saddle nose refarat bab 1-3
DESCRIPTION
sTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Saddling atau sagging dari tulang pendukung dan atau cartilago dorsum
adalah salah satu masalah paling sering dan sulit dari rekonstruksi bedah hidung.1
Kehilangan kecekungan di bagian dorsal nasal adalah karateristik utama dari
deformitas saddle nose, walaupun banyak etiologi deformitas ini, post-trauma
merupakan penyebab terbanyak deformitas ini. Kecekungan yang pada daerah
dorsal muncul akibat hilangnya bagian kartilago dan bony support secondary
akibat trauma yang terjadi. Hematom septal yang belum jelas dipercaya menjadi
penyebab nekrosis pada bagian septum cartilago dan menyebabkan terjadinya
deformitas saddle nose, namun bisa juga disebabkan dari kongenital
anomali/beberapa penyakit spesifik contoh (Walenger Granlomatosis, Lues, dll) 2
Sagging adalah istilah umum depresi terbatas piramid kartilago, dimana
bisa muncul akibat trauma dan operasi septum. Sadding dan Sagging dari piramid
nasal biasanya menyebabkan keluhan pada tampilan dan fungsional. Kelainan
yang tampak jelas pada tampilan hidung dan wajah menyebabkan keluhan
kosmetik yang paling utama. Keluhan lain yang menyertai adalah fungsi inspirasi.
Terdapat gejala-gejala lain yang tampak dan paling sering timbul yaitu atrofi
mukosa, krusta, dan pendarahan pada hidung. 2
1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. AnatomiHidung bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir
atas. Struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : paling atas : kubah tulang
yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit
dapat digerakkan dan paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah
digerakkan.
Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah : 1) pangkal hidung (bridge); 2) batang hidung (dorsum nasi); 3) puncak
hidung (hip) ; 4) ala nasi; 5) kolumela dan; 6) lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung
(os nasal) ; 2) prosesus frontal os maksila dan ; 3) prosesus nasalis os frontal
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasal lateral superior;
2) sepasang kartilago nasal lateral inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala
mayor dan ; 3) tepi anterior kartilago septum.3
II.1.2. Anatomi hidung bagian dalam
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari
nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka
superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan
dasar hidung dinamakan meatus inferior, celah antara konka media dan inferior
disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior. 4
2
1. Septum nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikular os etmoid, bagian anterior oleh kartilago
septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior
dan inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatin serta krista sfenoid.4
Fungsi septum nasi antara lain menopang dorsum nasi (batang hidung) dan
membagi dua kavum nasi. Ada 2 bagian yang membangun septum nasi, yaitu :
a. Bagian anterior septum nasi, yang tersusun oleh tulang rawan yaitu kartilago
quadrangular; b. Bagian posterior septum nasi tersusun oleh lamina perpendikular
os ethmoid dan vomer.
2.Dorsum Nasi
Dorsum nasi (batang hidung).Septum nasi.Kavum nasi.Dorsum Nasi (Batang
Hidung). Ada 2 bagian yang membangun dorsum nasi, yaitu:
bagian kaudal dorsum nasimerupakan bagian lunak batang hidung yang tersusun
oleh kartilago lateralis dan kartilago alar, jaringan ikat yang keras
menghubungkan antara kulit dengan perikondrium pada kartilago alar
Bagian kranial dorsum nasi, merupakan bagian keras batang hidung yang tersusun
oleh os nasal kanan dan kiri dan prosesus frontalis ossis maksila
3. Kavum nasi
a. Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus
horizontal os palatum.4
b. Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus
frontal os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap
hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen
n.olfaktori yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktori berjalan menuju
bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. 4
c. Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontal os maksila, os
lakrimal, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid,
3
konka inferior, lamina perpendikular os platinum dan lamina pterigoide medial. 4
d. KonkaFosa nasal
Dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka inferior
dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan
inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus
superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang
teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa
lateral os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang
melekat pada maksila bagian superior dan palatum. 4
e. Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara
septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid
posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium
yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os
sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoid, tempat bermuaranya sinus sfenoid. 4
f. Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas
dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus
frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media
yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk
bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang
berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum
yang dinamakan hiatus semilunar. Dinding inferior dan medial infundibulum
membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus
unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang
dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-
sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel
etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila
bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-
kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum. 4
4
g. Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara
duktus nasolakrimal yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang
batas posterior nostril.4
h. Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap
nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horizontal palatum, bagian
dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginal os sfenoid dan bagian luar
oleh lamina pterigoid.4
Di bagian atap dan lateral rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas
sinus maksila, etmoid, frontal dan sfenoid. Sinus maksilar merupakan sinus
paranasal terbesar di antara lainnya, berbentuk piramid irregular dengan dasarnya
menghadap ke fossa nasal dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus
zygomatik os maksilla. 4
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi
udara berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolari dan
bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial orbita
5
dan zygomatik. Sinus- sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar
epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel rongga
hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.
