(revisi) filsafat pancasila sebagai jiwa dan nafas pendidikan karakter di indonesia (kelompok 3...

25
Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI JIWA DAN NAFAS PENDIDIKAN KARAKTER DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Dewa Ayu Prisma Dewi Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya ([email protected] ) Helda Apganendaria Ongge Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya ([email protected] ) Muhammad Bagus Pambudi Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya ([email protected] ) Naufal Al Farizi Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Solehoddin Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya ([email protected] ) Aryo S Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Bayu Hermawan A. Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Muhammad Bagus S. Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Fachrul Anggraha Putra Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya ([email protected] ) Hendrik Abner R. Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Abstrak Secara garis besar makalah ini akan membahas tentang Filsafat Pancasila, yaitu mencari esensi dan kebenaran dari Pancasila, dan bagaimana menggunakannya dalam pendidikan karakter di Indonesia. Makalah ini dibuat bertujuan untuk memahami esensi dari Pancasila dan esensi dari setiap silanya, untuk mengetahui apa arti dari pendidikan, tujuan dari pendidikan, apa itu pendidikan karakter serta tujuannya, dan bagaimana menjadikan Pancasila sebagai dasar pendidikan karakter 1

Upload: prisma-dewi

Post on 08-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

ini adalah jurnal tentang Pancasila sebagai jiwa dan naas pendidikan karakter di indonesia

TRANSCRIPT

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI JIWA DAN NAFAS PENDIDIKAN KARAKTER DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Dewa Ayu Prisma DewiPendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

([email protected])

Helda Apganendaria OnggePendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

([email protected])

Muhammad Bagus PambudiPendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

([email protected])

Naufal Al FariziPendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

SolehoddinPendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

([email protected])

Aryo SPendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Bayu Hermawan A.Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Muhammad Bagus S.Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Fachrul Anggraha PutraPendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

([email protected])

Hendrik Abner R.Pendidikan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Secara garis besar makalah ini akan membahas tentang Filsafat Pancasila, yaitu mencari esensi dan kebenaran dari Pancasila, dan bagaimana menggunakannya dalam pendidikan karakter di Indonesia. Makalah ini dibuat bertujuan untuk memahami esensi dari Pancasila dan esensi dari setiap silanya, untuk mengetahui apa arti dari pendidikan, tujuan dari pendidikan, apa itu pendidikan karakter serta tujuannya, dan bagaimana menjadikan Pancasila sebagai dasar pendidikan karakter di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah analisis abstraksi dimana penjelasan-penjelasan didalamnya dijabarkan secara sistematis berdasarkan judul-judul kecil dari setiap pokok pembahasan. Hasil dari makalah ini, menunjukkan bahwa Pancasila merupakan suatu solusi efektif yang bangsa kita miliki untuk mengatasi setiap krisis moral di negeri ini. Dimana Pancasila tersebut akan mampu terus hidup dan diamalkan apabila sudah ditanamkan sejak dini melalui pendidikan karakter yang berlandaskan Filsafat Pancasila. Kata Kunci: filsafat, Pancasila, pendidikan, karakter.

1

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

Abstract

This paper will discuss the philosophy of Pancasila, namely the search for the essence and truth of Pancasila, and how to use them in character education in Indonesia. This paper was made aiming to understand the essence of Pancasila and the essence of every principles are, to know what is the meaning of education, the purpose of education, character education, and what it’s purpose, and how to make Pancasila as the basis for character education in Indonesia. The method used in the preparation of this paper is the analysis of abstraction in which the explanations there in described sistematically by the subtitles of any subject matter. The results of this paper , shows that Pancasila is an effective solution that our nation had to overcome any moral crisis in this country. Where the Pancasila will be able to continue to live and practiced when they are implanted early education through character based on Pancasila philosophy.Key words: philosophy, Pancasila, education, character.

PENDAHULUAN

Telah kita ketahui bahwa Pancasila adalah dasar negara dan ideologi negara Indonesia. Pancasila merupakan dasar filsafat dari negara Indonesia. Namun, ditengah derasnya arus globalisasi, nilai-nilai luhur Pancasila seolah-olah ikut hanyut didalam arus tersebut. Wibawa Pancasila seolah-olah luntur karena kurangnya implementasi Pancasila didalam kehidupan nyata. Sudah sepatutnya pancasila dijadikan suatu tolak ukur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menjadi panutan, menjadi suatu aturan teguh yang diimplementasikan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Salah satu penyebab lunturnya pengamalan nilai-nilai luhur pancasila mungkin karena kurangnya pemahaman terhadap hakikat Pancasila itu sendiri. Filsafat adalah sebuah cabang ilmu yang menelusuri arti dan makna terdalam dari sesuatu. Filsafat juga disebut ilmu yang mempelajari tentang kebenaran atau esensi.

Ada baiknya apabila kita mengetahui apa filsafat dari pancasila itu sendiri. Bagaimana makna pancasila beserta sila-silanya jika ditinjau dari segi filsafat. Diharapkan dengan diketahuinya esensi dari nilai luhur pancasila, akan tercipta masyarakat yang betul-betul menjiwai serta selalu mengamalkan nilai-nilai Pancasila tersebut sebagai nilai dasar (basic values) dalam menjalankan kehidupan, berbangsa dan bernegara.

Pancasila juga sangat erat dengan pembentukan karakter bangsa ini. Karakter hanya dapat dibentuk melalui proses panjang yang disebut pendidikan. Sebagai calon tenaga pendidik, hendaknya kita mengetahui apa itu pendidikan, pendidikan karakter, serta bagaimana kita menggunakan Pancasila sebagai dasar serta acuan dari pendidikan karakter di negeri ini.

Sangat diharapkan apa bila pendidikan karakter yang berbasis Pancasila sudah ditanamkan sejak dini,

maka akan tercipta generasi muda baru yang tangguh serta mampu menerjang derasnya arus globalisasi. Sehingga kelak bangsa ini tidak kehilangan jati dirinya yang luhur yaitu Pancasila.

METODEUntuk memperoleh pengetahuan dan pengertian

mengenai inti mutlak, atau hakikat daripada Pancasila, makalah ini disusun dengan menggunakan metode analisis abstraksi yaitu penelusuran setingkat demi setingkat tentang penyederhanaan keadaan menurut cara atau proses berpikir kefilsafatan.

Selain itu, penulis juga menggunakan metode kajian pustaka yaitu pencarian informasi melalui buku-buku atau internet untuk mendapatkan data yang akurat tentang filsafat, filsafat Pancasila, pendidikan, serta pendidikan karakter.

HASIL DAN PEMBAHASANPengertian Filsafat

Filsafat dapat kita lihat artinya dari dua sisi, arti pertama filsafat adalah suatu metode atau cara berpikir dan arti kedua filsafat adalah hasil berpikir.

Filsafat sebagai metode atau cara berpikir adalah cara atau proses berpikir yang sedalam-dalamnya atau mendasar sampai pada hakikat daripada objek yang difikirkan. Untuk itu filsafat menghadapi objeknya harus secara menyeluruh atau komprehensif. Ilmu-ilmu special atau ilmu vak tidak sampai pada hakikat didalam mempelajari objeknya. Ilmu-ilmu tersebut hanya sampai pada tingkat pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif.

Pengetahuan deskriptif memberi jawab atas pertanyaan ilmiah “bagaimana”, yang jawabannya merupakan pengetahuan dan pengertian mengenai sifat-sifat dari objeknya.

Pengetahuan kausal memberi jawab atas pertanyaan ilmiah “mengapa”, yang jawabannya merupakan

2

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

pengetahuan dan pengertian tentang “asal mula atau sebab-musabab” dari objeknya.

