resume hukum pertanahan

22
Resume Hukum Pertanahan Pengertian Agraria Dalam bahasa latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agraria berarti urusan pertanian dan tanah petanian., juga urusan pemilikan tanah. Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non-pertanian. Pengertian agraria menurut UUPA dalam arti luas meliputi bumi, air, kekayaan yang terkandung di dalamnya, dan ruang angkasa. Sejarah Agraria Pada zaman Pemerintah Belanda, sampai sebelum lahirnya UUPA, hukum agraria yang digunakan adalah Hukum Tanah Administratif pemerintah Hindia Belanda. Yang yang diadakan dalam rangka melaksanakan politik pertanahan kolonial yang dituangkan dalam Agrarische Wet 1870. Agrarische Wet adalah suatu undang-undang yang dibuat di negeri Belanda. Agrarische Wet diundangkan dalam S 1870-55. Tujuan utama Agrarische Wet adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda. Salah satu hak yang ada di dalamnya adalah hak erfpacht. Hak erfpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang

Upload: mfatoni2

Post on 30-Jun-2015

3.136 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resume hukum pertanahan

Resume Hukum Pertanahan

Pengertian Agraria

Dalam bahasa latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti

perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agraria

berarti urusan pertanian dan tanah petanian., juga urusan pemilikan tanah. Di

Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti

tanah, baik tanah pertanian maupun non-pertanian. Pengertian agraria menurut UUPA

dalam arti luas meliputi bumi, air, kekayaan yang terkandung di dalamnya, dan ruang

angkasa.

Sejarah Agraria

Pada zaman Pemerintah Belanda, sampai sebelum lahirnya UUPA, hukum

agraria yang digunakan adalah Hukum Tanah Administratif pemerintah Hindia

Belanda. Yang yang diadakan dalam rangka melaksanakan politik pertanahan

kolonial yang dituangkan dalam Agrarische Wet 1870.

Agrarische Wet adalah suatu undang-undang yang dibuat di negeri Belanda.

Agrarische Wet diundangkan dalam S 1870-55. Tujuan utama Agrarische Wet adalah

untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para

pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda. Salah satu hak yang ada

di dalamnya adalah hak erfpacht. Hak erfpacht merupakan hak kebendaan yang

memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang haknya untuk

menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain.

Ketentuan dalam Agrarische Wet pelaksanaanya diatur lebih lanjut dalam

berbagai peraturan dan keputusan. Diantaranya adalah Koninklijk Besluit yang

dikenal dengan sebutan Agrarisch Besluit. Koninklijk Besluit ini diundangkan dalam

S 1870-118.

Pasal 1 Agrarisch Besluit dinilai “memperkosa” hak-hak atas tanah rakyat

yang bersumber pada hukum adat. Jika diterjemahkan, pasal tersebut berbunyi, “

Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal 2 dan 3 Agrarische Wet,

tetap dipertahankan asas, bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat

membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah domein (milik) Negara”. Pasal

tersebut juga dikenal sebagai “Domein Verklaring”. Domein Verklaring dibagi

menjadi 2, yaitu Algemene Domein Verklaring dan Speciale Domein Verklaring.

Page 2: Resume hukum pertanahan

Algemene Domein Verklaring tertuang dalam pasal 1 Agrarisch Besluit. Sementara

Speciale Domein Verklaring tertuang dalam peraturan hak erfpacht.

Domein Verklaring berfungsi sebagai landasan hukum bagi Pemerintah yang

mewakili Negara sebagai pemilik tanah, untuk memberikan tanah dengan hak-hak

barat yang diatur dalam KUH Perdata. Yang kedua adalah untuk pembuktian

kepemilikan. Dalam tafsiran pemerintah Hindia Belanda, tanah-tanah yang dipunyai

rakyat dengan hak milik adat, demikian juga tanah-tanah ulayat masyarakat-

masyarakat hukum adat adalah tanah domein Negara. Hak milik adat tidak disamakan

dengan hak milik dalam KUH Perdata.

Pada masa Pemerintahan Sisipan Inggris, tahun 1811-1816, Thomas Stamford

Raffles mengemukakan suatu teori, yang dikenal sebagai Teori Domein Raffles.

