resume seminar nasiolnal & presentasi oral

16
Resume Seminar Nasional dan Presentasi Ilmiah “Peningkatan Pelayanan Kesehatan pada neonatus melalui implementasi developmental care” Tugas mata kuliah Sistem Respirasi Disusun oleh: Siti Sandra Liani 220110120015 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

Upload: ssandraliani

Post on 26-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

resume

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

Resume Seminar Nasional dan Presentasi Ilmiah

“Peningkatan Pelayanan Kesehatan pada neonatus melalui implementasi

developmental care”

Tugas mata kuliah Sistem Respirasi

Disusun oleh:

Siti Sandra Liani

220110120015

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Page 2: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

I. Resume Materi Seminar

Seminar Sesi 1

Materi 1: Dr. Elizabeth Jane Soepardi (Direktur Jenderal Bina Gizi & KIA

Kementrian Kesehatan RI)

“Target MDG’s dan Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Kualitas

Pelayanan Kesehatan pada Neonatus”

Hal ini berkaitan dengan pencapaian MDG’s nomor 4 yaitu penurunan angka

kematian balita, bayi, dan neonatal yang telah disepakati oleh 198 negara termasuk

Indonesia untuk berkomitmen mencapai target MDG. Di Indonesia target pencapaian

MDG nomor 4 dengan target 2015 kematian neonatal 23/1000 kelahiran diperkirakan

2015 nanti sudah melebihi batas target MDG namun angka kematian neonatal

mengalami penurunan yang lebih sedikit dibandingkan dengan angka kematian anak,

ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia maka semakin cepat

pengobatan/penyembuhannya. Sumber survey yang dapat dijadikan pedoman untuk

memantau angka kematian balita, bayi, dan neonatal:

1. Sensus, 1x/10 th

2. Supas (Survey antar Sensus)

3. Susenas, 1x/1-3th

4. SDKI, 1x/3-5th

survey yang baik dipakai untuk nasional adalah SDKI. Namun terdapat kendala pula

dalam survey ini yaitu masalah civil registration, banyak masyarakat Indonesia yang

tidak mempunyai akta kelahiran ataupun catatan tentang kematian.

Intervensi yang dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian neonatal harus

dilaksanakan secara komprehensif di semua tingkatan. Di tingkat masyarakat,

perawatan neonatal di rumah, pemberian ASI eksklusif, serta penggunaan buku KIA

harus diperhatikan. Pendidikan kesehatan tentang perawatan neonatal serta

Page 3: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

pengetahuan tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif jika dilaksanakan dengan

baik dan benar akan dapat menurunkan angka kematian. Dan pemberian dan

pemberitahuan awal tentang pemakaian buku KIA adalah salah satu yang dapat

menambah pengetahuan keluarga terutama ibu dalam meningkatkan kesehatan dan

mendeteksi secara dini jika terjadi sesuatu yang tidak semestinya. Tidak memberi dan

menyampaikan tentang penggunaan buku KIA dapat menjadi suatu pelanggaran

hukum, namun karena tidak adanya SOP yang begitu jelas dan kebijakan hukum yang

kurang begitu tegas sehingga hal tersebut tidak ditindak lanjut.

Di tingkat pelayanan dasar, persalinan dan perawatan harus dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang terampil dan harus pula tersedia pelayanan neonatal esensial.

Selain itu kunjungan terhadap neonates juga berperan penting dan efektif untuk

angka kematian bayi. Kunjungan dilaksanakan minimal 3 kali (6 – 48 jam, 3 -7 hari,

8 – 28 hari). Penanganan noenatus dengan komplikasi dan rujukan kasus juga harus

diperhatikan sesuai dengan SOP. Intervensi di tingkat rujukan (penanganan khusus),

yaitu di PONEK yang masih belum ada SOPnya dan di NICU.

Dari segi akses dan kualitas pelayanan neonatal di Indonesia masih banyak yang

harus diperbaiki, SOP yang belum lengkap, peralatan resusitasi yang tdiak selalu ada,

masih banyak yang diberi susu formula, imunisasi BBL tidak dikerjakan, Vitamin K1

tersedia, tetapi pemberian tidak rutin, ruang neonatus sakit ada yang belum terpisah,

pemantauan kurang, fasilitas cuci tangan kurang, SOP pencegahan kecelakaan belum

ada, kualifikasi & jumlah dokter kurang memadai, jumlah perawat terampil kurang

memadai, dan perawatan alat kurang. Meskipun telah tersedia incubator, sebagian

besar dokter sudah SpA dan SpOg serta perawat dan bidan yang sudah terlatih, dan

terdapat dokter jaga di ruang neonatus. Namun karena aspek yang harus diperbaiki

sangat banyak maka kualitas pelayanan neonatal harus terus ditingkatkan.