Pengetahuan normative member jawab atas pertanyaan ilmiah “kemana” yang jawabannya merupakan pengetahuan dan pengertian tentang hal-hal yang dalam masa lampau selalu terulang dan disebut “kebiasaan”, yang dalam ilmu eksakta bahkan disebut dengan hukum.

Sedangkan pengetahuan esensi, adalah pengetahuan yang memberi jawab atas pertanyaan ilmiah “apa”, yang jawabannya merupakan pengetahuan dan pengertian tentang inti mutlak, atau hakikat dari objeknya, hanya bisa diperoleh melalui cara berpikir kefilsafatan, dan ini adalah tugas ilmu filsafat.

Seperti yang dikatan Everton (Comparative Philosophy Lectures, Summarized by Sunaryo W., 1973), Filsafat sebagai hasil berpikir adalah penyelidikan hakikat kehidupan dan eksistensi. Filsuf (orang yang ahli berfilsafat) bertanya apa arti dari realitas. Nyata atau kebenaran belum tentu berupa material. Filsafat memberikan kita pandangan rasional tentang dunia. Sehingga filsafat merupakan pemeriksaan yang bebas dari alasan, melainkan memberi pandangan yang rasional bagi dunia. Filsafat dalam interpretasi kehidupan, adalah nilai dan makna. Jadi filsafat adalah akal sehat yang wajar, keyakinan yang wajar atau pengetahuan intuitif (pengetahuan yang datang kepada kita secara langsung). Sebuah pemahaman tentang filsafat adalah dukungan yang besar bagi kesatuan tujuan yang sama (yaitu aspek praktis filsafat). Filsafat merupakan upaya untuk memahami dunia tempat kita hidup.

Perlu disadari bahwa tinjauan dari dua sisi terhadap filsafat itu harus tetap menyadari bahwa barangnya sendiri, yaitu filsafat, adalah satu. Satu barang dengan dua sisi. Jadi penjelasan tersebut jangan dianggap terpisah mutlak satu dengan yang lain. Semuanya adalah saling melengkapi.

Berdasarkan pengertian filsafat dari dua sisi tersebut, maka Filsafat Pancasila pun dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, Filsafat Pancasila dalam arti Pancasila sebagai objek dan kedua Filsafat Pancasila dalam arti Pancasila sebagai subjek. Untuk yang pertama Prof. Notonagoro menerangkan bahwa Filsafat Pancasila ialah ilmu filsafat yang objeknya Pancasila Dasar Filsafat, Asas Kerohanian, Ideologi Negara Republik Indonesia. Tujuan utama dari Filsafat Pancasila menurut pengertian yang pertama ialah untuk memperoleh pengetahuan yang sedalam-dalamnya mengenai Pancasila itu sendiri. Baru setelah pengetahuan yang sedalam-dalamnya mengenai Pancasila diperoleh, lalu memasuki secara teliti dan

hati-hati Filsafat Pancasila menurut pengertian yang kedua (Pancasila sebagai subjek).

Pengertian PancasilaMenurut rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945 menjelang Proklamasi Kemerdekaan dan sebagaimana dibicarakan dalam ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan, maka Pancasila dimaksudkan mempunyai kedudukan sebagai berikut:

a. Sebagai dasar kekal abadi daripada Negara Indonesia Merdeka yang abadi.

b. Bersifat sebagai suatu filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

c. Pemberi pedoman-pedoman kenegaraan dan hidup kepribadian bangsa Indonesia.

d. Pengatur, pengisi serta pengarah hubungan orang dan bangsa Indonesia terhadap pribadi sendiri, terhadap sesama manusia dan bangsa, terhadap Tuhan, terhadap kepemilikan material (benda) dan terhadap alam semesta.

e. Penggerak realisasi diri dalam mewujudkan hidup kenegaraan dan kepribadian bangsa Indonesia, yang mengandung penjelmaan kemanusiaan, perdamaian dan kekeluargaan dunia, kebangsaan, musyawarah dan mufakat, keadilan sosial, dan Ketuhanan.

Ilmu Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila juga harus memenuhi syarat-

syarat mutlaknya guna dapat disebut sebagai ilmu. Syarat tersebut ada empat macam yaitu:a. Objek, yang jelas batas-batasnya;b. Metode, yang merupakan jalan ilmiah untuk

memahami objek;c. Sistematik, yang memuat pengaturan baik urutan

langkah-langkah maupun materi dalam pengetahuan tersebut;

d. Argumentasi/bukti, yaitu alasan atau landasan penarikan kesimpulan mengenai objek yang dipelajari atau ditelitinya.

Jadi Filsafat Pancasila adalah ilmu filsafat yang objeknya ialah Pancasila, Dasar Filsafat, Asas Kerohanian, Ideologi Negara Republik Indonesia. Dilihat dari sisi satunya lagi, karena Pancasila sebagai filsafat itu pada dasarnya adalah subjek, maka Filsafat Pancasila adalah ilmu filsafat yang subjeknya ialah Pancasila, dasar Filsafat, Asas Kerohanian, Ideologi Negara Republik Indonesia.

Mengenai metodenya, untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai inti mutlak, atau hakikat daripada Pancasila dapat ditempuh setingkat

3

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

demi setingkat penyederhanaan keadaan menurut cara atau proses berpikir kefilsafatan sendiri yaitu analisis abstraksi. Mengenai argumentasi atau buktinya, akan dikemukakan bersama-sama dengan penguraian isi sistematika.

Filsafat, Pancasila, dan Filsafat PancasilaTiga persoalan itu sudah dibicarakan dalam

pembahasan diatas. Untuk menegaskannya Filsafat menyelidiki objeknya sedalam-dalamnya sampai pada hakikat. Filsafat Pancasila menyelidiki sedalam-dalamnya sampai pada hakikat. Agar dapat betul-betul digali hakikat Pancasila yang sedalm-dalamnya, hakikat itu perlu dipelajari secara bertingkat, yaitu hakikat kongkrit, hakikat pribadi dan nantinya baru hakikat yang sedalam-dalamnya yaitu hakikat abstrak Pancasila. Kata hakikat apabila tidak diberikan predikatnya yang konkrit atau pribadi, maka yang dimaksud ialah hakikat abstrak.

Pancasila sebagai subjek adalah Pancasila sebagai suatu sistem filsafat guna mengarahkan atau menuntun kehidupan pribadi manusia perorangan, masyarakat, bangsa dan negara, dan kehidupan pada umumnya. Disamping juga untuk mempertanggungjawabkan kehidupan tersebut. Bagi manusia, masyarakat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia, hidup yang baik, yang indah, dan yang benar adalah hidup yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Pancasila.

Manfaat dan Penggunaan Filsafat PancasilaBagi setiap bidang kehidupan negara, serta setiap

alat perlengkapan negara, dan setiap pejabat negara, baik sebagai alat perlengkapan negara maupun perseorangan, Filsafat Pancasila bermanfaat dan perlu digunakan untuk memperdalam, memperlengkap, dan menyempurnakan pengetahuan dan pengertian Pancasila sebagai Dasar Filsafat, Pandangan Hidup serta Ideologi Negara Republik Indonesia, sehingga mempermudah dan memperkuat pelaksanaan dan penjelmaannya di kehidapan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara.

Filsafat Pancasila bermanfaat dan perlu digunakan untuk menentukan sikap terhadap sistem-sistem dan aliran-aliran filsafat lain.

Filsafat Pancasila bermanfaat dan perlu digunakan untuk membangun Sistem Filsafat Indonesia, yang materinya perlu digali dari adat istiadat, kebudayaan dalam arti luas, dan agama-agama, serta kehidupan ketatanegaraan Bangsa Indonesia.

Filsafat Pancasila bermanfaat dan perlu digunakan bagi pendidikan kesarjanaan dan bagi hidup pada umumnya, karena:

Dengan berpikir abstrak akan diperoleh pengertian yang terdalam tentang Pancasila, tentang kepribadian nasional Pancasila, tentang jiwa Pancasila, moral Pancasila, dan mentalitas Pancasila.

