revisi i proposal skripsi
TRANSCRIPT
PROPOSAL SKRIPSI
STUDI KOMPARASI MICROBIAL FUEL CELL DENGAN
IMOBILISASI Lactobacillus bulgaricus MENGGUNAKAN
METODE ENKAPSULASI DAN ADSORPSI UNTUK
MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK YANG TINGGI
Untuk memenuhi tugas Metodelogi Penelitian
Disusun oleh :
Ridhani Rida Ramadhan (115061100111009)
Ayu Indah Wibowo (115061101111011)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................... 1
Daftar Isi................................................................................................................... 2
Ringkasan................................................................................................................. 3
Bab I Pendahuluan ................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang................................................................................... 41.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 51.3 Rumusan Masalah.............................................................................. 51.4 Batasan Masalah ............................................................................... 5
Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 6
2.1 Microbial Fuel Cell ........................................................................... 62.2 Lactobacillus bulgaricus ................................................................... 72.3 Molase................................................................................................ 82.4 Glukosa ............................................................................................. 8 2.5 Fermentasi ......................................................................................... 9
Bab III Metode Penelitian ...................................................................................... 11
3.1 Persiapan Alat Elektrolisis ................................................................ 113.1.1 Preparasi Proton Exchange Membrane (PEM)......................... 11
3.1.2 Preparasi elektroda.................................................................... 11
3.2 Preparasi Mikroorganisme ................................................................ 113.2.1 Pembuatan Medium............................................................... 113.2.2 Pembuatan inokulum Lactobacillus Bulgaricus ................... 11
3.3 Preparasi Substrat .............................................................................. 123.4 Preparasi Reaktor MFC ..................................................................... 12
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 13
2
RINGKASAN
Salah satu alternatif sumber energi adalah fuel cell, khususnya energi listrik. Dalam fuel cell terjadi konversi energi kimia menjadi energi listrik yang memanfaatkan hidrogen dan oksigen. Karena bahan baku yang digunakan cukup mahal maka fuel cell belum banyak diterapkan di Indonesia. Dan sekarang ini fuel cell dikembangkan dengan menggunakan bahan baku yang mudah didapat. Contohnya pemanfaatan mikroba untuk menghasilkan energi. Dalam penelitian ini menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus yang diimobilisasi dengan memanfaatkan molase dan glukosa sebagai substratnya dengan rasio glukosa : molase, yaitu 1:1; 1:2; dan 2:1 yang berada di kutub anoda dalam reaktor MFC dengan volume 800 mL. Selain itu, digunakan variasi waktu operasi 10, 20, 40, 80 jam. Dengan variasi tersebut diharapkan didapatkan energi listrik dengan efisiensi yang lebih besar.
Kata kunci: Microbial fuel cell, imobilisasi Lactobacillus bulgaricus, continous reactor dual chamber.
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan kebutuhan pokok manusia. Setiap aktivitas manusia
tidak bisa lepas dari energi. Energi yang digunakan manusia saat ini lebih
banyak berasal dari sumber energi minyak bumi dan batu bara. Akan tetapi,
sumber energi tersebut tidak dapat diperbaharui sehingga persediaan sumber
energi tersebut di alam semakin menipis. Menurut data dari Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi atau BPPT (2012), persediaan sumber energi fosil
di Indonesia diperkirakan hanya akan bertahan dalam beberapa puluh tahun
saja. Persediaan gas di Indonesia hanya bisa bertahan sekitar 30 tahun, bahan
bakar batu bara sekitar 50 tahun, dan yang paling mengkhawatirkan adalah
persediaan bahan bakar minyak yang hanya mampu bertahan sekitar 11 tahun
saja (www.greenersmagz.com). Selain itu, menurut Karyada Warnika,
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (2012),
Indonesia sudah tidak dapat mengandalkan energi fosil menyusul cadangan
minyak bumi di Indonesia diperkirakan akan habis pada 2018. Saat ini
konsumsi energi di Indonesia sekitar 3,8 juta ton minyak per hari dan terus
meningkat sekitar 7% setiap tahunnya (www.iesr.or.id).
Salah satu alternatif sumber energi adalah fuel cell, khususnya energi
listrik. Di Indonesia fuel cell masih belum banyak berkembang karena bahan
baku hidrogennya mahal. Menurut peneliti Puslit Fisika Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia atau LIPI (2012), untuk harga satu kg hidrogen sama
dengan empat liter bensin. Harga yang mahal dikarenakan biaya produksinya
dan biaya penyimpanannya masih tinggi (www.ebtke.esdm.go.id). Dengan
kendala tersebut muncul inovasi bahan baku fuel cell tanpa penggunaan
hidrogen murni, yaitu dengan memanfaatkan mikroba dan fuel cell jenis ini
disebut Microbial Fuel Cell (MFC).
Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan salah satu teknologi alternatif
yang prospektif untuk dikembangkan karena MFC memiliki keunggulan
4
operasional dan fungsional atas teknologi yang digunakan saat ini dalam
menghasilkan energi dari bahan organik. Keunggulan yang pertama yaitu,
konversi langsung dari energi substrat ke listrik yang memungkinkan efisiensi
konversi tinggi. Kedua, MFC beroperasi secara efisien pada ruang dan suhu
membedakannya dari semua proses bio-energi saat ini. Ketiga, MFC tidak
memerlukan pengolahan gas karena gas yang dihasilkan MFC diperkaya atas
karbon dioksida dan biasanya tidak memiliki kandungan energi yang
bermanfaat. Keempat, MFC tidak perlu energi masukan untuk aerasi apabila
katoda diaerasi secara pasif. Kelima, MFC memiliki potensi untuk aplikasi
luas di lokasi yang kurang infrastruktur listrik dan juga untuk memperluas
keragaman bahan bakar yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
(Korneel dan Willy, 2005). Oleh karena itu, MFC memiliki potensi sebagai
sumber energi alternatif yang perlu dikembangkan lebih lanjut.
MFC menggunakan bakteri untuk menghasilkan energi listrik dari
penguraian senyawa organik. Berbagai jenis mikroorganisme telah banyak
dikembangkan dalam menghasilkan energi menggunakan MFC, di antaranya
Pseudomonas aeruginosa, Clostridium butyricum, Enterococcus faecium,
Rhodoferax ferrireducens, Geobacter metallireducens, Aeromonas
hydrophila, dan lain sebagainya (Korneel dan Willy, 2005). Untuk efisiensi
dan kontinuitas penggunaan bakteri dalam MFC dapat dilakukan dengan cara
imobilisasi bakteri. Dengan imobilisasi tersebut, bakteri dapat dimanfaatkan
secara berulang. Bakteri Geobacter sulfurreducens telah digunakan dalam
menghasilkan energi listrik pada MFC dengan diimobilisasikan pada anoda
grafit dan dapat mengonversi asetat menjadi karbon dioksida dengan efisiensi
transfer elektron 95% (Bond dan Lovley, 2003).
Dalam penelitian terdahulu telah mengembangkan MFC misalkan
pada penelitian Arbianti dkk. (2013), MFC yang menggunakan bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan glukosa sebagai bahan bakunya menghasilkan
energi listrik maksimum berupa power density sebesar 201,9 mW/m2 pada
reaktor MFC seri dengan OD 0,5 dan kalium permanganat sebagai larutan
elektrolit. Rahimnejad (2009) mengggunakan MFC dual chamber dengan
5
kultur mikroba Pseudomonas putida, Saccharomyces cerevisiae,
Lactobacillus bulgaricus, Escherichia coli dan Aspergillus niger dengan
konsentrasi glukosa awal 30gL-1 dan diinkubasi selama 48 jam menghasilkan
potensial energi listrik sebesar 0,39v.
Dalam penelitian-penelitian di atas tidak memperhatikan pengaruh
agitasi. Dengan penambahan perlakuan agitasi maka kontak antara mikroba
dengan substrat akan terjadi lebih sering sehingga diharapkan energi listrik
yang dihasilkan akan lebih besar.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih bakteri Lactobacillus
bulgaricus karena ketersediaannya yang melimpah dan harganya yang murah
serta memiliki efisiensi tinggi dalam beradaptasi dengan kondisi
lingkungannya. Selain itu, peneliti juga memberikan variasi penggunaan
molase (limbah pabrik gula) sebagai substrat untuk membandingkan dengan
glukosa. Diharapkan pada penelitian ini bakteri tersebut dapat menghasilkan
listrik yang lebih besar dengan bantuan pengadukan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui pengaruh imobilisasi Lactobacillus bulgaricus dibandingkan
dengan bakteri yang tidak diimobilisasi dalam menghasilkan energi listrik.
b. Mengetahui efektivitas rasio molase dan glukosa sebagai substrat dalam
microbial fuel cell.
c. Mengetahui waktu optimum operasi microbial fuel cell dalam
menghasilkan energi listrik.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat disusun dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh imobilisasi Lactobacillus bulgaricus dibandingkan
dengan bakteri yang tidak diimobilisasi dalam menghasilkan energi listrik.
