sgd 2

59
LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses penuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati. Berbeda dengan kaum pria, proses penuaan pada wanita berlangsung lebih “dramatis”, terutama karena adanya proses reproduksi dalam kehidupannya. Geriatri sangat dekat dengan kesan tua dan lanjut usia. Namun, geriatri mengacu pada cabang ilmu kedokteran yang secara khusus berfokus pada penyediaan leyanan kesehatan bagi para manula. Seorang dokter yang mengkhususkan diri dalam merawat kemampuan fungsional, kualitas hidup dan ketergantungan dari orang tua. Memperlakukan orang tua benar- benar berbeda dari memperlakukan orang dewasa lain. Geriatri adalah cabang ilmu tentang memperlakukan pasien tua serta memastikan pengasuh tahu cara merawat panuaan kerabat mereka. Terkadang, itu menjadi perlu untuk memperlakukan geriatrician dan keluarga serta pasien tua. Salah satu masalah utama seorang lansia sering mudah jatuh disebabkan faktor intrinsik: gangguan gaya berjalan, kelemahan otot-ototkaki, kekakuan sendi, sinkop/ hilang kesadaran sejenak dan dizziness atau goyang, atau faktor ekstrinsik yang menjadi penyebabnya: lantai yang licin dan tidak rata, FK Al Azhar Mataram Page 1

Upload: warda-el-maida-rusdi

Post on 11-Apr-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sgd 2

TRANSCRIPT

Page 1: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses

penuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak manusia dilahirkan dan

berlangsung terus sampai mati. Berbeda dengan kaum pria, proses penuaan pada wanita

berlangsung lebih “dramatis”, terutama karena adanya proses reproduksi dalam

kehidupannya.

Geriatri sangat dekat dengan kesan tua dan lanjut usia. Namun, geriatri mengacu pada

cabang ilmu kedokteran yang secara khusus berfokus pada penyediaan leyanan kesehatan

bagi para manula. Seorang dokter yang mengkhususkan diri dalam merawat kemampuan

fungsional, kualitas hidup dan ketergantungan dari orang tua. Memperlakukan orang tua

benar-benar berbeda dari memperlakukan orang dewasa lain. Geriatri adalah cabang ilmu

tentang memperlakukan pasien tua serta memastikan pengasuh tahu cara merawat panuaan

kerabat mereka. Terkadang, itu menjadi perlu untuk memperlakukan geriatrician dan

keluarga serta pasien tua.

Salah satu masalah utama seorang lansia sering mudah jatuh disebabkan faktor intrinsik:

gangguan gaya berjalan, kelemahan otot-ototkaki, kekakuan sendi, sinkop/ hilang kesadaran

sejenak dan dizziness atau goyang, atau faktor ekstrinsik yang menjadi penyebabnya: lantai

yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, cahaya kurang terang sehinggaterganggu

penglihatannya, dan sebagainya (Setianto,2000).

FK Al Azhar Mataram Page 1

Page 2: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

1.2 RUMUSAN MASALAH

A. Menjelaskan tentang definisi jatuh

B. Menjelaskan tentang factor-faktor terjadinya jatuh

C. Menjelaskan tentang komplikasi yang terjadi akibat jatuh

D. Menjelaskan tentang pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien jatuh

E. Menjelaskan tentang upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar pasien tidak jatuh

berulang.

F. Menjelaskan tentang Diabetes Melitus pada lansia

1.3 TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini yaitu:

A. Untuk mengetahui definisi jatuh

B. Untuk mengetahui factor factor jatuh

C. Menjelaskan tentang komplikasi yang terjadi akibat jatuh

D. Menjelaskan tentang pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien jatuh

E. Menjelaskan tentang upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar pasien tidak jatuh

berulang.

F. Menjelaskan tentang Diabetes Melitus pada lansia

FK Al Azhar Mataram Page 2

Page 3: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO

JATUH DAN GANGGUAN BERJALAN

Seorang laki-laki68 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan menurut

keluarganya tiba-tiba terpeleset di depan kamar mandi tadi pagi. Setelah itu kedua tungkai

tak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih bisa dirasakan oleh penderita.

Sejak seminggu penderita terdengar batuk-batuk dan agak sesak napas serta nafsu

makan sangat berkurang tetapi tidak disertai demam. Dan diketahui pasien adalah seorang

perokok sejak muda. Penderita selama ini juga mengidap dan minum obat penyakit kencing

manis dan tekanan darah tinggi, kedua mata dianjurkan untuk operasi tetapi penderita selalu

menolak.

2.2 Step II Terminologi2.2.1 Jatuh :

Jatuh adalah suatu keadaan yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang

melihat kejadian sehingga penderita mendadak terbaring terbaring atau terduduk

di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.