Memungkinkan secara lebih baik dalam menyusun pendidikan, menyusun ilmu pengetahuan, dan melakukan penelitian yang berjiwa Pancasila.

Memungkinkan untuk lebih sempurna dalam membentuk manusia yang memiliki kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, membina semangat demokrasi Pancasila, menghargai hak-hak asasi sesama warga negara sesuai dengan konstitusi negara.

Memungkinkan untuk lebih sempurna dalam membentuk manusia susila berdasarkan Pancasila.

Memungkinkan untuk lebih sempurna dalam menimbulkan semangat nasional Pancasila sebagai unsur utama bagi ketahanan nasional bangsa Indonesia.

Filsafat dan Fislsafat Pancasila bersama-sama bermanfaat dan perlu digunakan untuk pelajaran pendidikan mental, agar lebih sempurna dalam:

Menimbulkan keseimbangan kepribadian, antara unsur kerohanian, Ketuhanan dan kemanusiaan mengenai keahlian intelek dan kejuruan yang penyelenggaraannya dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan kejuruan.

Membentuk manusia susila berjiwa Pancasila, taat dan taklim kepada Tuhan, berjiwa kesatria, menjunjung tinggi kejujuruan dan keadilan, yang berkeinsyafan dan bertanggung jawab atas kesejahteraan dan kebahagiaan Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya.

Menghidupkan kecerdasan berpikir, menggugah keserasian didalam kalbu antara ilmu pengetahuan dan kedudukan/fungsinya dalam hidup kemanusiaan.

Menghidupkan kesadaran untuk mengabdikan diri kepada kebenaran dan kenyataan, kepada atribut perguruan tinggi dengan kebebasan akademis dan kebebasan mimbarnya, dalam melakukan penelitihan ilmiah dan budaya demi keselamatan dan kebahagiaan hidup bangsa Indonesia dan kemanusiaan.

Memperdalam keinsyafan perlunya persatuan dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

4

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

permusyawaratan/perwakilan, dan yang ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai Objek dan sebagai Subjek dalam Filsafat Pancasila

Orang tidak akan mampu memfungsikan Pancasila sebagai subjek secara benar apabila tidak terlebih dahulu menempatkan Pancasila sebagai objek cara berpikir kefilsafatan. Dengan kata lain, orang tidak akan dapat menghayati dan mengamalkan Pancasila dengan benar apabila ia tidak mengerti apakah Pancasila itu sebenarnya.

Ada orang yang berkata: “Dengan keluarnya P-4 itu saya malah menjadi semakin bingung dan menjadi semakin tidak tahu tentang Pancasila”. Pernyataan itu berawal dari keinginan untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila tetapi ia tidak tahu sama sekali apa Pancasila itu sebenarnya. Apakah Pancasila itu pada hakikatnya. Padahal untuk mengetahui hakikat Pancasila diperlukan Filsafat Pancasila dalam pengertian Pancasila sebagai objek.

Seluruh penyelenggara negara dan seluruh rakyat Indonesia bertekad untuk memfungsikan Pancasila sebagai Dasar Filsafat, Pandangan Hidup, dan Ideologi Negara Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya, secara murni dan konsekuen. Ini berarti menempatkan Pancasila sebagai subjek. Untuk mewujudkan tekad tersebut, Pancasila harus ditempatkan sebagai objek dalam Filsafat Pancasila. Artinya Pancasila harus dipahami, dipelajari, diteliti sedalam-dalamnya, sampai pada hakikatnya. Harus dipelajari jawabnya: Apakah hakikat kongkrit Pancasila, apakah hakikat pribadi Pancasila, apakah hakikat abstrak Pancasila, dan apakah hakikat sila-sila Pancasila. Disambung dengan mempelajari bagaimanakah rumus rangkaian kesatuan sila-sila Pancasila, baik rumus yang saling mengkualifikasi, yang sudah dibicarakan dalam Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan.

Dengan Demikian sudah kita insyafi bersama bahwa Filsafat Pancasila yang menempatkan Pancasila sebagai objek merupakan prasyarat bagi Filsafat Pancasila yang menempatkan Pancasila sebagai subjek. Tetapi Filsafat Pancasila itu hanyalah satu. Maka dari itu dapat kita rumuskan sekarang pengertian Fisafat Pancasila itu. Filsafat Pancasila ialah ilmu filsafat yang baik objek maupun subjeknya adalah Pancasila Dasar Filsafat, Asas Kerohanian, dan Ideologi Negara Republik Indonesia.

Hakikat Kongkrit Pancasila dan Hakikat Pribadi Pancasila

Hakikat kongkrit ialah unsur-unsur yang secara keseluruhan dan bersama-sama merupakan kesatuan

dan menjadikan sesuatu daripada dirinya sendiri, terpisah dari sesuatu hal lainnya dan berbeda dari sesuatu hal lainnya. Ditetapkan pada Pancasila, hakikat kongkrit Pancasila ialah unsur-unsur yang secara keseluruhan dan bersama-sama merupakan kesatuan dan menjadikan Pancasila dirinya sendiri, terpisah dan berbeda dengan sesuatu hal lainnya; terpisah dan berbeda dengan komunisme, terpisah dan berbeda dengan liberalisme, terpisah dan berbeda dengan kapitalisme. Kalau begitu apakah hakikat konkrit Pancasila? Jawabannya: Hakikat Konkrit Pancasia ialah Dasar Filsafat, Asas Kerohanian, Ideologi Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Apakah hakikat pribadi Pancasila? Untuk mengulanginya, hakikat pribadi ialah unsur-unsur yang secara keseluruhan dan bersama-sama merupakan kesatuan dan menjadikan sejumlah orang atau barang atau hal lainnya kelompoknya yang sejenis, sehingga terpisah dan berbeda dengan kelompok jenis lainnya. Diterapkan pada Pancasila, maka hakikat pribadi Pancasila ialah unsur-unsur yang secara keseluruhan dan bersama-sama merupakan kesatuan dan menjadikan sejumlah hal atau barang sesuatu termasuk Dasar Filsafat, Asas Kerohanian, dan Ideologi Bangsa dan Negara (tanpa kata Republik Indonesia). Sehingga terpisah dan berbeda dengan sejumlah hal atau barang lainnya, seperti misalnya jenis dongeng-dongeng, jenis reklame, jenis cerita roman, jenis sejarah, dan lain-lainnya. Kalau begitu apakah hakikat pribadi Pancasila? Jawabannya: Hakikat Pribadi Pancasila ialah Dasar Filsafat Negara, Asas Kerohanian, Ideologi Bangsa dan Negara. Yang dicakup oleh hakikat pribadi ini adalah subjek-subjek yang lebih banyak daripada hakikat kongkrit. Hakikat kongkrit Pancasila itu hanya satu, tetapi hakikat pribadi Pancasila meliputi hal-hal lainnya yang sejenis dengan Pancasila.

Hakikat Abstrak PancasilaUntuk mengulanginya kita sebut lagi pengertian

hakikat abstrak. Hakikat abstrak ialah unsur-unsur inti mutlak yang harus ada. Hakikat abstrak dari pada air adalah unsur-unsur inti mutlak yang harus ada bagi adanya air. Diterapkan pada Pancasila, hakikat abstrak Pancasila ialah unsur-unsur inti mutlak yang harus ada bagi adanya Pancasila. Hakikat abstrak Pancasila ialah unsur-unsur inti mutlak yang secara keseluruhan dan bersama-sama merupakan kesatuan dan menjadikan Pancasila ada. Jadi apakah hakikat abstrak Pancasila itu? Jawabannya: Hakikat abstrak Pancasila adalah asas hidup yang berpangkal pada tiga hubungan kodrat kemanusiaan selengkapnya, yaitu

5

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia termasuk dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan benda (meliputi benda anorganis, vegetative, animal).