Dinyatakan oleh Raffles, bahwa tanah-tanah di daerah kekuasaanya semula adalah

milik para Raja di Jawa. Karena kekuasaan berpindah kepada Pemerintah Inggris,

pemilikan atas tanah-tanah tersebut beralih kepada Raja Inggris. Oleh karena itu

rakyat wajib memberikan sesuatu kepada Raja Inggris. Apa yang wajib diberikan itu

dikenal sebagai land rent Raffles.

Para kepala desa diberi kekuasaan untuk menetapkan jumlah sewa yang wajib

dibayarkan oleh petani. Kekuasaan kepala desa yang sedemikian besarnya

menjungkirbalikkan hukum yang mengatur pemilikan tanah rakyat. Seharusnya luas

kepemilkan tanahlah yang menentukan besarnya sewa yang harus dibayar. Tetapi

dalam praktek besarnya sewa yang sanggup dibayarlah yang menentukan luas luas

tanah yang boleh dikuasai oleh seseorang.

Sebagaimana halnya dengan Hukum Perdata, Hukum Tanah pun berstruktur

ganda atau dualistik. Yaitu berlakunya Hukum Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat.

Ada tanah-tanah dengan hak-hak barat, seperti hak eigendom, hak erfpacht, hak

opstal, yang disebut tanah-tanah hak barat atau tanah-tanah Eropa. Ada tanah-tanah

dengan hak Indonesia, seperti tanah-tanah dengan hak adat, yang disebut tanah-tanah

hak adat. Juga hak-hak ciptaan Pemerintah Swapraja seperti grant sultan.

Tanah-tanah hak barat hampir semuanya terdaftar dalam kantor

Overschrijvings Ambtenaar dan dipetakan oleh Kantor Kadaster. Tanah-tanah hak

adat hampir semuanya belum didaftar. Tanah-tanah hak adat merupakan bagian

terbesar tanah di Hindia Belanda.

Salain hak-hak atas tanah yang beraneka perangkat, Hukum Tanah mengenal

perangkat hak jaminan atas tanah yang dualistik juga. Hak jaminan atas tanah ada 2,

Page 3: Resume hukum pertanahan

yaitu droit de preference dan droit de suit. Untuk bisa dijadikan jaminan hutang

dengan dibebani hak jaminan atas tanah, tanah yang bersangkutan haknya harus

termasuk golongan yang didaftar. Dan secara tegas ditunjuk oleh undang-undang

sebagai obyek lembaga hak jaminan yang bersangkutan.

Untuk hak tanah-tanah eigendom, hak erfpacht dan hak opstal disediakan

Hypotheek sebagai lembaga hak jaminan atas tanah. Untuk tanah-tanah milik adat,

lembaga hak jaminannya credietverband.

Selain Hypotheek dan Credietverband, sejak zaman Hindia Belanda di

Indonesia digunakn juga lembaga fiduciaiere eigendoms overdracht atau FEO sebagai

jaminan atas tanah. Perbuatan hukum fiducia adalah pemindahan hak atas benda yang

bersangkutan kepada kreditor, tetapi dengan pengertian dan persetujuan bersama atas

dasar saling percaya, bahwa hal itu semata-mata dimaksudkan hanya sebagai jaminan

kredit, dan benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap dikuasai dan digunakan oleh

debitor.

Dalam hukum adat tidak dikenal lembaga hak jaminan atas tanah dalam

pengertian bahwa jika debitor tidak memenuhi kewajibannya, tanah yang ditunjuk

sebagai agunan akan dijual lelang oleh kreditor untuk pelunasan piutangnya.

Hubungan utang piutang di kalangan warga masyarakat hukum adat digunakan

lembaga jonggolan.

Dualisme hokum yang mengatur bidang pertanahan oleh UUPA dinilai tidak

sesuai dengan cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa.