2.2.2 Kencing manis (Diabetes Melitus) :

Penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi

(hiperglikemia). Terjadi karena gangguan metabolik karbohidrat karena produksi

insulin berkurang atau karena resistensi insulin.

2.2.3 Tekanan darah tinggi (Hipertensi)

FK Al Azhar Mataram Page 3

Page 4: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

2.3 Step III Identifikasi Masalah

2.3.1 Kenapa tiba-tiba terpeleset atau jatuh ?

2.3.2 Adakah hubungannya pasien yang seorang perokok dengan keluhan batuk-batuk

dan agak sesak nafas ?

2.3.3 Mengapa tungkai tidak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih

dirasakan oleh penderita ?

2.3.4 Adakah hubungannya penderita mengidap kencing manis dan hipertensi dengan

kejadian tiba-tiba terpeleset di kamar mandi ?

2.3.5 Adakah hubungannya penderita mengkonsumsi obat kencing manis dan hipertensi

dengan kejadian tiba-tiba terpeleset di kamar mandi ?

2.4 Step IV Brainstorming

2.4.1 Kenapa tiba-tiba terpeleset atau jatuh ?

Faktor-faktor yang mempengaruhi jatuh pada lansia, yaitu : faktor intrinsik

dan faktor ekstrinsik.

a. Faktor intrinsik

Yang termasuk dalam faktor intrinsik, yaitu : kondisi fisik dan

neuropsikiatri (adanya penyakit SSP seperti stroke, parkinson) penurunan

visus dan pendengaran (fungsi keseimbangan), perubahan neuromuskular

(berkurangnya massa otot, kekauan jaringan penghubung, penurunan range of

motion sendi), gaya berjalan, dan refleks postural karena proses penuaan.

Penuaan dapat berpengaruh pada kondisi fisik dan neuropsikiatrik

manusia karena terdapat perubahan-perubahan fungsi anatomi/fisiologik yang

semakin menurun, yang bisa menimbulkan berbagai penyakit atau keadaan

patologik hal ini juga pengaruh psiko-sosial pada fungsi organ. Gabungan dari

beberapa perubahan-perubahan secara tidak langsung dapat menyebabkan

FK Al Azhar Mataram Page 4

Page 5: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

jatuh pada lansia yang dikarenakan kemampuan struktur dan fungsi tubuh

yang makin menurun.

Stategi postural yang sering digunakan pada usia lanjut adalah strategi

panggul, oleh karena penggunaan strategi pergelangan kaki membutuhkan

informasi somatosensorik yang adekuat semetara pada usia lanjut mungkin

terdapat kelemahan sendi atau sulit melakukan rotasi pada pergelangan kaki,

hilangnya sensasi somatosensorik perifer, dan kelemahan otot distal.

Walaupun demikian, penggunaan strategi panggul membutuhkan informasi

verstibuler yang adekuat dan gerakan pada panggul akan meningkatkan gaya

horisontal antara pijakan dan telapak kaki sehingga risiko untuk terpeleset dan

jatuh menjadi lebih besar. Jika respon ayunan postural tidak dapat

mempertahankan keseimnbangan saat ada gangguan dan diperlukam strategi

melangkah, usia lanjut cenderung melakukan beberapa langkah untuk

mengembalikan keseimbangan

Sinkop, drop attacks, dan dizziness merupakan penyebab jatuh pada orang

usia lanjut yang sering disebut-sebut. Beberapa penyebab sinkop pada orang

usia lanjut yang perlu dikenali antara lain respons vasovagal, gangguan

kardiovaskular (bradi dan takiaritmia, stenosis aorta), gangguan neurologis

akut (TIA, strok, atau kejang), emboli paru, dan gangguan metabolik.

Drop attacks merupakan kelemahan tungkai bawah mendadak yang

menyebabkan jatuh tanpa kehilangan kasadaran. Kondisi tersebut seringkali

dikaitkan dengan insufisiensi vertebrobasiler yang dipicu oleh perubahan

posisi kepala.

Dizziness atau rasa tidak stabil merupakan keluhan yang sering diutarakan

oleh orang usia lanjut yang mengalami jatuh. Pasien yang mengeluh rasa

ringan di kepala harus dievaluasi secermat mungkin akan adanya hipotensi

postural atau deplesi volume intravaskular. Di sisi lain, vertigo merupakan

gejala yang lebih spesifik walaupun merupakan pemicu jatuh yang lebih

jarang. Kondisi ini dikaitkan dengan kelainan pada telinga bagian dalam

FK Al Azhar Mataram Page 5

Page 6: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

seperti labirinitis, penyakit Meniere, dan BPPV. Isemia dan infark

vertebrobasiler, serta infark serebelum juga dapat menyebabkan vertigo.