Hakikat Sila-Sila PancasilaSetelah selesai membicarakan hakikat Pancasila

dalam keseluruhannya, baik hakikat kongkrit, hakikat pribadi, maupun hakikat abstrak. Sekarang kita bicarakan hakikat masing-masing silanya. Semua ini sesuai dengan tugas filsafat sebagai metode atau cara berpikir, yaitu berusaha mengetahui/meneliti objeknya sedalam-dalamnya sampai pada hakikat.

Sebagai mana telah kita ketahui, sila-sila Pancasila berbunyi sebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa.2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.3) Persatuan Indonesia.4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Setiap sila Pancasila mempunyai kata pokok, yang diapit oleh awalan ke- dan akhiran –an, kecuali sila ketiga yang menggunakan awalan per- dan akhiran –an. Untuk jelasnya adalah sebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa.2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.3) Persatuan Indonesia.4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam bahasa Indonesia, awalan ke- dan akhiran –an itu menyebabkan kata pokok yang diapitnya menjadi kata benda abstrak. Demikian juga awalan per- dan akhiran –an. Bedanya, kalau ke- dan –an itu menunjukan statika, sedangkan per- dan –an itu menunjukan dinamika. Jadi kelima sila Pancasila itu terdiri dari perkataan-perkataan pokok: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Kelima perkataan tersebut merupakan prinsip atau principles, yang sifatnya abstrak, dan menjadi acuan atau pedoman. Keterangannya adalah sebagai berikut ini:

Ketuhanan adalah prinsip yang berisi keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat Tuhan.

Kemanusiaan adalah prinsip yang berisi keharusan/tuntutan untuk berkesesuaian dengan hakikat manusia.

Persatuan adalah prinsip yang berisi keharusan/tuntutan untuk berkesesuaian dengan hakikat satu.

Kerakyatan adalah prinsip yang berisi keharusan/tuntutan untuk berkesesuaian dengan hakikat rakyat.

Keadilan adalah prinsip yang berisi keharusan/tuntutan untuk berkesesuaian dengan hakikat adil.

Persoalan yang menuntut penyelesaian sekarang ialah apakah yang dimaksud dengan Hakikat Tuhan hakikat manusia, hakikat satu, hakikat rakyat dan hakikat adil? Tujuan penyelesaian ini ialah agar dengan jelas dan mudah orang dapat mengikuti kelima prinsip tersebut.

Hakikat TuhanYang dimaksud dengan hakikat Tuhan ialah Tuhan

menurut pemahaman akal budi manusia sebagai pertanggungjawaban terhadap kemanusiaan berdasarkan kemampuan akal budi/filsafat bahwa oleh karenanya manusia perlu hormat dan takzim kepada Tuhan, berbakti kepada Tuhan, Memuliakan Tuhan, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Berdasarkan pemahaman akal budi manusia tersebut, hakikat Tuhan ialah:

1) Causa Prima, sebab yang pertama dari segala sesuatu.

2) Pengatur tata tertib alam.3) Asal-mula segala sesuatu.4) Yang selama-lamanya ada, tidak pernah tidak ada,

adanya ialah harus (tidak bisa tidak ada)5) Maha Kuasa, Maha Sempurna, dan Maha Baik, dan

oleh karena itu:6) Wajib dihormati dan ditaati

Prinsip sila pertama, yang berisi keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat Tuhan ialah prinsip untuk menghormati dan mentaati Tuhan. Wujud realisasinya bisa memuliakan Tuhan, memandang Yang Teragung, melakukan yang dikehendaki Tuhan, dan sebagainya. Karena Pancasila itu bukan agama, maka cara pelakasanaan meyembah Tuhan, beribadah kepada Tuhan terutama yang berkenaan dengan hal-hal yang sifatnya ritual dan sakral, diserahkan pada agama dan kepercayaan masing-masing.

6

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

Hakikat ManusiaManusia yang dimaksudkan disini adalah manusia

yang seutuhnya. Jadi bukan pemahaman terhadap manusia secara segmental, seperti animal rasional, homo faber, homo economicus, zoon politicon, dan sebagainya. Menurut pandangan yang utuh ini, pada hakikatnya manusia ialah monopluralisme (kesawatunggalan) dari keseluruhan unsur-unsur hakikinya yang berpasang-pasangan monodualis Raga-Jiwa, monodualis Individu-Sosial, kedudukan monodualis Makhluk Tuhan-Pribadi Mandiri, yang kesemua unsur tersebut bersatu secara organis, harmonis, dan dinamis.

Monodualis Raga-Jiwa itu susunan/senyawan kodrat namanya; monodualis Individu-Sosial itu sifat kodrat namanya; dan monodualis Pribadi Mandiri – Makhluk Tuhan itu kedudukan kodrat di hadapan Tuhan namanya.

Raga memiliki tiga anasir, yaitu anasir benda anorganis, benda vegetative, dan benda animal. Sedangkan jiwa memiliki tridaya jiwa yaitu piker, perasaan, dan kehendak (cipta, rasa karsa).

Raga menimbulkan nafsu-nafsu badaniah, seperti nafsu makan, minum, nafsu seksual. Jiwa memiliki nafsu-nafsu rohaniah, seperti nafsu menguasai, nafsu ingin memiliki, nafsu ingin menang sendiri, dan sebagainya.

Prinsip sila kedua, yang berisi keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat manusia adalah prinsip untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa dirinya adalah berhakikat manusia, yang oleh karena itu harus adil dan beradab. Wujud realisasinya dapat bermacam-macam, tetapi harus dapat (dipertanggungjawabkan kembali) kepada kenyataan bahwa si subjek adalah berhakikat manusia, yang oleh karena itu harus adil dan beradab. Hakikat manusia itu seperti yang sudah dipaparkan di atas. Jadi harus diingat bahwa manusia itu memiliki tridaya jiwa (pikir, perasaan, kehendak atau cipta, rasa, karsa). Pikir atau cipta membuat orang rindu kepada kebenaran/kenyataan; perasaan atau rasa menjadikan orang rindu terhadap keindahan, sedangkan kehendak atau karsa membuat orang rindu kepada kebaikan. Oleh karena itu menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa dirinya berhakikat manusia dapat berarti menyukai atau berniat untuk mewujudkan yang benar, yang indah, yang baik dilihat dari segi kemanusiaan. Karena manusia itu makhluk individu sekaligus sosial, maka baik, indah dan benar ini juga berarti bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Bagi pemenuhan kebutuhan ragawi maupun bagi pemenuhan kebutuhan rohani; bagi si subjek sebagai pribadi yang mandiri (yang

harus bertanggung-jawab) maupun bagi si subjek sebagai makhluk Tuhan (yang harus hormat dan taat kepada Tuhan), dan seterusnya.

Hakikat SatuKata persatuan berasal dari kata dasar satu. Apakah

hakikatnya satu itu? Hakikat Satu ialah:

1) Utuh, tak dapat dibagi, mempunyai bentuk-bentuk tersendiri, berdiri sendiri;

2) Terpisah dari sesuatu hal yang lain, tidak menjadi bagian dari suatu yang lain.

Hakikat sila ketiga, yang berisi keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat satu adalah suatu prinsip untuk tetap utuh, pantang/menolak untuk dipecah-belah, sebagai bangsa mempunyai kepribadian sendiri, sebagai negara senantiasa merupakan negara kesatuan yang utuh, benar-benar mandiri baik sebagai bangsa maupun negara. Tidak menjadi bagian dari negara lain, tidak sub-ordinated oleh negara lain (melainkan bekerjasama atas dasar persamaan derajat dan saling menghormati).

