rencana jalur transmisi 500 kv di kabupaten raden …
TRANSCRIPT
15
RENCANA JALUR TRANSMISI 500 KV DI KABUPATEN
Raden Cahyo Prabowo
STT Teknik Mitra Karya
Abstrak
Suatu sistem pengukuran nirkabel akan mempunyai keunggulan jika pemantau dapatmemberikan atau merubah parameter-parameter yang terdapat pada sistem pengukur.Sistem pengukur mempunyai kemampuan rentang pengukuran tertentu. Rentang inikadang-kadang berkaitan langsung dengan ketelitian pengukuran. Jika rentang inidapat diubah oleh pemantau maka akan terwujud suatu sistem pemantauan yangluwes dimana tingkat ketelitian pengukuran dapat ditentukan oleh pemantau.Sistem yang berjalan seperti ini disebut dengan Transmiter Smart. Sistemtransmiter suhu smart yang dirancang telah mampu memberikan informasi suhudan rentang pengukuran yang diinginkan dapat ditentukan dari bagian pemantausehingga ketelitian pengukuran dapat ditingkatkan. LM35 merupakan trandusersuhu yang praktis dengan linearitas yang tinggi dan memiliki respon yang cepat.ADC0804 sebagai pengubah besaran analog ke digital mampu melakukan konversidengan kesalahan yang amat kecil dan rentang masukan analog yang dapat denganmudah ditentukan dengan pemberian tegangan analog pada pin Vin(-) dan Vref/2.Penggunaan sistem sample and hold merupakan suatu solusi untuk mendapatkanlebih dari satu tegangan analog secara bersamaan dari sebuah sumber tegangananalog. Modulasi ASK atau modulasi ON OFF merupakan pemodulasian yangdapat direalisasikan dengan mudah. Osilator Collpits dapat digunakan untukpemancar FM dan jarak pancaran bergantung pada penguat yang digunakan.Kata Kunci: Jalur transmisi, transmisi 500 kv
PENDAHULUAN
Sekilas Tentang GI 500 KV Demak
dan SUTT
Sasaran pembangunan PLTS
Kabupaten Demak Kapasitas 30 MW
dengan daya 500 KV adalah untuk :
a. Mengantisipasi perkembangan
beban di kawasan Semarang ,
Demak dan sekitarnya,
termasuk Jalur Transmisi Jawa
Bali.
b. Meningkatkan standar mutu
pelayanan tenaga listrik kepada
pelanggan.
c. Meningkatkan keandalan
pelayanan kepada pelanggan
16
dengan memperbaiki SAIDI
dan SAIFI karena panjang
penyulang menjadi lebih
pendek
d. Menurunkan susut distribusi
Pembangunan SUTT 500 KV
ini dilakukan sejalan dengan
rencana pemerintah dalam
penyediaan percepatan sistem
kelistrikan program 35.000
MW.
Kegiatan pembangunan SUTT
500 KV yang meliputi kegiatan
pembangunan saluran udara tegangan
tinggi (SUTT) 500 KV sepanjang
21.780 m sebanyak 44 tower dan
pembangunan gardu induk seluas 2 Ha
yang untuk selanjutnya disebutkan
sebagai pembangunan SUTT 500 ini
selain bertujuan untuk peningkatan
kehandalan sistem kelistrikan juga
dilakukan dengan memperhatikan
lingkungan.
Rencana Jalur Transmisi 500 KV.
Saluran transmisi 500 KV yang
digunakan untuk menyalurkan energi
listrik sepanjang ± 21.780 m mulai dari
Pembangkit PLTS Desa Wonosekar
Kecamatan Karangawen Kapasitas
30MW dengan Tegangan 500 KV
yang melalui 3 kecamatan antara lain
Karangawen, Pedurungan, Genuk.
transmisi seperti disajikan pada
Gambar 3.1
Gambar Rencana Jalur SUTT 500
KV
Alasan Mengunakan SUTT 500 KV.
Dalam perencanaan penyaluran
daya listrik dari Pembangkit PLTS
Desa Wonosekar kecamatan
Karangawen Kabupaten Demak ke
Gardu Induk PLN Krapyak Wilayah
Semarang
500 KV (baru) menggunakan Saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
dengan tegangan 500 KV. Pemilihan
ini didasarkan pada pertimbangan
sebagai berikut :
17
a. Jarak penyaluran pendek, 21.780
km.
b. Dengan tegangan 500 KV masih
memungkinkan untuk menyalurkan
daya sebesar 400 MVA / sirkit.
