seri lembar informasi memastikan pengendalian

15

Upload: others

Post on 06-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN
Page 2: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

Seri Lembar Informasi | Pencemaran Udara | September 2018 #2

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARAOleh: Margaretha Quina, Annisa Erou

ICEL

Page 3: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

3Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id

Sektor energi, terutama PLTU Batubara (PLTU-B), merupakan salah satu sektor yang cukup signifikan dalam pengendalian pencemaran udara. PLTU-B yang sekarang beroperasi diperkirakan menyebabkan 6.500 kematian dini setiap tahunnya di Indonesia.1 Dengan tambahan kapasitas

21.000 MW PLTU-B baru yang akan dibangun, angka kematian dini diperkirakan turut melonjak menjadi sekitar 15.700 jiwa/tahun. Biaya kesehatan yang akan timbul mencapai Rp 351 triliun untuk setiap tahun operasinya.2

Figur terbesar terdiri dari masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU-B. Hal ini menunjukkan masalah ketidakadilan lingkungan yang kental: sekelompok orang harus menanggung beban pencemaran lingkungan yang jauh lebih besar sebagai konsekuensi pasokan energi untuk publik (termasuk industri) secara luas.

Masyarakat, akademisi dan pemerhati lingkungan dapat berkontribusi dalam memastikan pengendalian pencemaran udara sebaik mungkin dari PLTU-B ini. Sebagaimana dijelaskan dalam seri sebelumnya, “Mengenal Kerangka Pengaturan Pencemaran Udara di Indonesia,” Indonesia telah memiliki kerangka dasar pengendalian pencemaran udara. Kerangka dasar ini, walaupun sederhana, telah memberikan ruang interpretasi yang cukup bagi pemerintah untuk menerjemahkan dalam peraturan pelaksana yang lebih progresif dan ketat. Dalam hal ini, terdapat instrumen atur dan awasi (command and control) yang telah berlaku bagi PLTU Batubara, yaitu:

1. AMDAL dan UKL-UPL;

2. Perizinan;

3. Peraturan perundang-undangan terkait; dan

4. Pengawasan.

1 Estimasi yang dilakukan Universitas Harvard menunjukkan penyebab utama dari kematian dini ini termasuk stroke (2.700), penyakit jantung iskemik, kanker paru-paru (300), penyakit paru obstruktif kronik (400), serta penyakit pernafasan dan kardiovaskular lainnya (800). Lih: Greenpeace Indonesia (2015) The True Cost of Coal.

2 Greenpeace Indonesia (2015) The True Cost of Coal.

Dengan tambahan kapasitas 21.000 MW PLTU-B baru yang akan dibangun, angka

kematian dini diperkirakan turut melonjak menjadi sekitar 15.700 jiwa/tahun.

Page 4: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

4

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

Seri Lembar Informasi | Pencemaran Udara Oktober 2018 #2

Untuk PLTU-B yang telah beroperasi, memanfaatkan tiga instrumen ini agar dipatuhi sebaik-baiknya merupakan salah satu cara untuk memastikan ketaatan penuh, bahkan lebih dari taat, dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Instrumen 1: AMDAL dan UKL-UPL

Kewajiban hukum PLTU-B dalam pengendalian pencemaran udara secara detail, proyek per proyek, dapat ditemui dalam dokumen lingkungan hidup. Dalam hal ini, terdapat dua kemungkinan: pada AMDAL3 (khususnya bagian Rencana Pemantauan Dampak dan Rencana Pengelolaan Dampak) atau UKL-UPL.4 Baik AMDAL maupun UKL-UPL merupakan studi mengenai dampak lingkungan yang akan ditimbulkan usaha dan/atau kegiatan, serta pengelolaan lingkungan yang dilakukan. Bedanya,

pada AMDAL, kajian lebih komprehensif dan memperhitungkan rona awal lingkungan hidup (baseline condition) dalam memprakirakan dampak.

PLTU-B merupakan salah satu usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL apabila:

1. Kapasitasnya > 100 MW (dalam satu lokasi)5

2. Dilakukan di dalam kawasan lindung;6 atau

3. Berbatasan dengan kawasan lindung7

PLTU-B dengan kapasitas di bawah 100 MW memang tidak perlu membuat AMDAL, namun wajib memiliki UKL-UPL.