Setelah kemerdekaan, usaha untuk mengadakan perombakan Hukum Agraria

secara menyeluruh ternyata memerlukan waktu yang lama. Sementara itu banyak

sekali persoalan yang dihadapi, yang harus diselesaikan dan tidak dapat ditangguhkan

hingga terbentuknya hukum yang baru ini. Untuk itu maka terpaksalah digunakan

Hukum Tanah yang lama, tetapi pelaksanaannya didasarkan atas kebijakan dan

kebijaksanaan baru dan dengan memakai tafsir yang baru pula, yang sesuai dengan

asas-asas Pancasila dan tujuan sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 33 UUD

1945. Selain itu dikeluarkanlah berbagai peraturan yang meniadakan beberapa

lembaga feodal dan kolonial yang masih ada, demikian juga yang mengubah dan

memperlengkapi aturan–aturan yang lama.

Salah satu langkah yang dilakukan Pemerintah setelah kemerdekaan adalah

menghapus desa-desa perdikan. Desa perdikan pada umunya mempunyai hak

istimewa berupa pembebasan dari pembayaran pajak tanah, karena jasa-jasa tertentu

Page 4: Resume hukum pertanahan

pendirinya kepada raja atau sultan yang berkuasa sebelum atau selama masa awal

penjajahan.

Pada tahun 1948 lembaga konversi dihapuskan dengan UU No. 13 tahun 1948.

Dan pada tahun 1950 hak-hak konversi dihapuskan dengan Undang-Undang No. 5

tahun 1950. Dalam Vorstenlandsch Gronhuur Reglement (VGR), dengan

“beschiking” Raja, diberika jaminan bahwa penguasa akan memperoleh tanah yang

diperlukan untuk perusahaannya dengan hak istimewa, selama jangka waktu

maksimal 50 tahun. Hak yang timbul atas kekuatan keputusan raja itu lazim disebut

pula hak konversi.

Pada tahun 1958 dikeluarkanlah UU No. 1 tahun 1958 tentang penghapusan

tanah-tanah partikelir. Tanah partikelir adalah tanah hak eigendom yang mempunyai

sifat dan corak yang istimewa. Yang membedakannya dengan hak eigendom lainnya

adalah adanya hak-hak pada pemiliknya yang disebut sebagai “hak-hak pertuanan”.

Untuk persewaan tanah rakyat, terdapat perubahannya yaitu UU Darurat No. 6

tahun 1951. Kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU No. 6 tahun

1952. Dengan itu persewaan tanah rakyat untuk tanaman tebu dan lainnya yang

ditunjuk oleh Menteri Pertanian hanya diperbolehkan paling lama 1 tahun atau 1

tahun tanam. Sebelum itu dimungkinkan adanya persewaan berjangka waktu panjang

sampai 21½ tahun. Undabg-undang tersebut mengalami perubahan dengan UU No. 38

Prp th 1960 dan diubah lagi dengan UU No. 20 tahun 1964.

Sejarah Penyusunan Undang-undang Agraria

Pada tahun 1948 dimulai usaha-usaha yang konkret untuk menyusun dasar-

dasar Hukum Agraria yang baru menggantikan Hukum Agraria warisan pemerintah

jajahan. Usaha tersebut dimulai dengan pembentukan Panitia Agraria Yogya. Panitia

tersebut dibentuk dengan Penetapan Presiden RI tanggal 21 Mei 1948 no. 16, diketuai

oleh Sarimin Reksodihardjo dan beranggotakan pejabat-pejabat dari berbagai

kementrian dan jawatan.

Panitia ini bertugas memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-

soal yang mengenai hukum tanah seumumnya, merancang dasar-dasar hukum tanah

yang memuat politik agraria negara Republik Indonesia, merancang perubahan,

penggantian, pencabutan peraturan-peraturan lama. Panitia tersebut mengusulkan:

1. Dilepaskannya asas domein dan pengakuan hak ulayat.

2. Diadakannya peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang

kuat, yaitu hak milik yang dapat dibebani hak tanggungan.

Page 5: Resume hukum pertanahan

3. Supaya diadakan penyelidikan dalam peraturan-peraturan negara lain, sebelum

menentukan apakah orang-orang asing dapat pula mempunyai hak milik atas

tanah.

4. Perlunya diadakan penetapan luas minimum tanah untuk menghindarkan

pauperisme diantara petani kecil dan memberi tanah yang cukup untuk hidup

yang patut, sekalipun sederhana.

5. Perlunya adanya penetapan luas maksimum.

6. Menganjurkan untuk menerima skema hak-hak tanah yang diusulkan oleh

Sarimin Reksodihardjo.