6
b. Bagaimana efektivitas rasio molase dan glukosa sebagai substrat dalam
microbial fuel cell.
c. Berapa waktu optimum operasi microbial fuel cell dalam menghasilkan
energi listrik.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Kultur mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactobacillus
bulgaricus yang diberi variasi pengadukan dengan kecepatan yang
berbeda.
b. Substrat yang digunakan sebagai sumber energi mikroba adalah molase
(limbah pabrik gula) dan glukosa.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Microbial Fuel Cell
Sebuah sel bahan bakar mikroba (MFC) adalah proses pengolahan
anaerobik yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan bantuan
reaksi katalitik mikroorganisme. MFC bisa menghasilkan listrik langsung dari
berbagai bahan kimia mudah terdegradasi, seperti asetat, glukosa, sedimen
laut, air limbah makanan, air limbah babi dan limbah domestik (Haiping et al.,
2007).
MFC merupakan system bioelektrokimia yang dapat membangkitkan
listrik dari oksidasi substrat organic dan anorganik dengan bantuan katalis
mikroorganisme. MFC memiliki komponen yang sama seperti fuel cell biasa,
yaitu tersusun atas anoda, katoda, dan elektrolit. Pada MFC, komponen anoda
yang digunakan adalah kultur mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme
dalam MFC ini bertujuan untuk menggantikan fungsi enzim sehingga
dihasilkan substrat yang lebih murah (Arbianti dkk., 2013).
Kinerja MFC dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang
berpengaruh antara lain kecepatan degradasi substrat, kecepatan transfer
elektron dari bakteri ke anoda, transfer proton dalam larutan, aktivitas
mikroba, dan substrat yang digunakan. Faktor lainnya yang mempengaruhi
kinerja MFC adalah komponen penyusun MFC, seperti elektroda (anoda dan
katoda) dan membran penukar proton, serta kelengkapan membran (Arbianti
dkk., 2013).
MFC mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan teknologi
yang menghasilkan energi dari sumber biomasa lainnya. Kelebihannya
diantaranya memiliki tingkat efisiensi yang tinggi, kondisi operasi yang lunak,
tidak dibutuhkannya energi input, dan dapat diaplikasikan pada berbagai
tempat yang memiliki infrastruktur listrik yang kurang (Riyanto, 2011).
Prinsip kerja MFC adalah memanfaatkan mikroba yang melakukan
metabolisme terhadap medium di anoda untuk megkatalisis pengubahan
bahan organik menjadi energi listrik dengan mentransfer elektron dari anoda
8
melalui kabel dan menghasilkan arus ke katoda. Transfer elektron dari anoda
diterima oleh ion kompleks di katoda yang memiliki electron bebas. Dalam
MFC, yang digunakan sebagai donor elektron adalah zat hasil metabolisme
mikroba atau elektron yang dilepaskan mikroba saat melakukan
metabolismenya. Zat hasil metabolisme mikroba umumnya merupakan
senyawa yang mengandung hidrogen, seperti etanol, methanol, atau gas
metana. Senyawa ini dapat digunakan sebagai sumber hidrogen melalui
serangkaian proses untuk memproduksi elektron dan menghasilkan arus listrik
(Arbianti dkk., 2013).
2.2 Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri gram positif yang
berbentuk batang dan tidak membentuk spora. Gram positif dapat berubah
menjadi gram negatif dengan bertambahnya umur dan derajat keasaman.
Pembentukan rantai umum dijumpai terutama pada fase pertumbuhan
logaritma lanjut. Biasayan bakteri ini hidup pada kisaran suhu optimum 30 –
40 ̊C dengan pH optimal 5,5 – 6,2 (Arbianti dkk., 2013).
Bakteri Lactobacillus bulgaricus tumbuh dengan baik dalam medium
yang mengandung glukosa dan protein. Medium yang digunakan adalah
Glucose Yeast Protein (GYP). GYP mengandung glukosa, yeast extract, beef
extract, Tween 80, natrium asetat, dan larutan garam (seperti MgSO4.7H2O,
MnSO4.4H2O, FeSO4.7H2O, dan NaCl). Tween 80 merupakan senyawa yang
berguna menstimulasi pertumbuhan anaerob pada bakteri (Arbianti dkk.,
2013).
