sejarah usaha tani komoditas cabai

19
BAB I PROFIL USAHA TANI DI INDONESIA Jumlah petani kecil di Indonesia semakian membengkak dari tahun ke tahun. Khususnya di Jawa yang luasnya hanya 6,9 persen dari luas Indonesia bermukim kurang lebih 67,7 persen penduduk Indonesia, sehingga bertambahnya petani kecil semakin nyata. Petani kecil merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani di dunia. Di Indonesia usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk local yang meningkat 2. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah 3. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsistem 4. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya Di Indonesia, batasan petani kecil telah disepakati pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979. Pada pertemuan tersebut ditetapkan bahwa petani kecil adalah: 1. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240kg beras per kapita per tahun

Upload: sherry-van-anas

Post on 21-Nov-2015

292 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

pengantar usaha tani sejarah usaha tani komoditas cabai

TRANSCRIPT

BAB I

PROFIL USAHA TANI DI INDONESIA

Jumlah petani kecil di Indonesia semakian membengkak dari tahun ke tahun. Khususnya di Jawa yang luasnya hanya 6,9 persen dari luas Indonesia bermukim kurang lebih 67,7 persen penduduk Indonesia, sehingga bertambahnya petani kecil semakin nyata.

Petani kecil merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani di dunia. Di Indonesia usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk local yang meningkat

2. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah

3. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsistem

4. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya

Di Indonesia, batasan petani kecil telah disepakati pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979. Pada pertemuan tersebut ditetapkan bahwa petani kecil adalah:

1. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240kg beras per kapita per tahun

2. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani tersebut juga mempunyai lahan tegal maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1,0 hektar di luar Jawa.

3. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas

4. Petani yang memililki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik

Dua ciri yang menonjol pada petani kecil ialah kecilnya pemilikan dan penguasaan sumberdaya serta rendahnya pendapatan yang diterima. Pada umumnya mereka hanya menguasai sebidang lahan kecil, disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur dan terpencar-pencar dalam beberapa petak. Mereka mempunyai tingkat pendidikan, pegetahuan, dan kesehatan yang sangat rendah. Mereka sering terjerat hutang dan tidak terjangkau oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Bersama dengan itu, mereka menghadapi pasar dan harga yang tidak stabil.

BAB II

SEJARAH, TENAGA KERJA, PERMODALAN, DAN MANAJEMEN DALAM USAHA TANI

2.1Sejarah Usaha Tani

Pertanian di Indonesia diawali dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana masyarakat menanam apa saja, hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kemudian sistem bersawah di temukan, orang mulai bermukim ditempat yang tetap, tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput dan kemudian juga diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang yang berpindah diatas tanah kering. Dengan timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap disuatu lokasi yang dikenal dengan nama kampong walaupun usaha tani persawahan sudah dimulai, namun usaha tani secara berladang yang berpindah-pindah belum ditinggalkan Di Jawa, sejak VOC menguasai di Batavia kebijakan pertanian bukan untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia, melainkan hanya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi VOC. Tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia Belanda mendapatkan tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang disebut tanam paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian tanah telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru berakhir tahun 1921.

Setelah Indonesia merdeka, maka kebijakan pemerintah terhadap pertanian tidak banyak mengalami perubahan. Pemerintah tetap mencurahkan perhatian khusus pada produksi padi dengan berbagai peraturan seperti wajib jual padi kepada pemerintah. Namun masih banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa dan pemilik modal besar, sehingga petani penggarap atau petani bagi hasil tidak dengan mudah menentukan tanaman yang akan ditanam dan budida ya terhadap tanamannya pun tak berkembang.

Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program Revolusi Hijau yang di masyarakat petani dikenal dengan program BIMAS. Tujuan utama dari program tersebut adalah meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pada tahun 1998 usaha tani di Indonesia mengalami keterpurukan karena adanya krisis multi-dimensi. Pada waktu itu telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan kacau balau dalam pertanian kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga kredit membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian. Keterpurukan pertanian Indonesia akibat krisis moneter membuat pemerintah dalam hal ini departemen pertanian sebagai stake holderpembangunan pertanian mengambil suatu keputusan untuk melindungi sektor agribisnis yaitu pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.

