se-02
DESCRIPTION
Berikut ini merupakan Surat Edaran terkait Benchmark Behavior Model oleh DJPTRANSCRIPT
Pencarian Peraturan Surat Edaran Dirjen Pajak - SE - 02/PJ/2016, 25 Jan 2016
Peraturan
25 Januari 2016
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 02/PJ/2016
TENTANG
PEMBUATAN BENCHMARK BEHAVIORAL MODEL DAN TINDAK LANJUTNYA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A. UMUM
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) telah mengembangkan metodologi benchmarking melalui penyusunan
Benchmark Behavioral Model (BBM).
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini diterbitkan sebagai pemutakhiran petunjuk pembuatan
dan pemanfaatan BBM dalam rangka kegiatan peningkatan kepatuhan berbasis risiko dan
penggalian potensi Wajib Pajak Badan.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini diterbitkan dengan tujuan memberikan keseragaman
pemahaman dalam pembuatan dan pemanfaatan BBM.
C. RUANG LINGKUP
Surat Edaran ini mengatur mengenai prinsip dasar BBM, pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM,
tindak lanjut BBM dan pelaporan beserta tata caranya.
D. DASAR
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan.
1.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
2.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-96/PJ/2009 tanggal 5 Oktober 2009 tentang
Rasio Total Benchmarking dan Petunjuk Pemanfaatannya.
3.
Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE-40/PJ/2012 tentang Pembuatan Benchmark Behavioral
Model dan Tindak Lanjutnya.
4.
Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15988&hlm=
1 of 4 29/04/2016 8:27
E. PRINSIP DASAR BBM
1. BBM merupakan salah satu alat bantu penggalian potensi Wajib Pajak melalui pemetaan risiko
ketidakpatuhan Wajib Pajak Badan yang terdaftar pada basis data DJP.
2. BBM disusun dengan membandingkan kinerja keuangan Wajib Pajak Badan dengan kinerja
keuangan kelompok Wajib Pajak Badan yang sejenis, yaitu Wajib Pajak Badan yang berada pada
klasifikasi usaha yang sama, terdaftar pada wilayah yang sama serta dalam rentang skala usaha
yang sama.
3. Kinerja keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disusun dalam rasio-rasio keuangan
yang bersumber dari Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan. Rasio-rasio
keuangan tersebut adalah sebagai berikut:
Gross Profit Margin (GPM), yaitu rasio antara laba kotor terhadap penjualan;a.
Operating Profit Margin (OPM), yaitu rasio antara laba bersih dari operasi terhadap
penjualan;
b.
Pretax Profit Margin (PPM), yaitu rasio antara laba bersih sebelum dikenakan Pajak
Penghasilan terhadap penjualan;
c.
Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR), yaitu rasio antara Pajak Penghasilan terutang
terhadap penjualan;
d.
Net Profit Margin (NPM), yaitu rasio antara laba bersih setelah Pajak Penghasilan terhadap
penjualan;
e.
Rasio biaya gaji terhadap penjualan;f.
Rasio biaya bunga terhadap penjualan;g.
Rasio biaya sewa terhadap penjualan;h.
Rasio biaya penyusutan terhadap penjualan;i.
Rasio input lainnya terhadap penjualan;j.
Rasio penghasilan luar usaha terhadap penjualan; dank.
Rasio biaya luar usaha terhadap penjualan.l.
4. BBM tidak dapat digunakan secara langsung sebagai dasar penetapan pajak.
F. PEMBUATAN DAN/ATAU PEMUTAKHIRAN BBM
1. Kantor Wilayah (Kanwil) membuat dan/atau memutakhirkan BBM 1 (satu) kali setiap tahun,
dengan jumlah paling sedikit 6 (enam) kelompok usaha.
2. Kanwil membuat dan/atau memutakhirkan BBM menggunakan data Wajib Pajak Badan dengan
kelompok usaha (KLU 5 digit) yang sama sebanyak paling sedikit 30 (tiga puluh) SPT Tahunan.
3. Dalam hal jumlah data Wajib Pajak yang memiliki kelompok usaha (KLU 5 digit) tidak
mencukupi, Kanwil dapat menggunakan data Wajib Pajak dengan sub golongan usaha (KLU 4
digit) yang sama.
4. Dalam hal jumlah data Wajib Pajak yang memiliki sub golongan usaha (KLU 4 digit) yang sama
masih belum mencukupi, Kanwil dapat menggunakan data sejenis dari Kanwil lain yang tersedia
dengan pertimbangan kesamaan karakteristik usaha dan/atau daerah.
5. Dalam hal terdapat Wajib Pajak yang telah dilakukan pemeriksaan, pembuatan model BBM dapat
menggunakan data hasil pemeriksaan tersebut sepanjang telah berkekuatan hukum tetap
(inkracht).
6. Proses pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penyiapan data, terdiri dari kegiatan:
penyediaan data dan notifikasi data tidak wajar; sertai.
verifikasi data.ii.
b. Pembuatan model benchmark dan penyampaian Daftar Nominatif Wajib Pajak Badan berisiko
dan file Individual Assessment.