STUDI PERENCANAAN
JARINGAN 500 KV
Kelayakan Sambungan
Pemilihan Konfigurasi Saluran
Transmisi
Kapasitas daya yang dapat
disalurkan oleh sirkuit bila
menggunakan konduktor tunggal 5x60
MVA. Digunakan bundle conductor
untuk meningkatkan kapasitas daya
saluran transmisi. Untuk menjaga
kontinuitas daya perlu digunakan
saluran vertikal ganda, sehingga jika
salah satu saluran terputus transmisi
masih mampu menyalurkan daya
dengan satu saluran yang lain.
Ukuran dan Tipe Konduktor
Transmisi
Rencana daya yang dialirkan
sebesar 5x60 MVA menggunakan
saluran vertikal ganda. Perhitungan
arus dilakukan berdasarkan daya yang
akan disalurkan, maka perhitungan
arus adalah sebagai berikut :
Rating Arus :
Arus untuk bundele konduktor dengan
n = 2
Dengan faktor keamanan 110% maka I
= 1,1 x 461,9 = 635 A Dipilih
konduktor ACSR 48/7 dengan luas
aluminium 340 mm2 dengan diameter
= 2,5 cm atau jari - jari = 1,25 cm yang
memiliki kapasitas hantar arus 790 A
Dari hasil perhitungan diatas maka
ditentukan saluran menggunakan
kawat ACSR 48/7, 340 mm2 dengan
bundle conductor dua (n=2).
Menghitung Andongan (Sag)
Untuk Dua Menara Yang Sama Tinggi
18
Untuk Dua Menara yang berbeda
tngginya dengan beda tinggi antar
menara H = 1 m
Penentuan Jarak Bebas Konduktor
Jaringan SUTT 150 kV (Clearance)
Penentuan Jarak Bebas Pada Bundle
Conductor ke Tanah (Phase to Ground
Clearence) :
GC = 6,096 + (V – 50) 0,0127 + 0,73
(SAG2 – SAG1)
GC = 6,096 + (150 – 50) 0,0127 + 0,73
(6,683 – 1,4)
GC = 11,22 meter
Perhitungan Jarak Bebas Bundle
Conductor dengan Bundle Conductor
lainnya antar Pada SUTT 150 kV
Bambe Incomer V sebesar 150 kV.
Perhitungan jarak bebas bundle
conductor dengan bundle conductor
lain antar phasa dapat ditentukan
dengan rumusan Code Formula:
Perhitungan ini dilakukan dengan
memperhatikan faktor Andongan yaitu
6,683 m = 250,4 inchi, pada suhu 900.
a = 0,3 inch per kV + 8
a = ( 0,3 x 150) + 8 = 45 + 36,5
a = 81,5 inchi = 2,07 meter
Sehingga jarak bebas bundle
conductor dengan bundle conductor
lainnya dengan memperhitungkan
faktor keamanan sebesar 115% maka :
1,15 x 2,07 = 2,38 meter _ 2,5 meter.
Gambar 4.1 Konfigurasi Konduktor
hasil Perhitungan
19
Gambar 4.2 Ruang Bebas
Tabel 4.1 Jarak bebas minimum
antara penghantar SUTT dengan
benda lain
Perhitungan jumlah isolator dan
jarak sambaran.
Perhitungan jumlah isolator
optimal dimaksudkan untuk
menentukan jumlah isolator pada tiap
– tiap menara yang mampu menahan
tegangan lebih switching dan litghning
pada daerah tertentu. Untuk
konfigurasi vertikal maka :
Penentuan jumlah isolator
dengan mengacu pada standart
didapatkan jumlah isolator (jjs) =
dengan melihat tabel 4.8. maka dipilih
isolator tipe normal (type A) dengan
panjang / tinggi tiap isolator sebesar
146 mm sehingga :
panjang rangkaian isolator (D) maka :
D = 11 x 146 mm = 1606 mm Isolator
berkonfigurasi double suspension
jumlah isolator
(jjs) = 2 jjs = 2 x 11 = 22
Untuk mencari jarak sambaran
ditentukan dengan mengetahui harga
kerapatan udara dengan asumsi
sepanjang jalur homogen dan kondisi
cuaca cerah dengan suhu 350C dan
kelembaban udara 60% yaitu :
SPF = D. HS. _
SPF =1,46 x 60% x 0,96 = 0,84 meter
20
Pemilihan Tower
Gambar 4.3 Tower Suspension
Transmisi Tipe AA
Pentanahan Kaki Menara
Tahanan kaki menara perlu dibuat
sekecil mungkin untuk menghindarkan
efek sambaran petir. Tahanan ini
ditentukan oleh bentuk fisik tahanan
dan tahanan jenis dari tanah (untuk ini
dipilih tahanan berbentuk elektrode
batang ditananm tegak lurus
Gambar 4.3 Tower Suspension
Transmisi Tipe DD
di dalam tanah atau
menggunakan elektroda batang
berselubung pipa galvanis 2”).
