saponifikasi

43
BILANGAN SAPONIFIKASI (ANGKA PENYABUNAN) I. JUDUL PERCOBAAN : BILANGAN SAPONIFIKASI (ANGKA PENYABUNAN) II. PRINSIP PERCOBAAN Saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi ketika minyak/lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. III. MAKSUD DAN TUJUAN Mengetahui Proses analisa bilangan penyabunan IV. REAKSI Saponifikasi: C 3 H 3 (O 2 CR) 3 + NaOH 3RCOONa + C 3 H 5 (OH) 3 Lemak/minyak alkali sabun gliserin V. LANDASAN TEORI 1. Sejarah Sabun 1.1. Awal Sejarah Sabun

Upload: lestari-cahyati

Post on 28-Jul-2015

175 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Saponifikasi

BILANGAN SAPONIFIKASI (ANGKA PENYABUNAN)

I. JUDUL PERCOBAAN : BILANGAN SAPONIFIKASI

(ANGKA PENYABUNAN)

II. PRINSIP PERCOBAAN

Saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi

ketika minyak/lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua

produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin.

III. MAKSUD DAN TUJUAN

Mengetahui Proses analisa bilangan penyabunan

IV. REAKSI

Saponifikasi:C3H3(O2CR)3 + NaOH 3RCOONa + C3H5(OH)3

Lemak/minyak alkali sabun gliserin

V. LANDASAN TEORI

1. Sejarah Sabun

1.1. Awal Sejarah Sabun

Asal dari kebersihan pribadi kembali ke zaman prasejarah.

Sejak air menjadi bagian yang penting untuk kehidupan, orang

pertama hidup dekat air dan tahu sesuatu apa itu properti

kebersihan - sedikitnya bagaimana membilas lumpur ke tangan

mereka. Benda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat

penggalian di Babilonia Kuno adalah fakta tentang pembuatan

sabun diketahui pada tahun 2800 SM. Persembahan di tabung

mengatakan bahwa lemak direbus dengan abu, dimana adalah

metoda membuat sabun, tetapi tidak mengenai kegunaan sabun itu.

Beberapa bahan terakhir digunakan untuk penggaya rambut.

Page 2: Saponifikasi

Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir Kuno mandi biasa.

Papirus Eber, dokumen kesehatan dar sekitar tahun 1500 SM,

mendeskripsikan kombinasi minyak hewani dan nabati dengan

garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun untuk

menyembuhkan penyakit kulit, juga untuk membersihkan. Di

waktu yang sama, Musa memberi orang Israel peraturan

pemerintah kebersihan pribadi. Dia juga menghubungkan

kebersihan untuk kesehatan dan penyucian agama. Laporan Injil

mengusulkan bahwa orang Israel tahu bahwa campuran abu dan

produk minyak adalah jenis dari gel rambut.

Orang Jerman Kuno dan Gaul juga memasukkan dengan

memjelajahi sesuatu bernama sabun, terbuat dari lemak dan abu,

digunakan untuk mewarnai rambut mereka menjadi merah. Ketika

peradaban Romawi maju, jadi selalu mandi. Tempat mandi

Romawi terkenal pertama, terdapat dengan air dari saluran air,

dibangun sekitar tahun 312 SM. Mandi sangatlah mewah, dan

mandi menjadi populer. Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani,

Galen menganjurkan sabun untuk pengobatan dan pembersih.

Setelah musim gugur di Roma di 467 Masehi dan hasilnya

kebiasaan mandi menurun, lebih banyak di lakan Eropa pengaruh

yang kuat di kesehatan publik berganti-berganti. Menurunnya

kebersihan pribadi dan berhubungan kondisi kehidupan tanpa

sanitasi menambah beratnya wabah besar di Abad Pertengahan,

dan khususnya Kematian Hitam di abad ke-14. Itu tidak sampai

abad ke-17 bahwa kebersihan dan mandi memulai untuk kembali

ke kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Masih sudah di mana

tempat di pertengahan dunia dimana kebersihan pribadi tersisa

penting di pertengahan dunia. Mandi harian adalah adat yang biasa

di Jepang saat Abad Pertengahan. Dan, di Islandia, kolam hangat

dengan air dari mata air panas adalah perkumpulan populer di

Sabtu sore.