Kebanyakan pasien usia lanjut dengan gejala dizziness dan unsteadiness

meraa cemas, depresi, sangat takut jatuh, sehingga evaluasi gejala mereka

menjadi sulit. Beberapa pasien, terutama pada mereka dengan gejala ke arajh

vertigo, memerlukan pemeriksaan otologi, termasuk uji auditori, yang dapat

membedakan lebih jelas antara gejala akibat gangguan telinga dalam atau

adanya keterlibatan sistem saraf pusat.

Sekitar 10-20% orang usia lanjut mengalami hipotensi ortostatik yang

sebagian besar tidak bergejala. Namun demikian, beberapa kondisi dapat

menyebabkan hipotensi ortostatik yang berat sehingga memicu timbulnya

jatuh. Kondisi-kondisi tersebut antara lain curah jantung rendah akibat gagal

jantung atau hipovolemia, disfungsi otonom (sebagai akibat diabetes mellitus),

gangguan aliran balik vena (insufisiensi vena), tirah baring lama dengan

deconditioning otot dan refleks, serta beberapa obat. Hubungan hipotensi

ortostatik dengan hipertensi perlu dipahami sehingga tatalaksana hipertensi

yang baik amat diperlukan untuk mencegah timbulnya hipotensi ortostatik

tersebut.

Berbagai penyakit, terutama penyakit kardiovaskkular dan neurologis,

dapat berkaitan dengan jatuh. Sinkop dapat merupakan gejala stenosis aorta

dan merupakan indikasi perlunya evaluasi pasien akan adanya stenosis aorta

yang memerlukan penggantian katup. Beberapa pasien memiliki baroreseptor

karotis yang sensitif dan rentan mengalami sinkop karena refleks tonus vagal

yang meningkat akibat batuk, mengedan, atau berkemih sehingga terjadi

bradikardia atau hipotensi.

Stroke akut dapat menyebabkan jatuh atau memberikan gejala jauth. TIA

sirkulasi anterior dapat menyebabkan kelemahan unilateral dan memicu jatuh.

TIA sirkulasi posterior (vertebrobasiler) mungkin juga dapt mengakibatkan

vertigo, namun perlu disertai dengan satu atau lebih lapangan pandang.

FK Al Azhar Mataram Page 6

Page 7: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Insufisiensi vertebrobasiler seringkali disebut sebagsi penyebab drop attacks ;

kompresi mekanik arteri vertebralis olehosteofit spina vertebra servikal

manakala kepala diputar disebutkan pula sebagai penyebab ketidak stabilan

dan jatuh.

Penyakit lain pada otak dan sistem saraf pusat dapat pula menyebabkan

jatuh. Penyakit Parkinson dan Hidrosefalus tekanan normal menyebabkan

instabilitas dan jatuh. Gangguan serebelum, tumor intrakranial, dan hematoma

subdural juga menyebabkan ketidakstabilan (unsteadiness) dengan

kecenderungan mudah jatuh.

b. Faktor Ekstrinsik

Yang termasuk dalam faktor ekstrinsik, yaitu : obat-obatan yang diminum

(diuretik, jantung, anti depresan, sedatif, hipoglikemia, anti psikotik), alat-alat

bantu berjalan, lingkungan yang tidak mendukung, dan konsumsi alkohol.

Berbagai faktor lingkungan tersebut antara lain lampu ruangan yang

kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, furnitur yang terlalu

rendah atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi /

closer terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk

berpegangan, tali atau kabel yang berserakan di lantai, karpet yang terlipat,

dan benda-benda di lantai yang membuat seseorang terantuk.

Obat-obatan juga dapat menjadi penyebab jatuh pada orang usia lanjut.

Misalnya obat diuretika yang dikonsumsi menyebabkan seseorang berulang

kali ke kamar kecil untuk buang air kecil atau efek mengantuk dari obat

sedatif sehingga seseorang menjadi waspada saat berjalan.

Alat bantu berjalan yang kurang tepat untuk para lansia, memungkinkan

terjadinya jatuh, oleh karena itu pemilihan alat bantu dapat disesuaikan

dengan keadaan fisik lansia, dan penyakit yang diderita.

FK Al Azhar Mataram Page 7

Page 8: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

2.4.2 Hubungan pasien yang seorang perokok dengan keluhan batuk-batuk dan agak

sesak nafas.

Didalam rokok terkandung nikotin dan zat spesies O2 reaktif atau radikal

bebas. Zat ini mengaktifkan transkripsi nuclear factor KB (NF-KB) yang

mengaktifkan gen untuk meningkatkan produksi TNF dan IL-8 yang kemudian

akan menarik dan mengaktifkan neutrofil ke dalam alveolus. Setelah itu neutrofil

mengalami degranulasi dan membebaskan protease sel (elastase neutrofil,

proteinase 3 dan katepsin) sehingga terjadi kerusakan jaringan paru.

