resume seminar nasiolnal & presentasi oral
DESCRIPTION
resumeTRANSCRIPT
Resume Seminar Nasional dan Presentasi Ilmiah
“Peningkatan Pelayanan Kesehatan pada neonatus melalui implementasi
developmental care”
Tugas mata kuliah Sistem Respirasi
Disusun oleh:
Siti Sandra Liani
220110120015
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
I. Resume Materi Seminar
Seminar Sesi 1
Materi 1: Dr. Elizabeth Jane Soepardi (Direktur Jenderal Bina Gizi & KIA
Kementrian Kesehatan RI)
“Target MDG’s dan Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Kualitas
Pelayanan Kesehatan pada Neonatus”
Hal ini berkaitan dengan pencapaian MDG’s nomor 4 yaitu penurunan angka
kematian balita, bayi, dan neonatal yang telah disepakati oleh 198 negara termasuk
Indonesia untuk berkomitmen mencapai target MDG. Di Indonesia target pencapaian
MDG nomor 4 dengan target 2015 kematian neonatal 23/1000 kelahiran diperkirakan
2015 nanti sudah melebihi batas target MDG namun angka kematian neonatal
mengalami penurunan yang lebih sedikit dibandingkan dengan angka kematian anak,
ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia maka semakin cepat
pengobatan/penyembuhannya. Sumber survey yang dapat dijadikan pedoman untuk
memantau angka kematian balita, bayi, dan neonatal:
1. Sensus, 1x/10 th
2. Supas (Survey antar Sensus)
3. Susenas, 1x/1-3th
4. SDKI, 1x/3-5th
survey yang baik dipakai untuk nasional adalah SDKI. Namun terdapat kendala pula
dalam survey ini yaitu masalah civil registration, banyak masyarakat Indonesia yang
tidak mempunyai akta kelahiran ataupun catatan tentang kematian.
Intervensi yang dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian neonatal harus
dilaksanakan secara komprehensif di semua tingkatan. Di tingkat masyarakat,
perawatan neonatal di rumah, pemberian ASI eksklusif, serta penggunaan buku KIA
harus diperhatikan. Pendidikan kesehatan tentang perawatan neonatal serta
pengetahuan tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif jika dilaksanakan dengan
baik dan benar akan dapat menurunkan angka kematian. Dan pemberian dan
pemberitahuan awal tentang pemakaian buku KIA adalah salah satu yang dapat
menambah pengetahuan keluarga terutama ibu dalam meningkatkan kesehatan dan
mendeteksi secara dini jika terjadi sesuatu yang tidak semestinya. Tidak memberi dan
menyampaikan tentang penggunaan buku KIA dapat menjadi suatu pelanggaran
hukum, namun karena tidak adanya SOP yang begitu jelas dan kebijakan hukum yang
kurang begitu tegas sehingga hal tersebut tidak ditindak lanjut.
Di tingkat pelayanan dasar, persalinan dan perawatan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang terampil dan harus pula tersedia pelayanan neonatal esensial.
Selain itu kunjungan terhadap neonates juga berperan penting dan efektif untuk
angka kematian bayi. Kunjungan dilaksanakan minimal 3 kali (6 – 48 jam, 3 -7 hari,
8 – 28 hari). Penanganan noenatus dengan komplikasi dan rujukan kasus juga harus
diperhatikan sesuai dengan SOP. Intervensi di tingkat rujukan (penanganan khusus),
yaitu di PONEK yang masih belum ada SOPnya dan di NICU.
Dari segi akses dan kualitas pelayanan neonatal di Indonesia masih banyak yang
harus diperbaiki, SOP yang belum lengkap, peralatan resusitasi yang tdiak selalu ada,
masih banyak yang diberi susu formula, imunisasi BBL tidak dikerjakan, Vitamin K1
tersedia, tetapi pemberian tidak rutin, ruang neonatus sakit ada yang belum terpisah,
pemantauan kurang, fasilitas cuci tangan kurang, SOP pencegahan kecelakaan belum
ada, kualifikasi & jumlah dokter kurang memadai, jumlah perawat terampil kurang
memadai, dan perawatan alat kurang. Meskipun telah tersedia incubator, sebagian
besar dokter sudah SpA dan SpOg serta perawat dan bidan yang sudah terlatih, dan
terdapat dokter jaga di ruang neonatus. Namun karena aspek yang harus diperbaiki
sangat banyak maka kualitas pelayanan neonatal harus terus ditingkatkan.
