sensitivitas monyet pemakan daun terhadap ... · pada reseptor perasa di mamalia diperantarai oleh...
TRANSCRIPT
SENSITIVITAS MONYET PEMAKAN DAUN TERHADAP
PHENYLTHIOCARBAMIDE (PTC)
ERNI ANGGRAENI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sensitivitas Monyet
Pemakan Daun terhadap Phenylthiocarbamide (PTC) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2017
Erni Angraeni
NIM G34120113
ABSTRAK
ERNI ANGGRAENI. Sensitivitas Monyet Pemakan Daun terhadap
Phenylthiocarbamide (PTC). Dibimbing oleh KANTHI ARUM WIDAYATI dan
BAMBANG SURYOBROTO.
Mamalia dapat membedakan dan memiliki persepsi terhadap rasa manis,
pahit, asam, asin dan umami. Gen T1R menyandikan reseptor untuk mendeteksi
rasa manis dan umami. Gen T2R mengkodekan reseptor untuk mendeteksi rasa
pahit. Reseptor rasa pahit membantu mamalia untuk menghindari menelan
makanan beracun. Gen T2R38 adalah anggota T2R yang mengkode reseptor untuk
PTC. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari tingkat sensitivitas monyet
pemakan daun terhadap PTC. Penelitian menggunakan konsentrasi PTC 2 mM, 4
mM, 6 mM, dan 8 mM. Subjek yang digunakan Presbytis femoralis,
Trachypithecus auratus, dan Trachypithecus cristatus. Penelitian dilakukan
dengan cara memberikan agar-agar tawar dan agar-agar PTC secara pseudo-
random. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh monyet pemakan daun
tidak menolak PTC pada konsentrasi 2 mM dan 4 mM. Hal ini mengindikasikan
bahwa monyet pemakan daun tidak merasakan PTC. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa individu T. cristatus menolak agar PTC pada konsentrasi 6
mM. Hal ini mengindikasikan bahwa T. cristatus merasakan PTC. Sedangkan P.
femoralis dan T. auratus menolak PTC pada konsentrasi 8 mM. Hal ini
menunjukkan sensitivitas T. cristatus terhadap PTC lebih tinggi dibandingkan P.
femoralis dan T. auratus.
Kata kunci: monyet pemakan daun, PTC, rasa pahit, sensitivitas, T2R38
ABSTRACT
ERNI ANGGRAENI. Sensitivity Leaf-Eating Monkeys to Phenylthiocarbamide
(PTC). Supervised by KANTHI ARUM WIDAYATI and BAMBANG
SURYOBROTO.
Mammals posses sweet, bitter, sour, salty and umami perception. The T1R
genes encode receptors that function to detect sweet and umami tastants. The T2R
gene encodes receptors to detect bitter tastants. Bitter taste receptors helps
mammals to avoid ingesting toxic food. T2R38 gene is a member of T2R family
that encodes receptor for the bitter PTC. The purpose of this research is sensitivity
levels on leaf-eating monkeys to PTC. This research used PTC concentration of 2
mM, 4 mM, 6 mM and 8 mM. Three species of leaf eating monkey Presbytis
femoralis Trachypithecus auratus, and Trachypithecus cristatus, were used in this
experiments. Research carried out by given a plain jelly and PTC jelly in pseudo-
random method. The results show that all the leaf-eating monkeys did not rejected
taste PTC in concentration of 2 mM and 4 mM, this imply that leaf-eating
monkeys did not taste the PTC. This research also show that individuals of T.
cristatus rejected PTC in concentration of 6 mM, this result imply that T. cristatus
taste the PTC. While P. femoralis and T. auratus rejected PTC in concentration 8
mM. This research shows sensitivity T. cristatus to PTC is higher that of P.
femoralis and T. auratus.
Keywords: leaf-eating monkey, PTC. Bitter taste, sensitivitas, T2R38
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
SENSITIVITAS MONYET PEMAKAN DAUN TERHADAP
PHENYLTHIOCARBAMIDE (PTC)
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
ERNI ANGGRAENI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juni 2016 ini ialah
sensitivitas monyet pemakan daun, dengan judul Sensitivitas Monyet Pemakan
Daun terhadap Phenylthiocarbamide (PTC).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Kanthi Arum Widayati, MSi dan
Dr Bambang Suryobroto selaku pembimbing atas arahan dan bimbingan kepada
penulis, serta Dr Ir Dorly, MSi selaku penguji yang telah banyak memberi saran.
