sebuah naskah drama citra karya usmar...
TRANSCRIPT
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
SEBUAH NASKAH
DRAMA
CITRA
Karya Usmar Ismail
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
PARA PELAKU
1. Ny. Suriowinoto : Kuasa umum Pabrik Tenun “Jawa Timur”, 48 th
2. Sutopo : Anaknya, dari perkawinan pertama, 28 th
3. Harsono : Anaknya, dari perkawinan kedua, 24 th
4. Citra : Anak pungutnya, tidak dikenal orangtuanya, namanya,
umurnya yang sebenarnya (masih gadis remaja)
5. Pak Gondo : Mandor yang memungut Citra yang pertama-tama
6. Tinah : Kawan Citra “Radio Desa”
7. Suwanto : “Don Yuan” desa
8. Kornel : pengarang lagu, seniman
9. Dan beberapa orang pekerja dan mandor pabrik
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
BAGIAN 1
PANGGUNG : Kantor pemimpin umum pabrik tenun “Jawa Timur”. Di sebelah
kedepan kiri ada sebuah meja tulis, disudut kamar kanan belakang ada
lagi sebuah, lebih kecil, diatasnya ada mesin tik.Antara kedua meja
tulis itu ada satu stel sice.Pintu keluar sebelah kiri belakang, dikanan
belakang tampak jendela kaca besar, meninjau ke gedung gedung
pabrik.Disebelah kiri meja tulis besar ada Iagi sebuah pintu ke kamar
sebelah.
WAKTU : Kira-kira lima bulan sehabis perang dijawa, sesudah runtuhnya
kekuasaan belanda. Pagi menjelang tengah hari
DI MEJA TULIS BESAR DUDUK SUTOPO, MIRINGDIDEPANNYA "CITRA"
SEDANG.MENGETIK.SEORANGGADIS YANG CANTIK PARASNYA PAKAI SARUNG
KEBAYA.MESKIPUN PAKAIANNYA SANGAT SEDERHANA, TETAPIJIKA
DIPANDANG LEBIH LAMA MAKIN KETARAKECANTIKANNYA. SUTOPO SEDANG
MENULIS.
1. SUTOPO : (berhenti menulis memadang Citra) Makin lama makin cepat
juga rupanya mengetik, dik
2. CITRA : (agak malu) Kapan mas yang jadi guruku
3. SUTOPO : (tersenyum) Ya, kita akan bekerja Iagi sekuatkuat tenaga kita,
dik. Sudah empat bulan pabrik kita ini terhenti, karena perang,
Sekarang pemerintah bala tentara memberi lagi kesempatan
seluas-luasnya untuk bekerja terus. Zama pembangunan sudah datang
4. CITRA : Mas suka mempermain-mainkan aku. Mana pula aku akan dapat
menolong. Aku Cuma anak desa yang bodoh, dilahirkan
untuk bekerja didapur. Aku Cuma anak pungut
5. SUTOPO :(agak marah) Jangan kau sebut juga hal itu, Kausudah adikku
sekarang (la berdiri dan mendekatl Citra), anak ibuku juga.
6. CITRA : Tetapi mas,Harsono selalu memperlakukan aku sebagai
anak pungut yang hidup dari kasihan orang.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
7. SUTOPO : (agak kesal) Ah Harsono! Jangan didengar dia, dia kesal-kesal
saja sekarang, karena sekolahnya ditutup
8. CITRA : Ya, aku maafkan dia. Tampaknya tak tahu yang harus
dilakukannya, berlain benar dari waktu dia datang pakansi dulu.
9. SUTOPO : Karena ia sekarang pakansi buat selamalamanya.Dan kukira
dia kurang senang tinggaldi pelosok negeri seperti di desa ini. (masuk
Pak Gondo, seorang tua mandor pabrik. lalu terus mendapatkan Citra)
10. PAK GONDO : Selamat siang tuan muda. (kepada Citra) Nak, persiapan rumah
makan buat pekerja-pekerja itu, sudah hampir siap. Menunggu alat-alatnya
saja lagi
11. CITRA : Baik pak, nanti saya coba menelepon lagi kekota, kapan
datangnya
12. SUTOPO : (kepada pak Gondo) Bukankah dia sudah pantas jadi
pemimpin umum sekarang, pak?
13. PAK GONDO : Betul, tuan muda! Saya bangga melihat anak saya ini. (kepada
Citra) Kau semenjak bekerja disini sudah bersemangat betul
aku lihat, nak
14. SUTOPO : Bukankah sudah kuramalkan, bukan? Di sini orang jadi
manusia baru. di tengah-tengah gemuruh mesin pabrik,
menggembirakan semangat seperti musik yang tidak ada
hingga-hingganya.
15. CITRA : Tetapi mas Harsono bilang, Cuma memekakkan telinga saja
16. PAK GONDO : O ya, tuan muda. Itu tukang musik yang ada di sini itu Cuma
mengganggu pekerjaan saja Anak-anak sedang memintal Sisal
diajar menyanyi, dengarlah,. . (sayup- sayup dari jauh
kedengaran suara anak-anak menyanyi lagu "Di paberik”)
17. SUTOPO : (ikut mendengar) Bernyanyi tengah kerja mengembalikan
kekuatan, Pak. Dan lagi ia diutus Oleh yang berwajib. Saya
percaya dimasa datang akan lebih diusahakan menghibur para
pekerja.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
18. CITRA : (menyela) Asal saja jangan diajarkan menyanyikan lagu “Nina
Bobok”
19. SUTOPO : Tetapi tuan Kornel bukan tukang musik biasa, Pak. la
pengarang lagu, mengarang nyanyian-nyanyian yang dapat
membangkitkan kita semua.
20.
21. CITRA : Betul itu mas? Ah, aku belum pernah melihat orang
semacam itu, pengarang lagu, maksudku.
22. SUTOPO : Dengarlah, itu lagu yang dinyanyikan anak-anak sekarang
itu juga karangannya sendiri
23. PAK GONDO : Tetapi mengganggu kerja, tuan muda
24. SUTOPO : Biarlah, pak. Sekali-sekali pekerja-pekerja perlu juga diberi
hiburan. Tetapi, ada bapak melihat tuan Harsono?
25. PAK GONDO : Tidak tahu saya dimana tuan muda itu, kerjanya berkeliaran
saja kemana-mana. Sebentar ke pasar, sebentar lagi ke paberik,
kemudian kelihatandi kebun kapas.
26. SUTOPO : (kepada Citra) Harsono tidak tahu apa yangmesti
dilakukannya. Aku mengerti, dia merasajalannya buntu
sekarang. Dia biasa di kotaramai, di Jakarta, bergaul dengan
pelajar-pelajaryang bisa berbicara dengan dia tentang apasaja.
27. PAK GONDO : Biarlah saya urus hal rumah makan itu dulu, tuan muda.
Aneh-aneh saja pikiran tuan Topo. Pekerja diajar nyanyi,
disediakan tempat makan. Bikin orang malas saja. Kalau tuan
Suryo masih hidup, tentu ia akan bikin ribut, begini.. (ia ke
luar)
28. SUTOPO : (tersenyum kepada citra) pak gondo tentu masih ayah
Harsono memimpin segala-galanya di sini. Tetapi kita sekarang
harus berani menukar adat yang kurang baik dengan yang lebih
sehat.sesuai dengan aliran zaman.
29. CITRA : Sayang, tidak mengenal beliau lagi, bagaimana beliau, mas?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
30. SUTOPO : Pak Suriowinoto adalah hantu bagi pekerja-pekerja di sini, ia
ditakuti orang bawahannya. Tetapi beliau orangnya rajin dalam
caranya sendiri, menagi dari orang bawahannya, supaya
sekurang-kurangnya serajin beliau bekerja
31. CITRA : Berlain betul dari mas harsono, kalau begitu mas harsono
rupanya bermusuhan dengan kerja.
32. SUTOPO : Harsono sebenarnya baik juga,tetapi terlalu dimanjakan.
Orang akan mengatakan aku dengki,kalau aku membicarakan
ini. sebenarnya lebihbaik, jika aku diam saja.
33. CITRA : Dan mas topo sendiri bagaimana?
34. SUTOPO : Ayahku terlalu miskin untuk memanjain aku.Kau tahu yang
membesarkan dan yang menyekolahkan aku ialah Pak
Suriowinoto,semenjak ayahku meninggal dan ibu kawin lagi
dengan beliau. Aku banyak berhutang budi kepada ayah
Harsono itu, jadi kau lihat sendiri,aku pun bisa dikatakan
orang hidup dari kasih orang lain
35. CITRA : (Sebentar terdiam, kemudian membawa percakapan ke arah
lain) pengarang payang itu siapa sebenarnya , mas
36. SUTOPO : (tersenyum) Kau ingin betul tahu rupanya? Dia di utus oleh
kantornya kemari mencari-cari ilham. Nanti dia mampir
kemari, boleh engkau berkenalan....kalau mau.
37. CITRA : Ah tidak ..(masuk seorang mandor pabrik membawa contoh
kertas kepada Sutopo).
38. MANDUR : Percobaan pembikinan kertas kemarin berhasil baik,tuan. Ini,
saya bawah contohnya. Masih kasar sedikit.
39. SUTOPO : (melihat kertas itu) Ya, masih kasar ini, tapi buat percobaan
sudah bagus. Nanti saya datang sendiri, beum di bawah ke
penggilingan, bukan?
40. MANDUR : Belum tuan !
41. SUTOPO : Jangan bawah dulu .biar aku periksa dulu. Yang sudah-sudah
masih banyak jeramihnya Nanti kita cari akal lain.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
42. MANDUR : Kami tunggu tuan.(ia keluar).
43. CITRA : Baik juga pikiran itu, bukan mas ?sekarang persediaan benang
kita mulai kurang, kita perlu mencari jalan lain. Dan kertas dari
luar negeri tidak ada lagi
44. SUTOPO : (tertawa) Memang, kau sudah pintar, aku lihat.tetapi tentang
pembikinan kertas itu, bukankah pikiranmu sendiri, dik ?
45. CITRA : Ya, Aku mengalami sendiri. Di rumah kekurangan kertas
pembungkus, di sinikekurangan kertas tik.karena itu terbit.
pikiranitu..
46. SUTOPO :Sudah kalah aku sekarang, pikiran ku belumsampai kesana
lagi. Masih memikirkan bagaimana menyambung benang
sebaik-baiknya
47. CITRA :Ya, aku lihat mas memikirkan kemajuan pabrik itu saja siang
dan malam
48. SUTOPO : Aku harap saja semoga kau betah kerja dengan orang seperti
aku, kaku seperti patung, dingin seperti es.
49. CITRA : Aku lihat penduduk sudah mulai menanam kapas, mas.
sehabis panem.
50. SUTOPO : Ya, aku yang menganjurkan kepada pak kutyo, aku terangkan
kemungkinan-kemungkinan yangakan memajukan
perekonoman rakyat di sini.pabrik kita ini bisa di jadikan pusat.
51. CITRA : (bangga,)ungguh pintar mas...(masuk Harsono. Seorang
parlente lagaknya).
52. HARSONO : Selamat pagi, tuan sep beserta pelayannya yang manis
53. SUTOPO : Harsono, jangan bicara begitu !
54. HARSONO : (duduk di atas meja tulis Citra) apa salahnya, aku berkata
yang benar saja.(mengerting Citra) bukankah anak pungut kita,
ratu dapur ini sudah naik pangkat sekarang. .jadi pelayan.
55. SUTOPO : itu urusanku !
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
56. HARSONO :Ah tentu tuan pemimpin umum pabrik tenun"Jawa
timur".(mengejek) maaf jika saya yanghina ini ikut campur.
57. SUTOPO :Aku ingin sekali, jika kau kut campur, masih banyak yang
harus di bereskan.
58. HARSONO :Apa ?aku mesti juga jadi mandur ?Terima kasih, tuan,
melihat gunung yang sisal dan melihat roda berputar yang tidak
berhenti-hentinya itu. Terima kasih tuan !
59. SUTOPO : Kalau roda itu tidak berputar, tentuperutmu,perutku, perut
kita semua stop bekerja
60. HARSONO : Kapan tuan besar ada ! Sebenarnya, kakakku harus meminta
terima kasih kepadaku aku tidakikut campur.......(ia keluar).
61. SUTOPO : (Sesudah diam sejurus kepada Citra) Kau jangan kecil hati
dik. Harsono mulutnya lancang tetapi dia tidak sejelek yang
dipertontonkannya itu sebenarnya.
62. CITRA : Ah tidak apa, mas. ,Aku sudah biasa. Sejak aku sebagai gadis
kecil datang menumpang ke rumah ibu, mas. Aku masih ingat,
jika mas Harsono datang pakansi dulu, aku tidak mau disuruh-
suruhnya begitu saja. Karena itu dia jengkel saja melihatku
hingga sekarang agaknya. Aku masih saja dianggapnya anak
pungut Pak Gondo, [ orang yang tidak mempunyai asal-usul
63. SUTOPO : Boleh jadi karena kau pernah melemparkan pancingnya ke
dalam kali.
64. CITRA : (teringat) Ya, waktu itu aku marang sangat!
65. SUTOPO : Marah saja ?
66. CITRA : Aku merasa sangat dianiaya, karena itu aku mau membalas
dendam. Ya, aku bisa juga membalas dendam, mas?
67. SUTOPO : Kemudian karena kau tidak puas, kau sendiri terjun ke dalam
kali, bukan?Untung Harsono menolong engkau!
68. CITRA : Aku kira, itu salah satu sebab ia makinmenghina aku
sekarang
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
69. SUTOPO : Karena menolongmu ?
70. CITRA : Karena dia menyesal menolong aku,dianggapnya aku anak
sial, menyusah-nyusahkan dia saja (Harsono masuk Iagi).
71. HARSONO : Aku ada kelupaan. Maksudku tadi ke mari (terus mendapatkan
Citra) mau memberikan ini. Tanda mata buat kenang-kenangan.
(ia memberikan sebuah mata pancing dengan talinya kepada
Citra).
72. CITRA : Apa ini ?
73. HARSONO : Masih ingat, di tepi kali dulu? Masih ingat pancing ini, kau
lemparkan ke dalam kali, lima tahun yang lalu?
74. CITRA : (pucat) Dimana mas dapat?
75. HARSONO : Di suatu tempat yang tak kusangka-sangka dalam lemarimu!
76. HARSONO : (tertawa) Aku berhak mengetahui isi lemari adik pungutku,
bukan? (sambil bersiul-siul ia berjalan ke pintu, kemudian
berpaling) Jangan ditaruh saja dalam lemari, karena barangkali
dengan itu kau bisa memancing mandur besar oh maaf,
pemimpin umum Sutopo. Tetapi aku ingin jadi ikan yang
merdeka berenang dalam air. (dengan membungkuk ia keluar).
