rev - diagnosis cerebral palsy

6
DIAGNOSIS CEREBRAL PALSY Oleh : I Gusti Ngurah Agung Wicaksana, S.Ked (0970121001) Pembimbing: DR. dr. A.A. Oka Lely, Sp.A Pasien laki-laki dengan inisial KIS, usia 1 tahun 6 bulan, datang ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar dengan dikeluhkan mengalami kejang kurang lebih 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi diseluruh tubuh dengan tangan dan kaki menekuk juga disertai dengan mata mendelik keatas. Dua jam sebelumnya pasien mengalami kejang yang sama, dengan durasi kurang lebih 30 detik, namun dikatakan setelah kejang berlangsung pasien tersadar tersadar dengan sendirinya. Keluhan kejang merupakan yang ketiga kalinya dialami oleh pasien. Pasien pertama kali mengalami kejang saat berusia 8 bulan, dimana pada saat itu keluhan kejang disertai dengan demam tinggi sehingga akhirnya pasien dirawat di rumah sakit dan didiagnosis dengan meningitis. Dikatakan setelah dirawat inap selama 3 minggu pasien menjadi lemas, tidak bisa duduk dan merangkak seperti sebelumnya, kini dikatakan pasien juga tidak bisa berbicara dan kaku diseluruh tubuhnya. Pasien merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara, lahir cukup bulan dengan persalinan normal di rumah sakit, lahir segera menangis dengan berat badan lahir 3700 gr. Orang tua pasien mengatakan tidak mengetahui panjang badan, lingkar kepala dan lingkar dada pasien saat lahir. Pada saat mengandung dan saat proses persalinan, ibu pasien mengatakan

Upload: asmara-yoga

Post on 04-Jan-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asd

TRANSCRIPT

Page 1: Rev - Diagnosis Cerebral Palsy

DIAGNOSIS CEREBRAL PALSY

Oleh :

I Gusti Ngurah Agung Wicaksana, S.Ked (0970121001)

Pembimbing:

DR. dr. A.A. Oka Lely, Sp.A

Pasien laki-laki dengan inisial KIS, usia 1 tahun 6 bulan, datang ke IGD RSUD Sanjiwani

Gianyar dengan dikeluhkan mengalami kejang kurang lebih 15 menit sebelum masuk rumah

sakit. Kejang terjadi diseluruh tubuh dengan tangan dan kaki menekuk juga disertai dengan

mata mendelik keatas. Dua jam sebelumnya pasien mengalami kejang yang sama, dengan

durasi kurang lebih 30 detik, namun dikatakan setelah kejang berlangsung pasien tersadar

tersadar dengan sendirinya. Keluhan kejang merupakan yang ketiga kalinya dialami oleh

pasien. Pasien pertama kali mengalami kejang saat berusia 8 bulan, dimana pada saat itu

keluhan kejang disertai dengan demam tinggi sehingga akhirnya pasien dirawat di rumah

sakit dan didiagnosis dengan meningitis. Dikatakan setelah dirawat inap selama 3 minggu

pasien menjadi lemas, tidak bisa duduk dan merangkak seperti sebelumnya, kini dikatakan

pasien juga tidak bisa berbicara dan kaku diseluruh tubuhnya.

Pasien merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara, lahir cukup bulan dengan

persalinan normal di rumah sakit, lahir segera menangis dengan berat badan lahir 3700 gr.

Orang tua pasien mengatakan tidak mengetahui panjang badan, lingkar kepala dan lingkar

dada pasien saat lahir. Pada saat mengandung dan saat proses persalinan, ibu pasien

mengatakan tidak pernah memiliki keluhan demam, tensi tinggi, kencing manis, serta

penyakit kronis lainnya.

Pasien dikatakan pasien mampu tersenyum pada saat usia 2 bulan, menegakkan

kepala pada usia 3 bulan, membalikkan badan pada usia 4 bulan, duduk pada usia 6 bulan dan

merangkak pada usia 8 bulan. Namun pada saat pasien mengalami keluhan kejang

pertamanya pada usia 8 bulan dan setelah menjalani rawat inap dirumah sakit pasien

dikatakan hanya mampu berbaring, menangis dan mengoceh di tempat tidur.

Pada pemeriksaan fisik terhadap pasien didapatkan kesadaran pasien compos mentis

dengan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisik neurologis yang dilakukan

terhadap pasien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda meningeal seperti kaku kuduk, tanda

Kernig maupun tanda Brudzinsky I dan II. Terdapat peningkatan tonus pada seluruh

ekstremitas dan penurunan trofik pada seluruh ekstremitas. Tidak ditemukan tanda-tanda

Page 2: Rev - Diagnosis Cerebral Palsy

reflek patologis pada pasien. Pemeriksaan antropometri menunjukkan BB: 9 kg, PB: 81 cm

dengan nilai z-score BB/PB: -1,55 SD (Gizi Baik). Pemeriksaan laboratorium (Darah

Lengkap dan Elektrolit) tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi bakteri dan virus

maupun kelainan lainnya. Pasien diduga menderita cerebral palsy.