Kebijakan dan upaya peningkatan kualitas pelayanan neonates telah termaktub
dalam UUD 1945 pasal 28B ayat 2 dan pasal 23H ayat 1 dan UU Kesehatan No. 36
Tahun 2009 Pasal 131 ayat 1, yang berbunyi:
”Upaya pemeliharaan kesehatan bayi & anak harus ditujukan utk mempersiapkan
generasi yg akan datang, yg sehat, cerdas & berkualitas serta untuk menurunkan
angka kematian bayi & anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak
anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18
tahun.”
UU tersebut di atas menjadi dasar dalam melaksanakan intervensi pada anak.
Penurunan angka kematian bayi adalah salah satu program dari suatu sistem
kesehatan dari berbagai aspek:
1. Upaya kesehatan yang terus ditingkatkan dengan menerapkan standar
pelayanan kesehatan, meningkatkan akses ke pelayanan rujukan, penguatan
sistem pelayanan di pelayanan kesehatan dasar, dll.
2. Peningkatan kualitas SDM, pendistribusian SDM yang merata, serta
pengawasan dan pembinaan yang kontinyu.
3. Ketersediaan alat dan obat yang sesuai standar aman dan terjangkau
4. Mengoptimalisasikan pemanfaatan dana APBD I dan II, BOK, Jamkesmas
dan Jampersal, dana dekon, DAK, PHLN dalam rangka peningkayan
pelayanan KIA
5. Kebijakan, administrasi, hukum dan informasi kesehatan harus dilaksanakan
dan diberitahukan sebagaimana mestinya, agar tercipta koordinasi,
sinkronisasi, dan integrasi yang baik antar berbagai pihak.
6. Pelibatan aktif masyarakat, misalnya penggunaan buku KIA, P4K.
7. Kerja sama dengan organisasi profesi, LSM, Perguruan Tinggi dan swasta
8. Litbang
Jika semua hal telah dilaksanakan sesuai SOP maka kita memiliki perlindungan
hukum KUHP pasal 50 dan 51, sehingga pembuatan SOP adalah salah satu yang
terpenting dalam intervensi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Ada beberapa
upaya percepatan MDG 4:
1. Memperbaiki sistem & manajemen program pelayan kesehatan
2. Meningkatkan jangkauan & kualitas pelayanan kesehatan
3. Memperbaiki perilaku keluarga & masyarakat
4. Perbaikan perawatan kesehatan bayi & balita
5. Perbaikan careseeking & peningkatan pemanfaatan fasilitas kesehatan
6. Perbaikan derajat kesehatan & status gizi
Ada pun upaya inovatif dalam percepatannya:
1. Jampersal
2. Pendampingan Tata kelola klinis dan penguatan rujukan
3. Program Sister Hospital
4. Pendampingan untuk peningkatan kompetensi Dokter, Bidan dan Perawat
dalam tata laksana Neonatus
MDG akan berakhir tahun 2015 , dan akan berlanjut kepada Post MDG hingga
tahun 2030. Di Indonesia telah ada program EMAS, IDAI.
Materi II: Lily Rudjan, dr., Sp.A (K)
“Konsep dan Praktik Developmental Care”
Perawat adalah ujung tombak pelayanan kesehatan. Perawat harus mengetahui
bagaimana kondisi bayi baru lahir sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup bayi.
Di Indonesia bayi dengan berat lahir rendah 1-1.5 kg dengan asfiksia, prematur, dan
infeksi masih kurang harapan hidupnya. Bayi premature harus mendapat perawatan
yang holistic yaitu perpaduan antara intensif care dan developmental care.
Developmental care harus dimulai sedini mungkin mulai dari ruang persalinan.
