revisi proposal penelitian 2012
DESCRIPTION
Menghitung PDRB guna mengetahui sektor-sektor yang potensialTRANSCRIPT
A. LATAR BELAKANG
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus penting dalam rangka memperbaiki
kesejahteraan masyarakat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah
daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang
sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan
kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh
kemampuan dan kemauan pemerintah daerah. Pemerintah daerah bisa lebih mudah untuk
mengembangkan diri dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar
ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah, sebagai penerapan (implementasi) tuntutan globalisasi yang
sudah seharusnya lebih memberdayakan daerah dengan cara diberikan kewenangan yang lebih
luas, lebih nyata dan bertanggung jawab. Terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan
menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain adalah membantu
pemerintah pusat untuk beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan
demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan
global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan
lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum
dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan
1
mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah
daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di
daerah akan semakin kuat.
Didalam UU No. 32 Tahun 2004 Kewenangan provinsi menurut pasal 13 dapat diuraikan
sebagai berikut :
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi meliputi :
a) perencanaan dan pengendalian pembangunan
b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengwasan tata ruang
c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d) penyediaan sarana dan prasarana umum
e) penanganan bidang kesehatan
f) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
g) penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
h) pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/ kota
i) fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota
j) pengendalian lingkungan hidup
k) pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota
2
l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m) pelayanan administrasi umum pemerintahan
n) pelayanan administrasi penanaman modal, termasuk lintas kabupaten/kota
o) penyelenggraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota, dan
p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 Kewenangan kabupaten/kota diatur dalam pasal 14
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a) perencanaan dan pengendalian pembangunan
b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengwasan tata ruang
c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
d) penyediaan sarana dan prasarana umum
e) penanganan bidang kesehatan
f) penyelenggaraan pendidikan
g) penanggulangan masalah sosial
h) pelayanan bidang ketenagakerjaan
3
i) fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
j) pengendalian lingkungan hidup
k) pelayanan pertanahan
l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m) pelayanan administrasi umum pemerintahan
n) pelayanan administrasi penanaman modal,
o) penyelenggraan pelayanan dasar lainnya dan
p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
Berdasarkan uaraian Kewenangan pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten yang
tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 di atas, ada beberapa kewenangan yang berhubungan
dengan perencanaan dan pengendalian pembangunan dan pelayanan dibidang ketenagakerjaan,
penanggulangan masalah sosial dan penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial.
Pertumbuhan ekonomi daerah sangat dipengaruhi oleh kuantitas maupun kualitas
sumberdaya yang dimilikinya, baik sumberdaya fisik (kekayaan alam) maupun sumberdaya
manusia. Sumberdaya manusia tidak hanya jumlah penduduk dan tingkat pendidikannya, namun
juga pandangan hidup mereka, tingkat kebudayaan, sikap atau penilaian mereka terhadap
4
pekerjaan dan besar kecilnya keinginan untuk memperbaiki diri secara kreatif dan otonom
(Todaro, 2000, 46).
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap
sebagai faktor yang positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang
lebih besar berarti menambah jumlah tenaga produktif dan pertumbuhan penduduk yang lebih
besar berarti makin besar ukuran pasar domestiknya. Namun demikian, pertumbuhan penduduk
baik positif maupun negatif bagi pembangunan ekonomi tergantung pada kemampuan sistem
perekonomian yang bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan
tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, informasi mengenai kesempatan kerja secara sektoral
sangat diperlukan dalam menyusun perencanaan pembangunan ekonomi daerah (Purwanti,2009,
PIRAMIDA Vol V No. 1)
1.Permasalahan
Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo tahun 2009 menurut Hasil Proyeksi Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS 2005) sebanyak 374.921 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki
183.892 jiwa (49,05 persen) dan penduduk perempuan 191.029 jiwa (50,95 persen).
Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 1980, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo
tercatat sebesar 380.685 jiwa. Sex rasio sebesar 95, yang artinya terdapat 95 penduduk laki-laki
di setiap 100 penduduk perempuan. Dengan luas wilayah 58.627,54 km2, maka kepadatan
penduduk Kabupaten Kulon Progo tahun 1980 sebesar 649 jiwa per km2.
5
Pada Sensus Penduduk 1990 penduduk Kabupaten Kulon Progo turun menjadi 372.309
jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk -0,22. Rasio jenis kelamin tercatat 96 dan kepadatan
penduduknya menjadi 635 jiwa per km2. Dengan laju pertumbuhan -0,04, penduduk Kabupaten
Kulon Progo menurut Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 tercatat sebanyak 370.944 jiwa. Sex
rasio sebesar 97 dan kepadatan penduduknya mencapai 633 jiwa per km2.
Penduduk merupakan modal penting dalam pelaksanaan pembangunan. Namun bila laju
pertumbuhan pertumbuhan tidak terkendali, akan menimbulkan berbagai persoalan. Oleh karena
itu, masalah pengendalian laju pertumbuhan penduduk menjadi perhatian pemerintah.
Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan jumlah penduduk yang
masuk dalam pasar kerja. Jumlah pencari kerja baru pada tahun 2009 sebanyak 6.912 orang
dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 508 orang (4,75 persen), setingkat SLTP 1.153 orang
(10,78 persen), SLTA sederajat 5.467 orang (51,12 persen), Diploma 1.823 orang (17,05 persen),
dan sarjana 1.744 orang (16,31 persen). Secara total, jumlah pencari kerja baru pada tahun 2009
ini mengalami peningkatan cukup drastis sebesar 54,73 persen pada tahun sebelumnya (jumlah
pencari kerja tahun 2008 hanya sebesar 6.912 orang).
Yang dimaksud dengan penduduk usia kerja menurut Survei Angkatan kerja Nasional
(sakernas) adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang dirinci menjadi penduduk yang termasuk
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Pada tahun 2009 jumlah penduduk usia kerja sebesar
303.722 orang yang dirinci sebanyak 146.381 penduduk laki-laki dan 157.341 penduduk
6
perempuan. Di antara penduduk usia kerja tersebut, mereka yang tergolong sebagai angkatan
kerja tercatat 222.551 orang, 212.963 orang dengan status bekerja dan 9.588 orang merupakan
pengangguran. Dari jumlah penduduk yang bekerja (212.963 orang) sebanyak 46,01 persen
bekerja pada sektor pertanian, 18,99 persen penduduk usia bekerja bekerja pada sektor
perdagangan, hotel dan restoran, 12,01 persen bekerja pada sektor industri, sebanyak 22,99
persen penduduk usia kerja tersebar pada enam sektor yang lain yaitu sektor pertambangan dan
penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi,sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor lembaga keuangan dan sektor jasa-jasa.
