retribusi izin mendirikan bangunan - lamongankab.go.id · tentang retribusi izin mendirikan...

22
PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah; b. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 24 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 7 Tahun 2006 yang penyusunannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, perlu untuk dilakukan penyesuaian ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- daerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Timur (diumumkan dalam Berita Negara pada tanggal 8 Agustus 1950) ; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ; 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247). 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ; 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;

Upload: lyquynh

Post on 03-Mar-2019

274 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR 24 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah

yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah; b. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 24 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 7 Tahun 2006 yang penyusunannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, perlu untuk dilakukan penyesuaian ;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Timur (diumumkan dalam Berita Negara pada tanggal 8 Agustus 1950) ;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247).

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

7. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;

2

8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) ;

9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5038) ;

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) ;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532) ;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005. Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655) ;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161) ;

16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Persyaratan Bangunan Gedung ;

17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan ;

18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung ;

19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung ;

20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Bangunan Gedung dan Rumah Negara ;

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah ;

22. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 10 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 1988 Nomor 1/C) ;

23. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 15 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perijinan Kabupaten Lamongan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2003 Nomor 8/D) ;

24. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 6 Tahun 2007 tentang Bangunan di Kabupaten Lamongan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2007 Nomor 2/E) ;

25. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 15 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perijinan Kabupaten Lamongan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2002 Nomor 8/D).

3

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN LAMONGAN dan

BUPATI LAMONGAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamongan. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan. 4. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat

kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaqya maupun kegiatan khusus.

5. Izin Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku ;

6. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin untuk mendirikan bangunan.

7. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

8. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

9. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

10. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang, jumlah kredit Retribusi, jumlah kekurangan pembayaran pokok Retribusi, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

11. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKDLB, adalah surat keterangan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

12. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

13. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.

14. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

15. Badan, adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun,

4

keperasi atau organisasi yang sejenis, Lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.

16. Instansi pengelola adalah Kantor Perijinan Kabupaten Lamongan.

BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

Pasal 2

Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan.

Pasal 3

(1) Obyek Retribusi adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pembinaan yang meliputi

pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada bangunan gedung dan prasarana gedung.

(2) Tidak termasuk obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemberian izin mendirikan bangunan untuk : a. bangunan fungsi keagamaan seperti masjid, musholla, gereja, wihara, pure, dan kelenteng ; b. bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah.

Pasal 4 (1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin mendirikan bangunan. (2) Wajib Retribusi ádalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut dan pemotong retribusi.

BAB III GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 5

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.

BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Bagian Kesatu Penghitungan Besarnya Retribusi

Pasal 6

(1) Penghitungan besarnya retribusi dihitung berdasarkan jenis kegiatan pembangunan, item komponan tarif retribusi, volume besaran kegiatan dan indeks harga satuan retribusi.

(2) Tabel komponen retribusi untuk penghitungan besarnya retribusi IMB sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini.

Pasal 7

Tingkat Penggunaan jasa IMB dihitung dengan rumus sebagai berikut : a. Bangunan gedung 1) Pembangunan baru : L x It x 1,00 x HSbg 2) Rehabilitasi/renovasi bangunan - Rusak Sedang : L x It x 0,45 x HSbg - Rusak Berat : L x It x 0,65 x HSbg b. Prasarana bangunan gedung 1) Pembangunan baru : Volume x Indek x 1,00 x HSbg 2) Rehabilitasi/renovasi - Rusak sedang : Volume x Indek x 0,45 x HSbg - Rusak berat : Volume x Indek x 0,65 x HSbg

5

c. Pelestarian/pemugaran - Pratama : L x It x 0,65 x HSbg - Madya : L x It x 0,45 x HSbg - Utama : L x It x o,30 x HSbg d. Administrasi IMB : Rp. 0 e. Penyediaan formulir Permohonan IMB termasuk pendaftaran IMB : Rp. 0 - Keterangan L : Luas lantai bangunan Volume : volume besaran dalam satuan m2, m’, unit I : Indeks It : Indek terintegrasi HSbg retribusi : Harga satuan retribusi bangunan

Bagian Kedua Indek Penghitungan Besarnya Retribusi

Pasal 8

(1) Indeks penghitungan besarnya IMB meliputi : a. Penetapan Indeks ; b. Skala indeks ; dan (2) Penetapan indeks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan faktor perkalian

terhadap harga satuan retribusi. (3) Indeks untuk penghitungan besarnya retribusi bangunan gedung dan prasarana bangunan gedung,

serta contoh penetapan indeks terintegrasi sebagaimana tersebut dalam Lampiran II, III, IV dan V Peraturan Daerah ini.