Kebijakan dan upaya peningkatan kualitas pelayanan neonates telah termaktub

dalam UUD 1945 pasal 28B ayat 2 dan pasal 23H ayat 1 dan UU Kesehatan No. 36

Tahun 2009 Pasal 131 ayat 1, yang berbunyi:

Page 4: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

”Upaya pemeliharaan kesehatan bayi & anak harus ditujukan utk mempersiapkan

generasi yg akan datang, yg sehat, cerdas & berkualitas serta untuk menurunkan

angka kematian bayi & anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak

anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18

tahun.”

UU tersebut di atas menjadi dasar dalam melaksanakan intervensi pada anak.

Penurunan angka kematian bayi adalah salah satu program dari suatu sistem

kesehatan dari berbagai aspek:

1. Upaya kesehatan yang terus ditingkatkan dengan menerapkan standar

pelayanan kesehatan, meningkatkan akses ke pelayanan rujukan, penguatan

sistem pelayanan di pelayanan kesehatan dasar, dll.

2. Peningkatan kualitas SDM, pendistribusian SDM yang merata, serta

pengawasan dan pembinaan yang kontinyu.

3. Ketersediaan alat dan obat yang sesuai standar aman dan terjangkau

4. Mengoptimalisasikan pemanfaatan dana APBD I dan II, BOK, Jamkesmas

dan Jampersal, dana dekon, DAK, PHLN dalam rangka peningkayan

pelayanan KIA

5. Kebijakan, administrasi, hukum dan informasi kesehatan harus dilaksanakan

dan diberitahukan sebagaimana mestinya, agar tercipta koordinasi,

sinkronisasi, dan integrasi yang baik antar berbagai pihak.

6. Pelibatan aktif masyarakat, misalnya penggunaan buku KIA, P4K.

7. Kerja sama dengan organisasi profesi, LSM, Perguruan Tinggi dan swasta

8. Litbang

Jika semua hal telah dilaksanakan sesuai SOP maka kita memiliki perlindungan

hukum KUHP pasal 50 dan 51, sehingga pembuatan SOP adalah salah satu yang

terpenting dalam intervensi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Ada beberapa

upaya percepatan MDG 4:

1. Memperbaiki sistem & manajemen program pelayan kesehatan

Page 5: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

2. Meningkatkan jangkauan & kualitas pelayanan kesehatan

3. Memperbaiki perilaku keluarga & masyarakat

4. Perbaikan perawatan kesehatan bayi & balita

5. Perbaikan careseeking & peningkatan pemanfaatan fasilitas kesehatan

6. Perbaikan derajat kesehatan & status gizi

Ada pun upaya inovatif dalam percepatannya:

1. Jampersal

2. Pendampingan Tata kelola klinis dan penguatan rujukan

3. Program Sister Hospital

4. Pendampingan untuk peningkatan kompetensi Dokter, Bidan dan Perawat

dalam tata laksana Neonatus

MDG akan berakhir tahun 2015 , dan akan berlanjut kepada Post MDG hingga

tahun 2030. Di Indonesia telah ada program EMAS, IDAI.

Materi II: Lily Rudjan, dr., Sp.A (K)

“Konsep dan Praktik Developmental Care”

Perawat adalah ujung tombak pelayanan kesehatan. Perawat harus mengetahui

bagaimana kondisi bayi baru lahir sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup bayi.

Di Indonesia bayi dengan berat lahir rendah 1-1.5 kg dengan asfiksia, prematur, dan

infeksi masih kurang harapan hidupnya. Bayi premature harus mendapat perawatan

yang holistic yaitu perpaduan antara intensif care dan developmental care.

Developmental care harus dimulai sedini mungkin mulai dari ruang persalinan.