77. SUTOPO : Benarkah pancing itu kau simpan dalam lemarimu, dik?
78. CITRA : (diam tidak menjawab)
79. SUTOPO : Kenang-kenangan yang berharga rupanya. (Harsono masuk
lagi dengan Nyonya Suriowinoto, ibunya seorang perempuan
pertengahan umur, masih kuat tampaknya)
80. HARSONO : Permisi aku masuk lagi. Atas perintah nyonya besar kuasa
Umum paberik tenun “Jawa Timur”.
81. NY. SURIO : (tersenyum kepada Citra) Aku senang sekali melihat anak-
anakku berkumpul. Kau jarang betul duduk di rumah, Harsono.
Apa kerjamu sebenarnya ?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
82. HARSONO : Bukan karena sya tidak mau tinggal di rumah, bu. Cuma saya
merasa asing di tengah-tengah pembesar-pembesar paberik
yang maha rajin ini tampak betul nanti, saya orang suka
nganggur.
83. NY. SURIO : Karena kau orang kota barangkali, tentu kurang enak bergaul
dengan orang desa seperti kami ini.
84. HARSONO : Satu hari saja sudah bosan di sini, bu. Itu, itu, saja yang saya
lihat. Cerobong paberik, pasar kotor dan yang kedengaran
hanya dengung mesin saja. Pagi peluit, sore peluit! Bosan saja,
bu. Apalagi melihat orang di sini (melirik Sutopo). Semuanya
sudah seperti mesin, masuk pukul 9, makan pukul 12 pulang
pukul 3.......
Sampai-sampai mukanya seperti topeng besi saja............
85. NY. SURIO : Mungkin karena kau tidak mendapat apa yang kau harap di
sini, tempat pelesir dan segala macam itu.
86. HARSONO : (mengejek) Mungkin juga karena aku kurang semangat. Aku
tidak bisa merasakan yang dikatakan orang zaman baru ini,
semuanya serba merugikan aku saja. Aku masih muda, aku
ingin hidup senang.... bukan begitu, dik pungut? (melirik Citra)
87. NY. SURIO : (lemah-lembut) Harsono!
88. HARSONO : Ya, aku senang di kota ramai, bu. Aku tidak tahan sepi, rasa
aku akan diterkam hantu selalu. Kalau sudah malam aku tidak
berani lagi ke luar.
89. SUTOPO : Aku kira di sini cukup ramai, Harsono! Jika pandai
merasakannya......
90. HARSONO : Ya,ya, engkau pintar! Tetapi betul juga itu, ada tempat yang
paling ramai di sini, membuat hati gembira
91. NY. SURIO : Haa, bukan sudah kubilang tadi........
92. HARSONO : Di tempat pemintalan benang!
93. NY. SURIO : Apa pula yang kau cari di tengah gadis-gadis desa itu.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
94. HARSONO : Ibu ingin tahu apa yang aku cari di sana? (tersenyum) Nah, di
sana letak rahasianya, bu. Betul itu dimana saja bisa bikin
senang-senang, asal saja mata melek! (sambil bersiul-siul ia ke
luar)
95. NY. SURIO : (sesudah hening serius) Bagaimana tali sisalnya Topo?
96. SUTOPO : Dalam bulan ini lebih besar hasilnya barangkali, bu. Karena
anak-anak sekolah desa sedang liburan. Dan di sini mereka bisa
juga mencari sedikit uang untuk lebaran nanti.
97. NY. SURIO : Pantas pagi tadi suara anak-anak ramai bernyanyi: ke paberik,
ke paberik! Pengarang lagu itu masih ada di sini?
98. SUTOPO : Besok dia pulang, bu!
99. NY. SURIO : Ayah Harsono almarhum, tidak akan membiarkan siapapun
mengganggu pekerja-pekerja dalam paberik.
100. SUTOPO : Ibu tidak setuju?
101. NY. SURIO : Tentu saja aku setuju. Jika kau anggap ada baiknya, aku
sekarang sudah termasuk kaum kolot! (melihat Citra sedang
mengetik). Bagaimana nak? Di mana yang llebih enak, di sini
atau di dapur?
102. CITRA : Sama saja, bu!
103. NY. SURIO : Sama saja? Sutopo mengatakan lebih baik kau di sini. ia tidak
ingin adiknya cuma pandai memasak saja, katanya. Meski tidak
kalah dengan gadis kota. (kepada Sutopo). Aku ingin melihat
percobaan pembikinan kertas itu, Topo
104. SUTOPO : (kepada Citra) Dik, tolong panggilkan mandur tadi yang
membawa kertas ini ke mari
105. CITRA : Baik mas.
106. NY. SURIO : (tersenyum) Kau dapat tenaga istimewa sekarang, nak!
107. SUTOPO : Apa maksud ibu?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
108. NY. SURIO : Tidakkah kau pakai waktu luangmu selain dari memikirkan
pekerjaanmu saja?
109. SUTOPO : Apa pula lagi yang mesti aku pikirkan ? Kerja sudah jadi
darah daging bagiku.
110. NY. SURIO : misalnya memberikan perhatian juga kepada keindahan yang
ada di kelilingmu
111. SUTOPO : Aku sejak dari dulu pecinta keindahan alam.
112. NY. SURIO : Asal saja, aku harap, jangan terlalu jauh memandang, tetapi
yang di dekat pelupuk matamu tak terlihat..... (masuk
Citradengan mandur)
113. SUTOPO : (kurang mengerti, agak bingung tampaknya)
114. CITRA : (kepada mandur) Nyonya ingin melihat pembikinan kertas
baru itu. Coba terangkan sebentar....
115. MANDOR : Baik, nona?
116. NY. SURIO : (kepada Citra) Terima kasih, nak. (kepada Sutopo) Coba
pikirkan apa yang kukatakan tadi Topo (ia keluar diiringi
mandur itu)
117. SUTOPO : (kepada Citra) Ibu sudah jadi seorang nyonya
besar sekarang. Ku kira jarang ada perempuan Indonesia yang
sanggup mengendalikan perusahaan sebesar ini
118. CITRA : Mas katakan itu, karena beliau ibu masbarangkali.
119. SUTOPO : Aku bangga mempunyai ibu demikian. Tetapi beliau
ibumu juga, dik. Jangan kau lupakan itu, (masuk pengarang
lagu Kornel).
120. KORNEL : Sudah jauh perjalanan saya tuan. Tetapi yang paling senang
saya, ialah di paberik. Di tengah-tengah pekerja yang sedang
sibuk, mendengarkan mesin mendengung. Saya berterima kasih
sudah dapat kesempatan beberapa lama dapat tinggal di sini.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
121. SUTOPO : Saya pun gembira tuan datang! Tuan setiap waktu akan kami
terima di sini dengan tangan terbuka. Pagi-pagi benar sudah
saya dengar anak-anak bernyanyi dengan gembira. Hati saya
jadi gembira pula!
122. KORNEL : Saya hari ini mau pamitan, tuan
123. SUTOPO :Kapan tuan mau pulang?
124. KORNEL : Besok! Kewajiban yang lain menanti.
125. SUTOPO :Saya harap tuan akan datang-datang juga ke mari. Tetapi saya
ingin menyampaikan sebuah tanda mata sebelum tuan pergi.
(kepada Citra) Dik, tolong mintakan kertas musik yang kusuruh
cetak dulu kepada mandur (Citra keluar).
126. KORNEL :Tuan membuat kertas musik di sini? (matanya menurutkan
Citra).
127. SUTOPO :Ya, dari hasil kami yang pertama, saya suruh bikin kan kertas
musik. Karena saya sendiri gemar main piano, dan adik saya
kadang-kadang menyanyi.
128. KORNEL :Nona itu adik tuan?
129. SUTOPO :Sebenarnya bukan adik, tetapi anak pungut ibu saya. Mula-
mula dipungut oleh seorang mandur tua di sini, kemudian
ketika sudah besar sedikitdipelihara oleh ibu saya.
130. KORNEL : Begitu? Siapa namanya, kalau saya boleh bertanya? Sebab,
maaf tuan, ada sesuatu pada raut mukanya yang menarik
perhatian saya.
131. SUTOPO : Aneh sebenarnya, kami tidak tahu siapa namanya yang
sebenarnya. Pak Gondo yang pertama mendapatnya
menamakan dia "Citra" dan hingga sekarang ia kami panggil
saja "Citra"
132. KORNEL : (tertawa) Pak Gondo? Yang selalu asam saja mukanya jika
saya masuk paberik? (sejurus mereka diam, kemudian
perlahan-lahan) Citra! Aneh nama itu
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
133. SUTOPO :Apa kata tuan?
134. KORNEL : Citra! Layak benar bagi orang yang memakainya. Saya tidak
sanggup membayangkan adik tuan, dengan nama lain.... Citra.
Tepat sekali! Tadi pagi saya berjalan-jalan di tengah kebun
kapas. Fajar baru menyingsing. Saya terpesona oleh
pemandangan seindah itu. Kebetulan sekali, sya lihat adik tuan
turun ke kali, tubuhnya bercidera dengan langit merah di
belakang. Pada waktu itu ada sesuatu yang hendak lepas dari
jiwa saya. Seolah-olah tubuh adik tuan datang kepada saya.,
timbul dari fajar yang sedang menyingsing itu, Citra! Memang,
itulah nama lagu yang sudah saya karang. Citra, wajah fajar
sedang menyingsing mengenyahkan gelap.... Aneh, pada waktu
itu teringat saya kepada Indonesia, Tanah Air Kita....
135. SUTOPO : (dengan sungguh-sungguh mendengar cerita Kornel) Barangkali, karena
Tanah Air kita sedang menghadapi fajar menyingsing pula.
136. KORNEL : Ya, ya itu dia!
137. SUTOPO : Aneh juga, kalau begitu…….. tetapi boleh saya melihatnya sebentar, tuan?
138. KORNEL : (memberikan sebuah rol kertas) Akan saya nyanyikan sedikit kepada
tuan. (ia memulai menyanyi kecil, Sutopo membaca)
139. SUTOPO : Ada sesuatu dalam lagu ini yang membuka isi hati saya. Alangkah
girangnya saya, jika tuan sudi meninggalkan lagu ini buat saya. Akan
memberi tenaga gaib rasanya.
140. KORNEL : memang tadinya akan saya berikan kepada tuan, istimewa kepada tuan!
141. SUTOPO : Istimewa buat saya?
142. KORNEL : Istimewa buat tuan. Seruan kepada Citra!
143. SUTOPO : Seruan kepada Citra. Terima kasih tuan, terima kasih. (masuk Citra
dengan kertas memberikannya kepada Sutopo)
144. SUTOPO : (sambil memberikannya kepada Kornel) Terimalah ini, tuan, tanda
penghargaan kami di sini.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
145. KORNEL : Tiap kali saya menulis di atas kertas ini, saya tentu akan teringat kepada
tuan dan kepada nona…… Citra! Permisilah saya sekarang. Besok
sebelum berangkat, saya akan mampir lagi sebentar. (ia keluar)
146. SUTOPO : (memandang Citra) Dia telah membukakan sesuatu dalam hatiku.
147. CITRA : (melihat rol kertas di tangan Sutopo) Apa itu, mas?
148. SUTOPO : Lagu! (masih termenung tampaknya)
149. CITRA : Lagu apa?
150. SUTOPO : Lagu buat engkau dan aku!
151. CITRA : Apa namanya?
152. SUTOPO : Citra!
153. CITRA : Citra? Dikarang tuan Kornel itu?
154. SUTOPO : Ya, Citra. Herankah engkau, jika seorang seniman mengarang lagu ini
sesudah memandang engkau? Aku buta selama ini, betul juga kata ibu tadi
155. CITRA : Mas buta? Bagaimana?
156. SUTTOPO : Tidak melihat Citra! Tidak melihat keindahan di kelilingku, aku tidak
sempat mendengarkan apa yang berkata-kata dalam hatiku selama ini.
157. CITRA : Ah mas, main-main saja ini. Tetapi bagaimana lagunya?
158. SUTOPO : Nanti di rumah, di piano! (tersenyum, kemudian berolok-olok). Sekarang
waktu kerja!
159. CITRA : Mas pintar membuat aku ingin tahu
160. SUTOPO : (mengelak) Aku menemani ibu sebentar, melihat pembikinan kertas itu.
Nanti kebanyakan jerami lagi! (ia keluar). (Sejurus Citra termenung agak
bingung tampaknya, kemudian masuk seorang pekerja membawa contoh
tali sisal).
161. PEKERJA : Tabe nona, saya membawa contoh tali.
162. CITRA : Coba lihat! (memeriksanya) Ini siapa yang mengerjakannya?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
163. PEKERJA : Anak-anak sekolah itu, nona.
164. CITRA : Mengapa tali sebesar ini disuruh pintal oleh anak kecil? Lihatlah, begitu
rapuh. Suruh saja mereka memintal yang dua belit.
165. PEKERJA : Baik nona! (Ia mau keluar, tetapi di pintu tiba-tiba bertubruk dengan
Harsono yang mau masuk).
166. HARSONO : (marah) Apa kau tidak bisa lihat, hah? Matamu di mana, ditaruh dalam
saku?
167. PEKERJA : Maaf tuan, saya tidak melihat tuan!
168. HARSONO : (makin marah dan memegang baju pekerja itu) Apa kau buta?
169. CITRA : (yang selama ini diam saja melihatnya) Mas Harsono, lepaskan orang itu
dia baru saja aku marahi, sudah cukup!
170. HARSONO : (terkejut mendengar suara Citra) Apa?
171. CITRA : Biarkan orang itu pergi kataku, bukankah ia sudah minta maaf? (kepada
pekerja) Pak, bawa tali keluar! (pekerja keluar).
172. HARSONO : (marah) Apa maksudmu membeli kuli itu dan menyalahkan aku?
173. CITRA : Bukankah dia sudah minta maaf?
174. HARSONO : Orang seperti itu mesti diajar, supaya mnggunakan maatanya. Lihat
bajuku kotor kena tali itu.
175. CITRA : (duduk kembali) Ah baju Mas itu bisa dicuci lagi kapan saja!
176. HARSONO : (memandang Citra dengan tajam) Kau rupanya betul-betul sudah jadi
nyonya besar, di sini, bukan?