Bagian yang relevan untuk mengetahui kewajiban usaha dan/atau kegiatan dalam kedua dokumen ini sama, yaitu pada “Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan” (RKL-RPL).8 Inilah acuan utama untuk menentukan apa saja kewajiban hukum yang telah diberikan bagi PLTU-B, serta apakah kewajiban tersebut telah dipatuhi atau dilanggar.

Selebihnya mengenai RKL-RPL dalam konteks pengendalian pencemaran udara PLTU-B akan dijelaskan di Lampiran 1: “Bagaimana RKL-RPL Berfungsi dalam Pengawasan Ketaatan PLTU-B?”

3 AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

4 UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

5 Permen LH No. 5 Tahun 2012 tentang Kegiatan Wajib AMDAL.6 Pasal 3 ayat (1) Permen No. 5 Tahun 2012. Kawasan lindung yang dimaksud merujuk pada Lampiran III Permen No. 5 Tahun 2012.7 Ibid.8 Yang dimaksud dengan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan

hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Lihat: PP No. 27 Tahun 2012.

Page 5: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

5Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id

Instrumen 2: Izin Lingkungan

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL merupakan subjek yang juga wajib izin lingkungan. Izin lingkungan merupakan prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dalam izin lingkungan, pada umumnya terdapat kewajiban hukum yang dibebankan kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk mematuhi RKL-RPL, ANDAL dan KA-ANDAL yang telah disetujui. Izin lingkungan berlaku sepanjang

usaha dan/atau kegiatan berlangsung, yaitu 30 tahun untuk PLTU-B.9 Kecuali, jika mengalami perubahan kondisi-kondisi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 dan 51 PP No. 27 Tahun 2012, dimana izin lingkungan wajib diubah.10

Apabila ditemukan ketidaktaatan terhadap izin lingkungan, maka terdapat konsekuensi berupa sanksi administrasi, yang dapat diberikan secara berjenjang atau kumulatif, berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin.11 Apabila ketidaktaatan tersebut sampai menyebabkan pencemaran pada udara ambien, maka konsekuensinya tidak hanya sanksi administrasi, melainkan juga sanksi pidana.12

Selain itu, izin lingkungan juga dapat dibatalkan oleh pemberi izin apabila kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen AMDAL atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.13 Mekanisme pembatalan ini sebagaimana diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan.14

Instrumen 3: Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan Lain

Selain AMDAL, UKL-UPL dan Izin Lingkungan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan juga dibebani kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya, sekalipun tidak diatur atau ditegaskan dalam RKL-RPL, kewajiban-kewajiban ini tetap berlaku.

Terdapat 2 (dua) peraturan utama di bidang pengendalian pencemaran udara yang membebankan kewajiban bagi penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dalam hal pengendalian pencemaran udara di luar yang ditentukan AMDAL atau UKL-UPL:

1. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999

PP No. 41 Tahun 1999 membebankan kewajiban secara umum, tidak hanya bagi penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan, namun juga bagi pemerintah. Kewajiban utama penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang secara khusus disebutkan dalam PP No. 41 Tahun 1999 antara lain: mematuhi baku mutu emisi yang sesuai peraturan perundang-undangan (kecuali ditentukan lain dalam

9 Sesuai dengan jangka waktu berlaku Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, yaitu 30 (tiga puluh) tahun.10 Lihat Pasal 50 dan 51 PP No. 27 Tahun 2018.11 Pasal 76 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009.12 Pasal 98 dan 99 UU No. 32 Tahun 2009.13 Pasal 37 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2009.14 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Adminsitrasi Pemerintahan.

Page 6: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

6

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

Seri Lembar Informasi | Pencemaran Udara Oktober 2018 #2

AMDAL), menaati ketentuan baku mutu udara ambien, menaati persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak, melakukan kewajiban-kewajiban terkait pengawasan, dan menyampaikan laporan.

