saudariku tercinta
DESCRIPTION
Saudariku tercintaTRANSCRIPT
Saudariku tercinta, yakinlah dengan jalan yang kau tempuh!Saif Al BattarAhad, 1 Muharram 1433 H / 27 November 2011 12:38
Ilustrasi - Saudariku tercinta, yakinlah dengan jalan yang kau tempuh!
Fenomena ini mungkin tidak akan kami sampaikan pada kesempatan
ini jika saja saudari-saudariku sepondokan, baik yang berstatus aktivis
muslim maupun bukan, mampu menjaga kehormatan dirinya dan
bersabar atas berbagai macam gelombang syahwat dan syubhat yang
terus didengung-dengungkan oleh pihak yang tidak senang dengan
kejayaan agama ini.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan fitnah
(ujian) ini terhadap umatnya. Sebagaimana yang telah disabdakan
beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah
syahwat mengikuti hawa nafsu pada perut kamu dan kemaluan kamu
serta fitnah-fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ahmad).
Dengan penuh kesabaran, mereka akan senantiasa terus merusak
generasi muda serta kaum wanitanya. Mengapa ? karena dari wanita-
wanita yang rusak moralnya akan terlahir generasi penerus bangsa
yang rusak pula ditambah lagi para pemudanya yang tidak tahu lagi
menjaga adab-adab dalam bergaul yang telah ditentukan oleh Allah
melalui lisan Nabi-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia dan
telah temaktub di dalam agama yang telah sempurna ini.
Memang betul diri ini bukanlah pribadi yang alim namun ijinkanlah
kami mengisi catatan kehidupan kami dengan sesuatu yang
bermanfaat bagi agama ini. Adanya tulisan ini juga bukan berarti kami
ingin memposisikan sebagai pihak yang paling benar, sekali lagi tidak.
Mudahan-mudahan uraian ini mampu mewakili kebiasaan kaum kami
ketika berinteraksi dengan kaum hawa.
Harapan kami melalui media ini ialah engkau bersama teman-teman
kosmu proaktif dalam mencegah kemungkaran, terutama di
lingkungan terkecilmu, yaitu di pondokan. Sekurang-kurangnya saling
nasehat-menasehati dan saling mengingatkan saudaranya, yang masih
belum memperoleh hidayah, agar terhindar dari bahaya tersebut.
Kami yakin di benak ukhti telah tersirat keinginan di atas namun
terganjal sesuatu. Bisa saja berupa perasaan bahwa dirinya belumlah
pantas menasehati saudaranya. Entah dikarenakan merasa lebih
muda, kurang sholeh, masih kurang ilmu agamanya dibandingkan dia,
tidak ingin membuka aib saudaranya, tidak ingin membuat saudaranya
sedih kemudian akan membenci ukhti, atau tidak ingin mencampuri
urusan orang lain.
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk
menyampaikan dan mengajarkan ilmu kepada manusia.
Beliau bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat”.
(HR. Bukhari & Muslim).
Nah, bukankah ayat yang telah ukhti hafal tidak hanya satu… Mulai
dari ayat pertama Surah An-Naas sampai…Kami yakin telah beratus-
ratus ayat dalam memorimu. Apakah itu masih belum cukup ? Hmmm,
menunggu hingga menjadi hafidzhoh, kah ?
“Jadilah kalian di tengah manusia laksana lebah di tengah bangsa
burung, tiada seekor burung pun melainkan menganggap remeh
terhadapnya, padahal seandainya bangsa burung itu mengetahui
barokah yang terkandung di perut lebah, niscaya mereka tak akan
meremehkannya. Maka bergaullah di tengah manusia dengan lisan
dan jasad kalian dan berbaurlah bersama mereka dengan amal shalih
dan hati kalian. Sesungguhnya manusia akan mendapatkan sesuai
dengan apa yang dia usahakan dan pada hari kiamat nanti akan
dikumpulkan bersama siapa yang dicintainya”. (Ali bin Abi Thalib
radhiallahu’anhu).
Perlu diingat pula bahwa azab yang ditimpakan terhadap suatu kaum
yang di dalamnya penuh dengan kemungkaran dan kemaksiatan tidak
hanya menimpa kepada mereka yang bermaksiat tetapi juga akan
menimpa selain mereka. Begitu banyak contoh musibah di negeri ini
dimana korbannya tidak hanya dari kalangan ahli maksiat namun juga
menimpa orang-orang sholeh di daerah tersebut. Apakah gempa di
Indonesia hanya menimpa ahli maksiat sajakah ? Atau apakah ukhti
tega menimpakan azab Allah kepada seluruh penghuni pondokan
walaupun secara tidak langsung ?
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari pada
siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di
antara kamu, dan ketauhilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”.
(QS. Al-Anfal: 25).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya
manusia apabila melihat seorang yang zhalim lalu tidak mencegahnya,
niscaya, hampir-hampir Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan azab
untuk mereka semuanya.” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)
Ketika kita telah mengetahui pentingnya ilmu, maka sebagai buah dan
konsekuensi dari ilmu tersebut adalah beramal. Bayangkan jika ada
seorang kimiawan yang sudah menguasai teori reaksi kimia,
menguasai teori bahan-bahan kimia, dan trik mencampur bahan
tersebut agar menghasilkan reaksi kimia yang cepat dan aman namun
dia tidak mau mengaplikasikan ilmunya tersebut. Apakah teori
tersebut dapat dikatakan bermanfaat bagi dirinya ?
Begitupula ilmu agama yang telah kita pelajari tanpa kita amalkan
maka tidak akan bermanfaat bagi kita karena Allah akan menghisab
tentang apa yang kita amalkan disamping apa yang kita ketahui.
Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu maka ia telah menyerupai kaum
Nasrani dan barangsiapa yang berilmu tanpa mengamalkannya maka
ia telah menyerupai kaum Yahudi. (Tafsir Ibnu Katsir).
Ibnu Mas’ud rahimahullah berkata, “Belajarlah ilmu. Apabila sudah
tahu, maka amalkanlah”. Selain itu betapa indahnya perkataan Fudhail
bin Iyadh rahimahullah, “Seseorang yang berilmu akan tetap menjadi
orang bodoh sampai dia dapat mengamalkan ilmunya. Apabila dia
mengamalkannya, barulah dia menjadi seorang alim”.
Perkataan ini mengandung makna yang dalam karena apabila
seseorang memiliki ilmu akan tetapi tidak mau mengamalkannya,
maka dia adalah orang yang bodoh. Hal ini karena tidak ada
perbedaan antara dia dan orang yang bodoh. Maka seseorang yang
berilmu tidaklah menjadi seorang alim yang sebenarnya sampai dia
mengamalkan ilmunya.
Semua orang yang belajar ilmu dengan tujuan bukan untuk
mengamalkannya akan diharamkan baginya keberkahan ilmu,
kemuliaannya, dan pahalanya yang agung.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita dari tidak
mengamalkan ilmu dengan sabdanya,
“Perumpamaan orang yang mengajari orang lain kebaikan, tetapi
melupakan dirinya (tidak mengamalkannya), bagaikan lilin yang
menerangi manusia sementara dirinya sendiri terbakar”. (HR.
Thabrani. Muhaddits abad ini, Muhammad Nashiruddin Albani, berkata
sanadnya jayyid (baik)).
Kiranya, dalil berikut ini cukup bagi saudariku yang di kampus aktif di
organisasi keagamaan. Bahkan menjadi pemandu asistensi agama
Islam di prodinya. Namun ketika berada di pondokan, malah hobi
mendatangkan teman lelakinya. Maka dikhawatirkan ia termasuk
golongan yang menyuruh orang lain berbuat kebajikan namun ia
sendiri terjatuh dalam keburukan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang orang yang
tidak mengamalkan ilmunya, “Didatangkan seseorang pada hari
kiamat kemudian dia dilemparkan ke neraka sehingga terurai usunya
dan dia berputar sebagaimana kedelai berputar pada penggilingan.
Kemudian berkumpullah para penghuni neraka disekelilingnya dan
berkata, “Wahai fulan, apa yang menimpamu ? Bukankah kamu dulu
menyuruh kami untuk berbuat baik dan mencegah kami dari
kemungkaran ?” Kemudian orang tersebut berkata, “Dahulu aku
menyuruh berbuat kebaikan tapi aku tidak melakukannya dan aku
mencegah perbuatan munkar namun aku melakukannya.”
