rhinitis vasomotor
DESCRIPTION
Tipe Rhinitis, THT-KLTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rhinitis didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang melibatkan
mukosa hidung. Gejala-gejala rhinitis meliputi sumbatan pada hidung,
hiperirratabilitas dan hipersekresi.1 Rhinitis bisa disebabkan oleh bermacam-
macam kondisi yang berbeda-beda alergi maupun non-alergi. Insidensi rhinitis
terlihat meningkat di kawasan eropa tepatnya setelah revolusi industri. Satu dari
lima orang Amerika diperkirakan menderita rhinitis.1,2
Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan
merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi
hidung dan rinorea. Etiologi dari rhinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari
terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung yang
menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Menejemen pengelolaan
pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari penyebab,
psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi sampai saat ini
belum memberikan hasil yang optimal. 1,3
Dalam praktek sehari - hari, seringkali muncul salah anggapan bahwa
penyebab rhinitis adalah alergi. Akibatnya tipe rhinitis yang lain (non alergik
rhinitis/rhinitis vasomotor dan mixed rhinitis) sering kali tidak terdiagnosa. Hal
ini perlu menjadi perhatian karena diagnosis yang tidak tepat menyebabkan
pengobatan tidak memuaskan.2
Adanya kemiripan gejala antara rhinitis vasomotor dan rhinitis alergika
menyebabkan dokter umum sebagai primary care sering tidak tepat dalam
menegakkan diagnosa. Pada rhinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes
yang (+) dan tes allergen yang (+). Sedangkan yang alergik murni mempunyai
skin tes yang (+) dan allergen yang jelas. 1,3,5
Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun,
sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan
1
terbanyak diderita oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih
58 juta penduduk amerika menderita rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-
alergika dan 26 juta menderita rinitis tipe campuran. 1,4
Dengan demikian diharapkan dokter menjadi lebih teliti dalam melakukan
anamnesa dan mempertimbangkan apakah rinitis pada pasien adalah benar – benar
sebagai rinitis alergika, rinitis vasomotor atau rinitis tipe campuran. Sehingga
pengobatan yang digunakan memberikan hasil yang optimal.1,4,6
Tabel 1. Tipe-Tipe Rhinitis
Rhinitis Alergi
Rhinitis infeksiRhinitis Non-alergi dan
Non-infeksiRhinitis lainnya
Seasonal
Perenial
Viral
Rhinosinusitis
bakterial
Sindrom eosinofilia
NARES
Nasal polyposis
Sindrom non-eosinofilia
Rhinitis vasomotor
Rhinitis medicamentosa
Rhinitis akibat kerja
Rhinitis saat kehamilan
Hipothiroidisme
Obat-obatan (Cth: Pil
pengontrol kelahiran)
Rhinitis
granulomatosa
Rhinitis atrofik
Rhinitis
gustatoria
Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik
lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas
parasimpatis.1 Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang
ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada
mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.2 Kelainan ini merupakan
keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan
vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific
allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.1,3,5 Rhinitis
vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk
2
dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus
yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang.1,6 Etiologi yang pasti
belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi
vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan
vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer,
seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan
jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak
dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.1,3,4
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan
THT serta beberapa pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan jenis
rinitis lainnya.2,3 Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat
ringannya gejala dan dapat dibagi atas tindakan konservatif dan operatif.6,7
1.2. Anatomi dan Fisiologi Hidung
Aliran udara melalui hidung lebih efisien dalam hal pertukaran gas dan
memerlukan lebih sedikit energi daripada pernapasan mulut. Hidung berperan
sebagai saluran awal jalan nafas. Oleh karenanya, hidung mempunyai fungsi
penting dalam menghangatkan, melembabkan dan membersihkan udara yang kita
hirup. Siklus nasal terdiri dari modulasi simpatis dan parasimpatis yang simultan
dan menyesuaikan dengan keadaan hidung. Siklus nasal dapat merubah aliran
udara di satu lubang hidung hingga 80% saat mempertahankan total aliran
udara.1,2
Gambar 1. Concha Nasalis
3
Gambar 2. Mukosa Hidung
Dari anterior ke posterior, elemen-elemen struktural yang berbeda pada
hidung bekerja sama dalam mencapai fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas.