7. Perlunya diadakan registrasi tanah milik dan hak-hak menumpang yang

penting.

Atas pertimbangan bahwa Panitia Agraria Yogya tidak sesuai lagi dengan

kondisi negara, maka dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 36 tahun

1951 panitia tersebut dibubarkan. Dan diganti dengan Panitia Agraria Jakarta. Panitia

ini diketuai oleh Singgih Praptodihardjo. Tugas panitia ini hampir sama dengan

Panitia Agraria Yogya. Kesimpulan-kesimpulan panitia mengenai tanah untuk

pertanian kecil (rakyat) yaitu:

1. Mengadakan batas minimum sebagai ide.

2. Ditentukan pembatasan maksimum 25 hektar untuk satu keluarga.

3. Yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya penduduk warga

negara Indonesia.

4. Uuntuk pertanian kecil diterima bangunan-bangunan hukum.

5. Hak ulayat disetujui untuk diatur sesuai dengan pokok-pokok dasar Negara

Dengan Keputusan Presiden RI no. 1 tahun 1956, Panitia Agraria Jakarta

dibubarkan, dan dibentuklah Panitia Negara Urusan Agraria yang diketuai oleh

Soewahjo Soemodilogo. Tugas utama Panitia Soewahjo ialah mempersiapkan rencana

UUPA yang nasional, sedapat-dapatnya dalam waktu 1 tahun.

Adapun pokok-pokok penting rancangan UUPA hasil karya panitia tersebut

adalah:

1. Dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat

2. Asas domein diganti dengan Hak Kekuasaan Negara

3. Dualisme hukum agraria dihapuskan.

4. Hak-hak atas tanah

5. Hak Milik hanya boleh dipunyai oleh orang-orang warga negara Indonesia.

Page 6: Resume hukum pertanahan

Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 97 tahun 1958 Panitia

Soewahjo dibubarkan karena tugas utamanya sudah diselesaikan.

Dengan beberapa perubahan mengenai sistematika dan rumusan beberapa

pasalnya, Rancangan Panitia Soewahjo diajukan oleh Menteri Agraria Soenarjo

kepada Dewan Menteri pada tanggal 14 Maret 1958. Rancangan Soenarjo disetujui

oleh Dewan Menteri dan diajukan kepada DPR dengan Amanat Presiden no. 1307

tahun 1958.

Berhubung berlakunya kemballi UUD 1945, Rancangan Soenarjo yang masih

memakai dasar Undang-undang Dasar Sementara ditarik kembali dengan surat Pejabat

Presiden no. 1532 tahun 1960. Setelah disesuaikan dengan Undang-Undang Dasar

1945, dalam bentuk yang lebih sempurna dan lengkap diajukanlah Rancangan UUPA

yang baru oleh Menteri Agraria Sadjarwo. Rancangan tersebut diajukan ke DPR.

Rancangan Sadjarwo menggunakan hukum adat sebagai dasarnya.

Pada hari Sabtu tanggal 24 September 1960 Rancangan Undang-undang

tersebut disetujui oleh DPR-GR dan disahkan oleh Presiden Soekarno menjadi

Undang-undang no. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau

yang lebih dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).

Peraturan-peraturan yang tidak berlaku lagi dengan mulai berlakunya UUPA ialah:

1. Seluruh pasal 51 IS.

2. Semua pernyataan Domein dari Pemerintah Hindia Belanda.

3. Peraturan mengenai hak agrarisch eigendom

4. Pasal-pasal buku II KUH Perdata sepanjang mengenai bumi, air, serta

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Gambaran Hukum Tanah Nasional

Hukum tanah yang baru harus bersifat nasional, baik itu segi formal maupun

material. Dari segi formalnya Hukum Tanah Nasional harus dibuat oleh pembentuk

Undang-Undang Indonesia, dibuat di Indonesia, dan disusun pula dalam bahasa

Indonesia. Mengenai segi materialnya Hukum Tanah yang baru harus nasional pula,

yaitu berkenaan dengan tujuan, konsepsi, asas-asas, system dan isinya.

