retensi energi
DESCRIPTION
fishewTRANSCRIPT
RETENSI ENERGI PADA IKAN
Oleh
Nama : Iis IslamiyahNIM : B1J013092Rombongan : VIIKelompok : 4Asisten : Evelin Agusti Tjasmana
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup
di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang
paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia.
Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces). Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis
berwarna merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar dare insang berhubungan
dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat dengan kapiler-kapiler
darah. Tiap lembaran insang terdiri dare sepasang filamen, dan tiap filamen
mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Fisiologi ikan mencakup proses
osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme,
pencernaan, organ-organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi
(Fujaya, 2002).
Energi sangat diperlukan untuk dapat melakukan fungsinya. Energi
diperoleh dari protein, karbohidrat, dan lemak, salah satu nutrisi yang terpenting
adalah protein. Protein merupakan senyawa yang dibutuhkan ikan dalam
menghasilkan energi untuk pertumbuhan. Retensi energi merupakan suatu
perhitungan mengenai pemanfaatan energi yang diperoleh dari pakan dalam tubuh
hewan. Selain pengertian diatas retensi energi juga merupakan suatu besarnya
energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat disimpan dalam tubuh, sehingga
masukan yang didapatkan dari pakan setelah melalui proses metabolisme
diperhitungkan pemanfaatannya dalam bentuk energi (Yuwono, 2001).
Retensi energi menunjukkan besarnya kontribusi energi pakan yang
dikonsumsi terhadap pertambahan energi tubuh ikan. Retensi energi ialah
banyaknya energi pakan yang dikonsumsi makhluk hidup dapat disimpan dalam
tubuh. Retensi atau tingkat efisiensi energi dapat dicerminkan dari rasio besarnya
pertambahan energi tubuh terhadap jumlah energi pakan yang dikonsumsi oleh
ikan. Besarnya energi pakan yang terkontribusi pada pertambahan energi tubuh
juga digambarkan dengan retensi energi. Retensi energi pada ikan hanya sebagian
kecil saja yang dialokasikan untuk pertumbuhan dan separuh total energi yang
diperoleh dari pakan menjadi limbah dalam bentuk feses dan ekskresi. Energi
yang dikonversi dari pakan yang dikonsumsi, sebagian besar akan hilang dalam
bentuk panas dan hanya sekitar 1/5 dari total energi yang diperoleh dalam bentuk
pertumbuhan (Zonneveld, 1991).
Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam
perkembangan budidaya ikan air tawar, air payau atau air laut. Fungsi utama
pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pakan yang dimakan
oleh ikan pertama-tama digunakan untuk kelangsungan hidupnya dan apabila ada
kelebihan, akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Djajasewaka, 1990).
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk melihat seberapa besar energi
pakan yang dikonsumsi ikan dapat disimpan dalam tubuh, dan juga mempelajari
apakah perbedaan kualitas pakan juga menghasilkan perbedaan retensi energi.
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium 30 x 50 x 25
cm sebanyak empat buah, termometer, timbangan teknikan, oven, blander dan
bomb kalorimeter.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan Lele
(Clarias bathracus), pelet, akuades, dan kertas aluminium foil.
2.2 Cara Kerja
1. Dua buah akuarium disiapkan lalu diisi air setinggi 25 cm, heater ditempatkan
diantara dua akuarium.
2. Ikan ditimbang dengan kepadatan 3-4 ekor disetiap akuarium.
3. Ikan diberi pakan pada hari ketiga setelah ikan ditebarkan sebanyak 2,5% dari
bobot total ikan pada masing-masing akuarium. Pemberian pakan dilakukan
selama 14 hari pemeliharaan.
4. Diambil dan ditimbang 3-4 ekor dari stok (telah dipuasakan 24 jam) kemudian
dikeringkan dalam oven (± 1 minggu) dan setelah kering ditimbang lagi untuk
mengetahui bobot kering dan ikan diblender sehinnga berbentuk tepung.
5. Bobot kering ikan awal dihitung (langkah 2) dengan cara mengkalikan bobot
basah ikan awal dengan prosentase bobot kering ikan dan ikan diblender
sehinnga berbentuk tepung.