Vestibulum nasal dilapisi oleh rambut-rambut halus yang menyaring partikel-
partikel besar ketika mereka memasuki hidung. Vestibulum yang kemudian
bersambung dengan bagian katup nasal, dimana mukosa nasal terdiri dari epitel
bersilia, pseudostratificatum, dan kolumnar. Tipe epitel seperti ini menembus ke
dalam kavitas sinonasal. Hal ini penting untuk digarisbawahi ketika
mempertimbangkan keadaan-keadaan seperti Syndrome Kartagener dimana cilia
yang tidak bergerak menyebabkan terbentuknya krusta yang kronik dari mukus
yang stasis. Di bawah mukosa terdapat sel-sel stroma, sel-sel inflamasi, saraf,
pembuluh darah dan glandula seromukus. Masing- masing dari elemen ini
mungkin berperan dalam inflamasi nasal.2,3
Hidung dibagi dalam dua ruang oleh sebuah septum yang terdiri atas
tulang rawan dan tulang. secara menyamping, tampak proyeksi 3 tulang: turbin
superior, media dan inferior yang menonjol ke kavum nasal. Tulang-tulang turbin
ini dilapisi oleh mukosa, dengan demikian meninkatkan area permukaan nasal
dan menutupi ostium sinus yang penting. Duktus nasolacrimalis mengalirkan
sekret ke meatus inferior. Sinus frontalis, maksilaris dan ethmoid anterior
mengalirkan sekretnya ke meatus medius sedangkan sinus ethmoid posterior
mengalirkan sekretnya ke meatus superior. Pada akhirnya, ostium sinus sphenoid
4
yang terletak superior dari khoana mengalirkan sekretnya ke arah medial concha
nasalis superior. Inflamasi pada saluran-saluran penting ini dapat menyebabkan
epiphora dan penyakit sinus.2,4
Vaskularisasi hidung brasal dari arteri carotis interna dan eksterna, yang
juga menutrisi hidung. Arteri ethmoid anterior dan posterior adalah cabang-
cabang terminal dari arteri ophtalmika, yang merupakan suatu cabang dari arteri
carotis interna. Arteri carotis eksterna bercabang menjadi arteri sphenopalatina.
Pengaliran vena hidung secara primer adalah melalui pleksus pterygoid dan
ophthalmica.1,2,3
Pada akhirnya, sifat dari mukus nasal itu sendiri juga penting untuk
diperhatikan. Mukus nasal dan sinus secara khas ada 2 lapis di atas permukaan
epitel. Lapisan yang lebih dalam bersifat lebih tipis dan kurang kental
dibandingkan dengan lapisan luarnya, oleh karenanya memungkinkan silia untuk
bergerak dengan hambatan yang lebih sedikit. Sedangkan lapisan luar menjerat
partikel-partikel yang terinhalasi dan mengandung mediator radang dan leukosit
yang lebih banyak guna melindungi hidung terhadap agen infeksius dan zat-zat
asing.2
1.3. Perjalanan Syaraf Otonom Hidung
Saraf otonom yang mempersarafi mukosa hidung berasal dari nervus
vidianus yang mengandung serabut saraf simpatis dan serabut saraf parasimpatis.
