rpijm kota lhokseumawe tahun 2013-2017
TRANSCRIPT
-
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013 - 2017
Bidang Cipta Karya
PEMERINTAH KOTA LHOKSEUMAWE BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TAHUN 2012
-
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Bappeda Kota Lhokseumawe
http://www.bappedalhokseumawe.web.idarieTypewritten textBAB I -
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-1
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pembangunan Nasional harus dilaksanakan secara merata diseluruh
wilayah Indonesia, bersama seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai
dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif serta
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. Salah
satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan
pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana dan
terpadu dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
Pendayagunaan sumber daya yang sinergis diharapkan mampu
mengoptimalisasikan pelaksanaan dan hasil pembangunan untuk mendukung
laju pertumbuhan ekonomi nasional, peningkatan derajat kesehatan,
peningkatan kualitas perumahan dan permukiman, penciptaan lapangan kerja
dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung
lingkungan serta pengembangan wilayah baik diperkotaan maupun perdesaan.
Untuk mewujudkan hal tersebut perlu disiapkan perencanaan program
infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan sanitasi, air minum dan
lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum khususnya Direktorat
Jenderal Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung Kota
Lhokseumawe, Provinsi Aceh untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan
program yang dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya melalui penyiapan
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sebagai embrio
terwujudnya perencanaan program infrastruktur yang lebih luas. Dengan
adanya RPIJM tersebut, Kota Lhokseumawe dapat menggerakkan semua sumber
daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan daerah, mendorong dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta
mewujudkan lingkungan yang layak huni (liveable).
BAB
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-2
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
RPIJM yang disusun perlu memperhatikan aspek kelayakan program dari
masing-masing kegiatan dan kelayakan spasialnya sesuai skenario
pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang yang ada, serta
kelayakan sosial dan lingkungannya. Disamping itu RPIJM yang disusun daerah
harus mempertimbangkan kemampuan pendanaan dan kapasitas kelembagaan
dalam mendukung pelaksanaan program investasi yang telah disusun.
Dengan demikian Rencana Program Investasi Jangka Menengah Kota
Lhokseumawe diharapkan dapat mengakomodasikan dan merumuskan
kebutuhan pembangunan Kota Lhokseumawe secara spesifik, sesuai dengan
karakteristik dan potensi Kota Lhokseumawe agar dapat mendorong
pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dapat dicapai.
1.2. Landasan Hukum
Penyusunan RPIJM Kota Lhokseumawe bertitik tolak (mengacu) pada
peraturan perundangan maupun kebijakan yang berlaku pada saat RPIJM
disusun. Adapun acuan peraturan dan perundangan maupun kebijakan tersebut
sebagai berikut:
1.2.1 Peraturan Perundangan
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Pemerintah Kota Lhokseumawe (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3851;
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air;
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
8. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-3
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
9. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;
10. Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional;
11. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
1.2.2 Kebijakan dan Strategi
1. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2004 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009;
2. Permen PU 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi
Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman, bahwa
pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara
berencana dan terpadu;
3. Permen PU 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan (KNSP) Sistem Penyediaan Air Minum;
4. Permen PU 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan (KNSP-SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun
Anggaran 2008;
6. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Nanggroe
Aceh Darussalam Nomor 11);
7. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Lhokseumawe Tahun
2007-2012;
8. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 4 Tahun 2009 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan
Kecamatan Kota.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-4
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
1.3. Tujuan dan Pentingnya RPIJM
Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya
atau disingkat sebagai RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dokumen
rencana kerjasama pembangunan infrastruktur (Infrastruktur Development Plan:
IDD ) di Kota Lhokseumawe yang bersifat lintas sektoral.
RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dokumen teknis bidang
PU/Cipta Karya sebagai Considated Feasibility Study (CFS) yang berisi rencana
penyelenggaraan pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya dengan
pendekatan keterpaduan dan pengembangan wilayah berkelanjutan.
Tujuan RPIJM adalah untuk mewujudkan kemandirian kota dalam
penyelenggaraan pembangunan yang layak huni, berkeadilan, berbudaya,
produktif dan berkelanjutan, menciptakan kualitas kehidupan masyarakat yang
lebih baik yang selaras dengan tujuan pembangunan nasional.
RPIJM menjadi penting artinya bagi pembangunan infrastruktur Kota
Lhokseumawe mengingat:
RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan penjabaran program investasi
infrastruktur Kota Lhokseumawe dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) yang menjabarkan Visi, Misi, Program Walikota
Terpilih. RPJMD Kota Lhokseumawe yang merupakan pedoman bagi
dinas/instansi dalam menyusun Rencana Startegis Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renstra-SKPD) dinas/instansi lingkup Kota Lhokseumawe;
RPIJM Bidang PU/Cipta Karya menjadi bahan masukan pada Pemerintah
Kota Lhokseumawe dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang bersifat tahunan. RKPD Kota Lhokseumawe merupakan
penjabaran dari RPJMD Kota Lhokseumawe dan rangkuman hasil
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) serta kebijakan
pembangunan kota yang disinkronkan dengan kebijakan nasional dan
provinsi;
Penyusunan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan Penguatan Peran
Pemerintah Kota dalam menetapkan berbagai kebijakan pembangunan
infrastruktur kota mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-5
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
pembangunan infrastruktur kota khususnya dibidang PU/Cipta Karya
(Perencanaan Partisipatif). Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat mengambil
keputusan secara mandiri tentang program-program infrastruktur bidang
PU/Cipta Karya yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas permasalahan yang dihadapi pemerintah Kota Lhokseumawe,
sedangkan pemerintah pusat akan memfasilitasi dan meningkatkan kapasitas
manajemen pembangunan daerah untuk mendorong terwujudnya
kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur ke
PU-an guna mendukung pembangunan permukiman perkotaan dan
perdesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, berbudaya, berproduktif dan
berkelanjutan serta saling memperkuat dalam mendukung pengembangan
wilayah;
Penyusunan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dasar evaluasi
penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perkotaan sebelumnya,
sehingga pembangunan infrastruktur selanjutnya menjadi lebih terpadu,
efektif dan efisien sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat luas;
Dalam penyusunan RPIJM selain memuat Rencana dan Program
Pembangunan juga menyiapkan Rencana Pembiayaan/Investasi secara
terintegrasi yang dapat dimobilisasi dari berbagai sumber pembiayaan terkait,
baik potensi daerah, Provinsi, maupun dunia usaha dan Pemerintah Pusat
melalui Program Pembangunan Infrastruktur Permukiman bidang PU/Cipta
Karya;
RPIJM penting untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan pembangunan di daerah.
RPIJM akan menjadi dokumen kelayakan dan kerjasama program dan
anggaran pembangunan bidang PU/Cipta Karya di daerah antara Pemerintah
Pusat, Provinsi dan Kota Lhokseumawe.
1.4. Mekanisme dan Framework Penyusunan RPIJM
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Pembangunan
Infrastruktur (bidang PU/Cipta Karya) 2013-2017 harus dapat disiapkan oleh
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-6
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Pemerintah Daerah Kabupaten sesuai dengan arahan RENSTRA Departemen PU
(Permen PU No. 51/PRT/M/005 tanggal 7 Maret 2005), melalui proses
partisipatif yang mengakomodasikan kebutuhan nyata masyarakat sesuai
dengan strategi dan arah pembangunan Kota yang telah ditetapkan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah, serta memperhatikan karakteristik dan potensi
daerah masing-masing untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi
lokal, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas pelayanan.
Dalam menyusun RPIJM, selain menyusun Rencana dan Program
Pembangunan juga harus disiapkan Rencana Pembiayaan/Investasi secara
terintegrasi yang dapat dimobilisasi dari berbagai sumber pembiayaan terkait
baik potensi daerah kota, provinsi, maupun dunia usaha dan pemerintah pusat
melalui Program Pembangunan Infrastruktur.
Mekanisme penyusunanan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya dilakukan
oleh Bappeda dan instansi lain yang terkait dengan membentuk Satgas RPIJM
Kota Lhokseumawe yang dibentuk dengan Keputusan Walikota. Untuk dapat
melaksanakan penyiapan RPIJM diatas, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah
menyiapkan suatu jalur bantuan teknis yang didukung oleh program dan
sumber tenaga ahli yang sesuai untuk kebutuhan setiap sektor pembangunan
Pekerjaan Umum/Cipta Karya dan untuk mewujudkan rencana dan program
yang integratif berdasarkan Rencana Tata Ruang. Pada tingkat Pusat, dibentuk
Satgas RPIJM tingkat Pusat yang terdiri dari pejabat yang mewakili Direktorat
Bina Program, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Tata
Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Air Minum dan
Direktorat Pengembangan PLP. Satgas RPIJM tingkat Pusat tidak akan bekerja
secara langsung dengan memfasilitasi dan kemudian bekerjasama dengan Satgas
RPIJM Kota dan Kabupaten, tetapi akan bekerja melalui Satgas RPIJM Provinsi
yang ketua dan anggotanya terdiri atas pejabat yang mewakili instansi cerminan
Satgas RPIJM Pusat dan juga RPIJM Kota. Satgas RPIJM tingkat Provinsi dapat
dibentuk dengan SK Gubernur.