Dari latar belakang ini peneliti akan menganalisis lebih dalam tentang analisis
ketersediaan tenaga kerja pada sektor unggulan di Kabupaten Kulon Progo dengan mengangkat
judul:
“ANALISIS KETERSEDIAAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR UNGGULAN
DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2006 – 2009 “
(Mengunakan Metode Employment Surplus Index, Location Quotient and Shift Share)
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan penelitian yang dapat diberikan adalah :
a. Berapakah kesempatan kerja nyata di Kabupaten Kulon Progo yang dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi DIY, bauran industri dan keunggulan
kompetitif yang dimiliki?
7
b. Sektor-sektor manakah sebagai sektor basis atau sektor unggulan di Kabupaten Kulon
Progo?
c. Berapakah kekurangan atau kelebihan tenaga kerja yang ada pada sektor-sektor Unggulan
di Kabupaten Kulon Progo?
d. Sektor-sektor apakah yang masih kurang potensial dalam perekonomian Kab.Kulon
Progo dihitung berdasarkan jumlah tenaga kerja yang tersedia?
e. Strategi apakah yang harus diambil untuk meningkatkan sector perekonomian yang masih
kurang potensial?
3. Keaslian Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “ANALISIS KETERSEDIAAN TENAGA KERJA PADA
SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2006 – 2009
“(Mengunakan Metode Employment Surplus Index, Location Quotient and Shift Share) ini
menyajikan hasil analisis yang diolah menggunakan beberapa metode analisis yang dipadukan
dan berdasarkan data ketenagakerjaan Kabupaten Kulon Progo tahun 2006-2009 dan
sepengetahuan peneliti belum ada yang melakukan penelitian ini dengan judul dan tahun yang
sama di Kabupaten Kulon Progo. Berikut ini tabel perbandingan penelitian ini dengan pene litian
terdahulu.
No Nama
Peneliti
Judul
Penelitian
Tahun
Penelitian
Metode yang
digunakan
Hasil Penelitian
1 Ike Yuli Andjani & Adi Irawan
Analisis Ketersediaan tenaga kerja pada sektor unggulan diKabupaten Kulon Progo tahun 2006-
2012 Kualitatif menggunakan Metode Employment Surplus Index, Location Quotient and Shift Share
1. Diketahuinya kesempatan kerja nyatadi Kabupaten Kulon Progo yang dipengaruhi oleh laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi DIY, bauran industri dan keunggulan kompetitif yang dimiliki.
8
2009 2. Diketahuinya sektor basis atau sektor unggulan di Kabupaten Kulon Progo.
3. Diketahuinya kekurangan atau kelebihan tenaga kerja yang ada pada sektor-sektor Unggulan di Kabupaten Kulon Progo.
4. Diketahuinya sektor yang masih kurang potensial dalam perekonomian Kab.Kulon Progo dihitung berdasarkan jumlah tenaga kerja yang tersedia.
5. Diketahuinya strategi yang harus diambil untuk meningkatkan sector perekonomian yang masih kurang potensial
2 Puri Wuryandari
Analisis Potensi Ekonomi Sektoral Propinsi Jawa Tengah Tahun 1993 – 2000
2003 Metode Kuantitatif menghitung potensi ekonomi Propinsi Jawa Tengah dengan alat analisis Locational Quotient ( LQ ) dan Shift Share ( SSA )
Sektor basis di Jawa Tengah:
1. Ditinjau dari sisi PDRB adalah Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, hotel dan restoran, jasa- jasa,
2. Sementara jika ditinjau dari sisi tenaga kerja maka yang menjadi sektor basis adalah Industri Pengolahan, Perdagangan,hotel dan restoran serta sektor Jasa-jasa.
3. Propinsi Jawa Tengah mulai beralih dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri
3 Handayani Astuti
Analisis potensi sektor ekonomi kota dan kabupaten di
Menghitung potensi ekonomi dengan metode perhitungan
Dari hasil analisis data diketahui bahwa:
1. Pertumbuhan ekonomi sektoral Kota Yogyakarta dan
9
propinsi daerah Istimewa Yogyakarta dalam pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah tahun 1998-2001
basis Kabupaten Sleman mendapat kontribusi terbesar dari Sektor Pedagangan, Hotel, dan Restoran, dan laju pertumbuhan tertinggi di Sektor Industri Pengolahan.
2. Kontribusi terbesar Kabupaten Bantul berasal dari Sektor Pertanian, sedangkan laju pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih.
3. Kabupaten Gunung Kidul mendapat kontribusi terbesar dari Sektor Pertanian, dan laju pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Jasa-jasa.
4. Kontribusi terbesar Kabupaten Kulon Progo diperoleh dari Sektor Pertanian, dan laju pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Industri Pengolahan.
4 Ike Yuli Andjani & Adi Irawan
Perbandingan Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Bantu dengan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2009
2011 Metode Kuantitatif dengan menghitung potensi ekonomi Kabupaten Bantul dan Kulon Progo berdasarkan PDRB harga konstan dengan alat analisis Shift Share, Location Quotient dan Tipologi Klasen.
Dari penelitian ini kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:1. Perkembangan potensi
ekonomi di Kabupaten Bantul maupun Kabupaten Kulon Progo dari tahun ketahun terus meningkat, namun tidak pada semua sektor ataupun sub sector
2. Perbandingan potensi ekonomi antara Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Kulon Progo menggunakan tiga metode yaitu dapat disimpulkan bahwa sektor unggulan Kabupaten Bantul adalah sektor industri pengolahan dan sektor Pertanian. Sedangkan untuk Kabupaten Kulon Progo adalah sektor pertanian dan industri pengolahan. Untuk sektor yang
10
bukan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Bantul adalah sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Untuk kabupaten Kulon Progo adalah sektor kontruksi.
