memang harus diakui, sampai pertengahan
tahun ini ekonomi global masih melambat sehingga masih belum bisa diharapkan memberikan
kontribusi positif pada perekonomian nasional. Namun pada 2016, ada ekspektasi ekonomi
global akan mulai recover mendekati mendekati rata-rata pertumbuhannya dalam 10 tahun
terakhir. Tanda-tanda tersebut misalnya ditunjukkan oleh indikator pada negara maju
yang menjadi mitra dagang utama Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Jepang diprediksi
meningkat mendekati level 0.7% dari sebelumnya -0.8%, sedangkan untuk Tiongkok akannaik sedikit diatas level sebelumnya yaitu 7%, sedangkan Amerika Serikat tetap senilai
2.9%. Sementara unemployment rate di Tiongkok dan Amerika masing masing menurun
menjadi sekitar 4% dan 5.3%, sedangkan Jepang tetap senilai 3.5%. Karena itu pemulihan
ekonomi global kedepan menjadi salah satu kunci bagi suksesnya ekspansi ekonomi
Indonesia.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
10/75
3 | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
11/75
4 | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
12/75
5 | page
BAB 2PERKEMBANGAN DAN OUTLOOK PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA
A. PENDAHULUAN
Industri perbankan syariah Indonesia secara umum telah mengalami kemajuan yang berarti
sejak pertama kali didirikan pada tahun 1992. Dalam rentang periode 9 tahun terakhir,
aset perbankan syariah telah tumbuh sebesar 10 kali lipat dari posisi Rp 26,7 Triliun pada
tahun 2006, menjadi Rp 272,4 Triliun pada pertengahan tahun 2015. Meskipun begitu aset
perbankan syariah di triwulan II tahun 2015 hanya tumbuh sebesar 8,13% di banding
periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).
Gambar 2.1
Tenaga Kerja dan Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK
Tahun 2015 merupakan periode yang penuh tantangan bagi pelaku ekonomi di Indonesia.
Faktor makroekonomi global seperti menguatnya nilai tukar Dolar AS terhadap rupiah,
melambatnya perekonomian Tiongkok dan faktor internal seperti menurunnya konsumsi
pasar domestik telah memperburuk kinerja perusahaan-perusahaan di tanah air. Untuk
industri jasa keuangan khususnya perbankan syariah pelambatan ekonomi tidak hanya
dapat dilihat dari menurunnya tingkat pertumbuhan aset, pembiayaan dan dana pihak
ketiga, namun juga dapat dicermati dari menurunnya indikator kinerja non-keuangan
seperti jumlah tenaga kerja dan jaringan kantor cabang. Konsolidasi yang dilakukan oleh
bank-bank syariah di tanar air merupakan suatu respon yang perlu diambil agar tetapbertahan dalam kerasnya persaingan di industri jasa keuangan. Meskipun begitu, kondisi
perbankan syariah di tanah air masih relatif stabil dengan tingkat kecukupan modal (CAR)
yang memadai.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
13/75
6 | page
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS merupakan reaksi atas keputusan
The Federal Reserve yang menaikkan suku bunga. Kebijakan ini diambil oleh Bank Sentral
Paman Sam tersebut sebagai suatu upaya untuk membawa kembali dana ke dalam negeri
mereka atau disebut tapering. Akibat dari kebijakan ini, nilai Dolar AS menguat terhadap
mata uang negara lain termasuk Indonesia. Penguatan Dolar AS yang luar biasa di triwulan-I
dan triwulan-II 2015, membawa kekhawatiran akan terkoreksinya pertumbuhan ekonomidan rapuhnya stabilitas sistem keuangan.
Melihat situasi pelemahan nilai tukar Rupiah yang semakin mengkhawatirkan Dewan Syariah
Nasional (DSN) pada bulan April 2015 telah mengeluarkan fatwa terbaru mengenai lindung
nilai syariah (al-Tahawwuth al-Islami atau Islamic hedging). Fatwa ini dapat dijadikan
panduan bagi pelaku usaha dan lembaga keuangan syariah yang ingin melindungi posisinya
dari risiko memburuknya nilai tukar dengan akad-akad yang sesuai dengan ketentuan
syariah. Bagi lembaga keuangan syariah, keluarnya fatwa tentang lindung nilai syariah ini
tentu menjadi solusi untuk memitigasi risiko dari meningkatnya ketidakpastian di tahun
2015 ini.
Sementara itu, sebagai bagian dari rencana implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), khusus untuk liberalisasi sektor perbankan, satu inisiatif bersama yang bernama
ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) telah diagendakan untuk mempercepat
proses tersebut. Dalam kerangka kerja ini, OJK telah menetapkan skema liberalisasi
perbankan Indonesia di ASEAN adalah ABIF 2015. Setidaknya ada dua cara yang dapat
dilakukan untuk mempercepat proses integrasi perbankan di kawasan ini yaitu melalui
pemberian keleluasaan beroperasi dan akses pasar. Dengan kata lain, otoritas jasa keuangan
di masing-masing negara anggota akan mengurangi hambatan bagi bank-bank dari negara
tetangga yang ingin melayani pasar keuangan domestik. Implikasi dari penerapan inisiatif
ini adalah persaingan pasar keuangan akan semakin ketat karena bank-bank besar dari
negara tetangga yang didukung dengan teknologi canggih dan kapital besar akan menjadi
pesaing tangguh bagi bank-bank tanah air.
Liberalisasi sektor keuangan dan perbankan ini juga akan berpengaruh pada sektor
perbankan syariah di Indonesia. Dengan populasi muslim terbesar di dunia dan pertumbuhan
ekonomi yang menjanjikan, Indonesia menjadi target utama rencana ekspansi konglomerat
perbankan di kawasan ASEAN. Selain itu, faktor besarnya tingkat keuntungan (net interest
marginatau net prot margin) di industri perbankan di Indonesia telah menjadi daya tariktersendiri bagi bank-bank asing untuk memperluas ekspansinya.
B. ANALISIS PERKEMBANGAN
Tiga tahun terakhir sektor perbankan syariah menunjukkan tingkat pertumbuhan aset,
pembiayaan dan dana pihak ketiga yang cenderung menurun. Beberapa tahun sebelumnya
pertumbuhan ketiga indikator tersebut cukup baik bahkan mencapai 50 persen di tahun
2011. Namun memasuki tahun 2012, terjadi penurunan pertumbuhan yang alurnya semakin
menurun terutama di triwulan II tahun 2015 ini. Sepertinya sektor perbankan syariahsedang memasuki fase baru yang penuh tantangan untuk mempertahankan eksistensinya.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
14/75
7 | page
Gambar 2.2
Pertumbuhan Perbankan Syariah 2010-2015
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK
Sementara itu, di lihat dari kontribusi perbankan syariah terhadap industri perbankan di
tanah air, market sharedari perbankan syariah stagnan di angka 4,70% dari keseluruhan
total aset perbankan nasional. Bahkan bisa dibilang telah terjadi penurunan pangsa pasar
perbankan syariah dari posisi sebelumnya di level 4,86% pada triwulan II tahun 2014
(yoy). Hal ini memperlihatkan pertumbuhan aset perbankan syariah belum dapat melewati
ambang batas 5 persen. Terobosan yang dilakukan OJK seperti memberi kelonggaran
uang muka dalam pembiayaan perumahan syariah ternyata belum menunjukkan
dampak yang signikan terhadap pertumbuhan pembiayaan sampai triwulan-II 2015.
Kita perlu memberikan apresiasi terhadap usaha pengawas lembaga jasa keuangan
untuk mendongkrak kinerja perbankan syariah. Namun yang tidak kalah penting adalah
bagaimana merumuskan kebijakan yang dapat menyentuh permasalah di perbankan
syariah seperti mahalnya tingkat imbal hasil dan dominasi dana jangka pendek pada sisi
liabilitas. Oleh karena itu perbankan syariah perlu untuk melakukan perbaikan internal baikdengan menerapkan kebijakan esiensi biaya maupun kebijakan yang dapat meningkatkan
aktiva produktif (pembiayaan).
Dari sisi penghimpunan dana, perbankan syariah di triwulan-II 2015 berhasil menghimpun
dana masyarakat sebesar Rp 215,34 Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 12,4 persen
dari posisi triwulan II 2014 (yoy). Dari jumlah dana pihak ketiga (DPK) tersebut, proporsi
terbanyak adalah dalam bentuk deposito mudharabah (60 persen) diikuti tabungan
mudharabah (23 persen), giro wadiah (11 persen) dan tabungan wadiah (6 persen).
Sementara berdasarkan jatuh tempo, mayoritas deposito (78,2%) yang ada di perbankan
syariah adalah deposito dengan jangka waktu 1 bulan. Jadi berdasarkan komposisi DPK iniperbankan syariah di tanah air cukup rentan terhadap risiko mismatchkarena kewajiban
(liability) yang sensitif terhadap pergerakan imbal hasil didominasi oleh dana jangka pendek.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
15/75
8 | page
Gambar 2.3
Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Akad Per Juni 2015
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK.
Dari sisi penyaluran pembiayaan perbankan syariah mencatat angka nancing to deposit
ratio (FDR)96,52 persen. Angka tersebut masih lebih lebih baik dari perbankan konvensional
yang memiliki loan to deposit ratio (LDR) sebesar 88,46 persen. Meskipun tetap lebih
tinggi dari perbankan konvensional di sisi penyaluran dana, namun kinerja penyaluran
pembiayaan justeru kurang menggembirakan dimana di triwulan-II 2014 berada di level,
FDR perbankan syariah berada di posisi 100,80 persen. Kondisi ini menunjukkan di
triwulan-II 2015 liabilitas yang sensitif terhadap pergerakan imbal hasil melebihi aktiva
produktif. Implikasinya adalah ketika terjadi kenaikan benchmark ratemaka perbankan
syariah harus menanggung beban imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan
dari pembiayaan.
Orientasi Penggunaan Pembiayaan
Berdasarkan orientasi penggunaan pembiayaan, tujuan konsumsi dan modal kerja lebih
mendominasi dibanding untuk tujuan investasi. Jika kita lihat tren dari penggunaan,
pembiayaan untuk modal kerja mulai menunjukkan proporsi yang meningkat dan
menyamai penggunaan untuk konsumsi. Disini kita dapat melihat adanya peningkatan
kontribusi perbankan syariah untuk mendorong kinerja perekonomian. Perkembangan inimenggembirakan karena sudah sejalan dengan ide dibangunnya sistem perbankan syariah.