RPIJM ini merupakan produk daerah, dimana RPIJM merupakan
pedoman perencanaan dan penganggaran pembangunan khususnya di Kota
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-7
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Lhokseumawe. Sebagai tindak lanjutnya, penganggaran akan mengacu kepada
dokumen RPIJM. Hanya Kabupaten/Kota yang mempunyai RPIJM yang akan
mendapatkan prioritas APBN. Dengan demikian dokumen RPIJM harus dapat
diselesaikan pada tahun 2012 ini.
1.5. Sistematika Pembahasan Dokumen RPIJM Kota Lhokseumawe
Sistematika Pembahasan Dokumen RPIJM Kota Lhokseumawe ini dibuat
berdasarkan Pedoman Penyusunan RPIJM Mengacu pada Surat Edaran Direktur
Jenderal Cipta Karya No. Pr.02.03-Dc/496 Tanggal 9 Desember 2005 tentang
Penyusunan RPIJM Bidang CK/PU Kab./Kota yang diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada Bab ini diuraikan secara rinci mengenai latar belakang penyusunan RPIJM
bidang PU/Cipta Karya, landasan hukum, tujuan dan pentingnya penyusunan
RPIJM dan mekanisme framework penyusunan RPIJM serta sistematika
dokumen RPIJM bidang PU/Cipta Karya Kota Lhokseumawe.
BAB II : GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE
Berisikan gambaran umum dan kondisi wilayah Kota Lhokseumawe serta
penataan ruang wilayah dan struktur pengembangan wilayah yang berkaitan
dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi maupun Kota, meliputi
administratif, demografi, sosial budaya serta kondisi sarana dan prasarana
daerah.
BAB III : RENCANA STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE
Berisikan pokok-pokok perencanaan strategis Kota Lhokseumawe yang
berkaitan dengan struktur pengembangan wilayah berdasarkan RTRW dan
struktur pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung kegiatan sosial
ekonomi dan lingkungan.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-8
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
BAB IV : RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR KOTA LHOKSEUMAWE
Pada Bab ini diuraikan tentang rencana program investasi infrastruktur Kota
Lhokseumawe yang meliputi; rencana pengembangan permukiman, rencana
investasi penataan bangunan dan lingkungan, rencana investasi sub-bidang air
limbah, rencana investasi sub-bidang persampahan, rencana investasi sub-
bidang drainase dan rencana investasi sub-bidang air minum.
BAB V : SAFEGUARD SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Berisikan mengenai dukungan daerah dalam menilai kelayakan rencana
investasi pada bidang infrastruktur ditinjau melalui dampak lingkungan,
pemantauan lingkungan, serta pengelolaan lingkungan, baik yang berupa
dampak fisik ataupun dampak sosial.
BAB VI : KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN
Pada bab ini menguraikan kondisi kemampuan daerah dalam hal pendanaan
serta pendapatan asli daerah untuk dapat diketahui seberapa besar kemampuan
daerah dalam melakukan pembiayaan pembangunan khususnya pada bidang
infrastruktur.
BAB VII : KELEMBAGAAN DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN
Pada Bab ini diuraikan tentang kondisi struktur kelembagaan daerah Kota
Lhokseumawe serta rencana peningkatan kapasitas kelembagaan, sehingga
dapat mewujudkan sistem kelembagaan yang baik, efisien dan efektif yang
mampu mendorong peningkatan kinerja antar instansi terkait terhadap
pembangunan.
BAB VIII : RENCANA KESEPAKATAN (MEMORANDUM) PROGRAM INVESTASI KOTA LHOKSEUMAWE
Berisikan tentang rencana kesepakatan (memorandum) program investasi bidang
PU/Cipta Karya Kota Lhokseumawe serta uraian matrik program serta
pembiayaan jangka menengah mulai tahun 2013 hingga tahun 2017.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-9
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
-
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Bappeda Kota Lhokseumawe
http://www.bappedalhokseumawe.web.idarieTypewritten textBAB II -
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-1
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH
KOTA LHOKSEUMAWE
2.1. Kondisi Umum
Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi Aceh yang berada
persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera, di antara Banda Aceh dan Medan,
sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat
penting bagi Aceh. Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi pemerintah
kota berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001.
Sejarah
Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang
Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah
Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi daerah
taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van
Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe
tunduk di bawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga
Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.
Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh,
salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km yang dipisahkan Sungai Krueng Cunda
diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer dan Perhubungan Kereta
Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa Kampung Keude
Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong,
Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi dan
Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa
BAB
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-2
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
secara jamak disebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan
ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta
api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.
Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik
Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya
Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan
ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara,
Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, Cunda serta Pidie.
Pada tahun 1956 dengan Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956,
terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah
Provinsi Sumatera Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh
Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe.
Kemudian Pada Tahun 1964 dengan Keputusan Gubernur Daerah
Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan
bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan
Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe
menjadi Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan
Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe
ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam
Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal
tersebut maka secara dejure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota
Administratif dengan luas wilayah 253,87 km yang meliputi 101 desa dan 6
kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti,
Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu dan
Kecamatan Blang Mangat.
Sejak tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe
menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2
Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang
ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-3
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua dan
Kecamatan Blang Mangat.
2.1.1 Profil Geografi
Secara Geografis Kota Lhokseumawe berada pada posisi 04 54 05 18
Lintang Utara dan 96 20 97 21 Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai
berikut:
- Sebelah Utara dengan Selat Malaka.
- Sebelah Barat dengan Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.
- Sebelah Selatan dengan Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara.
- Sebelah Timur dengan Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara.
Kota Lhokseumawe memiliki luas wilayah 181,10 km, yang secara Administratif
Kota Lhokseumawe terbagi kedalam 4 Kecamatan dan 68 Gampong.
Kecamatan-kecamatan di Kota Lhokseumawe:
1. Kecamatan Banda Sakti
2. Kecamatan Muara Dua
3. Kecamatan Blang Mangat
4. Kecamatan Muara Satu
2.1.2 Profil Demografi
Kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan.
Dalam nilai universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan
sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk
tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta
mobilitasnya harus dikendalikan.
Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memanfaatkan jumlah
penduduk yang besar sebagai kekuatan pembangunan bangsa, maka perlu
ditingkatkan upaya pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan potensi
sumber daya manusia serta upaya meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai
sektor yang mendorong perluasan lapangan kerja. Dengan usaha-usaha tersebut
diharapkan dapat tercipta manusia-manusia pembangunan yang tangguh,
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-4
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
berbudi luhur, terampil, percaya diri dan bersemangat membangun dalam
berbagai lapangan kerja produktif.
2.1.2.1 Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Struktur Umur
Jumlah total penduduk pada wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun
2009 berjumlah 159.239 jiwa, terjadi kenaikan sebesar 7% bila dibandingkan
dengan jumlah penduduk tahun 2010 yaitu berjumlah 171.163 jiwa. Penyebaran
penduduk pada tiap kecamatan belum merata, di mana jumlah penduduk
tertinggi berada pada Kecamatan Banda Sakti yaitu pada tahun 2009 berjumlah
71.749 jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah 73.542 jiwa, sedangkan penduduk
terendah terdapat di Kecamatan Blang Mangat yaitu pada tahun 2009 berjumlah
18.869 jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah 21.689 jiwa.
Struktur penduduk menurut jenis kelamin di wilayah Kota
Lhokseumawe pada tahun 2009 terdiri dari 79.254 jiwa laki-laki dan 79.985 jiwa
perempuan dan untuk tahun 2010 terdiri dari 85.436 jiwa laki-laki dan 85.727
jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan
di Kota Lhokseumawe Tahun 2009 - 2010
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total1 Blang Mangat 9,426 9,443 18,869 10,836 10,853 21,689 2 Muara Dua 18,466 18,666 37,132 21,929 22,280 44,209 3 Muara Satu 15,677 15,812 31,489 15,815 15,908 31,723 4 Banda Sakti 35,685 36,064 71,749 36,856 36,686 73,542
Total 79,254 79,985 159,239 85,436 85,727 171,163 Sumber : Lhokseumawe dalam Angka 2009-2010
No 20102009Tahun
Kecamatan
Selanjutnya struktur penduduk menurut kelompok umur di wilayah
Kota Lhokseumawe pada tahun 2010, di mana usia 0-4 tahun merupakan jumlah
penduduk terbanyak, yakni terdiri dari 9.502 jiwa laki-laki dan 9.018 jiwa
perempuan dan usia penduduk yang paling sedikit adalah usia di atas 75 tahun
yakni sebesar 419 jiwa laki-laki dan 799 jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada tabel 2.2 berikut:
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-5
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Kelompok
Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
2 3 4 5
0-4 9.502 9.018 18.5205-9 9.382 8.737 18.119
10-14 9.450 8.863 18.31315-19 8.689 8.673 17.36220-24 8.152 8.692 16.84425-29 7.789 8.369 16.15830-34 7.042 7.365 14.40735-39 5.983 6.519 12.50240-44 5.252 5.561 10.81345-49 4.630 4.656 9.28650-54 3.807 3.300 7.10755-59 2.549 1.940 4.48960-64 1.353 1.421 2.77465-69 864 1.026 1.89070-74 573 788 1.36175+ 419 799 1.218
Total 85.436 85.727 171.163
Sumber: Lhokseumawe Dalam Angka, 2010
2.1.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan selama 5 (lima) tahun terakhir yakni dari tahun 2005-
2010 sebesar 2,11 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Muara Dua
adalah yang tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota
Lhokseumawe yakni sebesar 4,52%. Sedangkan yang terendah di Kecamatan
Muara Satu yakni sebesar 0,63 persen. Laju pertumbuhan Kecamatan Blang
Mangat sebesar 3,54 persen dan Kecamatan Banda Sakti sebesar 1,03 persen.