177. CITRA : Aku membela orang yang benar!
178. HARSONO : Kau membela bangsamu! Rakyat jelata, dari mana kau datang, kau anak
dapat di tengah jalan!
179. CITRA : (marah) Mas Harsono! Jangan hendak menghina orang saja. Meskipun
pekerja itu dan aku dari rakyat jelata, tetapi itu belum berarti kami kurang
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
berharga dari mas! Pada lahir barangkali kami kelihatan rendah, tetapi di
dalam ini (ia menunjuk datanya)........... dalam ini, aku yakin kami lebih
tinggi dari mas, mengerti! Kami lebih sehat, dari orang seperti mas ini!
180. HARSONO : (mula-mula marah tampaknya, kemudian mukanya tambah lama tambah
kendur, akhirnya ia tertawa keras) Citra, Citra! Mengapa aku buta selama
ini, kau bukanlah mataku sekarang. Baru aku insaf, kau cantik-molek,
Citraku! Ya, benar katamu, aku mesti diobati, di sini (ia menunjuk
dadanya), kurang sehat! Dan engkau tahu, siapa yang akan jadi dokternya?
Engkau Citra, engkau! (sambil tertawa ia keluar, di pintu hampir
bertumbuk dengan seorang pekerja yang hendak masuk. Ia terus tertawa,
lalu menepuk bahu pekerja itu) Kau lihat Citra! Aku tidak marah lagi
sekarang, sudah sehat, di sini! (ia menunjuk dadanya dan mengerling, lalu
keluar)
181. PEKERJA : (heran, lalu mendapatkan Citra) Nona, kalau boleh saya dapat obat buat
anak saya yang sakit!
182. CITRA : (seperti masih bermimpi, masih memandang ke pintu) Sakit? Tidak pak,
dia sudah sehat sekarang! Ya, dia sudah sehat!
183. PEKERJA : (heran) Masih sakit, nona! Tentu saya yang lebih tahu, saya bapaknya.
Anak saya demam malaria!
184. CITRA : (menoleh kepada pekerja) Siapa malaria?
185. PEKERJA : Anak saya, sudah tiga hari!
186. CITRA : (seolah-olah terbangun, kemudian tertawa) Ah, anak bapak ..... anak
bapak .... malaria? Tentu, tentu akan saya beri obat, (ia mengambil obat
dari laci mejanya, lalu memberikannya kepada pekerja). Ini pak, pil
totakina, makan tiga kali satu hari, dua tablet, (berbunyi pelit paberik) Nah,
waktu mengaso, terus saja pulang sekali!
187. PEKERJA : Terima kasih nona, terima kasih ..... (ia keluar, masih agak heran). Citra
terdiam sejurus, kemudian ia mulai tertawa sendirian. Masuk Tinah,
kawannya, seorang perempuan muda, genit tampaknya?
188. TINAH : (heran) ada apa ini, tertawa sendirian?
189. CITRA : Ah kau Tinah ..... duduklah ..... aku tertawa karena hatiku rasa terbuka
dan semua kegembiraan sekaligus hendak menyambut keluar
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
190. TINAH : Baru sekali ini kau kulihat tertawa begitu, tetapi baik itu buat engkau ...
191. CITRA : (berhenti tertawa) Tetapi ada apa Tinah, kau seperti ada membawa kabar
hebat lagi.
192. TINAH : Tidak sia-sia aku digelarka orang “Tinah-radio”. Kalau aku datang tentu
membawa kabar istimewa. Apa kau sudah dengar ada orang baru datang
ke mari?
193. CITRA : (terduduk di kursi) Aku tidak perlu orang baru sekarang, aku sudah ada
orang lama yang jadi manusia baru.
194. TINAH : (belum mengerti) Apa pula kau ini? Tetapi ini dengar, terang kabar baru.
195. CITRA : Ceritakanlah, aku dengar.
196. TINAH : Di sebelah rumahku sekarang tinggal seorang janda cantik, baru datang
dari Surabaya. Kau tahu, rumah yang bagus, yang baru itu? Nah, janda itu
tinggal di sana. Kata orang ia baru kematian suami ....
197. CITRA : Syukurlah bertambah penduduk desa kita ini.
198. TINAH : Tetapi merugikan aku, Citra. Hingga sekarang mudah sedikit juga
pemuda-pemuda yang mau menoleh padaku, sekarang rupanya hilang
harapan sama sekali. Aku benci dia, justru tinggal di sebelah rumahku.
Tambah lagi, dia seorang perempuan kaya ....
199. CITRA : Syukurlah, kalau dia kaya, boleh tiap hari kau datang minta garam, cuka,
kecap, dan terasi, dengan tidak malu-malu.......
200. TINAH : (seperti teringat) Betuk juga itu. Tidak begitu malang rupanya. Tetapi ini,
kata orang dia sedang mencari suami.
201. CITRA : Dari mana pula kau dengar itu?
202. TINAH : Dari Suwanto?
203. CITRA : Suwanto yang nakal itu, mengapa kau dengar pula bicaranya? Suruh saja
dia melamar, kalau mau ....
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
204. TINAH : Ah kamu ini, masa dia kau suruh ... (mengganggu) Tetapi, kau aku lihat
.... sejak jadi pembantu tuan Sutopo ini seudah lain benar lagakmu
205. CITRA : Lain bagaimana?
206. TINAH : (tertawa) Tidak seperti di dapur lagi
207. CITRA : Ah, aku biasa saja. Aku masih saja anak akmpung, anak pungut yang
tidak diketahui asal-usulnya
208. TINAH : (berdiri) Aku tidak akan tinggal lama-lama
209. CITRA : Mengapa begitu lekas?
210. TINAH : Aku takut.
211. CITRA : Takut? Kepada siapa? Tidak kepada aku, bukan?
212. TINAH : Kepada mas-mu Sutopo. Dia seperti mau makan orang saja.
213. CITRA : Ah, hatinya baik, kalau pandai bergaul dengan dia.
214. TINAH : (pura-pura mengerti) Hhmm begitu, tetapi aku tidak pandai bergaul
dengan dia. Aku lebih suka pada tuan Harsono.
215. CITRA : Harsono?
216. TINAH : Dia tidak sombong dan mau berolok-olok, istimewa dengan gadis-gadis.
Tetapi biarlah aku serahkan saja pilihan itu kepadamu.
217. CITRA : Pilihan apa?
218. TINAH : (seperti tidak mendengar) Nah, sudahlah, engkau yang lebih tahu tentu,
aku datang ke rumahmu nanti. Lebih aman berbicara dari di kantor ini.
Akan kuceritakan lagi nanti tentang janda kaya itu. Sampai nanti, Citra! (ia
keluar). (Citra termenung sebentar, kemudian mau mengetik lagi, masuk
Suwanto seorang pemuda yang cakap dengan mata yang tajam bersinar-
sinar, ia selalu seperti orang tersenyum mengejek).
219. WANTO : Selamat siang, nona Citra!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
220. CITRA : (agak gelisah) Selamat siang tuan Suwanto. Apa tuan buat di sini,
mengapa tidak di paberik?
221. WANTO : (tertawa) Nona terlalu rajin, mungkin tidak tahu sekarang waktu mengaso
222. CITRA : Tuan Sutopo tidak ada
223. WANTO : Aku tahu, aku lihat dia tadi di kebun, jauh dari sini
224. CITRA : Jadi apa tuan cari di sini?
225. WANTO : (tidak pusing duduk di sandaran kursi) Apa aku tidak boleh bertemu pada
nona?
226. CITRA : Tuan Sutopo akan marah nanti, jika dilihatnya tuan ada di sini.
227. WANTO : Ah, biar dia marah. Begini nona Citra. Aku heran, mengapa orang di sini
tidak memperhatikan kecantikan nona. Saya sendiri, Suwanto, kesayangan
gadis-gadis desa takjub melihat nona. Tetapi aku lain memang, aku ada
mata istimewa. Karena itu aku tahu kau adalah yang paling cantik di desa
kita ini.
228. CITRA : (marah) Saya harap tuan Suwanto meninggalkan tempat ini
229. WANTO : (seperti heran) Ah mengapa? Saya tidak mengganggu bukan? Saya Cuma
ingin bercakap-cakap dengan nona, apa salahnya?
230. CITRA : Jika tuan Sutopo datang, tuan akan dipecat nanti
231. WANTO : Nona susah, kalau saya dipecat? (mendekat) Tetapi buat nona seribu kali
saya mau dipecat, dibunuh sekalipun. Nona tahu, saya sudah menunggu-
nunggu kesempatan begini
232. CITRA : Kesempatan apa?
233. WANTO : (keras) Jangan terlalu jual mahal nona. Ingatlah, kita sebenarnya sama
derajat, sama-sama keluar dari kaum yang dinamakan orang rakyat jelata.
Nona bukan termasuk keluarga Surio, nona tentu tahu. Nona Cuma
dipernis sedikit, nona Cuma….
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
234. CITRA : Saya tahu, saya anak pungut Cuma, Cuma dari rakyat jelata. Tetapi
jangan tuan mencemarkan nama itu dengan kelakuan tuan yang tidak
senonoh….
235. WANTO : Jangan begitu nona! (ia mendekati Citra, lalu memegang tangannya)
236. CITRA : Jangan aku dipegang! (menghela tangannya kembali)
237. WANTO : Jual mahal pula nona ini! (ia mau berkeras, kemudian muncul Harsono di
pintu)
238. HARSONO : (keras) Tidakkah tuan dengar nona itu tidak mau dipegang, lepaskan dia!
239. WANTO : (mula-mula kaget, kemudian berani) Saya Cuma berolok-olok
240. HARSONO : Begitu, tuan Cuma berolok-olok. Enak betul tampaknya tuan berolok-
olok, boleh saya ikut barangkali …. bangsat!
241. WANTO : Jangan tuan menghina saya!
242. HARSONO : Menghina? Orang seperti kau ini, sudah terlalu najis untuk dihinakan lagi
243. WANTO : Jadi tuan mau apa?
244. HARSONO : Aku ingin benar-benar berolok-olok dengan kau sebentar (ia mendekati
Wanto, lalu memegang bajunya) Begini! (ia menampar wajah Wanto yang
tidak berani melawan rupanya) Sekarang kau kecut. (ia menyeret Wanto ke
pintu dan melemparkannya ke luar) Dan jika kau berani masuk lagi ke
mari, kepalamu aku potong!
245. HARSONO : (kepada Citra sambal tertawa) Bukankah aku sudah sehat sekarang?
246. CITRA : Aku berterima kasih, mas sudah mau menolong anak pungutan yang tak
dikenal asal-usulnya ini dan yang belum tahu arah tujuannya
247. HARSONO : Tujuanmu sudah nyata sekarang, Citra!
248. CITRA : Sudah nyata?
249. HARSONO : Sejak hari ini kau di bawah lindunganku. Citra bunga indah dari desa!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
250. CITRA : (perlahan-lahan) Jika mas mau?
251. HARSONO : Aku ingin sekali jadi pembela Citra. Ya, serahkan pembelaanmu padaku!
(ia tertawa keras, Citra ikut juga tersenyum)
LAYAR TURUN CEPAT
BAGIAN II
PANGGUNG : Di beranda tengah rumah Ny. Suriowinoto. Di sudut kiri belakang ada
sebuah piano. Di tengah-tengah belakang ada pintu ke beranda depan, di
sebelah-menyebelah pintu ada jendela, memperlihatkan pemandangan ke
paberik dengan cerobong asapnya.
Di kiri-kanan ada pintu, di kiri pintu ke kamar makan, di kanan pintu ke
kamar tidur. Di kanan sebelah depan ada satu stel sice, di kiri sebuah sofa
WAKTU : beberapa bulan sesudah kejadian di babak I, waktu sore, Sutopo sedang
asyik main piano, melagukan “Citra” sambal bernyanyi. Kemudian keluar
Ny. Surio.
252. NY. SURIO : Sejak beberapa bulan ini, itu saja lagu yang kau mainkan, Topo.
253. SUTOPO : Aku kira lagu ini adalah satu-satunya lagu yang dapat menarik hatiku,
dari buah tangan pengarang lagu Indonesia
254. NY. SURIO : (tersenyum) Karena ada istimewanya barangkali.
255. SUTOPO : Tidakkah ibu dengar dalamnya suatu jeritan kasih-sayang, tetapi pula
mengandung kekuatan batin yang tak terduga?
256. NY. SURIO : Ya, dan aku tahu, kau selalu menunggu suatu saat untuk menyanyikan
lagu itu?
257. SUTOPO : Menunggu saat istimewa, bu?
258. NY. SURIO : Ya, jika Harsono tidak ada di rumah dan jika Citra tidak ada di rumah!
259. SUTOPO : Itu karena aku takut ditertawakan, suaraku sanggup mengusir orang
puntang-panting lari. Karena disangkanya tentu ada bom meledak atau
bambu pecah!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
260. NY. SURIO : (tersenyum) Dan aku? Biarlah terpaksa mendengarkan bambu pecah itu?
261. SUTOPO : Citra! Sebuah nama yang bagus sekali untuk sebuah lagu. Bu, aku masih
saja belum tahu, mengapa dia diberi nama serupa itu, bu?
262. NY. SURIO : Lagu itu? Mana aku tahu!
263. SUTOPO : Tidak. Citra maksudku!
264. NY. SURIO : Ya, nama itu sudah lekat saja padanya. Tetapi aku kira, waktu Pak Gondo
menemui anak kecil itu di tepi jalan, yang pertama-tama dilihatnya
hanyalah suatu bentuk yang tidak nyata saja, seperti bayangan anak kecil,
seperti hendak bersatu saja dengan bumi!
265. SUTOPO : Dan kita masih saja belum tahu, siapa orang tuanya. bukan bu? Tetapi
heran, kata-kata lagu ini seolah-olah dikarangkan untuk satu Citra saja….. Tetapi pula untuk semuanya, untuk segala yang dikasihi dalam hati yang
rindu-dendam
266. NY. SURIO : Besar juga harga pemberian tuan Kornel buat engkau, kalau begitu.
Masih ada kau dapat kabar dari dia.