Di samping itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Tini yang
telah membantu dalam kerja laboratorium, serta staf TU terutama Mas Endan
yang telah banyak membantu penulis dalam hal administrasi. Terima kasih kepada
perawat satwa di kandang primata Taman Margasatwa Ragunan (Pak Yadi, Pak
Ari, Pak Edi, dan Pak Beni) yang telah membantu dalam kerja lapangan. Selain
itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dadang dan Ibu
Syamsiah serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayang yang diberikan
kepada penulis. Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Kak Mita atas masukan
dan bantuan selama penulisan, dan keluarga ZooCorner untuk semangat dan
kebersamaannya. Terima kasih juga kepada teman penelitian (Warsih dan
Annisa), teman PS (Gina N dan M. Fadly Rahman), Iis Setiana, dan teman-teman
Biologi 49 yang telah membantu dan memberikan semangat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2017
Erni Anggraeni
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Bahan dan Alat 2
Prosedur Penelitian 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Hasil 3
Pembahasan 7
SIMPULAN DAN SARAN 8
Simpulan 8
Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 8
RIWAYAT HIDUP 10
DAFTAR TABEL
1 Jumlah frekuensi penerimaan agar-agar tawar dan agar-agar PTC yang
diberikan serta dimakan oleh seluruh subjek penelitian 6
DAFTAR GAMBAR
1 Frekuensi penerimaan agar-agar P. femoralis saat diberikan agar-agar tawar
(Baseline) dan beberapa konsentrasi PTC yang berbeda 4
2 Frekuensi penerimaan agar-agar T. auratus saat diberikan agar-agar tawar
(Baseline) dan beberapa konsentrasi PTC yang berbeda 4
3 Frekuensi penerimaan agar-agar T. cristatus saat diberikan agar-agar tawar
(Baseline) dan beberapa konsentrasi PTC yang berbeda 5
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mamalia dapat membedakan dan memiliki persepsi terhadap rasa manis,
asam, asin, pahit, dan umami. Rasa manis berfungsi mendeteksi gula, rasa asam
mendeteksi asam, rasa asin mendeteksi kadar ion, rasa pahit untuk menghindari
racun, dan rasa umami mendeteksi nutrisi (Wooding et al 2006). Tranduksi sinyal
pada reseptor perasa di mamalia diperantarai oleh adanya T2R (G protein-coupled
receptor) (Chandrasekar et al. 2000). Mereka dikodekan oleh kelompok multigene
reseptor tipe 1 (TAS1R atau T1R) dan tipe 2 (T2R). Gen T1R menyandikan
reseptor yang berfungsi untuk mendeteksi rasa manis dan umami, gen T2R
mengkodekan reseptor untuk mendeteksi rasa pahit (Nei et al. 2008). Reseptor
rasa pahit membantu mamalia untuk menghindari menelan makanan beracun yang
biasanya memiliki rasa pahit. Gen T2R38 adalah anggota T2R yang mengkode
reseptor T2R38 untuk rasa pahit phenylthiocarbamide (PTC). PTC merupakan
molekul yang sering digunakan untuk menguji sensitivitas manusia dan primata
terhadap rasa pahit (Bufe et al. 2005, Imai et al. 2012).
Suzuki et al. (2010) melakukan penelitian perilaku dan molekuler terhadap
reseptor rasa pahit PTC pada Macaca fuscata. Beberapa individu M. fuscata
ditemukan tidak merasakan PTC (PTC-non taster), uniknya individu-individu
tersebut berasal dari satu daerah bernama Kii di Jepang. Penelitian tersebut
memperlihatkan hubungan yang erat antara variasi rasa pahit dengan diversifikasi
ekologi dan geografi tempat primata itu tinggal. Hal ini menunjukkan bahwa
T2R38 berkontribusi secara langsung dalam interaksi antara primata dan sumber
makanan mereka.
Proporsi PTC-taster dan PTC-non taster pada manusia dan beberapa
primata berbeda-beda. Pada manusia 70% adalah PTC-taster dan 30% adalah PTC
non-taster (Kim et al 2005), sedangkan pada spesies primata lain seperti pada
genus Hylobates, 50% adalah PTC-taster, dan 50% adalah PTC non-taster. Genus
Pongo menunjukkan proporsi PTC-taster yang sangat rendah yaitu 5% sedangkan
95% nya adalah PTC non-taster. Proporsi PTC-taster dan PTC non-taster pada
Pan dan Gorilla hampir sama seperti ditemukan pada manusia (Chiarelli 1963).