7. Tata cara proses pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM sebagaimana angka 6 huruf a dan
huruf b di atas beserta format penyampaian/laporannya diatur sebagaimana Lampiran I sampai
dengan Lampiran III Surat Edaran ini.
Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15988&hlm=
2 of 4 29/04/2016 8:27
G. TINDAK LANJUT
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melakukan tindak lanjut terhadap Wajib Pajak yang terdapat pada
Daftar Nominatif Wajib Pajak Badan berisiko hasil pembuatan BBM oleh Kanwil sesuai langkah-
langkah penggalian potensi dan peraturan yang berlaku.
1.
Kanwil memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan kepada KPP dalam upaya tindak
lanjut penggalian potensi terhadap Wajib Pajak Badan yang terdapat pada Daftar Nominatif Wajib
Pajak Badan berisiko, sehingga penggalian potensi atas Wajib Pajak Badan berisiko tersebut
dapat dilakukan secara optimal.
2.
Kepala KPP melaporkan pelaksanaan tindak lanjut terhadap Wajib Pajak yang terdapat pada
Daftar Nominatif Wajib Pajak Badan berisiko kepada Kepala Kanwil.
3.
Kepala Kanwil melaporkan hasil tindak lanjut KPP atas Wajib Pajak Badan yang terdapat pada
Daftar Nominatif Wajib Pajak Badan berisiko kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur
Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan.
4.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan melakukan evaluasi terhadap pembuatan dan/atau
pemutakhiran BBM beserta tindak lanjutnya dan melaporkan hasil evaluasi tersebut kepada
Direktur Jenderal Pajak.
5.
Tata cara tindak lanjut beserta format pelaporan tindak lanjut sebagaimana angka 1 s.d.4 di atas
diatur sebagaimana lampiran IV dan lampiran V Surat Edaran ini.
6.
H. BATAS WAKTU KEGIATAN DAN PELAPORAN
1. Penyiapan Data
Kanwil menyampaikan permintaan verifikasi data kepada KPP di mana Wajib Pajak Badan
tersebut terdaftar paling lambat tanggal 1 Februari.
a.
KPP melakukan verifikasi data dan melaporkannya kepada Kanwil paling lambat tanggal 1
Maret.
b.
2. Pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM oleh Kanwil
Kanwil melaporkan hasil pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM kepada Direktur Jenderal
Pajak u.p. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan; dan
a.
Kanwil menyampaikan Daftar Nominatif Wajib Pajak Badan berisiko serta file Individual
Assessment hasil pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM kepada KPP dimana Wajib Pajak
Badan tersebut terdaftar paling lambat tanggal 31 Maret.
b.
3. Tindak lanjut
KPP melaporkan tindak lanjut atas Wajib Pajak Badan yang terdapat pada Daftar Nominatif
Wajib Pajak Badan berisiko kepada Kanwil sebanyak 2 (dua) tahap. Tahap I paling lambat
tanggal 1 Agustus dan Tahap II paling lambat tanggal 1 Desember.
a.
Kanwil melakukan kompilasi atas laporan Tindak Lanjut KPP pada setiap tahapan kemudian
melakukan pelaporan kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan
Penerimaan paling lambat tanggal 10 Agustus dan 10 Desember.
b.
Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan menyusun laporan evaluasi pembuatan
dan/atau pemutakhiran BBM beserta tindak lanjutnya dan menyampaikannya kepada
Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 31 Desember.
c.
Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15988&hlm=
3 of 4 29/04/2016 8:27
I. LAIN-LAIN
1. Dalam proses pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM, Kanwil agar mengacu pada Modul
Pembuatan dan/atau Pemutakhiran BBM yang disediakan oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan,
dan Penerimaan.
2. Kanwil DJP Jakarta Khusus dan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar tidak diwajibkan membuat BBM
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini. Kanwil tersebut dapat mengembangkan metodologi
benchmarking dan tindak lanjutnya yang lebih sesuai dengan karakteristik Wajib Pajak yang
terdaftar di lingkungan Kanwil dimaksud.
3. Dikecualikan dari pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM adalah:
Wajib Pajak yang terdaftar dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir, yaitu tahun pada
saat pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM dan tahun sebelum pembuatan dan/atau
pemutakhiran BBM; serta
a.
Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan kriteria usaha
atau peredaran bruto tertentu.
b.
4. Dengan pertimbangan tertentu, Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, dan unit kerja
lain di Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pembuatan dan/atau pemutakhiran BBM.
5. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, Surat Edaran Direktur Jenderal
Nomor SE-40/PJ/2012 tentang Pembuatan Benchmark Behavioral Model dan Tindak Lanjutnya
dinyatakan tidak berlaku.
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2016
Plt.DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
KEN DWIJUGIASTEADI
NIP 195711081984081001
Tembusan:
Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak1.
Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak2.
Para Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak3.
Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan4.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBase
back to top
Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15988&hlm=
4 of 4 29/04/2016 8:27