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI Pasal 9

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi ditetapkan didasarkan pada tujuan untuk menutup

seluruh biaya penyelenggaraan pemberian IMB. (2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan

dokumen izin, pembinaan, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

BAB VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 10

Harga satuan besarnya tarif retribusi IMB sebagaimana tersebut dalam Lampiran VI Peraturan Daerah ini.

BAB VII

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 11

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah.

BAB VIII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 12

Masa retribusi terutang adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu pemberian izin mendirikan bangunan.

6

Pasal 13

Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkan SKRD.

BAB IX TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 14

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD. (2) Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,

dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(3) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan surat teguran. (4) Tata Cara Pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB X

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 15

(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD

atau dokumen lain dipersamakan. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Kepala

Daerah.

BAB XI TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 16

(1) Pelaksanaan Penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran dengan mengeluarkan surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) retribusi terutang belum dilunasi maka diterbitkan STRD.

(4) Surat teguran dan STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.

BAB XII

KEBERATAN Pasal 17

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang

ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan yang

jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD

diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak atau kekuasaan wajib retribusi.

(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 18

(1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan

diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

7

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Kepala Daerah.

(3) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 19

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi

dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

BAB XIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian

kepada Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB.

(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi, dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.

(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB XIV

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 21

(1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur dengan Peraturan Kepala

Daerah.

BAB XV KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 22

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran ; atau b. ada pengakuan utang dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

8

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

Pasal 23

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah

kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Kepala Daerah menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa

sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala

Daerah.

BABXVI INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 24 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja

tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Kepala Daerah.

BAB XVII KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 25

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang pelanggaran Peraturan Daerah.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan

tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah ;

c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagai mana dimaksud pada huruf e ;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan ; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi

daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

9

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XVIII

KETENTUAN PIDANA Pasal 26

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibanya sehingga merugikan keuangan daerah

diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak tiga kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 27

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 28

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka : a. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 24 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan

Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 1999 Nomor 21/B ; dan b. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 07 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan

Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 24 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2006 Nomor 2/C),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 29

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan.

Ditetapkan di Lamongan pada tanggal 21 Desember 2010

BUPATI LAMONGAN,

ttd, FADELI

Diundangkan di Lamongan pada tanggal 21 Desember 2010 Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMONGAN ttd, NURROSO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2010 NOMOR 24

Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum,

ttd,

A. FARIKH

10

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 24 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

I. UMUM

Bahwa retribusi daerah adalah salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi

daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Untuk itu sejalan dengan tujuan otonomi daerah, penerimaan daerah yang berasal dari retribusi dari waktu ke waktu harus selalu ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan agar peranan daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah khususnya dalam hal penyediaan pelayanan kepada masyarakat dapat semakin meningkat.

Salah satu jenis retribusi yang dapat dipungut oleh kabupaten/kota sesuai dengan

ketentuan Pasal 141 huruf a dan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup Jelas.

Pasal 2 Cukup Jelas.

Pasal 3 Cukup Jelas.

Pasal 4 Cukup Jelas.

Pasal 5 Cukup Jelas.

Pasal 6 Cukup Jelas.

Pasal 7 Cukup Jelas.

Pasal 8 Pengenaan tarif retribusi untuk tower yang berupa tiang dengan lebar atau diameter kurang dari 1 meter, tetap dihitung per meter lari.

Pasal 9 Cukup Jelas.

Pasal 10 Cukup Jelas.

Pasal 11 Cukup Jelas.

Pasal 12 Cukup Jelas.

11

Pasal 13 Cukup Jelas.

Pasal 14 Cukup Jelas.

Pasal 15 Cukup Jelas.

Pasal 16 Cukup Jelas.

Pasal 17 Cukup Jelas.

Pasal 18 Cukup Jelas.

Pasal 19 Cukup Jelas.

Pasal 20 Cukup Jelas.

Pasal 21 Cukup Jelas.

Pasal 22 Cukup Jelas.

Pasal 23 Cukup Jelas.

Pasal 24 Cukup Jelas.

Pasal 25 Cukup Jelas.

Pasal 26 Cukup Jelas.

Pasal 27 Cukup Jelas Pasal 28 Cukup Jelas. Pasal 29 Cukup Jelas.