Developmental care harus diterapkan, karena bayi prematur yang dirawat di
NICU meskipun dengan kemajuan teknologi masih terdapat diabilitas. Diabilitas
mayor meliputi retardasi mental, tuli, buta, lumpuh, epilepsy, 25% terjadi pada bayi
dengan berat lahir di bawah 1,5 kg. Sedangkan disabilitas minor meliputi masalah
belajar, ADHD, IQ rendah, deficit neuropsikoloig, masalah integrasi visual-motorik,
ksulitan tempramen, gangguan bicara, dan 50-70% dari bayi berat lahir rendah
mengalami masalah regulasi. Selain itu developmental care juga untuk
meminimalkan efek pemisahan antara ibu dan bayi, yang akan mengakibatkan bayi
menunjukkan kelainan neuromotorik halus, kesulitan belajar dan masalah perilaku
sepanjang perjalanannya menuju dewasa. Oleh karena itu bayi beresiko mengalami
kekerasan, kekacauan regulasi, dan mengalami masalah dalam hubungan dengan
orang lain.
Perkembangan otak yang harusnya berada di intra uterin pada bayi prematur
terjadi di ektra uterin sehingga proses synaptogenesis dan myelination tidak sempurna
(pembentukan sinaps kurang) sehingga sel mengalami apoptosis (kerusakan otak) dan
menimbulkan stress dan rasa nyeri.
Konsep developmental care focus terhadap respon bayi secara terus-menerus,
melibatkan keluarga dalam perawatan untuk meminimalkan stimulus yang akan
menimbulkan bahaya tau stress pada bayi. Komponen yang harus ada dalam
penerapan neurodevelopmental care adalah:
1. Desain NICU
2. Kebiasaan perawat
3. Rencana asuhan keperawatan
4. Manajemen nyeri
5. Metode minum bayi
6. Keluarga
semua komponen tersebut harus berjalan untuk meningkatkan kesehatan bayi, dalam
konteks ini kesejarteraan bayi adalah yang paling utama. Untuk dapat
melaksanakannya secara ahli, tenaga kesehatan memerlukan 2 tahun training
(NIDCAP) sehingga dapat melihat sinyal yang diberikan bayi dan melakukan
pengkajian dengan benar. Sedangkan model yang kedua adalah Synactive Model of
Neonatal Behavioral Organization mematangkan, mengintegrasikan, dan
mensinkronisasikan 5 subsistem yaitu autonomic, motoric, state, perhatian
lingkungan, dan regulasi diri. Observasi perilaku bayi sebelum-saat-sesudah
prosedur, jika bayi mendekat mengindikasikan bahwa bayi senang dan jikan bayi
menjauh atau menghindar maka bayi tidak suka dengan perlakuan yang diberikan.
Sebagai tenaga kesehatan kita harus membayangkan bagaimana menjadi bayi,
kehidupan yang berbeda antara intra uterin dengan ektra uterin sangat menjadikan
bayi tidak nyaman, maka dari itu kita harus mneciptakan kehidupan intra uterin di
ektra uterin. Strategi intervensi yang dapat dilaksanakan yaitu:
1. Ritme sirkardian
Mengoptimalkan pola tidur-bangun bayi untuk menseksesikan hormone
pertumbuhan dengan cara memasang incubator, meminimalkan handling,
berbicara dengan lembut, dll.
2. Posisi
Memberikan posisi ternyaman bagi bayi, yaitu dengan posisi fleksimengarah
ke garis tengah, tertahan seluruh badannya oleh nest seperti saat bayi berada
dalam kandungan. Bayi harus sering diobservasi untuk melihat kenyaman
posisi bayi dan dilakukan perubahan posisi untuk menghindari bentuk tubuh
yang tidak sesuai karena terlalu lama dalam posisi tertentu.
3. Sentuhan dan rangsang gerakan
Saat memindahakan bayi harus mencakup keseluruhan badan bayi, saat
melakukan prosedur harus dengan dua orang (1 orang melakukan prosedur
sedang yang lain membantu bayi untuk meminimalkan stress: nyeri yang tidak
tertahan dapat menimbulkan ekrusakan sel saraf), melakukan pijatan halus
yang mungkin menstimulasi pembentuan myelin dan memperbaiki
hipotalamus, kangoroo care yang dilakukan oleh ibu dan bayi akan
meningkatkan regulasi diri, meminimalkan nyeri dan stress.
4. Hearing intervention
Perhatikan tingkat kebisingan yang ada di ruang NICU dan minimalkan
hingga <55 dB. Bayi direkomendasikan mendengarkan musik tertentu jika
sebelumnya (di intre uterin) telah diperdengarkan.