Sementara konsentrasi penduduk lebih banyak berada di Kecamatan Banda Sakti
sebagai pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe dan sekaligus masih
merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Penduduk di
Kecamatan ini mencapai 73.542 jiwa (42,96 %) dari total penduduk
Lhokseumawe, disusul oleh Kecamatan Muara Dua, penduduknya adalah
44.209 jiwa (25,82%) dan Kecamatan Muara Satu Jumlah penduduk 31.723 jiwa
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-6
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
(18,53%). Sementara penduduk yang paling sedikit adalah di Kecamatan Blang
Mangat, yaitu hanya 21.689 jiwa (12,67 %)
2.1.2.3 Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Struktur penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kota
Lhokseumawe untuk tingkat pendidikan SD/MI dan SMP/MTs, terlihat bahwa
Kecamatan Banda Sakti yang memiliki Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang
tinggi, yakni sebesar 121,08 untuk tingkat SD/MI dan 154,25 untuk tingkat
SMP/MTs. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2011/2012
Kota Lhokseumawe
Jlh Murid Usia7 - 12 Tahun
Jlh Pdd Usia7 - 12 Tahun
APS Jlh Murid Usia13 - 15 Tahun
Jlh Pdd Usia13 - 15 Tahun
APS
1 Banda Sakti 9,484 8,806 121.08 3,600 4,196 154,25
2 Muara Dua 4,121 5,867 76.68 1,799 2,992 100,33
3 Blang Mangat 2,308 2,745 97.16 1,144 1,361 133,83
4 Muara Satu 3,726 4,524 96.73 1,842 2,272 145,98
SD/MI SMP/MTs
KecamatanNo
Sumber: Disdikpora Kota Lhokseumawe, 2012
2.1.3 Profil Ekonomi
Kota Lhokseumawe selain sebagai pusat pemerintahan, pendidikan dan
perekonomian juga termasuk pusat perdagangan. Banyak perusahaan barang
dan jasa yang melakukan aktifitas kegiatannya di Kota Lhokseumawe. Selain
perusahaan besar, pedagang usaha menengah dan kecil yang berskala mikro
tampak mewarnai kehidupan perekonomian di sektor perdagangan yang marak
berkembang disebagian besar masyarakat Kota Lhokseumawe.
Secara kuantitas mungkin perkembangan tersebut tidak merupakan
masalah, tetapi dari segi kualitas masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan
melalui penciptaan usaha yang kondusif dalam memanfaatkan setiap peluang
yang ada bagi para pengusaha untuk mampu bersaing dan meningkatkan
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-7
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
produksinya dengan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumber daya
yang tersedia, terutama sumber daya lokal.
2.1.3.1 Struktur Ekonomi
A. Dengan Minyak dan Gas
Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe jika memasukkan komponen
minyak bumi dan gas pada tahun 2010 paling besar didominasi oleh kelompok
sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air
bersih, serta sektor konstruksi. Kelompok ini menyumbang sebesar 57,76 persen
dari total PDRB Kota Lhokseumawe.
Besarnya sumbangan sektor sekunder disebabkan oleh sektor industri
pengolahan yang memberikan sumbangan mencapai 49,92 persen pada tahun
2010. Besarnya sumbangan sektor tersebut terutama disumbangkan oleh
industri pengolahan gas alam, meskipun dalam kurun waktu 2007-2010 sektor
ini cenderung menurun yang diakibatkan semakin berkurangnya produksi gas
alam cair.
Kelompok tersier yang terdiri dari empat sektor merupakan penyumbang
kedua terbesar komponen PDRB Kota Lhokseumawe. Kelompok ini
menyumbangkan 37,33 persen dari total PDRB Kota Lhokseumawe. Nilai ini
terus mengalami peningkatan selama kurun waktu 2007-2010. Sektor yang
paling dominan dalam kelompok tersier yaitu dari sektor perdagangan, hotel
dan restoran yang mencapai angka sebesar 26,77 persen.
Sementara itu, sektor-sektor pada kelompok primer yang terdiri dari
sektor pertanian dan pertambangan penggalian pada tahun 2010 hanya
memberikan kontribusi sebesar 4,91 persen yang sebesar 4,74 persen berasal dari
pertanian dan sisanya 0,17 persen berasal dari sektor pertambangan dan
penggalian.
Secara umum struktur ekonomi Kota Lhokseumawe dengan
memasukkan unsur migas masih di dominasi oleh sektor-sektor pada kelompok
sekunder selama periode 2007-2010, walaupun mempunyai kecenderungan
menurun setiap tahunnya pada periode 2007-2010.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-8
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Dari tabel 2.4 terlihat bahwa sejak tahun 2007 ada kecenderungan
sumbangan kegiatan tersier terhadap PDRB terus meningkat sehingga
menempati urutan kedua setelah sumbangan sektor sekunder yang cenderung
terus menurun. Untuk lebih jelasnya tentang struktur perekonomian dengan
minyak dan gas tahun 2007-2010 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Struktur Perekonomian dengan Minyak & Gas Tahun 2007-2010 (persen)
Sektor 2007 2008 2009* 2010**1 2 3 4 5
Primer 4,67 4,57 4,77 4,911. Pertanian 4,52 4,43 4,61 4,742. Pertambangan & Penggalian 0,15 0,15 0,16 0,17
Sekunder 71,28 67,14 62,48 57,763. Industri Pengolahan 67,32 62 55,84 49,924. Listrik, Gas & Air Bersih 0,05 0,06 0,07 0,095. Konstruksi 3,9 5,08 6,58 7,75
Tersier 24,05 28,29 32,75 37.336. Perdagangan, Hotel & Restoran 16,79 20,3 23,45 26,777. Pengangkutan & Komunikasi 3,76 4,27 5,09 6,098. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0,81 0,98 1,26 1,489. Jasa-jasa 2,69 2,74 2,95 2,98
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 *Angka Diperbaiki **Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011 B. Tanpa Minyak dan Gas
Peranan sektor minyak dan gas semakin menurun setiap tahunnya
sebagaimana penjelasan sebelumnya. Tetapi, hal ini disertai dengan peningkatan
peran sektor pada kelompok tersier seperti yang dapat kita lihat pada Tabel 2.5
Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe dengan tidak memasukkan unsur
minyak dan gas pada perhitungan PDRB tahun 2010 didominasi oleh kelompok
tersier sebesar 72,50 persen dan 52,00 persen disumbangkan oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-9
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel 2.5 Struktur Perekonomian Tanpa Minyak dan Gas Tahun 2007-2010 (persen)
Sektor 2007 2008 2009* 2010**
1 2 3 4 5
Primer 13,80 11,69 10,52 9,531. Pertanian 13,37 11,32 10,17 9,202. Pertambangan & Penggalian 0,43 0,37 0,34 0,33
Sekunder 15,12 16,01 17,27 17,973. Industri Pengolahan 3,45 2,88 2,61 2,744. Listrik, Gas & Air Bersih 0,14 0,14 0,15 0,175. Konstruksi 11,53 12,98 14,51 15,06
Tersier 71,08 72,30 72,21 72,50
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 49,62 51,88 51,71 52,007. Pengangkutan & Komunikasi 11,11 10,92 11,23 11,848. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2,39 2,51 2,78 2,889. Jasa-jasa 7,96 6,99 6,50 5,79
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 *Angka Diperbaiki **Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar
dari total PDRB tanpa migas. Sektor ini terus meningkat dari tahun ke tahun,
sama halnya dengan sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan & komunikasi
serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang juga semakin
meningkat dalam kurun waktu 2007-2010.
Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar peranannya dalam
pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe. Pada tahun 2010 kelompok primer
ini memberikan kontribusi sebesar 9,53 persen. Namun, kontribusi yang
diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya saja pada tahun 2007
kontribusi kelompok ini mencapai angka 13,80 persen.
Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah sektor pertanian
dimana pada tahun 2010 memberikan kontribusi sebesar 9,20 persen. Sementara
itu sumbangsih sektor pertambangan dan penggalian tidak menyumbang lebih
dari setengah persen sejak periode 2007-2010.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-10
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Yang berada di posisi ketiga adalah kelompok sekunder yang terdiri dari
sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih serta sektor konstruksi.
Kelompok sekunder ini lebih didominasi oleh sektor konstruksi yang
memberikan kontribusi sebesar 15,06 persen pada tahun 2010. Sektor konstruksi
juga menunjukkan kecenderungan meningkat peranannya setiap tahun.