Sinus paranasal terdiri dari 4 kelompok yaitu : sinus maksilar, sinus etmoidal,
sinus frontal dan sinus sfenoid. Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari
sel-sel penghasil lendir dan silia. Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh
lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung. Pengaliran dari sinus bisa
tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap infeksi dan peradangan (sinusitis).
Dengan adanya sinus ini maka berat tulang wajah menjadi berkurang, kekuatan
dan bentuk tulang terpelihara dan resonansi suara bertambah.
B. FisiologiHidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi
menghirup udara pernapasan, menyaring udara, menghangatkan udara
pernapasan, juga berperan dalam resonansi suara. Hidung merupakan alat indera
manusia yang menanggapi rangsang berupa bau atau zat kimia yang berupa gas.di
dalam rongga hidung terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi dengan sel-
sel pembau. Setiap sel pembau mempunyai rambut-rambut halus (silia olfaktori)
di ujungnya dan diliputi oleh selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab
rongga hidung. 3
Pada saat kita bernapas, zat kimia yang berupa gas ikut masuk ke dalam
hidung kita. zat kimia yang merupakan sumber bau akan dilarutkan pada selaput
lendir, kemudian akan merangsang rambut-rambut halus pada sel pembau. sel
pembau akan meneruskan rangsang ini ke otak dan akan diolah sehingga kita bisa
mengetahui jenis bau dari zat kimia tersebut. 3
BAB III
6
SADDLE NOSE
A. DefinisiSaddling / sagging tulang pendukung dan atau kartilago dorsum adalah
salah satu masalah paling sering dan sulit dari rekonstruksi bedah hidung. Saddle
nose adalah depresi dari tulang pendukung pendukung dan atau cartilago. Hal ini
terjadi akibat trauma atau infeksi. Namun bisa juga terjadi akibat trauma atau
infeksi, namun bisa juga disebabkan dari kongenital anomali/beberapa penyakit
spesifik contoh (Walenger Granulomatosis, Lues,dll) 2
B. KlasifikasiHal ini sangat penting untuk menganalisis saddle & patogenensisnya.
Teknik bedah yang akan dipilih untuk mengkoreksi akan sangat tergantung pada
jenis dan penyebab sadding / sagging. Beberapa jenis nya adalah:
1. Bony dan cartilaginous saddle nose
Kedua pyramid tulang pendukung dan cartilagonya kurang lebih mengalami
depresi & gejala yang menyerti kelainan pada septum, area katup&lobules. Jika
semua struktur nasal ikut serta, maka kita lebih mengarahkan ke low wide
pyramid syndrome. Jenis saddle nose ini biasanya dikoreksi dengan rekonstruksi
septum. Penyempitan tulang disertai osteotomies dan transplantasi bagian dorsal. 5
2. Low – Wide Pyramid Syndrome
Piramida tulang baik tulang pendukung dan cartilago mengalami depresi yang
berat. Lobulus menjadi lebar dan rendah. Bagian Tip dapat kehilangan proyeksi
normalnya, membesarnya basis Lobular, Alae menjadi lebih cembung, dan lubang
hidung yang lebih bulat. Kartilago Septum rusak atau hilang akibat trauma , post-
operasi, atau infeksi. Akibatnya, daerah katup menjadi lebih turun, lebar, dan
sudut katup menjadi lebih besar bisa sampai 90 derajat. Pada banyak pasien,
tergantung dari penyebab deformitasnya, mukosa menjadi atrofi, kering dan
terdapat krusta. Penyebab utama dari sindrom ini adalah abses septum, trauma
berat, kongenital anomaly, dan infeksi. Jenis sindrom ini dapat dikoreksi sama
7
seperti tipe Bonyecartilaginous saddle nose. Sebagai bagian dari prosedur, lobules
dapat juga dipersempit. 5
3. Bony Saddle
Bagian Dorsum pyramid tulang pendukung mengalami depresi dan pelebaran,
sedangkan piramid kartilago dan cartilago septum tetap dalam keadaan normal.