267. SUTOPO : Ia sering berkirim surat kepada saya dan anehnya dalam setiap suratnya
selalu ada kalimat memperingatkan aku
268. NY. SURIO : Kalimat apa?
269. SUTOPO : Supaya jangan menyi-nyiakan pesannya, supaya jangan terlambat
memetik mawar di taman sendiri, karena Cuma satu kali dalam hidup
berkembang bunga di dalam hati, dan supaya jangan sampai orang lain
memetik terlebih dahulu. Karena sesal kemudian akan pahit sangat terasa
padaku
270. NY. SURIO : Karena takut kecewa?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
271. SUTOPO : Ya, mungkin aku akan menyesal benar kelak, jika aku masih bimbang
begini. (masuk Citra)
272. NY. SURIO : Dari mana, nak?
273. CITRA : Dari paberik, bu
274. SUTOPO : Apa lagi yang mesti dikerjakan sekarang. Engkau hendak mengatasi aku
dalam kerajinan rupanya. Lihatlah, Pemimpin Umum sudah beristirahat di
rumah enak-enak, tetapi pembantunya masih berjuang saja….
275. CITRA : Pada waktu yang akhir ini banyak pekerja yang sakit, mas. Supaya jangan
mengganggu kerja, aku suruh datang saja sore-sore.
276. NY. SURIO : Tetapi engkau sendiri tampaknya tidak begitu sehat, jangan diri terlalu
dipaksa.
277. CITRA : (kaget) Aku bu?
278. SUTOPO : Mengapa kau begitu kaget? Kalau tidak suka sakit, tidak ada orang yang
menyuruhmu (ia tertawa dipaksa). Nanti sangka ibu, aku lagi yang
menyuruh kau bekerja berat
279. CITRA : (cepat) Ah aku sehat, tidak apa-apa bu!
280. NY. SURIO : Kalau begitu, syukurlah! Tetapi aku kira, kau pergi berjalan-jalan tadi
dengan Harsono
281. CITRA : Sudah seminggu tidak bertemu dengan mas Harsono, bu. Kalau saya di
rumah, dia tidak ada, bu.
282. NY. SURIO : Anak itu sekarang menghilang-hilang saja, seperti ada yang
disembunyikan kepada kita.
283. CITRA : (cepat) Ah, apa pula yang mesti disembunyikannya ….
284. SUTOPO : (heran memandang kepada Citra, kemudian) Sudah berapa kali aku
tanyakan bu, supaya bekerja saja dengan aku di paberik. Tetapi katanya
lebih enak nganggur, kalau toh ada orang yang akan memberi makan
Kukatakan kepadanya, sekarang jangan ada hendaknya tenaga yang
nganggur, karena semuanya diperlukan untuk pembangunan Tanah Air.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
285. NY. SURIO : Lantas ?
286. SUTOPO : Dia tertawa, serahkanlah itu kepada orang bodoh-bodoh, katanya!
287. NY. SURIO : Masih saja dai barangkali menunggu. Sekolah Hakim Tinggi dibuka.
288. CITRA : Dan kepada saya, bu, dikatakannya ia akan berdagang
289. SUTOPO : Berdagang? Dari mana pula dia dapat kepandaian itu!
290. NY. SURIO : Boleh jadi aku yang salah. Harsono terlampau dimanjakan dulu. Kalau di
Jakarta Cuma mau bergaul dengan orang yang suka hilir-mudik, pelesir
dan berfoya-foya saja.
291. CITRA : Saya kira hatinya baik, bu
292. SUTOPO : (memandang Citra, tersenyum) Ya, aku sudah tahu, kau dalam beberapa
bulan ini mencoba-coba memperbaiki kelakuannya, dik. Tetapi baiklah
awas-awas, jangan-jangan nanti kau yang diperbaikinya.
293. CITRA : (Kaget) Apa maksud, Mas?
294. NY. SURIO : (Tersenyum) Sutopo ini pandai berolok-olok Harsono memang agak
ceroboh, tetapi ia seorang yang dapat dipercayai.
295. SUTOPO : (Berdiri, pergi ke luar) Dan dik Citra saking asyiknya kan beberapa kali
sampai tak masuk kantor? (Berolok-olok) Awas ya, kalau kerjamu kau
abaikan, kau dipecat!
296. CITRA : (Tersenyum) Saya tuan besar!
297. SUTOPO : Aku hendak mengambil hawa sejuk sebentar, Bu. Kau ikut Citra? Ada
yang hendak kuceritakan!
298. CITRA : (Agak ragu) Sebenarnya aku menunggu mas Harsono, tetapi…
299. SUTOPO : (Cepat) Biar, biarlah, tidak apa sendirian…
300. CITRA : (Bimbang sangat) Tapi mas…
301. NY. SURIO : (Cepat memotong) Aku ikut dengan engkau, Topo!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
MEREKA KELUAR, SEMENTARA CITRA TERMANGU SENDIRIAN.KEMUDIAN
MASUK HARSONO DENGAN TERGESA-GESA. CITRA MENYAMBUTNYA.
302. CITRA : Kemana selama ini, Mas? Tidak pernah bertemu lagi di rumah.
303. HARSONO : (Agak kasar) Meski kau tau kemana aku pergi? (Kemudian melihat Citra
agak kaget, lunak) Ah dik, aku agak kesal-kesal saja hari-hari belakangan
ini.
304. CITRA : (Kembali tenang) Tetapi mengapa mas?
305. HARSONO : (Kesal) Pekak telingaku mendengar mesin pabrik itu. Dari pagi sampai
malam, sampai pagi lagi mendengung-dengung dengan tidak ada henti-
hentinya…mengejar aku sampai dalam tidur…
306. CITRA : (Kasih) Aku kira, dia memanggil mas untu kerja, bersama-sama
berusaha…
307. HARSONO : Dengan mas Topo? Terima kasih.
308. CITRA : (Terus) Dan nanti kalau sudah biasa tentu tidak akan mengganggu lagi,
malahan tidak senang, kalau tidak terdengar dengung itu.
309. HARSONO : Aku tak pernah merasa biasa di sini!
310. CITRA : (Terus) Alangkah girangnya aku, jika mas ikut bekerja di sini bersama
sama dengan kami. Kata mas Topo, dalam perusahaan kapas terletak
zaman datang yang gemilang!
311. HARSONO : (Tertawa) Memang, dia suka mendirikan teori yang muluk-muluk atas
otaknya yang kecil itu. Orang kampung bisa dibodoho, dioboroli, aku
tidak!
312. CITRA : Dan jika aku memintanya, mas?
313. HARSONO : (Bimbang) Ya, kalau kau yang memintanya…
314. CITRA : (Girang) Mas mau?
315. HARSONO : (Pasti) Aku mau lepas dari cerobong yang menonjol itu seperti hendak
mengadang aku saja… aku mau lepas dari asap dari dengungan mesin pabrik yang seperti hantu mengejar aku… Aku mau lepas, lepas…
316. CITRA : Dari aku juga…?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
317. HARSONO : (Mendekati Citra) Dari engkau? Aku sangka engkau telah bersatu pula
dengan pabrik, sawah, ladang, dan segala yang mengusir aku darisini… seperti juga mas Topo! (Ia masuk kamar)
318. CITRA : (Kaget) Mas! (Kemudian kelihatan ia menahan dirinya, lalu terduduk di
kursi, sebentar kemudian masuk Tinah)
319. TINAH : Citra! (Terus gembira) Aku kira kau akan datang ke rumah kami tadi!
320. CITRA : (Kembali mencoba girang) Ke rumahmu? Ada apa?
321. TINAH : Sudah kusangka dia tidak akan menyampaikannya kepadamu. Mas
Wanto tidak bilang apa-apa di pabrik tadi, bukan?
322. CITRA : Suwanto? Mengapa dia?
323. TINAH : Aku suruh dia datang tadi padamu untuk minta maaf.
324. CITRA : Meminta maaf buat apa?
325. TINAH : Ya, aku sudah tau dia pernah mengganggu engkau dulu, diceritakannya
kepadamu, dia sudah menyesal sekarang. Jadi, aku paksa dia minta maaf
padamu! Dan sambil lalu mengundang kau sekali.
326. CITRA : Buat apa mengundang aku, Tinah?
327. TINAH : Aku sudah bertukar cincin dengan dia. Tadi ada selamatan kecil di
rumah.
328. CITRA : (Heran) Tetapi mengapa dengan Wanto, Tinah? Tidakkah ada laki-laki
yang lain?
329. TINAH : Ya, aku mengerti kau akan menyalahkan aku. Tetapi kau tidak tau,
sebenarnya mas Wanto itu baik hati, Cuma….
330. CITRA : Ya, ya, kalau kita perempuan sedang berkasih, semua laki-laki jadi baik
hati. Kalau begitu terimalah selamat dari aku. (Mereka bersalaman)
331. TINAH : Jadi dia tidak datang padamu tadi, bangsat itu! Nanti kuajar dia berani
membohongi aku!
332. CITRA : Barangkali ia masih malu, Tinah.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
333. TINAH : Malu? Mas Wanto malu? Malu-malu kucing barangkali. Tetapi kau
bagaimana, kapan mengikuti aku?
334. CITRA : Ah aku tidak tau, kepalaku sedang pusing pusing sekarang.
335. TINAH : Aku girang, jika engkau juga beruntung. Siapa yang akan beruntung
mendapat engkau, Citra?
336. CITRA : (Diam)
337. TINAH : Biarlah aku akan dengar juga nanti, yang muda atau yang tua. Tetapi ini
ada kabar baru. Tetapi kabar angin saja tentu. Jangan terlalu kau ambil
pusing!
338. CITRA : Kabar apa itu?
339. TINAH : (Seperti membisikan rahasia besar) Banyak orang mengatakan mas-mu
sudah beberapa kali ke Surabaya sama-sama dengan janda kaya tetanggaku
itu.
340. CITRA : (Kaget) Siapa Tinah?
341. TINAH : Tuan Harsono!
342. CITRA : (Pucat) Betul katamu itu? Aku tidak percaya!
343. TINAH : Aku sendiri tidak melihat, cuma mendengar bisikan orang saja! Tetapi
mengapa kau pucat, Citra?
344. CITRA : (Mengelak) Ah tidak apa-apa. Kepalaku agak pusing sedikit.
KEDENGARAN SUARA LAKI-LAKI DI LUAR ASSALAMUALAIKUM! SEBENTAR
KEMUDIAN MUNCUL WANTO.
345. WANTO : Selamat Sore, nona Citra!
346. TINAH : (Berdiri, terus menyerang) Ah baru datang, mas? Mengapa kau bohongi
aku. Kau tidak minta maaf kepada Citra, pesanku juga tidak kau
sampaikan kepada Citra!
347. WANTO : Sekarang ini saya mau minta maaf, nyonya besar!
348. TINAH : Pintar kau Wanto, belum menikah sudah berbohong.
349. WANTO : (Tersenyum) Kalau sudah kawin, tentu tidak lagi (kepada Citra) Tetapi
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
saya mau minta maaf sekarang, nona Citra. Saya silap dulu itu…
350. CITRA : Biarlah jangan disebut, tuan! Silakan duduk!
351. WANTO : Terima kasih, nona. Tetapi saya mau mengambil Tinah kemari.
352. TINAH : (Curiga) Oh, begitu. Mengambil aku atau meminta maaf?
353. WANTO : Kedua-duanya nyonya besar!
354. TINAH : (Kepada Citra) Tidak, sudah kukatakan, hatinya baik Citra. Nah, kami
pergi dulu. Mari mas!
355. WANTO : Permisi nona Citra! Lain kali saya kembali!\
356. TINAH : Kalau hendak mengunjungi Citra dengan aku, ya! (Ia tersenyum kepada
Citra, lalu keluar, sebentar kemudian masuk lagi Harsono)
357. HARSONO : (Melihat mereka pergi) Apa di buat bangsat itu kemari? Engkau belum
juga jera-jeranya, masih saja mau menerimanya.
358. CITRA : Ia datang menjemput Tinah. Tetapi kalau mas tidak suka ia datang
kemari, nanti akan kukatakan.
359. HARSONO : (Tampaknya agak gelisah) Ah biarlah!
360. CITRA : Dan lagi ia sekarang sudah bertukar cincin dengan Tinah.
361. HARSONO : Hhhhmmm, tukar cincin. Baik buat orang seperti dia. Bagiku tukar cincin
dan segala yang remeh itu sudah kolot. Kalau mau kawin, kawin terus!
(Terdiam melihat Citra memandangnya dengan tenang).
362. CITRA : Mas mau kemana? Tergesa-gesa saja?
363. HARSONO : Ibu dan Sutopo kemana?
364. CITRA : Pergi berjalan-jalan.
365. HARSONO : Ah biarlah aku tinggalkan surat saja!
366. CITRA : Surat?
367. HARSONO : (Mau masuk kamar, kemudian berpaling) Citra, ada yang hendak
kukatakan padamu!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
368. CITRA : Apa mas?
369. HARSONO : Maukah kamu melupakan segala yang terjadi antara kita?
370. CITRA : Segala-galanya? Apa maksud, Mas?
371. HARSONO : Ya, bahwa kita selama ini hanyalah bergaul sebagai orang bersaudara
saja? Biarkanlah semua itu tinggal kenang-kenangan saja. Kenang-
kenangan yang serba indah.
372. CITRA : Ya, bagiku waktu beberapa bulan ini, waktu yang paling indah selama
hidupku.
373. HARSONO : Nah, kan baik begitu. Biarlah itu menjadi kenang-kenangan karena
kenyataan akan merusak segala-galanya saja!
374. CITRA : Tetapi mengapa mas bilang begitu?
375. HARSONO : Seperti aku katakan tadi. Kita selama ini hanyalah bergaul sebagai
seorang saudara saja.
376. CITRA : Apakah benar mas kita hanya sebagai orang bersaudara saja? Tidakkah
ada perasaan atau pergaulan yang lebih dalam?
377. HARSONO : (Bimbang, kemudian kesal) Ya, ya, tetapi mulai saat ini, baiklah tidak
ada apa-apa lagi diantara kita. Aku bukan apa-apa bagimu, engkau bukan
apa-apa bagiku. Jadi tidak ada hubungan yang istimewa…
378. CITRA : (Kaget) Tetapi mas…!
379. HARSONO : Tentu, tentu aku akan selalu baik kepadamu. Tetapi ingatlah, tidak ada
hubungan istimewa…
380. CITRA : Ya, aku rasa, aku mengerti, kemana mas hendak pergi. Apa maksud mas
sebenarnya?
HARSONO MENGELAK MASUK KAMAR, SEBENTAR KEMUDIAN MASUK SUTOPO
DAN NY. SURIO
381. SUTOPO : Harsono sudah kembali, Dik?
382. CITRA : (Lemah) Sudah, Mas.
383. SUTOPO : Tolong ambilkan aku air teh sedikit, Dik. (Terhenti memandang Citra)
Tetapi ada apa ini, mengapa kau begitu pucat tampaknya!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
384. CITRA : Ah tidak ada apa-apa! Biarlah aku ambilkan sebentar (Ia keluar)
385. NY. SURIO : Aneh benar kelakuan Citra sore ini!
386. SUTOPO : Ada yang dipikirkan barang kali, hatinya memang tidak terlalu terbuka
kepada orang lain!