2.3 Molase
Molase merupakan hasil samping proses kristalisasi gula tebu dan gula
bit. Jumlah dan komposisi molase tergantung pada kondisi bahan baku (tebu)
dan proses pembuatan gula. Adapun komposisi kimia molase dapat dilihat
pada table berikut (Suastuti, 1998) :
Komponen Kisaran (%) Rata-rata (%)
9
Air 17 – 25 20
Sukrosa 30 – 40 35
Glukosa 4 – 9 7
Fruktosa 5 – 12 9
Gula pereduksi 1 – 5 3
Karbohidrat lain 2 – 5 4
Abu 7 – 15 12
Komponen nitrogen 2 – 6 4,5
Asam bukan nitrogen 2 – 6 5
Lilin, steroid dan fosfolipid 0,1 – 1 0,4
Molase merupakan sumber energi yang mengandung gula sekitar 50%
dalam bentuk sukrosa (20% - 30%) dan gula pereduksi (10% - 30%). Gula
pereduksi merupakan senyawa yang mudah dicerna dan dapat langsung
diserap oleh darah untuk metabolisme guna memperoleh energi (Suastuti,
1998).
2.4 Glukosa
Glukosa ini kemudian akan berperan sebagai salah satu molekul utama
bagi pembentukan energi. Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah
satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama
dalam tubuh.
Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang
umumnya diperoleh dari glukosa. Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri
dari dua tahap, yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan
paling sedikit dua pasang atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon
lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa, (2) senyawa yang teroksidasi
tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap
pertama, membentuk senyawa-senyawa lain sebagai hasil fermentasi (Fardiaz,
1989).
10
2.5 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses
memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks.
Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi
senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari
tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang
terkontrol. Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses
oksidasi anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan
alkohol serta beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang
menggunakan substrat protein dan lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno,
2010).
Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak
spontan (membutuhkan starter). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang
biasa dilakukan menggunakan media penyeleksi, seperti garam, asam organik,
asam mineral, nasi atau pati. Media penyeleksi tersebut akan menyeleksi
bakteri patogen dan menjadi media yang baik bagi tumbuh kembang bakteri
selektif yang membantu jalannya fermentasi. Fermentasi tidak spontan adalah
fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme bersama
media penyeleksi sehingga proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat
(Rahayu et al., 1992).
Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba-
mikroba pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang
melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari
glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO2
dan energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan
metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang
setengah terurai. Hasil penguraiannya adalah air, CO2, energi dan sejumlah
asam organik lainnya, seperti asam laktat, asam asetat, etanol serta bahan-
bahan organik yang mudah menguap. Perkembangan mikroba-mikroba dalam
keadaan anaerob biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan
Ayustaningwarno, 2010).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Persiapan alat elektrolisis
3.1.1 Preparasi Proton Exchange Membrane (PEM)
PEM yang berupa membran nafion direbus dengan aquades selama
1 jam lalu didihkan dengan H2O2 3% selama 1 jam dan dicuci dengan
aquades. PEM selanjutnya didihkan kembali dalam H2SO4 1 M selama 1
jam lalu dicuci dengan aquades sebanyak 3 kali. Kemudian PEM
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah itu direndam dalam
aquades hingga saat akan digunakan.
3.1.2 Preparasi elektroda
Elektroda yang digunakan berupa grafit. Grafit direndam dalam
HCl 1 M selama 1 hari kemudian dibilas dengan aquades. Setelah itu
direndam lagi dengan NaOH 1 M selama 1 hari kemudian dibilas lagi
dengan aquades. Elektroda tersebut direndam dalam aquades hingga saat
akan digunakan.
3.2 Preparasi Mikroorganisme
3.2.1 Pembuatan Medium
Medium yang digunakan adalah Glucosa Yeast Peptone (GYP).
Cara pembuatannya adalah glukosa 1%, yeast extract 1%, natrium asetat
0,14%, beef extract 0,2%, Tween 80 1%, dan larutan garam 0,5%
dilarutkan dalam 1 L aquades. Kemudian pH nya diatur hingga 6,5.
Kemudian medium dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersumbat
kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 ̊C selama 15 menit.
3.2.2 Pembuatan inokulum Lactobacillus Bulgaricus
Setelah disterilisasi, medium didinginkan sampai suhu ruang.
Kemudian diambil 1 jarum ose isolat bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
dimasukkan ke dalam medium. Medium yang terlah diinokulasi kemudian
diinkubasi pada suhu 37 ̊C di dalam inkubator selama 8 jam.
12
3.3 Persiapan Substrat
Substrat yang digunakan ada dua jenis yaitu, larutan glukosa sebagai
sampel 1 dan yang kedua menggunakan limbah pabrik gula (molase) yang sudah
direbus terlebih dahulu sebagai sampel 2.