5. Intervensi Visual
Perhatihan faktor-faktor yang memengaruhi respon bayi secara visual
diantaranya lokasi NICU, perubahan iklim dan cuaca, penggunaan foto terapi,
pemeriksaan optalmologi, dll. Bayi yang terkena achya secara terus-menerus
akan membuka mata atau merespon untuk membuka mata di bandingkan
dengan bayi yang tidak terlalu sering terkena cahaya, lindungi mata bayi saat
dilakukan prosedur foto terapi.
Intervensi lain yang dapat diberikan yaitu dengan pemberian penghsapan non
nutrisi untuk memfasilitasi kebisaaan menghisap dan memperbaiki pencernaan yang
dilakukan pada saat transisi pemberian nutrisi secara paksa. Mengenal isyarat perlaku
bayi dalam penatalaksanaan developmental care sangat diperlukan isyarat positif dan
negatif menetukan intervensi yang akan dilakukan.
Dapat disimpulkan bahwa medical care dilakukan untuk menyelamatkan
kehidupan sedangkan developmental care untuk kehidupan yang berkualitas dengan
menurunkan stimulus stress secara perseorangan dengan melibatkan keluarga.
Materi III: Yeni Rustina, SKp., MAppSc., PhD
“Dampak Developmental Care terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan
Kesehatan Pada Neonatus”
Kemajuan IPTEK di bidang kesehatan harus meningkatkan angka kelangsungan
hidup bayi risiko tinggi: prematur/BBLR dengan kualitas hidup yang baik. Sesuai
dengan UU No. 36 tahun 2009 pasal 131 bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bayi
dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang
sehat, cerdas, dan berkualitas (Golden Generation), faktor biologis dan lingkungan
sangat memengaruhi terbentuknya generasi tersebut.
Bayi baru lahir harus beradaptasi dengan lingkungan barunya dengan dukungan
dari tenaga kesehatan dan keluarga, jika bayi mampu beradaptasi maka asuhan yang
diberikan adalah asuhan yang normal namun jika bayi tidak mampu beradaptasi maka
harus diberikan perawatan khusus dengan pelayanan kesehatan yang tepat, mencapai
kondisi klien yang optimal, dan menggunakan berbagai sumber yang tersedia secara
efektif. Dari hospitalisasi yang dilakukan terdapat dampak yang akan timbul seperti:
1. Resiko komplikasi: infeksi, cedera
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak: rasa saling percaya,
kelekatan emosional anak-keluarga
3. Gangguan parenting
4. Masalah keuangan
sehingga diperlukan developmental care untuk meminimalkan dampak tersebut.
Developmental care memiliki manfaat yang begitu banyak untuk meningkatkan
kualitas hidup bayi dan menurunkan angka kematian bayi, diantaranya:
1. Menurunkan angka infeksi angka perdarahan intraventrikular, lama rawat dan
biaya perawatan
2. Meningkatkan berat badan secara bermakna, dan pemulangan dini pada bayi
dengan berat lahir kurang dari 1500 gram
3. Menurunkan dukungan ventilasi, memperpendek lama rawat, dan
memperbesar kenaikan berat badan
4. Hasil penelitian terhadap 31 randomized control trials diidentifikasi bahwa
intervensi developmental care dapat:
Menurunkan dukukungan respirasi
Menurunkan lama dan biaya rawat
Meningkatkan perkembangan persyarafan
Disimpulkan bahwa developmental care yang dilaksanakan pada bayi baru lahir
(khususnya BBLR dan Prematur): risiko gangguan tumbuh kembang dapat
mendukung tercapainya tujuan pelayanan kesehatan:Bayi tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Seminar Sesi II
Materi I: Bayu Wahyudi, dr , MPHM.,MHKes., SpOG (Direktur Utama RSUP.