4.Faedah yang Diharapkan
a. Sebagai bahan informasi kepada pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo untuk
dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun rencana pembangunan dan kebijakan
dalam bidang ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
b. Sebagai bahan informasi untuk peneliti lain ataupun pembaca maupun pihak yang
berkepentingan dalam permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui besar kesempatan kerja nyata di Kabupaten Kulon Progo yang
dipengaruhi oleh laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi DIY, bauran industri
dan keunggulan kompetitif Kabupaten Kulon Progo.
2) Untuk mengetahui sektor- sektor basis atau sektor unggulan di Kabupaten Kulon Progo.
11
3) Untuk mengetahui kekurangan atau kelebihan tenaga kerja yang ada pada sektor-sektor
Unggulan di Kabupaten Kulon Progo
4) Untuk mengetahui sektor yang masih kurang potensial dalam perekonomian Kab.Kulon
Progo dihitung berdasarkan jumlah tenaga kerja yang tersedia
5) Untuk mengetahui Strategi apakah yang harus diambil untuk meningkatkan sector
perekonomian yang masih kurang potensial.
C. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui: potensi perekonomian, sektor perekonomian basis, sektor
perekonomian yang masih kurang potensial dan strategi apakah yang akan digunakan untuk
meningkatkan sektor perekonomian yang kurang potensial menjadi sektor perekonomian
andalan suatu daerah.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini menghitung
seberapa besar :
a) Kesempatan kerja nyata di Kabupaten Kulon Progo yang dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi DIY, bauran industri dan keunggulan
kompetitif yang dimiliki.
12
b) Kekurangan atau kelebihan tenaga kerja yang ada pada sektor-sektor Unggulan di
Kabupaten Kulon Progo.
Berikut hasil penelitian terdahulu yang menjadi tinjauan pustaka bagi penelitian ini :
1. Puri Wuryandani (2003)
Penelitian berjudul “ Analisis Potensi Ekonomi Sektoral Propinsi Jawa Tengah Tahun
1993 – 2000 “, yang berisi perhitungan untuk menentukan potensi ekonomi daerah khususnya
daerah Jawa Tengah yang menggunakan data sekunder dengan runtut waktu ( time series ) mulai
tahun 1993 sampai dengan tahun 2000.
Adapun data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto ( PDB ), Produk
Domestik Regional Bruto ( PDRB ), data tenaga kerja di Jawa Tengah dan data tenaga kerja di
Indonesia. Penggunaan dua jenis data PDRB dan tenaga kerja dalam perhitungan potensi
ekonomi daerah ditujukan untuk melihat potensi sektor di Propinsi Jawa Tengah ditinjau dari sisi
PDRB dan tenaga kerjanya. Dari data yang diperoleh dianalisis dengan alat analisis Locational
Quotient ( LQ ) dan Shift Share ( SSA ) yang kemudian keduanya digabungkan.
Hasil penelitian tersebut menuujukkan bahwa yang menjadi sektor basis di Jawa
Tengah ditinjau dari sisi PDRB adalah Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan,hotel dan
restoran, jasa- jasa, sementara jika ditinjau dari sisi tenaga kerja maka yang menjadi sektor basis
adalah Industri Pengolahan, Perdagangan,hotel dan restoran serta sektor Jasa-jasa.
Berdasarkan hasil analisis data, saran-saran yang dapat digunakan adalah karena sektor
pertanian semakin lama kontribusinya semakin kecil baik dari sisi PDRB maupun tenaga kerja
maka diperlukan perhatian yang serius dan diperlukan pembenahan terutama dalam hal teknologi
yang berkaitan dengan sektor pertanian, sementara sektor Industri Pengolahan semakin lama
13
kontribusinya semakin meningkat terutama dalam hal penyerapan tenaga kerjanya. Hal ini
menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Tengah mulai beralih dari masyarakat agraris menuju
masyarakat industri.( http://diligib.uns.ac.id/upload/dokumen)
2. Handayani Astuti
Dengan judul penelitian Analisis potensi sektor ekonomi kota dan kabupaten di propinsi
daerah Istimewa Yogyakarta dalam pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah. Tujuan
dari penelitian ini yang pertama adalah untuk mengetahui gambaran kontribusi sektoral terhadap
PDRB dan laju pertumbuhan PDRB secara sektoral dari tahun 1998-2001, yang kedua untuk
mengetahui sektor-sektor yang menjadi basis perekonomian di masing-masing kota dan
kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melaksanakan pembangunan di era
otonomi daerah ditinjau dari PDRB, dan yang ketiga untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi
potensial, agar mampu dikembangkan menjadi sector basis oleh masing-masing kota dan
kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini
yaitu selain agar dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran dan bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan oleh instansi-instansi terkait, juga diharapkan dapat dijadikan bahan
perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Dari hasil analisis data diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi sektoral Kota Yogyakarta
dan Kabupaten Sleman mendapat kontribusi terbesar dari Sektor Pedagangan, Hotel, dan
Restoran, dan laju pertumbuhan tertinggi di Sektor Industri Pengolahan. Kontribusi terbesar
Kabupaten Bantul berasal dari Sektor Pertanian, sedangkan laju pertumbuhan sektoral tertinggi
berada di Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih. Kabupaten Gunung Kidul mendapat kontribusi
terbesar dari Sektor Pertanian, dan laju pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Jasa-jasa.
14
Kontribusi terbesar Kabupaten Kulon Progo diperoleh dari Sektor Pertanian, dan laju
pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Industri Pengolahan. Menjawab permasalahan
kedua diketahui bahwa Kota Yogyakarta memiliki basis perekonomian pada: (i) Sektor Listrik,
Gas, dan Air Bersih; (ii) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; (iii) Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi; (iv) Sektor Keuangan; (v) Sektor Jasa-jasa. Kabupaten Sleman memiliki basis
perekonomian pada: (i) Sektor Industri Pengolahan; (ii) Sektor Bangunan; (iii) Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (iv) Sektor Keuangan.Kabupaten Bantul memiliki basis
perekonomian pada: (i) Sektor Pertanian; (ii) Sektor Industri Pengolahan, (iii) Sektor Bangunan;
(iv) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Kabupaten Gunung Kidul memiliki basis
perekonomian pada: (i) Sektor Pertanian; (ii) Sektor Pertambangan dan Galian; (iii) Sektor
Bangunan. Kabupaten Kulon Progo memiliki basis perekonomian pada Sektor Pertanian dan
Sektor Jasa-jasa. Sedangkan sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan di Kota
Yogyakarta adalah Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Bangunan. Sektor-sektor potensial di
Kabupaten Sleman adalah : (i) Sektor Pertanian; (ii) Sektor Jasa-jasa; (iii) Sektor Listrik, Gas,
dan Air Bersih; (iv) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (v) Sektor Pertambangan dan Galian.