Deformitas bagian posterior septum dapat saja muncul. Tipe ini jarang terjadi
dibandingkan dengan kedua tipe. Hal ini biasanya terjadi akibat dari trauma
frontal berat. Selain itu tipe ini dapat juga disebabkan karena penyakit pada tulang
hidung seperti Lues III dan kongenital malformasi. Tipe ini dapat dikoreksi
dengan mempersempit dan menaikan bagian bony piramid disertai osteotomi &
transplantasi pada bagian dorsal. 5
4. Cartilaginous Sadding & Sagging
Kartilago pyramid mengalami berat (saddling) / sedang (sagging) depresi dan
pelebaran. Pada tipe ini dapat terjadi atrofi atau ballooning pada cartilago pyramid
dapat terjadi ruptur. Dapat terlihat “step” pada area K. Terdapat juga kehilangan
pendukung dan proyeksi lobulus, penyebab dari deformitas ini terdapat pada
septum. Ini diakibatkan karena trauma, tapi penyebab paling sering adalah bedah
pada bagian septum. Pada masa Killian-freer komplikasi yang paling sering
menyebabkan tipe ini adalah submukus septum, post-operasi sagging dari reseksi
kartilago dorsum, dan ini menyebabkan hilangnya penyokong retraksi
mukoperikondrium pada efek septum saat penyembuhan. 5
C. DiagnosisI. INSPEKSI
Saddle Nose muncul dengan bermacam-macam gejala karateristik yang didasari
dengan mekanisme patogenesis 6
I.I Frontal
8
Perubahan berikut dapat dilihat dari temuan yang tidak terlalu mencolok atau
dalam beberapa kombinasi: hidung tampak lebih mendatar. Hal ini mungkin
mencolok di daerah supuratif atau mengenai seluruh dorsum nasal. Jika tulang
hidung disposisi atau melebar, hipertelorisme dapat terjadi. Seringkali hal ini
diperkuat dengan rupturnya ligament palpebral medial. Lipatan epicanthal timbul
akibat adanya disproporsi antara kulit dan turunnya ketinggian hidung.
Terbukanya atap bagian hidung juga menkontribusi terjadinya pelebaran pada
bagian dorsum nasal. Munculnya “inverted V” juga merupakan tanda rupturnya
sambungan antara kartilago dan tulang pndukung hidung. 6
I.II Lateral
Dorsum nasal mengalami depresi. Tip hidung biasanya terotasi keatas atau
terkadang ke bawah. Dan dapat menyebabkan hilangnya proyeksi hidung. Jika
margi kartilago septum anterior hilang, makan kolumela tertarik cephalad (hidden
columella) dengan deformasi alar-columella complex. kolumela memendek dan
bibir atas akan terlihat memanjang. 6
I.III Basal
Basis hidung dan lubang hidung akan tampak lebih mendatar. Lubang hidung
membentuk garis yang lebih horizontal dan lebih oval atau bulat. Kolumela lebih
turun dan sudut antara septum dan kartilago aral lateral lebih tumpul. 6
III. PALPASI
Informasi yang penting dapat digali dengan palpasi eksternal dan internal pada
pasien dengan saddle nose
III.I Eksternal Palpasi
Pada palpasi dapat ditemukan perbedaan dan rusaknya tulang pendukung beserta
kartilagonya, dan ditemukannya atap hidung yang lebih terbuka. Sering
ditemukan perbedaan yang tajam yang dihasilkan dari dari disposis fragmen
tulang hidung. Pemilihan teknik operasi ditentukan dari hasil dari palpasi
sambungan antara tip nasal dengan sudut anterior septum. 6
III.II Internal Palpasi
Palpasi internal hidung dapat memberikan informasi tentang septum anterior,
margin anteriornya, dan adanya frakturcartilago atau defek dari septum anterior. 6
9
II. NASAL ENDOSCOPY
Kavum nasi tampak lebih sempit, terlihat hiperplasi konka inferior, dan terjadi
fenomena ballooning pada kartilago lateral bagian atas. Pada endoskopi ini dapat
dilihat cartilaginous defect (soft septum). Granulasi dan perforasi dapat di
evaluasi dan membantu dalam pengambilan biospi. Informasi tentang banyaknya
kartilago yang masih utuh sama pentingnya dengan besarnya ukuran perforasi
pada septum tersebut. 6
III. LABORATURIUM
Pasien dengan saddle nose bisa dinilai dengan hitung darah sederhana dan
koagulasi dasar (Quick prothrobin time [PT], partial thromboplastin time [PTT],
platelets). Hitung darah lengkap biasanya jarang dilakukan kecuali dengan
pendarahan hidung hebat yang membutuhkan transfusi segera. Untuk menilai
inflamasi akut pada pasien dengan perforasi septum dan inflamasi granula
dilakukan pemerikasaan interleukin 6. Jika dicurigai mempunyai penyakit
autoimun seperti Wegener granulamatosis, perlu dilakukan foto thoraks ataupun
CT thoraks. 6
D. TatalaksanaDalam mengkoreksi piramida tulang pendukung dan atau cartilagonya yang
mengalami saddling, kita dapat menggunakan beberapa prosedur berikut: 1.