Nervus vidianus terbentuk dari 2 saraf yaitu n. petrosus superfisialis mayor dan n.
petrosus profunda. Nervus petrosus superficialis mayor yang terdapat pada dasar
fossa cranialis media yang bersifat parasimpatis dari Vertebra Cervicalis VII
menuju ganglion pterigopalatina. Nervus petrosus profunda merupakan nervus
yang bersifat simpatis yang meninggalkan pleksus carotis internus.1,2
Nervus vidianus terbentuk pada pertemuan kedua nervus tersebut pada
dasar kepala dan memasuki canalis vidianus (pterygoid) pada dinding anterior
foramen laserum. Nervus tersebut memasuki ganglion pterygopalatina dari arah
permukaan posterior dan inervasi simpatis dan parasimpatis didistribusikan pada
semua lokasi yang berhubungan dengan ganlion tersebut ( canalis nasalis, cavum
oris, sinus paranasalis dan glandula lakrimalis melalui cabang N.V1 dan N. V2 ).5
5
Fossa pterygopalatina mempunyai bentuk kerucut yang terbalik, terletak di
sebelah lateral cavum nasi, anterior inferior dari fossa cranialis media, inferior di
apex orbita dan medial dari fossa infratemporalis. Fossa pterygopalatina
berhubungan dengan orbita, fossa cranialis medialis, cavum nasi, nasofaring,
cavum oris dan fossa infratemporalis . Fossa pterygopalatina terdapat n. maxilaris,
N.V2 (cabang kedua dari N. V), pterygopalatina dan arteri maxillaris.6
Batas :
Posterior
Permukaan inferior os. Sphlenoidalis ala mayor
Dasar dari Proc. Pterigoideus, lamina Proc. Pterygoideus.
Anterior
Permukaan posterior os maxillaris
Superior
Bagian posterior fissura orbitalis inferior
Proc. Orbitalis os palatina
Corpus os palatina
Inferior
Puncak dari canalis pterygopalatina
Medial
Perpendicularis os palatina
Lateral :
Terletak pada fissura pterygomaxillaris
Menghubungkan
Lokasi pada pembukaan dinding posterior.
Canalis Vidian (Canalis Pterygoideus), berhubungan dengan fossa cranialis
media pada bagian anterior dari foramen laserum. Berisi N. Vidianus yang di
bentuk oleh N. Petrosus Profunda (serabut simpatis postganglionik). N.Vidianus
juga mengandung serabut sensoris dari nervus kranialis VIII yang menginervasi
palatum molle.
6
Foramen Rotundum, berhubungan dengan fossa cranialis media. Berisi n.
maxillaris cabang ke II N.V (N.V2).
Canalis Pharyngeal, berhubungan dengan nasofaring. Berisi N.Pharingealis
(cabang dari N.V2, yang berasal dari ganglion pterygopalatina) dan
A.pharyngealis (cabang A.Maxillaris).
Lokasi pada pembukaan dinding superior
Foramen sphenopalatina, berhubungan dengan cavum nasi. Berisi
N.Sphenopalatina, merupakan cabang dari N.V2 dari ganglion pterygopalatina
dan A.Sphenopalatina (cabang dari A.Maxillaris).
Keluar dari dinding anterior
Fissure orbitalis inferior, berhubungan dengan orbita. Berisi N.Infraorbitalis
(cabang N.V2), A.Infraorbitalis (cabang A.Maxilaris).
Bagian inferior fossa pterygopalatina yang masuk kedalam canalis.