387. NY. SURIO : Dan datang lagi soal Harsono ini.
388. SUTOPO : Aku hampir tidak bisa percaya, Harsono dengan janda itu! Tidak masuk
pada akalku!
389. NY. SURIO : Aku juga sudah memikirkannya.
390. SUTOPO : Tetapi, jika Pak Gondo yang mengatakannya tentu benar, Bu. Pak Gondo
belum pernah berdusta pada kita, jangan lagi memfitnah orang.
391. NY. SURIO : Hal ini mesti kita tanyakan sendiri pada Harsono.
392. SUTOPO : Harsono sudah gila barangkali, kalau uang janda yang dicarinya. Kita toh
punya cukup harta, Bu.
393. NY. SURIO : Ya, mungkin belum memuaskan buat dia!
394. SUTOPO : Sekarang pasti ia tidak teringat akan meneruskan sekolahnya lagi.
PADA WAKTU ITU MASUK SEORANG PEKERJA TERGESA-GESA
395. PEKERJA : Maaf tuan! Tetapi ada kecelakaan di pabrik!
396. SUTOPO : Kecelakaan, kenapa?
397. PEKERJA : Pak Darto, kakinya terjepit pligwil.
398. SUTOPO : Astaghfirullah! Sudah berapa kali aku bilang mesti hati-hati. Di dinding
penuh tertulis: Hati-Hati Bekerja!
399. PEKERJA : Tidak tau saya tuan, mungkin karena dia khilaf!
400. SUTOPO : Baiklah, aku datang sendiri. Ada-ada saja yang terjadi!
401. NY. SURIO : Aku ikut dengan engkau, Topo. Biarlah aku ambil peti perban sebentar
atau pergilah dulu, sebentar aku susul.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
SUTOPO DENGAN PEKERJA KELUAR, NY SURIO MENGAMBIL PERBAN KELUAR.
KEMUDIAN KEDALAM LAGI. LALU MENGIKUTI SUTOPO. SEBENTAR SESUDAH ITU
MASUK HARSONO.
402. HARSONO : (Berseru-seru) Citra, Citra! (Ia ada amplop ditangannya)
403. CITRA : (Masuk diam)
404. HARSONO : Ini surat buat Sutopo dan Ibu! (Memberikan surat)
405. CITRA : (Menerima, heran) Surat apa, Mas?
406. HARSONO : Berikan sajalah, aku mesti berangkat sekarang juga.
407. CITRA : (Kaget) Mas berangkat? Kemana mas?
408. HARSONO : Belum tahu lagi kemana. Tetapi jauh dari sini. Aku sudah bosan tinggal
disini!
409. CITRA : (Seperti putus asa) Tetapi, mas tidak akan meninggal aku begitu saja,
bukan?
410. HARSONO : (Mencoba tenang) Dengar sebentar Citra. Sudah ku katakan padamu tadi,
mulai saat ini kau jangan ingat aku lagi.
411. CITRA : Tidak mungkin mas bisa berbuat begitu kepadaku, aku kan tidak bersalah
apa-apa.
412. HARSONO : (Kesal) Engkau tidak salah, engkau cuma tidak bisa menahan aku di sini.
Tidak ada orang yang bisa menahan aku di sini. (Ia masuk kamar,
kemudian keluar lagi dengan membawa koper) Aku mesti berangkat
sekarang, mengejar kereta api penghabisan.
413. CITRA : Mas ingatlah kasih yang kita tegakkan bersama-sama selama ini.
Bagaimana sakitnya segala itu bagiku, sekarang hendak mas koyak-koyak
saja seperti kita hanya barang biasa yang dapat dilempar begitu saja.
414. HARSONO : Ya, tentu aku akan selalu ingat padamu.
415. CITRA : Ya, sudah kurasa dari tadi mas rupanya tidak kasih lagi padaku. Biarlah
aku tidak meminta-minta lagi.
416. HARSONO : Tetapi dengarlah Citra. Aku berangkat ini sungguh perlu. Kalau aku
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
terangkan kau tidak akan mengerti juga, (Kemudian lemah lembut) Kau
percaya padaku, bukan Citra?
417. CITRA : Jangan aku dibujuk lagi!
418. HARSONO : Percayalah aku terpaksa berangkat. Tidak ada jalan lain lagi.
419. CITRA : Aku kira mas lari, mungkin.
420. HARSONO : (Kaget) Apa maksudmu?
421. CITRA : Mas lari dari kewajiban terhadap keluarga, terhadap perusahaan, terhadap
aku, dan….
422. HARSONO : Dan….
423. CITRA : Ah jika aku sebut benar, aku masih gengsi menahan mas pergi.
424. HARSONO : (Mendesak) Dan apa? Katakanlah!
425. CITRA : (Mengelak) Dari kenyataan mungkin …. Tetapi pergilah mas, pergilah … datang harinya mas akan datang lagi kesini … untuk menebus dosa.
426. HARSONO : (Kesal) Engkau hendak mencoba menakuti aku pula, kau anak pungut
yang tak mempunyai asal usul!
CITRA DIAM. HANYA MEMANDANGNYA SAJA. HARSONO SEOLAH-OLAH GELISAH
DIBAWAH PEMANDANGAN GADIS ITU, KEMUDIAN CEPAT LARI KELUAR.
SEJURUS CITRA TINGGAL SENDIRIAN. BERJUANG DALAM BATINNYA. KEMUDIAN
IA BERLARI KE PINTU.
427. CITRA : (Berseru) Mas Harsono! Mas Harsono!
KETIKA DILIHATNYA TIDAK ADA HARSONO TAMPAK LAGI, IA MASUK KE
DALAM KAMAR, LEMAH TAMPAKNYA. SEBENTAR PANGGUNG KOSONG
KEMUDIAN MASUK SUTOPO, NY. SURIO DAN PAK GONDO.
428. SUTOPO : Untung tidak semua kakinya disepak pligwil itu, kalau semua mesti di
potong.
429. PAK GONDO : Lebih baik bagian-bagian yang berbahaya itu diberi pagar saja, tuan
muda.
430. NY. SURIO : Duduk dulu, Pak Gondo (Memanggil) Citra, nak Citra! (Masuk Citra
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
matanya memerah karena meningis, ia membawa baki dengan teh. Ah
sudah masak airnya!
431. SUTOPO : (Memandang Citra agak curiga) Ada apa dik, mengapa merah matamu
tampaknya. Menangis?
432. NY. SURIO : (Memandang pula) Ada apa nak?
433. CITRA : (Diam meletakan baki di atas meja, lalu memberikan surat kepda Sutopo)
434. SUTOPO : Surat apa ini?
435. CITRA : Dari mas Harsono…. Ditinggalkan buat mas Topo dan ibu.
436. SUTOPO : (Heran) Mengapa pula ia meninggalkan surat.
437. CITRA : Ia sudah berangkat, bu, dengan kereta api penghabisan…. (Citra keluar)
438. SUTOPO : (Mengikuti Citra dengan matanya) Aku tidak tahu Citra kasih pada
Harsono….
439. NY. SURIO : Apa katanya, Nak?
440. SUTOPO : (Membaca kemudian perlahan-lahan) Betul juga rupanya apa yang
dikatakan Pak Gondo tadi, Bu!
441. NY. SURIO : Harsono dengan janda kaya itu?
442. SUTOPO : (Perlahan-lahan) Mereka sudah kawin rupanya.\
443. NY. SURIO : Astagfirullah!
444. SUTOPO : Dengarlah oleh ibu apa katanya (Membaca) “Saya tidak bisa menjadi
mandor di pabrik ibu, mandor besar sekalipun. Saya sudah takdir di
ciptakan untuk bersenang-senang, dengan tidak perlu mengeluarkan
keringat banyak-banyak. Orang mungkin akan menertawakan aku kawin
dengan janda kaya itu. Tetapi orang yang perlu tertawa besar itu aku
sebenarnya! Karena aku yang mengecap kesenangan hidup yang tak ada
bandingnya. Apa lagi yang dikehendaki mas Topo? Istri cantik, punya duit
pula!
445. NY. SURIO : Astaga, anakku? Darimana ia dapatkan pikiran begitu?
446. SUTOPO : (tertawa membaca) Maksud kamu akan berdagang besar-besaran. Jangan
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
lagi dicoba menyusul aku. Toh akan sia-sia.
447. NY. SURIO : (Putus asa tampaknya) Mengapa anakku, darah dagingku begitu
mengecewakan aku……
448. SUTOPO : Memang ibu begitu kecewa….. Ya, dan dengarlah lagi, bu …… sebenarnya ibu mujur, sekarang tidak ada lagi aku mengganggu ibu, dan mas Topo juga, ia tidak akan ada lagi
perasaan, bahwa aku seolah-olah hendak merebut perusahaan dari dia… (Sutopo berhenti membaca, sedih) Harsono mempunyai sangkaan begitu
terhadap aku rupanya. Tuhan akan menghukum aku, jika aku ada niat
mendesaknya…..
449. NY. SURIO : Teruskan sajalah membaca jangan didengarkan begitu! Segala alasannya
itu tentu ia hendak mencari-cari saja.
450. SUTOPO : (Terus membaca) Dan tentang Citra … ya, aku serahkan kepada mas Topo saja untuk membereskannya. Bukankah mas Topo pada akhir-akhir
ini sering betul menyanyikan lagu yang menyakitkan kuping itu. Ya, aku
sudah tahu mas… ini kesempatanmu datang sekarang (Sutopo berhenti
membaca, pada wajahnya terukir bermacam-macam perasaan kesal-sedih-
kecewa).
451. NY. SURIO : (Menghampiri Sutopo) Mengapa nak?
452. SUTOPO : Aku tidak ingin membaca surat ini lebih lanjut lagi! Tak sanggup ‘ memikirkannya, bagaimana Harsono dapat berpikir demikian tentang
diriku…
453. NY. SURIO : (Pasti) Ya, barangkali lebih baik begitu. Biarlah ia pergi. Biarlah
dicobanya hidup secara dia. Jika hendak dicobanya juga. (Masuk Citra
dengan satu mangkuk teh lagi. Sutopo diam, mengikutinya dengan
katanya).
454. SUTOPO : Tidaklah dapat kami meringankan kesedihanmu, dik?
455. NY. SURIO : Kau kasih benar rupanya pada Harsono… aku mengerti engkau kaget mendengarkan ia kawin itu…
456. CITRA : (Pucat) Mas Harsono kawin bu…? (Tangannya menggigil-gigil, hingga
air teh yang sedang ditaruhnya di meja tumpah).
457. SUTOPO : Belumkah engkau tahu, Dik?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
458. SUTOPO : (Menahan tangis) Tidak dikatakannya kepadaku
.
459. NY. SURIO : Ia kawin dengan janda kaya itu.
460. CITRA : (Tiba-tiba menangis) Biar, biarlah ia kawin dengan siapa saja. Siapa saja
yang disukainya!
461. SUTOPO : (Mendekati Citra, lalu meletakan tangannya dibahu gadis itu) Engkau
kasih benar pada Harsono rupanya.
462. CITRA : (Melemparkan tangan Sutopo dari bahunya, menangis) Tidak, tidak aku
tidak kasih padanya tidak. Tidak (Berlari-lari, ia keluar) (Yang tinggal
seolah-olah heran berdiam).
463. SUTOPO : (Kemudian, perlahan-lahan) Sungguh aku tak menyangka. Citra akan
begitu kasih pada Harsono atau barangkali aku yang buta.
464. NY. SURIO : Karena kasihmu?
465. SUTOPO : (Perlahan-lahan) Mungkin bu (Mengubah sikap) Tetapi baiklah ibu bujuk
dia. Aku kenal Citra, jika dia sedih sangat ia sanggup menerjuni kali atau
yang seperti itu.. (Ny. Surio mengikuti Citra).
SEJURUS SUTOPO TERDIAM, KEMUDIAN PAK GONDO YANG SELAMA INI DIAM
SAJA MENDEKATINYA.
466. PAK GONDO : Besar benar kasih tuan muda pada nak Citra rupanya
467. SUTOPO : (Berpaling) Bagaimana sangka Bapak?
468. PAK GONDO : Ya, aku mengerti.. seorang gadis seperti dia… hanya akan dikasihi dengan sepenuh hati oleh orang seperti tuan muda
469. SUTOPO : Apa maksud bapak?
470. PAK GONDO : Aku rasa, tuan muda Harsono tidak kasih pada Citra seperti tuan muda
mengasihi dia.
471. SUTOPO : Mungkin Harsono terlampau banyak melihat gadis-gadis kota yang lebih
cantik lagi.
472. PAK GONDO : Mungkin. Mungkin juga tidak…
473. SUTOPO : Ya, buat Citra semua akan kukerjakan. Kalau dikatanya pada ku :
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Pergilah, susullah Harsono, bunuh dia! Saat ini juga aku akan berangkat
(Kedengaran tangis seorang gadis tertahan. Pak Gondo dan Sutopo
terdiam).
474. PAK GONDO : Aku merasa ada sesuatu yang lebih dalam terselip di sini… tidak dapat aku menerangkan karena pikiran itu saja sudah menakutkan aku.
475. SUTOPO : (Heran) Apa pak? (Pada waktu itu Ny. Sutopo pucat tampaknya)
Mengapa bu?
476. NY. SURIO : (Perlahan-lahan) Citra anak yang malang itu… dia sedang dalam kedaaan
(Kemudian dengan tangis tertahan) Dia sedang mengandung anak
Harsono, topo.
477. SUTOPO : (Kaget) Apa bu? Anak harsono (Geram tampaknya) Jahannam mungkin
karena itu dia lari.
478. NY. SURIO : Bukan. Harsono tidak tahu.
479. SUTOPO : Tidak tahu? Mengapa tidak dikatakan kepada dia… mengapa Citra diam
saja
480. NY. SURIO : Ia masih menyangka Harsono akan pulang… ia tidak tau Harsono sudah kawin.
481. PAK GONDO : Begitu besar rupanya kepercayaan nak Citra.
482. SUTOPO : (Pahit) Dan adikku tidak bisa menghargai kepercayaan itu, ia tidak bisa
menghargai kesuciannya lagi… karena jiwanya sudah bernoda… tetapi ini tidak bisa dibiarkan begini saja, Bu? Ibu mengerti, bukan?