6. Pada hari ke 14 pemeliharaan ikan dipuasakan selama 24 jam, selanjutnya ikan
ditimbang bobotnya dan dikeringkan dengan oven (± 1 minggu) dan setelah
kering ditimbang lagi bobotnya dan ikan diblender sehingga berbentuk tepung.
7. Nilai kalori pakan diukur, sampel ikan awal dan akhir dengan menggunakan
bom calorimeter.
8. Retensi dikalkulasi dengan rumus menurut Shiau and Liang (1994) sebagai
berikut: ANER (Apparent Net Energy Retention) = { (energi tubuh akhir (kkal)
– energy tubuh awal (kkal) / jumlah pakan yang dikonsumsi (kkal) }x 100.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Perhitungan ANER
Bobot basah ikan awal = 2 gr
Bobot basah ikan akhir = 7 gr
Bobot kering ikan akhir = 1,36 gr
Bobot kering ikan awal = 0,36 gr
Nilai Energi bom ikan awal = 6398,9525 kal/gr
Nilai energy bom ikan akhir = 6436,4760 kal/gr
Nulai Energi bom pakan = 3983,67 kal/gr
∑ Energi ikan awal = Bobot Ikan kering awal x Energi ikan awal
= 0,36 gram x 6398,9525 kal/gram
= 2303,6229 kal
∑ Energi ikan akhir = Bobot ikan kering akhirx Energi ikan akhir
= 1,36 gram x 6436,4760 kal/gram
= 8753,60736 kal
∑ Pakan yang dikonsumsi = 2,5% x 14 bobot basah ikan awal
= 2,5% x 14 x 3,63 gram
= 0,7 gr
∑ Energi pakan = ∑ Pakan dikonsumsi x Energi bom pakan
= 0,7 x 3983,67
= 2788,569
RE (ANER) = ∑ Energi pakan akhir - ∑ Energi pakan awal X 100%
∑ Energi pakan
= 8753,60736 – 2303,6229 X 100%
2788,569 kal
= 231,3 %
3.2 Pembahasan
Setiap hewan membutuhkan asupan makanan berupa pakan demi
kelangsungan hidupnya. Setiap hewan mempunyai kebutuhan nutrisi yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Pakan inilah yang nantinya akan dipecah
menjadi senyawa sederhana baik melalui pencernaan fisik maupun kimiawi
dengan bantuan enzim dan selanjutnya senyawa pakan tersebut diabsorbsi untuk
didistribusikan ke sel-sel dalam tubuh. Adanya suplai oksigen ke sel-sel dalam
tubuh memungkinkan terjadinya oksidasi molekul pakan untuk menghasilkan
energi yang bermanfaat bagi kehidupan hewan air seperti kontraksi otot dan kerja
syaraf, sintesis struktur tubuh, pemeliharaan tubuh dan homeostasis, pertumbuhan
dan sebagian hilang dalam bentuk feses dan sampah metabolik yang disekresikan.
Perhitungan mengenai pemanfaatan energi pakan dinamakan anggaran energi
(Yuwono, 2001).
Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam
perkembangan budidaya ikan air tawar, air payau atau air laut. Fungsi utama
pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pakan yang dimakan
oleh ikan pertama-tama digunakan untuk kelangsungan hidupnya dan apabila ada
kelebihan, akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Djajasewaka, 1990).
Energi sangat diperlukan untuk dapat melakukan fungsinya. Energi
diperoleh daro protein, karbihidrat, dan lemak, salah satu nutrisi yang terpenting
adalah protein. Protein merupakan senyawa yang dibutuhkan ikan dalam
menghasilkan energi untuk pertumbuhan. Retensi energi adalah suatu perhitungan
mengenai pemanfaatan energi yang diperoleh dari pakan dalam tubuh hewan.
Selain pengertian diatas retensi energi juga merupakan suatu besarnya energi
pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat disimpan dalam tubuh, sehingga masukan
yang didapatkan dari pakan setelah melalui proses metabolisme diperhitungkan
pemanfaatannya dalam bentuk energi (Yuwono, 2001).