Developmental care harus diterapkan, karena bayi prematur yang dirawat di

NICU meskipun dengan kemajuan teknologi masih terdapat diabilitas. Diabilitas

mayor meliputi retardasi mental, tuli, buta, lumpuh, epilepsy, 25% terjadi pada bayi

dengan berat lahir di bawah 1,5 kg. Sedangkan disabilitas minor meliputi masalah

Page 6: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

belajar, ADHD, IQ rendah, deficit neuropsikoloig, masalah integrasi visual-motorik,

ksulitan tempramen, gangguan bicara, dan 50-70% dari bayi berat lahir rendah

mengalami masalah regulasi. Selain itu developmental care juga untuk

meminimalkan efek pemisahan antara ibu dan bayi, yang akan mengakibatkan bayi

menunjukkan kelainan neuromotorik halus, kesulitan belajar dan masalah perilaku

sepanjang perjalanannya menuju dewasa. Oleh karena itu bayi beresiko mengalami

kekerasan, kekacauan regulasi, dan mengalami masalah dalam hubungan dengan

orang lain.

Perkembangan otak yang harusnya berada di intra uterin pada bayi prematur

terjadi di ektra uterin sehingga proses synaptogenesis dan myelination tidak sempurna

(pembentukan sinaps kurang) sehingga sel mengalami apoptosis (kerusakan otak) dan

menimbulkan stress dan rasa nyeri.

Konsep developmental care focus terhadap respon bayi secara terus-menerus,

melibatkan keluarga dalam perawatan untuk meminimalkan stimulus yang akan

menimbulkan bahaya tau stress pada bayi. Komponen yang harus ada dalam

penerapan neurodevelopmental care adalah:

1. Desain NICU

2. Kebiasaan perawat

3. Rencana asuhan keperawatan

4. Manajemen nyeri

5. Metode minum bayi

6. Keluarga

semua komponen tersebut harus berjalan untuk meningkatkan kesehatan bayi, dalam

konteks ini kesejarteraan bayi adalah yang paling utama. Untuk dapat

melaksanakannya secara ahli, tenaga kesehatan memerlukan 2 tahun training

(NIDCAP) sehingga dapat melihat sinyal yang diberikan bayi dan melakukan

pengkajian dengan benar. Sedangkan model yang kedua adalah Synactive Model of

Neonatal Behavioral Organization mematangkan, mengintegrasikan, dan

Page 7: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

mensinkronisasikan 5 subsistem yaitu autonomic, motoric, state, perhatian

lingkungan, dan regulasi diri. Observasi perilaku bayi sebelum-saat-sesudah

prosedur, jika bayi mendekat mengindikasikan bahwa bayi senang dan jikan bayi

menjauh atau menghindar maka bayi tidak suka dengan perlakuan yang diberikan.

Sebagai tenaga kesehatan kita harus membayangkan bagaimana menjadi bayi,

kehidupan yang berbeda antara intra uterin dengan ektra uterin sangat menjadikan

bayi tidak nyaman, maka dari itu kita harus mneciptakan kehidupan intra uterin di

ektra uterin. Strategi intervensi yang dapat dilaksanakan yaitu:

1. Ritme sirkardian

Mengoptimalkan pola tidur-bangun bayi untuk menseksesikan hormone

pertumbuhan dengan cara memasang incubator, meminimalkan handling,

berbicara dengan lembut, dll.

2. Posisi

Memberikan posisi ternyaman bagi bayi, yaitu dengan posisi fleksimengarah

ke garis tengah, tertahan seluruh badannya oleh nest seperti saat bayi berada

dalam kandungan. Bayi harus sering diobservasi untuk melihat kenyaman

posisi bayi dan dilakukan perubahan posisi untuk menghindari bentuk tubuh

yang tidak sesuai karena terlalu lama dalam posisi tertentu.

3. Sentuhan dan rangsang gerakan

Saat memindahakan bayi harus mencakup keseluruhan badan bayi, saat

melakukan prosedur harus dengan dua orang (1 orang melakukan prosedur

sedang yang lain membantu bayi untuk meminimalkan stress: nyeri yang tidak

tertahan dapat menimbulkan ekrusakan sel saraf), melakukan pijatan halus

yang mungkin menstimulasi pembentuan myelin dan memperbaiki

hipotalamus, kangoroo care yang dilakukan oleh ibu dan bayi akan

meningkatkan regulasi diri, meminimalkan nyeri dan stress.

4. Hearing intervention

Page 8: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

Perhatikan tingkat kebisingan yang ada di ruang NICU dan minimalkan

hingga <55 dB. Bayi direkomendasikan mendengarkan musik tertentu jika

sebelumnya (di intre uterin) telah diperdengarkan.