Secara detail, rekapitulasi kewajiban penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sumber tidak bergerak, termasuk PLTU-B, dapat dilihat dalam Lampiran 2: “Kewajiban Penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999.“

2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2012

PermenLH No. 21 Tahun 2012 menentukan baku mutu emisi yang harus dipatuhi oleh PLT Termal, termasuk PLTU-B. Baku mutu emisi untuk PLTU-B ditentukan dalam 2 (dua) kategori berdasarkan umur pembangkit: (a) Lampiran A untuk PLTU yang beroperasi sebelum ditetapkannya PermenLH tersebut; (b) Lampiran B untuk PLTU yang beroperasi pasca ditetapkannya PermenLH tersebut. Selain itu, terdapat ketentuan peralihan bagi pembangkit yang perencanaannya disusun sebelum ditetapkannya Permen No. 21 Tahun 2008 namun beroperasi setelahnya. Nilai BME PLTU-B dapat dilihat pada Lampiran 4: “Baku Mutu Emisi PLTU Batubara berdasarkan Lampiran A & B PermenLH 21/2008.”

Selain baku mutu emisi, PermenLH No. 21 Tahun 2008 juga membebankan beberapa kewajiban teknis seperti pemantauan dengan CEMS, pengukuran, penghitungan beban emisi, dan lain-lain. Secara detail, rekapitulasi kewajiban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam PermenLH No. 21 Tahun 2008 dapat dilihat dalam Lampiran 3: “Kewajiban Penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan Berdasarkan PermenLH No. 12 Tahun 2008.”

Instrumen 4: Pengawasan

Segala kewajiban penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang tertuang dalam Izin Lingkungan serta peraturan perundang-undangan seharusnya diawasi oleh pemberi izin. Pengawasan rutin oleh pemerintah seharusnya dilakukan lewat 2 (dua) lapisan:

1. Pengawasan atas laporan swapantau yang diserahkan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan RKL-RPL nya;

2. Pengawasan langsung, baik rutin (terjadwal) maupun insidental (tidak terjadwal / mendadak) berdasarkan pengaduan.

Namun, dalam hal pengawas tidak cukup baik secara kuantitas maupun kualitas, pengaduan memainkan peranan penting dalam memastikan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran udara PLTU-B oleh komunitas yang ditindaklanjuti dengan pelaporan ketidaktaatan (pelanggaran administratif) ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau Dinas Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten/Kota atau Provinsi) dapat dilakukan. Dalam hal ini, masyarakat dapat merujuk kembali ke Lampiran 1 untuk memastikan pokok pengaduan yang relevan, komitmen yang perlu diperiksa, serta instansi yang berwenang.

Page 7: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

7Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id

LAMPIRAN

Memastikan Pemenuhan Kewajiban Pengendalian Pencemaran Udara

STB: PLTU Batubara

Page 8: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

8

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

Seri Lembar Informasi | Pencemaran Udara Oktober 2018 #2

LAMPIRAN 1

Bagaimana RKL-RPL berfungsi dalam pengawasan ketaatan PLTU-B?

Izin lingkungan seharusnya memiliki diktum yang menyatakan bahwa penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib mematuhi rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL) dan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, akan dijabarkan masing-masing instrumen dalam hubungannya dengan pengendalian pencemaran udara dan PLTU Batubara.

#1 Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL)

RKL-RPL biasanya berupa 2 (dua) matriks terpisah. Berikut akan dijabarkan isi dari masing-masing matriks berikut relevansinya dalam pengawasan.

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) berisi:

No. Elemen dalam matriks RKL Hal yang perlu diperhatikan terkait udara Relevansi dalam

pengawasan

1.

Dampak lingkungan (dampak penting dan dampak lingkungan hidup lainnya)

Kata kunci yang relevan: □ Penurunan kualitas udara ambien

Pastikan untuk menyisir semua dampak ini baik pada tahap konstruksi, operasi dan pasca-operasi. Untuk pasca-operasi, penurunan kualitas udara ambien mungkin terjadi dari penimbunan abu batubara jika sistemnya terbuka.

□ Gangguan kesehatan masyarakat atau perubahan pola penyakitDampak ini relevan pada tahap konstruksi (sekalipun pada tahap ini mungkin dibahasakan “gangguan kenyamanan”), namun yang paling penting adalah tahap operasi. Dalam pasca operasi juga mungkin terjadi terkait penimbunan abu.

□ Gangguan pada faunaSalah satu dampak turunan dari penurunan kualitas udara ambien adalah gangguan pada fauna liar. Mungkin ditemukan, namun tidak selalu. Dapat diperiksa pada tahap konstruksi dan operasi.

