resume_puu_8_2011
DESCRIPTION
resume_puu_8_2011TRANSCRIPT
![Page 1: resume_puu_8_2011](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081811/5695d4451a28ab9b02a0de78/html5/thumbnails/1.jpg)
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
Registrasi Nomor : 8/PUU-IX/2011
Tentang
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Oleh BPJS Jamsostek
(UU Jamsostek)
I. PEMOHON
1. Pemohon 1, Mudhofir dan Rasmina Pakpahan;
2. Pemohon 2, Parulian Sianturi, S.H., dan Mathias Mehan;
3. Pemohon 3, Edward P.Marpaung dan Dedih Suhendi;
4. Pemohon 4, Markus S. Sidauruk dan Cahyaman;
5. Pemohon 5, Supardi dan Trisna Miharja;
6. Pemohon 6, Herikson Pakpahan dan Andy W. Sinaga;
7. Pemohon 7, dr. Zulkifli S. Ekomei dan Meirhaq Kifli;
8. Pemohon 8, Elly Rosita Silaban dan Ary Joko Sulistyo;
9. Pemohon 9, Nikasi Ginting dan Ediarto;
10. Pemohon 10, Ully Nursia Pakpahan dan Abdullah Sani, S.H.;
11. Pemohon 11, Lundak Pakpahan.
KUASA HUKUM
Dr. Muchtar Pakpahan, S.H., M.A., Gusmawati Azhar, S.H., Hotmaraja B. Nainggolan, S.H., Emma
Liliefna, S.H., Saut Pangaribuan, S.H., James Simanjuntak, S.H., Budiyono, S.H., Yuliana Putri, S.H.,
M.H., Johannes Dartha Pakpahan, S.H., Sabinus Moa, S.H., Timbul Gultom, S.H., adalah advokat di
Lembaga Bantuan Hukum Buruh yang beralamat di Jl. Tanah Tinggi II No. 44B, Senen, Jakarta Pusat.
II. POKOK PERKARA
Pemohon mengajukan permohonan untuk pengujian Pasal 6 dan Pasal 25 ayat (2) UU No. 3 Tahun
1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan Pasal 34 ayat (2) UUD RI Tahun 1945.
III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur
kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Pasal 6 dan Pasal 25 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1992
Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah :
1. Pasal 24 ayat (2) UUD Tahun 1945 “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan
![Page 2: resume_puu_8_2011](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081811/5695d4451a28ab9b02a0de78/html5/thumbnails/2.jpg)
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”
2. Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945 “ Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang dasar, memutus sengketa kewenanganlembaga Negara yang
kewenanganya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”
3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi “menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.
IV. KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING)
Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
( UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam permohonan
pengujian undang-undang terhadap UUD Tahun 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah ;
a. Menjelaskan kedudukanya dalam permohonanya, yaitu apakah yang sebagai perorangan
warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga
negara;
b. Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kedudukan sebagaimana
dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan
pengujian
Atas dasar ketentuan tersebut maka Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kedudukanya, hak
konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya secara sebagai
berikut :
- Bahwa Pemohon 1 sampai Pemohon 11 adalah Serikat Buruh yang menjalankan Asas, Sifat dan
Tujuan sebagaimana diatur dalam UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
serta memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sebagai Pedoman dalam
memperjuangkan kepentingan anggotanya;
- Bahwa Para Pemohon bertindak mewakili anggota yang bernaung didalamnya berkepentingan
langsung dengan diberlakukannya Pasal 4 dan Pasal 52 UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial
Nasional);
- Bahwa Para Pemohon diatas adalah Badan Hukum yang menganggap dirugikan hak-hak
konstitusionalnya akibat berlakunya Pasal 6 dan Pasal 25 ayat (2) UU Jamsostek.