12

PERBANDINGAN TARIF DALAM DRAF RAPERDA YANG TELAH DISETUJUI DPRD DENGAN RENCANA TARIF RETRIBUSI BERDASARKAN RUMUS YANG SEHARUSNYA

BERDASARKAN PERMEN PU 24/PRT/M/2007

NO

JENIS BANGUNAN

LOKASI BANGUNAN

TARIF DLM RAPERDA

TARIF BERDASARKAN Permen PU

No 24/PRT/M/2007

1 Rumah Tinggal Jl Arteri primer 1750 x 100 = 175.000 100 x 0.305x1,00x6000 = 183.000

L 100 m2 Jl Kolektor Primer 1600 x 100 = 160.000 100 x 0.305x1,00x5500 = 167.000

Jl. Lokal Primer 1400 x 100 = 140.000 100 x 0.305x1,00x5000 = 152.000

Jl. Kolektor Sekunder 1200 x 100 = 120.000 100 x 0.305x1,00x4500 = 137.250

Jl. Lokal Sekunder Jl. selain tsbt diatas

1100 x 100 = 110.000 1000 x 100 = 100.000

100 x 0.305x1,00x4000 = 122.000 100 x 0.305x1,00x3500 = 106.750

Tingkat Jl Arteri primer 2250 x 100 = 225.000 100 x 0.305x1,00x6000 = 183.000

Tiap tingkat Jl Kolektor Primer 2100 x 100 = 210.000 100 x 0.305x1,00x5500 = 167.000