Canalis pterygopalatina, berhubungan dengan dasar cavum oris. Canalis
pterygopalatina menghubungkan foramina palatina superior dan inferior. Berisi
V.Palatina desenden (cabang N.V2) dan A.Palatina desenden. Didalam canal,
N.Palatina desenden dan A.Palatina desenden mengeluarkan cabang media dan
lateral inferior hidung. 1,3,5
1.4. Rhinitis Non-alergi
Non-alergi rhinitis secara khas ditandai dengan adanya rhinorhoea yang
jernih dan sumbatan pada hidung. Bersin-bersin dan gatal, mata yang berair tidak
selalu ada pada rhinitis non-alergi. Ada suatu peningkatan insidensi terjadinya
rhinitis non-alergi pada usia lanjut. Pasien-pasien dengan rhinitis non-alergi harus
selalu ditanyakan tentang penggunaan nasal spray yang berlebihan, riwayat
trauma sebelumnya, paparan saat bekerja atau paparan zat kimia, dan riwayat
penggunaan obat intranasal. Epistaksis, nyeri dan gejala-gejala unilateral mungkin
merupakan pertanda dari suatu neoplasma dan harus selalu diperhatikan.1,2
a. Rhinitis Virus
7
Rhinitis virus sangat umum terjadi dan sering berhubungan dengan
manifestasi lain dari penyakit virus seperti sakit kepala, malaise, tubuh pegal, dan
batuk. Sekret nasal yang dihasilkan pada rhinitis viral seringnya jernih atau
berwarna putih dan bisa disertai dengan kongesti hidung dan bersin-bersin.2,3
b. Rhinitis Akibat Kerja (Okupasional rhinitis)
Sejumlah polutan yang berbeda, baik di dalam maupun di luar ruangan
dapat mempengaruhi hidung. Agen-agen ini meliputi debu, ozon, sulfurdioksida,
asap rokok, penyemprot taman (herbisida) dan amonia. Agen-agen iritan dapat
ditemukan dalam berbagai lingkungan pekerjaan. Secara khas, agen-agen ini
menyebabkan kekeringan pada hidung, mengurangi aliran udara, rhinorhoea dan
bersin-bersin. Penurunan pergerakan silia di dalam hidung terlihat pada paparan
asam rokok yang kronik dan pada paparan terhadap partikel-partikel kayu.
Kontrol terhadap lingkungan adalah hal yang penting pada pasien-pasien ini.
Membatasi paparan melalui penghilangan agen-agen penyebab, pencegahan,
memperbaiki sistem ventilasi dan penggunaan masker respirasi yang bersifat
melindungi dari partikel debu, kesemuanya adalah sangat membantu dalam
mencegah terjadinya rhinitis akibat kerja.2
c. Rhinitis Vasomotor
Pasien-pasien dengan rhinitis vasomotor datang dengan gejala subatan
hidung dan sekret nasal yang jernih. Gejala-gejalanya sering berhubungan dengan
temperatur, makan, paparan terhadap bau dan zat-zat kimia, atau konsumsi
alkohol. Beberapa klinisi mengusulkan bahwa regulasi otonom yang abnormal
dari fungsi hidung adalah penyebab dari rhinitis vasomotor.1,2
d. Rhinitis Medikamentosa.
Pasien-pasien dengan rhinitis medikamentosa sering datang dengan
keluhan hidung tersumbat yang terus memburuk selama beberapa tahun. Mereka
biasanya telah menggunakan spray nasal yang berisi vasokontriktif topikal dan
banyak dijual bebas. Setelah beberapa kali pemakaian pasien-pasien ini perlu
8
meningkatkan dosis obat spray tersebut akibat telah terjadi takifilaksis.
Penggunaan spray ini dalam jangka waktu lama menyebabkan terjadinya rebound
rhinitis yang mana pasien akan mengalami sumbatan hidung yang berat sebagai
efek turunnya kinerja agen topikal tersebut.2,3
e. Rhinitis Non-alergi dengan Eosinofilia (NARES)
Rhinitis non-alergi dengan eosinofilia adalah suatu sindrom yang baru-
baru ini diuraikan dimana pasien datang dengan sumbatan dan kongesti hidung,
pasien-pasien ini sering mengalami serangan yang lebih berat, mencakup
perkembangan menjadi sinusitis dan poliposis. Pasien-pasien ini juga
menunjukkan eosinofilia yang bermakna pada apusan nasal (> 25%) tetapi tidak
ada alergi terhadap allergen-alergen inhalasi melalui tes kulit maupun tes invitro.