Pertanian di Indonesia sudah mengalami sejarah yang panjang, mulai dari masa kerajaan pra penjajahan, penjajahan oleh negara asing dan kemerdekaan RI (Republik Indonesia). Di masa kerajaan, Indonesia terkenal dengan penghasil hasil bumi dan rempah-rempah sehingga terjadi kontak perdagangan dengan bangsa Eropa. Karena kekayaan hasil pertanian itulah maka bangsa Eropa menguasai Indonesia dan menjajahnya sampai ratusan tahun. Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia terkenal dengan penghasil gula utama dunia dan beberapa komoditas lain seperti tembakau dan rempah-rempah. Perkebunan besar mulai didirikan pada masa penjajahan itu. Di lain pihak berkembang pertanian rakyat dengan skala yang kecil. Karena itulah pada masa itu timbul dual economy antara perkebunan besar yang modern dan pertanian rakyat dengan teknologi sederhana. Keadaan tersebut berlanjut sampai setelah kemerdekaan hingga kini. Perkebunan besar tersebut dinasionalisasikan menjadi PN (Perkebunan Negara) yang kemudian berubah menjadi PTPN. Pertanian rakyat berlanjut sampai kini dengan skala usahatani yang makin kecil. Keadaan ini berlaku untuk semua subsektor pertanian (dalam arti luas) seperti pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.

Sejak kemerdekaan program pembangunan pertanian telah dirumuskan dan dilaksanakan oleh suatu Kementerian Kemakmuran. Meskipun peranan pemerintah masih terbatas tetapi pemikiran pentingnya pertanian selalu didengungkan. Salah satu pernyataan penting pemerintah adalah pernyataan Presiden Bung Karno saat meresmikan Fakultas Pertanian Universitas Indonesia: Pangan adalah hidup matinya suatu bangsa. Pada akhir masa pemerintahan ini terdapat hiperinflasi sehingga menimbulkan kekacauan dan gelombang demontrasi yang besar dengan pernyataan tuntutan yang terkenal yaitu Tritura. Salah satu tuntutan itu adalah turunkan harga beras. Dan berakhirlah pemerintahan orde lama.

Pembangunan pertanian bersama-sama dengan pembangunan ekonomi lainnya mulai dirumuskan dan diimplementasikan secara sistematis sejak orde baru dengan adanya rencana jangka panjang, rencana jangka menengah dan jangka pendek. Rencana jangka panjang dirumuskan dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara) untuk masa 25 tahun. Rencana jangka menengah ada dalam Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Sedangkan rencana jangka pendek dirumuskan dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara). Pada masa ini upaya mencapai swasembada beras tercapai tahun 1984, setelah menjadi negara importir terbesar, tetapi dengan biaya yang besar (at all cost). Setelah itu perhatian dan anggaran pembangunan pertanian mulai dikurangi dan dialihkan ke sektor industri (broad based industry) yang tidak berdasarkan sumberdaya domestik, termasuk mengembangkan teknologi tinggi yang menguras keuangan negara, devisa dan hutang luar negeri. Ketergantungan hutang luar negeri terbukti sangat rapuh, sehingga perekonomian Indonesia jatuh setelah digoncang krisis moneter. Adanya krisis moneter ini menyebabkan inflasi tinggi sehingga harga berbagai barang sangat mahal terutama harga kebutuhan pokok termasuk beras. Mahalnya harga kebutuhan pokok termasuk beras memicu gelombang demonstrasi. Krisis moneter ini memicu krisis ekonomi dan politik yang menjatuhkan pemerintahan order baru.

Pada masa peralihan ke pemerintahan reformasi ini sejak 1998 sudah ada 4 masa pemerintahan, mulai dari presiden Habibi, Abdurrahman wahid, Megawati dan terakhir ini Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Pada masa ini Indonesia mengalami krisis multidimensial yang berkepanjangan dan akhir-akhir ini ditambah dengan krisis bencana. Pada masa ini perhatian kepada pembangunan pertanian mengalami penurunan yang tajam sehingga tidak hanya mempengaruhi pelaku sektor pertanian saja tetapi juga berpengaruh pada sektor pendidikan pertanian. Sejak masa pemerintahan dibawah presiden Mr.Habibi, kemudian Gus Dur dan dilanjutkan Mbak Mega program pembangunan pertanian sangat minimal sehingga kejahteraan petani dan pertanian semakin terpuruk. Akibatnya lagi mahasiswa yang meminati pendidikan pertanian menurun (Tim Faperta UGM, 2006) . Beberapa perguruan tinggi pertanian swasta tutup karena tidak ada mahasiswanya. Akhirnya ada harapan baru, SBY, seorang Doktor Pertanian (Ekonomi Pertanian) menjadi presiden. Presiden SBY kemudian mencanangkan revitalisasi pertanian. Namun demikian setelah lebih 2 tahun menjadi presiden dan setelah lebih dari 1 tahun revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan dikumandangkan, tidak ada implementasi dan hasil/track yang menggembirakan. Programnya biasa-biasa saja dan tidak ada tanda-tanda petani akan sejahtera. Karena itu revitalisasi pertanian SBY perlu direvitalisasi. Bahkan Fakultas Pertanian UGM (2006) menyarankan perlunya revolusi kebijakan pembangunan pertanian. Ada landasan yang perlu diperkokoh, ada beberapa konsep yang perlu direvisi dan ada implementasi yang harus diperbaiki. Dengan kata lain perlu revitalisasi kebijakan pertanian untuk mensejahterakan petani.