(HR. Bukhari & Muslim dari Usamah bin Zaid).
Kami yakin saudariku tentu telah memperoleh proses tarbiyah di
lingkungan kampus, organisasi, maupun liqo. Namun siapa yang
mampu menjamin sepulangnya dari liqo atau kajian keilmuan mereka
akan terbebas dari perilaku jahil. Bahkan orang sekelas murabbi pun
tidak akan mampu menjaga kondisi keimanan para mutarabbi-nya
akan tetap istiqomah sebagaimana yang ditampakkannya ketika liqo.
Mudah-mudahan kajian-kajian, entah itu liqo, TTS, dan lain sebagainya,
yang sedang saudari-saudariku ikuti mampu membentengi dirinya dari
terkaman kami, para serigala berbulu domba. Dan juga semoga
beberapa penggal kalimat di bawah ini dapat menjadi bahan bagi ukhti
untuk dapat menyelamatkan saudaramu, terutama yang berada satu
pondokan, agar tidak semakin dalam tergelincir dalam jurang
kemaksiatan.
Tentunya semua itu dilakukan dengan niat ikhlas berdakwah lillahi
ta’ala serta penuh hikmah agar mereka segera sadar akan
kekeliruannya selama ini. Kebenaran yang pada asalnya susah untuk
diterima oleh jiwa, ketika disampaikan dengan cara yang buruk dan
kasar, tentunya justru akan membuat orang semakin lari dari
kebenaran. Oleh karena itulah, dakwah pada dasarnya harus
disampaikan dengan cara lemah lembut.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan mauidzoh hasanah (pelajaran yang
baik) dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
tidaklah kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan
menghiasinya. Dan tidaklah kelemah-lembutan itu tercabut dari
sesuatu kecuali akan membuatnya menjadi jelek.” (HR. Muslim).
Wahai saudariku yang semoga Allah melimpahkan rahmat
kepadamu…
Allah ta’ala memberikan permisalan tentang orang yang telah
mengumpulkan banyak kebaikan akan tetapi nanti di akhirat, amalan
kebaikan yang diandalkannya tidak dapat banyak bermanfaat,
Allah berfirman yang artinya,
“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun
kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia
mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian
datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan
yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang
mengandung api, lalu terbakarlah, Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (QS. Al-
Baqarah:266).
Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma ketika menjelaskan ayat di atas, beliau
mengilustrasikan dengan orang kaya yang beramal karena taat kepada
Allah, kemudian Allah mengutus setan padanya, lalu orang itu
melakukan banyak kemaksiatan sehingga amal-amalnya terhapus
(Tafsir Ibnu Katsir).
Oleh karenanya tidaklah pantas diri kita merasa sungkan
menasehatinya hanya karena amal ibadahmu belumlah sebanyak dia.
Ketauhilah, sebagaimana hadits di atas, amal ibadah sebanyak apapun
tidak akan banyak bermanfaat baginya bilamana dirinya masih gemar
bergelimang dalam kemaksiatan. Atau engkau merasa belum bisa
menyaingi kekayaan mereka ? Atau menganggap dirimu bodoh hanya
karena IP-mu di bawah saudaramu ?
Marilah kita merenungkan sejenak sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam berikut,
“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang ‘alim (pandai)
dalam masalah duniawi namun jahil (bodoh) terhadap masalah
akhirat”. (Shahihul Jami’: 1875).
Saudariku…sering kali kita melihat seseorang yang bergelimang dalam
kemaksiatan namun Allah Ta’ala memberinya kenikmatan duniawi
yang sangat besar dan kemudahan dalam melakukan segala
urusannya. Ada yang diberi harta yang melimpah, rumah mewah,
mobil bagus, dan lain-lainnya. Namun di sisi lain, kita melihat orang-
orang yang dikenal dengan ketaatan pada Allah banyak mendapatkan
cobaan duniawi baik berupa kemiskinan, kekurangan uang, penyakit
dan lain sebagainya.
Ya… bisa juga dianalogikan dengan keadaan umat Islam kini
dibandingkan umat lainnya. Dimana orang-orang yang maju dalam
bidang ekonomi, teknologi, perindustrian, dll masih didominasi oleh
umat non muslim sedangkan kaum muslimin hanya sebagai penonton
dan masih berada dalam keterpurukannya hingga saat ini. Apakah
Allah Ta’ala tidak adil dalam memberikan balasan pada hamba-Nya ?
Saudariku…itulah istidroj yang menipu..
Kita melihat orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah
malah dibukakan pintu rezeki seluas-luasnya serta dimudahkan segala
urusan hidupnya. Maka demikianlah hakikat istidroj (dilulu). Allah akan
memberi mereka kenikmatan duniawi sehingga mereka akan terus-
menerus melakukan kemaksiatan dan mereka merasa aman dari
makar Allah. Sampai suatu saat Allah akan membalasnya dengan azab
yang sangat pedih setelah dosa-dosa kemaksiatannya bertumpuk.
Na’udzu billahi min dzaalik.
Bagi saudara kita yang belum tersadar akan kekeliruannya selama ini,
cukuplah dalil di bawah ini menjadi renungan. Allah Ta’ala berfirman
yang artinya,
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah ? Tiada yang
merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS.
Al-A’raaf: 99).
Allah juga mengancam orang yang merasa PD melanggar rambu-
rambu syariat-Nya dan terus-menerus tenggelam dalam kemaksiatan.
Allah berfirman yang artinya,
“Maka serahkanlah kepada-Ku orang-orang yang mendustakan
perkataan ini. Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-
angsur dari arah yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi
tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh.”
(QS. Al-Qolam: 44-45).
Sebenarnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga telah
mengingatkan kita namun banyak saudara kita yang enggan
menghadiri majelis ilmu. Sehingga warisan beliau ini makin asing di
telinga kita. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Jika engkau melihat seorang hamba yang senantiasa diberi
kenikmatan dunia yang diinginkannya sementara dia senantiasa
berada dalam kemaksiatan, maka itulah istidroj.”(HR.Ahmad & Ibnu
Jarir).
Lebih tragisnya lagi apabila kita masih saja merasa lalai akan makar
Allah. Maka secara tidak sadar kita telah terjerembab ke dalam dosa
besar. Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Ibnu
Abbas radhiallahu’anhuma tentang dosa besar, maka beliau
menjawab, “Syirik kepada Allah, putus asa dari rahmat Allah, dan
merasa aman dari makar Allah.”(HR. Al Bazar & Ibnu Abi Hatim).
Adakalanya sikap lalai ini disebabkan saudara kita berpaling dari
agama Allah, lalai dari mengenal Tuhannya serta meremehkan hak-
hak-Nya. Akibatnya ia meninggalkan kewajiban dan terus-menerus
berbuat maksiat. Sehingga rasa takut, terhadap azab Allah baik di
dunia maupun di akhirat, dari hatinya terus berkurang dan keimanan
tidak tersisa sedikit pun.
Adakalanya pula disebabkan saudara kita beribadah kepada Allah
namun merasa takjub dengan dirinya serta tertipu dengan amal
sholehnya. Akibatnya, ia merasa PD ketika bermaksiat karena yakin
amal ibadahnya selama ini akan meneggelamkan dosa-dosanya.
Sehingga hilanglah rasa takutnya kepada Allah. Ia menyangka telah
sedemikian dekat dan berada pada kedudukan yang tinggi di sisi
Allah.
Saudariku yang tegar di jalan dakwah…
Terus menerus melakukan maksiat akan mengakibatkan kerasnya hati,
jauh dari Allah, dan lemahnya iman. Sebab iman itu bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Terus menerus
melakukan maksiat juga akan mengakibatkan maksiat tersebut
menjadi suatu kebiasaan sekaligus tempat bergantung bagi pelakunya.