5. Intervensi Visual

Perhatihan faktor-faktor yang memengaruhi respon bayi secara visual

diantaranya lokasi NICU, perubahan iklim dan cuaca, penggunaan foto terapi,

pemeriksaan optalmologi, dll. Bayi yang terkena achya secara terus-menerus

akan membuka mata atau merespon untuk membuka mata di bandingkan

dengan bayi yang tidak terlalu sering terkena cahaya, lindungi mata bayi saat

dilakukan prosedur foto terapi.

Intervensi lain yang dapat diberikan yaitu dengan pemberian penghsapan non

nutrisi untuk memfasilitasi kebisaaan menghisap dan memperbaiki pencernaan yang

dilakukan pada saat transisi pemberian nutrisi secara paksa. Mengenal isyarat perlaku

bayi dalam penatalaksanaan developmental care sangat diperlukan isyarat positif dan

negatif menetukan intervensi yang akan dilakukan.

Dapat disimpulkan bahwa medical care dilakukan untuk menyelamatkan

kehidupan sedangkan developmental care untuk kehidupan yang berkualitas dengan

menurunkan stimulus stress secara perseorangan dengan melibatkan keluarga.

Materi III: Yeni Rustina, SKp., MAppSc., PhD

“Dampak Developmental Care terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan

Kesehatan Pada Neonatus”

Kemajuan IPTEK di bidang kesehatan harus meningkatkan angka kelangsungan

hidup bayi risiko tinggi: prematur/BBLR dengan kualitas hidup yang baik. Sesuai

dengan UU No. 36 tahun 2009 pasal 131 bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bayi

dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang

Page 9: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

sehat, cerdas, dan berkualitas (Golden Generation), faktor biologis dan lingkungan

sangat memengaruhi terbentuknya generasi tersebut.

Bayi baru lahir harus beradaptasi dengan lingkungan barunya dengan dukungan

dari tenaga kesehatan dan keluarga, jika bayi mampu beradaptasi maka asuhan yang

diberikan adalah asuhan yang normal namun jika bayi tidak mampu beradaptasi maka

harus diberikan perawatan khusus dengan pelayanan kesehatan yang tepat, mencapai

kondisi klien yang optimal, dan menggunakan berbagai sumber yang tersedia secara

efektif. Dari hospitalisasi yang dilakukan terdapat dampak yang akan timbul seperti:

1. Resiko komplikasi: infeksi, cedera

2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak: rasa saling percaya,

kelekatan emosional anak-keluarga

3. Gangguan parenting

4. Masalah keuangan

sehingga diperlukan developmental care untuk meminimalkan dampak tersebut.

Developmental care memiliki manfaat yang begitu banyak untuk meningkatkan

kualitas hidup bayi dan menurunkan angka kematian bayi, diantaranya:

1. Menurunkan angka infeksi angka perdarahan intraventrikular, lama rawat dan

biaya perawatan

2. Meningkatkan berat badan secara bermakna, dan pemulangan dini pada bayi

dengan berat lahir kurang dari 1500 gram

3. Menurunkan dukungan ventilasi, memperpendek lama rawat, dan

memperbesar kenaikan berat badan

4. Hasil penelitian terhadap 31 randomized control trials diidentifikasi bahwa

intervensi developmental care dapat:

Menurunkan dukukungan respirasi

Menurunkan lama dan biaya rawat

Meningkatkan perkembangan persyarafan

Page 10: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

Disimpulkan bahwa developmental care yang dilaksanakan pada bayi baru lahir

(khususnya BBLR dan Prematur): risiko gangguan tumbuh kembang dapat

mendukung tercapainya tujuan pelayanan kesehatan:Bayi tumbuh dan berkembang

secara optimal.

Seminar Sesi II

Materi I: Bayu Wahyudi, dr , MPHM.,MHKes., SpOG (Direktur Utama RSUP.