Wujud realisasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara cukup jelas, sedangkan dalam kehidupan pribadi manusia perseorangan, seseorang harus memahami baik-baik apa yang dimaksud dengan manusia Pancasila itu. Bagaimana menjelmakan hakikat manusia Pancasila ke dalam kehidupan pribadi manusia perseorangan.

Hakikat RakyatPerkataan kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang

mendapat awalan ke- dan akhiran –an. Hakikat rakyat ialah jumlah keseluruhan warga dalam lingkungan daerah atau negara tertentu, dalam hal ini ialah Negara Indonesia. Dalam segala sesuatunya meliputi seluruh atau semua orang yang menjadi warga kebersamaan tersebut. Jadi kesesuaian dengan hakikat rakyat ialah kesesuaian dengan jumlah keseluruah warga tersebut dalam hal sikap, pendapat, dan kepentingannya. Diwujudkan dalam hidup ketatanegaraan kita, maka “negara kita bukan negara untuk satu orang, bukan negara satu golongan, walaupun golongan kaya, tetapi negara semua buat semua, satu buat semua, dan semua buat satu”. Negara didasarkan atas rakyat, tidak didasarkan atas golongan, tidak didasarkan atas perseorangan. Negara sungguh didukung oleh seluruh rakyat, berdasarkan kekuasaan yang berada pada tangan rakyat (kedaulatan rakyat). Berdasar atas permusyawaratan dan gotong royong, kepentingan serta kebahagiaan seluruh rakyat dijamin.

7

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

Hakikat sila keempat, yang berisi keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat rakyat adalah suatu prinsip untuk berdemokrasi, baik demokrasi politik maupun demokrasi ekonomi, yang dengan melalui permusyawaratan/perwakilan yang bijaksana dan penuh hikmat, berusaha menjamin kepentingan dan kebahagiaan seluruh rakyat.

Wujud realisasinya dalam kehidupan bernegara adalah seperti yang sudah berkali-kali kita jalankan, baik melalui pemilihan umum, maupun tidak-lanjutnya didalam lembaga tertinggi negara (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dan juga di dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Dunia pendidikan pun berkewajiban mewujudkan kepribadian yang demokratis sesuai Pancasila ini. Pendidikan untuk memiliki jiwa dan sikap hidup demokratis sesuai Pancasila perlu dididikan sejak Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi dan selanjutnya.

Hakikat AdilPerkataan keadilan berasal dari kata adil yang

mendapat awalan ke- dan akhiran –an. Hakikat adil ialah telah dipenuhi hak yang ada di dalam hubungan hidup, dengan pengertian bahwa kewajiban harus didahulukan daripada hak. Didalam setiap hubungan hisup itu selalu dan pasti terdapat yang namanya hak dan kewajiban. Kita masing-masing mempunyai hubungan hidup yang kodrat sifatnya, dan jumlahnya ada tiga. Oleh karena itu dinamakan tiga hubungan kodrat kemanusiaan dan selengkapnya (tercantum dalam pembahasan mengenai hakikat abstrak Pancasila). Pada sila kelima Pancasila ini tekanannya ialah Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi tekanannya pada hubungan antara masing-masing warga negara dengan pemerintah Negara dan sebaliknya, hubungan antara sesama warga negara secara timbal balik.

Dalam hubungan antara Pemerintah Negara dan Warga Negara, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Apabila hak satu pihak telah dipenuhi oleh pihak yang lain, maka terciptalah di situ suatu keadilan. Pemerintah Negara mempunyai hak terhadap Warga Negara, yaitu hak untuk ditaati secara hukum. Apabila hak itu telah dipenuhi oleh warga negara, maka terciptalah yang dinamakan keadilan hukum dan keadilan bertaat secara hukum. Sebaliknya warga negara mempunyai hak terhadap Pemerintah Negara, yaitu hak untuk dilindungi kepentingannya. Apabila hak itu telah dipenuhi oleh pemerintah negara, maka terciptalah yang dinamakan keadilan distributif atau keadilan membagi (maksudnya membagi perlindungan kepentingan terhadap seluruh warga negara). Antara

sesama warga negara juga terdapat masalah keadilan. Apabila dalam hubungan hidup antar sesama warga negara, hak warga negara yang satu telah dipenuhi oleh warga negara yang lain di dalam hubungan hidupnya, maka disitu telah terjadi keadilan komutatip. Artinya keadilan sama-sama timbal balik. Begitu selanjutnya. Tidak boleh diartikan áku hanya memenuhi hak dia, asal dia telah terlebih dahulu memenuhi hak saya”. Jangan begitu. Mengartikannya haruslah setiap ada hubungan hidup pastilah ada hak dan kewajiban. Wajib ini perlu lebih didahulukan dari pada hak. Yang namanya hak itu pada dasarnya dapat dituntut dengan paksa. Karena hadirnya hak itu ada landasannya, yaitu hukum atau peraturan. Kalau hak itu tidak dipenuhi dan sipemilik hak tidak menuntut, maka itu merupakan hutang.

Ini tidak berarti bahwa hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan alam tidak tercakup disini. Kita harus ingat bahwa kelima sila Pancasila itu merupakan kesatuan yang bulat dan utuh. Jadi hubungan manusia dengan Tuhan juga menimbulkan hak dan wajib. Manusia mempunyai hak terhadap Tuhan, yaitu hak untuk dikasihi dan disayangi. Tetapi Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang telah terlebih dahulu mengasihi dan menyayangi manusia. Maka dari itu tinggalah hak Tuhan yang harus selalu dipenuhi ileh manusia, yaitu kewajiban manusia untuk selalu menghormati dan mentaati Tuhan. Sikap dan perbuatan yang tidak menghormati dan tidak mentaati Tuhan adalah sikap perbuatan yang tidak adil terhadap Tuhan. Hubungan manusia dengan benda dan dengan alam juga menimbulkan permasalahan hak dan wajib antara kedua belah pihak. Alam, laut misalnya telah dieksplorasi manusia mempunyai hak untuk dipelihara baik-baik oleh manusia, dan manusia mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak alam tersebut. Tidak boleh keindahan laut seperti di laut Banda, misalnya, dibom untuk diambil ikannya yang berarti pengrusakan laut. Ini adalah perbuatan yang tidak adil terhadap laut.

Jadi hakikatnya sila kelima yang berisi prinsip keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat adil ialah suatu prinsip untuk memenuhi hak orang atau pihak lain yang mempunyai hubungan hidup dengan aku/kami/kita, dengan pengertian wajib setepatnya didahulukan daripada hak.

Wujud realisasi dari prinsip sila kelima Pancasila ini misalnya:

8

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

1) Dalam rangka memenuhi hak rakyat atas kepentingan lalu lintas jalan raya, Pemerintah Negara membangun jalan tol, membuat jembatan. Memperbanyak alat transportasi berupa bus, truk, mobil sedan dan lain-lain.

2) Dalam rangka memenuhi hak hukum pemerintah negara, pemilik kendaraan bermotor membayar pajak, memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM), memenuhi peraturan lalu lintas jalan-raya dan lain sebagainya.

3) Dalam rangka memenuhi hak petani akan produksi pertanian yang baik, para petani bersama-sama atau sendiri-sendiri, bekerja keras membudidayakan lahan pertanian, sehingga lahan tersebut mampu memenuhi hak petani akan produksi pertanian yang baik.

4) Dalam rangka memenuhi hak rakyat akan barang-barang hasil industry yang berbagai macam, pemerintah negara melalui kerja sama dengan berbagai pihak mendirikan kawasan industri. Pasti disitu tercipta hubungan hidup dengan berbagai pihak, misalnya antara majikan dan karyawan. Semua hubungan hidup tersebut pastilah menimbulkan hak dan kewajiban, yang pada gilirannya menimbulkan masalah keadilan.