Merupakan dampak yang harus dipantau dalam pengawasan. Ini juga menjadi basis dalam pengaduan untuk membantu mengidentifikasi alasan pengaduan. Namun, perlu diingat bahwa pengaduan tidak mensyaratkan telah terjadinya dampak.

2.

Sumber dampak (dampak penting dan dampak lingkungan hidup lainnya)

Sumber dampak yang relevan: □ Tahap operasional

Dampak penurunan kualitas udara dari cerobong (pembakaran batubara) merupakan sumber dampak yang paling penting, dengan parameter PM 2,5 yang berbahaya bagi kesehatan.Selain itu, bongkar muat batubara juga merupakan sumber dampak yang cukup disadari masyarakat, dengan parameter PM 10 yang lebih mengganggu (karena ukurannya lebih besar) namun tingkat kebahayaannya lebih rendah dari PM 2,5.

Membantu investigasi hubungan sebab akibat antara dampak yang dirasakan dengan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (PLTU-B) yang dicurigai.

Page 9: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

9Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id

□ Tahap konstruksiPada tahap ini sebetulnya telah ada beberapa dampak penurunan kualitas udara, misal: dari mobilisasi alat berat / material, serta gangguan lalu lintas udara dari pembangunan cerobong.

□ Tahap pasca-operasiSumber dampak yang penting diperhatikan adalah tempat penyimpanan abu batubara, terlebih apabila terdapat penimbunan akhir.

3.

Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup

Indikator keberhasilan seharusnya dibuat sedetail mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dampak penurunan kualitas udara:

□ Dalam kaitannya dengan udara, seharusnya menyebutkan baku mutu yang berlaku, mencakup:(1) Baku mutu emisi(2) Baku mutu udara ambienDalam menentukan baku mutu yang berlaku, dapat merujuk baku mutu nasional (emisi: PermenLH No. 21 Tahun 2008; ambient: Lampiran PP No. 41 Tahun 1999) atau daerah (biasanya berbentuk Perda / Peraturan Kepala Daerah, terkadang keputusan kepala daerah). Baku mutu daerah tidak boleh lebih longgar dari baku mutu nasional.

□ Dalam konteks udara, indikator keberhasilan sebaiknya detail untuk setiap parameter udara (PM 2,5; PM 10; SOx; NOx; dan sebaiknya mencakup merkuri)

Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pengelolaan dampak kesehatan masyarakat:

□ Indikator pengelolaan seharusnya merespon semua jenis penyakit yang terkait penurunan kualitas udara

□ Biasanya, ukuran yang digunakan sangat rendah, yaitu sebatas ISPA. Padahal terdapat dampak kesehatan lain yang relevan seperti kematian dini, stroke, jantung koroner, penyakit paru obstruktif kronis, dll.

□ Indikator dampak kesehatan dari deposisi logam berat atau abu batubara (yang merupakan limbah B3) biasanya tidak direspon.

Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup seharusnya menjadi indikator taat atau tidak taatnya penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan. Oleh karena itu, ini dapat menjadi basis bagi masyarakat dalam investigasi dan pengawasan mandiri pra-pengaduan, maupun dalam mengawal hasil pengaduan.

Salah satu hal yang dapat diminta kepada instansi lingkungan hidup terkait adalah melengkapi indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup yang belum terakomodir dalam RKL-RPL.

4.Bentuk pengelolaan lingkungan hidup

Dalam konteks pengendalian pencemaran udara, bentuk pengelolaan lingkungan hidup sangat penting. Pilihan bentuk pengelolaan tidak terbatas pada (a) pendekatan teknologi, namun juga: (b) pendekatan sosial ekonomi; (c) pendekatan institusi. Seharusnya ketiga pendekatan ini dapat dikombinasikan.

Untuk cerobong (pengendalian emisi yang bersumber dari pembakaran batubara):

Persyaratan minimum cerobong perlu diperhatikan, apakah telah sesuai dengan Kepka Bapedal no. 205/1996

Perlu diperhatikan apa teknologi pengendalian pencemaran udara yang dijanjikan dalam RKL. Pilihan teknologi pencemar udara terkait dengan masing-masing parameter, sbb:SOx – FGD (flue gas desulfurization)NOx – SCNR atau low NOx burnerPM (total partikulat) – bag filter dan/atau ESP/EP

Biasanya merupakan komitmen yang diperiksa pemenuhannya dalam pengawasan. Asumsinya, apabila seluruh kewajiban ini telah dilakukan dengan baik, maka dampak negatif dapat dikendalikan.