Dalam hubungannya ini UUPA menyatakan pula dalam konsideransnya,

bahwa Hukum Agraria yang baru itu:

1. Harus didasarkan atas hukum adat tentang tanah.

2. Harus sederhana.

3. Harus menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.

Page 7: Resume hukum pertanahan

4. Harus tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

5. Harus memberikan kemungkinan supaya bumui, air, dan ruang angkasa dapat

mencapai fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur.

6. Harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia

7. Harus memenuhi pula keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman

dan segala soal agraria.

8. Harus mewujudkan penjelmaan daripada Pancasila.

9. Harus melaksanakan pelaksanaan daripada Dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959

dan Manifesto Politik Republik Indonesia.

10. Harus melaksanakan pula ketentuan dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar

1945.

Hukum Adat Dalam Hukum Tanah Nasional

UUPA menciptakan Hukum Tanah Nasional yang tunggal, yang didasarkan

pada Hukum Adat. Pernyataan mengenai Hukum Adat dalam UUPA kita jumpai

dalam konsiderans UUPA, penjelasan umum III(1), pasal 5, penjelasan pasal 5,

penjelasan pasal 16, pasal 56, pasal 58.

Yang dimaksudkan UUPA dengan Hukum Adat adalah hukum aslinya

golongan pribumi, yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis

dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan

kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan.

Konsepsi Hukum Adat dapat dirumuskan sebagai konsepsi yang komunalistik

religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak

atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan.

Tata susunan dan hierarki hak-hak penguasan atas tanah dalam Hukum Adat

adalah sebagai berikut:

1. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, sebagai hak penguasaan yang tertinggi,

beraspek hukum keperdataan dan hukum publik.

2. Hak Kepada Adat dan para Tetua Adat, yang bersumber pada Hak Ulayat dan

beraspek hukum publik semata.

3. Hak-hak atas Tanah, sebagai hak-hak individual, yang secara langsung atau

tidak langsung bersumber pada Hak Ulayat dan beraspek hukum keperdataan.

Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu

masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam

lingkungan wilayahnya, merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan

Page 8: Resume hukum pertanahan

masyarakat yang bersangkutan sepanjang masa. Hak Ulayat meliputi semua tanah

yang ada dalam lingkunga wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan, baik yang

sudah dihaki oleh seseorang maupun yang belum. Masyarakat adatlah, sebagai

penjelmaan dari seluruh anggotanya, yang mempunyai Hak Ulayat, bukan orang

seorang. Hak Ulayat mempunyai kekuatan hukum berlaku ke dalam dan ke luar.

Untuk perangkaian hak-hak dan kewajiban masyarakat hukum adat itu UUPA

memakai nama Hak Ulayat.

Hak Ulayat diakui oleh UUPA, tetapi pengakuan itu disertai dengan 2 syarat,

yaitu mengenai eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya. Hak Ulayat diakui

dalam pasal 3 UUPA.

Apa yang merupakan kriteria bagi masih adanya Hak Ulayat di kelompok

warga masyarakat hukum adat tertentu itu tidak terdapat ketentuannya, baik dalam

UUPA sendiri maupun dalam penjelasannya. Masih adanya Hak Ulayat diketahui dari

kenyataan mengenai: 1) masih adanya suatu kelompok orang-orang yang merupakan

warga suatu masyarakat hukum adat tertentu, 2) masih adanya tanah yang merupakan

wilayah masyarakat hukum adat tersebut, 3) kepala adat dan tetua adat yang pada

kenyataannya dan diakui oleh warganya, melakukan kegiatan sehari-hari, sebagai

pengemban tugas kewenangan masyarakat adatnya.

Sengaja UUPA tidak mengadakan pengaturan dalam bentuk peraturan

perundangan mengenai Hak Ulayat, dan membiarkan pengaturannya tetap

berlangsung menurut hukum adat setempat. Hak Ulayat yang sudah melemah tidak

akan dikembalikan menjadi kuat lagi. Hak Ulayat pun tidak akan didaftar.

Dalam penjelasan umum II angka 3 kepentingan masyarakat hukum adat harus

mengalah pada kepentingan nasional yang lebih luas. Mengenai bentuk imbalan

terhadap bidang tanah yang dikuasai oleh hak ulayat ditetapkan dalam pasal 14,

penggantian diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain

yang bermanfaat bagi masyarakat setempat. Apa yang dikemukaakan di atas juga

berlaku dalam usaha memperoleh bagian-bagian tanah ulayat yang sudah dimiliki

secara individual oleh warga masyarakat hukum adat.