Biasanya digunakan rod elektroda
sepanjang 5,5 m dengan kedalaman
yang sama yaitu 5,5 meter dengan jari
– jari rod elektroda sebesar 1,27 cm.
Berdasarkan standar PT. PLN
(Persero) P3B pentanahan kaki menara
dipasang pada setiap menara, dengan
jumlah pentanahan 4 buah tiap tower.
Bila tahanan pentanahan masih lebih
besar dari 5 ohm, maka diusahakan
dengan pentanahan counterpoise yang
dibuat dari kawat baja 38 mm2 sebagai
counterpoise yang ditanam secara
radial.
Dengan standar diatas maka
kita dapat menghitung pentananhan
kaki menara sesuai dengan rumus
persamaan yang telah tersedia :
Untuk pentanahan sistem Ground Rod
:
21
· Untuk Tanah Rawa / Sawah
· Untuk Ladang
Gambar 4.5Pemasangan Batang PentanahanKaki MenaraBerdasar SPLN 121_1996 (TampakSamping)
Gambar 4.6 Pemasangan Batang
Pentanahan Kaki Menara
Jaringan Distribusi
Perencanaan sistem distribusi
energi listrik merupakan bagian yang
esensial dalam mengatasi pertumbuhan
kebutuhan energi listrik yang cukup
pesat. Perencanaan diperlukan sebab
berkaitan dengan tujuan
pengembangan sistem distribusi yang
harus memenuhi beberapa kriteria
teknis dan ekonomis.
Perencanaan sistem distribusi
ini harus dilakukan secara sistemik
dengan pendekatan yang didasarkan
pada peramalan beban untuk
memperoleh suatu pola pelayanan
yang optimal. Perencanaan yang
sistemik tersebut akan memberikan
22
sejumlah proposal alternatif yang
dapat mengkaji akibatnya yang secara
langsung berhubungan dengan aspek
keandalan dan ekonomis.
Tujuan umum perencanaan
sistem distribusi ini adalah untuk
mendapatkan suatu fleksibilitas
pelayanan optimum yang mampu
dengan cepat mengantisipasi
pertumbuhan kebutuhan energi elektrik
dan kerapatan beban yang harus
dilayani. Adapun faktor-faktor lain
yang dapat menjadi input terkait dalam
perencanaan sistem distribusi ini
antara lain adalah : pola penggunaan
lahan pada regional tertentu, faktor
ekologi dan faktor geografi.
Perencanaan sistem distribusi
ini harus mampu memberikan
gambaran besarnya beban pada lokasi
geografis tertentu, sehingga dapat
ditentukan dengan baik letak dan
kapasitas gardu-gardu distribusi yang
akan melayani areal beban tersebut
dengan mempertimbangkan
minimisasi susut energi dan investasi
konstruksi, tanpa mengurangi kriteria,
teknis yang diperlukan. Perencanaan
sistem distribusi ini dapat dilakukan
dalam perioda jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang.
Perencanaan jangka panjang harus
selalu diaktualisasi dan
dikoordinasikan dengan perencanaan
jangka menengah dan dikoreksi oleh
perkembangan jaringan distribusi
kondisi eksisting. Efektifitas
perencanaan sistem distribusi ini
makin diperlukan bula dikaitkan
dengan makin tingginya investasi
terhadap energi, peralatan dan tenaga
kerja. Di samping itu perencanaan
yang baik akan memberikan kontribusi
besar terhadap pengembangan sistem
distribusi. Kondisi ini disebabkan pada
kenyataan sistem distribusi merupakan
ujung tombak dari pelayanan energi
listrik karena langsung berhubungan
dengan konsumen sehingga adanya
gangguan pada sisi distribusi akan
berakibat langsung pada konsumen.
Sedangkan adanya gangguan pada sisi
transmisi ataupun sisi pembangkit
belum tentu menyebabkan terjadinya
proses interupsi disisi konsumen.