3.4 Persiapan Reaktor MFC
Membran PEM diletakkan di antara kompartemen katoda dan anoda,
kemudian kedua kompartemen ini dihubungkan. Pada kompartemen anoda
dimasukkan inokulum bakteri lactobacilus Bulgaricus, glukosa sebagai substrat,
aquades dan buffer fosfat. Sedangkan di kopartemen katoda terdapat larutan
elektrolit dan buffer fosfat. Pada kedua kompartemen, dipasang elektroda grafit
yang dihubungkan ke instrumen pengukur. Pada percobaan MFC ini dilakukan
variasi parameter kecepatan pengadukan dengan variasi yang berbeda-beda.
Kinerja MFC ini dilihat dari kuat arus dan tegangan yang dihasilkan melalui
pengukuran menggunakan digital multimeter dan analog mikroampere. Nilai arus
listrik dan tegangan yang tertera pada layar digital multimeter diamati hingga
stabil kemudian dicatat.
Pada reaktor MFC yang bervolume 100 ml, kompartemen anoda diisi
dengan larutan yang terdiri dari 20 mL inokulum bakteri, 10 ml glukosa, 50 ml
buffer fosfat 0,1 M pH 7 dan 20 ml aquades juga ditambahkan batang magnet
untuk parameter pengadukannya. Dan diharapkan pada kecepatan pengadukan
berapa rpm yang optimum yang menghasilkan energi listrik yang besar. Pada
kompartemen katoda diisi dengan 50 mL larutan Kalium Ferrisianida 0,1 M dan
50 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7. Kemudian diukur arus listrik dan tegangan
dengan menggunakan digital multimeter dengan waktu 3 jam.
Kemudian diulangi untuk sampel yang berupa molase dengan volume
yang sama. Untuk variasi kecepatan pengadukan menggunakan variasi kecepatan
25 rpm, 50 rpm, dan 75 rpm pada masing-masing sampel dengan waktu yang
sama. Dan diharapkan didapatkan kecepatan pengadukan optimum untuk
menghasilkan listrik dengan efisiensi yang tinggi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Arbianti, Rita, Tania Surya Utami, Heri Hermansyah, Deni Novitasari, Ester Kristin,
dan Ira Trisnawati. 2013. Optimasi Kinerja Microbial Fuel Cell (MFC)
Menggunakan Bakteri Lactobacillus bulgaricus. Jakarta: Universitas Indonesia.
Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas IPB.
Greeners. 2012. Habis Energi Konvensional, Terbitlah Energi Terpebarukan.
www.greenersmagz.com diakses tanggal 1 Desember 2013 pukul 05:47 WIB.
Haiping, Luo, Liu Guangli, dan Zhang Renduo. 2007. Characteristics of Generating
Electricity with Microbial Fuel Cell by Different Organics As Fuel. Guangzhou:
Sun Yat-sen University.
IESR. 2012. Pembangkit Fuel Cell Pertama di Indonesia Beroperasi Akhir 2012.
www.iesr.or.id diakses tanggal 2 Desember 2013 pukul 08:42 WIB.
Korneel, Rabaey dan Willy Verstraete. 2005. Micobial Fuel Cells: Novel
Biotechnology for Energy Generation. Belgia: Elsevier.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Harga Hidrogen Bisa Lebih
Murah dari Premium. www.ebtke.esdm.go.id diakses tanggal 2 Desember 2013
pukul 08:46 WIB.
Muchtadi TR, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.
Bandung: Alfabeta.
Rahayu, W, P,. S. Maamoen,. Suliantari, dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi
Produk Perikanan. , Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
Rahimnejad, M., N. Mokhtarian, G. D. Najafpour, W. Ramli Wan Daud, dan A. A.
Ghoreyshi. 2009. Low Voltage Power Generation in a Biofuel cell Using
Anaerobic Cultures. Malaysia: IDOSI Publications.
14
Riyanto, Bambang, Nisa Rachmania dan Fitriani Idham. 2011. Energi Listrik dari
Sedimen Laut Teluk Jakarta Melalui Teknologi Microbial Fuel Cell. Bogor: IPB.
Suastuti, Ni Gusti Ayu Made Dewi Dwi Adhi. 1998. Pemanfaatan Hasil Samping
Industri Pertanian (Molase dan Limbah Cair Tahu) sebagai Sumber Karbon dan
Nitrogen untuk Produksi Biosurfaktan oleh Bacillus sp. Galur Komersial dan
Lokal. Bogor: IPB.
15