Meskipun begitu, secara umum perbankan syariah tanah air masih berkutat pada sektor
ritel dan consumerdimana menawarkan margin keuntungan yang lebih rendah dari sektor
korporasi dan investasi. Namun untuk memperluas portofolio aset ke sektor korporasi dan
investasi, perbankan syariah masih terkendala dengan minimnya modal. Dari 12 Bank
Umum Syariah yang beroperasi di tanah air, 10 diantaranya hanya memiliki modal inti
kurang dari Rp 2 Triliun dan tidak ada bank syariah yang memiliki modal di atas Rp 5 Triliun.
Berdasarkan klasikasi bank berdasarkan jumlah modal, bank-bank syariah Indonesia
hanya masuk kategori BUKU 1 dan BUKU 2. Keterbatasan dalam permodalan berakibatpada terhambatnya ekspansi aset perbankan syariah dimana implikasinya adalah market
shareperbankan syariah tidak dapat menembus angka 5 persen.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
16/75
9 | page
Gambar 2.4
Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Penggunaan
Keterangan: *) Per Juni 2015
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK
Sedangkan mengenai penyaluran pembiayaan untuk UMKM, terlihat adanya penurunan
porsi penyaluran DPK terhadap golongan usaha ini. Meskipun begitu, proporsi perbankan
syariah pembiayaan ke sektor UMKM masih di atas batas yang ditetapkan oleh OJK yaitu 20
persen dari total baki pembiayaan. Dengan kata lain perbankan syariah masih relatif lebih
berpihak dalam membantu kebutuhan dana UMKM. Oleh karena itu dengan keterbatasan
modal, dana, sumber daya manusia (SDM) dan teknologi informasi (TI), bank syariah
seharusnya dapat lebih berkonsentrasi pada sektor UMKM.
Gambar 2.5 Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Golongan
Keterangan: *) Per Juni 2015Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK, diolah
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
17/75
10 | page
Tingkat kesehatan
Mengenai tingkat kesehatan perbankan syariah beberapa indikator menunjukkan adanya
penurunan dan perlu diwaspadai oleh manajemen bank syariah. Dari sisi protabilitas dua
indikator utama yaitu ROA dan ROE di triwulan-II 2015 menunjukkan angka yang lebih
baik dari tahun 2014, namun masih lebih rendah dari tahun 2012 dan 2013. Untuk ROA
khususnya, pencapaian perbankan syariah masih lebih rendah dari tingkat protabilitas
perbankan konvensional.
Meningkatnya tingkat protabilitas per Juni 2015 dibanding tahun 2014, terkait dengan
meningkatnya FDR perbankan syariah. Kemudian, FDR perbankan syariah juga lebih baik
dari perbankan konvensional. Dengan kata lain sektor perbankan syariah relatif lebih baik
dalam menjalankan fungsi intermediasinya untuk menghubungkan surplus units dan decit
unitsdi dalam perekonomian tanah air.
Meskipun lebih baik disisi penyaluran pembiayaan (FDR), namun tren peningkatan kredit
bermasalah (NPF) pada beberapa tahun terakhir perlu diberi perhatian khusus oleh
manajemen bank syariah. Dengan kata lain kinerja FDR yang tinggi seharusnya dibarengi
oleh kualitas pembiayaan yang juga baik sehingga akan bermuara ke tingkat keuntungan
yang lebih meningkat. Namun, ketika terjadi peningkatan FDR yang sejalan dengan
kenaikan NPF maka perbankan syariah justeru tidak dapat menikmati hasil yang diinginkan
secara maksimal. Kemudian, peningkatan NPF juga dapat menggerus rasio kecukupan
modal (CAR) bank syariah dimana beberapa tahun terakhir nilainya lebih rendah dari
perbankan konvensional. Untuk periode Juni 2015 CAR perbankan syariah sudah jatuh ke
titik 14,09 persen. Jika tren penurunan ini terus terjadi, terutama ketika CAR lebih rendah
dari 14 persen maka OJK akan mengkomunikasikan ini ke pihak bank syariah agar segera
menambah modal. Ketentuan ini juga sejalan dengan aturan BASEL dimana bank perlu
menambah modal jika CAR berada di posisi13-14 persen.
Tabel 2.1
Indikator Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah
Rasio 2012 2013 2014 2015*)
CAR 14.13%(17.43%)
14.42%(18.13%)
15,74 %
(19.57%)14.09%
(20.28%)
ROA 2.14%(3.11%)
2.00%(3.08%)
0.79%(2.85%)
0.89% (2.29%)
ROE 24.06% 17.24% 5.85% 7.98%
NPF 2.22% 2.62% 4.33% 4.73%
FDR 100.00%(83.58%)
100.32%(89.70%)
91.50%(89.42%)
96.52%(88.46%)
BOPO
74.97%
(74.10%)
78.21%
(74.08%)
94.16%
(76.29%)
94.22%
(81.40%)
Keterangan: *)Per Juni 2015, dalam kurung perbankan konvensional
Sumber: Statistik Perbankan Syariah dan Statistik Perbankan Indonesia, OJK
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
18/75
11 | page
Selain itu perbankan syariah tengah mengalami inesiensi operasional. Kita dapat lihat
bahwa rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) mengalami
kecenderungan meningkat. Peningkatan biaya operasional ini perlu dikontrol oleh
manajemen bank syariah agar tidak berdampak ke penurunan tingkat protabilitas. Oleh
karena itu, pengurangan jaringan kantor cabang dan karyawan dapat dianggap sebagai pil
pahit yang membantu menyehatkan kembali perbankan syariah agar periode selanjutnyadapat menunjukkan kinerja keuangan yang membaik.
C. Outlook Perbankan Syariah 2016
Sesuai dengan prediksi beberapa lembaga internasional maupun institusi pemerintah,
tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia di tahun 2016 diperkirakan
ada pada kisaran 5 persen. Prediksi ini dipengaruhi oleh masih tingginya ketidakpastian
ekonomi global yang disebabkan pelemahan ekonomi Tiongkok dan masih tingginya suku
bunga yang ditetapkan The Fed dimana membuat Dolar AS tetap menguat terhadap
Rupiah. Merespon situasi pasar yang tidak menentu dan masih lemahnya tingkat konsumsi
domestik, diperkirakan BI-rate tidak akan kurang dari 7.5 persen khususnya di triwulan-I
2016. Kebijakan ini tentu saja berdampak pada tetap mahalnya cost of fundpembiayaan
perbankan syariah.
Meskipun bayang-bayang ketidakpastian situasi pasar masih menghantui prospek
perekonomian tanah air di tahun depan, namun rencana pemerintah untuk menggenjot
proyek-proyek infrastruktur dapat menjadi pendorong agar kegiatan ekonomi kembali
bergairah. Selain itu dengan dikeluarkannya beberapa paket kebijakan dan insentif oleh
pemerintah dan OJK diharapkan dampaknya dapat dirasakan tahun depan.
Tabel 2.2
Skenario Outlook Perbankan Syariah 2016
IndikatorSkenario
Optimis Normal Pesimis
Pertumbuhan Aset 14,64-17,13% 12,76-14,63% 10,89-12,75%
Pertumbuhan Pembiayaan 15,05-17,01% 13,07-15,04% 11,10-13,06%
Pertumbuhan DPK 14,68-16,55% 12,79-14,67% 10,91-1278%
FDR 99,74-105,58% 90,89-99,73% 82,04-90,88%
Market Share 4.60-5,50% 4,44-4,65% 4.22-4.43%
Tahun 2016, diharapkan perekonomian nasional akan semakin pulih, terutama dengan
banyaknya proyek-proyek infrastruktur dan semakin baiknya manajemen pemerintahan
pusat dan daerah dalam penyerapan anggaran. Khususnya untuk proyek infrastruktur,
perbankan syariah dapat mengambil peran terutama jika rencana OJK untuk mengeluarkan
kebijakan yang terkait dengan penyimpanan dana hasil emisi sukuk khususnya yang
diterbitkan oleh pemerintah. Kebijakan ini tentu dapat berdampak ke peningkatkan
ketersediaan dana yang selanjutnya dapat diterjemahkan kedalam pembiayaan dan laba
yang lebih baik.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
19/75
12 | page
Sementara itu berdasarkan informasi dari Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
(FKSSK), situasi perekonomian dan sistem keuangan berada dalam situasi yang stabil.
Kondisi ini didukung beberapa indikator perekonomian tanah air seperti deasi, penguatan
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan kenaikan IHSG. Meskipun volatilitas masih tinggi
namun pemerintah menjamin bahwa akan ada perbaikan dan usaha untuk meningkatkan
sisi penerimaan pemerintah di triwulan-IV 2015. Jika momentum ini dapat terus dijaga,maka harapan akan membaiknya ekonomi di tahun 2016 akan dapat terwujud.
Meskipun ada harapan akan membaiknya perekonomian di tahun 2016, prediksi kami
pertumbuhan aset perbankan syariah adalah positif di kisaran 12-15 persen (normal).
Dengan kata lain aktiva perbankan syariah akan terus meningkat walaupun tingkat
pertumbuhannya sulit untuk menyamai pencapaian pada periode 2010-2013 (20-50%).
Selain itu kami perkirakan pertumbuhan pembiayaan dan DPK juga tidak akan banyak
berbeda dengan pertumbuhan aset perbankan syariah.
Tingginya ketidakpastian di pasar akibat tekanan global dan domestik masih berpotensi
untuk menahan laju pertumbuhan bisnis perbankan syariah di tahun depan. Selain itu tingkat
kompetisi dalam bisnis jasa keuangan akan semakin ketat terutama paska berlakunya
masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) dimana untuk industri perbankan hal ini tertuang dalam
ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Semakin sengitnya persaingan dalam
industri jasa keuangan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan syariah
dikarenakan masih terkendala beberapa masalah mendasar seperti keterbatasan modal,
sumber dana, SDM dan TI yang mumpuni.