483. PAK GONDO : Saya sudah merasa ini akan terjadi… sukar bagi saya dulu untuk
melemparkan pikiran yang menakutkan itu tetapi…
484. SUTOPO : Ya, beginilah akhirnya (Seolah-olah mendapatkan pikiran) Tetapi kita
harus bertindak dengan lekas , Bu.
485. NY. SURIO : Apa yang hendak kau lakukan nak?
486. SUTOPO : (Tegas) Harsono mesti mengawini Citra! Tidak ada jalan lain lagi.
487. NY. SURIO : Tetapi ia sudah kawin nak… dan mungkin sudah berangkat pula
488. SUTOPO : Mestilah dia kawin satu kali lagi, mesti aku tidak akan membiarkan dia
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
lepas begitu saja. Akan kususul dia, akan kuseret dia ke mari! Dia mesti
mengawini Citra di hadapan ibu dan aku! Biarlah aku susul dia. (Dengan
cepat ia berlari ke luar).
489. NY. SURIO : (Sesudah diam sejurus) Kesedihan ini rasanya tidak tertahan, Pak Gondo,
Harsono, anak saya. Sutopo anak saya, kedua-duanya adalah darah daging
saya.
490. PAK GONDO : Saya mengerti, bu Surio
491. NY. SURIO : Saya merasa, saya pun bersalah dalam hal ini, dulu ia terlampau
dilepaskan pada diri sendiri, bisa berbuat sesuka hatinya saja, ia biasa
diladeni.
492. PAK GONDO : Tidak baik bu Surio menyalahkan diri sendiri. Tuan muda Harsono sudah
cukup besar untuk mengetahui yang jelek dan yang benar.
493. NY. SURIO : Selalu saya peringatkan padanya, supaya mengingat langkah. Tetapi saya
cuma ditertawakannya saja. Tidak ada yang sakti bagi dia lagian tidak ada
yang patut dihormati. Semuanya jadi barang biasa yang dipakai dan
dibuangnya tiap waktu.
494. PAK GONDO : Tampak juga pada saya, tuan muda Harsono seperti tidak senang tinggal
di sini, kelihatannya bosan dan kesal saja.
495. NY. SURIO : Pergaulan di kota itu tidak membaikkan buat dia dan lagi
hatinya memang lemah… baiklah saya pergi melihat Citra
dulu.. (Ia ke luar, sebentar. Tinggal Pak Gondo sendirian,
kemudian masuk lagi Sutopo, kelihatannya lesu saja)
496. PAK GONDO : Bagaimana, tuan muda?
497. SUTOPO : (Menggelengkan kepala) Kereta api sudah lama berangkat
rupanya aku gila tadi hendak menyusul dia.
498. PAK GONDO : Jadi bagaimana pendapat tuan muda sekarang?
499. SUTOPO : Akan kususul dia ke Surabaya (Tegas) Ya, akan kucari dia ke
seluruh jawa.. Akan kupasang adpertensi dimana-mana, biar
dunia tau kelakuannya yang keji itu.
500. PAK GONDO : Tetapi bagaimana pun dia adik tuan muda, bagaimana
menepuk air di dulan, akan terpecik juga ke muka sendiri.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
501. SUTOPO : Ya, aku mengerti… Jika demikian aku akan melukai hati
ibu… dan keluarga Surio tentu akan merosot namanya.
502. PAK GONDO : Pendapat hmm sangat kejam tuan muda, tidaklah tau timbang-
menimbang
503. SUTOPO : Ya tentu orang akan memperkatakan kita, mula-mula di desa
ini, terus meluap ke luar dan orang orang tempat kita
berhubungan tentu akan memandang kita dengan mata yang
menduga-duga. Dan bagaimana dengan maksud kita yang besar
buat perusahaan tenun “Jawa Timur”
504. PAK GONDO : Ya tentu akan menderita akibatnnya.
505. SUTOPO : (Terpikir sebentar, kemudian tegas) Cuma ada satu jalan, Pak.
Cuma ada satu jalan.
506. PAK GONDO : (Curiga) Sudah tuan muda pikirkan baik-baik?
507. SUTOPO : Sudah tetap hati saya sekarang (Berseru) Bu, bu!
508. NY. SURIO : (Masuk) Sudah kembali Topo, bagaimana?
509. SUTOPO : (Tegas) Harsono sudah berangkat, Bu, tidak mungkin aku
dapat menyusul lagi dan kalau kabar ini pecah, kita semua akan
menanggungnya.
510. NY. SURIO : Jadi bagaimana pikiranmu, Nak?
511. SUTOPO : Aku tidak dapat berbuat selain dari…. Mengawini Citra, Bu!
512. NY SURIO : Engkau kawin dengan Citra…….?
513. PAK GONDO : Tapi betulkah sudah tuan mua pikirkan benar-benar ?
514. NY SURIO : (heran) Tahukah kau besarnya kurban yang sedang kau bawa ini nak ?
515. SUTOPO : Pikiran tidak ikut campur sekarang bu. Inilah Cuma jalan satu-satunya.
Citra mesti kawin dengan aku !
516. SUTOPO : (terharu) Tidakkah kau akan menyesal, Topo ?
517. NY SURIO : Menyesal ? Kawin dengan Citra ? (cepat ia berjalan ke piano dan seperti
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
orang kehilangan akal, ia mulai memukul piano dengan hebatnya
melagukan “Citra”, dua orang tua itu terpekur).
LAYAR TURUN PERLAHAN-LAHAN
PANGGUNG: Di taman, sebelah rumah keluarga Suriowinoto. Di belakang taman sebagian dari
rumah itu, dengan pintu jendela lebar, dengan gorden tule, hingga kelihatan juga bayang-bayang
orang dalam rumah itu.
Di taman yang dihias dengan tanaman bunga yang serba indah, ada satu stel sice kebun,
dilindungi oleh payung besar. Ke sebelah kiri jalan ke jalan raya, ke sebelah kanan ke belakang
rumah.
WAKTU: Sore menjelang maghrib, hampir setahun sesudah babak II, Ny. Surio duduk
menyulam, Sutopo sedang membaca koran, mukanya lebih muram dari biasa. Sebentar-sebentar
Ny. Surio memandang kepadanya.
518. NY SURIO : Tidakkah kau perhatikan Citra makin lama makin kurus juga tampaknya,
Topo ?
519. SUTOPO : (mengangkat kepala) Betul itu, bu ?
520. NY SURIO : Kau mengabaikan saja rupanya ?
521. SUTOPO : (membaca lagi) Saya kira dia sedih karena kematian anaknya itu.
522. NY SURIO : (agak menyesal) Orang lain tentu akan salah sangka mendengar engkau
bicara seperti itu tentu anak Citra, seperti tidak terharu sedikit juga. Sebab,
orang sangka tentu engkau yang kematian anak, bukan?
523. SUTOPO : (cepat) Aku kematian anak?
524. NY. SURIO : Ya, maksudku bukan orang lain ! Orang tidak tahu keadaan yang
sebenarnya bukan, Bagiamana letak perkara yang sebenarnya. Atau
barangkali maksudmu, toh akan membongkar rahasia ini sesudah setahun
kau tanggung…………. Dengan lagakmu yangacuh tak acuh itu? Kalau
bukan, setidaknya orang akan menyangka engkau tidak berhati-berjantung!
Pandai-pandai malah main kemidi…..!
525. SUTOPO : (meletakkan barangnya dan memandang ibunya) Ibu rupanya kecil hati
kepada saya…..
526. NY SURIO : Bagaimana aku takkan kecil hati, karena aku pun merasa ikut bersalah
dalam hal ini…..
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
527. SUTOPO : (cepat) Ibu! Kasihku pada Rilwan, anak Citra bukan sedikit, ibu sendiri
tahu, tetapi..
528. NY SURIO : Tetapi barangkali engkau girang juga dia meninggal sekarang !
529. SUTOPO : Ibu! Jangan bicara begitu.
530. NY SURIO : Bagaimana seharusnya sikapku, pikiranmu ?
531. SUTOPO : Aku kasih pada Citra, ibu tahu itu. Dan anaknya semenjak lahir aku
perlakukan seperti anakku sendiri. Barangkali ibu kira aku selama setahun
ini hanya main kemidi saja mungkin….
532. NY SURIO : Tetapi kau selama itu, tidak pernah jadi suami Citra yang benar, bukan?
533. SUTOPO : Tidakkah cukup aku pandai main kemidi saja, semuanya ini bukankah
hanya buat orang lain saja, bukan?
534. NY SURIO : Engkau keras, Topo! (masuk Citra membawa teh dan kuwe)
535. NY SURIO : (memperhatikan muka Citra) Duduklah dengan kami, nak. Kau sudah
lama benar tidak sama-sama duduk dengan kami bercakap-cakap.
536. CITRA : Biarlah bu, masih banyak kerja yang harus diselesaikan di belakang.
537. NY SURIO : Ah nanti bisa juga kau kerjakan bukan?
538. CITRA : Biarlah nanti saja, bu. Masih banyak kerja di belakang lagi belum siap (ia
ke luar)
539. NY SURIO : (kepada Sutopo) Tidakkah kau kasihan melihat dia, Topo?
540. SUTOPO : (jengkel tampaknya) Jadi maksud ibu, aku juga yang salah ? Ataukah
mesti aku ikut menangis?
541. NY SURIO : Aku sangka kau akan lebih kuat, Topo!
542. SUTOPO : Aku Cuma manusia biasa, Ibu….
543. NY SURIO : (memandang anaknya dengan tajam) Mengapa mesti kau menekankan
perasaanmu yang sebenarnya, jika engkau betul Cuma manusia biasa.
Mengapa kau paksa benar hatimu, aku tahu kau kasih pada Citra. Di mata
dunia dan di mata agama kau sudah suaminya sekarang.
544. SUTOPO : Tetapi bagaiman di matanya sendiri, bu ? Dan di mata Tuhan?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
545. NY SURIO : (lemah)Dekatilah olehmu dia. Aku tahu benar dia merasa sunyi sekarang
apalagi anaknya meninggal.
546. SUTOPO :Aku tidak ingin minta-minta.
547. NY SURIO :Akan kuberatkan benarkah beban yang terasa dalam hatiku, Sutopo.
Bahwa aku pun tidak akan pernah bahagia, jika keadaan terus begini,
bahwa aku pun merasa bersalah dalam hal ini…
548. SUTOPO : Aku tidak akan pernah menyesal mengawini Citra, bu…
549. NY SURIO : Dan berapa tahun lagi, kiramu kemidi begini akan bisa dilanjutkan?
(kemudian lemah) Tidakkah kau mau, jika aku yang meminta Topo?
Untuk kebaikan dia, untuk kebaikan aku…..dan untuk kebaikan perusahaan kita yang sudah kau abaikan karena mabuk pikiran sendiri?
550. SUTOPO : (menyangkal) Aku tidak pernah melalaian kewajibanku! Kalau mau lalai,
itu berarti aku lupa kepada pembangunan Tanah Air kita sekarang
551. NY SURIO : Kau tidak gembira bekerja, aku lihat. Kau sendiri selalu
mempropagandakan kegembiraan, pangkal kegiatan.
552. SUTOPO : (menyerah) Jadi apa yang harus kulakukan?
553. NY SURIO :Aku panggil dia ke mari, duduk-duduk dengan engkau. Engkau bawalah
dia bercakap-cakap….dan cobalah selesaikan segala yang kusut dalam hatimu.
554. SUTOPO : (menyerah)Baiklah, karena ibu yang meminta.
555. NY SURIO : (Memandang Sutopo sebentar, kemudian berdiri, lalu ke luar) Baik,
tunggulah sebentar. (sejurus Sutopo ditinggal sendirian terpekur, berjuang
tampaknya. Kemudian masuk lagi Ny.Surio dengan Citra)
556. NY SURIO : (kepada Citra) Sutopo ingin bercakap-cakap dengan engkau, nak.
Duduklah di sini, biar ibu menyelesaikan kerjamu di dalam.
557. CITRA : (diam seperti lesu saja duduk di kursi).
558. NY SURIO : (meletakkan tangannya di atas bahu Sutopo, lalu ke luar).
(sejurus mereka kedua terdiam saja, kemudian)
559. SUTOPO : Eh engkau sakit, Citra?
560. CITRA :Ah tidak mas!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
561. SUTOPO :Tetapi engkau kurus tampaknya dan pucat saja.
562. CITRA : (tidak menjawab)
563. SUTOPO : (mendesak) Masihkah engkau menyedihkan Rilwan?
564. CITRA : Kukira anakku sudah sampai ajalnya, mas. Memang sejak lahir sudah
lemah juga….. Semua adalah takdir Tuhan. 565. SUTOPO : Dan apa juga lagi yang engkau sedihkan, yang kau pikirkan?
566. CITRA : (diam)
567. SUTOPO :Harsono barangkali?
568. CITRA : Satu tahun terlalu lama untuk mengingat orang yang tidak mengingat kita
lagi mas,
569. SUTOPO : (mendesak) Kau masih kasih padanya?
570. CITRA : (dingin) Tidak!
571. SUTOPO : (agak kesal) Lantas, apa lagi?
572. CITRA : (perlahan-lahan) Aku merasa sepi di dunia ini. Rasanya aku hidup
sebatang kara….
573. SUTOPO : Tidak baik kau bicara begitu! Bukankah Ibu ada dan aku ada?
574. CITRA : Mas tentu menyangka aku kurang berterima kasih bukan?
575. SUTOPO : Citra!
576. CITRA : Salahkah aku, mas, jika segala kepercayaan telah padam buat selama-
lamanya dalam hatiku?
577. SUTOPO : Jangan sepahit itu Citra
578. CITRA : Mas baik kepada aku. Tambah memberatkan tanggunganku.
579. SUTOPO :Jadi aku berlebih dalam hidupmu? Aku berlebihan daging yang harus
dipotong, karena…
580. CITRA : (cepat) Bukan itu maksudku mas. Bukan itu! (Masuk tukang pos
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
membawa surat)
581. TUKANG POS : Selamat sore tuan Sutopo, ini ada surat..
582. SUTOPO : (menerima) Terima kasih pak Samun. Ada yang lain lagi ?
583. TUKANG POS : Itu saja tuan! Tabe tuan Sutopo (ia ke luar)
584. SUTOPO : (membaca kartu pos yang di tangannya) Barangkali ini kabar gembira
buat engkau Citra!