Page 3: Saponifikasi

1.2. Pertengahan Abad Sejarah Pembuatan Sabun

Pembuatan sabun adalah keahlian yang tidak bisa dipungkiri di

Eropa di abad ke-17. Pembuat sabun serikat pekerja terlindungi

perdagangan rahasia mereka ditutup. Minyak nabati dan hewani

digunakan dengan arang tanaman, terus dengan pewangi. Secara

berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak lagi menjadi

tersedia untuk mencukur dan mencuci rambut, juga mandi dan

mencuci. Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai

pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun di

kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia.

Langkah utama terhadap pembuatan sabun komersial skala besar

terjadi pada tahun 1791 ketika kimiawan Perancis, Nicholas

Leblanc, mematenkan proses untuk membuat abu soda, atau

sodium karbonat, dari garam biasa. Abu soda adalah alkali terdapat

dari abu bahwa kombinasi dari lemak ke bentuk sabun. Leblanc

memproses hasil kuantitas dari kualitas baik, abu soda murah.

Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian

dengan pemjelajahan oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan

Perancis lainnya, dari kimia alam and lemak yang terkait, gliserin

dan asam lemak. Penelitiannya yang tidak bisa dipungkiri dasar

untuk lemak dan bahan kimia sabun. Juga penting kepada

kemajuan dari teknologi sabun di pertengahan 1800-an penemuan

oleh kimiawan Belgia, Ernest Solvay, dari proses amonia, di mana

juga menggunakan garam meja biasa, atau sodium klorida, untuk

membuat abu soda. Proses Solvay lebih lanjut dikurangi harga dari

mendapat alkali, dan menambah kualitas dan kuantitas dari abu

soda tersedia untuk manufaktur sabun.

Page 4: Saponifikasi

Penjelajahan sains ini, bersama dengan pembangunan dari

kekuatan untuk mengoperasikan pabrik, membuat satu pembuatan

sabun di pertunbuhan cepat industri Amerika di tahun 1850. Di

waktu yang sama, ketersediaan luas mengubah sabun dari barang

mewah ke kebutuhan sehari-hari. Dengan penggunaan tersebar luas

ini menjadi perkembangan dari sabun yang lebih lembut untuki

mandi dan sabun untuk digunakan di dalam mesin cuci itu sudah

tersedia untuk konsumen dengan pergantian abad.

1.3. Bahan Dasar Pembuatan Sabun

1.3.1. Bahan Baku

Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan

sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak

beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak

mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon

panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak

jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida

diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan

natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang

dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam

asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang sesuai

dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantyai dan tingkat

kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom

karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada

kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon

membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa.

Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun

yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan alasan diatas, faktor

ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat

menjadi sabun terbatas.

Page 5: Saponifikasi

Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik

lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki

ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih

lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.

Jenis-jenis Minyak atau Lemak :

a. Tallow.

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri

pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan

dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan

FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas

baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow

dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan

stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow.

Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow

umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan

nama grease.

b. Lard.

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam

lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti

stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus

dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi

ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan

mudah berbusa.

c. Palm Oil (minyak kelapa sawit).

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.

Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit.

Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya

kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai

Page 6: Saponifikasi

bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun

yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit

berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku

pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan

lainnya.

e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit).

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit

memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa

sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti

sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam

lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin).

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-

asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.

Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

g. Marine Oil.

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil

memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga

harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

bahan baku.

h. Castor Oil (minyak jarak).

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat

sabun transparan.

i. Olive oil (minyak zaitun).

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan

kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari

minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

j. Campuran minyak dan lemak.

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari

campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering

dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi.

Page 7: Saponifikasi

Bahan Baku Utama : Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah

NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa

dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling

banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam

pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu

soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan

asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa

tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang

dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan

kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa

menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan

sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga.

Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan

tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

Bahan Baku Pendukung

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses

penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan

gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan

tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.

a. NaCl.

NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.

Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang

terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang

Page 8: Saponifikasi

digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl

digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak

mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan

sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar

diperoleh sabun yang berkualitas.

b. Bahan aditif.

Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun

yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik

konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers Inert, Anti

oksidan, Pewarna, dan Parfum

1. Builders (Bahan Penguat)

Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat

mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang

berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat

berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu

menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan

dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan

mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan

sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium

sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.

2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)

Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.

Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar

Page 9: Saponifikasi

volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun

semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai

bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering

digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate.

3. Pewarna

Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini

ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk

mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik.

Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau

maupun orange.

4. Parfum

Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang

peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun.

Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi

bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya.

Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan

dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram

(g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum =

1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam

dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum

mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti

aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun

menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum

tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang

menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan

harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama

parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct

deep water, alpine, dan spring flower.

Page 10: Saponifikasi

Karakteristik memilih bahan baku sabun :

Warna

Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus

untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.

Angka Saponifikasi

Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim

hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu

gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali

yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau

minyak.

Bilangan Iod

Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau

lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak

jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu

untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.

1.4. Teknologi Pembuatan Sabun

Proses pembuatan sabun dapat dibuat dua tahap yaitu proses “batch” atau proses

“continue”

1.4.1. Proses Batch

Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali

(NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah

selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air

yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan

gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang

Page 11: Saponifikasi

industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau

batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan

untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat,

sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan

udara di dalamnya).

1.4.2. Proses Continue

Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau

minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan

katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu

dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk

dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-

asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.

Safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah

(misalnya NaOH)

Reaksi safonifikasi:

Oil + 3 NaOH → 3 soap + glycerol

Selain dari reaksi diatas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi

netralisasi fatty acid (FA), namun disini hanya didapat sabun tanpa adanya

gliserin (glycerol). Karena pada saat proses pembuatan fatty acid, glycerol

sudah dipisahkan tersendiri .

FA + NaOH → soap + water

Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut:

Page 12: Saponifikasi

C3H5(OOCR)3 + 3NaOH → C3H5(OH)3 + 3NaOOCR

Reaksi pembuatan sabun atau safonifikasi menghasilkan sabun sebagai

produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk

samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari

asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah

larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras . Sabun memiliki kalarutan

yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil

melainkan larut dalam bentuk ion.

1.5. Metode Pembuatan Sabun

Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 metode proses pembuatan sabun yaitu

sebagai berikut (Y.H.Hui,1996) :

1. Proses pendidihan penuh

Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu

minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH yang

telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk

pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan

NaCl (10-12%) untuk mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan

menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk

samping gliserin.

2. Proses semi pendidihan

Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali

langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi

saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang

dihasilkan berwarna gelap.

3. Proses dingin

Page 13: Saponifikasi

Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan

didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,250C).

Raksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga

dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk

mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu

untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi.

Page 14: Saponifikasi

Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :

Minyak/lemak yang digunakan harus murni

Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti

Temperatur harus terkontrol dengan baik

4. Proses netral

Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH

sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun

yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa

yang banyak.Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan

menambahkan Na2CO3.

Selain minyak/lemak dari asam lemak, sabun juga dapat diproduksi dari metil

ester. Metil ester dan natrium hidroksida (NaOH) dimasukkan kedalan reaktor

tube flow pada tekanan dan temperatur tinggi. Metanol yang dihasilkan

divolatilisasi dalam flash drum dan setelah didinginkan, metanol tersebut

didaur ulang ke proses transesterifikasi. Sabun dikeringkan secara vakum

(Modul Praktikum, 2006).

1.6. Macam-macam Sabun

Ada beberapa macam sabun, diantaranya:

1. Shaving Cream

Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya

adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan

perbandingan 2:1.

2. Sabun Cair

Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan

minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan

kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol

.

Page 15: Saponifikasi

3. Sabun Kesehatan

Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar

parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan

bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun

ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan

sulfur.

4. Sabun Chip

Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam

menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan

beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan

berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau

menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.

5. Sabun Bubuk untuk mencuci

Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk

mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium

metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.

1.7. Pembuatan Sabun dalam Industri

1. Saponifikasi Lemak Netral

Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan

tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan

sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun

mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu

percepatan pada kecepatan reaksi.

Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk

memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor

autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan

kondisi reaksi.Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan

autoclave.Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin,

kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak

Page 16: Saponifikasi

tercuci dengan larutan alkali yang digunakan.Sabun tersebut kemudian dicuci

dengan larutan alkali pencuci di kolam pencuci untuk memisahkan gliserin

(sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi

memisahkan sisa – sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60 – 63 %

TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan

sabun dalam bentuk butiran (78 – 82 % TFM) yang siap untuk diproses

menjadi produk akhir.

2. Pengeringan Sabun

Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)

yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada

sabun dikurangi dari 30 –35% pada sabun murni menjadi 8 – 18% pada sabun

butiran atau lempengan. Jenis – jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal

hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses

pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi

pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun

dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang

sudah dipanaskan terlebih dahulu disemprotkan di atas dinding ruang vakum

melalui mulut pipa yang berputar.Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan

dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan

dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke

bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan multi sistem, yang

merupakan versi pengembangan dari dryer sistem tunggal, memperkenalkan

proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer

sistem tunggal.

3. Netralisasi Asam Lemak

Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk

menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida

dengan alkali.

RCOOH + NaOH RCOONa + H2O

Page 17: Saponifikasi

Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan

terlebih dahulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan – reaktan

tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang

direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana

sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian

proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV)

alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer

untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun

batangan.

4. Penyempurnaan Sabun

Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan

dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke dalam mixer

(amalgamator).Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk

mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang homogen.Produk

tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong

dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan

terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan

sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan.

Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan tersebut

merupakan tahap akhir penyelesaian pembuatan sabun. (Saiful, 2009)

Page 18: Saponifikasi
Page 19: Saponifikasi

VI. ALAT DAN BAHAN

A. Alat :

1. Heater

2. Pendingin Tegak

3. Labu Alas Bulat

4. Beaker glass

5. Pipet tetes

6. Erlenmeyer

7. Buret

8. Selang

9. Corong Kecil

10. Spatel

11. Kertas Saring

12. Klem & Statif

B. Bahan :

1. Margarin/minyak

2. KOH

3. NaOH

4. Etanol Teknis & PA

5. HCl

6. PP

Page 20: Saponifikasi

VII. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Timbang minyak atau margarine sebanyak 2 gram.

2. Untuk sampel minyak gunakan pelarut NaOH 0,5 N 25 ml yang dilarutkan dengan air

masukan kedalam labu alas bulat yang telah terhubung dengan pendingin tegak.

3. Panaskan sampel hingga mendidih, setelah mendidih tambahkan etanol teknis sebanyak 5

ml, panaskan campuran dengan heater selama 30 menit.

4. Dinginkan sampel kemudian titrasi dengan HCl 0,5 N.

5. Buat blanko yang titrasi dengan HCl 0,5 N.

6. Untuk smapel margarine gunakan pelarut KOH 0,5 N 25 ml yang dilarutkan dengan

etanol teknis, masukan ke dalam labu alas bulat yang telah terhubung dengan pendingin

tegak.

7. Panaskan sampel hingga mendidih selama 30 menit.

8. Ulangi proses no 4 dan 5.

9. Hitung angka penyabunan dengan rumus.

Bilangan penyabunan = ( A−B ) xC

G

Keterangan :

A = Jumlah ml HCl 0,5 untuk titrasi blanko

B = Jumlah ml HCl 0,5 untuk titrasi Sampel

C = ½ bobot alkali yang digunakan

D = Bobot contoh minyak/margarine (Gram)

Page 21: Saponifikasi

VIII. GAMBAR RANGKAIAN ALAT

IX. DATA PENGAMATAN

a). Pembuatan HCl 0,5 N dalam 200 ml air

gr = P x N x BE

= 0,2 x 0,5 x 36,5

= 36,5

ml = grBJ

= 3,65 gr

1,19 = 3,1 ml

b). Pembuatan NaOH 0,5 N dalam 50 ml air

gr = P x N x BE

= 0,05 x 0,5 x 40

= 1 gr

Page 22: Saponifikasi

Data Penimbangan

c). Penimbangan Minyak :

Erlenmeyer + minyak = 44,33 gr

Erlenmeyer Kosong = 42,31 gr _

2,02 gr

d). Titrasi Blanko

ml HCl (titran akhir) = 17,8 ml

ml HCl (titran awal) = 7,8 ml _

10 ml

f). Titrasi Sampel

ml HCl (titran akhir) = 23,9 ml

ml HCl (titran awal) = 20 ml _

3,9 ml

g). Perhitungan Kadar

Bilangan Penyabunan =( A−B ) xC

G =

(10−3,9 ) x202

= 61

X. PEMBAHASAN

Dalam percobaan ini dilakukan beberapa perlakuan diantaranya berupa

pemanasan, pemberian katalis, dan titrasi. Dalam percobaan kali ini digunakan

minyak sebagai sampel untuk mengetahui bilangan saponifikasi (angka penyabunan) ,

dalam percobaan ini digunakan NaOH berupa padatan lalu padatan NaOH 0,5 N

dilarutkan kedalam air sebanyak 25 ml. larutan tersebut kemudian dimasukan ke

dalam beaker glass dan dipanaskan dengan burner sampai larutan mendidih,

Page 23: Saponifikasi

kemudian diberikan etanol teknis sebanyak 5 ml dan dipanaskan kembali,dalam

proses pemanasan suhu dijaga antara 60-70o C. Setelah itu, tunggu larutan hingga

tidak terlalu panas dan tambahkan indicator pp (fhenolptalein),setelah diberikan pp

larutan akan berubah warna menjadi merah muda terang. Pindahkan larutan ke dalam

Erlenmeyer lalu titrasi dengan HCl sampai warnanya berubah menjadi merah muda

seulas.

Setelah proses titrasi berakhir dan diperoleh warna larutan yang diinginkan

yaitu merah muda seulas barulah dapat dihitung bilangan saponifikasi (angka

penyabunan), dari percobaan yang telah kami lakukan diperoleh angka saponifikasi

sebesar 61, angka tersebut menunjukan bahwa rata-rata rantai asam lemak semakin

pendek. Karena menurut teori, semakin kecil bilangan saponifikasi, semakin panjang

rata-rata rantai asam lemak.

XI. METODE PROSES

a. Metode prosesProses semi pendidihanPada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi saponifikasi.

b. Kelebihan dan kekurangan metode prosesKelebihan: 1. Lebih mudah dilakukan2. Efisien waktu

Kekurangan:1. Sulit untuk menjaga suhu untuk tetap konstan yaitu 60 – 70°C saat

dipanaskan.2. Sulit mendapatkan warna merah muda seulas saat melakukan titrasi karena

penambahan indikator PP yang sedikit sudah membuat sampel memdapatkan warna yang sudah agak kemerahan.

Page 24: Saponifikasi

XII. DIAGRAM ALIRUntuk Sampel :

Timbang minyak Timbang minyak

Sebanyak 2 gr

Campurkan 25 ml NaOH

Yang sudah distandarisasi

Dalam 50 ml air.

Panaskan hingga mendidih dengan dijaga suhu 60 0C

-70 0 C

Setelah mendidih, tambahkan etanol teknis 5 ml dan panaskan kembali hingga mendidih

Dinginkan,lalu tambahkan indicator PP kemudian titrasi dengan HC l yang sudah di standarisasi dengan air 200 ml hingga merah muda seulas

Page 25: Saponifikasi

Untuk blanko :

XIII. KESIMPULAN

1. Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan

campuran antara lemak/minyak dengan alkali(basa).

2. Bahan samping pembuatan sabun adalah gliserol.

3. Dari hasil percobaan, diperoleh bilangan saponifikasi (angka penyabunan) adalah

sebesar 61. Bilangan Saponifikasi yang diperoleh cukup besar, hal ini berarti

bahwa semakin panjang rata-rata rantai asam lemak yang ada pada larutan

tersebut.

Panaskan hingga mendidih 25 ml NaOH yang sudah distandarisasi dalam 50 ml air. Dan dijaga suhu 60-70 0C

Setelah mendidih tambahkan 5 ml etanol teknis dan didihkan kembali

Dinginkan kemudian tambahkan indicator PP sedikit dan titrasi dengan HCl yang telah distandarisasi ke dalam 200 ml air kemudian titrasi hingga merah muda seulas

Page 26: Saponifikasi

XIV. TUGAS

1. Analisa kesalahan min 5!Jawab:1. Pada saat menambahkan indikator PP sebaiknya lebih sedikit karena jika

kebanyakan akan membuat dari hasil titrasi tidak mencapai warna merah

muda seulas.

2. Susah untuk menjaga suhu antara 60 – 70°C, sebaiknya saat suhu mencapai

65°C api sebagai pemanas dijauhkan.

3. Saat pemanasan setelah ditambahkan etanol teknis ternyata tidak mencapai 30

menit, jika mendidih sudah agak lama maka segera dimatikan.

4. Hasil dari bilangan penyabunan besar, maka minyak tersebut tersusun dari

asam lemak yang berantai karbon pendek dan memiliki berat molekul yang

relatif kecil.

5. Saat membuat pengenceran HCl 0.5N dalam 200ml, bukan mengencerkan

berapa gram HCl 0.5N namun berapa volume HCl 0.5N dalam 200ml, dengan

cara volume HCl = massa HCl/BJ HCl.

2. Hal-hal yang mempengaruhi kerusakan minyak!

Jawab:

1. Absorpsi bau oleh lemak

2. Aktivitas enzim alam bahan yang mengandung lemak

3. Aktivitas mikroba yang terkandung dalam lemak

4. Oksidasi oleh oksigen dari udara

5. Kombinasi dua atau lebih dari empat penyebab tersebut

Oksigen dan ikatan rangkap Semakin banyak ikatan rangkap dan oksigen yang terkandung maka minyak akan semakin cepat teroksidasi.

Suhu Suhu yang semakin tinggi juga akan mempercepat proses oksidasi.

Cahaya dan ion logam berperan sebagai katalis yang mempercepat proses oksidasi.

Antioksidan  membuat minyak lebih tahan terhadap oksidasi.

Page 27: Saponifikasi

3. Pengertian FFA, gliserol, dan PKO!Jawab:

FFA (Free Fatty Acid) adalah jumlah milligram KOH 0,1 N yang dipakai

untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak

atau lemak. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan

asam lemak bebas dalam sample semakin tinggi, besarnya asam lemak

bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses

hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.

Gliserol adalah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon.

Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat

mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang

disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida.

PKO / Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit).

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti

sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa

sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti

sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam

lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

4. Contoh-contoh pengujian lemak dan minyak!Jawab:Penentuan Sifat Lemak Minyak:

Penentuan angka penyabunanMenentukan berat molekul dari suatu lemak/minyak.

Penentuan angka esterJumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester.

Penentuan angka iodineMenunjukkan ketidakjenuhan asam lemak penyusunan lemak dan minyak.

Page 28: Saponifikasi

Penentuan Kualitas Lemak: Penentu angka asam

Menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak.

Penentuan angka peroksidaMenunjukkan tingkat kerusakan dari lemak atau minyak.

5. Proses produksi minyak dari buah-akhir ?

Page 29: Saponifikasi

Daftar Pustaka

Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.. 

Luthana, Yissa. 2010. Bahan – bahan Pembuatan Sabun. http://yissaprayogo.wordpress.com/2010/05/07/bahan-bahan-dalam-pembuatan-sabun/. 

Riawan .S.Drs. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Universitas Indonesia