Page 10: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

10

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

Seri Lembar Informasi | Pencemaran Udara Oktober 2018 #2

Untuk penimbunan dan pembongkaran batubara, beberapa opsi pendekatan teknologi yang mungkin ada:

□ Penimbunan batubara di tempat tertutupKemungkinan opsi yang ada adalah menggunakan shelter atau menggunakan paranet yang lebih tinggi dari timbunan

□ Pembuatan sabuk hijau (greenbelt) □ Penyiraman batubara secara berkala □ Pemindahan batubara menggunakan conveyor belt dengan

sistem tertutup

Untuk penimbunan abu sisa pembakaran batubara (penyebaran abu dari tempat penimbunan abu batubara), beberapa opsi pendekatan teknologi yang mungkin ada:

□ Menggunakan tempat penyimpanan abu tertutup (silo) untuk tempat penampungan sementara abu terbang

□ Memanfaatkan kembali abu batubara secara sendiri atau bekerja sama dengan pemegang izin pemanfaatan limbah B3

□ Pengangkutan abu terbang menggunakan truk kapsul (tertutup)

□ Penyiraman penimbunan abu secara periodik dengan air □ Pembuatan greenbelt untuk menahan penyebaran abu

Akan tetapi, dalam pemeriksaan lapangan seringkali ditemukan bahwa bentuk pengelolaan yang dijanjikan tidak dilakukan sepenuhnya. Misal, alat pengendali pencemaran udara ada, namun rusak / tidak bergungsi, atau sengaja tidak dioperasikan. Hal-hal ini dapat diobservasi dan didokumentasikan sebagai temuan untuk memperkuat pengaduan. Atau, jika diperlukan, mungkin akan berguna jika dilakukan tindakan hukum melalui jalur litigasi oleh pemerintah ataupun masyarakat.

5.Lokasi pengelolaan lingkungan hidup

Menentukan lokasi dimana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan, yang seharusnya memperhatikan sifat persebaran dampak yang dikelola. Dalam hal pencemar udara, seharusnya didasarkan pada permodelan masing-masing zat pencemar.

Membantu investigasi untuk menentukan dimana titik-titik yang perlu diperiksa.

6.Periode pengelolaan lingkungan hidup

Menunjukkan kapan (dalam kondisi apa) dan berapa lama kegiatan pengelolaan lingkungan dilaksanakan. Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan sepanjang waktu (mis: sepanjang waktu operasi), akan tetapi ada juga yang disyaratkan berbeda bergantung kondisi lingkungan (misal: perbedaan frekuensi pengelolaan pada musim kemarau dan musim hujan, atau pengelolaan yang harus dilakukan berdasarkan kecepatan angin)

Membantu investigasi untuk menentukan kapan / dalam kondisi apa observasi perlu dilakukan.

7.

Institusi pengelolaan lingkungan hidup (PLH)

Mencakup institusi pelaksana yang bertanggung jawab, termasuk:

□ Instansi pelaksana □ Instansi pengawas □ Instansi penerima laporan

Membantu pengaduan, untuk menentukan instansi mana yang berwenang menerima.

Page 11: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

11Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id

Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) berisi:

No. Elemen dalam matriks Hal yang perlu diperhatikan terkait pencemaran udara Relevansi

1.Dampak lingkungan yang dipantau

Mencakup: □ Jenis dampak yang timbul dan komponen lingkungan

yang terkena dampak – sama dengan RKL □ Indikator / parameter yang dipantau (misal: untuk

emisi, PM 2,5; PM 10; SOx dan NOx) □ Sumber dampak – sama dengan RKL

Sama dengan RKL. Jika ada dampak lingkungan yang tidak dipantau, dapat menjadi indikasi pelanggaran.