Reposisi dan/atau rekonstruksi pada septum anterior; 2. Memepersempit dan
menaikan bagian piramid yaitu tulang pendukungnya (bony framework) disertati
osteotomies; 3. Augmentasi pada bagian piramid hidung dengan melakukan
tranplantasi dorsal; 4. Menaikan proyeksi dan mempersempit lebar lubang hidung;
5. Memperpanjang dan menurunkan kolumela 5
Pemilihan prosedur ana yang akan dipakai tergantung pada tipe deformitas,
penyebabnya, dan temuan-temuan lain pada saat operasi. Pada pasien dengan
penurunan/pemerosotan cartilaginous setelah septoplasty, cukup dilakukan
reposisi dan rekontruksi disertai beberapa tambahan pada bagian dorsal,
10
sedangkan pada pasien dengan low-wide pyramide syndrome akibat abses septum
pada saat anak-anak, perlu dilakukan kelima prosedur di atas. Pada pasien seperti
itu selanjutnya perlu direncanakan untuk melakukan operasi 2 tahap, dimana tahap
pertama dilakukan prosedur 1,2,4, dan 5 dan prosedur ketiga akan dilakukan pada
tahap kedua pada lain hari. 5
BAB IV
RESUMEGangguan pada dinding pendukung septum mengakibatkan depresi dan
pelebaran kubah, retrusi kolumellar, overrotation dan deprojection, dan
11
pemendekkan hidung yang menjadi ciri khas deformitas saddle nose. Selama
bertahun-tahun, kemajuan dalam pemahaman mekanisme hidung dan teknik
okulasi autologous telah memungkinkan adanya dan dilakukannya evaluasi
sistematis dan rekonstruksi deformitas tersebut. Prinsip utama rekonstruksi adalah
pembentukkan kembali dinding pendukung septum melalui perbaikan defek
septum atau melalui pembentukkan kolom dan balok konstruksi. Kartilago lateral
yang sudah ada dan kartilago yang baru, pelindung, dan cangkok tip kemudian
dapat dilekatkan pada struktur pendukung yang stabil tersebut untuk menyusun
kembali kubah dan nasal tip, menghasilkan estetika hidung yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA1. M.Durbec,F.Disant. Saddle nose:Classification and therapeutic
management .Elsevier, 2014. Diakses melalui
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1879729613001129
12
2. Pribitkin E A, Ezzat W H. Classification and Treatment of the Saddle
Nose Deformity. Elsevire, 2009. Diakses melalui
http://www.researchgate.net/publication/
26257527_Classification_and_Treatment_of_the_Saddle_Nose_Deformity
3. Soetjipto D, Wardani R S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta FK UI, 2007, hal :
118-122
4. Ballenger JJ. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus
Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung Telinga Tenggorok Kepala
dan leher. Binarupa Aksara, 1994. Hal: 1-25
5. Huizing E H, Groot J A M. Functional Reconstructive Nasal Surgery.
Thieme,2003, hal: 219-221
6. Behrbohn H, Tardy M E. Essentials of Septorhinoplasty. Thieme, 2004,
hal: 201-217
13