Jl. Lokal Primer 1950 x 100 = 195.000 100 x 0.305x1,00x5000 = 152.000

Jl. Kolektor Sekunder 1800 x 100 = 180.000 100 x 0.305x1,00x4500 = 137.250

Jl. Lokal Sekunder 1650 x 100 = 165.000 100 x 0.305x1,00x4000 = 122.000

Jl. Selain tsbt diatas 1500 x 100 = 150.000 100 x 0.305x1,00x3500 = 106.750

2 Keagamaan Jl Arteri primer 750 x 100 = 75.000 00,.000

L 100 m2 Jl Kolektor Primer 700x 100 = 70.000

Jl. Lokal Primer 650 x 100 = 65.000

Jl. Kolektor Sekunder 600 x 100 = 60.000

Jl. Lokal Sekunder 550 x 100 = 55.000

Jl. Selain tsbt diatas 500 x 100 = 50.000

3 Sosial & Budaya Pendidikan L200

m2

Jl Arteri primer

1350 x 100 = 135.000

100 x 0.54 x 1,00 x 3000 = 162.000

Jl Kolektor Primer 1200x 100 = 120.000 100 x 0.54 x 1,00 x 2750 = 148.500

Jl. Lokal Primer 1050x 100 = 105.000 100 x 0.54 x 1,00 x 2500 = 135.000

Jl. Kolektor Sekunder 900 x 100 = 90.000 100 x 0.54 x 1,00 x 2250 = 121.500

Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas

750 x 100 = 75.000 600 x 100 = 60.000

100 x 0.54 x 1,00 x 2000 = 108.000 100 x 0.54 x 1,00 x 1750 = 94.500

Tingkat Tiap Tingkat

Jl Arteri primer

2025 x 100 = 202.500

100 x 0.54 x 1,00 x 3000 = 162.000

Jl Kolektor Primer 1800 x 100 = 180.000 100 x 0.54 x 1,00 x 2750 = 148.500

Jl. Lokal Primer 1575 x 100 = 157.500 100 x 0.54 x 1,00 x 2500 = 135.000

Jl. Kolektor Sekunder 1350 x 100 = 135.000 100 x 0.54 x 1,00 x 2250 = 121.500

Jl. Lokal Sekunder 1125 x 100 = 112.500 100 x 0.54 x 1,00 x 2000 = 108.000

Jl. Selain tsbt diatas 900 x 100 = 90.000 100 x 0.54 x 1,00 x 1750 = 94.500

Selain pendidikan L 100 m2

Jl Arteri primer

3000 x 100 = 300.000

100 x 0.82 x 1,00 x 5000 = 410.000

Jl Kolektor Primer 2800x 100 = 280.000 100 x 0.82 x 1,00 x 4500 = 369.000

Jl. Lokal Primer 2600x 100 = 260.000 100 x 0.82 x 1,00 x 4000 = 328.000

Jl. Kolektor Sekunder 2400 x 100 = 240.000 100 x 082 x 1,00 x 3500 = 287.000

Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas

2200 x 100 = 220.000 2000 x 100 = 200.000

100 x 0.82 x 1,00 x 3000 = 246.000 100 x 0.82 x 1,00 x 2500 = 205.000

Tingkat Tiap Tingkat

Jl Arteri primer

4500 x 100 = 450.000

100 x 0.82 x 1,00 x 5000 = 410.000

Jl Kolektor Primer 4200 x 100 = 420.000 100 x 0.82 x 1,00 x 4500 = 369.000

Jl. Lokal Primer 3900 x 100 = 390.000 100 x 0.82 x 1,00 x 4000 = 328.000

13

Jl. Kolektor Sekunder 3600 x 100 = 360.000 100 x 082 x 1,00 x 3500 = 287.000

Jl. Lokal Sekunder 3300 x 100 = 330.000 100 x 0.82 x 1,00 x 3000 = 246.000

Jl. Selain tsbt diatas 3000 x 100 = 300.000 100 x 0.82 x 1,00 x 2500 = 205.000

4 Usaha & Perdagangan L 100 m2

Jl Arteri primer

4500 x 100 = 450.000

100 x 2,64 x 1,00 x 3000 = 792.000

Jl Kolektor Primer 4200 x 100 = 420.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2750 = 726.000

Jl. Lokal Primer 3900 x 100 = 390.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2500 = 660.000

Jl. Kolektor Sekunder 3600 x 100 = 360.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2250 = 594.000

Jl. Lokal Sekunder Jl. Selain tsbt diatas

3300 x 100 = 330.000 3000 x 100 = 300.000

100 x 2,64 x 1,00 x 2000 = 528.000 100 x 2,64 x 1,00 x 1750 = 462.000

Tingkat Tiap Tingkat

Jl Arteri primer

5100 x 100 = 510.000

100 x 2,64 x 1,00 x 3000 = 792.000

Jl Kolektor Primer 4800 x 100 = 480.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2750 = 726.000

Jl. Lokal Primer 4500 x 100 = 450.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2500 = 660.000

Jl. Kolektor Sekunder 4200 x 100 = 420.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2250 = 594.000

Jl. Lokal Sekunder 3900 x 100 = 390.000 100 x 2,64 x 1,00 x 2000 = 528.000

Jl. Selain tsbt diatas 3600 x 100 = 360.000 100 x 2,64 x 1,00 x 1750 = 462.000

5 Bangunan khusus (Industri) L100 m2

Jl Arteri primer

4500 x 100 = 450.000

100 x 1,56 x 1,00 x 3000 = 468.000

Jl Kolektor Primer 4200 x 100 = 420.000 100 x 1,56 x 1,00 x 2750 = 429.000

Jl. Lokal Primer 3900 x 100 = 390.000 100 x 1,56 x 1,00 x 2500 = 390.000

Jl. Kolektor Sekunder 3600 x 100 = 360.000 100 x 1,56 x 1,00 x 2250 = 351.000

Jl. Lokal Sekunder 3300 x 100 = 330.000 100 x 1,56 x 1,00 x 2000 = 312.000 Jl. Selain tsbt diatas 3000 x 100 = 300.000 100 x 1,56 x 1,00 x 1750 = 273.000

6 Bangunan Campuran (Hotel apartemen dll L 100 m2

Jl Arteri primer

4500 x 100 = 450.000

100 x 3,64 x 1,00 x 3000 = 1.092.000

Jl Kolektor Primer 4200 x 100 = 420.000 100 x 3,64 x 1,00 x 2750 = 1.001.000

Jl. Lokal Primer 3900 x 100 = 390.000 100 x 3,64 x 1,00 x 2500 = 910.000

Jl. Kolektor Sekunder 3600 x 100 = 360.000 100 x 3,64 x 1,00 x 2250 = 819.000

Jl. Lokal Sekunder 3300 x 100 = 330.000 100 x 3,64 x 1,00 x 2000 = 728.000

Jl. Selain tsbt diatas 3000 x 100 = 300.000 100 x3,64 x 1,00 x 1750 = 637.000

Lampiran I Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan

Nomor : 24 Tahun 2010

Tanggal : 21 Desember 2010

PERHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI

Retribusi pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung

a. Bangunan Gedung

1) Pembangunan bangunan gedung baru Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 1,00 x HS Retribusi