Perencanaan sistem distribusi
dimulai dari sisi konsumen. Pola
kebutuhan, tipe dan factor beban dan
23
karakteristik beban yang dilayani akan
menentukan tipe sistem distribusi yang
akan dipakai. Kelompok-kelompok
beban tersebut akan dilayani oleh
jaringan sekunder. Sekelompok
jaringan sekunder ini akan dilayani
oleh trafo-trafo distribusi yang
selanjutnya sejumlah trafo ini akan
memberikan gambaran pembebanan
pada jaringan primer. Jaringan
distribusi ini akan mendapat masukan
energi dari trafo-trafo gardu induk.
Sistem beban pada jaringan distribusi
ini akan menentukan pula lintasan dan
kapasitas saluran distribusi. Dengan
demikian setiap langkah
proses perencanaan sistem distribusi
merupakan input bagi langkah proses
berikutnya.
Faktor-Faktor Dasar Perencanaan
Distribusi
1. Peramalan beban
Perencanaan sistem distribusi
memerlukan prakiraan (forecasting)
beban masa depan. Kualitas dan
akurasi perencanaan sistem tergantung
pada kualitas dan akurasi data dan
prakiraan beban. Dalam perencanaan
sistem distribusi meliputi penentuan
ukuran, lokasi dan perubahan waktu
masa depan, seperti sejumlah
komponen-komponen sistem
(substation, saluran, penyulang, dan
sebagainya).
Lokasi geografis beban-beban
dianalisa menggunakan pendekatan
area yang kecil (small area), yang
mana dibagi daerah pelayanan utilitas
ke dalam sejumlah area kecil dan
prakiraan beban pada setiap salah
satunya, oleh sebab itu akan dapat
ditentuan dimana dan berapa banyak
yang akan dikembangkan. Ada dua
metode untuk membagi sistem ke
dalam area kecil , yaitu :
a. Melaksanakan prakiraan dalam
perihal penyulang, substation,
atau wilayah (zone) ditetapkan
oleh komponen-komponen
distribusi,
b. Melaksanakan prakiraan dalam
perihal grid seragam (uniform
grid), berbasis pada pemetaan
sistem koordinasi.
Setiap metode mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Metodologi
berbasis grid (b) memerlukan
pertimbangan data input, tidak hanya
24
historis rekaman beban dalam setiap
blok grid, tetapi juga ekonomi, sosial,
demografis dan penggunakan
informasi pertanahan, untuk
memperoleh hasil yang akurat. Untuk
kebanyakan utilitas, adalah sulit untuk
memperoleh data-data yang lengkap
tersebut di atas. Prakiraan distribusi
beban dengan menggunakan metode
(a) di atas hanya diperlukan data
historis beban beberapa tahun, yang
mana dengan mudah didapat pada
setiap utilitas. Batas pertambahan atau
pengurangan beban akan dievaluasi
dengan memperhatikan terhadap
elemen-elemen penting lainnya, seperti
termasuk pertanahan, air, seperti
faktor-faktor ekonomi dan sosial,
bahwa akan memberi pengaruh yang
kuat pada kecendrungan prakiraan
beban. Pada gambar 1 memberikan
gambaran faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam proses peramalan
beban. Seperti yang diharapkan,
pertumbuhan beban mempunyai
korelasi yang kuat dengan aspek
pengembangan komunitas dan
pengembangan lahan. Sedangkan
output peramalan beban tersebut dapat
berupa kerapatan beban yang
dinyatakan dalam dalam KVA per
satuan luas layanan sistem distribusi
energi listrik untuk skala jangka
panjang. Dan bila peramalan dilakukan
dalam skala jangka pendek maka
diperoleh output lebih detail dan
dinyatakan dengan besaran kerapatan
beban KVA per satuan luas layanan
yang diasosiasikan dengan koordinat
grid atau luasan yang diminati.
Penggunaan sistem grid dengan
koordinat-koordinatnya merupakan
suatu metoda yang banyak digunakan
baik pada proses peramalan beban
jangka pendek. Dengan berdasar pada
besarnya kerapatan beban pada
masing-masing grid tersebut dapat
ditentukan pula pola dan lintasan
jaringan distribusi serta area layanan
masing-masing trafo distribusi.