Sementara itu sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar
2,74 persen pada tahun 2010. Sedangkan sektor listrik dan air bersih
kontribusinya masih sangat kecil baru mencapai 0,17 persen terhadap
pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe tahun 2010. Sektor ini juga merupakan
sektor yang paling kecil kontribusinya. Untuk lebih jelas tentang peranan
sektoral PDRB dengan Migas dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Grafik 2.1 Peranan Sektoral PDRB dengan Migas Tahun 2010 (persen)
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-11
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Sementara ini peranan sektoral PDRB tanpa Migas dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut
Grafik 2.2 Peranan Sektoral PDRB tanpa Migas Tahun 2010 (persen)
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011
2.1.3.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe sangat dipengaruhi oleh
pertumbuhan sektor industri, terutama industri minyak dan gas. Selama kurun
waktu 2007 hingga 2010, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan
yang menurun seiring dengan menurunnya pertumbuhan sektor industri
pengolahan di Kota Lhokseumawe yang didominasi industri gas alam cair oleh
PT. Arun N.G.L. Untuk lebih jelasnya tentang laju pertumbuhan sektor ekonomi
Kota Lhokseumawe tahun 2007-2010 dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini:
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-12
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel 2.6 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahun 2007-2010 (persen)
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010*
1 2 3 4 5
1. Pertanian (2,39) 1.23 1.54 2.22 2. Pertambangan & Penggalian 4,35 2.81 3.29 5.26 3. a. Industri Pengolahan (16,37) (12.56) (15.08) (17.19)3. b. Industri Pengolahan (Tanpa Migas) 2,12 4.05 2.35 2.29 4. Listrik, Gas & Air Bersih 38,20 7,13 10,76 12,265. Konstruksi 7,31 6,64 4,29 4,416. Perdagangan, Hotel & Restoran 21,28 9,41 7,94 8,077. Pengangkutan & Komunikasi 13,03 3,96 4,58 5,028. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 17,03 5,43 5,51 8,759. Jasa-jasa 3,01 3,05 3,51 2,85
PDRB dengan Migas (7,81) (5,69) (6,57) (6,45)PDRB tanpa Migas 12,11 6,38 5,66 5,93
*Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2010
Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe tahun 2010 sebesar 5,93
persen yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan 2000.
Pertumbuhan PDRB tersebut tanpa memasukkan unsur minyak dan gas.
Sedangkan dengan memasukkan unsur minyak dan gas, pertumbuhan ekonomi
Kota Lhokseumawe masih minus yaitu minus 6,45 persen.
Tanpa penghitungan dengan minyak dan gas, secara sektoral di tahun
2010 seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif dan pertumbuhan
tertinggi secara berturut-turut dialami oleh sektor listrik dan air bersih sebesar
12,26 persen; sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sebesar 8,75
persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 8,07 persen; pertambangan dan
penggalian 5,26 persen; pengangkutan dan komunikasi 5,02 persen; konstruksi
4,41 persen; jasa-jasa 2,85 persen; industri pengolahan 2,29 persen; serta sektor
pertanian tumbuh terkecil yaitu sekitar 2,22 persen. Sedangkan pertumbuhan
industri pengolahan dengan memperhitungkan minyak dan gas pada tahun 2010
minus 17,19 persen.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-13
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Jika dilihat, pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe periode 2006-
2009, pertumbuhan dengan minyak dan gas mengalami pertumbuhan negatif
setiap tahunnya. Sementara itu pertumbuhan tanpa memasukkan komponen
minyak dan gas, setiap tahun mengalami pertumbuhan yang positif.
Grafik 2.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Sektor Tahun 2010 (persen)
Keterangan: 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3a. Sektor Industri Pengolahan (dengan minyak dan gas) 3b. SektorIndustriPengolahan (tanpa minyak dan gas) 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum 5. Sektor Bangunan/Konstruksi 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-jasa
2,22
5,26
(17,19)
2,29
12,26
4,41
8,07
5,02
8,75
2,85
(20,00)
(15,00)
(10,00)
(5,00)
-
5,00
10,00
15,00
01 02 03a 03b 04 05 06 07 08 09Persen
Growth without oil and gas = 5.93% Growth with oil and gas = -6,45 %
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-14
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
2.1.3.3 Pendapatan Per Kapita
A. Dengan Minyak dan Gas
Pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe yang diperoleh dari PDRB
dengan minyak dan gas mempunyai nilai yang cukup besar, baik atas dasar
harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada tahun 2010 tercatat
pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku sebesar 58,78 juta rupiah dan
atas dasar harga konstan sebesar 22,43 juta rupiah.
Grafik 2.4 Pendapatan Regional Perkapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku dan
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 2010 (juta rupiah).
Pendapatan per kapita senilai tersebut di atas bukanlah langsung berarti
pendapatan perkapita riil masyarakat Kota Lhokseumawe setiap tahunnya,
melainkan hanya jumlah PDRB Kota Lhokseumawe dibagi dengan jumlah
penduduk setiap tahunnya.
B. Tanpa Minyak dan Gas
Pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe yang diperoleh dari PDRB
tanpa minyak dan gas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik atas
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00 56,29
28,85
58,94
26,66
58,01
24,41
58,78
22,43
Millions
2007
2008
2009
2010
Pendapatan Regional Per Kapita Harga Berlaku
Pendapatan Regional PerKapita Harga Konstan 2000
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-15
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Berdasarkan harga berlaku pendapatan perkapita tahun 2007 tercatat
sebesar 19,05 juta rupiah, kemudian meningkat menjadi 23,06 juta rupiah pada
tahun 2008. Tahun 2009 meningkat menjadi 26,3 juta rupiah dan pada tahun
2010 naik lagi menjadi 30,26 juta rupiah. Secara rata-rata terjadi laju
pertumbuhan pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku sebesar 16,7 persen
setiap tahunnya pada periode 2007-2010.
Sedangkan pendapatan per kapita atas dasar harga konstan 2000 juga
mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata laju pertumbuhan
sebesar 3,94 persen pada periode 2007-2010. Pada tahun 2007 pendapatan
perkapita atas dasar harga konstan 2000 tercatat sebesar 10,85 juta rupiah,
kemudian meningkat menjadi 11,32 juta pada 2008, kembali meningkatmencapai
nilai 11,7 juta rupiah tahun 2009, dan naik menjadi 12,2 pada 2010.
Tren pendapatan perkapita dari PDRB tanpa minyak dan gas dapat
dilihat pada Gambar 2.5 berikut.
Grafik 2.5 Pendapatan Regional Perkapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku dan
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 2010 (juta rupiah).
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
19,05
10,85
23,06
11,32
26,31
11,72
30,26
12,19
Millions
2007
2008
2009
2010
Pendapatan Regional Per Kapita Harga Berlaku
Pendapatan Regional PerKapita Harga Konstan 2000
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-16
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
2.1.3.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung untuk mengetahui
total produksi barang dan jasa suatu daerah pada periode tertentu. Yang
dimaksud dengan produksi adalah aktivitas ekonomi menggunakan sumber
daya yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa. PDRB merupakan
neraca makro ekonomi yang dihitung secara konsisten dan terintegrasi dengan
berdasar pada konsep, definisi, klasifikasi dan cara perhitungan yang telah
disepakati secara internasional. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu.
Perubahan PDRB dari waktu ke waktu terjadi karena dua hal, yaitu
terjadinya perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan
volume. Penggunaan harga yang berlaku pada periode yang telah lalu
menghasilkan PDRB atas harga konstan. PDRB atas harga konstan disebut
sebagai PDRB volume atau PDRB real. Dalam publikasi ini selain disajikan
PDRB atas harga berlaku yang bisa menggambarkan pergeseran struktur
ekonomi, juga disajikan PDRB dengan menggunakan tahun dasar 2000 yang bisa
menggambarkan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam perhitungan PDRB, yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.
Pendekatan produksi menghitung nilai tambah sumbangan tiap sektor
produksi terhadap total output dengan cara mengurangkan output dengan
barang dan jasa yang dibeli dari unit produksi lain dan habis digunakan untuk
menghasilkan output tersebut (dinamakan konsumsi antara). Hasil
penghitungan tersebut adalah nilai tambah. Nilai tambah dapat dinyatakan
dalam nilai bruto dan netto tergantung apakah sudah dikurangi dengan
penyusutan barang modal.
Sektor produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9
lapangan usaha (sektor) yaitu:
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan,
2. Pertambangan dan Penggalian,
3. Industri Pengolahan,
4. Listrik, Gas dan Air Bersih,
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-17
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
5. Bangunan/Kontruksi,
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran,
7. Pengangkutan dan Komunikasi,
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan,
9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
Pendekatan pengeluaran menghitung PDRB dengan menjumlahkan
seluruh permintaan akhir yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan lembaga
nirlaba, konsumsi pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB),
perubahan stok dan ekspor neto.