Dr. Hasan Sadikin Bandung)

”Kebutuhan Penerapan Developmental Care dalam Setting Klinik”

Yang dimaksud dengan kebutuhan penerapan developmental care dalam setting

klinik adalah bagaimana Rumah Sakit menyiapkan dan mengelola lingkungan

perawatan sehingga bayi dan anak-anak mendapatkan stimulus lingkungan yang

adekuat, sehingga stres terhadap lingkungan rumah sakit dapat diminimalkan untuk

mendukung terjadinya peningkatan stabilitasi fisiologis tubuh, kecerdasan emosional,

sosial maupun kecerdasan spiritual bagi bayi dan anak-anak. Developmental care

dalam setting klinik adalah asuhan perkembangan sejak bayi di tatanan pelayanan

klinik rumah sakit, perawatan perkembangan dalam setting klinik membantu

neonatus dengan transisi dari dalam rahim ke ekstra rahim. Banyak aspek yag

harus diperhatikan dalam penerapan developmental care, yaitu:

1. Organisasi

2. Peraturan

3. Homeostasis

4. Kompetensi

5. Sistem

Penerapan developmental care dalam setting klinik harus sesuai dengan SOP.

Penerapannya meliputi:

Page 11: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

1. Pemberian penutup inkubator untuk meminimalkan pencahayaan

2. Pemberian nesting atau sarang untuk menampung pergerakan yang berlebihan

dan memberi bayi tempat yang nyaman

3. Pengaturan posisi fleksi untuk mempertahankan normalitas batang tubuh dan

mendukung regulasi diri

4. Minimalisasi tindakan membuka dan menutup inkubator untuk hal yang tidak

perlu

5. Pengadaan jam tenang

6. Fasilitasi ikatan orangtua-anak berupa kunjungan orangtua

7. Perawatan metode kanguru atau skin to skin contact

SDM yang terlibat dalam pelayanan kesehatan khususnya perawat harus

diberdayakan agar dapat mengenali perilaku bayi, memberikan perawatan yang sesuai

dengan kebutuhan bayi, mengenali perubahan-perubahan fisiologis, mengenali

kemampuan beradaptasi bayi. Kebijakan RS juga ikut berperan untuk melaksanakan

developmental care pada setting klinis harus dipertimbangkan pada setiap

pengembangan rumah sakit.

Pengelolaan lingkungan RS meliputi:

1. Ruang Rawat Inap

2. Ruang Rawat Jalan

3. Ruang Rawat Gawat Darurat

Intervensi yang dilakukan pihak RS:

1. Mengadakan kegiatan koordinasi pelayanan kesehatan dengan Global Fun/

pemerintah luar negeri dan Provinsi Jabar

2. Membina kepercayaan sejak awal dengan klien dan keluarga dan pihak lain

yang terkait

3. Ruang tunggu di poli anak dilengkapi tempat bermain

4. Lingkungan yang menyenangkan mangatasi rasa takut pada anak

Page 12: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

5. Tersedianya taman balita

6. Pelayanan yang seragam dan tidak bergantung padakemampuan membayar

pasien

7. Memerhatikan kenyamanan dan keamanan klien

8. Lingkungan yang resik

Pada dasarnya, developmental care dalah perpaduan antara keterampilan,

pengetahuan, dan sikap untuk melaksanakan continuing of care.

Materi II: Ns. Sheizi Prista Sari, M.Kep

“Kebutuhan Penerapan Developmental Care dalam Setting Komunitas”

Yaitu kehidupan yang akan dihadapi bayi dan keluarga setelah perawatan di RS

untuk mencapai hidup yang berkualitas.

Kondisi Bayi

Bayi dengan kondisi lahir terlalu cepat, terlalu kecil, dan terlalu sakit harus

mendapatkan perawatan khusus di NICU hingga ke rumah. Kondisi pemulangan bayi

dengan gangguan saat lahir harus diobservasi lama hari rawatnya, pemberian oksigen

atau feeding tube, pengaturan suhu tubuh yang baik, kemapuan makan yang mulai

berkembang, dan tindakan medis yang masih harus dilakukan.

Kondidi Keluarga

Kondisi psikologis keluarga juga harus diperhatikan apakah keluarga bahagia,

cemas, taku, stress. Pengetahuan keluarga menganai perawatan bayi premature juga

harus ditinjau, jika masih kurang atau tidak mengetahui maka petugas kesehatan

harus memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Lalu perhatikan pula perasaan orang

tua mengnai perannya sebagai orang tua yang memiliki nak yang berbeda.

Keluarga Rawan

Page 13: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

Yaitu keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, orang tua tunggal

atau yan terlalu muda, orag tua yang memiliki ketergantikan terhadap alcohol,

narkotika, dan gaya hidup yang tidak sehat, keluarga dengan riwayat KDRT dan

masalah keuangan.