Penyebab NARES sampai sekarang masih tidak diketahui.1,2
f. Rhinitis Selama Kehamilan
Bentuk lain yang umum dari rhinitis non-alergik adalah rhinitis yang
berkaitan dengan kehamilan. Konsentrasi estrogen sistemik meningkat selama
hamil. Peningkatan estrogen ini menyebabkan penigkatan asam hyaluronat pada
jaringan hidung yang mana bisa menambah edema dan kongesti mukosa hidung.
Selain itu, ada penambahan kelenjar mukus dan ada pengurangan silia hidung
selama hamil, keduanya menambah berat kongesti nasal dan mengurangi bersihan
mukus. Rhinitis biasanya memberat selama trimester 2 dan 3 kehamilan.1,2
g. Penyakit Vaskuler, Autoimun dan Granulomatosa
Pemeriksaan fisik seorang pasien dengan rhinitis harus mencakup
keseluruhan pemeriksaan kepala dan leher. Dari tampilan luar, hidung dievaluasi
apakah ada tanda-tanda trauma atau saddling, yang bisa menjadi peunjuk adanya
defisiensi septum. Dari dalam, posisi septum nasi dan tampilannya harus
diperiksa. Tanda-tanda inflamasi kronik, vaskulitis, dan perforasi septum bisa
menjadi petunjuk berbagai masalah sistemik dari mulai Granulomatosis Wegener
hingga Penyalahgunaan kokain. Ukuran dan tampilan dari concha juga penting
9
untuk diperhatikan, dari tampilannya apakah terdapat rhinorhoea. Lebih dari itu,
seorang dokter harus memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya nasal
poliposis atau tumor dan massa intranasal yang lain.1,2
Suatu pemeriksaan cavum nasi yang lebih mendalam dapat dilakukan
setelah pemberian anestesi topikal dengan menggunakan endoscop nasal yang
kaku atau yang fleksibel. Suatu 4.0-mm endoscop nasal yang kaku digunakan
unuk orang dewasa dan suatu 2,7-mm endoscop nasal untuk anak-anak. Endoscop
dapat menghasilkan visualisasi dari meatus medius, resesus sphenoenthmoidal
dan regio nasofaring yang tidak dapat terlihat melalui rhinoskopi anterior. Sebagai
tambahan, sitologi nasal dapat bermanfaat guna menentukan tipe-tipe sel dan juga
motilitas dari silia.2,3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
10
2.1. Definisi
Rinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa
hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit ini
termasuk dalam penyakit rinitis kronis selain rinitis alergika. 9
Rinitis vasomotor adalah inflamasi kronis lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan
simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan
pembangkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa hidung
tersumbat, bersin dan ingus yang encer. 3
Rinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat di
hidung menjadi membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan
kelenjar mukus menjadi hipersekresi. 4
2.2. Epidemiologi
Mygind (1988), seperti yang dikutip oleh Sunaryo (1998), memperkirakan
sebanyak 30 – 60 % dari kasus rhinitis sepanjang tahun merupakan kasus rhinitis
vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.10
Walaupun demikian insidens pastinya tidak diketahui.2,5 Biasanya timbul pada
dekade ke 3 – 4.3 Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 –
21%.5
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon (1989)
dijumpai sebanyak 21% menderita keluhan hidung non – alergi dan hanya 5%
dengan keluhan hidung yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari
kelompok non – alergi dijumpai pada dekade ke 3.5
Sibbald dan Rink (1991) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien,
menderita rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rhinitis
vasomotor.5
Sunaryo, dkk (1998) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama
1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak
33 kasus (1,38 %) sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor
sebanyak 240 kasus (10,07 %). 10
11
2.3. Etiologi
Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat
gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat
tertentu.1,2,5,11 Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3,12
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti
ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara
yang tinggi dan bau yang merangsang.
3. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil
dan hipotiroidisme.
4. Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.