Namun belum ada penelitian mengenai tingkat sensitivitas PTC pada monyet
pemakan daun. Monyet dari subfamili Colobine unik di antara primata lainnya,
karena sebagian besar dari mereka adalah pemakan daun. Sebagian besar daun
memberikan rasa pahit bagi manusia.
Colobine dibagi menjadi tujuh genus, yaitu Semnopithecus,
Trachypithecus, Presbytis, Rhinopithecus, Pygathrix, Nasalis, dan Siamis
(Brandon-Jones et al. 2004). Pengetahuan mengenai reseptor rasa pahit sangat
penting untuk mengisi kekosongan ilmu pengetahuan.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari tingkat sensitivitas monyet pemakan
daun terhadap PTC.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Juni 2016.
Pengamatan perilaku dilakukan di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Analisis
data dilakukan di Divisi Fungsi dan Perilaku Hewan (FPH), Departemen Biologi
FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu agar-agar
swallow, air mineral, PTC (Sigma-Aldrich), alat tulis, pengukur waktu (jam),
kotak agar, neraca, dan gelas ukur.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan mengacu pada metode Suzuki et al. (2010),
dengan menggunakan konsentrasi PTC 2 mM, 4 mM, 6 mM, dan 8 mM.
Berdasarkan percobaan PTC di manusia, manusia akan memuntahkan makanan
jika dia merasakan rasa pahit dari PTC. Pada penelitian ini monyet juga akan
dianggap merasakan PTC, jika dia memuntahkan makanan yang mengandung
PTC.
Subjek. Subjek yang digunakan berjumlah delapan individu dari tiga jenis
monyet pemakan daun. Masing-masing individu tersebut berumur dewasa, terdiri
dari satu individu lutung kokah betina (P. femoralis (F)), dua individu lutung jawa
jantan (A1,A3), tiga individu lutung jawa betina (T. auratus (A2,A4,A5), satu
individu lutung perak jantan, dan satu individu lutung perak betina (T. cristatus
(C1,C2)).
Persiapan Agar-Agar. Agar-agar tawar (baseline) dibuat dengan mencampurkan
7 gram agar-agar swallow dan 900 ml air mineral, dimasak hingga mendidih.
Setelah padat, agar-agar tawar dipotong dengan ukuran 2cm x 1cm x 1cm. Agar-
agar yang telah dipotong disimpan dalam kotak diberi label Baseline. Pembuatan
agar-agar PTC dilakukan dengan penambahan PTC ke larutan agar-agar.
Konsentrasi PTC yang digunakan yaitu 2 mM, 4 mM, 6 mM, dan 8 mM. PTC
ditimbang, dicampurkan dengan 7 gram agar-agar, dan 900 ml air mineral
dimasak hingga mendidih. Kemudian agar-agar PTC dipotong dengan ukuran
yang sama seperti agar-agar tawar dan disimpan dalam kotak berlabel PTC.
BAHAN DAN METODE
3
Habituasi. Habituasi dilakukan dengan memberikan agar-agar tawar kepada
seluruh subjek, dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Habituasi ini bertujuan
untuk membiasakan subjek dengan kehadiran pengamat dan kondisi lingkungan
penelitian.
Pengamatan Respon Monyet terhadap Agar-Agar Tawar dan Agar-Agar
PTC. Potongan agar-agar diberikan kepada subjek secara pseudo-random. Jumlah
potongan agar-agar tawar dan agar-agar yang mengandung PTC yang dimakan
oleh subjek dicatat. Perlakuan ini akan di ulang setidaknya 20 kali dalam sehari,
untuk melihat konsistensi perilaku pada masing-masing individu. Pengamatan
respon monyet terhadap agar-agar tawar dan agar-agar PTC dilakukan selama tiga
bulan.