Harus ada kesinambungan dan kelanjutan dalam penerapan developmental care

pada setting komunitas, dengan adanya koordinasi antara pihak RS, Keluarga, Kader

kesehatan, dan tenaga kesehatan khususnya perawat komnitas.

Materi III: Siti Yuyun Rahayu Fitri, S.Kp., M.Si

“Penelitian dan Evidance Base Practised Berbasis Developmental Care”

Latar belakang dilakukannya penelitian tentang developmental care karena upaya

untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi telah banyak dilakukan

berbagai pihak dan multi dimensi. Dan karena angka BBLR dan premature masih

tinggi dan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya ke depan.

Penelitian awal dilaksanakan oleh Heidelise Als, 1986 dengan dicetuskannya

Newborn Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP),

meskipun pada awalnya penelitian ditolak karena kelemahan desain penelitian namun

ini menjadi dasar penelitian selanjutnya.

Karaktesistik pengetahuan meliputi:

1. Level Evidence Based Practice, terdiri dari VII level evidence

2. Cakupan outcome:

a. Jangka Pendek :

Respiratory

Feeding

Wight gain

Neurobehavorial

Page 14: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

Sleep organization, dll

b. Jangka Panjang:

Pengaruh pada Neurodevelopmental

3. Aspek sistem dan personal

Pengaruh developmental care terhadap bayi, keluarga, staff pelayanan, dan

sistem.

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan terdapat hasil sebgai berikut:

1. Peningkatan yang signifikan pada neurobehavioral, electrofisiologi dan

perkembangan struktur neurologi pada bayi yang mendapat perawatan

developmental care.

2. NIDCAP dapat meningkatkan perkembangan otak, kompetensi fungsional

otak, kesehatan dan kualitas hidup. NIDCAP juga berdampak pada cost

effective, humanis dan etis dan bisa menjadi standar di seluruh NICU.

3. Namun Sebuah Systematic review terhadap 627 preterm infant menunjukkan

bahwa tidak ada bukti bahwa NIDCAP dapat meningkatkan dampak

neurodevelopmental jangka panjang maupun aspek medical jangka pendek.

4. Efek NIDCAP pada aspek berikut:

a. Perkembangan psikomotor / Status neorologis: signifikan meningkat

b. Outcome pelayanan medis dan keperawatan : aspek klinis (respirasi,

pertumbuhan, hubungan orang tua-anak)

c. cost efektif : NIDCAP memperpendek hari rawat

Tantangan dan hambatan yang ada dalam penelitian Developmental care adalah

belum adanya penelitian tentang efek jangka panjang dari penerapan developmental

care.

Potensi Riset di masa mendatang sangat banyak, diantaranya:

1. Dampak NIDCAP terhadap aspek neurodevelopmental jangka panjang

Page 15: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

2. Interrelationship aspek respirasi, feeding, peningkatan berat badan dan

morbiditas

3. Penelitian terkait dampak NIDCAP terhadap outcome yang spesifik

4. Penelitian dengan jumlah sampel banyak dan akurat

5. Modifikasi lingkungan

6. Pengembangan produk alat kesehatan yang mendukung NIDCAP, misal :

Popok untuk bayi prematur

Bantal gel

Kasur anti penekanan

Penutup inkubator

Baby nests

Pacifier, dll

Page 16: Resume Seminar Nasiolnal & Presentasi Oral

II. Resume Presentasi Oral

“Pengaruh Konseling Perilaku Terhadap Kepatuhan Pengobatan Klien

TB Paru Fase Intensif di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Karawang”

Oleh Oom Komalasari dari Magister Unpad

Latar belakang dilakukannya penelitian:

1. TB paru masih menjad masalah kesehatan yang sering terjadi

2. Kepatuhan terhadap pengobatan masih belum optimal

3. Sebagai upaya perawat sebagai konselor

Tujuan penelitian:

1. Mengetahui pengaruh konseling terhadap kepatuhan pengobatan klien TB

paru

2. Mengukur tingkat kepatuhan pengobatan klien Tb paru

Setelah mengguanakan analisis bivariate ditemukan bahwa tidak ada pengaruh antara

konseling dengan kepatuhan pengobatan. Uji statistic non paramedik untuk mengukur

tingkat kepatuhan responden sebelum intervensi ataupun setelah intervensi

didapatkan hasil keduanya mengalami kenaikan.