Asap rokok banyak mengandung radikal bebas sehingga dapat

menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa. Penambahan sel goblet di epitel disertai

hilangnya epitel bersilia. Sehingga sebagai respon tubuh adalah dengan cara

batuk. Dimana batuk merupakan suatu reflek protektif yang timbul akibat iritasi

percabangan trakeobronkial. Kemampuan batuk merupakan mekanisme yang

penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Disamping itu karena

proses penuaan otot pernafasan menjadi kaku dan kehilangan kekuatan atau

serabut elastik dan serabut retikular paru yang disertai dengan menghilangnya

kemampuan paru untuk mengembang secara elastis sehingga volume udara

inspirasi berkurang sehingga dapat menyebabkan sesak (dyspnea) sehingga

pernafasan menjadi scepat dan dangkal.

2.4.3 Tungkai tidak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan

oleh penderita

Mekanisme seseorang yang terjatuh terpleset kemungkinan bisa ke depan

atau ke belakang. Secara anatomis tungkai (ekstremitas bawah) dipersarafi oleh

serabut saraf dari vertebrata segmen lumbal dan sakral. Jadi kemungkinan besar

ketika terjatuh, pasien tersebut mengalami trauma vertebrata segmen lumbal

sakral yang mengakibatkan tertekannya ramus-ramus saraf di cornu anterior

bagian dari kornum anterior di segmen lumbo sakral yang tertekan yang berfungsi

sebagai saraf motorik pada ke dua tungkai yang mengakibatkan tungkai tidak

dapat digerakkan.

FK Al Azhar Mataram Page 8

Page 9: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

2.4.4 Hubungan penderita mengidap kencing manis dan hipertensi dengan kejadian

tiba-tiba terpeleset di kamar mandi

Menurut skenario penurunan visus kemungkinan besar terjadi karena

pasien menderita katarak diabetik. katarak diabetik ini merupakan manifestasi

tingkat lanjut dari penyakit Diabetes Mellitus yang diderita oleh pasien usia

lanjut. katarak diabetik ini memberikan keluhan penurunan visus berupa

penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan tampak seperti

berasap. gejala inilah yang sering dikeluhkan oleh penderita yang menderita

katarak diabetik. penurunan visus ini merupakan salah satu penyebab jatuhnya

penderita. penyebab penurunan visus yanng lain adalah retinopati baik yang

diakibatkan oleh penyakit Diabetes mellitus maupun yang disebabkan oleh

Hipertensi. akan tatapi diskenario disebutkan bahwa pasien sudah sejak lama

dianjurkan untuk operasi mata, tetapi pasien selalu menolak. hal ini menunjukkan

bahwa pasien mengalami gangguan penglihatan dalam hal ini penurunan visus

yang perlangsungannya kronik/progresif.

2.5 Step IV Learning Objective

2.5.1 Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian jatuh dan faktor-faktor yang

mempengaruhi jatuh pada lansia.

2.5.2 Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi yang terjadi akibat jatuh

2.5.3 Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien

jatuh.

2.5.4 Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada

pasien jatuh.

2.5.5 Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien jatuh

2.5.6 Menjelaskan upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar pasien tidak jatuh

berulang.

2.5.7 Menjelaskan Diabetes Melitus pada lansia

FK Al Azhar Mataram Page 9

Page 10: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

2.6 Step V Belajar Mandiri

Pada tahap ini para anggota SGD akan melakukan belajar mandiri untuk

mendapatkan jawaban dari LO yang telah ditetapkan dan akan disintesiskan pada

step 6.

2.7 Step VI Sintesis Masalah

2.7.1 Definisi jatuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi jatuh pada lansia.

a. Definisi jatuh

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi

mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak

terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi jatuh pada lansia.

1. Faktor intrinsik

Yang termasuk dalam faktor intrinsik, yaitu : kondisi fisik dan

neuropsikiatri (adanya penyakit SSP seperti stroke, parkinson) penurunan

visus dan pendengaran (fungsi keseimbangan), perubahan neuromuskular

(berkurangnya massa otot, kekauan jaringan penghubung, penurunan range of

motion sendi), gaya berjalan, dan refleks postural karena proses penuaan.

Penuaan dapat berpengaruh pada kondisi fisik dan neuropsikiatrik

manusia karena terdapat perubahan-perubahan fungsi anatomi/fisiologik yang

semakin menurun, yang bisa menimbulkan berbagai penyakit atau keadaan

patologik hal ini juga pengaruh psiko-sosial pada fungsi organ. Gabungan dari

beberapa perubahan-perubahan secara tidak langsung dapat menyebabkan

jatuh pada lansia yang dikarenakan kemampuan struktur dan fungsi tubuh

yang makin menurun.