Asas-asas Hukum Adat yang digunakan dalam Hukum Tanah Nasional anatra

lain adalah asas religiusitas, asas kebangsaan, asas demokrasi, asas kemasyarakatan,

pemerataan, dan keadilan sosial, asas penggunaan dan pemeliharaan tanah secara

berencana, serta asas pemisahan horizontal tanah dengan bangunan dan tanaman yang

ada di atasnya.

Page 9: Resume hukum pertanahan

Sistem hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional yang

berasal dari Hukum Adat adalah Hak Bangsa Indonesia, Hak Menguasai dari Negara,

hak-hak penguasaan individual.

Hubungan fungsional antara Hukum Adat dengan Hukum Tanah Nasional

antara lain: Hukum Adat sebagai sumber utama dalam pembangunan Hukum Tanah

Nasional., Hukum Adat sebagai pelengkap Hukum Tanah Nasional positif yang

tertulis, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, tidak

boleh bertentangan dengan Sosialisme Indonesia, tidak boleh bertentangan dengan

UUPA, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan lainnya, Hukum Adat

sebagai bagian dari Hukum Tanah Nasional.

Pengejawantahan Sila-sila Pancasila dalam UUPA

Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dirumuskan dalam UUPA pasal 1 ayat 2,

pasal 1 ayat 3, pasal 14 dan pasal 49. Dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

antara lain terdapat dalam pasal 10, penjelasan umum II angka 7, pasal 11 ayat 1, dan

pasal 1 ayat 3. Dasar Persatuan Indonesia ada dalam pasal 1, pasal 9 ayat 1, pasal 21

ayat 1, 2, 3, pasal 30, pasal 36, pasal 42, dan penjelasan pasal 42. Dasar Demokrasi

atau Kerakyatan ditunjukkan dalam pasal 9 ayat 2, penjelasan pasal 9 ayat 2, pasal 1

ayat 1, 2, pasal 11, pasal 15, pasal 26 ayat 1. Asas Musyawarah terdapat dalam pasal

3, pasal 9, dan pasal 1 ayat 5 UUPA. Dasar Keadilan Sosial dapat kita temukan dalam

pasal 11 ayat 2, pasal 13, pasal 15, pasal 10, pasal 7, pasal 17, pasal 53, dan

penjelasan umum II/7.

Hak-hak Penguasaan Tanah dalam Hukum Tanah Nasional.

Hak-hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban

dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang

dihaki.

Dalam Hukum Tanah Nasional ada bermacam-macam hak atas tanah, yang

dapat disusun dalam jenjang tata susunan atau hierarki sebagai berikut. :

1. Hak Bangsa Indonesia

2. Hak Menguasai dari Negara

3. Hak Ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut

kenyataannya masih ada

4. Hak-hak individual:

a. Hak-hak atas tanah

Page 10: Resume hukum pertanahan

- primer : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, yang

diberikan oleh Negara, dan Hak Pakai, yang diberikan

oleh Negara.

- sekunder : Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, yang diberikan oleh

pemilik tanah, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi-Hasil, Hak

Menumpang, Hak Sewa dan lain-lainnya.

b. Wakaf

c. Hak jaminan atas tanah: Hak Tanggungan

Hak Bangsa Indonesia diatur dalam pasal 1 ayat 1, 2, 3. Hak Bangsa

mengandung 2 unsur, yaitu unsur kepunyaan, dan unsur tugas kewenanagn untuk

mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama yang

dipunyainya. Subyek Hak Bangsa Indonesia adalah seluruh rakyat Indonesia

sepanjang masa yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia. Hak Bangsa meliputi semua

tanah yang ada dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Tanah bersama tersebut

merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia. Hak Bangsa

merupakan hubungan hukum yang bersifat abadi.