Pengolahan dan Analisis Data. Data jumlah baseline yang dimakan dan tidak
dimakan, serta jumlah agar-agar PTC yang dimakan dan yang tidak dimakan oleh
individu dimasukkan ke dalam database dan diolah. Data tersebut dianalisis
menggunakan Uji Binomial dalam program-R untuk menguji apakah respon
monyet terhadap PTC sesuai hipotesis atau tidak. Hipotesis yang digunakan
adalah monyet pemakan daun tidak merasakan PTC. Sehingga mereka akan
memakan agar mengandung PTC. Berdasarkan kondisi eksperimen ada
kemungkinan monyet tidak makan agar-agar tawar atau PTC, maka H0 yang
digunakan adalah 90%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sensitivitas P. femoralis terhadap PTC
P. femoralis memakan seluruh agar-agar baseline yang diberikan
(211/211). Hal ini juga menunjukkan bahwa motivasi subjek saat eksperimen
dilakukan sangat baik. Monyet tersebut juga menunjukkan perilaku yang sama
saat diberikan agar PTC 2 mM yaitu dengan memakan seluruh 50 agar-agar PTC
(Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa pada P. femoralis tidak merasakan PTC
yang terkandung dalam agar-agar, saat P. femoralis diberikan agar-agar PTC 4
mM dan 6 mM monyet tersebut juga memakan seluruh agar-agar. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa P. femoralis tidak merasakan PTC pada kedua
konsentrasi tersebut. Hal berbeda terjadi saat P. femoralis diberikan agar PTC 8
mM. P. femoralis hanya memakan 8 dari 29 agar yang diberikan (Gambar 1),
sisanya dibuang setelah dijilat. Uji binomial juga menunjukan bahwa frekuensi
penerimaan agar-agar T. auratus pada konsentrasi 8 mM berbeda nyata dengan
hipotesis (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa P. femoralis merasakan PTC pada
konsentrsi 8 mM, dengan demikian ambang batas sensitivitas P. femoralis
terhadap PTC adalah 8 mM.
4
Gambar 1 Frekuensi penerimaan agar-agar P. femoralis saat diberikan agar-agar
tawar (baseline) dan beberapa konsentrasi PTC berbeda. Keterangan: ** = Uji Binomial menunjukkan frekuensi penerimaan PTC berbeda secara signifikan
terhadap H0.
Sensitivitas T. auratus terhadap PTC
Gambar 2 Frekuensi penerimaan agar-agar T. auratus saat diberikan agar-agar
tawar (baseline) dan beberapa konsentrasi PTC berbeda. Keterangan: ** = Uji Binomial menunjukkan frekuensi penerimaan PTC berbeda secara signifikan
terhadap H0.
Seluruh T. auratus memakan seluruh agar-agar baseline yang diberikan
dengan rata-rata jumlah agar 211. Hal ini juga menunjukkan bahwa motivasi
mereka saat eksperimen dilakukan sangat baik. Monyet-monyet memakan seluruh
agar-agar PTC pada konsentrasi 2 mM dan 4 mM. Hal ini mengindikasikan bahwa
mereka tidak merasakan PTC yang terkandung dalam agar-agar. Terdapat sedikit
perbedaan perilaku antar individu saat mereka diberikan PTC 6 mM, empat ekor
T. auratus (A1,A3,A4,A5) yang frekuensi penerimaan agar-agarnya dibawah 90%
berarti mereka menolak beberapa agar-agar PTC 6 mM. Namun persentase
penerimaan agar-agar mereka masih diatas 80%, dan saat diujikan ke H0:90%,
frekuensi tersebut tidak berbeda nyata dengan hipotesis. Hal ini mengimplikasikan
bahwa T. auratus tidak merasakan PTC pada kosentrasi 6 mM. Seluruh T. auratus
hanya memakan sedikit sekali agar-agar PTC pada konsentrasi 8 mM yang
diberikan (Tabel 1), dengan presentase tertinggi 20% (Gambar 2). Hal ini sangat
berbeda dengan perilaku mereka ketika diberikan agar-agar PTC dengan
0
20
40
60
80
100
Baseline PTC 2
mM
PTC 4
mM
PTC 6
mM
PTC 8
mM
Fre
kuen
si p
ener
imaa
n a
gar
-
agar
(%
)
* *
0
20
40
60
80
100
T. auratus 1 T. auratus 2 T. auratus3 T. auratus 4 T. auratus 5
Fre
kuen
si p
ener
imaa
n a
gar
-
agar
(%
)
Baseline
PTC 2 mM
PTC 4 mM
PTC 6 mM
PTC 8 mM* *
* *
* * * * * *
P. femoralis
5
konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 8
mM, T. auratus merasakan PTC yang terkandung di dalam agar-agar. Uji
binomial juga menunjukan bahwa frekuensi penerimaan agar-agar T. auratus pada
konsentrasi 8 mM berbeda nyata dengan hipotesis (p<0.05). Dengan demikian
ambang batas sensitivitas T. auratus terhadap PTC adalah 8 mM, sama dengan
ambang batas sensitivitas P. femoralis.