Retensi energi ialah banyaknya energi pakan yang dikonsumsi makhluk
hidup yang dapat disimpan dalam tubuh. Retensi atau tingkat efisiensi energi
dapat dicerminkan dari rasio besarnya pertambahan energi tubuh terhadap jumlah
energi pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Besarnya energi pakan yang
terkontribusi pada pertambahan energi tubuh energi tubuh juga digambarkan
dengan retensi energi. Retensi energi pada ikan hanya sebagian kecil saja yang
dialokasikan untuk pertumbuhan dan separuh total energi yang diperoleh dari
pakan menjadi limbah dalam bentuk feses dan ekskresi. Energi yang dikonversi
dari pakan yang dikonsumsi, sebagian besar akan hilang dalam bentuk panas dan
hanya sekitar 1/5 dari total energi yang diperolerh dalam bentuk pertumbuhan
(Zonneveld, 1991).
Bom kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur retensi
energi. Komponen bom kalorimeter yaitu tabung oksigen, kondensor, mesin
pendingin, mesin utama dan printer. Ikan yang telah dikeringkan dengan oven
selama 14 hari dihancurkan dengan blender sampai halus, dibentuk menjadi pelet
dengan menggunakan pencetak pelet. Berat pelet tidak boleh melebihi 1 gram.
Kemudian di timbang dengan timbangan analitik. Pelet dimasukkan dalam tabung
bom, dengan kawat wolfram yang dibentuk huruf U yang menyentuh pelet
tersebut supaya aliran panas dapat membakar habis pelet tersebut, pelet
diletakkan sampai seimbang, tetesi dengan akuades pada bagian tengah pelet
untuk membantu proses pembakaran sampel begitu juga tabungnya untuk
membantu pemasangan dan pelepasan tabung dan tutup. Komponen tabung bom
dipasang, lalu tabung bom dimasukkan dalam mesin utama dan diisi dengan
oksigen lalu diisi dengan akuades. Komponen mesin utama diantaranya baget,
jaket, stirer dan detektor suhu. Baget disemprot dengan akuades untuk
menstabilkan suhu dan detektor. Stirer untuk menghomogenkan akuades.
Ditunggu sampai tanda bunyi, hasil keluar dari mesin printer (Mujiman, 1985).
Menurut Shiau and Liang (1994) besarnya retensi energi dapat di hitung dengan
rumus , ANER (Apparent Net Energy Retention) = { (energi tubuh akhir (kkal) –
energy tubuh awal (kkal) / jumlah pakan yang dikonsumsi (kkal) }x 100. Untuk
menghitung besarnya retensi energi ikan, Ikan diberi pakan pada hari ketiga
setelah ikan ditebarkan sebanyak 2,5% dari bobot total ikan pada masing-masing
akuarium. Pemberian pakan dilakukan selama 14 hari pemeliharaan. Diambil dan
ditimbang 3-4 ekor dari stok (telah dipuasakan 24 jam) kemudian dikeringkan
dalam oven (± 1 minggu) dan setelah kering ditimbang lagi untuk mengetahui
bobot kering dan ikan diblender sehinnga berbentuk tepung. Bobot kering ikan
awal dihitung dengan cara mengkalikan bobot basah ikan awal dengan prosentase
bobot kering ikan dan ikan diblender sehinnga berbentuk tepung. Pada hari ke 14
pemeliharaan ikan dipuasakan selama 24 jam, selanjutnya ikan ditimbang
bobotnya dan dikeringkan dengan oven (± 1 minggu) dan setelah kering
ditimbang lagi bobotnya dan ikan diblender sehingga berbentuk tepung. Nilai
kalori pakan diukur, sampel ikan awal dan akhir dengan menggunakan bom
calorimeter.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil retensi
energi dari ikan sebesar 231,3% %. Hasil ini menunjukkan bahwa ikan yang telah
mati (dioven) mempunyai energi pakan yang tersimpan lebih besar daripada
energi pakan yang tersimpan sewaktu ikan masih hidup. Menurut Elliot (1997),
proporsi energi yang dialokasikan pada berbagai komponen anggaran energi
berubah dengan meningtkatnya ukuran tubuh ikan. Ikan yang diberi pakan dengan
komposisi berbeda menunjukkan retensi energi yang berbeda pula. Pakan
merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangan
budidaya ikan air tawar, air payau atau air laut. Semakin besar berat pakan,
semakin besar retensi energi. Jumlah makanan yang dimakan ikan hanya 10% saja
digunakan untuk pertumbuhan sedangkan yang lainnya digunakan untuk tenaga
atau memang tidak dapat dicerna. Energi yang diperoleh dari pakan, sebagian
digunakan untuk aktivitas metabolisme dan sebagian lagi hilang dalam bentuk
feses dan sampah metabolik yang disekresi. Kualitas pakan yang diberikan sangat
berpengaruh terhadap retensi energi. Kebutuhan akan protein juga mempengaruhi
nilai retensi energi. Pengukuran energi pada ikan dapat dilakukan dengan
menggunakan bom kalorimeter (Nelson, 1979).