585. CITRA : (diam saja memandang Sutopo)
586. SUTOPO : Tidakkah kau ingin mendengarnya
587. CITRA : Dari mana pula aku akan mendapat kabar gembira sekarang, mas?
588. SUTOPO : Kartu pos ini dari Harsono (memandang Citra dengan tajam) Masih
teringat ia rupanya kepada kita
589. CITRA : Aku tidak ingin mendengarnya. Simpanlah berita itu buat mas sendiri
dan ibu.
590. SUTOPO : Tetapi ini penting buat engkau…Isteri Harsono sudah meninggal dunia.
591. CITRA : (kaget) Mas Harsono kematian isteri
592. SUTOPO : Tidakkah engkau kaget mendengarnya ? (kemudian) Kartu pos ini sudah
lama betul di jalan rupanya, hampir dua bulan.
593. CITRA :Aku tidak ingin mendengarnya lebih lanjut
594.
595. SUTOPO :Tidakkah terpikir olehmu, ini kesempatan yang kita tunggu bersama-sama
selama setahun ini?
596. CITRA : (curiga) Apa maksud mas?
597. SUTOPO : Engkau tentu mengerti keadaan ini, tidak mungkin akan dapat kita
lanjutkan hingga akhir zaman bukan?
598. CITRA : Ya, aku mengerti mas sudah bosan….
599. SUTOPO : (seperti tidak mendengar) Kalau kau mau, akan kupaksa dia kemari.
Akan kucari dia sampai dapat!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
600. CITRA : (kaget) Tetapi mengapa mas ?
601. SUTOPO : Ya akan kuseret dia ke mari, jika dia tidak mau. Akan kusuruh dia
menebus dosanya…
602. CITRA : (putus asa) Mas!
603. SUTOPO :Tidakkah patut sangkamu, pada suatu kali dia mesti memperbaiki apa
yang sudah dirusakkannya di sini?
604. CITRA : Jangan mas, jangan! Tidak akan tertahan olehku.
605. SUTOPO : (seperti tercengkram oleh pikirannya sendiri)Mengapa tidak? (ia berdiri)
Sudah datang waktunya segala ini tiba pada akhirnya! Biarlah aku katakan
dulu kepada ibu.
606. CITRA : Jangan mas, jangan disiksa aku begitu. Tidakkah sudah cukup aku
menanggung karena dosaku? (Sutopo seperti tidak mendengar, ia terus ke
luar. Citra payah tampaknya menahan hati, kemudian masuk Tinah)
607. TINAH : (gembira) Citra! Untung aku bisa bertemu dengan engkau. Aku sudah
kangen betul. Engkau tidak sering keluar rumah sekarang.
608. CITRA : Oh engkau Tinah…..(mengubah sikapnya)
609. TINAH : Ada kudengar engkau kematian anak, aku ikut bersedih hati. Tapi kau
masih muda Citra. Dan masih banyak tahun lagi untuk mengecap bahagia
beranak. Mana suamimu?
610. CITRA : (seperti masih bingung) Mana suamimu?
611. TINAH : Mas Sutopo maksudku!
612. CITRA :Oh, dia ada di dalam!
613. TINAH : Dan nyonya sendiri saja di sini? Tidak ditemani, kasiha! Dia tentu asyik
dengan kerjanya. Aku masih heran Citra, dulu itu tiba-tiba kawin dengan
mas Topo seluruh kampung heran karena orang sudah menduga Harsono
yang akan beruntung.
614. CITRA : Ah Tinah……
615. TINAH : Tentu, tentu aku akan mengerti. Janda kaya itu, bukan ? Aku sebenarnya
sudah menyangka dari bermula, dia akan memikat hati anak-anak muda di
sini…. Dengan uangnya. Tetapi kau sekarang tentu bahagia juga, bukan?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
616. CITRA : (mengelak) Ah ya, tentu……
617. TINAH : Tentu saja, sebagai nyonya tuan paberik !
618. CITRA : Ah Tinah, aku masih saja anak pungut Ibu Surio. Masih orang yang tidak
berasal-usul, anak dapat di jalan
619. TINAH : Citra jangan kau bicara begitu. Aku akan gembira, jika dapat jadi nyonya
tuan paberik seperti engkau!
620. CITRA : (mengelak) Dan kapan kau akan jadi nyonya, Tinah ?
621. TINAH : Kau Tahu, mas Wanto berjanji-janji saja, sudah setahun lamanya. Aku
pun sudah mulai bosan menunggu-nunggu ini. Katanya mau naik gaji
dulu. Tetapi dia malas, jadi suamimu tidak terpikir untuk memberinya gaji
yang lebih tinggi.
622. CITRA : (mencoba girang) Nanti aku bicarakan dengan Mas Topo.
623. TINAH : (girang) Betul itu, Citra? Engkau betul-betul sahabatku. (masuk Wanto)
Ah ini dia. Kau dengar, mas? Citra berjanji akan membicarakan hal
kenaikan gajimu dengan tuan Sutopo.
624. WANTO : (biasa) Betul itu ? Terima kasih nyonya.
625. TINAH : (curiga) Kau tidak begitu gembira tampaknya.
626. WANTO : (mengejek) Ah, aku gembira tentu, siapa mengatakan tidak?
627.
628. TINAH : Kukira saja begitu… karena sekarang kau tentu terpaksa mengawini ‘ aku… karena sudah berjanji…
629. WANTO : Jadi?
630. TINAH : Ah tidak, barangkali saja kau menyesal sekarang.
631. WANTO : (hormat) Aku datang kemari ini nona -maaf Nyonya Sutopo- karena ini
antara kami berdua saja.
632. TINAH : Bilang saja, Citra sahabatku!
633. WANTO : Baiklah kalau begitu. Nah sekarang saya minta, sudi apalah kiranya
Nona menjadi isteri saya yang saya cintai dan mencintai saya.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
634. TINAH : (ternganga) Mas? Kau mempermain-mainkan aku?
635. WANTO : Aku sekarang sudah jadi kepala pengawas pabrik tenun “Jawa Timur”.
Gaji naik sepertiga, puas?
636. TINAH : Ah, tidak kusangka… pada akhirnya kau menepati janji juga!
637. WANTO : Apa?
638. TINAH : (cepat) Ah tidak tidak!
639. CITRA : Buat kedua kalinya, aku memberi selamat kamu berdua.
640. TINAH : Ya, asal saja selamat jangan sia-sia nanti
641. WANTO : (menetang Tinah agak curiga, kemudian) Nah, sekarang aku ada kabar
lagi!
642. TINAH : Kabar, bahwa kau menyesal barangkali?
643. WANTO : (tertawa) Sudah kusangka kau masih juga belum percaya rupanya. Tetapi
tidak apa, tunggulah sampai aku buktikan… Tetapi ini kabar tentang Tuan Harsono.
644. CITRA : (kaget) Tentang Harsono?
645. WANTO : Ya, saya dengar dia sudah kaya raya sekarang, semenjak kematian
isterinya…
646. TINAH : Apa? Kematian isteri? Kapan kau dengar?
647. WANTO : Dua bulan lalu
648. TINAH : Mengapa baru sekarang kau ceritakan, dari siapa kau dengar?
649. WANTO : Kabar-kabar yang penting begini, tentunya aku tunggu
membicarakannya, cuma bisa dengan bakal istriku saja… Tetapi, aku mendengarkannya dari Pak Samin, tukang pos!
650. CITRA : (terdiam)
651. WANTO : Tetapi ini, yang aku dengar tadi pagi, Tuan Harsono rupanya hidup
sangat royal sekarang, derma sana derma situ
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
652. TINAH : Ya, tentu, ia banyak uang sekarang… ah, siapa akan menyangka janda itu akan begitu lekas meninggal…
653. WANTO : (mengolok-olok) Tuan Harsono sendiri barangkali.
654. TINAH : (curiga) Malang, kenapa?
655. WANTO : Kau tahu, semestinya aku yang mendahului tuan Harsono
656. TINAH : Ooo begitu? (ia mendekati Wanto dan mengacungkan tinju)
657. WANTO : tetapi untung juga aku lekas bertemu dengan engkau! Permisi Nyonya!
(dengan cepat ia keluar)
658. TINAH : (seperti payah menerima maksud Wanto) Pinter betul dia membikin
pusing kepalaku. (kepada Citra) Nah tinggal dulu Citra. Baik lekas aku
susul dia. Nanti dia bertukar pikiran lagi, (berseru) Mas Wanto, Mas
Wanto, tunggu dulu! Jangan lari! (cepat ia keluar). (sebentar Citra tinggal
sendiri, termenung, sangat pilu tampaknya. Dari dalam rumah kedengaran
piano dipukul dan sebentar kemudian kedengaran suara Sutopo melagukan
Citra. Kemudian kedengaran suara dari jauh, seperti berbisik-bisik cepat).
659. SUARA HARSONO : (tertawa) Sejak hari ini kau di bawah lindunganku, Citra, bunga
dari desa…
660. SUARA CITRA : Jika mas mau…
661. SUARA SUTOPO : Engkau kasih benar rupanya pada Harsono
662. SUARA NY. SURIO : Aku mengerti, engkau kaget mendengar ia kawin
663. SUARA CITRA : Mas Harsono kawin, bu… (tangis) Tidak, tidak, aku tidak
kasih padanya…
664. SUARA SUTOPO : Citra mesti kawin dengan aku!
665. SUARA CITRA : Ah, Tinah, aku masih saja anak pungut bu Surio. Masih saja
orang yang tidak berasal-usul, anak dapat di jalan.
666. SUARA SUTOPO : Ya, akan kuseret dia ke mari, jika dia tidak mau... akan kusuruh
dia menebus dosa..
.
667. SUARA CITRA : Jangan mas, jangan...
668. SUARA SUTOPO : Tidakkah patut sangkamu, pada suatu kali dia mesti memperbaiki
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
apa yang sudah dirusaknya di sini? (tampak Citra sedang dalam
perjuangan hebat, kemudian ia berdiri, keras ia berseru!)
669. CITRA : Jangan mas, jangan. Tidak akan tertahan olehku... Tidakkah cukup
bencana yang aku bawa sekarang ini... (sambil tersedu-sedu ia lari ke luar
seperti orang kehilangan akal. Kedengaran suara Sutopo menghilang,
kemudian tampak Ny. Surio diiringi oleh Sutopo)
670. NY. SURIO : (memanggil) Citra! Nak Citra! Aneh, sebentar ini baru terdengar ia
bercakap-cakap di sini... kemana pula anak itu?
671. SUTOPO : (tegas kepada ibunya) Ibu tahu, bukan? Ini berarti suatu kepedihan yang
sangat pilu mencegah dalam hatiku. Tetapi tidak ada jalan lagi, bu.
Harsono mesti aku panggil ke mari.
672. NY. SURIO : Betulkah sudah tetap di hatimu, Topo? Tidakkah akan menyesal
kemudian?
673. SUTOPO : Tidak ada jalan lain, bu. Ini semata-mata buat kebaikan kita semua juga.
Sudah nyata Citra masih kasih pada Harsono. Ibu sangka, aku akan
sanggup melihat dia bersedih saja sepanjang hari? Aku sendiri jadi
bingung akhirnya. Kerjaku terlantar, sedang pada waktu seperti ini, aku
mestinya lebih-lebih memperlipatgandakan hasil usaha.
674. NY. SURIO : (memandang anaknya dengan tajam) Dan engkau sendiri, Topo
bagaimana?
675. SUTOPO : Ah, aku sudah biasa sendirian. Dan lagi aku ada kerja yang meminta
perhatianku seluruhnya, dan aku ada... Ibu! Harsono mestilah membawa
Citra jauh dari sini. Sudah sepatutnya ia memelihara Citra sekarang. Apa
lagi uang isterinya almarhum banyak.
676. NY. SURIO : Dan kalau Harsono tidak kasih pada Citra yang sudah menurut
keyakinanku?
677. SUTOPO : Aku tidak tanya kasih-tidaknya, aku cuma meminta supaya dia merawat
dan memelihara Citra.
678. NY. SURIO : Dan kau sangka Citra akan berbahagia begitu?
679. SUTOPO : Kalau itu pula mesti aku pikirkan... (keras) Dia mesti merasa puas begitu,
tidak ada jalan lain. Kita semua mesti membawa korban dalam hal ini...
680. NY. SURIO : Engkau keras, Sutopo!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
681. SUTOPO : Dan tidakkah aku juga keras terhadap diriku sendiri? (tampaknya ia
menahan hati. Pada waktu itu kedengaran dari jauh suara seorang gadis
berteriak. Biarkan aku, kemudian diam).
682. SUTOPO : (setengah mendengar) Ah, barangkali seorang suami memukul istrinya...
683. NY. SURIO : (mendekati anaknya) Ah, tidak ada jalan lain, anakku. Kerjakanlah apa
yang sebaiknya menurut hatimu.
684. SUTOPO : (menahan tangis) Ibu tahu bagaimana pedih hatiku karena ini, bahwa ini
bukan kehendak hati kecilku... (masuk Pak Gondo, menuntun Citra yang
menahan tangisnya)
685. NY. SURIO : (kaget) Citra! Ada apa ini, Pak Gondo?
686. PAK GONDO : Ini anak bodoh ini, dikiranya yang paling gampang menyelesaikan
segala-galanya, ialah dengan jalan mencemplungkan diri ke dalam kali.
687. SUTOPO : (terkejut) Melompak kali? (mendapati Citra) Mengapa kau berbuat
begitu, dik?
688. CITRA : (diam hanya tersedu-sedu saja)
689. NY. SURIO : (menuntun Citra) Mengapa, nak? Tidakkah senang hatimu di sini? Maka
mencari jalan sekeji itu.
690. CITRA : (menahan tangis) Karena saya senang di sini, bu... (memandang
Sutopo)... maka saya... oh Ibu! (Ia menangis di bahu Ny. Surio)
691. SUTOPO : (terdiam, terpikir, berpaling muka)
692. PAK GONDO : Barangkali tuan muda tahu, apa sebabnya ia berputus asa begitu?
693. SUTOPO : (termenung) Ya, barangkali kau yang salah?
694. PAK GONDO : Mengapa?
695. SUTOPO : Aku katakan. Aku akan memaksa Harsono mengambil dia?
696. PAK GONDO : Dan tuan muda sangka, itu yang dikehendaki anak itu? Hidup lagi
bersama-sama Tuan Harsono?