Dr. Hasan Sadikin Bandung)
”Kebutuhan Penerapan Developmental Care dalam Setting Klinik”
Yang dimaksud dengan kebutuhan penerapan developmental care dalam setting
klinik adalah bagaimana Rumah Sakit menyiapkan dan mengelola lingkungan
perawatan sehingga bayi dan anak-anak mendapatkan stimulus lingkungan yang
adekuat, sehingga stres terhadap lingkungan rumah sakit dapat diminimalkan untuk
mendukung terjadinya peningkatan stabilitasi fisiologis tubuh, kecerdasan emosional,
sosial maupun kecerdasan spiritual bagi bayi dan anak-anak. Developmental care
dalam setting klinik adalah asuhan perkembangan sejak bayi di tatanan pelayanan
klinik rumah sakit, perawatan perkembangan dalam setting klinik membantu
neonatus dengan transisi dari dalam rahim ke ekstra rahim. Banyak aspek yag
harus diperhatikan dalam penerapan developmental care, yaitu:
1. Organisasi
2. Peraturan
3. Homeostasis
4. Kompetensi
5. Sistem
Penerapan developmental care dalam setting klinik harus sesuai dengan SOP.
Penerapannya meliputi:
1. Pemberian penutup inkubator untuk meminimalkan pencahayaan
2. Pemberian nesting atau sarang untuk menampung pergerakan yang berlebihan
dan memberi bayi tempat yang nyaman
3. Pengaturan posisi fleksi untuk mempertahankan normalitas batang tubuh dan
mendukung regulasi diri
4. Minimalisasi tindakan membuka dan menutup inkubator untuk hal yang tidak
perlu
5. Pengadaan jam tenang
6. Fasilitasi ikatan orangtua-anak berupa kunjungan orangtua
7. Perawatan metode kanguru atau skin to skin contact
SDM yang terlibat dalam pelayanan kesehatan khususnya perawat harus
diberdayakan agar dapat mengenali perilaku bayi, memberikan perawatan yang sesuai
dengan kebutuhan bayi, mengenali perubahan-perubahan fisiologis, mengenali
kemampuan beradaptasi bayi. Kebijakan RS juga ikut berperan untuk melaksanakan
developmental care pada setting klinis harus dipertimbangkan pada setiap
pengembangan rumah sakit.
Pengelolaan lingkungan RS meliputi:
1. Ruang Rawat Inap
2. Ruang Rawat Jalan
3. Ruang Rawat Gawat Darurat
Intervensi yang dilakukan pihak RS:
1. Mengadakan kegiatan koordinasi pelayanan kesehatan dengan Global Fun/
pemerintah luar negeri dan Provinsi Jabar
2. Membina kepercayaan sejak awal dengan klien dan keluarga dan pihak lain
yang terkait
3. Ruang tunggu di poli anak dilengkapi tempat bermain
4. Lingkungan yang menyenangkan mangatasi rasa takut pada anak
5. Tersedianya taman balita
6. Pelayanan yang seragam dan tidak bergantung padakemampuan membayar
pasien
7. Memerhatikan kenyamanan dan keamanan klien
8. Lingkungan yang resik
Pada dasarnya, developmental care dalah perpaduan antara keterampilan,
pengetahuan, dan sikap untuk melaksanakan continuing of care.
Materi II: Ns. Sheizi Prista Sari, M.Kep
“Kebutuhan Penerapan Developmental Care dalam Setting Komunitas”
Yaitu kehidupan yang akan dihadapi bayi dan keluarga setelah perawatan di RS
untuk mencapai hidup yang berkualitas.
Kondisi Bayi
Bayi dengan kondisi lahir terlalu cepat, terlalu kecil, dan terlalu sakit harus
mendapatkan perawatan khusus di NICU hingga ke rumah. Kondisi pemulangan bayi
dengan gangguan saat lahir harus diobservasi lama hari rawatnya, pemberian oksigen
atau feeding tube, pengaturan suhu tubuh yang baik, kemapuan makan yang mulai
berkembang, dan tindakan medis yang masih harus dilakukan.
Kondidi Keluarga
Kondisi psikologis keluarga juga harus diperhatikan apakah keluarga bahagia,
cemas, taku, stress. Pengetahuan keluarga menganai perawatan bayi premature juga
harus ditinjau, jika masih kurang atau tidak mengetahui maka petugas kesehatan
harus memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Lalu perhatikan pula perasaan orang
tua mengnai perannya sebagai orang tua yang memiliki nak yang berbeda.
Keluarga Rawan
Yaitu keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, orang tua tunggal
atau yan terlalu muda, orag tua yang memiliki ketergantikan terhadap alcohol,
narkotika, dan gaya hidup yang tidak sehat, keluarga dengan riwayat KDRT dan
masalah keuangan.