Pendekatan pendapatan menghitung PDRB sebagai penjumlahan dari
balas jasa faktor produksi (kompensasi pekerja, sewa, penyusutan, bunga dan
keuntungan) dalam wilayah. Hal ini menunjukkan dua hal dalam perekonomian
suatu daerah. Pertama, menunjukkan pembagian PDRB menurut berbagai
pendapatan seperti balas jasa tenaga kerja, keuntungan serta balas jasa barang
modal lainnya, dan pajak produksi setalah dikurangi subsidi. Kedua, membantu
menjelaskan perbedaan antara PDRB dengan pendapatan yang dapat digunakan.
PDRB mencakup:
1. Semua barang dan jasa yang penghasilannya mendapatkan kompensasi.
2. Produksi yang ilegal dan tersembunyi.
3. Produksi barang untuk dikonsumsi sendiri.
4. Jasa yang dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga nirlaba.
5. Jasa sewa rumah yang dihuni oleh unit rumah tangga sendiri.
6. Jasa rumah tangga dan perseorangan untuk konsumsi sendiri oleh pekerja
rumah tangga yang dibayar.
PDRB tidak mencakup:
1. Produksi jasa perseorangan dan rumah tangga untuk digunakan sendiri yang
dihasilkan oleh anggota rumah tangga yang tidak dibayar.
2. Aktivitas sosial, budaya serta sukarela dari lembaga nirlaba atau pemerintah
yang tidak dibayar.
3. Dekorasi, perbaikan besar dan kecil barang tahan lama dan rumah yang
dilakukan sendiri oleh rumah tangga.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-18
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
2.1.3.5 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional
Beberapa manfaat statistik pendapatan untuk level regional adalah:
1. PDRB nominal (harga berlaku) menunjukkan kemampuan sumber daya
ekonomi suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB menunjukkan semakin
besar kekuatan ekonomi wilayah tersebut;
2. Distribusi PDRB nominal (harga berlaku) menurut sektor menunjukkan
struktur perekonomian dan menunjukkan peranan masing-masing sektor
dalam perekonomian suatu wilayah. Semakin besar peranan suatu sektor
menunjukkan basis perekonomian dalam wilayah tersebut;
3. PDRB riil (harga konstan) dapat digunakan untuk menunjukkan laju
pertumbuhan ekonomi atau sektor ekonomi dari periode ke periode;
4. PDRB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan penggunaan produk
barang dan jasa menurut konsumsi, investasi, dan perdagangan luar wilayah;
5. Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjukkan besarnya peranan
kelembagaan dalam menggunakan hasil produksi barang dan jasa.
PDRB penggunaan atas harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan
konsumsi, investasi dan perdagangan regional.
2.1.4 Profil Sosial dan Budaya
Upaya penanggulangan kemiskinan difokuskan pada: Pertama,
perluasan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan,
infrastruktur dasar dan kesempatan memperoleh pekerjaan dan berusaha.
Kedua, upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang bersifat
pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat miskin menjadi penting
karena akan menempatkan mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek
berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan posisi tawar
masyarakat miskin, diperlukan berbagai upaya pemberdayaan agar masyarakat
miskin lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selain itu diperlukan upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin dapat
berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan terhadap
masyarakat miskin dari beban (liabilities) menjadi potensi (assets). Berbagai
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-19
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
proses pemenuhan kebutuhan dasar dan pemberdayaan tersebut di atas perlu
didukung oleh perbaikan sistem bantuan dan jaminan sosial serta kebijakan
ekonomi yang pro-poor termasuk tata kelola pemerintahan yang baik.
Beberapa masalah pokok yang dihadapi oleh masyarakat miskin antara
lain sebagai berikut: Pertama, rendahnya kemampuan daya beli dan kesadaran
masyarakat akan pangan dengan gizi yang layak yang merupakan persoalan
utama bagi masyarakat miskin. Kedua, terbatasnya akses atas kebutuhan dasar
terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Selama ini kelompok
masyarakat miskin dihadapkan pada masalah tingginya biaya pendidikan, oleh
karena itu telah menyebabkan tingginya angka putus sekolah. Hal ini masih
terjadi terutama pada jenjang pendidikan menengah, karena alasan anak harus
membantu orang tua mencari nafkah. Kelompok masyarakat miskin juga
dihadapkan pada mahalnya biaya pengobatan dan perawatan, jauhnya tempat
pelayanan kesehatan, dan rendahnya jaminan kesehatan. Ketiga, masih
minimnya penanganan dibidang kesejahteraan sosial, baik ditingkat perorangan,
keluarga maupun kelompok masyarakat.
Perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, khususnya fakir miskin dan
PMKS, diperlukan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar secara
mandiri dan dapat mengakses sistem pelayanan sosial dasar, penyandang cacat,
anak terlantar, anak korban penyalahgunaan NAPZA, gelandangan dan wanita
rawan sosial ekonomi. Kelima, belum adanya rasa aman terhadap masyarakat
yang tertimpa bencana, serta terjaminnya ketersediaan bantuan dan relokasi
korban dalam situasi darurat sehingga dapat mengurangi penderitaan
masyarakat yang terkena bencana.
Fenomena ini merupakan realitas yang harus mendapat perhatian serius
dalam program pembangunan tahun 2013-2017. Pembangunan diselenggarakan
secara holistik yang memiliki keterkaitan (linkages) dengan kegiatan sektoral
melalui pendekatan multiplayer effect dengan membuat skala prioritas dari
kegiatan yang dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi kemasyarakatan.
Penduduk miskin yang umumnya berpendidikan rendah harus bekerja apa saja
untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan lemahnya
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-20
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
posisi tawar masyarakat dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang
merugikan disamping itu juga harus menerima pekerjaan dengan imbalan yang
sangat rendah, tanpa sistem kontrak atau tidak adanya kepastian perlindungan
hukum terhadap pekerja informal tersebut.
Kantong-kantong kemiskinan pada umumnya terdapat pada zona pesisir
dan desa-desa terpencil dengan sumber mata pencaharian sebagai nelayan dan
petani tradisional dengan upah dan pendapatan yang relatif kecil. Oleh karena
itu perlu paradigma baru dalam memanfaatkan sumberdaya lokal sebagai
potensi yang dapat dikembangkan dalam proses percepatan pembangunan serta
mengurangi ketimpangan pembangunan. Potensi tersebut adalah pemanfaatan
pengembangan kawasan-kawasan secara optimal sebagai pusat-pusat
pertumbuhan (growth center) melalui pembentukan pengelompokan pemukiman
baru sebagai daerah pertumbuhan ekonomi dan pengembangan perluasan
kesempatan berusaha.
2.1.4.1 Penduduk Miskin
Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang,
laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Kemiskinan itu sendiri dapat didefinisikan di antaranya, kemiskinan absolut
adalah situasi di mana penduduk tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan
pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif
adalah situasi ataupun kondisi dimana penduduk miskin terjadi karena
pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh
lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan,
dan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan
disebabkan dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak
menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan tetapi (lebih
lanjut dari itu) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. (Suyanto,
1995:59).
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-21
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang pelik dan
multidimensional. Ianya merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan
dan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Setiap upaya
penanggulangan masalah kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan
sampai ke akar masalah, tak ada jalan pintas untuk menanggulangi masalah
kemiskinan ini.
Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan,
pemerintah sangat memerlukan data jumlah penduduk terutama jumlah rumah
tangga miskin yang akan digunakan sebagai tolok ukur penyusunan kebijakan
sampai pada tingkat yang paling kecil. Dengan berpedoman pada data jumlah
penduduk miskin, pemerintah akan berusaha mengatasi dan mengurangi
ketertinggalan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya.
Dalam rangka mengurangi angka kemiskinan di Kota Lhokseumawe
Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) 2007-2012 telah menetapkan tujuh Misi
Pembangunan Jangka Menengah, salah satunya adalah mendorong
pengembangan sektor-sektor ekonomi kerakyatan meliputi perdagangan, jasa,
dan industri guna memperluas kesempatan kerja dan peningkatan daya beli
masyarakat. Untuk mencapai misi tersebut kebijakan umum yang ditempuh di
antaranya yaitu dengan meningkatkan kemandirian petani dalam berusaha dan
peningkatan kapasitas kelembagaan petani, serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat dalam rangka mengurangi angka kemiskinan.
Di Kota Lhokseumawe jumlah penduduk miskin pada tahun 2009
berjumlah 22.530 jiwa, terjadi penurunan sebesar 3,3% bila dibandingkan pada
tahun 2010 berjumlah 21.770 jiwa. Sedangkan persentase jumlah penduduk
miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009
sebesar 14,00 % dan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total
penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 sebesar 12,00 %, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut:
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-22
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Miskin Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010
No Tahun Jumlah PendudukJumlah Penduduk
Miskin (jiwa)Persentase
(%)
1 2009 159,238 22,530 14,00 %
2 2010 171,163 21,770 12,00 %
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
2.1.4.2 Jumlah Tenaga kerja
Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam
kehidupan manusia, karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Oleh
karenanya, setiap upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan
kesempatan kerja dan lapangan usaha, dengan harapan penduduk dapat
memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Tenaga kerja di Kota
Lhokseumawe pada tahun 2009 berjumlah 53.808 jiwa mengalami kenaikan
sebesar 8.7% dibandingkan tenaga kerja tahun 2010 yang berjumlah 58.478 jiwa.
