rekristalisasi dan titik leleh

12
1 REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH I. TUJUAN Dapat memahami teknik-teknik dasar dalam pemisahan dan pemurnian zat padat dengan rekristalisasi serta menentukan kemurniannya dengan titik leleh II. TEORI Rekristalisasi adalah cara kristalisasi secara selektif suatu senyawa dari campuran zat padat, yaitu melarukannya dalam suatu pelarut yang cocok sekitar titik didihnya kemudian di saring selagi panas untuk memisahkan zat padat tersusupensi/tak larut dalam larutan. metode rekristalisasi didasarkan pada prinsip bahwa senyawa tertentu mempunyai sifat kelarutan tertentu yang berbeda dari campuran lainnya, dalam suatu system pelarut tertentu. Ada 3 tahapan dasar rekristalisasi yaitu: a. Melarutkan zat padat campuran dalam pelarut yang minimal, biasanya pada titik dididhnya. b. Kristalisasi selektif dalam suatu pelarut tertentu, dengan cara menurunkan suhu larutan secara perlahan. c. Penyaringan terhadap Kristal murninya dipisahkan dari larutannya. Titik leleh senyawa murni adalah suhu dimana fasa padat dan fasa cair senyawa tersebut berada dalam kesetimbangan pada tekanan 1 atm. Kalor diperlukan untuk transisi dari bentuk Kristal, pemecahan kisi Kristal, sampai semua berbentuk cair. Proses pelelehan ini dalam kesetimbangan. Untuk melewati proses ini memerlukan waktu dan sedikit perubahan suhu. Trayek suhu leleh senyawa murni biasanya tidak lebih dari 1 derajat, sedangkan senyawa tidak murni trayek leleh makin besar. (Tim Kimia Organik, 2014: 8-9) Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin,

Upload: yeni-satrina-dewii

Post on 24-Nov-2015

293 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

rekristalisasi

TRANSCRIPT

  • 1

    REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

    I. TUJUAN

    Dapat memahami teknik-teknik dasar dalam pemisahan dan pemurnian zat padat

    dengan rekristalisasi serta menentukan kemurniannya dengan titik leleh

    II. TEORI

    Rekristalisasi adalah cara kristalisasi secara selektif suatu senyawa dari

    campuran zat padat, yaitu melarukannya dalam suatu pelarut yang cocok sekitar

    titik didihnya kemudian di saring selagi panas untuk memisahkan zat padat

    tersusupensi/tak larut dalam larutan. metode rekristalisasi didasarkan pada

    prinsip bahwa senyawa tertentu mempunyai sifat kelarutan tertentu yang berbeda

    dari campuran lainnya, dalam suatu system pelarut tertentu.

    Ada 3 tahapan dasar rekristalisasi yaitu:

    a. Melarutkan zat padat campuran dalam pelarut yang minimal, biasanya pada

    titik dididhnya.

    b. Kristalisasi selektif dalam suatu pelarut tertentu, dengan cara menurunkan

    suhu larutan secara perlahan.

    c. Penyaringan terhadap Kristal murninya dipisahkan dari larutannya.

    Titik leleh senyawa murni adalah suhu dimana fasa padat dan fasa cair

    senyawa tersebut berada dalam kesetimbangan pada tekanan 1 atm. Kalor

    diperlukan untuk transisi dari bentuk Kristal, pemecahan kisi Kristal, sampai

    semua berbentuk cair. Proses pelelehan ini dalam kesetimbangan. Untuk

    melewati proses ini memerlukan waktu dan sedikit perubahan suhu. Trayek suhu

    leleh senyawa murni biasanya tidak lebih dari 1 derajat, sedangkan senyawa

    tidak murni trayek leleh makin besar.

    (Tim Kimia Organik, 2014: 8-9)

    Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak

    digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam

    suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan

    zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total

    impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin,

  • 2

    maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk

    yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.

    (Arsyad, 2001: 98)

    Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya

    kecil), sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam

    rentangan suhu yang beasr. Partikel zat padat amorf sulit dipelajari karena tidak

    teratur. Oleh sebab itu, pembahasan zat padat hanya membicarakan kristal. Suatu

    zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat yang mempunyai struktur kristal

    yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan MgO,

    K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu

    dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat

    menggantikan kedudukan partikel lain. Contohnya, Na+ tidak dapat

    menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk kristal NaCl sama dengan KCl.

    Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak

    bentuk), contohnya karbon dan belerang. Karbon mempunyai struktur grafit dan

    intan, belerang dapat berstruktur rombohedarl dan monoklin

    (Syukri, 1999: 119)

    Suatu zat yang tampil sebagai zat padat, tetapi tidak mempunyai struktur

    kristal yang berkembangbiak disebut amorf (tanpa bentuk). Tak seperti zat pada

    kristal, zat amorf tidak mempunyai titik-titik leleh tertentu yang tepat. Sebaliknya

    zat amorf melunak secara bertahap bila dipanasi dan meleleh dalam suatu jangka

    temperatur .Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan

    datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam

    bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa

    atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris.