Harus ada kesinambungan dan kelanjutan dalam penerapan developmental care
pada setting komunitas, dengan adanya koordinasi antara pihak RS, Keluarga, Kader
kesehatan, dan tenaga kesehatan khususnya perawat komnitas.
Materi III: Siti Yuyun Rahayu Fitri, S.Kp., M.Si
“Penelitian dan Evidance Base Practised Berbasis Developmental Care”
Latar belakang dilakukannya penelitian tentang developmental care karena upaya
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi telah banyak dilakukan
berbagai pihak dan multi dimensi. Dan karena angka BBLR dan premature masih
tinggi dan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya ke depan.
Penelitian awal dilaksanakan oleh Heidelise Als, 1986 dengan dicetuskannya
Newborn Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP),
meskipun pada awalnya penelitian ditolak karena kelemahan desain penelitian namun
ini menjadi dasar penelitian selanjutnya.
Karaktesistik pengetahuan meliputi:
1. Level Evidence Based Practice, terdiri dari VII level evidence
2. Cakupan outcome:
a. Jangka Pendek :
Respiratory
Feeding
Wight gain
Neurobehavorial
Sleep organization, dll
b. Jangka Panjang:
Pengaruh pada Neurodevelopmental
3. Aspek sistem dan personal
Pengaruh developmental care terhadap bayi, keluarga, staff pelayanan, dan
sistem.
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan terdapat hasil sebgai berikut:
1. Peningkatan yang signifikan pada neurobehavioral, electrofisiologi dan
perkembangan struktur neurologi pada bayi yang mendapat perawatan
developmental care.
2. NIDCAP dapat meningkatkan perkembangan otak, kompetensi fungsional
otak, kesehatan dan kualitas hidup. NIDCAP juga berdampak pada cost
effective, humanis dan etis dan bisa menjadi standar di seluruh NICU.
3. Namun Sebuah Systematic review terhadap 627 preterm infant menunjukkan
bahwa tidak ada bukti bahwa NIDCAP dapat meningkatkan dampak
neurodevelopmental jangka panjang maupun aspek medical jangka pendek.
4. Efek NIDCAP pada aspek berikut:
a. Perkembangan psikomotor / Status neorologis: signifikan meningkat
b. Outcome pelayanan medis dan keperawatan : aspek klinis (respirasi,
pertumbuhan, hubungan orang tua-anak)
c. cost efektif : NIDCAP memperpendek hari rawat
Tantangan dan hambatan yang ada dalam penelitian Developmental care adalah
belum adanya penelitian tentang efek jangka panjang dari penerapan developmental
care.
Potensi Riset di masa mendatang sangat banyak, diantaranya:
1. Dampak NIDCAP terhadap aspek neurodevelopmental jangka panjang
2. Interrelationship aspek respirasi, feeding, peningkatan berat badan dan
morbiditas
3. Penelitian terkait dampak NIDCAP terhadap outcome yang spesifik
4. Penelitian dengan jumlah sampel banyak dan akurat
5. Modifikasi lingkungan
6. Pengembangan produk alat kesehatan yang mendukung NIDCAP, misal :
Popok untuk bayi prematur
Bantal gel
Kasur anti penekanan
Penutup inkubator
Baby nests
Pacifier, dll
II. Resume Presentasi Oral
“Pengaruh Konseling Perilaku Terhadap Kepatuhan Pengobatan Klien
TB Paru Fase Intensif di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Karawang”
Oleh Oom Komalasari dari Magister Unpad
Latar belakang dilakukannya penelitian:
1. TB paru masih menjad masalah kesehatan yang sering terjadi
2. Kepatuhan terhadap pengobatan masih belum optimal
3. Sebagai upaya perawat sebagai konselor
Tujuan penelitian:
1. Mengetahui pengaruh konseling terhadap kepatuhan pengobatan klien TB
paru
2. Mengukur tingkat kepatuhan pengobatan klien Tb paru
Setelah mengguanakan analisis bivariate ditemukan bahwa tidak ada pengaruh antara
konseling dengan kepatuhan pengobatan. Uji statistic non paramedik untuk mengukur
tingkat kepatuhan responden sebelum intervensi ataupun setelah intervensi
didapatkan hasil keduanya mengalami kenaikan.