Namun bila dilihat dari persentase jumlah tenaga kerja terhadap total jumlah
penduduk pada tahun 2009 sebesar 33,8% dan persentase jumlah tenaga kerja
terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 34,0 %. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut:
Tabel 2.8 Jumlah Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010
No Tahun Jumlah PendudukJumlah Tenaga
Kerja (jiwa)Persentase
(%)
1 2009 159,238 53,808 33.8%
2 2010 171,163 58,478 34,0%
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-23
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
2.1.4.3 Jumlah Pengangguran
Masalah pengangguran umumnya lebih banyak dicirikan oleh daerah
perkotaan sebagai efek dari industrialisasi. Pengangguran terjadi sebagai akibat
dari tidak sempurnanya pasar tenaga kerja, atau tidak mampunya pasar tenaga
kerja dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Akibatnya timbul sejumlah
pekerja yang tidak diperdayakan dalam kegiatan perekonomian. Ini merupakan
akibat tidak langsung dari penawaran (supply) tenaga kerja di pasar tenaga kerja
melebihi permintaan (demand) untuk mengisi kesempatan kerja yang tercipta.
Di Kota Lhokseumawe tingkat pengangguran pada tahun 2009 berjumlah
8.228 jiwa mengalami penurunan sebesar 4.6% dibandingkan tahun 2010 yaitu
berjumlah 7.848 jiwa. Sedangkan persentase jumlah pengangguran terhadap
jumlah penduduk Kota Lhokseumawe terhadap jumlah total penduduk Kota
Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 5,2% dan pada tahun 2010 persentase
jumlah pengangguran terhadap jumlah total penduduk sebesar 4,0 %. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut:
Tabel 2.9 Jumlah Pengangguran Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010
No Tahun Jumlah Penduduk
Jumlah Pengangguran
(jiwa)
Persentase (%)
1 2009 159.238 8.228 5,2%
2 2010 171.163 7.848 4,0 %
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
2.2. Kondisi Prasaran Bidang PU/Cipta Karya
2.2.1 Sub Bidang Air Minum
Sistem penyediaan air minum di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten
Aceh Utara dikelola oleh operator yang sama yaitu PDAM Tirta Mon Pase
dengan sistem IPA lengkap. Pada sistem IPA lengkap terdapat sumber air baku,
sistem transmisi, pengolahan lengkap, dan distribusi yang sebagian besar sudah
dibuat dengan system zona pada pelayanannya. Sumber air baku yang
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-24
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
digunakan berasal dari air permukaan yaitu sungai Krueng Pase dengan
kapasitas debit 100 lt/detik, Kreung Mane kapasitas debit 200-300 lt/detik, dan
Krueng Keureutau kapasitas debit 100-300 lt/detik.
Total produksi air minum yang dikelola PDAM Tirta Mon Pase pada saat
ini adalah sebesar 305 lt/detik yang berasal dari 8 IPA dan 1 sumur bor yang
masih beroperasi.
IPA Krueng Pase dengan konstruksi beton yang dibangun tahun 2003
memiliki kapasitas terpasang 100 lt/detik dan total produksi 95 lt/detik yang
beroperasi selama 18 jam sehari. Pendistribusian dari IPA Krueng Pase melayani
kota Lhokseumawe. Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2010 sekitar
171.163 jiwa, sedangkan jumlah pelanggan PDAM Tirta Mon Pase untuk tahun
2010 sejumlah 6.746 pelanggan. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di
Kota Lhokseumawe dan jumlah penduduk yang mengakses air bersih pada
PDAM, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air bersih yang
didistribusikan ke Kota Lhokseumawe sangat kecil, belum lagi tingginya angka
kebocoran air seluruhnya diperkirakan mencapai 45 %.
Selain IPA Krueng Pase, PDAM Tirta Mon Pase juga menyediakan air
bersih di Kota Lhokseumawe dengan sumur bor di Simpang Keramat dengan
kapasitas terpasang 65 lt/detik dan total produksi 30 lt/detik yang beroperasi
selama 22 jam sehari.
Air permukaan (sungai) dapat dimanfaatkan sebagai air baku melalui
pengolahan. Mengenai jenis dan tingkat pengolahannya dibutuhkan masih
diperlukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu sumber air tanah yang berasal
dari air tanah umum terdapat secara merata di seluruh penjuru kota. Namun
perlu diingat bahwa air tanah ini kurang baik dijadikan sebagai sumber air baku,
karena sebagian sumbersumber air tanah yang ada telah terintrusi air laut dan
berwarna kekuningkuningan.
Berdasarkan standar air bersih dan target kebutuhan tersebut dapat
diketahui rencana kebutuhan air bersih di Kota Lhokseumawe tahun 2011 yaitu
sebesar 46.067.550 liter/hari atau 460,68 liter/detik, dengan jumlah sambungan
sebanyak 49.139 sambungan. Pelayanan sambungan ini terdiri dari kebutuhan
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-25
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
domestik dan non domestik yang meliputi kebutuahan untuk rumah tangga,
kebutuhan sosial, kebutuahan komersial, institusi dan lain-lain.
Sementara itu kebutuhan untuk saluran umum (kran umum) 10 % dari
kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 46,07 liter/detik, kebutuhan fasilitas
(perkantoran, komersial, umum dan sosial) sebesar 20 % dari kebutuhan rumah
tangga yaitu sebasar 92,14 liter/detik, dan kebutuhan industri 20 % dari
kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 92,14 liter/detik. Tingkat kebocoran
keseluruhannya diasumsikan sekitar 20% dari total pemakai yakni 20 % x (460,68
+ 46,07 + 92,14 + 92,14 liter/detik) dengan jumlah 138,21 liter/detik. Total
kebutuhan air bersih keseluruhannya adalah 829,24 lt/dt. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut ini.
Table 2.10 Jumlah Pelanggan PDAM Tirta Mon Pase
di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
No Kategori Pelanggan Jumlah Pelanggan
1 Rumah Tangga 6.1572 Badan Sosial/Rumah Sakit 363 Fasilitas Umum 94 Toko, Industri dan Perusahaan 4685 Instansi Pemerintah 76
JUMLAH 6.746
Sumber: Lhokseumawe Dalam Angka, 2010
Sementara banyaknya air minum yang disalurkan ke pelanggan setiap
bulan di Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-26
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Table 2.11 Banyaknya Air Minum yang Disalurkan ke Pelanggan Setiap Bulan
di Kota Lhokseumawe 2010
No Bulan Operasi Air Minum yang Disalurkan (M3)
1 Januari 135.8922 Februari 118.9883 Maret 104.9524 April 128.9945 Mei 124.2726 Juni 132.9947 Juli 129.3768 Agustus 131.7499 September 126.335
10 Oktober 140.54411 November 78.19512 Desember 146.210
JUMLAH 1.498.501
Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka, 2010
Untuk mengantisipasi perkembangan penduduk dimasa yang akan
datang, perlu ditingkatakan ruang lingkup atau jangkauan pelayanannya yaitu
berupa penambahan langganan dan jaringan di wilayah yang belum terjangkau
oleh sistem distribusi.
Rencana program sistem penyediaan air bersih Kota Lhokseumawe
diuraikan sebagai berikut:
a. Pengoperasian dan pengoptimalan kapasitas instalasi pengolahan air bersih,
guna didistribusikan ke wilayah perkotaan dengan target awal 40%
penduduk dilayani.
b. Pembangunan reservoir distribusi.
c. Pengadaan dan pemasangan jaringan pipa distribusi.
d. Pendistribusian pelayanan berupa sambungan rumah maupun kran umum.
e. Pembuatan sarana kran umum bagi kawasan pemukiman yang padat dan
berpenghasilan rendah.
f. Peyuluhan pada masyarakat, mengenai arti pentingnya air bersih berkaitan
dengan sistem yang mungkin diterapkan.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-27
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
g. Penelitian lebih lanjut tentang keberadaan sumber-sumber air potensial bagi
air baku.
h. Peningkatan pelayanan ke penduduk hingga melebihi 80%, dengan
menekan angka bocoran sampai dibawah 20%.
i. Perlindungan secara ketat daerah resapan air bagi kelestarian kontinuitas air
tanah.
Sementara mulai tahun 2011 Kota Lhokseumawe telah memiliki PDAM
sendiri yang bernama Ie Beusare Rata, namun sampai saat ini belum lagi
beroperasi, karena masih dalam tahap pembicaraan atau negosiasi mengenai
asset dengan PDAM Tirta Mon Pase Kabupaten Aceh Utara.
2.2.2 Sub Bidang Sampah
Sampah yang dihasilkan di Kota Lhokseumawe terdiri dari sampah yang
berasal dari domestik dan non domestik. Sampah yang berasal dari domestik
ditampung ditempat penampungan sementara yang berupa bak-bak sampah
yang selanjutunya diangkut oleh truk sampah (dump truck) menuju ke tempat
pembuangan akhir yang berada di Alue Lim dengan sistem open dumping.