FK Al Azhar Mataram Page 10

Page 11: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Perubahan gaya berjalan terjadi seiring denan meningkatnya usia. Kendati

perubahan tersebut tidak telalu menonjol untuk dianggap patologis, kondisi

perubahan gaya berjalan tersebut dapat meningkatkan kejadian jatuh. Pada

umumnya orang usia lanjut tidak dapat mengangkat atau menarik kakinya

cukup tinggi sehingga cenderung mudah terantuk (trip). Orang usia lanjut

laki-laki cenderung memiliki gaya berjalan dengan kedua kaki melebar dan

langkah pendek-pendek ( wide-based, short stepped gaits), sedangkan

perempuan usia lanjut sering kali berjalan dengan kedua kaki yang menyempit

( narrow based ) dan gaya bergoyang-goyang ( waddling gait). Orang usia

lanjut cenderung untuk berjalan lebih lambat dan meningkatkan kecepatan

berjalan dengan cara meningkatkan jumlah langkah per unit waktu

dibandingkan jarak satu siklus berjalan ,sertaterdapat peningkatan ayunan

postural. Pada usia lanjut yang sehat, kecepatan berjalan menurun 1-2% tiap

tahunnya dan berkaitan dengan berkurangnya panjang langkah dan jarak satu

siklus berjalan. Gerak ekstensi sendi pergelangan kaki dan rotasi pelvis

menurun, serta periode double support meningkat untuk membuat gaya

berjalan lebih stabil. Bertambahnya waktu untuk menyelesaikan satu siklus

berjalan berkaitan dengan peningkatan sebesar 5 kali resiko untuk jatuh.

Stategi postural yang sering digunakan pada usia lanjut adalah strategi

panggul, oleh karena penggunaan strategi pergelangan kaki membutuhkan

informasi somatosensorik yang adekuat semetara pada usia lanjut mungkin

terdapat kelemahan sendi atau sulit melakukan rotasi pada pergelangan kaki,

hilangnya sensasi somatosensorik perifer, dan kelemahan otot distal.

Walaupun demikian, penggunaan strategi panggul membutuhkan informasi

verstibuler yang adekuat dan gerakan pada panggul akan meningkatkan gaya

horisontal antara pijakan dan telapak kaki sehingga risiko untuk terpeleset dan

jatuh menjadi lebih besar. Jika respon ayunan postural tidak dapat

mempertahankan keseimnbangan saat ada gangguan dan diperlukam strategi

melangkah, usia lanjut cenderung melakukan beberapa langkah untuk

mengembalikan keseimbangan

FK Al Azhar Mataram Page 11

Page 12: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Sinkop, drop attacks, dan dizziness merupakan penyebab jatuh pada orang

usia lanjut yang sering disebut-sebut. Beberapa penyebab sinkop pada orang

usia lanjut yang perlu dikenali antara lain respons vasovagal, gangguan

kardiovaskular (bradi dan takiaritmia, stenosis aorta), gangguan neurologis

akut (TIA, strok, atau kejang), emboli paru, dan gangguan metabolik.

Drop attacks merupakan kelemahan tungkai bawah mendadak yang

menyebabkan jatuh tanpa kehilangan kasadaran. Kondisi tersebut seringkali

dikaitkan dengan insufisiensi vertebrobasiler yang dipicu oleh perubahan

posisi kepala.

Dizziness atau rasa tidak stabil merupakan keluhan yang sering diutarakan

oleh orang usia lanjut yang mengalami jatuh. Pasien yang mengeluh rasa

ringan di kepala harus dievaluasi secermat mungkin akan adanya hipotensi

postural atau deplesi volume intravaskular. Di sisi lain, vertigo merupakan

gejala yang lebih spesifik walaupun merupakan pemicu jatuh yang lebih

jarang. Kondisi ini dikaitkan dengan kelainan pada telinga bagian dalam

seperti labirinitis, penyakit Meniere, dan BPPV. Isemia dan infark

vertebrobasiler, serta infark serebelum juga dapat menyebabkan vertigo.

Kebanyakan pasien usia lanjut dengan gejala dizziness dan unsteadiness

meraa cemas, depresi, sangat takut jatuh, sehingga evaluasi gejala mereka

menjadi sulit. Beberapa pasien, terutama pada mereka dengan gejala ke arajh

vertigo, memerlukan pemeriksaan otologi, termasuk uji auditori, yang dapat

membedakan lebih jelas antara gejala akibat gangguan telinga dalam atau

adanya keterlibatan sistem saraf pusat.