Kemudian mengenai penyaluran pembiayaan, sampai triwulan II-2015, perbankan
syariah tetap lebih superior dibandingkan perbankan konvensional. Oleh karena itu, kami
prediksi, FDR perbankan syariah akan tetap lebih tinggi dari perbankan konvensional. Di
satu sisi hal ini mencerminkan perbankan syariah cukup efektif dalam menjalankan fungsi
intermediasinya di perekonomian. Namun, di sisi lain, yang perlu diambil perhatian adalah
untuk menjaga kualitas pembiayaan. NPF perbankan syariah di beberapa tahun terakhir
menunjukkan tren meningkat dan bahkan lebih tinggi dari NPL perbankan konvensional.
Perkembangan ini perlu diwaspadai agar FDR yang tinggi tidak menjadi kontra produktif.
Dengan kata lain, perbankan syariah perlu lebihprudencedalam penyaluran pembiayaan.
Mengingat dana nasabah (DPK) digunakan dalam pembiayaan yang disalurkan, maka
perbankan syariah perlu memastikan bahwa kualitas pembiayaannya tetap baik agartidak menimbulkan persepsi negatif di kalangan nasabah. Selama ini tingkat persaingan
industri perbankan syariah memiliki bentuk oligopoli. Artinya beberapa bank menguasai
pangsa pasar perbankan syariah secara signikan. Sebagian dari bank-bank tersebut
mengkonsentrasikan pembiayaannya ke sejumlah sektor yang kini bermasalah. Akibat
konsentrasi ini NPF menjadi membengkak dan mempengaruhi NPF industri perbankan
syariah secara keseluruhan.
Terkait dengan kondisi perekonomian dan persaingan di pasar keuangan tahun depan,
maka target untuk melewati ambang batas 5 persen menurut prediksi kami masuk dalam
skenario optimis. Artinya stakeholdersperbankan syariah perlu melakukan usaha luar biasa(extraordinary eorts) untuk melampaui angka tersebut. Sejauh ini OJK sudah menyiapkan
beberapa paket kebijakan untuk mendorong geliat industri perbankan syariah di tanah
air. Meskipun begitu, tentu saja industri perbankan syariah perlu melakukan pembenahan
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
20/75
13 | page
internal agar kebijakan dan relaksasi aturan itu bisa efektif dan tentunya berdampak positif
terhadap kinerja keuangan.
Strategi Untuk Mencapai Target
Dalam rangka mencapai target di tahun 2016, industri dan stakeholdersperbankan syariah
perlu melakukan beberapa usaha seperti berikut:
1. Salah satu usaha yang perlu dilakukan perbankan syariah adalah menekan biaya
operasional. Perbankan syariah dapat memanfaatkan program Laku Pandai (branchless
banking) dari OJK. Dalam program ini, bank syariah dapat memanfaatkan jaringan
induk konvensional atau melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat atau mitra
terutama di daerah terpencil. Menurut OJK tiga Bank Umum Syariah papan atas sudah
memaparkan rencana untuk menerapkan Laku pandai yang akan diimplementasikan di
tahun 2016. Namun untuk penerapan sistem baru ini OJK mensyaratkan beberapa hal
seperti: prol risiko yang baik, teknologi perbankan dengan didukung mobile banking,
dan jaringan hingga Indonesia timur. Untuk mempermudah bank-bank syariah dalam
penerapan sistim baru ini, OJK membuat pengecualian di mana membolehkan seorang
agen suatu bank konvensional untuk menjadi agen bank lain selama bank itu adalah
bank syariah. Situasi ini dapat dimanfaatkan khususnya oleh bank syariah yang induk
nya telah lebih dulu menerapkan Laku Pandai. Jika ini dapat dilaksanakan maka bank
syariah dapat menjangkau lebih banyak nasabah potensial di pelosok-pelosok negeri
dengan biaya minimum. Namun yang perlu diperhatikan di sini adalah sisi product
knowledge dari agen Laku Pandai yang menjadi mitra bank syariah. Dengan kata lain,
mitra dari bank syariah selain dibutuhkan untuk meningkatkan pengumpulan dana,
juga dapat menjadi ujung tombak yang mampu menjelaskan sistem dan mekanisme
perbankan syariah pada masyarakat di daerah.
2. Tantangan lain yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah persaingan untuk
mengumpulkan dana nasabah. Kondisi ini sebenarnya terjadi karena persaingan untuk
pengumpulan dana nasabah tidak hanya terjadi antar bank saja, namun juga dengan
institusi keuangan non-bank (IKNB) seperti takaful dan reksa dana. Oleh karena itu,
beberapa dekade belakangan bank umum mulai mencari sumber dana non-deposito.
Salah satu mekanisme yang banyak dilakukan oleh bank untuk meningkatkan
ketersediaan dana adalah dengan sekuritisasi aset. Sekuritisasi memungkinkan bank
untuk mentransformasi aset berisikonya (pembiayaan) ke dalam bentuk uang yang
kemudian dapat disalurkan kembali ke pihak yang memerlukan dana. Keuntungan
dari sekuritisasi pembiayaan ini adalah bank tidak perlu menunggu lebih lama untuk
mendapatkan kembali dana yang sudah dikeluarkan khususnya pinjaman berjangka
panjang seperti pembiayaan perumahan. Sejauh ini penggunaan sekuritisasi dalam
konteks perbankan syariah nyaris tak terdengar. Tentunya sekuritisasi aset disini
tetap dalam koridor dan mekanisme yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah. Oleh karena itu OJK dan DSN perlu mengeluarkan petunjuk pelaksanaan untuk
memudahkan dalam tahap eksekusi.
3. Selain itu perbankan syariah perlu melakukan diversikasi pembiayaan ke sektor
korporasi dan investasi. Ekspansi tentu saja harus tetap dalam koridor prinsip kehati-
hatian dalam menjalankan bisnis perbankan. Pembiayaan di sektor korporasi umumnya
memerlukan ketersediaan dana yang cukup besar.Terkait dengan hal itu, bank syariah
perlu mencermati sektor-sektor mana saja yang potensial di tahun 2016. Misalnya
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
21/75
14 | page
sektor konstruksi dan sektor lainnya yang terkait berpotensi menunjukkan performa
yang meningkat. Selain itu sektor lain yang juga berpotensi bagus adalah industri
dengan kandungan bahan baku impor minimum seperti industri obat-obatan tradisional
dan agribisnis. Selain itu perbankan syariah juga dapat melirik perkembangan ekonomi
digital dimana pertumbuhan bisnis berbasis aplikasi (online) sedang boomingbeberapa
tahun terakhir.
4. Penempatan dan pengurusan dana pemerintah pusat dan daerah oleh BUS dan UUS. Di
Malaysia penempatan dana pemerintah dan government link companies(GLC) sangat
mendukung tumbuh dan kembangnya perbankan syariah di negeri jiran tersebut.
Kebijakan ini perlu diadopsi oleh pemerintah agar terjadi kenaikan signikan dari aset
dan DPK perbankan syariah tanah air khususnya yang memiliki tenor jangka menengah
dan panjang. Dengan kata lain keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah
untuk mendorong tumbuh dan kembangnya industri perbankan syariah adalah mutlak.
Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah termasuk BUMN dan BUMD tidak ragu-
ragu untuk menggunakan jasa perbankan syariah dalam pengelolaan dana-danapemerintah. Selain itu UU No. 34 tahun 2014, tentang pengelolaan keuangan haji
mengamanatkan pembentukan suatu lembaga yang disebut Badan Pengelola Keuangan
Haji (BPKH). Pembentukan lembaga ini ditargetkan setahun sejak UU ini disahkan. Jadi
diharapkan pengelolaan dana haji akan lebih transparan dan akuntabel. Selain itu UU
ini secara eksplisit juga mewajibkan keuangan haji dikelola di bank umum syariah atau
unit usaha syariah. Rencana ini tentu dapat meningkatkan dana bank syariah.
5. Perbankan syariah perlu untuk lebih fokus dalam menyalurkan pembiayaan kepada
UMKM. Terkait dengan pembiayaan untuk UMKM baru-baru ini OJK memberikan sinyal
untuk memberikan insentif bagi konglomerasi keuangan yang memacu unit usahasyariahnya menyalurkan pembiayaan bagi UMKM. Dalam hal ini, OJK akan mengendurkan
(relaksasi) aturan yang terkait dengan perhitungan modal inti jika proporsi pembiayaan
terhadap UMKM melebihi 20 persen dari total seluruh pembiayaan yang disalurkan
sebelum tahun 2018. Disini terlihat OJK serius untuk mendorong sektor UMKM untuk
lebih memiliki akses kepada dana dari sistem perbankan. Di lain sisi, ini bisa menjadi
peluang tersendiri bagi bank-bank syariah untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk
lebih meningkatkan FDR nya dan juga tingkat keuntungan dari pembiayaan. Kemudian
insentif ini juga akan lebih meningkatkan CAR bank syariah khususnya jika aturan
untuk perhitungan modal inti bagi lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan
ke sektor UMKM diperlonggar.
6. Tren semakin meningkatnya NPF di perbankan syariah perlu mendapat perhatian serius
agar tidak sampai ke tingkat yang dapat mendorong terjadinya insolvensi. Untuk itu
bank syariah perlu mengharmonisasikan antara penyaluran pembiayaan (FDR) dan
cost of funds. Sampai saat ini bank syariah selalu memiliki FDR yang lebih tinggi bank
konvensional. Hal ini merupakan hal positif dari sisi optimalisasi fungsi intermediasi.
Namun di saat yang sama terjadinya kenaikan NPF dapat menjadi sinyal bahwa bank
syariah perlu lebih mengkaji kebijakan pembiayaan. Dalam hal ini, bank syariah perlu
melakukan esiensi dalam pengumpulan dana sehingga bisa meraih dana berbiaya
murah. Setelah itu bank syariah dapat menyalurkan pembiayaan dengan biaya
lebih rendah yang tentunya dapat lebih membantu nasabah untuk mengembalikan
pembiayaan. Selain itu, bank syariah juga perlu lebih meningkatkan kemampuan dalam
menganalisis aplikasi pembiayaan sebelum mendapat persetujuan. Dalam proses ini
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
22/75
15 | page
bank syariah perlu melakukan monitoringsebelum dan sesudah pembiayaan diberikan.