Jadi kalau kita pegang teguh prinsip bahwa setepatnya kewajiban didahulukan terhadap hak, maka perbuatan kita terhadap alam, tanaman, hewan piaraan, sesama manusia, diri sendiri apalagi terhadap Tuhan, itu selalu merupakan perbuatan yang positif, artinya bukan merusak alam, bukan merusak tanaman, bukan merusak hewan dan sebagainya. Tetapi membudidayakan, atau memelihara dan meneglola agar bisa produktif; terhadap sesama bersifat melayani agar supaya orang yang saya layani dapat melakukan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak saya. Terhadap Tuhan, sikap dan perbuatan kita selalu bersyukur (bukan memberontak atau bersungut-sungut atau berkeluh kesah), menghormati Tuhan dan mentaati perintah-perintah Tuhan, sebab manusia harus belajar mengerti bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang telah terlebih dahulu berbuat untuk memenuhi hak manusia. Manusia Pancasila wajib menginvestarisasi berkat-berkat yang telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia, terutama kepada dirinya sendiri.

Pancasila Jiwa dan Nafas Bangsa IndonesiaPancasila adalah dasar negara dan ideologi Negara

Indonesia. Itu berarti bahwa Pancasila harus digunakan sebagai pedoman hidup oleh seluruh bangsa Indonesia. Jangan sampai Pancasila hanya digunakan sebagai

simbol ataupun semata-mata hanya dianggap sebagai atribut pelengkap untuk melengkapi syarat berdirinya suatu negara. Pancasila harus benar-benar dihayati, diresapi, dipahami dan tentunya harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Seolah-olah apa bila kita melanggar Pancasila kita seolah-olah telah kehilangan jiwa itu sendiri, terasa berat dan sesak karena nafas kita pun ikut terhenti. Inilah sesuatu yang harus kita pegang teguh dan selalu junjung. Bagaimana Pancasila tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita.

Pancasila sempat disebut-sebut diciptakan oleh Ir. Soekarno, tetapi Ir. Soekarno menolak disebut pencipta Pancasila, melainkan mengatakan bahwa Pancasila itu adalah isi jiwa bangsa Indonesia. “Pancasila ini adalah isi jiwa bangsa Indonesia, yang turun temurun sekian abad lamanya, tetapi terpendam bisu oleh penjajahan barat” (Soediman Kartohadiprodjo, 1970: 52-54).

Kepribadian atau jiwa bangsa adalah keseluruhan ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.

Jadi diharapkan bahwa nilai-nilai luhur Pancasila-lah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Bagaimana masyarakat bisa terbentuk dan terkonstruksi menjadi masyarakat yang berkarakter, masyarakat mampu dan terbiasa meresapi serta mengamalkan Pancasila, Pancasila sebagai sumber nilai. Sehingga nilai-nilai ini dapat terisolasi dan ter-internalisasi. Yang dimaksud internalisasi nilai-nilai Pancasila adalah suatu keadaan dimana nilai-nilai Pancasila tersebut telah mendarah daging dalam perilaku dan jiwa seseorang.

Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.

9

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam Pancasila. Masa kini, pada generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda akan melekat pada kita yang hidup di kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada bangsa dan negara akan diragukan pula.

Krisis PemudaDi era globalisasi ini, dimana nilai-nilai moral

sudah luntur dan ikut tergerus oleh pesatnya perkembangan jaman, sangat banyak masalah-masalah yang menggorogoti generasi muda kita. Baik itu narkoba, free sex, tawuran, hingga pada sesuatu yang berujung dengan bunuh diri sebagai penyelesaiannya. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Tidakkah kita harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan diri kita sendiri? Menyelamatkan generasi muda penerus bangsa ini? Menyelamatkan bangsa ini?

Sebelum membahas tentang bagaimana cara mengatasi krisis pemuda, mari kita tinjau terlebih dahulu mengapa krisis ini bisa terjadi.

Pertama dapat kita simpulkan bahwa generasi muda kita, belum siap untuk menghadapi derasnya arus globalisasi, belum ada persiapan matang, belum ada mental sekuat baja untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran.

Masa muda adalah masa yang labil, dimana setiap anak muda berusaha mencari dan menemukan jatidirinya, menemukan tujuan hidupnya, menentukan apakah guna dirinya untuk diri sendiri, keluarga, apa lagi bangsa dan negara.

Diperlukan suatu karakter yang kebal terhadap globalisasi. Kebal disini bukan berarti menolak setiap akibat dari globalisasi, melainkan kemampuan untuk menyaring mana yang positif dan mana yang negatif. Tentunya poin-poin positif globalisasi harus terus dikembangkan dan yang negatif tidak perlu diindahkan.

Karakter hanya dapat terbentuk dari proses belajar yang panjang. Perlu diingat bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah karakter, bukan semata-mata hanya

menghasilkan peserta didik yang pintar secara intelektual melainkan peserta didik yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur.

Kita tidak usah berpikir jauh-jauh kemana kita akan mencari metode filtrate untuk menyaring dampak globalisasi. Kita pun tidak perlu mencari jauh-jauh metode pendidikan berkarakter seperti apa yang akan kita terapkan. Kembalikan semuanya pada siapa jati diri kita, siapa jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Semuanya etikat baik dan nilai-nilai kebeneran (basic value) yang berlaku di negeri ini telah terangkum dalam Pancasila. Pancasila-lah yang harus kita gunakan sebagai pedoman ajar untuk membentuk generasi muda yang berkarakter, yang bersusila.

Sebelum membicarakan tentang pendidikan karakter yang berjiwa dan bernafaskan filsafat Pancasila, mari kita telusuri lagi apa arti dari pendidikan dan pendidikan karakter itu sendiri.

PendidikanSejak zaman kuno banyak orang yang mencoba

untuk saling menggali dan saling berbagi ilmu pengetahuan. Pendidikan adalah salah satu alat yang paling penting yang harus dimiliki oleh masyarakat. Pendidikan juga merupakan alat dan salah satu cara terbesar untuk menjamin kualitas hidup dalam masyarakat. Kemampuan untuk memperbaiki diri, merupakan salah satu kemampuan terkuat disamping pendidikan formal yang kita dapatkan. Tanpa pengembangan yang konsisten dari individu itu sendiri, hidup tidak akan menjadi lebih baik.

Pendidikan bisa saja bermula dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran. Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain berikut ini “Saya tidak pernah membiarkan sekolah atau universitas mengganggu pendidikan saya”.

Pada dasarnya pengertian pendidikan ditunjau dari Undang-undang SISDIKNAS No.20 tahun 2003 yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan

10

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara atau Bapak Pendidikan Nasional Indonesia menjelaskan mengenai pengertian pendidikan meliputi = Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

Tujuan PendidikanLalu apa hakikat dari tujuan diadakannya

pendidikan?Tujuan Pendidikan Nasional adalah

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.

Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.

Ada empat hal yang harus selalu kita ingat bahwa pendidikan memiliki tujuan dasar yaitu:

1) Pendidikan untuk kehidupan, bukan semata-mata untuk hidup

2) Pendidikan harus dapat mensejahterakan umat manusia

3) Pendidikan bukan untuk kebesaran tetapi untuk kebaikan seseorang.

4) Kerendahan hati adalah ciri pendidikan yang benar.

Pendidikan KarakterSecara harfiah karakter artinya “kualitas mental

atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi ” (Hornby dan Pornwell, 1972: 49). Dalam kamus Psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relative tetap (Dali Gulo, 1982: 29). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah atau universitas yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah atau universitas, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah atau universitas, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah atau universitas.

Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

11

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah atau universitas yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan setiap lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah atau universitas.