Sektor potensial Kabupaten Bantul berada di (i) Sektor Pertambangan dan Galian; (ii) Sektor
Jasa-jasa; (iii) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; (iv) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;
(v) Sektor Keuangan. Sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan di Kabupaten Gunung
Kidul adalah : (i) Sektor Industri Pengolahan; (ii) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; (iii) Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (iv) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (v) Sektor
Keuangan, (vi) Sektor Jasa-jasa. Sektor-sektor potensial yang ada di Kabupaten Kulon Progo
adalah : (i) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, (ii) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran;
(iii) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (iv) Sektor Keuangan.
15
Saran yang dapat diberikan guna tercapainya tujuan pembangunan di kota dan kabupaten
di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu: pengoptimalisasian pengembangan sektor-sektor
potensia tanpa mengabaikan sektor basis yang telah ada, kedua mempromosikan potensi masing-
masing daerah guna menarik investor baik dari luar negeri ataupun dari luar daerah, yang ketiga
adalah penerangan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pembangunan di era otonomi
daerah, dan mengarahkan masyarkat untuk lebih aktif dalam usaha- usaha yang berada di lingkup
sektor basis dan sektor potensial, dan yang kekempat yaitu perlu adanya penelitian yang lebih
lengkap dengan analisis yang lebih canggih. (digilib.uns.ac.id/abstrak.pdf.)
3. Ike Yuli Andjani & Adi Irawan (2011)
Dengan Judul “ Perbandingan Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Bantul dengan
Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2009” Menggunakan pendekatan Analisis Shift Share,
Location Quotient dan Tipologi Klasen.
Tujuan Penelitian ini adalah
1) perkembangan potensi ekonomi kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.
2) Sektor-sektor unggulan antara kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.
3) Sektor-sektor perekonomian yang masih kurang potensial untuk lebih ditingkatkan.
4) perbandingan potensi ekonomi antara Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Kulon Progo.
Data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto ( PDB ), Produk Domestik Regional
Bruto ( PDRB ) Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Provinsi DIY. Penggunaan data
16
PDRB ketiga daerah dalam perhitungan potensi ekonomi daerah ditujukan untuk melihat potensi
sektor di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo ditinjau dari sisi PDRB. Dari data yang diperoleh
dianalisis dengan alat analisis Locational Quotient ( LQ ) dan Shift Share ( SSA ) dan Tipologi
Klasen yang kemudian digabungkan.
Dari penelitian ini kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan potensi ekonomi di Kabupaten Bantul maupun Kabupaten Kulon Progo dari
tahun ketahun terus meningkat, namun tidak pada semua sektor ataupun sub sektor,
2. Sektor unggulan Kabupaten Bantul dan Kabuparen Kulon Progo
a. Metode Shift Share
Dari hasil analisis menggunakan metode Shift Share di Kabupaten Bantul dan Kabupaten
Kulon Progo menunjukkan sektor yang memiliki keunggulan/daya saing paling
competitive adalah:
Kabupaten Bantul
1. Sektor Industri Pengolahan pada sub.sektor industri bukan migas pada kelompok sub.
Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki serta sub. Industri kayu dan barang
kayu lainya.
2. Sektor Perdagangan, hotel dan restoran pada sub.sektor restoran .
3. Sektor Pengangkutan dan komunikasi pada sub.sektor pengangkutan sub.angkutan
jalan raya nilai
4. Sektor Pertanian pada sub.sektor tanaman bahan pangan serta sub.sektor peternakan
dan hasil-hasilnya
Kabupaten Kulon Progo:
1. Sektor Pertanian pada sub.sektor tanaman bahan pangan
17
2. Sektor Industri Pengolahan pada sub. Industri kayu dan barang kayu lainya.
b. Metode Location Quotient
Dari hasil analisis menggunakan metode Location Quotient menunjukkan bahwa :
Kabupaten Bantul memiliki sub.sektor basis pada beberapa sektor yang ada. Dari
sektor pertanian sub.sektor yang merupakan sektor basis adalah sub.sektor tanaman
bahan makanan, tanaman perkebunan serta peternakan dan hasil-hasilnya. Pada Sektor
Pertambangan dan penggalian sub.sektor penggalian yang merupakan sub.sektor basis.
Untuk sektor Industri bukan migas sub.sektor yang merupakan sub.sektor basis paling
tinggi adalah sub.sektor tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, kemudian disusul
sub.sektor makanan, minuman dan tembakau, selanjutnya ada sub sektor pupuk, kimia
dan barang dari karet, Semen dan barang galian bukan logam dan yang terakhir adalah
kayu dan barang dari kayu lainnya. Selanjutnya sektor kontruksi pun merupakan sektor
basis di Kabupaten Kulon Progo. Pada sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya
sub.sektor perdagangan besar dan eceran yang merupakan sektor basis di Kabupaten
Bantul. Serta sektor keuangan, persewaan dan jasa penunjang pada sub.sektor lembaga
keuangan bukan bank.
Pada Kabupaten Kulon Progo dari hasil analisis menggunakan metode Location
Quotient sub.sektor yang berada pada sektor pertanian semuanya merupakan sektor basis.