![Page 3: resume_puu_8_2011](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081811/5695d4451a28ab9b02a0de78/html5/thumbnails/3.jpg)
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI
A. NORMA MATERIIL
Norma yang di ajukan dalam UU Tipikor, yaitu :
1. Pasal 6 ayat (1)
Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi:
a.Jaminan Kecelakaan Kerja; b.Jaminan Kematian; c.Jaminan Hari Tua; d.Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan
2. Pasal 6 ayat (2)
Pengembangan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
3. Pasal 25 ayat (2)
Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah Badan Usaha Milik
Negara yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Norma yang diujikan, yaitu :
- Pasal 34 ayat (2)
Negara mengembangkan system jaminan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
VI. Alasan-alasan Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, karena :
1. Bahwa bahwa Pasal 52 ayat (2) UU SJSN telah mengamanahkan agar BPJS (Badan
Pelaksana Jaminan Sosial Nasional) yang ada (Jamsostek, Taspen, Asabri dan Askes) sudah
harus disesuaikan paling lambat 5 Tahun setelah UU SJSN diundangkan, oleh karena itu UU
No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek seharusnya sudah disesuaikan paling lambat 19 Oktober
2009;
2. Bahwa hingga permohonan ini diajukan, UU BPJS Jamsostek tersebut belum juga dibuat,
sehingga pelaksanaan operasional Jamsostek sejak tanggal 19 Oktober 2009 sudah tidak
sejalan dengan Pasal 34 ayat (2) UUD RI Tahun 1945 dan peraturan pelaksananya UU No.40
Tahun 2004 tentang SJSN;
3. Bahwa penyesuaian BPJS Jamsostek dengan UU SJSN sangat penting karena substansi UU
Jamsostek tidak sejalan dengan SJSN. Beberapa hal yang tidak sejalan tersebut antara lain:
a. Pasal 25 ayat (2) UU Jamsostek bertentangan dengan Pasal 34 ayat (2) UUD RI Tahun
1945 melalui penjabaran Pasal 4 UU SJSN mengatur mengenai Bentuk Badan Hukum
BPJS termasuk Jamsostek diselenggarakan dengan berdasarkan prinsip
kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akutabilitas, portabilitas, dana
![Page 4: resume_puu_8_2011](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081811/5695d4451a28ab9b02a0de78/html5/thumbnails/4.jpg)
amanat dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebebsar-besarnya kepentingan peserta.
b. Pasal 6 UU Jamsostek yang mengatur mengenai ruang lingkup program Jamsostek. Pasal
Pasal 6 UU Jamsostek tidak memasukan program pensiun seperti pada Pasal 18 UU
SJSN sebagai penjabaran dari Pasal 34 ayat (2) UUD RI Tahun 1945.
4. Bahwa menurut Para Pemohon, yang cocok dengan harapan UU SJSN adalah Pengelolaan
Jamsostek berbentuk Badan Hukum Perkumpulan sebagaimana diatur dalam stb 1870 No.64
jo. 1939 No.570 dan 569;
5. Bahwa hak Para Pemohon sebagai peserta Jamsostek telah kehilangan hak konstitusionalnya
dalam penggunaan dana Jamsostek dengan sistem pengoperasian Jamsostek dalam bentuk
BUMN Persero, dimana pemerintah telah mengambil keuntungan dari iuran yang dibayarkan
oleh Pemohon sebagai peserta Jamsostek paling sejak tanggal 19 Oktober 2009;
6. Bahwa sejak tanggal 19 Oktober 2010 hak konstitusional Para Pemohon dan peserta
Jamsostek lainnya terhadap jaminan pensiun dan tunjangan sosial tidak dapat dinikmati
karena belum dibuatnya UU BPJS Jamsostek yang baru sebagai bentuk penyesuaian UU
Jamsostek dengan UU SJSN;
7. Bahwa menurut Para Pemohon, Presiden RI Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono tidak
mau atau tidak berkeinginan menjalankan UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN, oleh karena
itu Presiden tidak patuh kepada Pasal 34 (2) UUD RI Tahun 1945 karena UU No. 40 Tahun
2004 tentang SJSN adalah Peraturan Pelaksana dari UUD RI Tahun 1945;
8. Bahwa lahirnya UU SJSN merupakan tahap awal diwijudkannya cita-cita Negara
welfarestate sebagaimana yang diamanahkan dalam pembukaan UD RI Tahun 1945,
sehingga bila BPJS Jamsostek disesuaikan dengan UU SJSN maka pekerja/buruh akan dapat
menikmati kesejahteraan minimal karena sudah akan dapat menikmati jaminan kematian,
jaminan perawatan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan pension dan jaminan tunjangan
pengangguran, sementara pengusaha dapat memiliki kekayaan maksimal.
VII. PETITUM
1. Menerima dan Mengabulkan Permohonan pengujian UU yang dijukan oleh Para Pemohon;
2. Menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak menjalankan dan oleh karena itu tidak
patuh terhadap Pasal 34 ayat (2) UUD RI Tahun 1945 dengan peraturan pelaksananya UU No. 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN);
3. Menyatakan Pasal 6 dan Pasal 25 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (UU JAMSOSTEK) tidak lagi mempunyai kekuatan hukum sebagai landasan operasional
Jamsostek karena tidak sesuai dengan Pasal 34 ayat (2) UUD RI Tahun 1945 dengan peraturan
pelaksananya UU SJSN;
![Page 5: resume_puu_8_2011](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081811/5695d4451a28ab9b02a0de78/html5/thumbnails/5.jpg)
4. Memerintahkan Presiden paling lama 30 hari sejak putusan ini untuk mengeluarkan Perppu
dengan memperhatikan badan hukum publik yang nirlaba, kegotong-royongan dan amanat serta
memasukkan program dana pension dan dana tunjangan pengangguran bagi peserta korban PHK;
5. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang
mengabulkan permohonan pengujian UU No.3 Tahun 1992 terhadap Pasal 34 ayat (2) UUD RI
Tahun 1945 untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30)
hari kerja sejak putusan diucapkan.
Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono).