saik camels ppt
TRANSCRIPT
KELOMPOK 10CAMELS ANALYSIS
Ria Elramadani 1010532043
Shinta Milatina 1010532052
Trissa Talkhasari 1010533022
Kemala Ramadhanny 1010533041
1. Pengertian Camels
• Dalam kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia),
edisi kedua tahun 1999: CAMEL adalah aspek yang
paling banyak berpengaruh terhadap kondisi
keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat
kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang
menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan
oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima criteria
yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan
likuiditas.
• Analisis CAMELS merupakan salah satu bagian di
teknik analisis laporan keuangan bank yang
dikembangkan oleh regulator Amerika Serikat
sebagai alat pengukuran keuangan dari lembaga
keuangan..Dia digunakan dalam menilai dan
mengukur tingkat kesehatan bank yang pada
dasarnya menggunakan pendekatan kuantitatif dan
kualitataif atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank.
2. KONSEP CAMELS
• Analisis CAMELS terdiri dari Capital, Assets,
Management, Earning, Liquidity, dan
Sensitivity.Kriteria sensitivity to market
risk merupakan aspek tambahan dari metode
penilaian kesehatan bank yang sebelumnya,
yaitu CAMEL.
• CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia
sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991
mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket
tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan
Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988).
CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama
kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika.
CAMELS berkembaAng di Indonesia pada akhir
tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi
dan moneter.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004
tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4382), bank wajib memelihara tingkat kesehatannya sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas
manajemen, likuiditas, solvabilitas, sensitivitas, dan aspek
lainnya yang berhubungan dengan usaha-usaha yang dilakukan
bank umum maupun BPR dengan wajib melakukan kegiatan
usaha tersebut sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan
melaporkan kinerjanya kepada BI yang berperan sebagai
regulator bagi bank-bank. Penilaian tingkat kesehatan bank
dilakukan secara triwulan.
Analisis keuangan dari aspek CAMELS memungkinkan
manajemen untuk mengidentifikasi berbagai
hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat
memberikan dasar pertimbangan menegenai potensi
keberhasilan bank di masa mendatang.Analisis
CAMELS menggambarkan rasio keuangan dengan
membandingkan suatu jumlah tertentu dengan jumlah
lainnya.Selain itu, CAMELS juga dapat digunakan
untukmenyususn peringkat dan memprediksi
kebangkrutan bank.
Namun analisis manajemen pada analisis CAMELS dapat
melibatkan penilaian yang sangat subjektif.
Tingkat kesehatan bank yang sehat, cukup sehat, atau
kurang sehat, akan diturunkan menjadi tidak sehat, apabila
terdapat:
Perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbulkan
kesulitan dalam bank bersangkutan
Campur tangan pihak-pihak di luar bank dalam kepengurusan
(manajemen) bank, termasuk di dalamnya kerja sama yang
tidak wajar sehingga salah satu atau beberapa kantornya
berdiri sendiri
• Window dressing dalam pembukuan dan atau laporan
bank secara materiil berpengaruh terhadap keuangan
sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru
terhadap bank
• Praktik “bank dalam bank” atau melakukan usaha
bank di luar pembukuan bank
• Kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian
sementara atau pengunduran diri dari keikutsertaan
dalam kliring
3. FAKTOR PENILAIAN CAMELS• Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004, aspek/ factor yang dinilai dengan rasio CAMELS meliputi:
1. Permodalan (Capital)
Kecukupan modal adalah pengukuran dari bank untuk menentuan apakah
solvabilitas dapat diperhatikan karena risiko yang telah terjadi sebagai
suatu program bisnis.Modal memungkinkan lembaga keuangan untuk
tumbuh, membangun, dan mempertahankan kepercayaan public dan
peraturan, dan memberikan cadangan untuk dapat menyerap potensi
kerugian pinjaman di atas dan di luar masalah dan di luar masalah yang
diidentifikasikan.Sebuah bank harus mampu menghasilkan modal
internal, melalui retensi laba, sebagai tes kekuatan modal.
• Kekurangan modal merupakan gejala umum
yang dialami bank-bank di negara berkembang.
• Kekurangan modal tersebut dapat bersumber
dari dua hal, yaitu jumlah modal yang kecil dan
kualitas modal yang buruk.
• Dengan demikian, pengawas bank harus yakin
bahwa bank harus mempunyai modal yang
cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain
itu, para pemegang saham maupun pengurus
bank harus benar-benar bertanggungjawab atas
modal yang sudah ditanamkan.
• Untuk menganalisanya, analis dapat
menggunakan rasio permodalan.
• Rasio permodalan berfungsi untuk
mengukur kemampuan bank dalam
menyerap kerugian-kerugian yang tidak
dapat dihindari lagi serta dapat pula
digunakan untuk mengukur besar kecilnya
kekayaan bank tersebut atau kekayaan yang
dimiliki oleh para pemegang sahamnya
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
factor permodalan antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang
berlaku
• Kecukupan modal dapat dihitung dengan
Capital Adequacy Ratio (CAR) yang merupakan
perbandingan antara jumlah modal dengan
aktiva tertimbang menurut risiko.
• Pada dasarnya, CAR adalah rasio kinerja bank
untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki
bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau menghasilkan risiko, seperti kredit yang
diberikan kepada nasabah.
• CAR merupakan indikatior terhadap kemampuan
bank untuk menutupi penurunan aktivanya
sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang
disebabkan oleh aktiva yang berisiko.
• Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang
dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat
harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8 %.Hal
ini didasarkan kepada ketentuan yang ditetapkan
oleh BIS (Bank for International Settlements).
• Adapun penilaian rasio CAR berdasarkan surat
edaran Bank Indonesia No 6/23/DPNP tanggal
31 Mei 2004, antara lain:
Kriteria Pengukuran Rasio CARKRITERIA HASIL RASIO
SEHAT >= 8%
TIDAK SEHAT < 8%
Kriteria peringkat dan penilaian rasio CAR adalah
sebagai berikut:
1. Peringkat 1 jika rasio CAR lebih tinggi dan sangat
signifikan dengan rasio CAR yang ditetapkan dalam
ketentuan
2. Peringkat 2 jika rasio CAR lebih tinggi dan cukup
signifikan dibandingkan dengan rasio CAR yang
ditetapkan dalam ketentuan
3. Peringkat 3 jika rasio CAR dengan batas minimum 8%
atau 8
4. Peringkat 4 jika rasio CAR di bawah ketentuan yang
berlaku
5. Peringkat 5 jika rasio CAR di bawah ketentuan yang
berlaku dan cenderung tidak solvable.
b. Komposisi Permodalan
c. Trend ke depan / proyeksi KPMM
d. Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD)
dibandingkan dengan modal bank
e. Kemampuan bank memelihara kebutuhan
penambahan modal yang berasal dari
keuntungan (laba ditahan)
1.
2.
f. Rencana permodalan untuk mendukung
pertumbuhan usaha
g. Akses kepada sumber permodalan
1.
2.
3. Profitabilitas
4. Peringkat bank atas surat utang
dari lembaga pemeringkat
5. Performance saham atau obligasi
yang diterbitkan bank di pasar
sekunder
6. Performance of subscription level
h. Kinerja keuangan pemegang saham
unutk meningkatkan permodalan
1. Kondisi keuangan pemegang saham
2. Peringkat perusaaan pemegang saham
3. Core business pemegang saham
4. Track record pemegang saham
2. Kualitas Aset (Asset Quality)
Dalam kondisi normal, sebagian besar
asset suatu bank terdiri dari kredit dan
asset lain yang dapat menghasilkan
atau menjadi sumber pendanaan bagi
bank, sehingga jenis asset tersebut
sering disebut sebagai asset produktif.
• Menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat
merupakan hal yang penting. Kualitas aktiva produktif bank
yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal
bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang
cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat
buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk juga.
• Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan,
seperti pembentukan cadangan, penilaian asset,
pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.
• Kepemilikan bank juga sering terkait dengan
kepemilikan badan usaha komersial non bank yang
lain. Hal ini juga akan mendorong pemberian pinjaman
kepada pihak terkait ini juga dapat dikaburkan
sehingga akan sulit dideteksi oleh para pengawas.
• Hal-hal tersebut pada akhirnya akan memperburuk
kondisi aktiva produktif bank. Beberapa permasalahan
berat yang dihadapi bank-bank di Indonesia pada saat
ini sebenarnya juga timbul dari masalah itu.
Dampak permasalahan kredit kepada pihak terkait ini dapat
dikurangi atau dicegah dengan:
• Pengawas harus mempunyai wewenang untuk melakukan
pengawasan konsolidasi
• Definisi kredit kepada pihak terkait ini harus jelas dan rinci
• Informasi mengenai kepemilikan, kredit dan juga investasi
harus diumumkan dan dengan mudah diketahui oleh public
• Pengatur dan pengawas harus mendorong penerapan good
corporate governance, terutama untuk mendorong agar
pemegang saham dan pengurus bank dapat
bertanggungjwab penuh apabila bank mengalami kesulitan.