Sungguh, jika jiwa itu terbiasa dengan suatu hal maka akan sulit untuk
berpisah dengannya. Jika ini telah terjadi pelaku maksiat akan sulit
melepaskan diri dari maksiatnya dan setan akan membukakan
untuknya pintu-pintu kemaksiatan lainnya yang lebih besar dan lebih
dahsyat dari sebelumnya. Oleh sebab itu, ahli ilmu dan ahli akhlak
berkata: “Sesungguhnya kemaksiatan adalah pengantar kekafiran, di
mana seseorang akan berpindah-pindah dari satu maksiat kepada
maksiat lainnya, setahap demi setahap sampai ia berpaling dari
agamanya.” Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan taufik
dan keselamatan kepada kita semua. {Majaalis syahri Ramadhan,
Pengajar Syari’ah dan Ushuluddin Universitas Al-Imam Muhammad bin
Su’ud Al-Islamiyah dan anggota Majelis Kibarul Ulama (MUI-nya
Kerajaan Saudi Arabia), Fadhilatu Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-
Utsaimin)
Di samping itu jika kita tidak hati-hati, dalam kehidupan yang kini
serba permisif, maka kita akan jatuh pada sikap meremehkan ajaran
agama ini. Di mana beberapa sebab pembatal keislaman,
sebagaimana rukun islam yang lain rukun syahadat juga memiliki
pembatal, di antaranya adalah :
1. Berbuat syirik dalam beribadah kepada Allah.
2. Menjadikan wasa’ith (perantara) antara dia dan Allah.
3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu dengan
kekufuran mereka, atau bahkan membenarkan madzhab mereka.
4. Meyakini bahwa selain ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
itu lebih sempurna daripada ajaran beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Membenci sedikit saja, dari syari’at yang dibawa oleh Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Melecehkan –sekalipun sedikit dari- dari agama Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Melakukan perbuatan sihir.
8. Membantu kaum musyrikin dan menolong mereka untuk
menghancurkan kaum muslimin.
9. Meyakini bolehnya bagi seseorang keluar dari syari’at Muhammad
shalallahu ‘alaihi wa sallam.
10. Berpaling dari agama Allah.
(Risalah Mufti ‘Am Kerajaan Saudi Arabia dan Pimpinan Majelis Kibarul
Ulama serta Ketua Dewan Divisi Penelitian Ilmiah dan Komisi Fatwa,
Syaikh Abdul Aziz bin Baz).
Kriteria pembatal keislaman di atas bukanlah dimaksudkan untuk
bermudah-mudahan dalam mengkafirkan saudara kita. Namun,
semata-mata dilandasi rasa sayang dan kasihan. Jangan sampai
mereka terus-menerus meremehkan ajaran Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam ini. Jika masalah ini tetap diremehkan maka
dikhawatirkan mereka akan termasuk golongan pada point ke-4 atau
ke-5.
Keberanian mereka melakukan perbuatan yang dilarang oleh syari’at
ini tentunya dilandasi anggapan bahwasanya mereka lebih tahu
daripada Rasululllah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Tentang jalan hidup
yang bagaimanakah yang harus ditempuh. Inilah akibat globalisasi
dimana budaya negatif dari barat pun ikut masuk mencemari gaya
hidup kaum muslimin. Mereka beranggapan bahwa gaya bergaul yang
efektif dan efisien dalam bersosialisasi adalah dengan menyerupai
gaya pergaulan bebasnya remaja bule ala dawnson creek. Kalau di
Indonesia mengikuti gaya bergaul di sinetron-sinetron remaja yang
pernah ngetop atau lagi digandrungi, seperti cinta fitri atau cahaya.
Saudariku yang dicintai Allah…
Dalam kehidupan ini kita akan senantiasa dikelilingi oleh orang yang
menganggap remeh atas dosa-dosa mereka, tak terkecuali saudara
kita yang merasa butuh bergaul dengan lawan jenis. Namun
sayangnya tanpa memperhatikan batasan syari’at. Entah apakah
karena beranggapan bahwa kebaikan-kebaikan mereka sudah terlalu
banyak atau beranggapan bahwa amalan-amalan shalih mereka sudah
begitu melimpah. Sehingga pahala yang mereka kumpulkan pun sudah
begitu menggunung.
Apakah shalat-shalat sunnahnya, shalat malamnya, puasa sunnahnya,
infaqnya, kegiatan dakwahnya selama ini dan seterusnya dari amalan-
amalan shalih yang mereka kerjakan akan seperti lautan yang akan
menenggelamkan dosa-dosa yang mereka lakukan ? Sehingga, tanpa
risih, merindukan kedatangan teman lelakinya untuk menengoknya di
pondokan. Kemudian asyik berlama-lama bercengkerama dengannya
di bawah naungan sinar lampu beranda pondokan.
Padahal sudah jauh-jauh hari para ulama kita talah mengingatkan
umatnya agar terhindar dari bahaya pergaulan bebas ini. Imam Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan bahwa setiap persahabatan yang
dilandasi cinta karena selain Allah, maka pada hari kiamat nanti akan
kembali dalam keadaan saling bermusuhan. Kecuali persahabatannya
dilandasi cinta karena Allah ‘azza wa jalla, inilah yang kekal
selamanya. (Tafsir Ibnu Katsir).
Apakah dinamakan cinta karena Allah jika kita mengharuskan adanya
perjumpaan, berboncengan, atau bercanda gurau dengan menerjang
rambu-rambu syari’at. Tentunya tidak hanya satu dari saudara kita
dalam satu pondokan, baik yang telah mengikuti proses tarbiyah
maupun yang belum tersentuh hidayah, masih ada yang belum yakin
bahwa perhatian kaum kami yang hakiki adalah setelah menikah?
Memang nampaknya jalan menuju ke sana tidak jelas dan butuh
kesabaran ekstra. Apalagi kita dikejar usia yang semakin uzur.
Sehingga akan membuat kaum hawa khawatir akan penampilannya
yang semakin pudar.
Ditambah lagi dengan kondisi keluarga yang memprihatinkan dimana
ayahanda sakit-sakitan atau bahkan telah lama ditinggal oleh salah
satu atau kedua ortu sekaligus. Sehingga iblis akan mendatangi lalu
membisikkanmu untuk segera memperoleh tambatan hati walaupun
harus menabrak rambu syari’at. Sebab dengannya masa depanmu
akan nampak “jelas” dan “pasti”. Ditambah lagi kondisi kejiwaan kita,
baik ikhwan atau akhwat, yang membutuhkan tempat
berbagi/perhatian dari orang lain.
Apalagi bagi mereka yang berada jauh dari orang tua dimana hari-
harinya diliputi kesedihan yang mendalam tatkala teringat ortunya di
seberang laut/sungai. Ketika kami menampakkan diri di hadapanmu
sebagai sosok pribadi yang peduli dan perhatian secara “tulus” akan
segala masalah kehidupanmu maka engkau dengan serta-merta
menganggap telah memperoleh tempat untuk berbagi segala beban
kehidupanmu dalam perantauanmu ini.
Saudariku…seringkali kata sabar didengung-dengungkan setiap kali
menghadapi segala ujian kehidupan tidak terkecuali ujian ini. Tetaplah
bersabar dan ridho dengan keputusan Allah dan berserah diri kepada-
Nya. Hindarilah mencari jalan pintas dengan menabrak rambu syari’at-
Nya. Sebab salah satu tanda hilangnya iman dalam diri ini ialah
ketidak sabaran dalam menjalani ketaatan kepada Rabbnya.
Imam Ahmad mengatakan, “Sabar disebutkan di dalam Al-Qur’an
sebanyak lebih dari 70 ayat. Kaitan sabar dan iman seperti halnya
kedudukan kepala dan jasad. Seseorang yang tidak sabar dalam
melaksaknakan ketaatan, dalam menjauhi kemaksiatan serta ketika
tertimpa musibah maka ia sudah kehilangan sebagian besar dari
imannya.”
(Kitab At-Tamhid: 391).
Sejatinya kesusahan bagi seorang muslim merupakan kebaikan jika dia
bersabar. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang
mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan
hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat
kegembiraan, maka dia bersukur dan itu merupakan kebaikan baginya,
dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan
kebaikan baginya. (HR. Muslim).
Namun masih banyak yang tidak setuju dengan perjodohan atau
ta’aruf yang hanya mengenal beberapa hari saja. Alasannya
pernikahan itu sakral dan untuk selama-lamanya. Jadi mesti hati-hati
memilih pasangan hidup.Sehingga akan bermunculan problematika
seperti ini, bagaimana bisa memahami karakter masing-masing calon
kalau hanya bertemu sesekali ? Atau yang lainnya seperti, Dalam
pergaulan sehari-hari, tentunya kalian berkepentingan untuk menjalin
hubungan dengan laki-laki, berkomitmen untuk menikah nanti setelah
semua cita-cita pribadi maupun harapan orang tua tercapai, tetap
menjaga tanpa adanya kontak kulit, dan dalam pertemuan hanya
sebatas cerita untuk mengenal satu sama lain, apakah hubungan
kayak gini tetap nggak boleh?