Sub. Sektor penggalian pun menjadi sektor basis di Kabupaten Kulon Progo. Kemudian
pada Sektor Insudri pengalahan yang merupaka sektor basis adalah makanan minuman
dan tembakau, Kayu dan barang dari kayu lainnya, pupuk kimia dan barang dari karet,
Semen dan barang galian bukan logam, serta alat angkutan mesin dan peralatannya. Pada
18
sekteor perdagangan, hotel dan restoran hanya sub.sektor perdagangan besar dan eceran
yang merupakan sektor basis. Untuk sektor pengangkutan dan komunikasi yang
merupakan sub.sektor basis di Kabupaten Kulon Progo adalah Angkutan jalan rel dan
jasa penunjang komunikasi. Sektor keuangan, persewaan dan jasa penunjang pada
sub.sektor bank, serta sektor jasa-jasa pada sub.sektor administrasi pemerintah dan
pertahanan, jasa pemerintah lainnya.
c. Metode Tipologi Klassen
Dari analisis menggunakan metode Tipologi Klassen dapat disimpulkan bahwa sub.sektor
yang maju dan dapat berkembang dengan pesat adalah sub.sektor peternakan dan hasil-
hasilnya (sektor pertanian), sub.sektor tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, sub.sektor
kayu dan barang dari kayu lainnya (sektor Industri Pengolahan). Kemudian ada sektor
kontruksi yang juga merupakan sektor maju dan tumbuh dengan pesat di Kabupaten
Bantul serta sub.sektor lembaga keuangan bukan bank.
Pada Kabupaten Kulon Progo sub.sektor yang merupakan sub.sektor maju dan tumbuh
dengan pesat adalah tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-
hasilnya, Kehutanan (sektor pertanian), penggalian (sektor pertambangan dan
penggalian), kayu dan barang dari kayu lainnya, pupuk kimiadan barang dari karet,
semen dan barang galian bukan logam, alat angkutan mesin dan peralatannya (sektor
industri pengolahan), dan yang terakhir adalah sub.sektor angkutan jalan raya.
19
3. Sektor-sektor perekonomian yang masih kurang potensial dari kedua kabupaten tersebut
adalah:
a. Metode Analisis Shift Share
Dari analisis menggunakan metode shift share pada Kabupaten Bantul sektor - sektor
yang kurang kompetitive adalah Sektor Industri Pengolahan pada sub.sektro Industri
makanan, minuman dan tembakau, sub.sektor Industri pupuk, kimia dan barang dari
karet, kemudian Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Untuk Kabupaten Kulon Progo sektor sektor yang kurang kompetitive adalah Sektor
Industri Pengolahan pada sub.sektor Industri makanan, minuman dan tembakau dan
sub.sektor Industri pupuk, kimia dan barang dari karet, kemudian sektor Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta sektor Jasa-jasa.
b. Metode Analisis Location Quotient
Hasil analisis menggunakan metode Location Quotient di Kabupaten Bantul yang
merupakan sub.sektor non basis adalah sub.sektor Kehutanan, perikanan (Sektor
pertanian), Kertas dan barang cetakan, alat angkutan mesin dan peralatannya, barang
lainnya (sektor industri pengolahan), air bersih (sektor listrik, gas dan air bersih), hotel,
restoran (sektor perdagangan, hotel dan terstoran) kemudian sektor pengangkutan dan
komunikasi di Kabupaten Bantul bukan merupakan sektor basis. Sektor Keuangan,
persewaan dan jasa penunjang serta sektor jasa jasa juga merupaka sektor non basis di
kabupaten bantul.
Pada Kabupaten Kulon Progo menunjukkan sub.sektor non basis antara lain tekstil barang
dari kulit dan alas kaki, kertas dan barang cetakan, barang lainnya (sektor Industri
20
Pengolahan), sektor Listrik, gas dan air bersih, sektor kontruksi, sektor perdagangan,
hotel dan restoran pada sub.sektor hotel dan restoran, kemudian sektor pengangkutan dan
komunikasi pada sub.sektor angkutan rel, jasa penunjang angkutan dan pos dan
telekomunikasi. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada sub.sektor
lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, real estat, jasa perusahaan.
Sektor jasa-jasa pada jasa sosial dan kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi, jasa
perorangan dan rumah tangga.
c. Metode Analisis Tipologi Klassen
Hari hasil menggunakan analisis tipologi klassen sub.sektor yang relatif masih tertinggal
di Kabupaten Bantul adalah sub.sektor kertas dan barang cetakan, barang lainnya, listrik,
hotel, restoran, pos dan telekomunikasi, bank, real estat, serta jasa hiburan dan rekreasi.
Pada kabupaten Kulon Progo sektor yang berada pada Kuadran IV yaitu sub.sektor yang
relatif tertinggal adalah sektor kontruksi, sub.sektor restoran, Jasa penunjang angkutan,
pos dan telekomunikasi, serta jasa perusahaan.
4. Perbandingan potensi ekonomi antara Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Kulon Progo
menggunakan tiga metode yaitu metode dapat disimpulkan bahwa sektor unggulan Kabupaten
Bantul adalah sektor industri pengolahan dan sektor Pertanian. Sedangkan untuk Kabupaten
Kulon Progo adalah sektor pertanian dan industri pengolahan. Untuk sektor yang bukan
merupakan sektor unggulan di Kabupaten Bantul adalah sektor Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Untuk kabupaten Kulon Progo adalah sektor kontruksi.
21
D. LANDASAN TEORI
I. Pembangunan Ekonomi
1.Proses Pembangunan Ekonomi
Proses pembangunan ekonomi dibagi menjadi 4 (empat) tahap sebagai berikut ( Arsyad,
1997: 24 ) :
Tahap pertama adalah proses perencanaan (ekonomi). Ditetapkan dan diterjemahkan
kedalam target kuantitatif untuk pertumbuhan, penciptaan kesempatan kerja, distribusi
pendapatan, pengurangan kemiskinan, dan lainnya.
Tahap kedua adalah mengukur ketersediaan sumber daya yang langka selama periode
perencanaan tersebut, misalnya: tabungan, bantuan luar negeri, penerimaan pemerintah,
penerimaan eksport, tenaga kerja yang terlatih, dan lainnya. Kesemuanya itu bersama
keterbatasan administrasi dan organisasi, merupakan kendala (constraints) yang mengendalai
kemampuan perekonomian tersebut untuk mencapai target – targetnya.
Tahap ketiga, hampir semua dari upaya ekonomi ditujukan untuk memilih berbagai cara
(kegiatan dan alat) yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan nasional. Pada tahap ini
ditetapkan proyek – proyek investasi, seperti jalan raya, jaringan irigasi, pabrik – pabrik,
pusat – pusat kesehatan. Yang termasuk perencanaan nasional : kebijaksanaan – kebijaksanaa
harga, seperti nilai kurs, tingkat suku bunga, upah, pengaturan pajak, atau subsidi yang
semuanya ini merangsang perusahaan– perusahaan swasta untuk mengembangkan tujuan–
tujuan pembangunan nasional, dan perubahan keuangan (perbankan) atau penataan kembali
sektor pertanian, yang bisa mengurang hambatan – hambatan untuk mengubah dan
mendukung kegiatan–kegiatan pembangunan lainnya.