• Untuk dapat melakukan penilaian terhadap kualitas
aktiva produktif dan pembentukan cadangan atas
aktiva produktif yang diklasifikasikan, sangat
diperlukan adanya pengaturan dan prinsip-prinsip
akuntansi yang jelas dan diterapkan secara
konsisten oleh semua bank.
• Keputusan-keputusan yang terkait dengan masalah
ini tidak boleh diserahkan kepada pengelola bank.
Aktiva yang diklasifikasikan merupakan aktiva
produktif yang sudah atau mengandung potensi tidak
memberikan penghasilan. Besarnya cadangan yang
wajib dibentuk sekurang-kurangnya:
• 25 % dari aktiva produktif golongan Dalam Perhatian
Khusus (DPK)
• 50 % dari aktiva produktif golongan kurang lancer
atau setelah terlebih dahulu dikurangi dengan
agunan yang dikuasai
• 75 %dari aktiva produktif golongan
diragukan atau setelah terlebih dahulu
dikurangi dengan nilai aguan yang dikuasai
• 100 % dari aktiva produktif golongan macet
dan masih tercatat dalam pembukuan bank,
atau setelah terlebih dahulu dikurangi
dengan nilai agunan yang dikuasai
• Rasio kualitas aset digunakan untuk mengetahui kualitas
asset, yaitu penanaman dana bank dalam rupiah atau
valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga,
penempatan pada bank lain, dan penyertaan.
• Penilaian tersebut dilakukan untuk melihat apakah aktiva
produktif digunakan untuk menghasilkan laba secara
maksimal. Selain itu, penilaian kualitas asset
dimaksudkan untuk menilai kondisi asset bank, termasuk
antisipasi atas risiko gagal bayar dan pembiayaan (credit
risk) yang akan muncul.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitataif factor
kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif / Bad Debt Ratio (BDR)
b. Debitur inti di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit
c. Perkembangan Aktiva Produktif Bermasalah / Non Performing Asset Dibandingkan Dengan Aktiva Produktif
Perkembangan aktiva produktif bermasalah dibandingkan dengan aktiva produktif
kriteria penetapan peringkat dari penilaian rasio APB yang sesuai dengan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah:
1 2 3 4 5APB Perkembangan
rasio sangat rendah
Perkembangan rsaio rendah
Perkembangan rasio moderat atau berkisar antara 5 % - 8 %
Perkembangan rasio cukup tinggi
Perkembangan rasio tinggi
AspekPeringkat
d. Tingkat kecukupan pembentukan PPAP
e. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif
1. Keterlibatan pengurus bank dalam menyusun dan menetapkan kebijakan aktiva produktif serta memonitor pelaksanaannya.
2. Konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan, tujuan, dan strategi usaha bank (rencana bisnis)
f. Sistem kaji ulang (review) internal terhadapaktiva
produktif
1. Frekuensi review
2. Independent review
3. Ketahanan terhadap regulasi internal dan
eksternal
4. Sistem informasi aktiva produktif
5. Proses keputusan manajemen
g. Kinerja penanganan Aktiva Produktif (AP)
• Kualitas penanganan AP bermasalah• Review terhadap independensi unit kerja
pananganan AP bermasalah (Workout Unit)
3. Manajemen (Management)
• Penilaian terhadap factor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Manajemen Umum
1. Struktur dan komposisi pengurus bank
2. Penanganan Conflict of Interest
3. Independensi pengurus bank
4. Kemampuan unutk membatasi atau mencegah penurunan kualitas Good
Corporate Governance
5. Transparansi informasi dan edukasi nasabah
6. Efektivitas kinerja fungsi komite
b. Penerapan Sistem Manajemen Risiko
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
3. Kecukupan prosesidentifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalina risiko, serta system
informasi manajemen risiko
4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh
c. Kepatuhan Bank Umum
1. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
2. Posisi Devisa Netto (PDN)
3. Prinip mengenal nasabah (Know Your Customer, KYC
Principles)
4. Kepatuhan terhadap komitmen dan ketentuan lainnya
aspek manajemen ini dapat juga dinilai menggunakan
indicator Net Profit Margin (NPM).