2) Rehabilitasi/ Renovasi bangunan gedung a) Rusak Sedang Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0,45 x HS Retribusi

meliputi : perbaikan/ perawatan, perubahan, perlua- b) Rusak Berat Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0,65 x HS Retribusi

san/ pengurangan

b. Prasarana Bangunan Gedung Luas BG x Indeks *) x 1,00 x HS Retribusi

1) Pembangunan baru a) Rusak Sedang Luas BG x Indeks *) x 0,45 x HS Retribusi

2) Rehabilitasi b) Rusak Berat Luas BG x Indeks *) x 0,65 x HS Retribusi

*) Indeks Terintegrasi : Hasil perkalian dari indeks-indeks parameter

: Harga satuan retribusi, atau tarif retribusi dalam rupiah per m2 dan/ atau rupiah persatuan volume

F A D E L I

TABEL KOMPONEN RETRIBUSI UNTUK PERHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB

BUPATI LAMONGAN,

JENIS RETRIBUSI

CATATAN :

HS

ttd,Disalin sesuai dengan aslinyaKepala Bagian Hukum,

ttd,A. FARIKH

a. Indeks kegiatan

Lampiran II Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan

Nomor : 24 Tahun 2010 Tanggal : 21 Desember 2010

INDEKS SEBAGAI FAKTOR PENGALI HARGA SATUAN RETRIBUSI IMB

Indeks kegiatan meliputi kegiatan: 1) Bangunan gedung

a) Pembangunan bangunan gedung baru sebesar 1,00 b) Rehabilitasi/renovasi

(1) Rusak sedang, sebesar (2) Rusak berat, sebesar

c) Pelestarian/pemugaran (1) Pratama, sebesar (2) Madya, sebesar (3) Utama, sebesar

2) Prasarana bangunan gedung a) Pembangunan baru sebesar b) Rehabilitasi/renovasi

(1) Rusak sedang, sebesar (2) Rusak berat, sebesar

b. Indeks parameter 1) Bangunan gedung

0,45 0,65 0,65 0,45 0,30 1,00 0,45 0,65

a) Bangunan gedung di atas permukaan tanah (1) Indeks parameter fungsi bangunan gedung ditetapkan untuk:

(a) Fungsi hunian, sebesar 0,05 dan 0,50 i. Indeks 0,05 untuk rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi rumah inti

tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana; dan ii. Indeks 0,50 untuk fungsi hunian selain rumah tinggal tunggal sederhana dan

rumah deret sederhana; (b) Fungsi keagamaan, sebesar 0,00 (c) Fungsi usaha, sebesar 3,00 (d) Fungsi sosial dan budaya, sebesar 0,00 dan 1,00

i. Indeks 0,00 untuk bangunan gedung kantor milik Negara, meliputi bangunan gedung kantor lembaga eksekutif, legislatif, dan judikatif;

ii. Indeks 1,00 untuk bangunan gedung fungsi sosial dan budaya selain bangunan gedung milik Negara,

(e) Fungsi khusus, sebesar 2,00 (f) Fungsi ganda/campuran, sebesar 4,00

(2) Indeks parameter klasifikasi bangunan gedung dengan bobot masing-masing terhadap bobot seluruh parameter klasifikasi ditetapkan sebagai berikut : (a) Tingkat kompleksitas berdasarkan karakter kompleksitas dan tingkat teknologi

dengan bobot 0,25 : i. Sederhana ii. Tidak sederhana iii. Khusus

0,40 0,70 1,00

(b) Tingkat permanensi dengan bobot 0,20 : i. Darurat ii. Semi permanen iii. Permanen

0,40 0,70 1,00

(c) Tingkat risiko kebakaran dengan bobot 0,15:

i. Rendah ii. Sedang iii. Tinggi

0,40 0,70 1,00

(d) Tingkat zonasi gempa dengan bobot 0,15: i. Zona I / minor ii. Zona II / minor iii. Zona III / sedang

0,10 0,20 0,40

iv. Zona IV / sedang 0,50 v. Zona V / kuat vi. Zona VI / kuat

0,70 1,00

(e) Lokasi berdasarkan kepadatan bangunan gedung dengan bobot 0,10: i. Rendah ii. Sedang iii. Tinggi

0,40 0,70 1,00

(f) Ketinggian bangunan gedung berdasarkan jumlah lapis/tingkat bangunan gedung dengan bobot 0,10: i. Rendah ii. Sedang iii. Tinggi

0,40 (1 lantai - 4 lantai) 0,70 (5 lantai – 8 lantai) 1,00 (lebih dari 8 lantai)

(g) Kepemilikan bangunan gedung dengan bobot 0,05: i. Negara, yayasan ii. Perorangan iii. Badan usaha