Sekitar 10-20% orang usia lanjut mengalami hipotensi ortostatik yang

sebagian besar tidak bergejala. Namun demikian, beberapa kondisi dapat

menyebabkan hipotensi ortostatik yang berat sehingga memicu timbulnya

jatuh. Kondisi-kondisi tersebut antara lain curah jantung rendah akibat gagal

jantung atau hipovolemia, disfungsi otonom (sebagai akibat diabetes mellitus),

gangguan aliran balik vena (insufisiensi vena), tirah baring lama dengan

FK Al Azhar Mataram Page 12

Page 13: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

deconditioning otot dan refleks, serta beberapa obat. Hubungan hipotensi

ortostatik dengan hipertensi perlu dipahami sehingga tatalaksana hipertensi

yang baik amat diperlukan untuk mencegah timbulnya hipotensi ortostatik

tersebut.

Berbagai penyakit, terutama penyakit kardiovaskkular dan neurologis,

dapat berkaitan dengan jatuh. Sinkop dapat merupakan gejala stenosis aorta

dan merupakan indikasi perlunya evaluasi pasien akan adanya stenosis aorta

yang memerlukan penggantian katup. Beberapa pasien memiliki baroreseptor

karotis yang sensitif dan rentan mengalami sinkop karena refleks tonus vagal

yang meningkat akibat batuk, mengedan, atau berkemih sehingga terjadi

bradikardia atau hipotensi.

Stroke akut dapat menyebabkan jatuh atau memberikan gejala jauth. TIA

sirkulasi anterior dapat menyebabkan kelemahan unilateral dan memicu jatuh.

TIA sirkulasi posterior (vertebrobasiler) mungkin juga dapt mengakibatkan

vertigo, namun perlu disertai dengan satu atau lebih lapangan pandang.

Insufisiensi vertebrobasiler seringkali disebut sebagsi penyebab drop attacks ;

kompresi mekanik arteri vertebralis olehosteofit spina vertebra servikal

manakala kepala diputar disebutkan pula sebagai penyebab ketidak stabilan

dan jatuh.

Penyakit lain pada otak dan sistem saraf pusat dapat pula menyebabkan

jatuh. Penyakit Parkinson dan Hidrosefalus tekanan normal menyebabkan

instabilitas dan jatuh. Gangguan serebelum, tumor intrakranial, dan hematoma

subdural juga menyebabkan ketidakstabilan (unsteadiness) dengan

kecenderungan mudah jatuh.

2. Faktor Ekstrinsik

Yang termasuk dalam faktor ekstrinsik, yaitu : obat-obatan yang diminum

(diuretik, jantung, anti depresan, sedatif, hipoglikemia, anti psikotik), alat-alat

bantu berjalan, lingkungan yang tidak mendukung, dan konsumsi alkohol.

FK Al Azhar Mataram Page 13

Page 14: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Berbagai faktor lingkungan tersebut antara lain lampu ruangan yang

kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, furnitur yang terlalu

rendah atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi /

closer terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk

berpegangan, tali atau kabel yang berserakan di lantai, karpet yang terlipat,

dan benda-benda di lantai yang membuat seseorang terantuk.

Obat-obatan juga dapat menjadi penyebab jatuh pada orang usia lanjut.

Misalnya obat diuretika yang dikonsumsi menyebabkan seseorang berulang

kali ke kamar kecil untuk buang air kecil atau efek mengantuk dari obat

sedatif sehingga seseorang menjadi waspada saat berjalan.

Alat bantu berjalan yang kurang tepat untuk para lansia, memungkinkan

terjadinya jatuh, oleh karena itu pemilihan alat bantu dapat disesuaikan

dengan keadaan fisik lansia, dan penyakit yang diderita.

2.7.2 Komplikasi yang terjadi akibat jatuh

Menurut Kane (1996), yang dikutip oleh Darmojo (2004),

komplikasi-komplikasi jatuh adalah :

1. Perlukaan (injury)

Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang

terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot,

robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis,

femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.

2. Disabilitas

Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan

dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu

kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak.

3. Meninggal

FK Al Azhar Mataram Page 14

Page 15: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

2.7.3 Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien jatuh.

A. Anamnesa riwayat penyakit (jatuhnya), meliputi:

Seputar jatuhnya : Mencari penyebab jatuh, misalnya terpleset,

tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, saat BAK/BAB, saat

batuk, atau bersin dan aktivitas lainnya.

Gejala yang menyertai : Seperti nyeri dada, berdebar-debar, nyeri

kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemah, inkontinensia, sesak

nafas.

Kondisi kormobid yang relevan : Pernah menderita hipertensi,

diabetes melitus, stroke, parkinsonisme, osteoporosis, sering

kejang, penyakit jantung, rematik, depresi dll.

Review obat-obatan yang diminum : Antihipertensi, diuretik,

antidepresan, dll.

Review keadaan lingkungan : Tempat jatuh apakah licin/

bertingkat-tingkat, pencahayaan, dll

B. Pemeriksaan Fisik

Mengukur tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu badan.

Kepala dan leher : Apakah terdapat penurunan visus, penurunan

pendengaran, nistagmus, gerakan menginduk, ketidak seimbangan,

bising.

Pemeriksaan Jantung : Kelainan katup, aritmia, stenosis aorta dll

Neurologi : Perubahan status mental, defisit fokal, neuropati, perifer,

kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor, dll

Muskuluskeletal : Perubahan sendi, pembatasan gerak sendi,

deformitas, dll

FK Al Azhar Mataram Page 15

Page 16: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

C. Assesmen Fungsional

a. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit dari

kursi, berjalan, ketika membelok/ berputar badan.

b. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan menggunakan alat

bantu atau dibantu orang lain

c. Aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, berpergian, dll

2.7.4 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien jatuh.

a.       Pemeriksaan radiologis

1)      Foto X-ray pelvis dan genu

2)      Foto bone density

b.      Pemeriksaan laboratorium

1)      Darah tepi

2)      Elektrolit

3)      Gula darah

4)      Kadar Kalsium

c.       Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)

2.7.5 Penatalaksanaan pada pasien jatuh

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah terjadinya jatuh berulang

dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,

mengembalikan kepercayaan diri penderita.

Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi

faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini

harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik,

neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik,

arsitek dan keluarga penderita.

FK Al Azhar Mataram Page 16

Page 17: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus

karena perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila

penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah,

sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi

lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga

diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan

perbaikan kebiasaan lansia itu.

Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh

ulangan, misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu

gerak.

Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan

fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot

sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi

rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal

terapi ini diperlukan terus – menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot

dan status fungsional. Penelitian yang dilakukan dalam waktu satu tahun di

Amerika Serikat terhadap pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun, didapatkan

peningkatan kekuatan otot dan ketahanannya baru terlihat nyata setelah

menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan, semakin lama lansia melakukan latihan

semakin baik kekuatannya.

Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan

difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang

mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan

strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Biasanya program rehabilitasi

ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini sangat membantu penderita dengan

stroke, fraktur kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.

FK Al Azhar Mataram Page 17

Page 18: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit

kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang menyebabkan

hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan, dll. Terapi yang

tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah / tempat kegiatan

lansia seperti di pencegahan jatuh

2.7.6 Upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar pasien tidak jatuh berulang.

Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila

sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.

Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti, 1992; Van –

der – Cammen, 1991; Reuben, 1996 )

1. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari

adanya faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan

sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering

mendasari / menyebabkan jatuh.

Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat

menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup

tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari

benda – benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yang

sudah tidak aman ( lapuk, dapat bergeser sendiri ) sebaiknya diganti,

peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu jalan/tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin,

sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka.

WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.

FK Al Azhar Mataram Page 18

Page 19: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Obat – obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik

atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan

dengan penjelasan yang komprehensif pada lansia dan keluargannya

tentang risiko terjadinya jatuh akibat minum obat tertentu.

Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod,

kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman

tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.

2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya

dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural

sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia.

Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka

diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan

( gait ) juga harus dilakukan dengan cermat apakah penderita mengangkat

kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas

bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu

harus dikoreksi bila terdapat kelainan / penurunan.

3. Mengatur / mengatasi fraktur situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut,

penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin

kesehatan lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan

dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti

tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat

dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan

pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita,

aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan

baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan

tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan

FK Al Azhar Mataram Page 19

Page 20: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya

jatuh.

2.7.2 Diabetes Melitus pada lansia

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi

defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa

darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan

sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya

sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner

dan Suddarth, 2002).

Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial

yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009).

Patofisiologi

Pada populasi orang tua terjadi perubahan-perubahan terkait

bertambahnya usia, sepertiregulasi-regulasi terkait genetik, kebiasaan, dan

pengaruh lingkungan yang berkontribusi padamunculnya diabetes mellitus.

Pada pembahasan patofisologi ini, Kami akan fokuskan pada DMtipe 2,

dimana terutama terkait dengan perubahan-perubahan pada tubuh terkait usia.

Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang mana pada usia lanjut

disebabkan oleh 3 faktor yaitu, yaitu:

1. Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot

dan peningkatan jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan

menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin.

FK Al Azhar Mataram Page 20

Page 21: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

2. Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah

reseptor insulin.

3. Perubahan neuro-hormonal khususnya insulin-like growth factor-1

(IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada

usia lanjut yang mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena

menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta turunnyaaksi insulin.

(Rochmah, 2009)

Etiologi

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena

mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan

penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi

terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara

umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:

Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,

penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga

insulin tidak berfungsi dengan baik).

Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,

minum alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress

juga dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus. Selain itu

perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi

tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari

bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang

air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang

mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya

karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses

penuaan itu sendiri.

FK Al Azhar Mataram Page 21

Page 22: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Klasifikasi

Diabetes melitus tipe I:

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

baik melalui proses imunologik maupun idiopatik.

Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:

Mudah terjadi ketoasidosis

Pengobatan harus dengan insulin

Onset akut

Biasanya kurus

Biasanya terjadi pada umur yang masih muda

Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4

Didapatkan antibodi sel islet

10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

Diabetes melitus tipe II bervariasi mulai yang predominan

resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan

gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

Karakteristik DM tipe II:

Sukar terjadi ketoasidosis

Pengobatan tidak harus dengan insulin

Onset lambat

Gemuk atau tidak gemuk

Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun

Tidak berhubungan dengan HLA

Tidak ada antibodi sel islet

30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

± 100% kembar identik terkena

FK Al Azhar Mataram Page 22

Page 23: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Manifestasi Klinis

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada

lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda

disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia

disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada

pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat

terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada

stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan

akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,

sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus

dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya

gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta

kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh

dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang

sering ditemukan adalah :

Katarak

Glaukoma

Retinopati

Gatal seluruh badan

Pruritus Vulvae

Infeksi bakteri kulit

Infeksi jamur di kulit

Dermatopati

Neuropati perifer

Neuropati viseral

Amiotropi

Ulkus Neurotropik

FK Al Azhar Mataram Page 23

Page 24: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Penyakit ginjal

Penyakit pembuluh darah perifer

Penyakit koroner

Penyakit pembuluh darah otak

Hipertensi

Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi

komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe

diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

a. Diet

Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15%

Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah

diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah

arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.

b. Latihan

Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.

Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa

klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran.

Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup

dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil.

Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan

permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM,

olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan

mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan

emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat

badan.

FK Al Azhar Mataram Page 24

Page 25: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

c. Pemantauan

Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu

diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus

dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan

resiko DM pada lansia.

d. Terapi (jika diperlukan)

Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan

dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga

dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam

parameter yang  telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit

yang membahayakan.

e. Pendidikan

         Diet yang harus dikomsumsi

         Latihan

         Penggunaan insulin

Pemeriksaan Diagnostik

a. Glukosa darah sewaktu

b. Kadar glukosa darah puasa

c. Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan:

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

FK Al Azhar Mataram Page 25

Page 26: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis.

Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes

ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma

(HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic,

nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.

1. Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin

yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan

tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA

dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)

2. Retinopati diabetic

Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada

pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat

berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini

adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah

tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan

perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina

atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.

3. Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah

glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang

disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular

dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom

Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.

FK Al Azhar Mataram Page 26

Page 27: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

4. Neuropati

Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati

diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan

autonomic.

5. Displidemia

Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.

6. Hipertensi

Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan

penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien

dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.

Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa

memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.

7. Kaki diabetic

Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu

neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan.

Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial

untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat

mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan

sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.

8. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di

bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin

atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien

sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

FK Al Azhar Mataram Page 27

Page 28: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

BAB III

KESIMPULAN

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat

kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih

rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.

Salah satu masalah utama seorang lansia sering mudah jatuhdisebabkan faktor intrinsik:

gangguan gaya berjalan, kelemahan otot-ototkaki, kekakuan sendi, sinkop/ hilang kesadaran

sejenak dan dizziness ataugoyang, atau faktor ekstrinsik yang menjadi penyebabnya: lantai yang

licindan tidak rata, tersandung benda-benda, cahaya kurang terang sehingga terganggu

penglihatannya, dan sebagainya.

FK Al Azhar Mataram Page 28

Page 29: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo-Boedhi.2004.Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). FKUI : Jakarta

Lansia Sering Tiba-tiba Roboh from : http://www.republika.co.id

Mekanisme Keseimbangan Postural Pada Lansia from : http://www.rumahweb.com

Guyton dan Hall, 2006, Medical Physiology 11th Edition, Elsevier, Philadelphia.

Kasper, Dennis L., dkk, 2005, Harrison’s Principle of Interna Medicine 16th Edition,Mc-Graw

Hill New York.

Lüllmann, Heinz dkk, 2000, Color Atlas of Pharmacology,. Thieme, New York.

Martono, Hadi, dkk, 2009, Buku Ajar GERIATRI (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Balai Penerbit ,

Jakarta

Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit Edisi 6 Volume 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sherwood, Lauralee., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Sudoyo, Aru, dkk, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V, Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam, Jakarta.

FK Al Azhar Mataram Page 29

Page 30: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 30

Page 31: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 31

Page 32: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 32

Page 33: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 33

Page 34: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 34

Page 35: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 35

Page 36: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 36

Page 37: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 37

Page 38: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 38

Page 39: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 39

Page 40: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 40

Page 41: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 41

Page 42: sgd 2

LBM II : jatuh dan gangguan berjalan Kelompok II

FK Al Azhar Mataram Page 42