Terbiasanya umat ini dengan gaya bergaul tanpa mengindahkan
syari’at mengakibatkan semakin dilupakannya akhlak Islami yang
mestinya ditegakkan. Bahkan mereka menganggap kebiasaan itu jauh
lebih baik dan lebih tinggi nilainya daripada syari’at Allah yang
mengharamkanya. Orang yang berpegang teguh pada agama ini
malah dikatakan kuper, lugu, kolot, ketinggalan zaman, kaku, sulit
beradaptasi, ekstrim, hendak memutuskan tali silaturrahim, dan
sebagainya.
Saudariku…sekali lagi janganlah engkau tertipu dengan kata-kata
manis dari kami karena sesungguhnya Allah Ta’ala belumlah
menampakkan aib/topeng kami di hadapanmu.
Oleh karenanya perhatian kami terhadap kalian sebelum menikahlah
yang haruslah diwaspadai karena dibangun di atas dusta dan
kebohongan. Kami telah mengemasnya sedemikian rupa semata-mata
untuk bersenang-senang memuaskan hawa nafsu yang tak lama
kemudian akan tampaklah kenyataan yang sesungguhnya.
Bukankah Islam tidak mengenal pacaran ? Bukankah Islam
menganjurkan nikah dulu baru cinta, bukan cinta dulu baru nikah.
Kemudian kalau mereka mengatakan bahwasanya pacaran itu supaya
tahu pacarnya, maka perlu diketahui bahwa pacaran itu bukan ukuran.
Kebanyakan diantara mereka setelah menikah baru masing-masing
tahu aslinya sehingga tidak jarang diantara mereka setelah lama
berpacaran, 4 tahun pacaran, baru menikah satu tahun sudah bubar
gara-gara mereka telah bercinta dulu sebelum menikah sehingga
ketika menikahpun cinta mereka telah habis.
Jadi solusi yang benar adalah menikah dulu, kemudian setelah
menikah baru bercinta. Namun ketika sebelum menikah ada proses-
prosenya dulu, yaitu saling tukar menukar biodata, kemudian banyak
tanya bagaimana akhlaknya, agamanya, setelah semuanya cocok,
sholat istikharah terlebih dahulu, lalu bermusyawarah, kemudian juga
nadhor (melihat calon pasangannya), baru nikah. Jikalau engkau mau
sedikit berfikir maka perhatian kami yang tulus terhadapmu hanyalah
bisa dibuktikan dengan menikahimu. Kemudian pasti akan timbul
sakinah, kedamaian ketentraman dan didalamnya ada mawadah
warahmah (cinta dan kasih sayang) yang sejati.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Rum: 21).
Sekali lagi percayalah janji Allah yang akan mempertemukan kalian
dengan pasangan yang sesuai dengan kapasitas kalian. Sengaja
mempromosikan diri sebagai sosok wanita yang senang menyerempet
syariat-nya. Maka secara tidak langsung kalian minta dijodohkan oleh-
Nya dengan pasangan hidup yang seperti itu pula. Apakah yang itu
yang diidam-idamkan oleh kalian selama ini ? Na‘udzubillahi min
dzalik.
Allah telah mengingatkan hamba-Nya agar senantiasa memperbaiki
diri masing-masing. Agar dijauhkan darinya pasangan hidup yang keji.
Sebagaimana Allah telah berfirman yang artinya,
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laik-laki yan keji, dan laki-laki
yan gkeji untuk perempuan-perempuan yang keji(pula), sedangkan
perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-
laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka
itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh
ampunan dan rezeki yang mulia (surga)”. (QS. An-Nur: 26).
Bukankah sudah banyak contoh keluarga selebritis yang hancur
berantakan padahal mereka telah berpacaran sebelum akad
pernikahan. Bahkan telah sampai tahapan hubungan layaknya suami
istri (bersentuhan, berpelukan, pegang-pegangan, cubit-cubitan,
senggol-senggolan hingga perzinaan) lalu berikrar akan setia satu
sama lain sampai ajal menjemput.
Apakah itu semua belum cukup untuk dijadikan bahan pelajaran atau
cukupkah hanya sebagai bahan renungan belaka?
Saudariku yang budiman…
Ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa
untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang
diberikan oleh Allah kepada manusia.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang diinginkannya
berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang
baik.” (Ali Imran : 14)
Tentunya ukhti dan saudara-saudaramu di pondokan telah meyakini
bahwa agama ini adalah agama yang sempurna. Dimana di dalamnya
telah diatur seluk beluk kehidupan manusia mulai dari adab buang air
hingga hukum ketatanegaraan. Termasuk juga bagaimana pergaulan
antara lawan jenis yang membawa keselamatan di dunia dan akhirat,
di antaranya:
Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis. Apakah hal ini pernah
kami, para lelaki, lakukan ketika berduaan denganmu ? Sebagian besar
kita beralasan bahwa hijabnya di hati. Jadi kalau nggak ada perasaan
apa-apa dengannya maka tidak perlu menundukkan pandangan. Kok
dengan lancangnya diri ini berani men-tazkiyah/menganggap lebih suci
dan sholeh dibandingkan para sahabat nabi atau istri-istri beliau.
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman:
Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara
kemaluannya.” (An-Nur: 30).
“Dan katakanlah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka
menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (An-Nur:
31).
Kemudian apakah jika kami berduaan denganmu ditemani cahaya
lampu beranda tidak melanggar syari’at. Lebih ngerinya lagi jika ini
“terpaksa” dilakukan oleh seorang muslimah, ia akan mencari-cari
orang/teman kosnya untuk dijadikan mahrom-mahroman. Bukankah ini
termasuk berdusta atas nama agama dan ia sedang menyelisihi
perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam demi mengikuti bisikan
setan serta tercapainya tujuan pribadi.
Padahal Allah telah berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya. Dan baginya siksa yang
menghinakan”
(QS. An-Nisaa’: 14).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan,
maka sesungguhnya syaitan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.
Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-
perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nur: 21).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang
laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama
mahramnya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali pihak
ketiganya adalah setan (HR. Tirmidzi, 3/474 misyakatul mashabih,
3188). {Yusuf al-Qaradhawi, Fiqih Praktis bagi Kehidupan Modern}
Memangnya kalau sudah tumbuh benih-benih cinta diantara kita
engkau dapat menjamin kami tetap akan menampakkan kesopanan,
kesholehan, dan rasa malu yang tinggi, sebagaimana dulu kita
pertama kali berjumpa. Dapatkah engkau menjamin bahwa kami, yang
nampaknya bertanggung jawab ini, tidak akan minta “yang macam-
macam”, sebagai pembuktian rasa cinta ?
Walaupun sebenarnya kami sadar hal itu dilarang oleh agama ini.
Namun, yang namanya iblis, dengan pengalamannya yang berabad-
abad, akan senantiasa berusaha membuat indah dan mulus jalan
kemaksiatan. Ditambah lagi bertumpuknya kemaksiatan di dalam hati
kami telah menyebabkan dominasi maksiat terpatri dalam hati dan
membuat kami cenderung dan terikat pada maksiat tersebut.
Saudariku yang senantiasa menjaga malu…
Kemaksiatan akan memadamkan cahaya berupa ilmu yang telah
dikaruniakan oleh Allah di dalam hati. Imam Syafi’i menceritakan
pengalaman pribadinya kepada gurunya dalam bait syair berikut:
Aku mengadu kepada imam Waqi’ tentang jeleknya daya hafalku
Maka ia mengarahkanku agar meninggalkan maksiat.
Ia berkata, “Ketauhilah, sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya,
Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada ahli maksiat.
Oleh karenanya saudariku…seringnya mengulangi perbuatan maksiat
sehabis bertobat akan semakin melemahkan cinta kepada Allah dan
menguatkan cinta kepada selain-Nya dalam hati ini. Bahkan lemahnya
iman dapat menguasai dan mendominasi diri ini sehingga tidak tersisa
dalam hati ini tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan
jiwa.
Pengaruh iman tidak akan terasakan dalam melawan dorongan jiwa,
menahan maksiat serta menganjurkan berbuat baik. Akibatnya diri ini
akan semakin terperosok ke dalam lembah nafsu syahwat dan
perbuatan maksiat. Sehingga noda hitam dosa menumpuk di dalam
hati dan akhirnya memadamkan cahaya iman yang lemah dalam hati.