0,40 0,70 1,00

(3) Indeks parameter waktu penggunaan bangunan gedung ditetapkan untuk : (a) Bangunan gedung dengan masa pemanfaatan sementara jangka pendek

maksimum 6 (enam) bulan seperti bangunan gedung untuk pameran dan mock up, diberi indeks sebesar 0,40

(b) Bangunan gedung dengan masa pemanfaatan sementara jangka menengah maksimum 3 (tiga) tahun seperti kantor dan gudang proyek, diberi indeks sebesar 0,70

(c) Bangunan gedung dengan masa pemanfaatan lebih dari 3 (tiga) tahun, diberi indeks sebesar 1,00

b) Bangunan gedung di bawah permukaan tanah (basement), di atas/bawah permukaan air, prasarana, dan sarana umum Untuk bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung ditetapkan indeks pengali tambahan sebesar 1,30 untuk mendapatkan indeks terintegrasi.

2) Prasarana bangunan gedung Indeks prasarana bangunan gedung rumah tinggal tunggal sederhana meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, rumah deret sederhana, bangunan gedung fungsi keagamaan, serta bangunan gedung kantor milik Negara ditetapkan sebesar 0,00. Untuk konstruksi prasarana bangunan gedung yang tidak dapat dihitung dengan satuan, dapat ditetapkan dengan prosentase terhadap harga Rencana Anggaran Biaya sebesar 1,75 %.

BUPATI LAMONGAN, ttd,

FADEL

Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum,

ttd,

A. FARIKH

Lampiran III Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan

Nomor : 24 Tahun 2010

Tanggal : 21 Desember 2010

FUNGSI KLASIFIKASI WAKTU PENGGUNAAN

Parameter Indeks Parameter Bobot Parameter Indeks Parameter Indeks

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Hunian 0,05/ 0,5 *) 1. Kompleksitas 0,25 a. Sederhana 0,40 1. Sementara jangka pendek 0,40

2. Keagamaan 0,00 b. Tidak Sederhana 0,70 2. Sementara jangka menengah 0,70

3. Usaha 3,00 c. Khusus 1,00 3. Tetap 1,00

4. Sosial dan Budaya 0,00/ 1,00 2. Permanensi 0,20 a. Darurat 0,40

5. Khusus 2,00 b. Semi Permanen 0,70

6. Ganda/Campuran 4,00 c. Permanen 1,00

3. Resiko kebakaran 0,15 a. Rendah 0,40

b. Sedang 0,70

c. Tinggi 1,00

4. Zonasi gempa 0,15 a. Zona I/minor 0,10

b. Zona II/minor 0,20

c. Zona III/sedang 0,40

d. Zona IV/sedang 0,50

e. Zona V/kuat 0,70

f. Zona VI/kuat 1,00

5. Lokasi (kepadatan bangunan 0,10 a. Renggang 0,40

gedung) b. Sedang 0,70

c. Padat 1,00

6. Ketinggian bangunan gedung 0,10 a. Rendah 0,40

b. Sedang 0,70

c. Tinggi 1,00

7. Kepemilikan 0,05 a. Negara/Yayasan 0,40

b. Perorangan 0,70

c. Badan Usaha Swasta 1,00

CATATAN : 1. *) Indeks 0,05 untuk rumah tinggal tunggal, meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat dan rumah deret sederhana

2. **) Indeks 0,00 untuk bangunan gedung kantor milik Negara, kecuali bangunan gedung milik Negara untuk pelayanan jasa umum dan jasa usaha

3. Bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung di bawah permukaan tanah (basement) di atas/bawah permukaan air, prasarana dan sarana umum diberi indeks pengali

tambahan 1,30

F A D E L I

TABEL PENETAPAN INDEKS TERINTERGRASI

PERHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB UNTUK BANGUNAN GEDUNG

BUPATI LAMONGAN,

ttd,

Disalin sesuai dengan aslinyaKepala Bagian Hukum,

ttd,A. FARIKH

Lampiran IV Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan

Nomor : 24 Tahun 2010

Tanggal : 21 Desember 2010

1. FUNGSI HUNIAN

Rumah Tinggal 0,50 (1) 0,25x0,40 = 0,10 (1.a) Kompleksitas : sederhana 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

Fungsi Hunian 0,25x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 0,50x0,610x1,00 = 0,305