2.4. Patofisiologi
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan
sekresi dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh
sistem saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada
rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan
peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik
sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif,
keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan
permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema
dan kongesti.5,6,11
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari
sel-sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,
prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak
hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi
juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi
hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak
diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.11
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis
vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang
12
spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,
perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ).11
Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitis
vasomotor yaitu :4,11
1. Meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis
2. Mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis
3. Mengurangi peptide vasoaktif
4. Mencari dan menghindari zat-zat iritan.
2.5. Patogenesis
Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluh-
pembuluh darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf
parasimpatis. Tidak dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik seperti yang
dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan ini merupakan refleks hipersensitivitas
mukosa hidung yang non – spesifik. Serangan dapat muncul akibat pengaruh
beberapa faktor pemicu.10,11
1. Latar belakang 2,11
- adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan sistem
saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa
hidung vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung hidung
tersumbat dan rhinoroe.
- Disebut juga “ rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) “
- Merupakan respon non - spesifik terhadap perubahan - perubahan
lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon
terhadap protein spesifik pada zat allergen nya.
- tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE
( IgE-mediated hypersensitivity )
2. Pemicu (triggers) : 2,11
- Alkohol
- Perubahan temperatur / kelembapan
- Makanan yang panas dan pedas
13
- Bau – bauan yang menyengat ( strong odor )
- Asap rokok atau polusi udara lainnya
- Faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas
- Penyakit – penyakit endokrin
- Obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral
2.6. Gejala Klinis
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit
dibedakan dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang
hebat dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat
sangat bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama
sewaktu perubahan posisi.1,2,6,7,11
Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis
alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata.1,2,6,7 Gejala dapat
memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu
yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.1
Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok
( post nasal drip ).11
Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2
golongan, yaitu golongan obstruksi (blockers) dan golongan rinore (runners /
sneezers). Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan
rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu
anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.1
2.7. Diagnosis
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan
vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya penderita tidak
mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia
dewasa.1,6,11Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap
paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.3
14
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa
edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua
( karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka
dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret
mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang
ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.1,7,11 Pada rinoskopi
posterior dapat dijumpai post nasal drip. 11
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST,
serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga
eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering
menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.1,2,7,11
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan
mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.1
Tabel 2. Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor 5
Riwayat Penyakit - Tidak berhubungan dengan
musim.
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-
anak ( - )
- Timbul sesudah dewasa.
- Keluhan gatal dan bersin ( - )
Pemeriksaan THT - Struktur abnormal ( - )
- Tanda – tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior sering
dijumpai.
Radiologi X-Ray/CT - Tidak dijumpai bukti kuat
keterlibatan sinus.
- Umumnya dijumpai penebalan
15
mukosa.
Bakteriologi - Rinitis bakterial ( - )
Tes Alergi Ig E total - Normal
Prick test - Negatif atau positif lemah
RAST - Negatif atau positif lemah
2.8. Diagnosis Banding
1. Rinitis alergi
2. Rinitis infeksi
Tabel 3. Perbedaan Karakteristik antara Rhinitis Alergi dan Rhinitis
Vasomotor.11,12
Karakteristik Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor
Mulai serangan Belasan tahun Dekade ke 3 – 4
Riwayat terpapar allergen ( +)
Riwayat terpapar allergen ( - )
Etiologi Reaksi Ag - Ab terhadaprangsangan spesifik
Reaksi neurovaskuler terhadapbeberapa rangsangan mekanis ataukimia, juga faktor psikologis
Gatal & bersin Menonjol Tidak menonjol
Gatal dimata Sering dijumpai Tidak dijumpai
Test kulit Positif Negatif
Sekret hidung Peningkatan eosinofil Eosinofil tidak meningkat
Eosinofil darah Meningkat Normal
Ig E darah Meningkat Tidak meningkat
Neurektomin. vidianus
Tidak membantu Membantu
2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor
penyebab dan gejala yang menonjol.
Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1-3,5,6,11
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
16
- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan
hidung tersumbat. Contohnya: Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral)
serta Phenylephrine dan Oxymetazoline ( semprot hidung ).
- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.
- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-
bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator
vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum
dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone,
Flunisolide atau Beclomethasone
- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan
utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )
3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :
- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat
pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical cautery ).
- Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior
turbinate ).
- Bedah beku konka inferior ( cryosurgery ).
- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection).
- Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy ).
- Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan
pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil.
Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang
hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi
dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
17
Gambar 3. Algoritme tatalaksana Rhinitis Vasomotor
18
Tabel 4. Terapi Operatif Terhadap Rhinitis Vasomotor 5
Simptom Jenis Terapi Prosedur
Obstruksi hidung
Rhinorhoea
Reduksi konka
Reseksi konka
Vidian neurectomy
- Kauterisasi konka ( chemical atau
electrical )
- Diatermi sub mukosa
- Bedah beku ( cryosurgery )
- Turbinektomi parsial atau total
- Turbinektomi dengan laser ( laser
turbinectomy )
- Eksisi nervus vidianus
- Diatermi nervus vidianus
2.10. Komplikasi11
1. Sinusitis
2. Eritema pada hidung sebelah luar
3. Pembengkakan wajah
2.11. Prognosis
Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat
membaik dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang
diberikan.11
19
BAB III
KESIMPULAN
Rhinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang
bukan merupakan proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya
obstruksi hidung dan rhinorea. Etiologinya dipercaya sebagai akibat
ketidakseimbangan saraf otonom pada mukosa hidung sehingga terjadi pelebaran
dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.
Rhinitis vasomotor sering ditemukan pada usia > 20 tahun dan terbanyak
diderita oleh perempuan. Diagnosa rhinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan
gejala klinis dan hasil pemeriksaan skin test mengingat kemiripan gejala yang
juga dimiliki oleh rhinitis alergika. Rhinitis vasomotor mempunyai hasil skin test
yang (-) dan test allergen yang (-).
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya rinitis vasomotor antara lain:
Perubahan temperatur ruangan
Parfum
Aroma masakan
Kelembaban udara
Aroma masakan yang terlalu kuat
Asap rokok
Debu
Polusi udara
Stress fisik dan psikis
Adapun kesimpulan yang dapat dirangkum dari uraian kepustakaan di atas adalah
sebagai berikut:
20
1. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa
hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang
dijumpai adanya bersin – bersin.
2. Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan
sistem saraf otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu.
3. Biasanya dijumpai setelah dewasa ( dekade ke – 3 dan 4 ).
4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip
dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan - pemeriksaan
yang teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya terutama rinitis
alergi dan mencari faktor pencetus yang memicu terjadinya gangguan vasomotor.
5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat
dilakukan tindakan operatif.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar,
Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI,
1997. h. 107 – 8.
2. Sanico A, Togias A. Noninfectious, nonallergic rhinitis (NINAR). Dalam:
Lalwani KA,Ed. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck
Surgery second edition. New York: Lange McGrawHill Comp, 2007.p. 112-117.
3. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp, 1993.p.
269 – 87.
4. Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A.
Vasomotor rhinitis following trauma to the nose. Ann Otorhinolaryng 1999;
108:208-10.
5. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott-
Brown’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-Heinemann, 1997. p.
4/9/1 – 17.
6. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan, EGC, Jakarta, 1986, h. 183 – 8.
7. Bernstein JM. Peran Hipersensitivitas Dengan Perantaraan Ig E Pada Otitis
Media dan Rinitis. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid
1, Edisi ke –13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 176 – 9.
22
8. Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam : Soepardi EA,
Nurbaiti Iskandar , Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI, 1997. h. 89 – 95.
9. Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus
Paranasal. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi
ke –13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 1 – 25.
10. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional
Perhati XII, Semarang, 28 - 30 Oktober, 1999.
11. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A
Pocket Reference. 2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p.
210-3.
23