Lalu dapatkah engkau menjamin keakaraban kita mampu menahan
kami untuk tidak menyentuhmu. Tentu saja hal ini tidak termasuk
dalam larangan tersebut, hal-hal yang bersifat darurat dibutuhkan atau
yang terjadi pada tempat ibadah seperti di Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi ketika kedua tempat tersebut penuh sesak terutama ketika
musim haji tiba.
Menyentuh saja dicegah apalagi sampai cubit-cubitan. Ini dikarenakan
menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu
perkara yang diharamkan di dalam Islam. Jika memandang saja
terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu
jauh lebih besar.
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu‘anha berkata, “Demi
Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama
sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR.
Bukhari).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala
seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan
sanad hasan).
Bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga sampai bersabda,
“Sungguh jika seorang pria disentuh oleh seekor babi yang berlumur
tanah dan Lumpur, itu lebih baik baginya dari pada bila pundaknya
disentuh oleh pundak wanita yang tidak halal baginya.”(HR. Ath-
Thabarani).
Mengapa masih ada saudara sepondokan, baik yang paham syari’at
Islam maupun jahil terhadap agama ini, dengan santainya nekat
menyerempet rambu-rambu syari’at. Dengan beralasan bahwa kami
masih mampu kok menjaga hati atau beranggapan amalan ibadahnya
sudah menggunung dan Allah Maha Pengampun sehingga berkenan
melebur dosa-dosanya ? Padahal Allah sudah mengingatkan hamba-
Nya untuk tidak coba-coba mendekati jalan-jalan menuju zina. Serta
bukankah Allah telah mengingatkan kalian akan ketidakhalalan gaya
bergaul semacam ini.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al Isra’: 32).
“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi
mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan
yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang
beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, apabila kamu
membayar mas kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan
maksud berzina dan bukan untuk menjadikan pacar. Barang siapa kafir
setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka dan di Akhirat dia
termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Maidah: 5).
Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki
banyak pintu yang berlapis-lapis, maka usaha kami untuk menjadi
“pelindungmu” dapat diibaratkan orang yang telah memiliki semua
kuncinya. Kapan saja kami bisa masuk. Bukankah saat berpacaran
kami tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang ? Bukankah
denganmu kami sering melembut-lembutkan (ini kalo belum akrab)
suara di hadapanmu ? bukankah kami akan senantiasa memikirkan
dan membayangkan keadaanmu ? Maka farji pun akan segera
mengikutinya.
Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya
menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun
bergembira atas keberhasilan usahanya.
Imam Ibnul Qoyyim berkata, “Allah tidak menjadikan mata itu sebagai
cermin hati. Apabila seorang hamba telah mampu meredam
pandangan matanya, berarti hatinya telah mampu meredam gejolak
syahwat dan ambisinya. Apabila matanya jelalatan, hatinya juga akan
liar mengumbar syahwat…” Beliau juga menuturkan, “Dalam hadits
shahih disebutkan bahwa :
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah
menetapkan untuk anak Adam bagiannya dari zina, yang pasti akan
mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan
adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-
angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau
mendustaknnya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Tentunya akan sulit bagi iblis dan bala tentaranya untuk
menggelincirkan sebagian saudara kita sampai terjatuh ke dalam
jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan
tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya iblis telah bersumpah di
hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia, baik aktivis
muslim maupun orang awam, dengan segenap upayanya. Jangan lupa
ia didukung bala tentara yang sudah professional karena ditunjang
pengalaman yang berabad-abad dalam hal menggelincirkan umat ini
ke dalam jurang kemaksiatan.
Iblis telah bersumpah yang artinya,”Demi kekuasaan-Mu, aku akan
menyesatkan mereka semuanya.”(QS. Shaad: 82).
Kalaulah iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan
menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin
cukuplah bagi iblis untuk bisa tertawa dengan membuat kita
berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya.
Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini
dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang
masalah agama kepada lawan jenisnya (Hal ini kami lakukan semata-
mata untuk menunjukkan kepadamu bahwa kami adalah sosok pribadi
yang peduli akan perbaikan agama dan akhlak), saling pinjam
meminjamkan buku agama (kalau diserap ilmunya masih mendingan,
lha kalau cuma jadi teman tidur kan lebih parah), peduli kondisi
ruhiyah- mu misalnya dengan mengirim tausiyah lewat media SMS
atau lainnya, miss called atau meng-SMS-mu untuk bangun shalat
tahajjud dan lain-lain.
Oleh karenanya Allah Ta’ala memerintahkan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam untuk memerintahkan orang-orang mukmin agar
tetap menjaga dirinya agar tidak tergelincir dalam bahaya ini
meskipun dirinya sudah merasa sholeh. Sebab Allah Ta’ala selalu
menyaksikan amal perbuatan mereka,
“Dia mengetahui (pandangan)mata yang khianat dan apa yang
disembunyikan oleh hati.” (Ghafir: 19).
Tatkala seseorang terbiasa melakukan dosa dan hatinya telah tertutupi
oleh karat kemaksiatan. Maka ia pun tidak lagi merasa risih terhadap
pandangan dan gunjingan orang atas kemaksiatannya. Dia bahkan
merasa bangga atas perbuatan kemaksiatannya dan dengan PD nya ia
akan berkata, “Wahai fulan, aku telah berbuat begini dan begini!.”
Manusia macam inilah yang tidak diampuni dosanya dan menjadi
sempitlah jalan taubat atas dirinya sebagaimana sabda Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam,
“Setiap umatku akan dimaafkan kecuali bagi orang yang terang-
terangan melakukan dosa.” (HR. Bukhari & Muslim).
Ada sebagian di antara kita beralasan ketika diingatkan akan bahaya
pergaulan di atas, “Pergaulan semacam ini nggak masalah, yang
penting kan hati tetap terjaga karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidaklah melihat rupa
maupun tubuh kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal
kalian.”
Walaupun hati ini adalah raja, terkadang tanpa disadari, hati dapat
terbelenggu dengan berbagai macam keinginan dan tujuan hidup
pemiliknya. Orang yang sangat cinta harta misalnya, akan menjadikan
seluruh tujuan hidupnya demi mendapatkan harta.
Sehingga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah
budak dinar, celakalah budak dirham, celakalah budak qothifah
(sejenis kain beludru). Sungguh ia celaka dan sakit. Apabila dia
tertusuk duri maka tidak akan tercabut. Jika dia diberi, merasa ridho,
namun, jika tidak, dia marah.”(HR. Bukhari).
Setiap amal yang kita lakukan, baik buruknya merupakan cerminan
dari hati kita. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “…
ketauhilah bahwa sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada
segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya.
Namun, jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketauhilah,
bahwa ia (segumpal daging tersebut) adalah hati.” (HR. Bukhari).
Ketauhilah wahai saudariku, Allah terkadang menghukum kita
misalnya dengan penyakit, baik yang dirasakan langsung diri kita
maupun yang menimpa keluarga kita. Ingatlah itu semua disebabkan
atas dosa dan kesalahan kita!!!. Janganlah menyalahkan-Nya, salahkan
saja diri yang hina ini.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan apa saja musibah yang
menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri.”( Asy-Syuura: 30).
“Dan Kami tidaklah menganiaya diri mereka tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Hud: 11).
Allah akan terus-menerus memberi teguran atas banyaknya dosa dan
maksiat yang kita lakukan. Sebagaimana Allah telah berfirman yang
artinya,
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di
sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami
berulang-ulang supaya mereka kembali (bertaubat).” (QS. Al Ahqof:
27).
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Nabi
shalallahu’alaihi wasallam bersabda: Pada suatu malam aku bermimpi
didatangi dua orang. Keduanya berkata kepadaku, Pergilah! -kemudian
beliau menyebutkan haditsnya sampai pada sabdanya -:
Kemudian kami mendatangi bangunan seperti tanur yang di dalamnya
terdengar suara gaduh memekik. Kamipun melongoknya. Ternyata di
dalamnya terdapat pria dan wanita telanjang yang disambar oleh lidah
api dari bawah mereka. Ketika lidah api itu mengenai mereka,
merekapun memekik kepanasan dan kesakitan. Ketika Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam menanyakan hal tersebut kepada malaikat, mereka
menjawab: Adapun pria dan wanita yang ada di tanur tersebut mereka
adalah laki-laki dan wanita pezina.
Maka masihkah engkau ingin saudara serumahmu menjadi bagian dari
mereka wahai saudariku ?