4. Rentabilitas (Earnings)
• Rasio rentabilitas merupakan alat untuk menganalisis atau mengukur
tingkat efisiensi usaha dan kemampuan bank dalam menghasilkan
laba. Laba menentukan kemampuan bank untuk menembah modal
(melalui laba ditahn), menyerap kerugian pinjaman, mendukung
pertumbuhan masa depan asset, dan memberikan pengembalian
kepada investor. Sumber pendapatan terbesar bagi sebuah bank
adalah pendapatan bunga bersih (pendapatan bunga dari bunga
pinjaman kurang bunga dibayar pada deposito dan utang)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif factor rentabilitas antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
• Return on Asset (ROA)
• kriteria penetapan peringkat dan penilaian rasio yang sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah:
Kriteria Peringkat dalam Rasio ROA
1 2 3 4 5ROA Perolehan laba
yang sangat tinggi (perkembangan rasio tinggi)
Perolehan laba tinggi (perkambangan rasio cukup tinggi)
Perolehan laba cukup tinggi atau rasio ROA berkisar antara 0,5 % - 1,25 %
Perolehan laba rendah atau cenderung mengalami kerugian (ROA mengarah negatif)
Bank mengalami kerugian yang besar (ROA negatif)
Aspek Peringkat
b. Return on Equity (ROE)
c. Net Interest Margin (NIM)
d. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO)
𝑅𝑂𝐸=𝐿𝑎𝑏𝑎 h𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑡𝑖×100%
penilaian rasio BOPO berdasrkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004:
Kriteria Hasil Rasio
Sehat
Tidak sehat
Kriteria peringkat dari penilaian rasio BOPO adalah:
1. Peringkat 1 jika tingkat efisien sangat baik (perkembangan rasio
cukup rendah)
2. Peringkat 2 jika tingkat efisien baik (perkembangan rasio cukup
rendah)
3. Peringkat 3 jika tingkat efisiensi cukup baikatau rasio BOPO
berkisar antara 94 % - 96 %
4. Peringkat 4 jika tingkat efisiensi buruk (perkembangan rasio
cukup tinggi)
5. Peringkat 5 jika tingkat efisiensi sangat buruk (perkembangan
rasio tinggi)
e. Perkembangan laba operasional
f. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan
g. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan
biaya
1. Konsistensi pengakuan pendapatan bunga yang berkaitan
dengan kualitas aktiva produktif
2. Metodologi akuntansi untuk pengakuan pendapatan dan biaya
h. Prospek laba operasional
• Hasil Stress Test proyeksi laba operasional berdasarkan rencana
bisnis
5. Likuiditas (Liquidity)
• Likuiditas adalah masalah yang sangat krusial dalam industry
perbankan
• Rasio likuiditas digunakan untuk menganalisis kemampuan bank
dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya.Suatu bank
dinyatakan likuid apabila bank tersebut dapat memenuhi
kewajiban hutangnya, dapat membayar kembali semua
simpanan nasabah, serta dapat memenuhi permintaan kredit
yang diajukan tanpa terjadi penangguhan
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif factor likuiditas antara lain
a. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingka dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan
b. 1 – Month Maturity Mismatch Ratio
c. Loan to Deposits Ratio (LDR)
• LDR ini menggambarkan kemampuan suatu bank
membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah
dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya. LDR tersebut menyatakan seberapa
jauh kemampuan bank dalam membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya
kriteria penetapan peringkat dsri penilaian LDR yang sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No
6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah
AspekPeringkat
1 2 3 4 5LDR 50%
< 50%≤ 75%
75%< rasio≤ 85%
85%Rasio ≤100% atau Rasio ≤50%
100%< rasio≤ 120%
Rasio> 120
d. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang
e. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti
f. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (Asset and Liabilities Management, ALMA)
1. Kecukupan Contingency Funding Plan2. Kesesuian kebijakan dengan struktur asset dan liabilitas3. Kecukupan penetapan dan prosedur limit4. Kecukupan akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang
g. Kemampuan bank umum memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya.
5. Peringkat bank6. Persyaratan fasilitas pendanaan jangka pendek7. Track record dan ketersediaan money market line (credit
line)4.
h. Stabilitas dana pihak ketiga
1. Pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga)
2. Pertumbuhan deposan inti
6. Sensitivitas Terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk)
• Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif factor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss suku bunga
b. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mencover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss nilai tukar
c. Kecukupan penerapan system manajemen risiko pasar (market risk)
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi bank terhadap potensi eksposur risiko pasar
2. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko pasar
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko pasar, serta system informasi manajemen risiko pasar