2.Bentuk pemantauan lingkungan hidup

Mencakup:a) Metode pengumpulan dan analisis data

□ Dalam konteks emisi, penting untuk melihat apakah pemantauan dilakukan secara manual atau dengan continuous emission monitoring system (CEMS)

□ Apakah metode merujuk peraturan atau standar (i.e. SNI) tertentu yang berlaku

□ Jika secara manual, apakah analisis laboratorium dilakukan oleh laboratorium lingkungan (terakreditasi dan teregistrasi)

□ Rentang waktu bagi parameter yang dipantau (misal: merujuk ke pengukuran tahunan, 24 jam atau 8 jam, dll)

b) Lokasi pantau □ Dalam konteks udara ambien, penting untuk melihat

apakah dipantau di titik-titik yang (a) diprediksi mengalami penurunan kualitas udara terburuk; dan/atau (b) pusat keramaian

□ Apakah lokasi pantau sampai level kedetailan koordinat

c) Waktu dan frekuensi □ Jika dilakukan secara manual, perlu melihat berapa

frekuensi pengambilan sampel, dan dalam kondisi apa □ Jika dilakukan dengan CEMS, perlu melihat bagaimana

koneksinya dengan sistem DLH/KLHK, dan jika tidak terkoneksi, bagaimana pelaporannya

Ketiga hal di atas perlu diperhatikan secara rinci.

Merupakan kunci dari pemantauan lingkungan hidup. Bentuk pemantauan lingkungan hidup menentukan secara detail bagaimana pemantauan dilakukan. Hal ini berdampak pada valid/tidaknya hasil pemantauan. Dalam melakukan pengawasan, instansi lingkungan hidup juga harus mematuhi hal ini. Begitu juga jika masyarakat ingin mengambil sampel / melakukan pengawasan secara mandiri, perlu memperhatikan hal-hal berikut (dengan asumsi penentuan metode, lokasi pantau, dan waktu dan frekuensi cukup sahih). Kegagalan melakukan pemantauan sesuai ketentuan merupakan indikasi ketidaktaatan.

3.Institusi pemantauan lingkungan hidup

Mencakup: □ Pelaksana, biasanya penanggungjawab usaha dan/atau

kegiatan □ Pengawas □ Penerima laporan

Relevan untuk mengetahui di mana dapat mengakses data-data sekunder yang dapat menjadi lapis pertama pemeriksaan ketaatan.

Page 12: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

12

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

Seri Lembar Informasi | Pencemaran Udara Oktober 2018 #2

LAMPIRAN 2

Kewajiban penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang secara khusus disebutkan dalam PP No. 41 Tahun 1999 mencakup:

a. Mematuhi ketentuan baku mutu emisi untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran udara akibat dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatannya1

b. Melakukan upaya penanggulangan dan pemulihan, jika menyebabkan terjadinya pencemaran udara2

c. Menaati ketentuan baku mutu udara ambien3

d. Menaati persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak4

e. Dalam konteks pengawasan:5

i. Mengizinkan pengawas memasuki lingkungan kerjanya dan membantu terlaksananya tugas pengawasan tersebut;

ii. Memberikan keterangan dengan benar baik secara lisan maupun tertulis apabila hal itu diminta pengawas;

iii. Memberikan dokumen dan/atau data yang diperlukan oleh pengawas;iv. Mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan contoh udara emisi dan/atau

contoh udara ambien dan/atau lainnya yang diperlukan pengawas; danv. Mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan gambar dan/atau melakukan

pemotretan di lokasi kerjanya.

f. Menyampaikan laporan hasil pemantauan pengendalian pencemaran udara yang telah dilakukan kepada instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya.6

g. Menanggung biaya yang timbul sebagai akibat dari upaya pengendalian pencemaran udara;7 h. Mengganti kerugian akibat pencemaran udara, baik untuk penanggulangan maupun

pemulihan, dalam hal usaha dan/atau kegiatannya megnakibatkan terjadinya pencemaran udara ambien.8

1 Pasal 24 ayat (1) PP No. 41 Tahun 19992 Pasal 25 ayat (1) PP No. 41 Tahun 19993 Pasal 30 ayat (1) PP No. 41 Tahun 19994 Pasal 30 ayat (2) PP No. 41 Tahun 19995 Pasal 48 PP No. 41 Tahun 19996 Pasal 50 PP No. 41 Tahun 19997 Pasal 52 PP No. 41 Tahun 19998 Pasal 54 PP No. 41 Tahun 1999

Kewajiban Hukum Penanggung Jawab Usaha dan/atau Kegiatan Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999

Page 13: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

13Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id

LAMPIRAN 3

Kewajiban Hukum Penanggung Jawab Usaha dan/atau Kegiatan Berdasarkan Permen No. 21 Tahun 2008