697. SUTOPO : Sampai sekarang memang begitu pikiranku!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
698. PAK GONDO : Dan sekarang?
699. SUTOPO : (mengelak) Ah, tak tahu aku, pak. Pusing kepalaku dibuatnya.
700. PAK GONDO : Dan tuan Harsono, bagaimana dengan isterinya?
701. SUTOPO : Isterinya sudah meninggal, dia sendiri kaya sekarang…
702. PAK GONDO : Dan sangka tuan uda, tuan Harsono mau menerima Citra begitu saja?
703. SUTOPO : Akan kupaksa dia maksudku…
704. PAK GONDO : (menggeleng-gelengkan kepala) Besar juga perjuangan tuan muda, kalau
begitu, marilah kita masuk…
705. SUTOPO : Duduklah bapak! Saya hendak berpikir-pikir… (Pak Gondo ke luar.
Sutopo tinggal sendirian, termenung duduk di kursi. Hari mulai gelap
sebentar kemudian masuk perlahan-lahan seorang laik-laki. Bajunya tidak
begitu terjaga, rambutnya kusut dan mukanya pucat, pakai cambang yang
tak dicukur.)
706. LAKI-LAKI : (perlahan-lahan mendekati Sutopo) Mas Topo!
707. SUTOPO : (kaget, mengangkat kepala) Siapa engkau? Mengapa?
708. LAKI-LAKI : Tidakkah mas ingat lagi, meskipun tidak segagah waktu mas melihat aku
dulu?
709. SUTOPO : (terperanjat) Harsono, engkau!
710. HARSONO : Ya, mas tidak akan mengenalku begitu saja!
711. SUTOPO : Tetapi kudengar kau… mengapa jadi begini? (sedih dan gembira)
712. HARSONO : Kekayaan isteriku sudah kulemparkan semuanya mas. Aku hadiahkan
kepada fakir-miskin! Mas tentu sudah menerima surat aku dua bulan yang
lalu.
713. SUTOPO : Baru saja aku terima. Dua bulan yang lalu?
714. HARSONO : Ya, bagaimana pun juga, mas sudah tahu kematian isteri.
715. SUTOPO : (menentang) Dan sekarang?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
716. HARSONO : Ya, aku sudah tahu, aku berbuat dosa. Aku pengecut dulu itu, takut
melepaskan kesenangan yang kudapat dari isteriku untuk datang kemari
menemui anakku. Ya kudengar Citra melahirkan anakku. Tetapi sekarang,
aku ingin memperbaiki apa yang sudah kurusakkan, mas.
717. SUTOPO : (geram tampaknya) Apa? Memperbaiki? Kau kira kau dapat datang
begitu saja seperti tidak ada yang terjadi apa-apa? Mudah betul berbuat
dosa kalau begitu.
718. HARSONO : Aku datang untuk menebus dosaku terhadap anakku dan Citra!
719. SUTOPO : Kau berani benar rupanya menyebut nama isteriku?
720. HARSONO : Apa? Isteri mas? Citra jadi istri mas?
721. SUTOPO : Tidakkah kau tahu. Citra sudah menjadi isteriku sekarang?
722. HARSONO : (gugup) Tetapi… mengapa?
723. SUTOPO : Kenapa? Harsono.. Toh mesti ada orang yang mengakui anak Citra
sebagai anaknya, seorang laki-laki!
724. HARSONO : (tambah terpekur) Meninggal… anakku?
725. SUTOPO : Sekarang kau berani mengatakan begitu dan dia sudah meninggal.
726. HARSONO : (tertegun, seolah-olah tak tahan) Ya, mas berhak keras terhadapku… aku berlebih di sini rupanya.
727. SUTOPO : Barangkali kau ingin menagih hakmu kembali! Atau boleh jadi juga
hendak menebus dosa seperti kau katakana tadi?
728. HARSONO : Apa maksud mas?
729. SUTOPO : Barangkali kau hendak mengambil Citra kembali?
730. HARSONO : (bimbang) Apakah kau akan menambah-nambah dosaku yang hampir tak
tertanggung ini dengan menceraikan dua suami isteri?
731. SUTOPO : Dia tidak pernah menjadi isteriku yang sebenarnya. Ia tidak pernah… Ia tidak pernah…
732. HARSONO : Jadi, mas kawini dia buat melindungi aku semata-mata?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
733. SUTOPO : (pasti) Tidak, tidak buat engkau. Tetapi buat dia semata-mata, buat ibu
dan buat keluarga semua.
734. HARSONO : Ya, aku tidak pantas utuk dibela juga… aku telah berdosa besar.. tak mungkin rasanya untuk menebusnya di dunia ini lagi.
735. SUTOPO : Barangkali kau ingin mengambil dia kembali. Ingat dia belum pernah
menjadi isteriku yang sebenarnya.
736. HARSONO : (terdiam menekur)
737. SUTOPO : (keras) Baiklah, engkau berdua yang memutuskannya, aku panggil dia
sebentar… (mau pergi).
738. HARSONO : Jangan mas, jangan… buat apa segala itu?
739. SUTOPO : (seperti tak mendengar, ia terus masuk ke dalam) (Sebentar Harsono
seperti orang berjuang, kemudian dengan langkah pasti, ia hendak
meninggalkan tempat itu, Citra masuk, Harsono menoleh)
740. HARSONO : Citra!
741. CITRA : (diam menentangnya)
742. HARSONO : (menarik tangannya kembali) Engkau tidak lagi seperti dulu, Citra!
743. CITRA : (singkat) Memang tidak! Aku sudah bersuami sekarang dan mempuyai
anak!
744. HARSONO : Anakku…
745. CITRA : Ya, sekarang ia tidak ada lagi… mas berani mengakuinya… biarlah begitu, dia tidak akan bisa menahan malu kelak.
746. HARSONO : Citra, jangan kau bicara begitu! Aku datang hendak menebus dosaku,
katakanlah apa yang harus kuperbuat.
747. CITRA : Ya, meninggalkan tempat ini…
748. HARSONO : Itu buat aku, bagaimana buat engkau Citra? Kau rupanya tidak kasih lagi
padaku…
749. CITRA : Aku tidak pernah kasih pada mas, aku terpedaya oleh hatiku sendiri. Aku
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
pun mesti menebus dosa, di sini! (kedengaran Sutopo menyanyikan lagu,
Citra) Mas dengar lagu itu, yang mengikutkan aku kemana-mana. Rindu
dendamnya terlukis dalam lagu itu. Sedang aku tak sanggup memberi dia
apa-apa!
750. HARSONO : Mas Topo sangat kasih padamu rupanya… masih juga ia menyanyikan lagu itu! Engkau kasih dengan Sutopo, bukan?
751. CITRA : (pasti) Ya!
752. HARSONO : Dan engkau tidak sanggup memberikan kasihmu padanya?
753. CITRA : Itulah kutuk yang jatuh atas kepalaku, anak pungut ini! Tidakkah mas
dapat mengerti, ia terlalu suci buat aku, aku telah bernoda…
754. HARSONO : (terharu) Citra!
755. CITRA : Ya, dengan lagu itulah dia menyiksa aku, apabila hatinya rindu padaku.
Dia menyiksa aku dengan tidak diinsafinya. Padaku lesu itu seolah-olah
hantu kasihnya yang menuruti aku hinga dalam tidurku.
756. HARSONO : (terdiam, kemudian seolah-olah terbit padanya suatu pikiran, suatu
keinsafan) Tahukah kau Citra, akupun selama ini takut mendengar lagu
itu… Seolah-olah memanggil-manggil dan memaksa aku hendak
mengerjakan sesuatu. Ada ketikanya dulu, aku menyangka aku
berpenyakit syaraf, tetapi sebenarnya jiwaku yang sakit. Telah banyak
yang kualami selama setahun ini. Citra… telah tahu aku… selama ini aku tidak pernah mengenal kewajiban.. maukah engkau memanggil dia Citra?
757. CITRA : (bimbang sebentar kemudian pasti) Baiklah! (ia pergi). (Sejurus Harsono
tinggal sendirian, maka mukanya mulai terlukis suatu sinar, kemudian
masuk Sutopo).
758. SUTOPO : Engkau hendak bicara dengan aku?
759. HARSONO : Dengar mas, sebentar lagi aku akan pergi dari sini. Pergi jauh, aku tidak
akan mengganggu lagi.
760. SUTOPO : (diam)
761. HARSONO : Mas tidak tahu kemana aku pergi rupanya! Biarlah aku ceritakan, aku
telah mencatatkan nama ke Barisan Jibaku!
762. SUTOPO : (tertawa terpaksa) Jangan aku dibikin ketawa!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
763. HARSONO : Ya, aku mengerti mas tidak akan percaya. Apa gunanya kuceritakan
semuanya, bahwa aku dalam dua bulan ini telah merasakan kehidupan
dengan sedalam-dalamnya? Aku mengerti mas mengejek aku, karena
mungkin orang sepeti aku ini telah banyak pokok cerita, lakon sandiwara
sekarang, dan selalu penulis-penulis yang kurang fantasi itu menyuruh
orang seperti aku terjun ke dalam Tentara Pembela Tanah Air atau
Barisan Jibaku… Tetapi percayalah mas pada waktu ini cuma inilah jalan
yang nyata untuk…
764. SUTOPO : Kau pengecut! Kau hendak lari, karena tidak tahan berjuang di sini di
antara orang yang hidup!
765. HARSONO : Tidak mas, aku tidak lari…
766. SUTOPO : Kau tidak tahu lagi kemana aku harus pergi… Jalanmu sudah buntu. Ya,
Barisan Jibaku, itu sangkamu yang paling baik, bukan? Mungkin namamu
akan dicanumkan orang dalam Koran nanti. Sudah cukuplah kau hingga
kini menodai segala suci bagi orang lain. Kau yang tidak tahu menghargai
kesucian hendak…
767. HARSONO : Tunggu mas! Aku mengaku, dulu aku tak bisa menghargai kesucian… dulu, bagiku tidak ada yang sakit.. semuanya barang biasa…
768. SUTOPO : Dan sekarang kau hendak mencemarkan barisan yang suci itu… dimana korban dibawa dengan segala keikhlasan hati. Barisan Jibaku bukan
keranjang sampah, tempat orang seperti engkau dapat lari.. karena dapat
lolos dari undang-undang negeri… tetapi terpenjara oleh hati sendiri…
769. HARSONO : (tenang) Katamu keras mas! Ya, banyak orang yang menyangka aku
hendak lari dari hukumanku.. Aku tiada daya untuk menyangkal… (diam sejurus, kemudian dikeluarkannya pundi-pundi) Sebenarnya aku datang
kemari ini hendak membawa apa-apa buat anakku, terimalah ini buat Citra.
770. SUTOPO : Sangkamu aku tidak bisa memberi makan isteriku? Kami tidak ingin
harta interim itu di sini!
771. HARSONO : Ini hasil jerih payahku sendiri. Sudah kukatakan bahwa yang ditinggalkan
isteriku sudah kuserahkan kepada yang lebih berhak.
772. SUTOPO : Lantas?
773. HARSONO : Aku tidak akan pergi sebelum menuntaskan kewajibanku di sini!
774. SUTOPO : Kewajiban?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
775. HARSONO : Ya, untuk meruntuhkan dinding yang ada antara mas dan isteri mas. Citra
sungguh kasih pada mas! Dengan seluruh hatinya.
776. SUTOPO : Sekarang engkau hendak menyakiti hatiku pula rupanya.
777. HARSONO : Mas belum percaya juga padaku. Jadikanlah Citra isteri mas yang benar!
Percayalah kepadaku sekali ini… Pergilah mas ke dalam, ya masuk
Barisan Jibaku mas! Aku selama ini adalah orang yang berkelana di atas
dunia Tuhan ini dengan tidak ada keinsafan sama sekali, tidak ada
tanggung jawab, tidak terhadap Tanah Air. Sekarang terhadap Ibu dan
Citra mas lah aku minta menunaikan kewajibannya… aku meminta mas… terhadap Tanah Air biarlah aku sendiri menunaikannya. Selamat tinggal
mas, kirim salam kepada isteri mas dan ibu. Biarlah beliau tidak bertemu
dengan aku, juga tidak gembira rasanya. (Ia mengulurkan tangannya tetapi
tidak diterima oleh Sutopo, Harsono menarik tangannya kembali).
778. HARSONO : Betul pula itu, tanganku bernoda. (Ia mau ke luar tetapi kedengaran suara
Citra melagukan lagu Citra).
779. SUTOPO : (seolah-olah terbangun) Harsono! Kembali!
780. HARSONO : (berpaling, ikut mendengarkan nyanyian itu) Tidakkah sudah
kukatakan…
781. SUTOPO : Ya, aku berdosa tidak percaya perkataanmu, (ia menjabat tangan
Harsono) Tidak pernah ia menyanyikan lagu itu, tidak semenjak engkau
pergi!
782. HARSONO : (girang) Sudah selesailah kewajibanku di sini… Hanya tinggal ini saja lagi. (ia memberikan pundi-pundi itu kepada Sutopo)
783. SUTOPO : Ini buat anakmu yang telah meninggal?
784. HARSONO : Tidak, dia belum meninggal mas! Dialah yang telah mempertemukan kita
di sini, aku kembali kepada keluarga. Aku pergi sekarang!
785. SUTOPO : Aku panggil ibu dulu…
786. HARSONO : Jangan, aku akan kembali lagi, apabila aku sudah jadi anaknya yang tahu
balas budi!
787. SUTOPO : (tegas) Ya, berjuanglah engkau! Buat Indonesia yang tak pernah kau
ingat! Tak pernah kau ingat
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
788. HARSONO : Dan engkau juga buat tanah air yang sudah lama aku lupakan! Dengarlah
Citra! (ia lepaskan diri dari Sutopo).
789. SUTOPO : (terharu) Harsono adikku!
790. HARSONO : Kau dengar Citra! Panggilan Tanah Air yang pernah kunodai, seperti juga
aku telah menodai Citra!
791. SUTOPO : Tetapi kita akan bersihkan kini bersama-sama mengikuti panggilannya.
792. HARSONO : Citra?
793. SUTOPO : Tanah air!
794. HARSONO : Ya, dia yang tidak berasal-usul, pungutan dari bumi-pusaka, yang telah
kunodai, tetapi hendak kukikis noda itu sekarang dengan nyawaku…
795. SUTOPO : (terharu) Benar katamu, adikku. Dia yang tidak bernama, tidak berasal-
usul… tetapi bersemayam dalam jiwa kita kedua… Citra, lambang Tanah Air… dalamnya berwujud kasih kita kedua… (kedua-duanya seolah-olah
terpesona oleh lagu itu, menengadah ke atas, berbahagia tampaknya,
bersyukur).