Pendidikan karakter di sekolah atau universitas sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah atau universitas. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah atau universitas secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah atau universitas merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah atau universitas. Pada tataran sekolah atau universitas, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah atau universitas. Budaya sekolah atau universitas yang dimaksud yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah atau universitas dan masyarakat sekitar sekolah atau universitas.

Tujuan Pendidikan KarakterAdapun tujuan dari pendidikan karakter adalah

sebagai berikut:

Menciptakan individu yang memiliki sikap-sikap budi pekerti yang luhur

Menjamin bahwa ilmu pengetahuan dan intelektual dari seorang siswa digunakan untuk hal-hal baik dan berguna bagi masyarakat

Menciptkan lulusan-lusan yang selain sukses dalam intelek tetapi juga bias menjadi panutan dalam moral.

Mempermudah seorang siswa dalam menemukan jatidirinya sendiri, sehingga akan mempermudah proses belajar.

Menciptakan individu yang sopan, disiplin, dan mentaati aturan.

Pancasila sebagai Metode Pendidikan Karakter Menggunakan Pancasila sebagai metode

pendidikan karakter di Indonesia adalah sesuatu yang harus diterapkan. Kembalikan lagi bangsa ini kepada jati dirinya, kembali kepada Pancasila. Kembalikan lagi kepada nilai-nilai luhur dari setiap sila dalam Pancasila itu sendiri. Sebagai contoh untuk membentuk suatu karakter manusia yang bermoral, hal pertama yang harus ditanamkan didalam diri anak tersebut adalah Tuhan. Kebenaran akan adanya Tuhan. Ini sudah tercantum dalam Pancasila sila pertama. Esensi dari pada Ketuhanan adalah keimanan. Jika seseorang telah memiliki iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa maka akan timbul rasa kemanusiaan. Karena apabila sudah meyakini Tuhan, maka seseorang tersebut pasti juga meyakini adanya makhluk Tuhan yang lain. Adanya manusia yang lain, dimana mereka semua adalah memiliki derajat yang sama. Dari situlah muncul nilai-nilai kemanusiaan dalam diri. Karena itu sila kedua dari Pancasila adalah kemanusiaan.

Kemanusiaan merupakan sikap dasar untuk mengembangkan sikap toleransi. Toleransi adalah sikap menahan diri untuk menghargai dan mengakui keberadaan orang lain. Apabila orang sudah mampu menghargai serta menghormati orang lain maka lahirlah sila ketiga yaitu persatuan.

Persatuan hanya dapat terbentuk dari adanya sikap toleransi tadi. Kita semua adalah satu, sama-sama makhluk Tuhan, sama-sama bangsa Indonesia. Tidak ada perbedaan. Maka terciptalah sila ke-empat yaitu kerakyatan. Kerakyatan adalah suatu sikap yang dibangun secara bergotong royong, bermusyawarah untuk menyelesaikan tujuan, serta bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama atau tunjuan Negara. Apabila setiap konflik sudah mampu diselesaikan dengan semangat persatuan dalam suatu musyawarah serta berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan dan Ketuhanan, maka terciptalah suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bahkan kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini, seperti yang terkandung dalam sila kelima. Keadilan sosial bukan lagi tentang individualisme tetapi kebersamaan. Dimana kita menempatkan pertimbangan yang adil terhadap masyarakat luas diatas kepentingan diri sendiri.

Apabila Pancasila sudah berhasil ditanamkan didalam jiwa dan setiap hembusan nafas bangsa

12

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

Indonesia, maka niscaya semua kepribadian seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab akan ikut tertanam pula didalam karakter bangsa itu sendiri.

Apabila nilai-nilai karakter yang luhur telah diimplementasikan kedalam kehidupan, maka segala tujuan pendidikan itu pasti akan tercapai. Secara otomatis peserta didik akan cerdas dengan sendirinya, akan memiliki kualitas intelektual yang mumpuni dan tepat guna.

Kasih sayang harus selalu kita tanamkan kepada peserta didik, karena kasih dalam pikiran adalah kebenaran, kasih dalam tindakan adalah kebajikan, kasih dalam perasaan adalah kedamaian, dan kasih dalam kejiwaan adalah tanpa kekerasan.

Tidakkah kalian merasa bahwa Pancasila adalah suatu pemikiran Jenius dan sangat luhur? Marilah kita berbangga bahwa kita, Indonesia memiliki Pancasila sebagai kekayaan ilmu, kekayaan filsafat yang asli ciptaan bangsa ini. Maka dari itu Pancasila harus selalu kita kobarkan didalam diri.

Pendidikan Karakter Berlandaskan PancasilaLalu seperti apakah contoh real

mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila kedalam pendidikan karakter?

Mari kita pilah satu persatu dari masing-masing silaPancasila. Dimulai dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

Banyak cara yang dapat kita selipkan didalam pembelajaran tentang nilai-nilai Ketuhanan. Sebagai contoh, guru harus selalu mengingatkan setiap siswa tentang pentingnya bersembahyang atau berdoa. Ajaklah seluruh siswa untuk berdoa sebelum memulai pelajaran. Tentu doa yang dilakukan sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing siswa. Percaya atau tidak percaya, setiap kegiatan yang dimulai dengan berdoa terebih dahulu pasti akan menghasilkan hasil yang lebih baik dari pada tidak berdoa.

Contoh lain implementasi sila pertama saat belajar adalah dengan mengajak siswa mengadakan bersih-bersih di tempat suci. Event-event seperti ini dapat dilakukan saat ada hari jeda, misalnya sesudah ulangan umum, ataupun disaat ada long week end. Selain dapat mengajak siswa berekreasi, ini juga merupakan salah satu bentuk penghormatan dan penyampaian rasa terimakasih kepada Tuhan.

Tetapi sebagai seorang guru, harus tetap selalu berhati-hati. Ajarkanlah nilai-nilai Ketuhanan yang universal, jangan sampai menekankan terhadap suatu agama tertentu, apalagi sampai menjelekkan agama lain. Karena dikhawatirkan akan timbul pribadi anak-anak yang fanatik terhadap agamanya dan apatis terhadap agama lain. Nilai saling hormat-menghormati terhadap sesama makhluk Tuhan harus selalu ditekankan didalam diri peserta didik.

Apabila seorang anak sudah mampu mengimplementasikan dan menanamkan nilai-nilai Ketuhanan didalam hati serta kehidupan, niscaya sifat-sifat mulia terutama kejujuran dan menghargai sesama akan selalu dijunjung oleh anak tersebut.

Mari kita lihat sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai saling menghormati dan menyayangi sesama manusia harus selalu ditekankan. Contoh tindakan nyatanya adalah dengan menjaga suasana kelas tetap kompak dan bersahabat. Guru harus memantau agar jangan sampai ada anak didalam kelas yang merasa terkucilkan. Jangan biarkan anak-anak bermain dengan saling ejek satu dengan lainnya. Buatlah permainan-permainan seru didalam kelas yang berkaitan dengan pembelajaran.

Event-event seperti bhakti sosial perlu diadakan. Agar setiap peserta didik tahu bagaimana rasanya nikmat berbagi dan membantu sesama.

Jangan pernah melakukan ataupun mendidik anak dengan menggunakan kekerasan. Bersikaplah penuh kasih sayang tetapi harus tetap tegas. Jika anak sudah biasa dididik dengan kasih, maka diharapkan anak tersebut dapat bersikap penuh kasih kepada orang lain.

Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Lakukanlah dengan ruang lingkup “bersatu” yang lebih kecil dulu. Adakan lomba-lomba yang dapat membangun kebersatuan antar sesama siswa. Contoh kecil dan mudah adalah dengan memberikan tugas kelompok terhadap siswa, dan contoh lain dapat dilakukan dengan mengadakan lomba-lomba bermanfaat misalnya lomba kebersihan kelas, lomba cerdas-cermat antar kelas, lomba paduan suara menyanyikan lagu-lagu wajib nasional, dan lomba-lomba lain. Jangan pernah melupakan merayakan hari-hari besar kenegaraan, seperti Tujuh Belas Agustus, Hari Kartini, Hari Anak Nasional, Hari Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan, dan hari-hari besar lainnya. Kobarkanlah semangat mencintai tanah air didalam diri anak. Seperti misalnya wajib menggunakan pakaian batik saat hari kartini, mengajarkan lagu-lagu daerah nusantara, membuat mading tentang suku-suku di Indonesia, dan banyak ide inovatif lainnya.

13

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Menanamkan sila keempat didalam pendidikan karakter dapat dilakukan dengan cara mengajak anak-anak perserta didik kedalam metode diskusi belajar kelompok. Didalam diskusi ini, anak-anak akan belajar untuk menghormati adanya perbedaan pendapat dan berusaha mencari jalan tengah dari perbedaan tersebut sehingga dapat menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Metode diskusi ini sangat berefek positif, selain dapat melatih kemampuan untuk mengendalikan diri agar mapu menerima pendapat orang lain, juga akan membantu agar anak dapat berkomunikasi dengan baik, serta berani mengemukakan pendapat dimuka umum.

Sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Mengajarkan keadilan kepada seorang siswa dapat dilakukan dengan memberikan sangsi yang tegas apa bila siswa melanggar, misalnya memberi hukuman saat ada siswa yang tidak membuat tugas ataupun membolos saat jam pelajaran. Tetapi tentu hukuman yang diberikan tidak boleh mengandung unsur kekerasan baik hanya sekedar membentak apalagi memberi hukuman fisik. Berikanlah hukuman yang mendidik, seperti membersihkan kelas setelah jam pelajaran usai ataupun menyuruh siswa tersebut membuat tugas pada saat jam sekolah sudah usai. Ini dapat membuat anak jera tidak mengerjakan tugas, karena ia jadi harus berada disekolah lebih lama, dan tidak diijinkan pulang. Jangan menghukum anak pada saat jam pelajaran masih dilaksanakan, karena akan merugikan anak tersebut dan menyebabkan anak kehilangan jam belajarnya.

Peran Guru dalam Pendidikan KarakterMembangun peradaban sebuah bangsa pada

hakikatnya adalah pengembangan watak dan karakter manusia unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Fitrah adalah titik tolak kemuliaan manusia, baik sebagai bawaan seseorang sejak lahir atau sebagai hasil proses pendidikan.

Dalam karakter pendidikan guru penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika dan estetika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Guru harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai Yang dimaksud serta

mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Yang terpenting adalah semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.

Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Demikian juga seorang pendidik dikatakan berkarakter, jika memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dengan demikian pendidik yang berkarakter, berarti telah memiliki kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar dalam arti sempit (transfer pengetahuan/ilmu), melainkan juga harus memiliki kemampuan mendidik dalam arti luas (keteladanan sehari-hari).

Guru dan calon guru harus terbentuk dengan diri yang berlandaskan Pancasila secara teguh dan utuh. Harus ada beberapa tindakan nyata untuk memperbaiki kualitas karakter guru, seperti dengan mengikuti seminar-seminar yang bertemakan Pancasila, sering melakaukan sharing pendapat dengan sesama guru, seorang guru harus rajin membaca dan meneliti bagaimana sifat dasar anak, mencari tahu bagaimana cara yang asik untuk menyelipkan Pancasila kedalam proses belajar mengajar, seorang guru harus memiliki cita-cita luhur dan benar-benar mengabdi demi menciptakan generasi penerus bangsa yang dapat berguna bagi negara dan bangsa, tanamkan selalu kerja ikhlas dan seorang guru hendaklah memiliki prinsip bahwa tugas seorang guru bukan semata-mata mengajar, tetapi mendidik karakter muridnya.

Guru adalah penentu karakter dari setiap peserta didik. Karena itu profesi menjadi guru memiliki risiko yang cukup tinggi. Guru bertanggungjawab atas generasi penerus bangsa ini, yang juga berarti bertanggung jawab terhadap nasib bangsa ini.

Dari setiap profesi, guru adalah profesi yang paling berat, tetapi guru adalah yang paling mulia.

Hal-hal yang perlu diingat oleh guru maupun mahasiswa calon guru adalah: bila anak hanya terus dinasehati, maka anak tersebut cenderung akan lupa. Bila anak tersebut melihat langsung, mungkin ia akan ingat. Tetapi, bila ia dilibatkan secara nyata maka ia akan mengerti.

14

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

Satu hal lagi bahwa tujuan pendidikan bukanlah semata-mata untuk pencapaian intelektual, melainkan pencapaian dan keberhasilan dari segi karakter. Dan tujuan dari ilmupengetahuan adalah kasih. Bagaimana ilmu pengetahuan yang sudah dimiliki mampu untuk menolong dan mengasihi sesama.

The end of education is CHARACTER and the end of knowledge is LOVE.

PENUTUPSimpulan

Filsafat Pancasila berarti mempelajari dan mencari apa makna dari Pancasila yang sesungguhnya. Hakikat Pancasila itu sendiri terdiri dari tiga hakikat, yaitu hakikat konkrit, hakikat pribadi dan hakikat abstrak

Hakikat Konkrit Pancasia ialah Dasar Filsafat, Asas Kerohanian, Ideologi Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Hakikat Pribadi Pancasila ialah Dasar Filsafat Negara, Asas Kerohanian, Ideologi Bangsa dan Negara.

Hakikat abstrak Pancasila adalah asas hidup yang berpangkal pada tiga hubungan kodrat kemanusiaan selengkapya, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia termasuk dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan benda (meliputi benda anorganis, vegetative, animal).

Pancasila harus selalu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari serta dijadikan jiwa serta nafas bangsa itu sendiri. Jangan pernah melupakan bahwa kita, Indonesia adalah manusia Pancasila. Melupakan dan meninggalkan Pancasila hanya akan mengakibatkan kita mengalami krisis pribadi.

Pancasila harus ditegakkan kembali dengan pendidikan karakter yang berpedoman teguh kepada Pancasila sebagai materi pokoknya. Pancasila mampu menjawab tantangan di era globalisasi ini. Pancasila mampu dan layak kita gunakan sebagai media penyaring mana yang positif dan mana yang negatif dari terjangan arus globalisasi. Pancasila adalah pedoman nilai dasar (basic values) bangsa dan negara Indonesia.

SaranDiharapkan pendidikan karakter yang berbasis

Filsafat Pancasila mulai diajarkan sejak jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, karena ini akan sangat berpengaruh terhadap jiwa dan kepribadian generasi penerus bangsa Indonesia.

Terutama pendalaman Pancasila harus selalu ditanamkan bagi calon-calon tenaga pendidik. Karena

hasil dari pendidikan sangat ditentukan oleh tenaga pendidik baik guru maupun dosen.

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan pengalaman penulis.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Wreksosuhardjo, Sunarjo. 2005. Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Andi.

Tim Dosen Pendidikan Pancasila UNESA. 2011. Modul Pendidikan Pancasila-Revisi. Surabaya: Unesa University Press.

Koesdiyo, Poerwanto R. 2007. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Notonagoro. 1997. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Yogyakarta: Bumi Aksara

http://www.shnews.co/detile-20316-mengajar-pancasila-yang-berkarakter.html

http://edukasi.kompasiana.com/2012/11/03/pendidikan-berkarakter-pancasila-506254.html

http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

http://9triliun.com/artikel/3588/pengertian-pendidikan.html

http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/

http://www.hasbihtc.com/apa-itu-pendidikan-pengertian-pendidikan.html

15

Filsafat Pancasila Sebagai Jiwa dan Nafas Pendidikan Karakter Di Indonesia

16