Tentunya engkau menginginkan turunnya kecintaan dan pertolongan
Allah kepada seluruh penghuni rumah, bukan ? Oleh karenanya dalam
hal ini Allah mensyaratkan melalui lisan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam;
“Barangsiapa mencintai seseorang karena Allah, membenci seseorang
karena Allah dan memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya
kecintaan dan pertolongan Allah hanya dapat diperoleh dengan hal
tersebut. Seorang hamba tidak akan merasakan nikmat iman,
sekalipun banyak shalat dan puasa, sehingga bersikap demikian.” (HR.
Ibnu Jarir).
Namun, sangat disayangkan sekali keadaan di pondokan. Dimanakah
rasa wala & bara’ (cinta dan benci) kita tempatkan ? Apakah kita tetap
merasa sama saja. Baik itu bergaul dengan pelaku kemaksiatan
maupun dengan teman liqo. Sehingga tidak ada usaha sedikitpun dari
kita untuk mengingatkannya. Akibatnya dapat ditebak, mereka
seakan-akan tidak merasa bersalah. Karena tidak ada saudara
sepondokannya yang menegur perilakunya selama ini
Memang mencintai lawan jenis merupakan sebuah kewajaran,
sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga demikian.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Kesenanganku dijadikan di dalam shalat. Dan aku dijadikan
menyenangi wanita serta wewangian.” (HR. Muslim).
Namun, manusia diciptakan dalam keadaan lemah ketika menghadapi
fitnah syahwat. Oleh karenanya janganlah engkau tertipu oleh
penampilan kami, para lelaki, layaknya orang yang sholeh terlebih-
lebih terhadap orang awam(jahil akan agama ini). Walaupun dhohir-
nya kami kelihatan sopan dan bertanggung jawab namun itu semua
akan segera pupus dan tampaklah wajah asli kami tatkala engkau
telah berada dalam gengaman kami.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan manusia diciptakan dalam
keadaan lemah.” (QS. An-Nisaa’ : 28).
SufyanAts-Tsaury rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah tidak
sabar dalam menghadapi wanita.” (Roudhotul Muhibbin).
Maka wajib bagi kita untuk senantiasa bersabar, bersabar dan
bersabar. Sabar dalam melaksanakan ketaatan dan sabar dalam
menjauhi dosa-dosa. Semoga Allah merahmati Imam Ahmad yang
mengatakan bahwa sabar adalah terus menerus sampai seseorang
menapakkan kakinya di Surga kelak.
Ketika seseorang bertanya kepada Abu Hurairah radhiallahu’anhu
tentang makna takwa, Abu Hurairah radhiallahu’anhu kemudian
bertanya kepada orang tersebut, Apakah engkau pernah melewati
jalan yang berduri? Ia menjawab, Ya pernah. Abu Hurairah
radhiallahu’anhu bertanya lagi, Apa yang engkau lakukan, Ia
menjawab, Jika aku melihat duri maka aku menghindar darinya, atau
melangkahinya, atau mundur darinya, Abu Hurairah radhiallahu’anhu
berkata, seperti itulah takwa.
Akan lebih bijak apabila kemaksiatan di pondokan tersebut
diselesaikan oleh kaummu sendiri( ibu kos atau teman-teman satu
kos). Sebab akan lebih mengena dan tidak menimbulkan prasangka
negatif terhadap kami dari si pelaku kemaksiatan tersebut, baik dari
kaum kami maupun dari kaum hawa.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman
jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang bahan
bakarnya dari manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6).
Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata tentang ayat ini
“Ajarilah mereka (keluarga kalian) tentang adab dan ilmu”. Sedangkan
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma mengatakan “Lakukan ketaatan
kepada Allah dan tinggalkanlah maksiat kepada Allah! Dan
perintahkan keluarga kalian untuk zikir, supaya Allah menyelamatkan
kalian dari siksa neraka”. (Tafsir Ibnu Katsir).
Saudariku yang sedang menghadapi ujian kehidupan…
Munculnya fenomena di atas di kalangan kaum terpelajar, baik
berstatus aktivis maupun bukan, tentunya bukan saja tanggung jawab
pemilik pondokan untuk mengingatkan penghuninya untuk tidak
melakukan kemaksiatan terselubung tersebut. Namun amar ma’ruf
nahi mungkar ini sudah menjadi tanggung jawab segenap penghuni,
baik pemilik maupun anak kos. Apabila seseorang telah menganggap
remeh suatu dosa, ketahuilah saudariku bahwa, sesungguhnya dia
telah terpedaya oleh iblis, walaupun mereka telah banyak beramal
dengan amalan-amalan ketaatan.
Maka bukanlah dikatakan takwa jika seseorang sengaja menerjang
rambu-rambu syariat, mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh
Allah atau meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya.
Saudariku yang senantiasa menjaga kesholehan sosial…renungkanlah
hadits ini…
Tsauban radhiaallahu’anhu meriwayatkan sebuah hadits yang dapat
membuat orang-orang shalih susah tidur dan selalu mengkhawatirkan
amal-amal mereka. Tsauban radhiaallahu’anhu berkata, Rasulullah
shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Aku benar-benar melihat diantara umatku pada hari Kiamat nanti, ada
yang datang dengan membawa kebaikan sebesar gunung di Tihamah
yang putih, lalu Allah menjadikannya seperti kapas berterbangan,
Tsauban bertanya, Ya Rasulullah, jelaskan kepada kami siapa mereka
itu agar kami tidak seperti mereka sementara kami tidak mengetahui!,
Beliau bersabda, Mereka adalah saudara-saudara kalian dan sebangsa
dengan kalian, mereka juga bangun malam seperti kalian, akan tetapi
apabila mendapat kesempatan untuk berbuat dosa, mereka
melakukannya.
(HR. Ibnu Majah, disahihkan oleh AlBani dalam Silsilatul Ahaadits
Shahihah No,505)
Saudariku, masihkah kita merasa bangga dengan status kita sebagai
aktivis muslim namun kita tidak pernah merasa miris ketika
mengetahui ada saudara seiman, sepondokan,atau seangkatan
maupun yang tidak seangkatan yang sengaja menjatuhkan dirinya
dalam pergaulan tanpa batasan syar’i ?
Apakah ilmu teman-teman sepondokan selama ini hanya berguna bagi
organisasinya saja dan mengacuhkan kondisi pergaulan di
pondokannya. Kami menyadari kesibukan ukhti baik sebagai
mahasiswi maupun sebagai aktivis dakwah. Namun bukankah tidak
ada salahnya kami meminta secuil pengalamanmu dalam berdakwah
di kampus/masyarakat. Demi kondisi pondokan yang lebih baik di
masa depan. Amiin.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala,
“Dan haruslah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron:
104).
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiap-tiap amal
(pekerjaan) ada masa-masa semangat, dan tiap-tiap masa semangat
ada masa lelahnya maka barangsiapa lelah letihnya karena
melaksanakan ajaranku, maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan
barangsiapa lelah letihnya bukan karena melaksanakan ajaranku,
maka dia termasuk orang yang binasa.” (HR. Hakim dan Al Baihaqi).
Kami yakin ukhti telah mengingkarinya dengan hati. Kini saatnya
kalian bersama pemilik pondokan berusaha mencegah kemaksiatan
yang dilakukan oleh sesama penghuni kos melalui lisan. Kemudian
tanggung jawab pemilik pondokanlah untuk menindak lanjuti penghuni
yang nakal tersebut dengan kekuasaannya.
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda,
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka
hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika ia tidak sanggup
maka hendaklah ia mengubah dengan lisan, serta kalau ia tidak
sanggup maka hendaklah ia mengubahnya dengan hati, dan itu adalah
selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Saudariku…kuingin berbagi kebiasaan kaum kami dalam berhubungan
dengan kalian. Beberapa contoh riil di bawah ini kami sampaikan
semata-mata bertujuan agar saudari kita dalam pondokan mampu
melepaskan diri dari jeratan teman-teman kami, para serigala berbulu
domba. Apakah beberapa manuver ini pernah ukhti alami ?
Kami senang sekali bercakap-cakap dengan kalian, entah itu dalam
urusan tugas kuliah maupun untuk sesuatu yang nampaknya
dipaksakan baik itu secara langsung maupun via telepon. Bila tidak
ada urusan pun kami akan berusaha mencari-cari celah agar dapat
berjumpa denganmu atau sekedar mengobrol satu atau dua menit.