22
Tahap keempat, perencanaan mengerjakan proses pemilihan kegiatan–kegiatan yang
mungkin dan penting untuk mencapai tujuan nasional (welfare function) tanpa terganggu
oleh adanya kendala– kendala sumber daya dan organisasional. Hasil dari proses ini adalah
strategi pembangunan (development strategy) atau rencana yang mengatur kegiatan–kegiatan
yang akan dilakukan selama beberapa tahun (biasanya 5 tahun). (Arsyad, 1997: 24)
2. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian pembangunan ekonomi sangat luas, bukan hanya sekedar bagaimana
menaikan GNP per tahun saja. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan –
kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf
hidup masyarakat. Berdasarkan batasan tersebut maka pembangunan ekonomi dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu
negara dapat meningkat dalam jangka panjang. Maka dari definisi tersebut, pembangunan
ekonomi mempunyai 3 sifat penting, yaitu bahwa pembangunan ekonomi merupakan :
1. Suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus.
2. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per – kapita.
3. Kenaikan pendapatan per – kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.
Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai proses agar saling berkaitan dan
saling mempengaruhi antara faktor–faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi
sehingga dapat dilihat dan dianalisis. Dengan cara tersebut bisa diketahui deretan peristiwa
yang timbul dan akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan
masyarakat dari satu tahap ke tahap berikutnya (Arsyad, 1997:11).
23
Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan ekonomi, karena
pertumbuhan hanya meliputi kenaikan output produksi yang menyebabkan kenaikan pada
pendapatan, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada
tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau
tidak. Jadi pembangunan selalu dibarengi dengan adanya pertumbuhan, sedangkan
pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Dengan demikian suatu
perekonomian dapat dikatakan sedang berkembang apabila pendapatan per–kapita
menunjukkan kecenderungan (trend) jangka panjang yang meningkat. Namun demikian tidak
berarti bahwa pendapatan per – kapita akan mengalami kenaikan terus menerus. Adanya
resesi ekonomi, kekacauan politik, dan penurunan ekspor misalnya, dapat mengakibatkan
suatu perekonomian mengalami penurunan tingkat kegiatan ekonominya. Jika keadaan
demikian hanya bersifat sementara, dan kegiatan ekonomi secara rata – rata meningkat dari
tahun ke tahun, maka masyarakat tersebut dapat dikatakan mengalami pembangunan
ekonomi.
Pengertian pembangunan ekonomi secara tidak langsung menyatakan bahwa untuk
melihat laju pembangunan suatu negara dan perkembangan tingkat kesejahteraan
masyarakatnya, maka tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan
merupakan salah satu syarat utama.
3. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
1. Teori – teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Dalam pertumbuhan regional tidaklah semua sama dengan apa yang dikemukakan pada
pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini di sebabkan pada analisa pertumbuhan ekonomi
24
regional lebih ditekankan pada pengaruh perbedaan karakteristik daerah terhadap
pertumbuhan ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi regional dan pertumbuhan ekonomi
nasional juga mempunyai ciri yang sama, yaitu memberi tekanan pada unsur waktu yang
merupakan faktor penting dalam analisa pertumbuhan ekonomi.
Pada pembangunan ekonomi regional memberikan tekanan pada unsur region, maka
faktor-faktor yang mejadi perhatian juga berbeda dengan apa yang ada pada pertumbuhan
ekonomi nasional. Pada teori pertumbuhan ekonomi nasional faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah modal, lapangan pekerjaan dan kemajuan teknologi. Akan tetapi pada
teori pertumbuhan ekonomi regional faktor-faktor yang mendapat perhatian utama adalah
keuntungan lokasi, aglomerasi dan arus lalu lintas modal antar wilayah. Karena perbedaan
faktor-faktor tersebut maka analisa pertumbuhan ekonomi regional berbeda dengan teori-
teori dalam menganalisaatumbuhan ekonomi nasional.
Teori-teori yang dapat digunakan dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi regional
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Teori lokasi
Terdapat tiga kelompok dalam pemaparan tentang teori lokasi. Kelompok pertama
sering dinamakan sebagai pembela prinsip-prinsip Least Cost Theory, yang menekankan
analisa pada aspek produksi dan mengabaikan unsur pasar dan permintaan. Analisa dari
aliran Least Cost Theory didasarkan pada asumsi pokok antara lain : a) lokasi pasar dan
sumber bahan baku telah tertentu, b) sebagai bahan baku adalah Localized materials, c) tidak
terjadi perubahan teknologi, d) ongkos transport tetap untuk setiap kesatuan produksi
dan jarak. Kelompok kedua dinamakan Market Area Theory dimana faktor permintaan lebih
penting artinya dalam pemilihan lokasi. Teori ini disusun atas dasar beberapa asumsi utama
25
yaitu: a) konsumen tersebar secara merata ke seluruh tempat, b) bentuk persamaan
permintaan dianggap sama, c) ongkos angkut untuk setiap kesatuan produksi dan jarak
adalah sama. Kelompok yang ketiga dinamakan Bid Rent Theory, dimana pemilihan lokasi
perusahaan industri lebih banyak ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk menyewa
tanah. Teori ini lebih banyak berlaku di daerah perkotaan yang harga sewa dan tanah sangat
tinggi. Teori ini juga disusun atas dasar beberapa asumsi tertentu yaitu : a) terdapat seluas
tanah yang dapat dimanfaatkan dan tingkat kesuburan yang sama, b) ditengah tanah tersebut
terdapat sebuah pusat produksi dan konsumsi, c) ongkos angkut sama untuk setiap kesatuan
jarak produksi, d) harga barang produksi juga sama untuk setiap jenis produksi, e) tidak
terjadi perubahan teknologi (Esmara, 1985 : 327 ).