Hak Menguasai dari Negara diatur dalam pasal 2 UUPA. Subyek Hak

Menguasai dari Negara adalah Negara Republik Indonesia. Hak Menguasai dari

Negara meliputi semua tanah dari wilayah Republik Indonesia. Hak Menguasai dari

Negara merupakan pelimpahan tugas kewenanagan Bangsa Indonesia, yang dilakukan

oleh wakil-wakil Bangsa Indonesia pada waktu menyusun UUD 1945 dan membentuk

Negara Republik Indonesia.

Hak Menguasai dari Negara tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain. Tetapi

pelaksanaanya dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat-

masyarakat hukum adat. Hak Menguasai dari Negara tidak akan hapus selama Negara

RI masih ada sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Hak Ulayat diatur dalam

pasal 3 UUPA. Pemegang Hak Ulayat adalah masyarakat hukum adat. Yang menjadi

obyek Hak Ulayat adalak semua tanah dalam wilayah masyarakat hukum adat

teritorial yang bersangkutan. Hak Ulayat pada asal mulanya diciptakan oleh nenek

moyang atau sesuatu kekuatan gaib, pada waktu meninggalkan atau

menganugerahkan tanah yang bersangkutan kepada orang-orang yang bersangkutan

yang merupakan kelompok-kelompok tertentu. Hak Ulayat diakui eksistensinya bagi

suatu masyarakat hukum adat tertentu, sepanjang menurut kenyataannya masih ada.

Page 11: Resume hukum pertanahan

Hak-hak atas tanah diatur dalam pasal 4 ayat 1 dan 2, pasal 16 ayat 1, dan

pasal 53. Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 ialah Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka

Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan.

Hak Milik sifatnya sangat khusus. Bukan sekedar berisikan kewenanagan

untuk memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki, tetapi juga mengandung

hubungan psikologis-emosional antara pemegang hak dengan tanah yang

bersangkutan. Hak Milik pada dasarnya diperunukkan khusus bagi warga negara

Indonesia saja yang berkewarganegaraan tunggal. Hanya tanah Hak Milik yang dapat

diwakafkan. Hak Milik merupakan hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh.

Hak Guna Usaha memberi kewenangan memakai tanah untuk diusahakan.

Hak Guna Bangunan memberi kewenangan untuk membangun sesuatu diatasnya. Hak

Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan jangka waktunya dibatasi, diberikan selain

kepada warganegara Indonesia, juga kepada badan-badan hukum Indonesia. Hak

untuk memakai tanah yang penggunaan tanahnya dan/atau penggunaannya tidak dapat

diberikan dengn Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, disebut sebagai

Hak Pakai.

Selain hak-hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga hak-hak

sementara, yaitu Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa

untuk usaha pertanian.

Hak atas tanah memberi kewenanagan kepada pemegang haknya untuk

mempergunakan tanah yang dihaki. Kewenangan ini ada pembatasannya. Pembatasan

yang bersifat umum misalnya penggunaan wewenang tersebut tidak boleh

menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau mengganggu pihak lain. Selain

kewenangan–kewenangan hak atas tanah juga berisikan kewajiban-kewajiban. Semua

hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Tanah yang dihaki seseorang bukan hanya

mempunyai fungsi bagi yang mempunyai hak atas tanah itu saja, tetapi juga bagi

Bangsa Indonesia seluruhnya. Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan pada yang

mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan

keadaannya. Adanya fungsi-fungsi sosial hak atas tanah berarti, bahwa tanah juga

bukan komoditi perdagangan, biarpun dimungkinkan tanah yang dipunyai dijual, jika

ada keperluan.

Hak-hak atas tanah yang ada dalam Hukum Tanah Nasional berasal dari

perubahan atau konversi hak-hak yang lama. Hak-hak atas tanah yang primer tercipta

Page 12: Resume hukum pertanahan

karena pemberian oleh Negara. Terciptanya hak-hak atas tanah yang sekunder dalam

rangka pembebanan hak-hak atas tanah.