Sebenarnya kami sadar Allah merekamnya demikian juga setan dari
jenis jin maupun manusia pun ikut membuat suasana pertemuan itu
semakin nyaman dan akrab.
Sebagaimana salah satu firman-Nya,
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat yang
mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang
mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12).
Kami, para petualang cinta, akan terus menggunakan sarana ini
sebagai alat untuk semakin mengenalkan diri kami kepada kalian. Agar
kalian semakin akrab, rindu, dan betah bergaul dengan kami. Kondisi
semacam ini dapat diqiyaskan juga ke dalamnya chating. Tentunya
chating yang tiada ujung pangkalnya dan hanya membuang waktu
semata. Apalagi sekarang telah ada teknologi messenger yang
didukung oleh perangkat webcam. Pastinya semua itu akan semakin
menambah nyaman bagi kami.
Memang di kajian-kajian kami sering diingatkan akan bahaya ini.
Sebagaimana yang disabdakan Beliau shalallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Hati-hatilah pada dunia dan hati-hatilah pada wanita karena fitnah
pertama bagi Bani Isroil adalah karena wanita.” (HR. Muslim).
Namun, itu semua sepertinya menguap begitu saja tatkala wanita
yang menjadi incaran kami ada di hadapan mata. Apalagi di era
globalisasi sekarang ini ketika arus informasi dengan mudahnya
diakses. Cukup dengan mengklik tombol, si dia pun hadir di hadapan
kami. Terpaan syubhat teknologi inilah yang tidak dapat kita bendung
sehingga menggiring kita semakin terlena akan godaan ini.
Jika kita acuhkan maka pastilah kita akan dikucilkan oleh teman
sepermainan dan dianggap nggak gaul, kuper atau gaptek (gagap
teknologi).
Langkah selanjutnya, seiring dengan kemajuan teknologi. Dimana
bertebaran tempat-tempat foto kilat di pusat perbelanjaan yang biasa
digunakan kaum muda-mudi untuk mengekspresikan
persahabatannya. Demikian pula munculnya software pengolah
gambar serta hp dengan fasilitas foto mutakhir akan semakin
memudahkan kami untuk menyalahgunakannya.
Oleh karenanya Saudariku …janganlah engkau bermudah-mudahan
mau difoto oleh kami atau memfoto dirimu kecuali karena suatu hajat
dan janganlah terlalu mudah engkau sebarluaskan fotomu dengan
segala bentuknya karena hal tersebut merupakan celah bagi kami,
para serigala manusia, untuk berusaha menerkammu.
Selain itu kami sangat senang apabila engkau membalas “sinyal” dari
kami. Entah itu berwujud sms,telpon,email atau respon apapun
tergantung kecanggihan teknologi saat itu. Terutama yang bersifat
tidak penting atau sekedar iseng. Kami anggap itu adalah salah satu
bentuk perhatian darimu. Oleh karenanya berhati-hatilah dalam
memberi respon balik karena hal itu akan membuat kami semakin
“terbang jauh di awan”. Dan merupakan sarana efektif yang akan kami
gunakan untuk semakin mengakrabkan “ukhuwah” kita ini.
Saudariku…kami juga sangat berharap engkau merasa diperhatikan
oleh kami. Terutama sekali di saat-saat momen spesial dalam
hidupmu. Entah itu dengan kunjungan ke kosmu, mentraktirmu (kalau
mangsa udah kecantol biasanya gantian yang ntraktir tergantung
momennya), menemanimu shopping, menghadiahkanmu sesuatu yang
tidak engkau duga-duga atau sekedar mengirimkan ucapan bernada
“kepedulian sosial” via telepon. Namun…kalaulah isi dompet atau
jarak membatasi kita cukuplah kukirim salam hangat via SMS atau e-
mail.
Saudariku yang tegar menghadapi godaan…
Dalam bergaul dengan lawan jenis tentunya kami akan menyerumu
dengan kata-kata puitis yang bernada menghalalkan adanya cinta
(pacaran) sebelum pernikahan, menampakkan keramahan,
kesholehan, kejujuran dan keikhlasan, menyatakan sangat menghargai
dan menjunjung tinggi kehormatanmu serta berlemah lembut dalam
pembicaraan.
Kami juga memahami engkau lebih suka bergaul dengan teman
sharing yang humoris dan open minded. Sehingga kami pun akan
berusaha semaksimal mungkin membahagiakanmu dengan gurauan
yang kami miliki. Semata-mata ingin membuatmu betah & nyaman
berteman bersama kami. Biasanya dalam bergaul denganmu
kugunakan perkataan yang nampaknya menyakitkanmu namun
sejatinya untuk menggodamu. Tentunya jikalau engkau bijak akan
engkau dapati kata-kata aneh namun lucu dariku, seperti si jelex,
cerewet, atau mengubah-ubah namamu menjadi bahan candaan. Inti
dari semua itu ialah menjadikan suasana pertemuan kita tidak garing
dan terus mengalir. Hingga waktu memisahkan kita.
Yang terpenting bagi kami di hadapanmu ialah kami akan senantiasa
berusaha tampil perfect dan bersikap sebagai pelindungmu, dalam
segala hal. Namun sejatinya kami mengkhianati keluargamu dengan
semua topeng kemunafikan di atas,baik itu dengan jalan
meneleponmu, mengirimkan sms tausiyah, me-missed call-mu agar
bangun untuk shalat malam, mengajakmu jalan bersama atau
mengantarkanmu ke manapun tujuanmu dengan motor
(berboncengan) atau mobil dan segala kebusukan lainnya.
Sungguh kami melakukan semua itu dengan tujuan-tujuan busuk yang
pasti akan tampak jelas hanya bagi orang yang memikirkannya.
Akankah kami benar-benar menjunjung tinggi kehormatanmu
sementara kami mengajakmu bercengkerama, berjumpa dan
jalan/berboncengan bersama, tanpa ada batasan syari’at di dalamnya,
padahal engkau belum halal bagi kami ? Percayalah bahwasanya hawa
nafsu telah merasuki pikiran kami untuk meminta waktumu agar dapat
berjumpa/ bercengkerama/ ber –kholwat denganmu. Berhati-hatilah
karena saat itu kami bukanlah sosok pribadi yang engkau kenal.
Namun telah beralih menjadi lebih sesat daripada hewan ternak.
Sebenarnya Allah telah mengingatkan umatnya akan bahaya bermain-
main dengan hawa nafsu.
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai sesembahannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya ? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan
mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain,
hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu)”. (QS. Al Furqan: 43-44).
Saudariku… teguhkanlah hatimu untuk tetap tidak tergoda bujuk rayu
kami.
Ibunda kaum muslimin ‘Aisyah radhiyallahu‘anha menceritakan,
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam sering kali memanjatkan doa,
“Yaa Muqallibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa tha’aatik” (Wahai Dzat Yang
membolak-balikkan hati teguhkanlah hati hamba untuk senantiasa taat
kepada-Mu). Melihat sikapnya itu maka ‘Aisyah radhiyallahu‘anha
berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, Anda sering sekali
memanjatkan doa ini. Apakah Anda juga merasa khawatir ?” Lalu
beliau pun bersabda,
“Apakah yang dapat membuatku merasa tenang wahai ‘Aisyah,
sementara hati-hati manusia itu berada di antara dua jari-jemari Ar-
Rahman. Dia membolak-balikkan hati menurut kehendak-Nya. Apabila
Dia ingin membalikkan hati seorang hamba maka Dia pun
membalikkannya.”
(HR.Ahmad, Ibnu Abi’Ashim, Abu Ya’la, dan Al Ajurri. Dishahihkan oleh
Al Albani dalam Zhilalul Jannah).
Kalau Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam saja seperti ini maka
bagaimanakah lagi dengan kita ? Oleh karenanya mohonlah kepada
Allah untuk tetap teguh di atas jalur ketaatan. Agar engkau terhindar
dari manuver dan kata-kata manis dari kaum kami. Yang tidak ada
obat manapun yang mampu menyadarkanmu bila telah terbius
olehnya. Terkecuali berobat dengan apa-apa yang telah diajarkan Nabi
shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan wasiat para ulama.