Menurut Yuwono, (2001) retensi energi dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain :
a) Kualitas pakan
Retensi energi dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. Ikan yang
diberi pakan yang berbeda-beda menunjukkan pertumbuhan yang berbeda pula.
Pada umumnya ikan memerlukan protein sekitar 20 – 60% dari pakan yang
diberikan dan kadar optimumnya adalah 30 – 36%.
b) Umur ikan
Ikan muda relatif membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan
dewasa, sebab ikan muda lebih banyak membutuhkan nutrisi untuk bergerak dan
mengadakan pertumbuhan.
c) Ukuran tubuh
Proporsi energi yang didistribusikan pada komponen retensi energi
berubah dengan meningkatnya ukuran tubuh (Mujiman, 1985). Selain faktor
internal, faktor eksternal seperti suhu juga berpengaruh terhadap retensi energi,
temperatur 30 – 400 C akan terjadi peningkatan metabolisme yang sangat cepat
dan juga akan menghasilkan peningkatan retensi energi juga. Namun pada
temperatur yang tinggi akan terjadi denaturasi protein. Denaturasi protein terjadi
pada suhu 450 C atau tepatnya pada suhu 600 C dimana semakin tinggi suhu maka
fungsi biologis dari protein bisa hilang, sehingga grafik yang dihasilkan dari
hubungan antara retensi energi dengan temperatur merupakan kurva parabola
(Halver, 1989).
Pakan yang ideal mengandung zat-zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh,
seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, kadar air dan energi. Secara
struktural dan fungsional, protein dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhan,
perbaikan jaringan, proses reproduksi dan sumber asam amino. Pertumbuhan ikan
akan terganggu, apabila kebutuhan akan proteinnya berkurang sehingga akan
mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan oleh ikan. Lemak dalam pakan
berfungsi sebagai sumber asam lemak esensial yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan kelulusan hidup hewan normal. Karbohidrat adalah senyawa
organik yang dapat berupa polihidroksi aldehid dan keton serta turunannya.
Karbohidrat merupakan sumber kalori yang utama, akan tetapi kelebihan
karbohidrat dalam pakan ikan akan berakibat buruk bagi ikan (Yuwono, 2001).
Energi yang disumbangkan melalui pakan ternyata memiliki tingkat kalori
yang berbeda-beda. Kalori yang dihasilkan oleh pakan yang mengandung lemak
umumnya lebih tinggi di bandingkan protein dan karbohidrat. Efek yang di
hasilkan oleh tiap pakan juga mempengaruhi selain kalori yang dihasilkan yaitu
untuk pertumbuhan ikan itu sendiri. Contohnya jika pakan yang mengandung
lemak maka nilainya setara dengan 33 hingga 52% energi protein dalam energi
yang yang terdigesti. Akhirnya, laju retensi energi yang dihasilkan dari selisih
energy pakan dibagi dengan energy pakan dan dikali 100% berpengaruh terhadap
rasio DE (Dietary Energy) hewan atau energy dari pakan ketika, retensi energy
naik maka berat pakan (gram) yang dikonsumsi pun bertambah. Ikan khususnya
yang hidup di air sungai seperti lele, salmon, dll memiliki tingkat DE 14,1 gr/MJ-1,
Dimana MJ-1 atau merupakan besaran dari retensi energi (Einen, 1997).