PermenLH 21/2008 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Tenaga Listrik Termal, dalam Pasal 9, menyatakan PLTU-B memiliki kewajiban:

a. Membuang emisi gas melalui cerobong yang dilengkapi dengan sarana pendukung pengambilan sampel dan alat pengaman sesuai peraturan perundang-undangan (merujuk pada ketentuan persyaratan cerobong dalam Kepka Bapedal No. 205/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak);

b. Melakukan pengelolaan emisi sehingga mutu emisi yang dibuang ke udara tidak melampaui baku mutu emisi yang telah ditetapkan;

c. Memasang alat CEMS pada cerobong dengan beban pencemaran tertinggi, yang dihitung pada tahap awal perencanaan pemasangan, dan beroperasi secara terus-menerus, untuk pembangkit berbahan bakar fosil dengan kapasitas di atas 25 MW yang dibangun sebelum diberlakukannya PermenLH 21/2008;

d. Memasang alat CEMS pada pembangkit berbahan bakar fosil dengan kapasitas di atas 25 MW atau kapasitas kurang dari 25 MW dengan kandungan sulfur dalam bahan bakar lebih dari 2% dan beroperasi secara terus-menerus yang dibangun sesudah diberlakukannya PermenLH 21/2008;

e. Mengukur parameter SO2, NOx, Opasitas, O2, CO dan laju alir serta menghitung CO2 dan total partikulat bagi pengukuran emisi dengan CEMS;

f. Melakukan pengukuran parameter SO2, NOx, total partikulat, opasitas, laju alir dan O2 secara manual bagi cerobong lainnya yang tidak dipasang CEMS oleh laboratorium terakreditasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan;

g. Menghitung beban emisi parameter SO2, NOx, total partikulat dan CO2 setiap satuan produksi listrik yang dihasilkan dan melaporkannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;

h. Melaporkan hasil pemantauan dan pengukuran sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII PermenLH 21/2008 setiap 6 (enam) bulan sekali untuk pengukuran secara manual kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri;

i. Melaporkan hasil pemantauan dan pengukuran sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII PermenLH 21/2008 setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk pengukuran CEMS kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri

j. Memiliki sistem jaminan mutu (Quality Assurance) dan pengendalian mutu (Quality Control) untuk pengoperasian CEMS dan perhitungan beban emisi parameter SO2, NOx, total partikulat dan CO2;

k. Melaporkan terjadinya kondisi tidak normal atau darurat dalam jangka waktu paling lama 7 x 24 jam kepada Menteri dan instansi teknis terkait;

l. Menangani kondisi tidak normal atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada huruf k dengan menjalankan prosedur penanganan yang telah ditetapkan, sehingga tidak membahayakan

Page 14: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

14

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

Seri Lembar Informasi | Pencemaran Udara Oktober 2018 #2

keselamatan dan kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

Terhadap kewajiban-kewajiban tersebut, PLTU-B harus menaatinya supaya pengendalian pencemaran udara dapat dilaksanakan dengan baik1. Bila kemudian dilakukan pengawasan dan diketahui bahwa PLTU-B tidak menaati kewajiban-kewajiban tersebut, maka komunitas juga dapat melaporkan ketidaktaatan tersebut kepada Badan Lingkungan Hidup yang berwenang (kab/kota atau provinsi) dan/atau KLHK.

1 Dalam seri sebelumnya, telah disampaikan bahwa pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan maupun penanggulangan dan pemulihan. Ketaatan PLTU-B terhadap Baku Mutu Emisi (BME) merupakan bagian dari pencegahan agar pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan.

Page 15: Seri Lembar Informasi MEMASTIKAN PENGENDALIAN

15Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id

LAMPIRAN 4

ParameterKadar maksimum (mg/Nm3)

Lampiran A Lampiran B

Sulfur Dioksida (SO2) 750 750

Nitrogen Oksida (NOx) dinyatakan sebagai NO2 850 750

Total Partikulat 150 100

Opasitas 20% 20%

Catatan:

1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (250C dan tekanan 1 atmosfer).

2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan.

3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 7% untuk bahan bakar batubara dalam keadaan kering kecuali opasitas.

4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan (dalam lampiran B ditambahkan frasa: “bagi yang menggunakan CEMS”).

Baku Mutu Emisi PLTU Batubara berdasarkan Lampiran A & B PermenLH 21/2008