Teori lokasi ini pada intinya mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang dapat
meminimumkan beaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan industri pada umumnya
terletak di mana permintaan terkonsentrasi (pasar) atau pada sumberbahan baku. Alasan ini
adalah bila suatu perusahaan industri memilih lokasi pada salah satu kedua tempat tersebut,
maka ongkos angkut untuk bahan baku atau hasil produksi akan dapat diminimumkan dan
keuntungan aglomerasi yang timbul dari adanya konsentrasi perusahaan pada suatu lokasi
akan dapat dirasakan manfaatnya (Arysad,1999:117 ).
b. Teori Basis Ekonomi
Teori ini didasari dari sudut teori lokasi, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi suatu
daerah akan banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat
digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut
umumnya berbeda-beda setiap daerah tergantung pada letak geografis daerah yang
bersangkutan. Hal ini berarti untuk dapat meningkatkan pertumbuhan suatu daerah, strategi
26
pembangunannya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak
harus dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.
Model basis ekonomi menyederhanakan perekonomian menjadi dua sektor, yaitu sektor
basis dan bukan basis. Kegiatan sektor basis adalah kegiatan yang mengekspor barang dan
jasa keluar perekonomian atau memasarkan barang dan jasa kepada mereka yang datang dari
luar perekonomian yang bersangkutan.
Dengan demikian sektor basis berperan sebagai faktor penggerak utama, dimana setiap
perubahan yang terjadi dalam aktivitas ekonomi tersebut akan menimbulkan dampak
multiplier terhadap pertumbuhan perekonomian suatu wilayah. Disisi lain sektor non basis
adalah kegiatan sektor yang menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan aleh masyarakat
atau oleh sektor ekonomi basis yang berada dalam batas perekonomian wilayah.
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menurut model basis ekonomi ditentukan oleh
kemampuan suatu daerah tersebut melakukan ekspor berupa barang atau jasa termasuk
tenaga kerja.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan maju mundurnya sektor basis. Kemajuan
antara lain disebabkan oleh perkembangan jaringan transportasi, perkembangan permintaan
dan pendapatan dari wilayah lain, perkembangan teknologi dan prasarana lainnya.
Sedangkan kemunduran sektor basis disebabkan oleh perubahan permintaan dari luar
wilayah, habisnya cadangan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan
dari perkembangan teknologi (Yasri, 1994: 9 ).
Strategi pembangunan yang dapat dilaksanakan adalah penekanan terhadap arti penting
bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional.
27
Kebijakannya mencakup pengurangan hambatan dan batasan terhadap perusahaan-
perusahaan yang beorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut.
Faktor-faktor penentu utama dalam pertumbuhan ekonomi regional adalah berhubungan
langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-
industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk
diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (Arsyad, 1999 :
116 ).
c. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral menganggap bahwa ada semacam hirarki tempat. Setiap tempat
sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang memyediakan sumberdaya
(industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang
menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini
bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik didaerah perkotaan maupun
didaerah pedesaan (Arysad, 1999 : 117 ).
Dampak dari adanya tempat sentral ini adalah aglomerasi industri. Keuntungan dari
adanya aglomerasi industri ini adalah : pertama yaitu semacam keuntungan yang dapat
timbul karena pusat pengembangan memungkinkan perusahaan industri yang tergabung di
dalamnya beroperasi dengan skala besar, karena adanya jaminan sumber bahan baku dan
pasar. Kedua, yaitu adanya saling keterkaitan antar industri sehingga kebutuhan bahan baku
dan pemasaran dapat di penuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut yang minimum.
28
Ketiga, yaitu timbulnya fasilitas sosial dan ekonomi dapat digunakan secara bersama-sama
sehingga pembebanan ongkos untuk masing-masing perusahaan industri dapat dilakukan
serendah mungkin (Esmara,1985:336 ).
Untuk mempelajari apakah suatu sektor ekonomi merupakan sektor basis atau non basis
dalam suatu wilayah dapat digunakan metode pengukuran langsung metode pengukuran
tidak langsung ( Glasson, 1974 dalam Yasri, 1994 : 9 ). Metode pengukuran langsung
dilakukan melalui survey secara langsung dalam mengidentifikasi sektor mana yang basis
dan mana yang non basis. Melalui pendekatan ini dapat ditentukan sektor basis maupun non
basis secara tepat, tetapi dalam pelaksanaannya memerlukan dana dan sumber daya yang
besar. Atas dasar ini para pakar ekonomi regional merekomendasikan penggunaan metode
pengukuran tidak langsung yaitu menggunakan kuosien lokasi ( Locational Quotient ).
d. Teori Ekonomi Neo Klasik
Peranan teori ekonomi Neo Klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan
daerah, karena teori ini tidak memiliki dimensi spesial yang signifikan. Teori ini memberi
dua konsep dalam pembanguna ekonomi daerah yaitu keseimbangan dan mobilitas faktor
produksi. Artinya system perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiah jika modal
bisa mengalir tanpa pembatasan. Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang
tinggi menuju ke daerah yang berupak rendah (Arysad, 1999 ; 116 ).
e. Teori Kausasi Kumulatif
Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari
tesis kausasi kumulatif ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan
antar daerah-daerah tersebut. Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan
kompetitif dibanding daerah-daerah lain (Arysad,1999:117 ).
29
f.Model Daya Tarik
Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak
digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah suatu masyarakat
dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialisasi melalui pemberian subsidi dan
intensif (Arsyad, 1999 : 188 ).
II. Otonomi Daerah
1. Hakekat Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. ( UU No.32 Tahun
2004)
2. Pelaksanaan Otonomi daaerah
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus penting dalam rangka
memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh
pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Ini merupakan
kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya
dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu
daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan pemerintah daerah. Pemerintah
30
daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja
dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.
III. Metode analisis
a. Metode Analisis Shift Share
Teknik analisis ini adalah teknik analisis kuantitatif yang biasa digunakan untuk
menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah
administrative yang lebih tinggi sebagai pembanding. Dalam teknik ini terdapat 3
komponen: Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional yang
menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian
daerah. Kedua, pergeseran proporsional, yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu
sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional.
Ketiga, pergeseran diferensial yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh
daya saing industri daerah dengan perekonomian yang dijadikan referensi.