Dalam pembatasan kualitas pakan, hewan selalu memiliki akses ke pakan
kualitas rendah. Kompensasi pertumbuhan dapat dikaitkan dengan persyaratan
pemeliharaan yang lebih rendah selama periode pemulihan, peningkatan efisiensi
pertumbuhan, peningkatan konsumsi pakan dan perubahan komposisi tubuh dan
isi dari saluran pencernaan (Raj, 2008). Dalam hal ini, retensi energi dapat
menunjukkan besarnya kontribusi energi pakan yang dikonsumsi terhadap
pertambahan energi tubuh ikan. lele. Menurut Catdown (1981), tingginya kadar
protein pakan mengakibatkan energi yang diperoleh dari pakan dan sumber
lainnya tidak mampu menunjang kebutuhan, karena energi ikan banyak dipakai
untuk deaminasi protein sehingga pertumbuhan ikan terhambat dan apabila kadar
protein terlalu rendah maka energi yang diperoleh dari protein mungkin hanya
cukup untuk aktivitas. Menurut Yuwono (2001), energi yang diperoleh dari
pakan, sebagian digunakan untuk aktivitas metabolisme dan sebagian lagi hilang
dalam bentuk feses dan sampah metabolik yang disekresi.
Menurut Ningrum (2008), kebutuhan paling tinggi ikan justru terletak dari
asupan lipid (lemak) dan protein didalam pakan ikan. Keduanya berpengaruh
sekali terhadap perumbuhan, bobot kering maupun bobot basah ikan. Pergerakan
ikan sendiri di atur oleh asupan lemak yang terdapat dan ototikan. Fungsi pakan
antara lain untuk kepentingan struktural, fungsional pertumbuhan, respirasi
jaringan, proses reproduksi, kelulusan hidup normal hewan dan untuk memelihara
kesehatan hewan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan
bahwa :
1. Besarnya retensi energi ikan yang diberi pakan adalah 231,3%.
2. Bertambahnya energi tubuh terhadap jumlah energi pakan yang dikonsumsi
mencerminkan tingkat efisiensi energi pakan.
3. Retensi energi dipengaruhi oleh kandungan protein, temperatur, pakan yang
dikonsumsi, umur ikan, ukuran tubuh, aktifitas stress dan jenis kelamin.
4. Nilai retensi energi dapat dipengaruhi oleh kualitas pakan dan jumlah pakan.
5. Kandungan pakan yang dibutuhkan oleh ikan agar dapat tumbuh dengan baik
adalah nutrisi, protein, karbohidrat, lemak dan kandungan mineral lainnya.
DAFTAR REFERENSI
Catdown, I. G. 1981. Eartwoon a New Source of Protein. W. B. Sounders Co,London.
Djajasewaka, H. 1990. Pakan Ikan. CV. Yasaguna, Jakarta.
Einen, O danA.J.Roem. 1997. Dietary protein/energy ratios for Atlantic salmon in relation to fish size: growth, feed utilization and slaughter quality. AKVAFORSK, Institute of Aquaculture Research Ltd, Ås-NLH, Norway. Aquaculture Nutrition1997 3; 115–126.
Elliot, W. H. dan Elliot, D. C. 1997 Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University Press, New York.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional, Makassar.
Lagler, K., F. J. Bardach., R. R. Miller dan D. R. W. Passino. 1997. Ichtyology. John Wiley and Sons Inc., New York.
Mudjiman, A. 1985. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya, Bogor.
Nelson, R.H. 1979. An Introduction to Feeding Farm: Second Edition. PergamorNingrum S dan Reza S. Pemanfaatan Pakan Iso Protein Dengan Kadar
Karbohidrat dan Lemak yang Berbeda Untuk Pertumbuhan Benih Ikan Patin JAMBAL (Pangasius djambal). J.Ris akuakultur Vol. 3 No. 2 Tahun 2008: 215-224. Press Ltd, Oxford.
Raj, A.J.A, Haniffa M.A, Seetharaman S and Appelbaum S. 2008. Ultilization of Various Dietary Carbohidrate levels by the Freshwater Catfish Mystus montanus (Jerdon). (8):31-35.
Susanto, H. 1987. Budidaya Ikan di Pekarangan. Swadaya, Jakarta.
Ville, C.A., W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1984. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.
Zonneveld, N., E. A. Huisman dan J. H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.