0,15x0,70 = 0,105 (3,b) Resiko kebakaran : sedang

0,15x0,40 = 0,06 (4,c) Zonasi gempa : zona III/ sedang

0,10x0,70 = 0,07 (5,b) Lokasi : sedang

0,10x0,40 = 0,04 (6.a) Ketinggian bangunan : rendah

0,05x0,70 = 0,035 (7,b) + Kepimilikan : perorangan

0,610

2 FUNGSI KEAGAMAAN

Masjid 0,00 (2) 0,25x0,70 = 0,175 (1.b) Kompleksitas : tidak sederhana 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

Fungsi keaga- 0,20x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 0,00x0,670x1,00 = 0,00

maan 0,15x0,40 = 0,06 (3.a) Resiko kebakaran : rendah

0,15x0,50 = 0,075 (4.d) Zonasi gempa : zona IV/ sedang

0,10x0,10 = 0,10 (5.c) Lokasi : padat

0,10x0,40 = 0,04 (6.a) ketinggian bangunan : rendah

0,05x0,40 = 0,02 (7,a) + Kepimilikan : yayasan

0,670

3 FUNGSI USAHA

Mall 0,30 (3) 0,25x1,00 = 0,25 (1.c) Kompleksitas : khusus 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

Fungsi usaha 0,20x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 3,00x0,88x1,00 = 2,64

0,15x1,00 = 0,15 (3.c) Resiko kebakaran : tinggi

0,15x0,40 = 0,06 (4.c) Zonasi gempa : zona III/ sedang

0,10x1,00 = 0,10 (5.c) Lokasi : padat

0,10x0,70 = 0,07 (6.c) ketinggian bangunan : sedang

0,05x1,00 = 0,05 (7.c) + Kepimilikan : badan usaha swasta

0.88

CONTOH PENETAPAN INDEKS TERINTEGRASI PERHITUNGAN BESARNYA

RETRIBUSI IMB UNTUK BANGUNAN GEDUNG

(Angka-angka dalam kurung waktu sesuai dengan Tabel Penetapan Indeks Lampiran III)

4 FUNGSI SOSIAL DAN BUDAYA

a. Kantor Kecamatan 0,00 (4) 0,25x0,70 = 0,175 (1.b) Kompleksitas : tidak sederhana 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

Fungsi sosial 0,20x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 0,00x0,685x1,00 = 0,00

dan budaya 0,15x0,70 = 0,105 (3.c) Resiko kebakaran : rendah

0,15x0,70 = 0,105 (4.c) Zonasi gempa : zona V/ kuat

0,10x0,40 = 0,04 (5.a) Lokasi : sedang

0,10x0,40 = 0,04 (6.a) ketinggian bangunan : rendah

0,05x0,40 = 0,02 (7.a) + Kepimilikan : negara

0,685

b. Sekolah (SLTA) 1,00 (5) 0,25x0,70 = 0,175 (1.b) Kompleksitas : tidak sederhana 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

Fungsi sosial 0,20x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 1,00x0,54x1,00 = 0,54

dan budaya 0,15x0,40 = 0,06 (3.a) Resiko kebakaran : rendah

0,15x0,50 = 0,075 (4.d) Zonasi gempa : zona IV/ sedang

0,10x0,70 = 0,07 (5.b) Lokasi : sedang

0,10x0,40 = 0,04 (6.a) ketinggian bangunan : rendah

0,05x0,40 = 0,02 (7.a) + Kepimilikan : negara

0.54

c. Rumah Sakit 1,00 (4) 0,25x1,00 = 0,25 (1.c) Kompleksitas : khusus 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

Fungsi sosial 0,20x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 1,00x0,85x1,00 = 0,82

dan budaya 0,15x0,70 = 0,105 (3.b) Resiko kebakaran : sedang (Lihat contoh lampiran

0,15x0,70 = 0,105 (4.b) Zonasi gempa : zona V/ kuat 18.5)

0,10x0,70 = 0,07 (5.b) Lokasi : sedang

0,10x0,70 = 0,07 (6.b) ketinggian bangunan : rendah

0,05x0,40 = 0,05 (7.c) + Kepimilikan : negara

0.82

d. Puskesmas 1,00 (4) 0,25x0,40 = 0,10 (1.a) Kompleksitas : khusus 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