Cerebral Palsy (CP) adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan

kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi

klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan

bertambah memburuk pada usia selanjutnya. CP tidak disebabkan oleh masalah pada otot

atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area

motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan

postur secara adekwat. Faktor risiko penyebab CP dapat dibagi menjadi tiga, yaitu masa

prenatal, perinatal dan postnatal. Jacobsson dan Hagberg (2004), mengutip bahwa studi telah

menunjukkan 70-80% kasus CP disebabkan oleh faktor prenatal yang antara lain dapat

berupa abnormalitas perkembangan janin intrauterin yang disebabkan oleh insufisiensi

plasenta, infeksi maternal, kelainan kromosom, kehamilan kembar, kehamilan dengan

diabetes melitus tipe 1 atau 2, serta paparan janin terhadap toksin. Faktor risiko perinatal

antara lain prematuritas, korioamnionitis serta asfiksia. Pada 10% dari kasus CP, asfiksia

dapat ditentukan sebagai penyebab definitif (ACOG, 2013). Faktor risiko postnatal yang

kemungkinan menjadi penyebab CP antara lain stroke dan trauma.

Tanda awal CP biasanya tampak pada usia < 3 tahun, dan orang tua sering mencurigai

ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan CP sering mengalami

kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan.

Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot / hipotonia; bayi tampak

lemah dan lemas. Peningkatan tonus otot / hipertonia; bayi tampak kaku. Pada sebagian

kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi

hipertonia setelah 2-3 bulan pertama. Anak - anak CP mungkin menunjukkan postur

abnormal pada satu sisi tubuh. Pada kasus diatas, pasien menunjukkan gejala klinis yang

sesuai dengan CP yaitu pasien tidak mampu untuk berdiri maupun berjalan pada usianya saat

ini (1 tahun 6 bulan), terdapat peningkatan tonus pada seluruh ekstremitas dan penurunan

trofik pada seluruh ekstremitas, serta kesulitan makan dan menelan. Namun, sebagaimana

yang dikatakan oleh orangtua pasien melalui heteroanamnesa, gejala klinis yang terjadi pada

pasien muncul pada saat usianya mulai menginjak 8 bulan setelah pasien mengalami keluhan

kejang pertamanya dan setelah menjalani rawat inap dirumah sakit dimana pada saat itu

pasien didiagnosis dengan meningitis. Sebelum mengalami kejang pertamanya tersebut

Page 3: Rev - Diagnosis Cerebral Palsy

dikatakan riwayat tumbuh kembang pasien normal seperti anak biasanya. Jika pasien

sebelumnya memang benar mengalami meningitis, patut dipertimbangkan bahwa pasien

mengalami kejang tersebut akibat gejala sekuele neurologis yang merupakan komplikasi dari

meningitis yang diderita sebelumnya. Novariani, dkk (2008) mengutip bahwa angka

munculnya komplikasi sekuele neurologis pada pasien meningitis bakterial mencapai 50-65%

di negara berkembang. Keterlambatan diagnosis dan terapi, serta berbagai kendala di negara

berkembang merupakan faktor yang mempunyai kontribusi dalam menimbulkan sekuele.

Faktor risiko di negara berkembang berbeda-beda. Beberapa sekuele terjadi pada awal

penyakit dan sebagian menetap, sehingga dapat menimbulkan gangguan perkembangan

akibat disabilitas. Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito, RSUD Banyumas, dan

RSU Suradji Titonegoro Klaten menunjukkan bahwa tetraparesis spastik merupakan sekuele

yang paling sering ditimbulkan oleh meningitis bakterial (50%). Gejala sekuele yang terjadi

lainnya yaitu global development delay (23%), epilepsi (21%), kebutaan (10%), hidrosefalus

(7%), dan ketulian (8%). Kecil kemungkinan pasien mengalami CP dikarenakan riwayat

prenatal tidak ditemukan kelainan melalui anamnesa yang dilakukan terhadap ibu pasien. Ibu

pasien mengatakan bahwa ia tidak pernah mengalami demam, penyakit kronis seperti

diabetes melitus, serta kelainan lainnya selama masa hamil dan persalinan.

Pemeriksaan untuk menunjang diagnosis CP pada pasien antara lain CT Scan dan

MRI. CT Scan dapat menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal, atau

kelainan lainnya. Sedangkan MRI kepala, merupakan teknik pencitraan canggih, yang

menghasilkan gambar yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi

dekat dengan tulang dibanding dengan CT Scan. Dikatakan bahwa neuroimaging

direkomendasikan dalam evaluasi anak CP jika etiologi tidak dapat ditemukan.

Page 4: Rev - Diagnosis Cerebral Palsy

DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologists, American Academy of Pediatrics.

Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy: Defining the Pathogenesis and

Pathophysiology. Washington, DC: American College of Obstetricians and

Gynecologists; 2003.

Jacobsson B, Hagberg G. Antenatal risk factors for cerebral palsy. Best Pract Res Clin

Obstet Gynaecol. Jun 2004;18(3):425-36.

Novariani M, Herini ES, Patria SY. Faktor Risiko Sekuele Meningitis Bakterial Pada Anak.

Yogyakarta: Sari Pediatri. Feb 2008;9(5):342-47.