Munculnya kerinduan akan kasih sayang dari lawan jenis tentunya
tidak akan muncul begitu saja. Semuanya butuh proses tidak
terkecuali masalah yang satu ini. Bacaan, tontonan televisi, serta dan
kisah-kisah cinta yang rendah, hina penuh aib dan cela (harus difilter
dg sudut pandang ilmu syar’i, ada nggak sih manfaatnya), merupakan
akar dari tumbuhnya pohon cinta. Engkau akan dapati di dalamnya
zat, yang lebih hebat daya pengaruhnya dibandingkan racikan kimia
terbaik buatan manusia manapun, yang akan membiusmu perlahan-
lahan tanpa engkau sadari. Racun itu menyelinap di antara indahnya
halaman tabloid yang warna-warni, suguhan tayangan yang
memanjakan mata untuk tetap menontonnya, serta kertas majalah
yang halus mengkilap dan wangi.
Murid Ibnu Taimiyah yaitu Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah
mengemukakan enam tahapan yang dilalui setan dalam menyesatkan
dan memperdaya manusia.
Tahap pertama ialah pengkafiran atau pemusyrikan manusia. Kalau
yang diajaknya itu muslim, yang beriman teguh, tidak dapat dikafirkan,
dan tidak dapat dimusyrikkan, setan melangkah ke tahap kedua.
Tahap kedua ialah pembid’ahan.
Kalau yang didakwahi setan ini orang yang kokoh dan istiqomah pada
ajaran Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam, setan akan melangkah
pada tahap ketiga.
Tahap ketiga yaitu menjebak orang Islam kepada kaba’ir (dosa-dosa
besar).
Kalau yang bersangkutan beriman teguh. Setan tidak pernah berputus
asa. Ia segera beralih ke tahap keempat.
Tahap keempat yaitu menjebak manusia dengan dosa-dosa kecil.
Kalau masih gagal, setan segera melangkah ke tahap kelima.
Tahap kelima yaitu menyibukkan manusia kepada masalah-masalah
yang mubah (boleh). Sehingga yang bersangkutan menghabiskan
waktunya untuk urusan-urusan yang mubah, yang dampaknya, lupa
menunaikan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah Ta’ala. Misalnya:
Frekuensi membaca/mendengarkan Al Quran lebih sedikit daripada
aktivitas menonton film/membaca novel. Kalau tahap kelima ini tetap
gagal juga, setan akan melanjutkannya ke tahap keenam.
Tahap keenam yaitu menyibukkan manusia dalam urusan-urusan
kurang bermanfaat atau yang manfaatnya lebih kecil sehingga
dampak persoalan yang lebih penting dan yang lebih baik jadi
tertinggalkan dan terabaikan. Misalnya, sibuk dengan amalan sunnah
sehingga amalan wajib tertinggalkan.
Saudariku yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat
wanita…
Apakah pemilik pondokan atau ukhti bersalah, jika di pondokannya,
menginginkan penghuninya memilih tayangan yang bermutu serta
menjauhi infotainment, program acara, sinetron-sinetron,dan film-film
yang hina, yang hanya menonjolkan kemewahan serta gemerlapnya
dunia, menyajikan kisah cinta dengan akting yang justru merendahkan
martabat wanita.Dimana tinggi rendahnya nilai seseorang harus
ditunjukkan dengan besar kecilnya rasa sayangnya kepada
kekasihnya. Atau apakah berdosa mematikan akses ke televisi agar
penghuni atau saudaranya menjauhi semua itu karena hanya akan
merusak akhlak, kehormatan, serta rasa malunya.
Tentunya semua itu harus dilakukan dengan niat ikhlas berdakwah
lillahi ta’ala serta penuh hikmah agar mereka segera sadar akan
kekeliruannya selama ini.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
mengajak kepada petunjuk, maka ia akan memperoleh pahala seperti
pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala
mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan,
maka ia mendapatkan dosa seperti orang-orang yang mengikutinya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim).
Pada tafsir surat Al ‘Ashr, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah
berkata, “Maka dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal),
manusia dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan
dua hal yang terakhir (dakwah dan sabar), manusia dapat
menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat-
empatnya, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan
keuntungan yang besar”.
(Taisiir Karimir Rohman).
Yakinlah selama jalan yang kita tempuh berada di koridor-Nya, Insya
Allah, Allah akan senantiasa memudahkan segala urusan orang yang
menolong agama-Nya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang mukmin, jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu”.
(QS. Muhammad: 7).
Menolong agama Allah Ta’ala tentunya bukanlah dengan jalan menjadi
aktivis di lembaga dakwah kampus atau istiqomah beramal tetapi
masih hobi melanggar ketentuan-Nya. Tolonglah agama ini dengan
melakukan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-
Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan sembayang, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang
munkar.” (QS. Al-Hajj: 40-41).
Dari ayat di atas terlihat jelas bahwa sebab terbesar datangnya
pertolongan Allah adalah dengan mentaati Allah dan Rasul-Nya
shalallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara bentuk mentaati Allah dan
Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mempelajari dan
memahami agama ini. Paham akan segala konsekuensi yang kelak kita
terima apabila berani melanggar larangan-Nya. Serta bertekad
meninggalkan kemaksiatan yang biasa dahulu dilakukan semasa
masih jahil terhadap agama ini.
Sekali lagi kami memohon pertolongan saudariku, yang telah lebih
dahulu memperoleh hidayah, untuk segera menjauhkan pondokan ini
dari azab Allah. Tentunya dengan jalan tidak membiarkan saudari kita
semakin terlena atas perbuatannya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’rof: 96).
Allah Ta’ala juga berfirman, “Jika kamu (wahai kaum muslimin) tidak
melaksanakan apa yang telah Allah perintahkan, niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. AL-Anfal:
73).
Saudariku…ingatlah kita adalah perantau…
Kenikmatan hidup seringkali membuat kita lupa diri dan tidak tahu diri.
Sehingga kita lupa dimanakah tujuan akhir hidup ini dan akan
kemanakah kita !!!
Dan untuk apa kita dihidupkan oleh-Nya di muka bumi ini.
Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Surga dan neraka telah diperlihatkan kepadaku, maka aku belum
pernah memandang hari yang lebih banyak mengandung kebaikan
sekaligus keburukan daripada hari ini. Kalau kalian mengetahui apa
yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak
menangis” Anas bin Malik melanjutkan, “Tidak ada hari setelah itu
yang lebih berat bagi para Sahabat dibandingkan dengan hari
tersebut. Pada hari itu, mereka semua menutup kepalanya sambil
terisak-isak karena tangisan” (HR Bukhari dan Muslim)
Bagaimana saudariku? Apakah hatimu tergetar mendengar hadits ini?
Kalau seandainya tidak, maka engkau adalah manusia yang sangat
perlu untuk dikasihani, bagaimana tidak? Para sahabat yang jiwa, raga
dan hartanya telah mereka curahkan untuk membela dan
memperjuangkan Islam, dengan ketakwaannya mereka adalah
manusia yang sangat takut kalau-kalau akhir kehidupan mereka di
neraka.
Sementara kita….? Apa yang telah kita persiapkan? Apa yang telah
kita berikan untuk Islam dan kaum muslimin ? Mereka dihina,
dimusuhi, dilempari, diusir dari kampung halaman, disiksa seperti Bilal,
lantas…pernahkah kita mengalami hal seperti itu?
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Demi Allah, kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya
kalian akan sedikit bersenang-senang dan banyak menangis, dan
kalian juga tidak akan bersenang-senang terus di atas ranjang dengan
istri kalian, lalu kalian akan keluar menuju ke pegunungan (tempat
menyepi) untuk beribadah kepada Allah” Abu Dzar berkata, “Sampai-
sampai aku menginginkan kalau diriku hanyalah pohon yang tumbang”
(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan).
Begitulah, begitu mengerikannya ketika kita dihisab di akhirat, hanya
ada 2 pilihan, surga atau neraka, sampai-sampai Abu Dzar, seorang
sahabat Nabi yang keimanan dan amalnya tidak kita ragukan,
membela Nabi, membela Islam…, beliau kalau diminta memilih
daripada dihisab, beliau memilih menjadi sebatang pohon karena
pohon tidak ada beban yang harus dipertanggungjawabkan.
Bagaimana dengan kita? Apa yang sudah kita siapkan untuk hari
perhitungan nanti? Apakah kita sudah menyiapkan amalan-amalan
kebaikan? Apakah kita sudah berprinsip bahwa “waktu adalah ibadah”,
atau malah selama ini kita hanya membuang-buang waktu dengan
sesuatu yang kurang…
Wallahu a’lam bish showab…
(ashabul kahfi/arrahmah.com)