Fungsi sosial 0,20x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 1,00x0,58x1,00 = 0,58

dan budaya 0,15x0,40 = 0,06 (3.a) Resiko kebakaran : sedang

0,15x0,40 = 0,06 (4.c) Zonasi gempa : zona V/ kuat

0,10x0,10 = 0,10 (5.c) Lokasi : sedang

0,10x0,40 = 0,04 (6.a) ketinggian bangunan : rendah

0,05x0,40 = 0,02 (7.a) + Kepimilikan : negara

0.58

5 FUNGSI KHUSUS

Bangunan gedung industri 2,00 (5) 0,25x1,40 = 0,25 (1.a) Kompleksitas : khusus 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

minyak pelumas Fungsi 0,20x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 2,00x0,78x1,00 = 1,56

khusus 0,15x1.00 = 0,15 (3.a) Resiko kebakaran : sedang

0,15x0,20 = 0,03 (4.c) Zonasi gempa : zona V/ kuat

0,15x0,40 = 0,06 (5.c) Lokasi : sedang

0,10x0,40 = 0,04 (6.a) ketinggian bangunan : rendah

0,05x1,00 = 0,05 (7.a) + Kepimilikan : negara

0.78

6 FUNGSI/ GANDA CAMPURAN

a. Hotel-apartemen-mall- 4,00 (6) 0,25x1,00 = 0,25 (1.c) Kompleksitas : khusus 1,00 (3) Waktu penggunaan : Indeks Terintegrasi :

shopping center-sport Fungsi 0,20x1,00 = 0,20 (2.c) Permanensi : permanen Tetap 4,00x0,91x1,00 = 3,64

hall ganda 0,15x1.00 = 0,15 (3.c) Resiko kebakaran : tinggi

0,15x0,40 = 0,06 (4.c) Zonasi gempa : zona III/ sedang

0,10x1,00 = 0,10 (5.c) Lokasi : padat

0,10x1,00 = 0,10 (6.c) ketinggian bangunan : tinggi

0,05x1,00 = 0,05 (7.c) + Kepimilikan : badan usaha swasta

0.91

CATATAN :

nan gedung

tertinggi

- Penetapan indeks terintegrasi untuk beberapa unit bangunan gedung dengan perbedaan jumlah lantai/ ketinggian dalam 1 kavling/ persil dihitung untuk masing-masing unit bangu-

- Jumlah lantai 1 unit bangunan gedung yang mempunyai bagian-bagian (wing) dengan perbedaan jumlah lantai/ ketinggian, penetapan indeks terintegrasi mengikuti jumlah lantai

BUPATI LAMONGAN,

F A D E L I

ttd,

Disalin sesuai dengan aslinyaKepala Bagian Hukum,

ttd,

Lampiran V Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan

Nomor : 24 Tahun 2010

Tanggal : 21 Desember 2010

PEMBANGUNAN RUSAK RUSAK *)

BARU BERAT SEDANG

Indeks Indeks Indeks Indeks

1 2 3 4 5 6 7

1. Konstruksi pembatas/penahan/pengaman a. Pagar 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Tanggul/retaining wall

c. Turap batas kavling/persil

2. Konstruksi penanda masuk lokasi a. Gapura 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Gerbang

3. Konstruksi perkerasan a. Jalan 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Lapangan upacara

c. Lapangan olah raga terbuka

4. Konstruksi penghubung a. Jembatan 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Box culvet

5. Konstruksi kolam/reservoir bawah tanah a. Kolam renang 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Kolam pengolahan air

c. Reservoir di bawah tanah

6. Konstruksi menara a. Menara antena 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Menara reservoir

c. Cerobong

7. Konstruksi monumen a. Tugu 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Patung

8. Konstruksi instalasi/gardu a. Instalasi listrik 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Instalasi telepon/komunikasi

c. Instalasi pengolahan

9. Konstruksi reklame/papan nama a. Billboard 1,00 0,65 0,45 0,00

b. Papan iklan

c. Papan nama (berdiri sendiri

atau berupa tembok pagar)CATATAN :

1. *) Indeks 0,00 untuk prasarana bangunan gedung keagamaan, rumah tinggal tunggal, bangunan gedung kantor milik Negara, kecuali bangunan

gedung milik negara untuk pelayanan jasa umum dan jasa usaha

2. RB = Rusak Berat

3. RS = Rusak Sedang

4. Jenis konstruksi bangunan lainnya yang termasuk prasarana bangunan gedung ditetapkan oleh pemerintah daerah.

ttd,

FADELI

TABEL PENETAPAN INDEKS PENGHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB

UNTUK PRASARANA BANGUNAN GEDUNG

NO JENIS PRASARANA BANGUNAN

BUPATI LAMONGAN,

Disalin sesuai dengan aslinyaKepala Bagian Hukum,

ttdA. FARIKH