Sensitivitas T. cristatus terhadap PTC
Seluruh T. cristatus memakan seluruh agar-agar baseline yang diberikan
dengan rata-rata jumlah agar-agar 206. Hal ini juga menunjukkan bahwa motivasi
mereka saat eksperimen dilakukan sangat baik. Monyet-monyet memakan seluruh
agar PTC pada konsentrasi 2 mM. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka tidak
merasakan PTC yang terkandung dalam agar-agar. Pada konsentrasi 4 mM, kedua
individu T. cristatus (C1,C2) menolak 3 kali agar-agar PTC yang diberikan (Tabel
1). Namun persentase penerimaan agar-agar mereka masih diatas 80%, dan saat
diujikan ke H0:90%, frekuensi tersebut tidak berbeda nyata dengan hipotesis. Hal
ini mengimplikasikan bahwa T. cristatus tidak merasakan PTC pada kosentrasi 4
mM. Pada saat T. cristatus diberikan agar-agar PTC 6 mM, kedua individu hanya
memakan sedikit sekali agar-agar PTC yang diberikan, dengan frekuensi
penerimaan agar 10% dan 32% (Gambar 3). Uji binomial juga menunjukan bahwa
frekuensi penerimaan agar-agar T. cristatus pada konsentrasi 6 mM berbeda nyata
dengan hipotesis (p<0.05). Hal ini mengimplikasikan bahwa T. cristatus
merasakan PTC 6 mM yang terkandung di dalam agar-agar, saat T. cristatus
diberikan agar-agar PTC 8 mM kedua individu tidak memakan sama sekali agar-
agar PTC yang diberikan. Dengan demikian, frekuensi penerimaan agar-agar
adalah 0%. Uji binomial juga menunjukan bahwa frekuensi penerimaan agar-agar
T.cristatus pada konsentrasi 8 mM berbeda nyata dengan hipotesis (p<0.05). Hal
ini mengimplikasikan bahwa T. cristatus merasakan PTC 8 mM yang terkandung
di dalam agar-agar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ambang batas
sensitivitas T. cristatus adalah 6 mM. Hasil ini berbeda dengan ambang batas
sensitivitas PTC pada T. auratus dan P. femoralis.
Gambar 3 Frekuensi penerimaan agar-agar T. cristatus saat diberikan agar-agar
tawar (baseline) dan beberapa konsentrasi PTC berbeda. Keterangan: ** = Uji Binomial menunjukkan frekuensi penerimaan PTC berbeda secara signifikan
terhadap H0.
0
20
40
60
80
100
Baseline PTC 2 mM PTC 4 mM PTC 6 mM PTC 8 mM
Fre
kuen
si p
ener
imaa
n a
gar
-
agar
(%
)
T. cristatus 1
T. cristatus 2
* *
* *
* * * *
1
Tabel 1 Frekuensi penerimaan agar-agar tawar dan agar-agar PTC yang diberikan serta dimakan oleh seluruh subjek penelitian
Subjek Jenis
Kelamin
Usia
*H0:90%
PTC
2 mM (%)
PTC
4 mM (%)
PTC
6 mM (%)
PTC
8 mM (%)
Baseline
Total (%)
P. femoralis (F) Betina Dewasa 90 50/50 (100) 45/45 (100) 42/42 (100) 8/29 (27)** 211/211 (100)
T. auratus 1 (A1) Jantan Dewasa 90 58/58 (100) 25/25 (100) 17/19 (89) 2/23 (8)** 183/183 (100)
T. auratus 2 (A2) Betina Dewasa 90 68/68 (100) 28/28 (100) 20/22 (90) 4/20 (20)** 197/197 (100)
T. auratus 3 (A3) Jantan Dewasa 90 92/92 (100) 28/28 (100) 24/27 (88) 1/19 (5)** 250/250 (100)
T. auratus 4 (A4) Betina Dewasa 90 55/55 (100) 45/45 (100) 27/32 (84) 4/29 (13)** 208/208 (100)
T. auratus 5 (A5) Betina Dewasa 90 40/40 (100) 50/50 (100) 32/36 (88) 5/26 (19)** 218/218 (100)
T. cristatus 1 (C1) Jantan Dewasa 90 52/52 (100) 25/28 (89) 2/20 (10)** 0/14 (0)** 169/169 (100)
T. cristatus 2 (C2) Betina Dewasa 90 53/53 (100) 27/30 (87) 9/28 (32)** 0/14 (0)** 243/243 (100) Keterangan: Angka pertama dalam kolom pada setiap subjek yang diamati menunjukkan jumah agar-agar yang dimakan subjek, angka setelah garis miring yang
mengikuti angka sebelumnya menunjukkan jumlah agar-agar yang diberikan kepada subjek.