2.2Tenaga Kerja Dalam Usaha Tani

Tenaga kerja merupakan unsur produksi yang kedua dalam usahatani. Kerja seseorang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman dan tingkat kesehatan. Tenaga kerja dalam pertanian sering diklasifikasikan kedalam tenaga kerja manusia, ternak dan mekanik atau mesin. Tenaga kerja dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upahan atau arisan tenaga kerja. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya oleh petani tidak diperhitungkan karena sulit pengukuran penggunaannya. Tenaga kerja dibagi lagi menjadi tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan, serta tenaga kerja anak-anak. Batasan tenaga kerja anak-anak adalah berumur 14 tahun ke bawah (Hernanto, 1988).Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK) (Rahim dan Diah, 2008). Satuan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung besarnya tenaga kerja adalah satu HOK atau sama dengan satu hari kerja pria (HKP), yaitu jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Untuk menyetarakan, dilakukan konversi berdasarkan upah di daerah penelitian. Hasil konversinya adalah satu hari pria dinilai sebagai satu hari kerja pria (HKP) dengan delapan jam kerja efektif per hari.

2.3Permodalan Dalam Usaha Tani

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini adalah hasil pertanian (Hernanto, 1988).

Menurut Rahim dan Diah (2008) modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variabel cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian di mana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pakan, obat-obatan, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.

Sumber modal dalam usahatani berasal dari petani itu sendiri atau dari pinjaman. Besar kecilnya modal yang dipakai ditentukan oleh besar kecilnya skala usahatani. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai (Rahim dan Diah, 2008).

2.4Manajemen Dalam Usaha Tani

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam merencanakan mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasi dan mengawasi factor produksi yang dikuasai sehingga mampu memberikan produksi seperti yang diharapkan.

Petani di pedesaan, pada umumnya belum memiliki pembukuan secara individu atas usahataninya, namun petani yang tergabung dalam kelompok tani perencanaan usahatani sering dilakukan secara kelompok, walaupun petani belum memiliki pembukuan secara individu.

Walaupun petani belum memiliki pembukuan secara individu atas usahataninya, namun biasanya petani mempunyai ingatan cukup kuat dan mempunyai kemampuan dalam mengelola usahataninya. Hal ini diantaranya disebabkan usahatani yang dijalankannya sudah biasa dia lakukan dan sudah merupakan warisan secara turun-temurun terutama untuk tanaman pangan.

Seperti telah diketahui, bahwa usahatani terdiri dari subsistem-subsistem yang saling berkaitan untuk meningkatkan kualitas usahatani, maka kemampuan petani dalam mengelola usahatani perlu ditingkatkan. Artinya para petani perlu ditingkatkan pemahamannya dan kemampuannya agar lebih bisa mempunyai akses pasar, permodalan, informasi, akses kesarana produksi, bahkan akses ke pengolahan hasil pertanian. Perlu penciptaan nilai tambah produk pertanian yang bisa dinikmati oleh petani

Untuk mengembangkan system agribisnis ini sangat diperlukan peran serta pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pengembangan usahatani kearah agribisnis memerlukan kemampuan manajemen usaha yang lebih baik. BAB IIIANALISIS USAHA TANI

Di setiap daerah petani memiliki cara dan cirinya sendiri dalam berusaha tani, hal ini tergantung dengan kondisi lingkungan dan juga jenis tanahnya. Hasil produksi tiap daerah juga akan berbeda tergantung dengan cara pengolahannya dan kondisi lingkungannya. Kali ini kami akan membandingkan antara usaha tani tanamann cabai pada salah satu daerah di Ghana dan Indonesia.

Cabai memiliki masa pertumbuhan dan pemanenan yang relative cepat sekitar 3-4 bulan di Ghana. Petani mulai menanam cabai saat musim hujan tanpa menggunakan sistem irigasi yang menyebabkan penurunan jumlah produksi yang sangat signifikan pada musim kering. Petani cabai di Ghana hanya dapat mencapai produksi 50% dari yang harusnya dapat dicapai karena kurangnya sistem irigasi. Setelah pemanenan petani menjual hasil panennya ke exportir dengan harga $0.35-0.70 sekitar 35.000-70.000 ribu per kilonya.

Petani di Ghana biasanya menggunakan cabai varietas Legon 18 yang sesuai dengan tanah dan iklim di Ghana. Selain itu petani juga menggunakan varietas Birds eye yang memiliki tingkat kepedasan yang lebih tinggi. Varietas ini biasanya dibudidaya di India, Thailand, Vietnam, dan Malaysia.