7. Inovasi produk keuangan merupakan salah satu tantangan yang cukup berat dalam
industri perbankan syariah. Terkait dengan hal itu bank syariah dapat memanfaatkan
paket kebijakan yang baru saja dikeluarkan oleh OJK. Dalam paket yang berisi relaksasi
aturan ini, perizinan untuk mengeluarkan produk keuangan baru menjadi dipermudah.Untuk itu, OJK akan mengeluarkan kodikasi produk-produk keuangan syariah yang
dapat menjadi panduan bagi bank syariah dalam membuat produk keuangan baru.
Dengan kata lain selama ada dalam kodikasi yang dikeluarkan OJK maka bank syariah
tidak perlu mengurus perizinan produk tersebut.
8. Salah satu kekuatan yang dapat mendorong pertumbuhan bisnis perbankan syariah
adalah SDM yang skilfull dan knowledgeable. Dalam rangka meningkatkan kapasitas
SDM, bank syariah perlu untuk menginvestasikan dananya untuk program sertikasi
untuk meningkatkan skill perbankan karyawan. Selain itu bagi karyawan yang akan
diproyeksi ke level lebih tinggi perlu di berikan beasiswa dalam bidang keuangan danperbankan syariah baik di dalam dan di luar negeri. Tujuan dari pemberian beasiswa
ini adalah agar calon pimpinan bank syariah dapat mengupgrade pengetahuan dan
kemampuan analyticalnya. Selain itu dalam industri yang sedang berkembang pesat ini
diperlukan adanya program sertikasi terutama untuk staf perbankan syariah. Program
sertikasi dalam bidang keuangan syariah ini perlu diperbanyak untuk menstandarisasi
kemampuan dari staf perbankan syariah. Kemudian, program sertikasi profesional
ini juga penting terkait kesiapan perbankan syariah tanah air menghadapi MEA dan
ABIF. Sejauh ini belum ada badan resmi yang melakukan sertikasi bagi tenaga
profesional di bidang keuangan dan perbankan syariah. Oleh karena itu stakeholders,
OJK dan pemerintah perlu untuk membuat suatu badan khusus untuk mengakomodasikebutuhan tersebut.
9. Hal lain yang seharusnya menjadi perhatian adalah investasi dalam teknologi informasi
(TI). Dalam era ekonomi digital saat ini pemanfaatan TI dalam proses bisnis sudah
semakin meluas dan menjadi suatu keharusan. Industri yang cukup besar dalam
pengeluaran untuk sistem IT nya adalah industri perbankan dan jasa keuangan.
Selain itu tren konsumen saat ini sudah menjadikan internet menjadi salah satu
kebutuhan utama. Hal ini dapat dilihat dari lonjakan pengguna internet terutama saat
era smartphone saat ini. Terkait dengan perkembangan tersebut, bank syariah tidak
boleh ketinggalan dalam mengupgrade teknologi yang digunakan. Manfaat yang dapatdirasakan oleh bank syariah dengan sistem TI yang mutakhir adalah peningkatan jumlah
nasabah dan esiensi biaya. Jika kedua hal tersebut dapat tercapai maka kinerja bank
syariah akan dapat lebih baik di tahun depan.
10. Dengan efektifnya penerapan MEA, khususnya ABIF, tingkat persaingan di pasar
keuangan domestik akan semakin sengit. Bank-bank besar di wilayah Asia Tenggara
akan memperluas ekspansinya ke tanah air untuk mengambil manfaat dari tingginya
NIM perbankan Indonesia. Menghadapi kompetisi tersebut diperlukan bank syariah
dengan tingkat modal yang cukup besar agar dapat bersaing dengan bank syariah lain
dari negara tetangga. Oleh karena itu perlu dikaji kembali kemungkinan konsolidasiperbankan syariah agar tercipta lembaga keuangan syariah yang memiliki modal kuat
dan jangkauan yang luas. Tujuan utamanya tentu agar perbankan syariah tanah air
dapat ikutberkompetisi dengan konglomerat perbankan dari negara ASEAN lainnya.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
23/75
16 | page
Sejauh ini bank syariah di tanah air hanya dapat masuk klasikasi BUKU 1 dan BUKU
2. Dengan kondisi ini perbankan syariah memiliki keterbatasan untuk melakukan
ekspansi baik dari sisi produk maupun jaringan. Oleh karena itu perlu adanya usaha
terencana khususnya dari pemerintah untuk membentuk satu bank syariah yang kuat
secara permodalan sehingga mampu lebih berbicara di panggung nasional dan regional.
Disini pemerintah sebagai pemegang saham dapat berperan lebih aktif dengan caramendorong merger bank-bank BUMN syariah. Meskipun rencana merger mungkin akan
mendapat tantangan dari manajemen dan staf bank syariah namun dengan sosialisasi
dan pendekatan yang rasional dan humanis, ide ini mungkin dapat lebih diterima
internal bank syariah.
Jika kesepuluh strategi ini dapat berjalan di tahun depan, Insha Allah indikator kinerja
perbankan syariah akan berada dalam skenario optimis. Selain itu, target optimis dapat
tercapai jika didukung oleh asumsi makroekonomi seperti menguatnya nilai tukar Rupiah,
rendahnya tingkat inasi dan membaiknya penyerapan APBN. Kemudian, membaiknya
geliat ekonomi di beberapa sektor seperti konstruksi dengan maraknya proyek infrastrukturdan e-commerceyang sedang booming di era internet dan smartphonedapat memberikan
harapan akan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari tahun 2015 dan tentunya
stabilisasi di pasar keuangan.
Jika skenario optimis gagal diraih, perbankan syariah dapat mencoba untuk mendapatkan
skenario normal. Untuk itu setidaknya perbankan syariah harus menjalankan enam strategi
pertama yang fokus pada esiensi biaya, sumber dana murah, dan peningkatan pendapatan
agar tetap dapat mempertahankan kinerja yang tidak lebih buruk dari tahun 2015. Tetapi
ketika enam strategi itu tidak terlaksana, maka mungkin kondisi perbankan syariah di
tahun 2016 akan masuk ke dalam skenario pesimis.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
24/75
17 | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
25/75
18 | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
26/75
19 | page
BAB 3PERKEMBANGAN DAN OUTLOOK ASURANSI
DAN RE-ASURANSI SYARIAH
A. PENDAHULUAN
Secara global, perkembangan industri asuransi syariah tidak terlepas dari perkembangan
keadaan ekonomi dunia. Perlambatan ekonomi negara-negara berpengaruh seperti
Amerika, Eropa, dan Tiongkok saat ini cukup mempengaruhi pertumbuhan aset industri
keuangan syariah termasuk asuransi syariah global atau takaful. Perlambatan asuransi
syariah tersebut terutama berasal dari chain eecthubungan dengan industri perbankan
syariah dunia. Selama kurun 2014 hingga 2015 pertumbuhan perbankan syariah dunia
mengalami perlambatan akibat kelesuan ekonomi global sehingga pada akhirnya juga
memperlemah kinerja Industri asuransi dunia.
Gambar 3.1 Pangsa Pasar Takaful Dunia
30%
48%
15%
3%2%2%
ASEAN SaudiArabia GCC
Africa SouthAsia Levant
Sumber: EY, 2014
Walaupun demikian, pasar asuransi Takaful global tumbuh sebesar dua digit selama periode2007 -2012 dengan kontribusi senilai US$18.3 billion sampai dengan tahun 2013 lalu.
Meskipun demikian, ukuran industri masih tetap terfragmentasi dan secara signikan
kecil dibandingkan aset keuangan Islam global dengan pangsa pasar 1,1%. Lembaga
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
27/75
20 | page
Ernst&Young (EY) memperkirakan pertumbuhan asuransi dunia masih tetap menjanjikan
pada tahun 2016 mendatang di mana pertumbuhan asuransi syariah diperkirakan tumbuh
sebesar 7 persen pada tahun 2016. Data terakhir menunjukkan Arab Saudi masih menjadi
pasar terbesar industri keuangan syariah global dunia dengan pangsa pasar sebesar 48
persen pada tahun 2014.
B. ANALISA PERKEMBANGAN
Sampai dengan Agustus 2015, jumlah perusahaan asuransi syariah di Indonesia mencapai
50 untuk perusahaan asuransi dan reasuransi syariah dengan proporsi 33 persen dari total
perusahaan asuransi di Indonesia (lihat Tabel 3.1.). Dari jumlah tersebut, 3 di antaranya
adalah perusahaan asuransi syariah yang full pledged (3 perusahaan asuransi jiwa
syariah dan 3 perusahaan asuransi umum syariah) sedangkan 43 sisanya berbentuk unit
syariah (18 unit syariah asuransi jiwa, 23 unit syariah asuransi umum, dan 3 unit syariah
reasuransi. Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) sendiri memperkirakan bahwa daftarpemain asuransi syariah di Indonesia akan semakin panjang mengingat dalam waktu dekat
diperkirakan akan ada 2 perusahaan asuransi yang akan membentuk unit asuransi syariah.
Kedua pemain baru ini adalah pelaku asuransi jiwa.