Gambar 16. Faktor – faktor yang
mempengaruhi peramalan beban
25
2. Pengembangan Gardu
Seperti halnya dengan peramalan
beban, maka pengembangan gardu
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
dasar dominan. Kondisi eksisting
jaringan distribusi serta konfigurasinya
merupakan faktor yang mendampingi
pertumbuhan beban, kerapatan beban
dalam proses penentuan
pengembangan gardu atau melakukan
konstruki gardu baru. Faktor – faktor
dasar tersebut tersebut digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 17. Faktor – faktor yang
mempengaruhi pengembangan
gardu
3. Pemilihan Letak Gardu
Letak gardu dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jarak dari pusat
beban, jarak dari jaringan sub-
transmisi yang ada dan adanya batasan
– batasan seperti tersedianya lahan,
investasi yang harus digunakan, dan
aturan penggunaan lahan.
Lokasi ideal gardu mengikuti
pandangan – pandangan sebagai
berikut :
a. Lokasi gardu tersebut sebanyak
mungkin melingkupi sejumlah
beban
b. Dapat memberikan level
tegangan yang baik
c. Mampu memberikan akses
yang baik untuk incoming
saluran sub transmisi dan out
going penyulang primer.
d. Mempunyai ruang yang cukup
untuk pengembangan
e. Tidak bertentangan dengan
aturan tata guna lahan
f. Dapat meminimisasi jumlah
konsumen yang terpengaruh
terhadap adanya gangguan
g. Kemudahan instalasi.
26
Di samping faktor – faktor yang
mempengaruhi pemilihan letak gardu
tersebut, terdapat juga proses
pentahapan yang dilakukan dalam
rangka pemilihan lokasi gardu. Proses
pemilihan tersebut diberikan dalam
gambar 3 dan 4. Seleksi awal terhadap
lokasi gardu tersebut didasarkan pada
aspek safety, engineering, sistem
perencanaan, institusional, ekonomi
dan faktor estetika.
Gambar 18. Prosedur Pemilihan
Gardu
Gambar 19. Faktor – faktor yang
mempengaruhi lokasi gardu
Pemilihan Level Tegangan
Penyulang Primer
Faktor – faktor dasar dalam
menentukan level tegangan pada
penyulang primer diberikan sebagai
berikut :
Gambar 20.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
pemilihan level tegangan
5. Pembebanan Penyulang Primer
Pembebanan penyulang primer adalah
pembebanan penyulang tersebut pada
kondisi beban puncak dan di ukur di
sisi gardu. Faktor – faktor yang
mempengaruhi disain pembebanan
penyulang tersebut antara lain :
a. Rapat beban penyulang
b. Pola bembebanan
c. Laju pertumbuhan beban
d. Keperluan reverse capacity
kondisi darurat
e. Kontinuitas pelayanan
f. Kualitas pelayanan
g. Keandalan pelayanan
h. Level tegangan pada penyulang
primer
i. Tipe dan biaya konstruksi
j. Lokasi dan kapasitas gardu
distribusi
k. Guna pengaturan tegangan
27
Sedangkan faktor – faktor yang
mempengaruhi pemilihan lintasan
jaringan primer tersebut diberikan
dalam gambar 21, 22 dan 23.
Gambar 21
Faktor – faktor yang mempengaruhi
lintasan penyulang primer
Gambar 22.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
jumlah penyulang keluar
Gambar 23.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
pemilihan ukuran konduktor
Gambar 24.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
investasi pengembangan sistem
distribusi
PENUTUP
Faktor-Faktor Investasi
Secara umum, sistem distribusi
didisain dengan berdasar pada
minimisasi biaya investasi tapi teknis
sistem distribusi tersebut masih
dipenuhi. Adapun faktor investasi yang
mempengaruhi pengembangan sistem
distribusi.
DAFTAR PUSTAKA
Nalwan, Paulus Andi, 2003,PanduanPraktisTeknikAntarmuka danPemrograman MikrokontrolerAT89C51, PT Elex MediaKomputindo, Jakarta.
Eko, Agfianto Putra, 2004, BelajarMikrokontroler AT89C51/52/55(Teori dan Aplikasi), PenerbitGava Media, Yogyakarta.
Lenk, John D, 1981, UnderstandingElectronic Schematics, PrenticeHall Inc, Hardy, James K,1979, High Frequency Circuit
28
Design, Preston PublishingCompany Inc
Anonim, 2005, Atmel AT89S52 8-bitMicrocontroller with 8 K Bytesin System Programmable Flash,www.atmel.com , AtmelCorporation.
Albert O’Grady & Jim Ryan,2005,Build a Smart Analog Process-Instrument Transmitter withLow-Power Converters and aMicrocontroller,http://www.analog.com/library/analogDialogue/archives/31-1/Smart_Analog.html