* = Uji Binomial menggunakan H0:90%.
** = Uji Binomial menunjukkan frekuensi penerimaan PTC berbeda secara signifikan terhadap H0.
*
6
7
Pembahasan
Semua monyet pemakan daun tidak merasakan PTC pada konsentrasi PTC
2 mM dan 4 mM. Pada penelitian sebelumnya, M. fuscata (PTC-taster) merasakan
dan menolak PTC pada konsentrasi PTC 2 mM (Suzuki et al. 2010). Penelitian ini
menunjukkan bahwa sensitivitas monyet pemakan daun lebih rendah
dibandingkan dengan M. fuscata. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa individu
T. cristatus merasakan dan menolak agar PTC pada konsentrasi 6 mM. Sedangkan
P. femoralis dan T. auratus menolak PTC pada konsentrasi 8 mM. Hal ini
menunjukkan sensitivitas T. cristatus terhadap PTC lebih tinggi dibandingkan P.
femoralis dan T. auratus. Chiarelli (1963) melakukan penelitian ambang batas
sensitivitas PTC pada simpanse. Penelitian tersebut menunjukkan semua simpanse
(PTC-taster) merasakan PTC pada konsentrasi 0.6 mM (100 ppm). Ambang batas
sensitivitas simpanse lebih rendah dibandingkan monyet pemakan daun.
Sedangkan simpanse PTC-non taster tidak dapat merasakan PTC, meskipun
diberikan PTC pada konsentrasi yang tinggi 10 mM (1600 ppm).
Data genetik urutan nukleotida T2R38 dari Colobine berbeda jika
dibandingkan T2R38 dengan simpanse dan manusia, sehingga protein yang
dihasilkan mungkin juga berbeda dan memiliki sensitivitas berbeda pula. Analisis
fungsional protein T2R38 pada tingkat sel menunjukkan bahwa sensitivitas
protein T2R38 dari P. femoralis, T. auratus, dan T. cristatus jauh lebih rendah
dibandingkan T2R38 pada M. fuscata. Penelitian perilaku ambang batas PTC ini
mendukung hasil dari analisis fungsional PTC yang menyimpulkan bahwa
Colobine toleran terhadap PTC (Purba et al. 2017). Sensitivitas rasa pahit
melemah pada Colobine merupakan adaptasi perilaku untuk memakan daun.
Jumlah pemberian agar-agar pada masing-masing monyet berbeda-beda.
Hal ini sangat tergantung dengan motivasi monyet saat eksperimen dilakukan.
Jika motivasi monyet saat penelitian rendah, (misalnya monyet teralihkan
perhatiannya oleh peristiwa lain di luar kandang), maka peneliti akan berusaha
meningkatkan motivasi monyet dengan cara memberikan agar-agar tawar. Setelah
motivasi monyet kembali tinggi, maka peneliti baru akan memberikan agar-agar
PTC. Berdasarkan penelitian perilaku yang dilakukan Purba et al. (2007), respon
dari 10 kali pemberian agar-agar sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa suatu
individu bisa merasakan suatu rasa pahit. Jumlah pemberian agar-agar pada
masing-masing konsentrasi penelitian ini sangat representatif, sehingga
kesimpulan yang ditarik dari data penelitian ini valid.
Chiarelli (1963) juga meneliti populasi PTC-taster dan PTC-non taster
pada berbagai spesies primata lainnya. Namun metode yang digunakan hanya
membalurkan serbuk PTC pada irisan apel, sehingga konsentrasi PTC yang
digunakan untuk tiap irisan tidak pasti. Konsentrasi PTC yang digunakan pada
penelitian ini terkuantifikasi dengan baik. Selain itu penggunaan media agar-agar
yang dilarutkan dengan PTC juga membuat hasil yang diperoleh lebih
terkonfirmasi. Selain penelitian Chiarelli dan penelitian ini tidak ada penelitian
perilaku untuk meneliti ambang batas perasa PTC pada spesies primata lainnya.