Ketiga hubungan komponen tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut
Shift Share Analysis (SSA)
SSA = (Xtt(1) /Xtt(0) – 1) + (Xtj(1) /Xtj(0) – Xtt(1) /Xtt(0) ) + (Xij(1) /Xij(0) –
Xtj(1) /Xtj(0))
a b c
Keterangan :
SSA = Shift Share Analysis
31
a = komponen share (menyatakan laju pertumbuhan total wilayah pada dua titik
waktu yang menunjuk-kan dinamika)
b = komponen proportional shift (menyatakan pertum-buhan total aktivitas tertentu
secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah
yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah
c = komponen differential shift (menjelaskan bagaimana daya kompetisi suatu
aktivitas tertentu dibandingkan dengan total sektor atau aktivitas dalam wilayah.
Komponen ini menggambarkan dinamika (keung-gulan atau ketidakunggulan) suatu
sektor atau aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di
wilayah lain.
Xij(1) = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah kabupaten ke-i pada
tahun akhir
Xij(0) = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah Kabupaten ke-i pada
tahun awal
Xtj(1) = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah Provinsi pada
tahun akhir
Xtj(0 )= jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah Provinsi pada
tahun awal
Xtt(1) = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah
Provinsi pada tahun akhir
Xtt(0) = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah
Provinsi pada tahun awal.
b. Metode Analysis Location Quotient ( L Q )
32
Pada dasarnya metode ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan sektor
di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama di daerah yang lebih luas
(tingkat nasional). Variabel yang digunakan dalam analisis ini berupa nilai tambah serta
jumlah tenaga kerja. Adapun dalam analisis ini dicoba memahami Location Quotient (LQ)
dengan menggunakan nilai tambah bruto sebagai variabel yang ada dalam PDRB menurut
harga konstan. Secara matematis Location Quotient (LQ) dirumuskan sebagai berikut
LQ = Xij/Xit
Xtj/Xtt
Keterangan :
LQ = Location Quotient
Xij = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah kabupaten ke-i
Xit = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah
kabupaten ke-i
Xtj = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah Provinsi
Xtt = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah Provinsi
LQ < 1 berarti sektor yang bersangkutan produksinya belum dapat memenuhi
kebutuhan daerah sendiri, disebabkan oleh kurangnya peranan sektor tersebut
dalam perekonomian daerah karena tidak mempunyai keunggulan komparatif
dan dikategorikan sektor non basis.
LQ > 1 atau LQ = 1 Berarti sektor yang bersangkutan produksinya sudah dapat
memenuhi kebutuhan daerah tersebut bahkan mengekspor. Oleh karena itu daerah
33
tersebut diakatakan mempunyai keunggulan komparatif di sektor tersebut dan
dikatakan sebagai sektor basis. (http://diligib.uns.ac.id/upload/dokumen)
c. Employment Surplus Index (ESI)
ESIa = Xij – (Xit/Xtt)Xtj (Keterangan : ESIa = ESI model absolut)
ESIr = [Xij – (Xit/Xtt) Xtj] / Xit x 100 % (Keterangan : ESIr = ESI model relatif)
Keterangan:
Xij = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah Kabupaten ke-i
Xit = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah
Kabupaten ke-i
Xtj = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah Provinsi
Xtt = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah Provinsi
E. CARA PENELITIAN
a. Data yang akan dianalisis
Dalam penelitian ini data yang digunakan yaitu:
1) Data PDRB Provinsi DIY tahun 2006-2009
2) Data PDRB Kabupaten Kulon Progo tahun 2006-2009
3) Data ketenagakerjaan Provinsi DIY tahun 2006-2009
4) Data ketenagakerjaan Kabupaten Kulon Progo tahun 2006-2009
b. Metode Pengumpulan data, data yang digunakan merupakan data sekunder sehingga
untuk pengumpulan datanya peneliti menggunakan buku Jogja dalam angka 2010 dan
Kulon Progo dalam angka 2010 yang diterbitkan oleh BPS sebagai acuan, untuk data
yang lebih rinci peneliti bekerjasama dengan BPS DIY dan BPS Kulon Progo
34
c. Alat analisis, dalam penelitian ini ada dua analisis utama yaitu analisis potensi
perekonomian dan analisis ketenagakerjaan Kabupaten Kulon Progo. Untuk analisis
potensi perekonomian digunakan alat analisis Shift Share dan Analysis Location
Quotient ( L Q ) dan untuk analisis ketenagakerjaan digunakan metode Employment
Surplus Index (ESI) untuk mengetahui surplus atau defisit jumlah tenaga kerja pada
sektor-sektor unggulan yang ada di Kabupaten Kulon Progo.
F. JADWAL PENELITIAN
Tahap KegiatanBulan Ke
1 2 3 4 5 6
Persiapan
1. Pengumpulan data
Pelaksanaan
1. Pengolahan data
2. Analisis data
3. Pengambilan kesimpulan dan hasil
penelitian
Penyelesaian
35
1. Penyusunan laporan draf
2. Penyusunan laporan akhir
PERSONALIA PENELITIAN
1. Peneliti I
a. Nama Lengkap : Dra. Ike Yuli Andjani, M.Si
b. NIP : 19650716 199003 2 001
c. Pangkat/Golongan : III/b
d. Jabatan Sekarang : Asisten Ahli
e. Tempat penelitian/alamat : Kabupaten Kulon Progo
f. Waktu yang disediakan : 2 jam/ hari
2. Peneliti II
a. Nama Lengkap : Adi Irawan.S.SE
36
b. NIP : -
c. Pangkat/Golongan : -
d. Jabatan Sekarang : -
e. Tempat Penelitian/alamat : Kabupaten Kulon Progo
f. Waktu yang disediakan : 2 jam/hari
3. Pembantu Peneliti : 1 orang
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Yogyakarta. 2010. Jogja dalam Angka 2010. BPS: Provinsi DIY
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. 2010. Kulon Progo dalam Angka 2010. BPS:
Kulon Progo.
Lincolin Arsyad. 1993. Pengantar Perencanaan Ekonomi. PT. Media Widya Mandala:
Yogyakarta.
Lincolin Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE
UGM: Yogyakarta.
Hendra Esmara. 1985. Memelihara Momentum Pembangunan. Gramedia: Jakarta
37
38