Tabel 3.1. Jumlah Perusahaan Asuransi dan Re-Asuransi Syariah di Indonesia
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*
Asuransi Jiwa
Perusahaan 2 2 3 3 3 3 3 3
Unit Syariah 13 17 17 17 17 17 17 18
Asuransi Umum
Perusahaan 1 1 2 2 2 2 2 3
Unit Syariah 19 19 20 18 20 24 24 23
Reasuransi 3 3 3 3 3 3 3 3
Sumber: OJK, diolah
Di tahun 2016 diperkirakan jumlah pelaku asuransi Syariah akan terus bertambah, terutama
untuk asuransi jiwa Syariah. Hal ini dikarenakan secara umum asuransi jiwa lebih menarik
untuk dimasuki pasarnya karena proteksi yang ditawarkan lebih banyak mengandung
unsur investasi. Selain itu, penetrasi pasar asuransi Syariah yang masih rendah juga turut
membuka peluang untuk menikmati pasar yang lebih besar (lihat Gambar 3.2). Peraturan
pemerintah terkait modal minimum asuransi dan wacana spin-o dari beberapa perusahaan
asuransi Syariah diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah pelaku asuransi Syariah di
Indonesia, terutama untuk asuransi Syariah full pledge.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
28/75
21 | page
Gambar 3.2 Tren Penetrasi Pasar Asuransi Syariah di Indonesia
Sumber: OJK dan BPS, diolah
Perkembangan industri asuransi syariah selama kurun waktu 2014-2015 terbilang cukup
berarti di mana asset perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia naik 18,3% dari
tahun 2014 sampai dengan Agustus 2015. Namun jika dibandingkan pertumbuhan aset
(yoy) tahun lalu yang sebesar 20,03%, pertumbuhan aset tahun ini memang cenderung
melambat. Walaupun demikian, pertumbuhan aset Industri asuransi Syariah di Indonesia
terbilang cukup baik dibandingkan dengan pertumbuhan aset asuransi konvensional yang
hanya tumbuh sebesar 15% pada kurun waktu yang sama. Sedangkan jika dilihat dari
market share,hingga triwulan kedua 2015, market share aset asuransi Syariah pada total
aset asuransi di Indonesia masih sebesar 5,05%. Aset industri Syariah di Indonesia sangat
berpeluang untuk terus tumbuh seiring dengan tengah dipasarkannya asuransi mikro
Syariah yang diharapkan dapat mencapai target pasar masyarakat dengan penghasilan
rendah.
Sedangkan untuk market share total kontribusi asuransi Syariah di pertengahan 2015
masih di kisaran 5,03%. Asuransi jiwa Syariah masih menjadi kontributor utama dalamproporsi kontribusi bruto asuransi Syariah di Indonesia. Peningkatan aset industri syariah
di Indonesia ini juga diikuti oleh naiknya kontribusi bruto sebesar 31,7%, lebih rendah
jika dibandingkan kenaikan klaim asuransi syariah sebesar 32,3%. Pertumbuhan kontribusi
bruto yang lebih rendah dibandingkan dengan klaim dari nasabah dapat mengisyaratkan
tekanan yang lebih tinggi bagi asuransi syariah pada tahun 2015 untuk menjaga kucukupan
modalnya dalam melayani klaim dari nasabah dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini juga
menjadi isyarat bagi para pelaku usaha asuransi Syariah untuk terus melakukan perbaikan
dalam proses pengelolaan risiko.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
29/75
22 | page
Tabel 3.2. Kinerja Keuangan Industri Asuransi dan Reasuransi Syariah (dalam
Triliun Rupiah)
Indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*
Kontribusi Bruto 1,65 2,41 2,79 5,08 6,45 9,00 5,16 6,81
Klaim 0,49 0,80 1,08 1,42 1,76 2,56 1,67 2,21
Investasi 1,19 2,09 3,30 7,77 11,22 14,33 17,47 20,72
Aset 1,85 3,02 3,54 9,15 13,07 16,82 20,19 23,89
Sumber: OJK, diolah
Selain itu, jika dianalisis lebih lanjut, pertumbuhan kontribusi bruto yang lebih rendah dari
pada pertumbuhan klaim nasabah juga diiringi dengan peningkatan rasio klaim-kontribusi
yang meningkat, setidaknya mulai dari tahun 2012 (lihat Gambar 3.3). Tren kenaikanklaim yang lebih tinggi dibandingkan perolehan premi masih membayangi pebisnis asuransi
syariah sampai akhir bulan Agustus tahun ini. Dari data yang ada , tercatat sepanjang
Januari sampai Agustus 2015, industri asuransi syariah membayar klaim dan manfaat
lebih dari Rp 2 triliun. Angka ini naik 14,5% dibanding periode yang sama di 2014. Rasio
pertumbuhan klaim ini lebih tinggi dibanding premi yang dikumpulkan. Pada rentang waktu
yang sama industri asuransi syariah hanya mencatat pertumbuhan premi sebesar 13,8%.
Tapi pertumbuhan klaim sampai Agustus kemarin menurun cukup besar dibanding posisi di
akhir semester pertama lalu. Pada saat itu, pertumbuhan klaim mencapai 22% secara year
on year. Sedangkan jika dibagi per segmen, asuransi jiwa syariah membayar klaim danmanfaat sebesar Rp 1,7 triliun per Agustus 2015. Sementara perusahaan asuransi umum
syariah sebesar Rp 348 miliar. Ini menunjukkan rasio klaim-kontribusi pada asuransi umum
Syariah lebih tinggi daripada asuransi jiwa Syariah.
Gambar 3.3 Rasio Klaim-Kontribusi pada Asuransi Umum
dan Asuransi Jiwa Syariah
Sumber: OJK, diolah
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
30/75
23 | page
Secara umum, pola investasi industri asuransi Syariah per Agustus 2015 masih memiliki
pola yang sama dari tahun sebelumnya (lihat Tabel 3.3.). Portfolio investasi masih sangat
didominasi oleh deposito berjangka yang menawarkan xed return, terutama pada asuransi
umum Syariah (85%) dan reasuransi Syariah (88%). Sedangkan, investasi yang dilakukan
oleh asuransi jiwa Syariah menunjukkan pola yang lebih terdiversikasi karena sebagian
besar investasinya tersebar di Deposito (34%), saham Syariah (31%), dan reksana danaSyariah (22%). Saham di sektor properti, konstruksi, dan consumer goods merupakan
saham yang biasanya dibidik oleh perusahaan asuransi dan reasuransi syariah. Namun
diversikasi tersebut ternyata membuat hasil investasi asuransi jiwa Syariah mendapatkan
rapor merah. Anjloknya performa pasar saham yang diikuti dengan penurunan indeks
menyebabkan hasil investasi menjadi negatif. Terlebih lagi karena asuransi jiwa Syariah
didominasi oleh unitlinksehigga hasil investasinya akan sangat bergantung pada performa
keuangan dari reksa dana dan saham syariah.
Tabel 3.3. Komposisi Portfolio dan Hasil Investasi Asuransi dan Re-Asuransi
Syariah (dalam Miliar Rupiah) per Agustus 2015
Jenis Investasi Asuransi Umum Asuransi Jiwa Re-asuransi
Deposito2.022
(85,2%)5.931(34%)
789(87,8%)
Saham Syariah3
(0,1%)5.489
(31,4%)0
(0%)
Sukuk 179(7,6%) 781(4,5%) 42(4,7%)
SBSN81
(3,4%)1.225
(7,0%)23
(2,5%)
Reksa Dana Syariah65
(2,7%)3.938
(22,6%)45
(5%)
Emas Murni2
(0,1%)0
(0%)0
(0%)
Penyertaan Langsung0
(0%)24
(0,1%)0
(0%)
BDHK/TDBUI19
(0,8%)0
(0%)0
(0%)
Investasi Lain1
(0,03%)66
(0,4%)0
(0%)
Total Investasi 2.372 17.453 898
Hasil Investasi 85 (848) 29
Sumber: OJK
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
31/75
24 | page
C. OUTLOOK ASURANSI DAN RE-ASURANSI SYARIAH 2016
Pertumbuhan industri asuransi di Indonesia pada tahun depan masih sangat bergantung
pada pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi
tahun ini, secara umum industri asuransi dan reasuransi Syariah masih menunjukkan tren
yang positif. Tren pertumbuhan kontribusi bruto dan pertumbuhan aset yang positif padatahun 2015 menjadi sinyal bahwa industri asuransi dan reasuransi Syariah di Indonesia
masih berpeluang untuk dapat terus tumbuh di tahun 2016. Selain itu, beberapa faktor
pendukung juga dapat mendorong pertumbuhan industri ini, diantaranya adalah:
1. Beberapa waktu yang lalu isu yang cukup hangat diperbincangkan publik adalah
terkait dengan sistem BPJS yang masih belum sesuai dengan Syariah. Secara
tidak langsung, isu yang mencuat ke masyarakat turut meningkatkan awareness
masyarakat terhadap produk-produk asuransi yang sesuai dengan Syariah. Selama
ini, literasi masyarakat akan asuransi masih sangat rendah, apalagi terhadap
asuransi Syariah. Masyarakat masih belum terlalu concern terhadap aturan Syariahmengenai produk keuangan konvensional. Oleh karena itu, industri asuransi dan
reasuransi Syariah harus dengan tanggap merespon gejala tersebut melalui
perluasan dan ekstensikasi media sosialisasi.
2. Untuk menggenjot laju pertumbuhan aset maupun investasi asuransi Syariah,
mulai awal tahun 2015 OJK telah menyiapkan langkah-langkah strategis seperti
rencana merekrut 10 juta agen asuransi dan 10.000 Sahabat Keuangan Maritim.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan akses masyarakat pada
layanan asuransi mikro/syariah dan juga untuk memperluas jangkauan layanan
keuangan di bidang perikanan dan kelautan. Untuk perekrutan agen asuransi,sasarannya adalah mahasiswa, ibu rumah tangga, dan pekerja paruh waktu. Pada
program ini, mereka akan dibekali pendidikan dan pelatihan yang terstandarisasi
sehingga pendidikan formal tidak lagi menjadi standar kualikasi untuk menjadi
agen asuransi. Dengan adanya program perekrutan agen asuransi ini diharapkan
pelayanan keuangan dari perusahaan asuransi tidak lagi menggantungkan pada
kantor cabang maupun kantor pemasaran yang jumlahnya masih terbatas.
3. Sejak Oktober 2013, OJK mencanangkan pengembangan asuransi mikro syariah.
Sampai dengan akhir 2014, pengembangan ini terus dilakukan, salah satunya
adalah dengan peluncuran asuransi mikro syariah Si Bijak yang dilaksanakan olehAsosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) bekerja sama dengan OJK. Dengan akad
Tabarru dan Wakalah bil Ujrah, peserta cukup membayar kontribusi sebesar 50
ribu Rupoah dengan proporsi ujrah tabarru masing-masing sebesar 50%. Adapun
manfaat yang diperoleh adalah santunan meninggal dunia sebesar 2,5 juta Rupiah,
santunan pemakaman 500 ribu Rupiah, santunan untuk kehilangan penghasilan
akibat bencana atau risiko terhadap kios/gerobak usaha sebesar 500 ribu Rupiah.
Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sendiri menilai bahwa dengan
sasaran penduduk dengan pendapatan rendah dan banyaknya penduduk Muslim
di Indonesia, pertumbuhan aset asuransi mikro Syariah diharapkan bisa mencapai
49%. Selain itu, asuransi mikro Syariah juga diharapkan dapat menjadi tumpuanuntuk mewujudkan keuangan inklusif pada sektor asuransi.
4. Dalam rangka peningkatan nancial inclusion, pada tahun ini program Laku Pandai
(branchless banking) mulai dijalankan oleh OJK. Program ini diharapkan dapat
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
32/75
25 | page
meningkatkan cakupan asuransi Syariah, khususnya asuransi mikro Syariah
untuk masyarakat berpendapatan rendah. Di dalam penerapannya, bank bisa
menggunakan jasa para agen utuk memasarkan dan menawarkan produk di luar
produk perbankan, termasuk produk asuransi mikro syariah. Layanan semacam
ini jelas akan membantu proses distribusi dan pemasaran produk asuransi mikro
syariah untuk menjangkau penduduk yang berpenghasilan rendah.
5. Berdasarkan amanat Undang Undang No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian,
semua asuransi di Indonesia sudah harus melakukan spin-o selambat-lambatnya
sebelum tahun 2024. Bahkan OJK sendiri mentargetkan bahwa di tahun 2020
semua asuransi sudah melakukan spin-o. Dalam Undang-Undang tersebut,
perusahaan asuransi atau reasuransi yang memiliki unit usaha Syariah dengan
nilai dana tabarru dan investasi peserta telah mencapai minimal 50% dari total
nilai dana asuransi perserta pada perusahaan induk wajib melakukan pemisahan
menjadi perusahaan asuransi atau reasuransi syariah full pledge. Pelaksanaan spin-
o dianggap dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan asuransi syariahuntuk dapat lebih berkembang melalui peningkatan volume bisnis, perluasan
pasar dan peningkatan pangsa pasar.
Di luar dari berbagai faktor pendukung yang dapat mempercepat pertumbuhan industri
asuransi Syariah, masih terdapat beberapa isu yang perlu untuk menjadi fokus perhatian,
di antaranya adalah:
1. Terkait dengan asuransi mikro Syariah, pelaku usaha mengaku mengalama kesulitan
untuk memasarkan produk asuransi mikro Syariah. Sejak diluncurkan pada akhir
tahun 2014, polis asuransi ini masih sepi peminat, Pada tahun 2014, jumlahperusahaan yang memasarkan asuransi mikro Syariah sebanyak 53 perusahaan
dengan jumlah peserta sebanyak 6.169.404 orang. Ketua AASI menyatakan
bahwa sebenarnya minat masyarakat berpendapatan rendah terhadap asuransi
mikro Syariah cuup tinggi hanya saja mereka meminta ragam yang lebih bervariasi
pada asuransi mikro Syariah untuk memenuhi kebutuhan mereka. Misalnya adalah
produk asuransi mikro yang dapat menanggung risiko terhadap ternak mereka
maupun risiko gagal panen. Oleh karena itu, industri asuransi Syariah harus
mampu untuk mulai memikirkan pengembangan dari produk ini menginat sebagai
besar masyarakat berpenghasilan rendah bekerja di sektor pertanian maupun
peternakan. Dengan memenuhi kebutuhan tipe asuransi mereka, diharapkanpartisipasi masyarakat pada asuransi mikro Syariah dapat meningkat.
2. Selain dari aspek varian tipe produk asuransi mikro Syariah, masih banyak ceruk
pasar yang belum tergarap. Salah satu usaha yang dapat diakukan adalah dengan
melakukan kerjasama dengan BMT dalam proses penyaluran produk asuransi
mikro Syariah. Namun demikian, necessary conditionyang harus dipenuhi adalah
terkait dengan perbaikan standar kualitas pelayanan dari BMT.
3. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi industri asuransi Syariah terkait
dengan amanat Undang-undang dan peraturan OJK mengenai spin-o adalah
mengenai kualitas sumber daya manusia dari para agen asuransi Syariah.
Persoalan mengenai agensi dinilai sebagai salah satu hambatan bagi unit usaha
asuransi Syariah untuk melakukan spin-o. Proporsi agen asuransi syariah yang
tersertikasi masih sedikit jumlahnya. Untuk mengatasi hal tersebut, OJK akan
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
33/75
26 | page
melakukan relaksasi mengenai agensi pada industri asuransi Syariah. OJK akan
menyiapkan peraturan yang menyatakan bahwa agen asurasni dari perusahaan
yang masih berada dalam satu grup dapat memasarkan produk, baik konvensional
maupun produk Syariah, setelah UUS melakukan spin-o. Usaha OJK untuk
melakukan relaksasi diharapkan dapat membantu percepatan porses spin-o UUS
dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, isu mengenai sertikasi agen
asuransi Syariah ini memerlukan perhatian khusus.
Berdasarkan kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja asuransi dan
reasuransi syariah, maka proyeksi pertumbuhan kontribusi bruto dan pertumbuhan aset
industri syariah di tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Table 3.4 Skenario Outlook
Indikator
Skenario
Optimis Normal Pesimis
Market Share 5,4 - 6% 4,9 - 5,3% 4,5 - 4,8%
Pertumbuhan Aset 25 - 30% 18 - 24% 10 - 17%
1. Skenario Optimis: perkembangan asuransi syariah dunia dan juga Indonesia
yang tidak terlepas dari perkembangan perbankan syariah membuat pertumbuhan
asuransi syariah memang sedikit melambat di tahun 2015 dibandingkan tahun-
tahun sebelum 2014. Pertumbuhan perbankan syariah yang jika kita lihat dari
sisi aset diperkirakan hanya tumbuh sebesar 11-12 persen hingga akhir tahun2015 membuat pertumbuhan asuransi syariah juga melambat. Namun dari asumsi
tersebut pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia masih akan tetap tumbuh
tinggi jika dilihat dari sisi aset. Pada tahun 2015 pertumbuhan aset asuransi
syariah diprediksi hanya akan tumbuh sebesar 25 persen lebih tinggi dari tahun
2014 sebesar 20 persen.
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang membaik pada tahun 2016 yang
diperkirakan akan tumbuh diatas 5 persen diprediksi akan meningkatkan laju
petumbuhan asuransi syariah lebih tinggi sebesar 25-30 persen pada tahun
2016. Namun skenario pesimis ini tidak memperhitungkan dampak negatifseperti kenaikan suku bunga The Fed yang bisa berdampak pada perlambatan
pertumbuhan kredit perbankan dan berimbas pada kinerja asuransi syariah di
Indonesia. Untuk mengukur dampak tersebut skenario moderat dan pesimis dapat
memberikan insight mengenai hal tersebut.
2. Skenario Moderat: dalam skenario moderat pertumbuhan aset asuransi syariah
diperkirakan akan lebih kecil atau sama dengan pertumbuhan tahun 2015 di
mana aset asuransi syariah akan tumbuh sebesar 18-20 persen pada tahun 2016.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif melambat di angka 4.7 persen pada
tahun 2015 turut akan menekan laju pertumbuhan aset asuransi syariah. Jikapertumbuhan ekonomi hanya berada dibawah 5% pada tahun 2016, diperkirakan
pertumbuhan asuransi syariah hanya akan berada di angka 18 persen. Nilai dan
yield investasi akan semakin rendah serta klaim asuransi akan lebih tinggi jika
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
34/75
27 | page
pertumbuhan ekonomi terus melambat. Sedangkan beban untuk mendapatkan
dana funding akan semakin besar yang disebabkan perlambatan pertumbuhan
pendapatan masyarakat.
3. Skenario Pesimis: skenario pesimis pada tahun 2015 hingga 2016 lebih
dititikberatkan pada kemungkinan naiknya suku bunga acuan bank sentral AmerikaThe Fed. Kenaikan suku bunga acuan the fed atau Fed Fund Rate (FFR) akan
berdampak luas terhadap kinerja industri asuransi syariah. Pertumbuhan kredit
perbankan dipastikan akan melambat jika kenaikan FFR diikuti oleh kenaikan suku
bunga Bank Indonesia. Pertumbuhan kredit yang melambat akan mengurangi
tingkat kontribusi atau premi nasabah dan berujung pada semakin rendahnya
angka kontribusi. Pada sisi aset, naiknya tingkat suku bunga akan berdampak pada
penurunan nilai investasi terutama surat berharga seperti saham, reksa dana, serta
surat obligasi syariah atau sukuk. Dengan demikian, industri asuransi syariah akan
terkena dua dampak sekaligus jika suku bunga FFR benar-benar dinaikan. Jika hal
ini terjadi pertumbuhan aset asuransi syariah diperkirakan hanya mencapai 10-12persen pada tahun 2016.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
35/75
28 | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
36/75
29 | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
37/75
30 | page
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
38/75
31 | page
BAB 4PERKEMBANGAN DAN OUTLOOK PASAR MODAL SYARIAH
A. PENDAHULUAN
Pasar modal syariah di Indonesia telah berusia hampir dua dekade. Sejak kelahirannya
pada tahun 1997, pasar modal syariah terus tumbuh dengan tren yang meningkat. Sejauh
ini pasar modal syariah telah memiliki beberapa produk keuangan seperti saham syariah,
sukuk, reksa dana syariah dan exchange traded fund (ETF) syariah dan inovasi transaksi
berupa online trading syariah. Kemudian untuk infrastruktur hukum, Indonesia telah
memiliki regulasi pasar modal syariah yang merujuk kepada fatwa Dewan Syariah Nasional,
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Di antara produk-produk keuangan syariah tersebut,
saham dan sukuk tetap teratas dari sisi kapitalisasi dan nilai transaksi di pasar modal
syariah Indonesia hingga tahun 2015 (lihat tabel 4.1).
Terdapat potensi yang luar biasa besar bagi industri keuangan syariah di tanah air,
terutama jika kita melihat komposisi demogras dan pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang cukup menjanjikan. Selain itu, trend pasar keuangan global adalah menuju kearah
disintermediasi. Dengan kata lain, peran pasar modal lebih dominan daripada peran sistem
perbankan (nancial intermediaries) dalam alokasi sumber daya keuangan. Oleh karena
itu, pasar modal akan menjadi masa depan bagi perekonomian dan sistem keuangan bagi
negara maju dan negara yang masuk dalam kategori emerging marketsseperti Indonesia.