8
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Semua monyet pemakan daun tidak merasakan PTC pada konsentrasi 2
mM dan 4 mM. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa individu T. cristatus
merasakan dan menolak agar-agar PTC pada konsentrasi 6 mM. Sedangkan P.
femoralis dan T. auratus menolak PTC pada konsentrasi 8 mM. Hal ini
menunjukkan sensitivitas T. cristatus terhadap PTC lebih tinggi dibandingkan P.
femoralis dan T. auratus.
Saran
Penelitian ini hanya menggunakan tiga spesies monyet pemakan daun.
Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan jumlah spesies
monyet pemakan daun, selain itu perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan
molekul lain selain PTC seperti salisin.
DAFTAR PUSTAKA
Bufe B, Breslin PA, Kuhn C, Reed DR, Tharp CD, Slack JP, Kim UK, Drayna D,
Meyerhof W. 2005. The molecular basis of individual differences in
phenylthiocarbamide and propylthiouracil bitterness perception. Curr Biol.
15:322-327.
Brandon-Jones D, Eudey AA, Geissmann T, Groves CP, Melnick DJ, Morales JC,
Shekelle M, Stewart CB. 2004. Asian primates classification. Intl J
Primatol. 25(1):97-164.
Chandrashekar J, Mueller KL, Hoon MA, Adler E, Feng L, Guo W, Zuker CS,
NJ. 2000. T2Rs function as bitter-taste receptors. Cell. 100:703-711.
Chiarelli B. 1963. Sensitivity to P.T.C (phenyl-thio-carbamide) in primates. Folia
Primatol. 1:88–94.
Imai H, Suzuki N, Ishimaru Y, Sakurai T, Yin L, Pan W, Abe K, Misaka T, Hirai
H. 2012. Functional diversity of bitter taste receptor TAS2R16 in primates.
Biol Lett. 8:652-656.
Kim U, Wooding S, Ricci D, Jorde LB, Drayna D. 2005. Worldwide haplotype
diversity and coding sequence variation at human bitter taste receptor loci.
Human Mutation. 26(3):199-204. doi:10.1002/humu.20203.
Nei M, Niimura Y, Nozawa M. 2008. The revolution of animal chemosensory
receptors gene repertoires: role of changes and necessity. Nature reviews.
9:951-963.
9
Purba LHPS, Widayati KA, Tsutsui K, Suzuki-Hashido N, Hayakawa T, Nila S,
Suryobroto B, Imai H. 2017. Functional characterization of TAS2R38
receptor to Phenylthiocarbamide (PTC) in Colobine Monkeys. Biol. Lett.
13:E20160834.
Suzuki N, Sugawara T, Matsui A, Go Y, Hirai H, Imai H. 2010. Identification of
non-taster Japanese macaques for a specific bitter taste. Primates. 51:285–
289.
Wooding S, Bufe B, Grassi C, Howard MT, Stone AC, Vazquez M, Dunn DM,
Mayerhof W, Weiss RB, Bamshad MD. 2006. Independent evolution of
bitter-taste sensitivity in human and chimpanzees. Nature. 440:930-934.
(do:10.1038/nature04655).
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 20 september 1993 dari ayah
bernama Dadang dan Ibu Syamsiah. Penulis adalah putri keempat dari empat
bersaudara. Penulis lulus SDN Purabaya pada 1 tahun 2005, lulus SMP Negeri 1
Purabaya pada tahun 2008, lulus SMA Negeri 1 Cibinong pada tahun 2011 dan
tahun 2012 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Ujian Masuk Talenta Mandiri (UTM) dan diterima di Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penulis melaksanakan Studi Lapangan pada tahun 2014 mengenai
Kandungan Karbon dan Perdagangan Karbon pada Hutan Pinus Copi 1 dan 2 di
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Jawa Barat, dan pada tahun
2015 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di salah satu perusahaan textil
mengenai Manajemen Pengolahan Limbah Cair di PT Unitex Tbk, Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif organisasi sebagai staf
Entrepreneur IKAHIMBI (Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi) Jawa 1, serta
berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan di tingkat departemen,
fakultas maupun IPB.