Ghana mengexport cabai ke pasaran eropa dengan tujuan expor utama ke Jerman, UK, dan Switzerland, karena exportir mendapatkan untung lebih dengan biaya transportasi kedaerah tersebut yang lebih murah.

Salah satu contoh usahatani cabai merah dari Indonesia adalah pada desa Parean Tengah, Kecamatan Aturiti, Kabupaten Tabanan. Sejarah usaha tani di provinsi bali, terutama di desa parean tengah diawali dengan budidaya tanaman sayuran, kemudian didominasi dengann budidaya cabai merah, hal ini dikarenakan produksi cabe merah di Provinsi Bali tahun 1994 sampai dengan 1997 menunjukkan hasil yang terus mengalami peningkatan, pada tahun 1997 produksinya cukup tinggi yakni sebesar 10.237 ton, dengan luas areal panen mencapai 4.358 ha. Rata-rata luas tanam cabe merah petani adalah 0,14 ha, dengan kisaran 0,08 ha sampai dengan 0,20 ha atau sekitar 77% dari luasan lahan yang dimiliki oleh petani. Seiring berjalannya waktu, lahan petani juga ditanamai berbagai tanaman pangan dan sayuran lainnya yang berpotensi dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi seperti padi,kacang panjang dan tomat.

Beberapa hal yang diperhatikan dalam analisis usaha tani cabai adalah luasan lahan petani, tenaga kerja baik dari rumah tangga ataupun tenaga kerja sewa yang digunakan dalam seluruh proses produksi (pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan (menyiangi, pemupukan dan penyemprotan), panen dan pengangkutan), serta biaya dalam usahatani cabe merah yang meliputi pengeluaran pemebelian sarana produksi, pembayaran pajak dan iuran subak serta pengeluaran tidak tunai (diperhitungkan) dan biaya penyusutan alat-alat pertanian.

Rata-rata biaya/usahatani/musim pada usahatani cabe merah di Desa Perean Tangah sebesar Rp 2.296.350,00/usahatani/musim yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp 1.858.381,00/usahatani/musim dari biaya tunai biaya untuk pembelian pupuk yang paling banyak dikeluarkan yakni sebesar Rp 613.927,00/usahatani/musim. Sedangkan biaya tidak tunai sebesar Rp 437.969,00/usahatani/musim yang diaplikasikan untuk tenaga kerja dalam rumah tangga sebanyak Rp 360.500,00/usahatani/musim.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan total usaha tani cabe merah sebesar Rp 12.141.229,00/usahatani/musim sedangkan keuntungan petani dalam berusahatani cabe merah sebesar Rp 11.703.260,00/usahatani/musim. Usaha tani cabe merah memberikan sumbangan pendapatan sebesar 80,51 % dari total pendapatan usahatani sawah kepada petani sehingga cabe merah merupakan sumber pendapatan utama bagi petani di Desa Perean Tengah.

BAB IVKESIMPULAN

Pertanian di Indonesia diawali dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana masyarakat menanam apa saja, hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kemudian sistem bersawah di temukan, orang mulai bermukim ditempat yang tetap, tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput dan kemudian juga diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang yang berpindah diatas tanah kering

Berdasarkan hasil analisis usaha tani pada daerah Ghana dan Tabanan Bali memiliki cara dan cirinya sendiri. Di Ghana sebagian besar Cabai yang di produksi di Impor ke daerah Eropa untuk menambah devisa negara. Sedangkan di Tabanan, Bali produksi cabai digunakan untuk memenuhi kebutuhan cabai dalam negeri. Namun usahatani cabai merah merupakan pendapatan utama di desa tersebut yaitu sekitar 80,51%.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, I Dewa Gede, dkk. 2000. Analisis Usahatani Cabe Merah (Capsicum annum L)

Di Desa Perean Tengah, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Universitas Udayana : BaliArmah, Matthew. 2008. Investation Opportunity Ghana Chili Pepper. Millenium Chalenge Corporation. Ghana

Haverkort, Bortus, dkk.2003.Pertanian Masa Depan.Konisius:Yogyakarta

Soekartawi, et al. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press.

Soekartawi,1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia:Jakarta

Soetrisno, Loekman.1998.Pertanian pada Abad ke-21.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan:Jakarta

Tohir, Kaslan A. 1982. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani di Indonesia. Jakarta : Penebar Swadana.

Winarso, P Agus., Peluang Munculnya Cuaca Ekstrem Akhir 2002 dan Awal 2003, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 2002

Supangat, Agung B dan Jariyah, Nur Ainun. 2008. Dilema Penanaman Akar Wangi Vetiveria zizanoides L. Nash Di Kabupaten Garut. Balai Penelitian Kehutanan : SoloRukmana, Rahmat. 2010. Usaha Tani Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Institut Pertanian Bogor : Bogor