Tabel 4.1 Statistik Perkembangan Pasar Modal Indonesia
Jenis Efek2014
Nilai (Rp. Milyar)2015*
Nilai (Rp. Milyar)
Saham 1.453.392,36 864.953,51
Obligasi Korporasi 2 23.463,60 2 38.995,90
Obligasi Pemerintah 1.113.000 900.490
Waran 898,89 257,11
Right 31,03 15,98
Instrumen Derivatif 149,18 132,79
Sukuk Korporasi 7.105 8.444
Surat Berharga Syariah Negara(SBSN)
206.100 282.900
Reksadana Konvensional (NAB) 230.225,59 251.206,55
Reksadana Syariah (NAB) 11.236,00 11.389,76
*Sampai Juli 2015
Sumber: Statistik Pasar Modal dan Laporan Triwulanan II, 2015, OJK
Namun sampai saat ini, pengaruh industri keuangan syariah masih belum signikan karena
pangsa pasar yang lebih kecil dibandingkan dengan industri keuangan konvensional.
Berdasarkan informasi dari OJK, persentase pangsa pasar keuangan syariah adalah berkisar
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
39/75
32 | page
4,7 persen untuk Perbankan Syariah, 4,23 persen untuk NAB Reksa Dana Syariah dan
2,8 persen untuk Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah. Khususnya untuk pasar
modal syariah rendahnya pangsa pasar salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat
literasi keuangan masyarakat. Menurut survei yang dilakukan OJK, hanya 6 persen dari
total responden memiliki tingkat literasi yang cukup mengenai pasar modal syariah. Oleh
karena itu perlu dilakukan suatu upaya bersama antara stakeholdersdan industri untuklebih memasarkan ide pasar modal syariah ke pelosok negeri agar menjangkau seluruh
masyarakat di tanah air.
Masih rendahnya proporsi industri keuangan syariah dapat dimaknai sebagai tantangan
sekaligus peluang bagi lembaga keuangan syariah. Meskipun masih tumbuh secara positif
baik dari sisi nilai aset maupun jumlah produk, namun di sisi lain industri keuangan
konvensional mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi. Akibatnya pencapaian yang sudah
diraih industri keuangan syariah belum bisa menaikkan posisinya di kancah persaingan
sektor keuangan tanah air.
B. ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR MODAL SYARIAH: SAHAM, SUKUK DAN
REKSADANA SYARIAH
1. Analisis Perkembangan Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga (sekuritas) yang merupakan tanda penyertaan atau
kepemilikan individu atau badan usaha dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Sedangkan saham syariah adalah saham yang menunjukkan kepemilikan terhadap
perusahaan yang jenis usahanya tidak bertentangan dengan syariat Islam dan memiliki
rasio keuangan yang terkait dengan utang dan bunga tidak melebihi batasan yang telah
ditetapkan oleh dewan pengawas syariah.
Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) adalah dua
indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dibuat untuk memantau atau sebagai indikator
pergerakan harga saham syariah di pasar modal. Selain itu indeks tersebut juga berfungsi
sebagai indikator trend pasar, indikator tingkat protabilitas and benchmarkkinerja suatu
portofolio. Menurut informasi dari OJK per Mei 2015 terdapat 328 saham yang masuk
Daftar Efek Syariah (DES). Dari 328 tersebut, 317 saham tercatat di Bursa Efek Indonesia
dan menjadi konstituen pembentuk ISSI dan sisanya sembilan saham tidak listingdi bursa.
Kemudian, menurut Bursa Efek Indonesia per 8 Juli 2015, jumlah emiten yang memenuhi
kriteria saham syariah dan masuk dalam ISSI adalah sebanyak 317 emiten naik dari
306 emiten pada bulan Juli 2014. Komposisi konstituen dari ISSI ini senantiasa berubah
mengikuti hasil reviewDES yang dikeluarkan oleh OJK secara berkala.
Berdasarkan kelompok industri, saham-saham kategori perdagangan, jasa, dan investasi
mendominasi sebesar 20 dan 26 persen dari komposisi sebaran saham-saham yang
masuk ke dalam JII dan ISSI. Kemudian diikuti oleh sektor usaha properti, real estate,
dan konstruksi serta industri barang konsumsi. Sementara itu tidak ada saham dari sektor
keuangan yang masuk menjadi konstituen JII namun di ISSI terdapat satu emiten (PNBS,Bank Panin Syariah) yang masuk dalam daftar efek yang dicatatkan di bursa. Hal ini
merupakan berita baik bagi sektor keuangan syariah dimana sudah ada lembaga keuangan
syariah yang mau mencatatkan sahamnya di bursa sehingga kinerjanya dapat dipantau
oleh investor dan stakeholderskeuangan syariah lainnya.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
40/75
33 | page
Gambar 4.1: Komposisi JII dan ISSI
(Sumber; BEI dan OJK, 2015)
Pergerakan harga di pasar saham tanah air pada triwulan II-2015 sedang mengalami tren
penurunan setelah sebelumnya sempat rebound paska terbentuknya pemerintahan baru
pada bulan Oktober 2014. Meskipun begitu, memasuki triwulan III-2015 indeks saham
kembali bergairah yang dibarengi oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Namun, sebagian analisis mewanti-wanti akan terjadinya koreksi terhadap kenaikan IHSG
beberapa minggu terakhir. Tekanan eksternal seperti, gagalnya negosiasi utang Yunani
dengan para kreditor, penjualan besar-besaran di pasar saham Tiongkok, dan menguatnya
Dolar AS terhadap mata uang lain serta tekanan internal seperti menurunnya konsumsi
domestik menyumbang terhadap pelemahan kinerja pasar saham tanah air. Sementara itu,
turunnya indeks harga saham juga terjadi di kawasan Asia Tenggara dan beberapa negara
maju seperti AS, Australia, Jerman dan Inggris.
Di pasar ekuitas tanah air, performa pasar saham syariah tidak jauh berbeda dengan pasar
saham konvensional. Perkembangan ini dapat dilihat pada gambar 4.2 dimana indeks ISSI
dan JII berada dalam pola menurun yang seirama dengan IHSG. Pelemahan ekonomi global
dan tingginya ketidakpastian di pasar modal mendorong sentimen negatif yang berakibatpada net sell yang dibukukan oleh investor asing sebesar Rp 1,7 triliun pada triwulan II-2015
setelah triwulan sebelumnya mencatatkan net buy sebesar Rp 5.4 triliun. Dengan kata lain,
investor asing mengurangi investasinya di pasar saham domestik yang berakibat semakin
memburuknya kinerja pasar saham. Dalam dunia pasar modal kondisi ini disebut dengan
istilah bearish.Pasar Bearishterjadi ketika situasi di pasar tidak bergairah, lamban dan di
bursa penjual lebih mendominasi dari pada pembeli. Tekanan jual yang kuat mengakibatkan
harga-harga saham menjadi turun yang bermuara pada turunnya indeks harga saham.
Kemudian, dalam situasi bearish ini yang perlu diwaspadai oleh pelaku dan pengawas pasar
modal adalah adanya pihak-pihak tertentu yang mencoba meraih keuntungan dengan cara-
cara spekulatif yang melanggar hukum seperti short-selling.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
41/75
34 | page
Gambar 4.2: Pergerakan JII, ISSI, dan IHSG
(Sumber: Bloomberg)
Meskipun begitu, mungkin saja terjadinya net sell di pasar saham akibat diversikasi
yang dilakukan oleh investor asing terhadap portofolio asetnya. Dugaan ini didukung oleh
informasi dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian
Keuangan yang mencatat bertambahnya dana asing di surat utang negara (SUN) sepanjang
tahun 2015. Dengan kata lain, ketidakpastian di pasar saham telah mengakibatkan investorasing memindahkan sebagian dananya dari pasar saham dan meinvestasikannnya di
instrument yang lebih aman seperti obligasi dimana untuk saat ini menawarkan yieldyang
lebih menarik.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
42/75
35 | page
2. Analisis Perkembangan Instrumen Sukuk
Sukuk merupakan instrumen keuangan syariah yang baru diperkenalkan di Indonesia pada
tahun 2002. Secara bahasa sukuk bermakna sertikat atau bukti kepemilikan. Kemudian
dalam konteks keuangan, sukuk menurut The Islamic Financial Services Board (IFSB)
didenisikan sebagai:
Sertikat yang merepresentasikan hak milik proporsional oleh pemegang sertikat
di dalam bagian yang tidak terpisahkan dari aset yang menjadi dasar penerbitan
dimana seluruh hak dan kewajiban ditanggung oleh si pemegang sertikat tersebut.
Gambar 4.3: Perkembangan Sukuk Korporasi di Indonesia
(Sumber: Statistik Pasar Modal OJK, diolah)
Kehadiran sukuk pada tahun 2002 merupakan suatu terobosan dalam perkembangan pasar
modal syariah di Indonesia karena mampu menjadi alternatif instrumen obligasi (surat
hutang) bagi perusahaan-perusahaan yang memerlukan sumber dana eksternal. Dalam
perkembangannya di tanah air, sukuk juga diproyeksi akan menjadi salah satu andalan
pemerintah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang menjadi salah satu agenda
utama saat ini.