Hak Milik dapat dibebani hak-hak atas tanah yang lain. Tidak ada ketentuan

dalam UUPA bahwa Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai dapat

dibebani hak atas tanah yang lain. Hak jaminan atas tanah adalah hak yang ada pada

kreditor, yang memberi wewenang kepadanya , jika debitor cedera janji, untuk

menjual tanah yang secara khusus ditunjuk sebagai jaminan dan mengambil pelunasan

piutangnyadari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului dari para kreditor-

kreditor yang lain. Sejak berlakunya UUPA, satu-satunya lembaga hak jaminan atas

tanah yang hukumnya tertulis adalah Hak Tanggungan. Sementara itu masih juga

digunakan lembaga Fiducia, sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang hukumnya

tidak tertulis, untuk Hak atas tanah yang diberikan oleh negara kepada orang

perseorangan atau badan-badan hukum perdata dengan jangka waktu yang terbatas.

Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan

perbuatan hukum pemindahan hak. Menurut hukum perdata, jika pemegang hak atas

suatu tanah meninggal dunia, hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli

warisnya. Dalam perbuatan hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang

bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. Pemindahan haknya bisa berupa

jual beli, tukar menukar, hibah, pemberian menurut adat, pemasukan dalam

perusahaan, hibah wasiat.

Ada berbagai peristiwa hukum yang dapat mengakibatkan hapusnya hak atas

tanah. Mengenai hak-hak atas tanah yang berjangka waktu tertentu, dengan

berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan, haknya menjadi hapus, jika tidak ada

kemungkinan untuk dan tidak dimintakan perpanjangan jangka waktu. Hak atas tanah

juga menjadi hapus jika dilepaskan atau diserahkan dengan sukarela oleh pemegang

haknya, jika dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, tidak dipenuhinya suatu

kewajiban atau dilanggarnya suatu larangan. Pencabutan hak yang dimaksud dalam

pasal 18, dan tanah yang bersangkutan musnah.

Hal lain yang menyebabkan hak atas tanah hapus adalah jika hak milik

diwakafkan dan dijadikan wakaf. Perwakafan tanah Hak Milik adalah perbuatan

hukum suci, mulia, terpuji, yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, dengan

memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah Hak Milik dan

melembagakannya untuk selama-lamanya menjadi wakaf sosial, yaitu wakaf yang

Page 13: Resume hukum pertanahan

diperuntukkan bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai

dengan ajaran agama Islam.

Perwakafan tanah hak milik diatur dalam UUPA pasal 49 ayat 3. Yang berhak

mewakafkan umumnya perorangan pemilik tanah yang bersangkutan, yang telah

dewasa dan sehat akalnya, serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan

perbuatan hukum. Tanah yang dapat diwakafkan terbatas pada tanah yang berstatus

Hak Milik. Perwakafan dilakukan oleh wakif dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar

Wakaf, dengan cara mengucapkan ikrar wakaf yang disaksikan oleh 2 orang saksi.

Pada dasarnya tanah yang sudah diwakafkan tidak dapadt dilakukan perubahan

peruntukan dan penggunaan yang menyimpamg dari yang sudah ditentukan dalam

Ikrar Wakaf. Namun, dalam hal-hal tertentu, dengan persetujuan Menteri Agama,

dapat diadakan perubahan. Wakaf menurut sifat dan tujuannya tidak dapat

dipindahtangankan, dan tidak dapat dijadikan jaminan hutang.

Pada dasarnya ketentuan-ketentuan konversi UUPA adalah sebagai berikut:

1. Hak Eigendom menjadi Hak Milik, jika pemiliknya pada tanggal 24

September 1960 berkewarganegaraan Indonesia tunggal.

2. Hak Milik Adat, Hak Agrarisch Eigendom, Hak Grant Sultan dan yang sejenis

menjadi Hak Milik, jika pemiliknya pada tanggal 24 September 1960

berkewarganegaraan Indonesia tunggal.

3. Hak Erfpacht untuk perkebunan besar menjadi Hak Guna Usaha, yang

berlangsung selama sisa waktunya, tetapi selama-lamanya 20 tahun.

4. Hak Erfpacht untuk perumahan dan hak opstal menjadi Hak Guna Bangunan,

yang berlangsung selama sisa waktunya, tetapi selama-lamanya 20 tahun.

5. Hak-hak atas tanah yang memberi wewenanag sebagaimana atau mirip dengan

hak pakai yang dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 UUPA, menjadi Hak Pakai.

6. Hak Gogolan yayang bersifat tetap menjadi Hak Milik, sedang yang tidak

tetap menjadi Hak Pakai.