Dengan standar besaran jumlah sampah yang ditimbulkan oleh rumah tangga
(domestik) sebesar 1,5 liter/hari, maka dapat diperoleh jumlah produksi sampah
domestik Kota Lhokseumawe hingga akhir tahun 2026 yaitu sebesar 345.172
liter/hari. Jumlah sampah non-domestik adalah 40% dari sampah domestik,
yaitu sebesar 138.070 liter/hari. Total produksi sampah ini keluruhannya adalah
sebesar 483.242 liter/hari.
Saat ini sarana persampahan yang terdapat di Kota Lhokseumawe masih
jauh dari cukup untuk melayani produksi sampah Kota Lhokseumawe. Kondisi
pelayanan sarana persampahan yang ada hampir sepenuhnya digunakan untuk
melayani produksi sampah di kawasan pusat kota saja. Untuk lebih jelasnya
mengenai sarana persampahan dapat dilihat pada tabel 2.12 berikut:
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-28
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel 2.12 Sarana dan Prasarana Sampah di Kota Lhokseumawe
No Kecamatan Sarana dan Prasarana Vol / Unit
Jumlah TPS/Drum 2.250Jumlah TPS/Bak 29Jumlah TPS/Gerobak Sampah 8Jumlah TPS/Container 13Mobil Kijang Pick Up 5Truck 8Jumlah TPS/Drum 950Jumlah TPS/Bak 11Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2Jumlah TPS/Container 1Truck 3Jumlah TPS/Drum 250Jumlah TPS/Bak 5Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2Jumlah TPS/Container 1Truck 3Jumlah TPS/Drum 250Jumlah TPS/Bak 4Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2Jumlah TPS/Container 1Truck 3
Sumber : BLHK Kota Lhokseumawe, 2010
Blang Mangat
2
3
4
Banda Sakti1
Muara Satu
Muara Dua
Selanjutnya berbagai sarana lainnya dalam persampahan dapat dilihat
pada tabel 2.13 berikut ini.
Tabel 2.13 Sarana Lainnya Dalam Persampahan
No Sarana dan Prasarana Ket1 Tempat Pengolahan Akhir
- Lokasi Desa Alue Lim- Sistem yang digunakan Open dumping- Jarak Dari Kota, Luas dan Status TPA Jarak 20 Km dari Pusat
Kota, Luas 8 ha, dan Status Milik Pemerintah Kota Lhokseumawe yang dikelola oleh BLHK Kota Lhokseumawe
- Volume sampah yang masuk ke TPA 202 m3/hari
- Alat Berat 2 Unit (Beco dan Buldozer) Dalam Kondisi Baik2 Fasilitas Pendukung
- Ketersediaan instalasi pengolahan air lindi (leachate) 1 Unit
- Sumur Pantau 3 UnitSumber : BLHK Kota Lhokseumawe, 2010
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-29
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Permasalahan dibidang sampah antara lain adalah minimnya sistem
perencanaan persampahan termasuk database persampahan. Database ini
tentunya sangat berguna bagi pemerintah dalam upaya melakukan forecasting
terhadap permasalahan sampah. Kemudian sarana dan prasarana sampah
belum mampu menjawab kebutuhan akan pelayanan persampahan yang baik.
Lokasi TPA misalnya, bila masih menggunakan model pengelolaan sampah
hanya dengan menggunakan metode open dumping saja, maka dalam waktu yang
tidak begitu lama, pemerintah harus mencari lokasi baru atau melakukan
perluasan lokasi TPA. Artinya life time penggoperasian TPA tidak begitu lama.
Permasalahan selanjutnya terdapat beberapa wilayah di Kota Lhokseumawe
yang belum terjangkau oleh layanan persampahan. Keterbatasan kemampuan
pemerintah dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada semua
anggota masyarakat membuat masalah persampahan menjadi tidak tuntas
ditangani. Artinya pelayanan ini masih bersifat parsial. Kemudian permasalahan
juga dikarenakan masih terbatas pada pemanfaatan sampah yang masih dapat
dijual kembali bukan secara langsung mendaur ulang sampah tersebut.
Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan kegiatan persampahan
umumnya.
2.2.3 Sub Bidang Air Limbah
Pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan di
perkotaan dan perdesaan Kota Lhokseumawe belum begitu mendapatkan
perhatian dan prioritas. Penanganan masalah limbah masih terbatas pada tahap
konsep penanganan dan belum diwujudkan ke dalam pembangunan fisik. Selain
itu, pengelolaan limbah manusia secara sistematik belum dilakukan. Penanganan
limbah pada tingkat rumah tangga dilayani melalui jamban dengan tangki
septik, sedangkan masyarakat yang tidak memiliki jamban menggunakan tempat
pembuangan limbah tradisionil seperti sungai, saluran drainase kota, dan lain-
lain.
Perkembangan jumlah penduduk berakibat meningkatnya kebutuhan
permukiman baru sehingga mendorong adanya penciptaan permukiman-
permukiman baru maupun bertambah padatnya permukiman yang sudah ada.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-30
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Hal yang tidak bisa dihindari adanya peningkatan jumlah limbah cair yang
dihasilkan pada lingkungan permukiman tersebut. Limbah cair rumah tangga
pada permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan
berpengaruh terhadap kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air
badan air dan air tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun
penurunan tingkat estetika suatu wilayah.
Ketika jumlah penduduk masih sedikit, maka daya dukung lingkungan
masih mampu melalukan pembersihan sendiri (self purification), namun dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan debit limbah cair yang
dihasilkan maka diperlukan metode pengelolaan sehingga yang terbuang pada
lingkungan diharapkan sudah memenuhi syarat.
Instansi Pemerintah Kota Lhokseumawe yang menangani masalah
Limbah Cair adalah, Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Kota
Lhokseumawe dan Dinas Pekerjaan Umum. Sesuai dengan hasil survei
kesehatan lingkungan maka di wilayah Kota Lhokseumawe dapat kita ketahui
bahwa ada 31.415 jamban dengan berbagai jenis jamban dan juga terdapat 26.377
unit SPAL. Secara umum semua fasilitas jamban dan SPAL dibangun secara
swadaya oleh masyarakat sendiri.
Pemerintah Kota telah melakukan pengadaan sarana dan prasarana yang
berhubungan dengan pengelolaan limbah ini. Dari data Badan Kebersihan dan
Lingkungan Hidup bahwa Kota Lhokseumawe telah memiliki Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) sebanyak 1 unit. Pemerintah pun telah
memiliki 2 unit mobil penyedot dan pengangkut tinja. Volume lumpur tinja yang
dibuang ke ILPT ini berkisar 8 m3/hari.
Masyarakat mempunyai perannya masing-masing sesuai dengan tingkat
kesadaran akan kesehatan lingkungan dan kemampuan finansialnya masing-
masing. Masyarakat yang telah mampu, umumnya telah memiliki fasilitas
penanganan limbah cair dengan baik. Namun masyarakat yang belum memiliki
kemampuan finansial, penyediaan sarana ini menjadi sulit bagi mereka.
Sehingga dapat kita katakan dengan kondisi masyarakat dengan berbagai latar
belakang yang dimilikinya, penanganan limbah ini belum maksimal. Hal ini
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-31
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
terlihat dari data kesehatan lingkungan bahwa 36.119 rumah yang disurvei,
hanya 14.201 rumah yang memiliki SPAL. Bahkan dari total 14.201 SPAL
tersebut, 53,84 % SPAL berada dalam kondisi memadai, sedangkan sisanya
sebesar 46,16 % berada dalam kondisi tidak memadai.
Untuk penangganan air limbah ini ada beberapa permasalahan yang
dijumpai, diantaranya adalah masih ada pandangan dari masyarakat yang
beranggapan bahwa pengelolaan limbah ini tidak begitu mendesak atau tidak
menjadi fokus utama bagi mereka. Masyarakat masih menggunakan cara yang
tidak sehat yaitu dengan memanfaatkan badan sungai atau saluran drainase
untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana pengelolaan limbah cair ini.
Kemudian untuk wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi dan juga ketersediaan lahan yang tidak begitu luas bagi penyediaan SPAL,
tentunya sistem SPAL berskala rumah tangga lebih sulit diterapkan karena
keterbatasan lahan yang dimiliki.
Target pengelolaan air limbah diarahkan melalui upaya-upaya intensif
baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun peningkatan kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya kondisi sanitasi lingkungan yang baik, dalam
hal ini perlu dilanjutkan terus dengan memperhatikan kegiatan penyuluhan
secara intensif serta menggunakan cara yang sesuai dengan lingkungan
setempat. Untuk lebih jelasnya tentang Rencana Pelayanan Air limbah di Kota
Lhokseumawe dapat di lihat pada tabel 2.15 berikut :
Tabel 2.14 Rencana Pelayanan Air Limbah Kota Lhokseumawe
Target Pelayanan Air Limbah (m3) No Kecamatan
2012 2017 2022 2027 1 Blang Mangat 14.958 15.528 16.119 16.732
2 Banda Sakti 59.254 61.509 63.851 66.281
3 Muara Dua 30.270 31.423 32.619 33.860
4 Muara Satu 26.916 27.941 29.004 30.108
TOTAL 131.398 136.401 141.593 146.981
Sumber: Hasil Analisis (RPIJM Kota Lhokseumawe 2009-2013)
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-32
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
2.2.4 Sub Bidang Drainase
Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan
air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara
optimal.
Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain),
saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran
induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang
sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti gorong-gorong, jembatan air
(aquaduct), pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa.
Dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan
peningkatan taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan
drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan.
Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah
mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat,
kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial.
Pembangunan rencana sistem drainase saat ini antara lain belum
memadainya jaringan drainase baik dalam jumlah maupun kapasitas. Sistem
drainase eksisting baru mencakup sebagian kecil dari daerah pelayanan dan
sebagian besar berada di daerah pusat-pusat kegiatan saja. Dapat dikatakan
banyak terdapat fungsi saluran drainase yang masih digunakan bersama-sama
dengan sistem penyaluran air limbah baik domestik maupun industri (sistem
tercampur) sehingga terjadi penurunan kapasitas aliran pada saat musim hujan.
Rencana pengembangan prasarana drainase disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kawasan terbangun dan prasarana jalannya serta terintegrasi
dengan pengendalian banjir dan program perbaikan jalan.
Perencanaan sistem drainase di Kota Lhokseumawe meliputi pembuatan
sistem saluran primer, sekunder, dan tersier (kawasan permukiman), rehabilitasi
saluran yang kondisinya buruk, pemasangan pompa dan pemasangan pintu-
pintu air. Saluran drainase primer mengikuti jalan utama (arteri primer, arteri
sekunder dan kolektor primer), sedangkan saluran drainase sekunder mengikuti
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-33
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
jalan kolektor sekunder dan jalan lokal, sementara saluran drainase tersier
mengikuti jalan lingkungan permukiman penduduk.
Sementara itu, untuk kondisi drainase di Kota Lhokseumawe saat ini
khususnya di Kecamatan Banda Sakti yang merupakan pusat perkantoran dan
perdagangan hampir semua drainase rampung dikerjakan pada tahun 2011.
2.2.5 Sub Bidang Tata Bangunan Lingkungan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan
untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau
melestarikan bangunan dan lingkungan/kawasan tertentu sesuai dengan prinsip
pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara
optimal, yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,
serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung
dan lingkungan.
Lahan terbangun di Kota Lhokseumawe untuk permukiman seluas
10.877 ha, perdagangan dan jasa 49,36 ha, industri besar 923,76 ha, pendidikan
0,60 ha dan perkantoran 14,35 ha.
Bangunan di Kota Lhokseumawe meliputi permukiman dan perumahan,
sarana kesehatan, pendidikan umum, pendidikan agama, dan peribadatan.
Untuk sarana kesehatan yang tersedia di Kota Lhokseumawe terdiri dari 5
Puskesmas, 12 Puskesmas Pembantu, 32 Polindes, 85 praktik dokter, 9 praktik
dokter gigi dan 77 toko obat. Sarana pendidikan umum yang ada di Kota
Lhokseumawe sampai dengan tahun 2007, terdiri dari Taman Kanak-kanak 25
unit (swasta 24 unit), Sekolah Dasar sebanyak 59 unit, SLTP 15 unit serta
SMU/SMK sebanyak 13 unit, Akademi/Perguruan Tinggi 10 unit. Sarana
pendidikan agama yang ada 8 unit Madrasah Ibtidaiyah (5 negeri dan 3 swasta),
6 unit Madrasah Aliyah (1 negeri dan 5 swasta). Di Kota Lhokseumawe memiliki
26 unit Pondok Pasantren dan 189 unit Balai Pengajian. Sarana peribadatan yang
dimiliki Kota Lhokseumawe adalah 180 unit, yang terdiri 42 unit mesjid, 70 unit
meunasah, 70 unit mushalla, 2 unit gereja dan 1 unit vihara. Secara umum
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-34
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
kondisi bangunan fasilitas umum Kota Lhokseumawe dalam keadaan baik dan
terawat.
Kawasan permukiman di Kota Lhokseumawe tersebar diseluruh
kecamatan dengan persebaran kepadatan penduduk berbeda-beda untuk setiap
kecamatan. Tingkat kepadatan persebaran dan persebaran rumah tangga
penduduk mempengaruhi tingkat kepadatan permukiman penduduk.
Berdasarkan jumlah penduduk Kota Lhokseumawe termasuk dalam klasifikasi
kawasan perkotaan sedang dengan jumlah penduduk tahun 2010 adalah 171.163
jiwa. Pengembangan perumahan diarahkan ke pinggiran kota yaitu wilayah-
wilayah yang masih memiliki banyak lahan kosong dan merupakan lahan tidak
produktif. Di pusat kota tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan
kawasan perumahan dikarenakan sudah terbatasnya lahan karena memiliki
kepadatan penduduk tinggi dan permukiman padat serta daerah pusat kota
sudah banyak digunakan untuk untuk pembangunan fasilitas pelayanan umum
dan pusat pemerintahan Kota Lhokseumawe.
Untuk menjaga kelestarian lingkungan di Kota Lhokseumawe adanya
kawasan perlindungan setempat yang kebanyakan berupa kawasan penyangga
dalam bentuk sempadan pantai seluas 24,90 ha. Selain sempadan pantai juga
terdapat sempadan sungai dengan luas 109,79 ha dan kawasan sekitar
danau/waduk dengan luas 26,59 ha.
2.2.6 Sub Bidang Pengembangan Permukiman
Luas wilayah Lhokseumawe 18.106 ha telah dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan atau kebutuhan oleh 171,163 jiwa penduduk. Dilihat dari tata
guna pemanfaatan lahan (wilayah) yang ada, peruntukan untuk kebutuhan
pemukiman sangat menonjol, yaitu sekitar 10.887 ha atau sekitar 60,12 % dari
luas wilayah seluruhnya, berarti terjadi peningkatan dari tahun 2004 dimana
lahan yang digunakan untuk pemukiman hanya 8.491 Ha (47 %). Untuk lebih
jelasnya tentang luas wilayah dan tingkat kepadatan penduduk menurut
Kecamatan di Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada tabel 2.16 berikut.
-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-35
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel 2.15 Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk
menurut Kecamatan Kota Lhokseumawe
No. Kecamatan Penduduk Luas Wilayah (Km2) Kepadatan
1.
2.
3.
4.
Banda Sakti
Muara Satu
Muara Dua
Blang Mangat
73.543
31.723
44.209
21.689
11,24
55,90
57,80
56,12
6543
567
765
386
Jumlah 171,163 181,08 945
Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka, Tahun 2010
Dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi untuk
pemukiman menimbulkan permasalahan menjadi begitu kompleks.
Permasalahan yang timbul antara lain adalah, persampahan, genangan banjir,
kurangnya luasan ruang terbuka hijau, termasuk penanganan masalah
kebakaran, telah mencuat sebagai hal yang sangat memerlukan penanganan
yang sungguh-sungguh. Lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan tata
ruang Kota Lhokseumawe, telah menciptakan wajah kota yang semakin
semberaut. Perlu adanya peningkatan kinerja dari Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah (BKPRD) sehingga terjadinya sinkronisasi terhadap pelaksanaaan
dan pengawasan pelaksanaan tata ruang yang ada.
Catatan terakhir di empat Kecamatan menunjukkan 2.390 unit rumah
warga mengalami kerusakan, dimana sekitar 603 unit rumah yang rusak total
dan 380 unit yang rusak berat, disamping rumah yang rusak ringan sebanyak
1.409 unit.
Kewenangan pemukiman dan perumahan diarahkan kepada
peningkatan sarana air bersih, penataan kawasan pemukiman yang indah dan
nyaman, perkembangan perumahan bagi keluarga yang kurang mampu dan
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap keserasian pemukiman.
-
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Bappeda Kota Lhokseumawe
http://www.bappedalhokseumawe.web.idarieTypewritten textBAB III -
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-1
RPIJMPKD
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
RENCANA PEMBANGUNAN KOTA
3.1. Strategi Pengembangan Kota Lhokseumawe
3.1.1 Fungsi dan Peran Kota Lhokseumawe Berdasarkan Rencana Penataan
Tata Ruang (RTRW)
Sistem Perkotaan
Struktur Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe dibentuk oleh:
Sistem perkotaan, yang terdiri dari pusat kota dan sub-sub pusat dengan
fungsinya masing-masing dalam lingkup pengembangan wilayah.
Sistem jaringan prasarana wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan
spasial antar kota-kota yang akan dikembangkan.
Pengembangan sistem perkotaan di Kota Lhokseumawe didasarkan pada
kriteria:
Meningkatkan pemerataan kawasan terbangun di wilayah Kota
Lhokseumawe;
Pengurangan beban pusat kota dengan mendistribusikan fungsi kegiatan di
Kecamatan Banda Sakti ke wilayah lainnya;
Meningkatkan akses antar wilayah dengan penyediaan sarana dan prasarana
transportasi;
Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor, terutama sektor
ekonomi dalam rangka merubah orientasi sektor basis dari industri