Sejak tahun 2002 hingga triwulan-II 2015, sukuk korporasi di Indonesia telah mengalamipertumbuhan yang cukup pesat. Hingga bulan Juli 2015, terdapat 80 emisi sukuk yang
telah diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia dan 42 sukuk yang masih
outstanding (38 sisanya sudah jatuh tempo dan dilunasi). Nilai emisi sukuk pada bulan Juli
2015 berdasarkan gambar 4.3 adalah sebesar Rp 14,48 triliun sementara nilai sukuk yang
masih outstanding sebesar Rp 8,28 triliun.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
43/75
36 | page
Table 4.2: Nilai Surat Utang Pemerintah Berdasarkan Jenis Per September 2015
Jenis CouponMataUang
StatusNilai
(Rp. Miliar)
SuratUtangNegara-Zero
Coupon Zero IDR Tradable 44.900
SuratUtangNegara-FixedCoupon
Fixed IDR Tradable 1.092.894
SuratUtangNegara-VariableCoupon
Variable IDR Tradable 104.180
SuratUtangNegara-FixedCouponUS Dollar
Fixed USD Tradable 472.436
SuratUtangNegara-FixedCoupon-Japan Yen
Fixed JPY Tradable 30.600
SuratUtangNegara-FixedCoupon-Euro Fixed Euro Tradable 36.783
SBSN-Zero Coupon Zero IDR Tradable 5.390
SBSN-Fixed Coupon Fixed IDR Tradable 156.157
SBSN-Fixed Coupon-US Dollar Fixed USD Tradable 101.164
ObligasiPemerintah-Fixed Fixed IDR Non-Tradable 224.347
ObligasiPemerintah-Variable Variable IDR Non-Tradable 2.391
SBSN-SDHI Fixed IDR Non-Tradable 35.197
Total Nilai Surat Utang Negara (milyar rupiah)
2.306.439
(Sumber : Statistik Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, 2015)
Sukuk korporasi yang diterbitkan di Indonesia sejauh ini hanya menggunakan dua jenis
akad yaitu ijarah dan mudharabah. Dari sisi penggunaan akad sejauh ini, akad ijarah
lebih banyak dipakai dibanding akad mudharabah.Menurut laporan triwulan II 2015 OJK,
jumlah sukuk korporasi yang outstanding ada 42. Berdasarkan jumlah sukuk outstanding,
sukuk dengan akad ijarah tercatat memiliki proporsi 64,29% sementara sukuk dengan
akad mudharabah sebesar 35,71%. Sementara itu dari sisi nilai sukuk outstanding, sukuk
ijarah memiliki proporsi 50,04% dan sukuk mudharabah sebesar 49,96%. Berdasarkan
statistik tersebut dapat kita lihat sukuk ijarah unggul dari sisi jumlah. Namun dari sisi
nilai outstanding sukuk ijarah dan sukuk mudharabah memiliki nilai yang hampir setara.
Kemudian, jika dilihat dari jangka waktu sampai jatuh tempo dari sukuk outstanding, rata-
rata sukuk korporasi yang outstandingmemiliki jangka waktu 6,5 tahun dengan nilai par
dan nilai outstandingrata-rata sebesar Rp 201 miliar.
Sedangkan sukuk negara (SBSN) pertama kali diterbitkan pada tahun 2008 setelah
keluarnya Undang-Undang No. 19 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Sejak pertama
kali dikeluarkan, sukuk negara telah mengalami perkembangan yang mengesankan. Sampai
saat ini SBSN memiliki nilai outstanding sebesar Rp 298 triliun atau 13 persen dari total
surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah yang pada September 2015 menunjukan nilai
sebesar Rp 2.306 triliyun. Dari total sukuk yang diterbitkan pemerintah pada September
2015, Rp 35 triliyun diantaranya bersifat non-tradable atau tidak dapat diperjualbelikan di
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
44/75
37 | page
pasar sekunder yaitu sukuk yang diterbitkan khusus untuk dana haji Indonesia (lihat tabel
4.2). Jadi seperti tahun lalu, sukuk yang mengakomodasi dana haji masih dipegang oleh
Kementerian Agama sampai masa jatuh tempo dan sejauh ini belum ada wacana untuk
memperdagangkan sukuk tersebut di pasar sekunder.
Tabel 4.3 Kepemilikan SBSN Domestik Per Agustus 2015 (dalam miliar Rupiah)
INSTITUSI Des-13 Des-14 Mar-15 Jun-15 Jul-15 Agt-15
TRADABLE 87.714 110.704 145.229 156.209 160.304 162.679
Total Bank 37.855 40.928 56.192 71.1 77.585 85.944
Bank Konvensional 30.673 8.708 47.753 61.312 67.342 74.423
Bank Syariah 7.182 8.708 8.439 9.788 10.243 11.521
Bank Indonesia 230 175 376 1.285 1.146 91
Asuransi 18.427 23.640 26.148 29.666 29.800 29.027
Dana Pensiun 4.572 4.606 5.054 5.328 5.338 5.233
Perorangan 8.828 10.747 31.926 16.186 15.651 15.249
Reksadana 2.428 4.026 4.363 5.015 5.382 5.460
Asing 11.120 10.642 13.115 16.635 13.948 10.535
Lain-lain 3.712 7.232 8.054 10.992 11.455 11.140
NONTRADABLE 31.533 33.197 33.197 33.197 35.197 35.197
Kementrian Agama 31.533 33.197 33.197 33.197 35.197 35.197TOTAL 118.707 143.901 178.426 189.406 195.501 197.876
(Sumber: Statistik Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, 2015)
Sebagai salah satu instrumen pembiayaan jangka panjang, sukuk dapat dikatakan sudah
menjadi alternatif memperoleh dana untuk investasi dan proyek bagi pemerintah dan
perusahaan. Untuk pasar modal di Indonesia, sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah
(SBSN) sampai saat ini melebihi sukuk korporasi. Nilai sukuk pemerintah pada September
2015 berjumlah Rp 298 triliyun atau 36 kali lipat dari sukuk korporasi yang bernilai Rp 8,28
triliun. Dominasi SBSN atas sukuk korporasi sepertinya akan terus berlanjut di periode
berikutnya mengingat banyaknya proyek infrastruktur yang pendanaannya berasal dari
penerbitan sukuk oleh pemerintah.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
45/75
38 | page
Gambar 4.4 Proporsi Kepemilikan SBSN Per Agustus 2015
(Sumber: Statistik Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, 2015)
Sama seperti periode sebelumnya, SBSN banyak dimiliki oleh investor institusi seperti dana
pensiun, perbankan, asuransi, reksa dana, dan sejenisnya (lihat tabel 4.3). Per Agustus
2015, investor sukuk (sukuk holder) terbesar adalah lembaga perbankan dimana bank
konvensional memiliki sukuk senilai Rp 74.423 miliar dari total nilai SBSN yang mencapai
Rp 197.876 miliar pada periode tersebut.. Sementara itu porsi kepemilikan perbankan
syariah di SBSN masih rendah di mana per Agustus 2015, hanya menguasai sebesar
5,8 persen dari total SBSN outstanding. Selain bank, sukuk negara juga dimiliki institusi
keuangan bukan bank (IKNB). IKNB seperti lembaga asuransi, dana pensiun, reksa dana
masing-masing memiliki kepemilikan SBSN sebesar 14,67%, 2,64% dan 2,76% dari total
SBSN yang outstanding. Selain itu Kementrian Agama tercatat juga sebagai pemilik sukuk
negara sebesar 17,8 persen. Sedangkan untuk investor perorangan, porsi kepemilikannya
terhadap total sukuk negara yang outstanding adalah sebesar 7,7 persen. Kemudian
investor asing tercatat memiliki SBSN sebesar 5,32%. Kecilnya porsi asing pada sukuk
negara mengindikasikan belum optimalnya promosi yang dilakukan untuk menggaetinvestor internasional.
3. Analisis Perkembangan Reksa Dana Syariah
Reksa dana syariah merupakan salah satu instrumen investasi syariah yang paling awal
diluncurkan di pasar modal Indonesia. Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun
1997 sampai Agustus 2015 jumlah produk reksa dana syariah yang ditawarkan kepada
masyarakat ada 85. Jika dibandingkan dengan jumlah produk reksa dana konvensional
yang mencapai 926 produk, maka persentase produk reksa dana syariah mencapai 8,4
persen dari total produk reksadana yang tersedia di pasar. Sementara itu dari sisi NAB,
proporsi reksa dana syariah terhadap total NAB reksa dana di Indonesia adalah 4,23%.
-
7/26/2019 Sharia Economic Outlook 2016 MES
46/75
39 | page
Tabel 4.4 Reksa Dana Syariah Per Agustus 2015
No Jenis Reksa Dana
Jumlah Reksa DanaSyariah
NAB Reksa Dana Syariah(Rp. miliar)
Agt. 2015 Agt. 2014 Agt. 2015 Agt. 2014
1 Pasar Uang 10 1 932 29
2 Saham 25 20 5.153 3.142
3 Pendapatan Tetap 12 8 609 523
4 Campuran 18 17 1.683 3.970
5 Terproteksi 18 18 1.646 1.179
6 Indeks 1 1 216 144
7 ETF 1 1 599 403
Total 85 66 10.838 9.390
(Sumber: Statistik Pasar Modal Syariah, OJK)
Dari 85 produk reksa dana syariah per Agustus 2015, yang terbanyak dalam bentuk reksa
dana saham sebesar 29,4 persen, diikuti produk reksadana campuran dan terproteksi
dengan proporsi masing-masing sebesar 21 persen dan sisanya merupakan reksa dana
pendapatan tetap, reksa dana indeks dan ETF (lihat table 4.4). Berdasarkan data tersebut,
mayoritas produk reksadana syariah yang ditawarkan di pasar modal tanah air adalah
reksadana saham. Reksadana saham unggul baik dalam jumlah produk (25) maupun dalam
nilai (Rp 5,15 triliun).
Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya (Agustus 2014), dapat kita lihat pada periode
Agustus 2015 secara agregat terdapat penambahan kuantitas dari reksa dana syariah
baik dalam jumlah produk sebesar 29 persen maupun dari total nilai aktiva bersih (NAB)
sebesar 15 persen. Kemudian, berdasarkan jenis produk, reksa dana pasar uang, saham,
pendapatan tetap dan campuran mengalami penambahan jumlah produk yang ditawarkan.
Sementara, reksa dana terproteksi, indeks dan ETF stagnan atau tidak ada penambahan
jumlah produk. Perlu menjadi catatan di sini adalah kenaikan signikan dari jumlah produk
reksa dana pasar uang menjadi sepuluh produk dimana di periode sebelumnya kategori ini
hanya memiliki satu jenis produk.
Kenaikan signikan reksa dana pasar uang juga dapat dicermati dari melonjaknya NAB
produk tersebut ke posisi Rp 932 miliar atau naik sebesar 3.114 persen! Meningkatnya
kecenderungan investasi masyarakat ke reksa dana pasar uang tidak terlepas dari situasi
di pasar modal dan e