    (Keenan, 1991: 176)

    Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian

    besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran

    kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya

    pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski

  • 3

    tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-

    lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang

    sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan,

    karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih

    kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan

    cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama.

    Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua

    faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan

    kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk,

    tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk

    endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti

    tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat

    jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin

    besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain

    yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan

    berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang

    dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh.

    (Svehla, 1979: 195-186)

    Asam benzoat, C7H6O2 (atau C6H5COOH), adalah padatan kristal berwarna

    putih dan merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama

    asam ini berasal dari gum benzoin (getah kemenyan), yang dahulu merupakan

    satu-satunya sumber asam benzoat. Asam lemah ini beserta garam turunannya

    digunakan sebagai pengawet makanan. Asam benzoat adalah prekursor yang

    penting dalam sintesis banyak bahan-bahan kimia lainnya. Untuk semua metode

    sintesis, asam benzoat dapat dimurnikan dengan rekristalisasi dari air, karena

    asam benzoat larut dengan baik dalam air panas namun buruk dalam air dingin.

    Penghindaran penggunaan pelarut organik untuk rekristalisasi membuat

    eksperimen ini aman. Pelarut lainnya yang memungkinkan diantaranya

    meliputi asam asetat, benzena, eter petrolium, dan campuran etanol dan air.

    (Yaminangri, 2011 )

  • 4

    III. PROSEDUR PERCOBAAN

    3.1 Alat dan Bahan

    Alat

    Corong tangkai pendek 15cm

    Corong Bucher 15cm

    Erlenmeyer 125 dan 200mL

    Karbon/arang/norit

    Etanol 95%

    Pembakar Bunsen

    Labu Isap 250mL

    Kaca Arloji

    Kertas Saring

    Alat Thiele

    Bahan

    Asam benzoat murni

    Asetanilida

    Naftalena

    3.2 Skema kerja

    3.2.1 Penentuan titik leleh

    diletakkan pada kaca arloji

    digerus sebagian sampai halus

    diambil tabung kaca kapiler yang satunya tertutup

    dibalikkan ujung yang terbuka

    ditekan-tekan kedalam serbuk Kristal sampai masuk

    dalam tabung

    dibalikkan lagi tabung dan diketuk-ketuk sampai Kristal

    dapat turun ke dasar kapiler

    diluangi langkah tersebut sampai tingginya 0,5 cm

    dipasang kapiler ini pada alat thiele

    dipanaskan dengan api kecil

    diperhatikan dan dicatat saat Kristal mulai leleh

    Kristal Benzoat murni

    HASIL

  • 5

    3.2.2 Rekristalisasi

    a. Kristalisasi dari Pelarut Air

    ditimbang 5gram

    dimasukkan dalam Erlenmeyer 250mL

    dimasukkan sekitar 50mL air panas secara bertahap

    sambil diaduk sampai larut

    ditambah 5-7mL air panas

    dididihkan campuran diatas kaca asbes

    ditambahkan 0,5-1gr pada campuran tersebut

    dididihkan beberap saat

    disiapkan corong penyaring kaca tangkai pendek,

    dilengkapi dengan kertas saring lipat

    dipasang Erlenmeyer untuk menempung filtrate panas

    dituangkan larutan ke atas corong dengan cepat

    diulangi pemanasan dan penyaringan jika larutan

    terlanjur dingin dan mengkristal

    dibiarkan filtrate dingin dengan penurunan suhu secara

    perlahan

    didinginkan erelenmeyer jika sudah lama tidak

    terbentuk Kristal

    dilakukan penyaringan Kristal menggunakan corong

    Bucher dilengkapi dengan alat pengisapan

    dicuci Kristal dalam corong Bucher dengan air dingi

    ditekan Kristal dengan spatula sekering mungkin

    ditebarkan Kristal diatas kertas saring lebar dan kering

    Asetanilida Kotor

    Karbon/Norit

  • 6

    ditimbang Kristal kering dan ditentukan titik lelehnya

    b. Kristalisasi dari Pelarut Organik

    ditimbang 5 gram

    dimasukkan dalam Erlenmeyer 100mL

    dimasukkan etanol 95%

    dipanaskan dan dididihkan didalam penangas air

    samapai mendidih

    diangkat dan ditambah 0,5gr karbon/norit sambil diaduk

    dididihkan lagi sebentar

    dilakukan penyaringan di atas corong kaca kertas saring

    lipat

    didinginkan filtrate

    dilakukan penyarinngan menggunakan corong Bucher

    dicuci Kristal dengan etanol dingin

    dikeringkan

    dipindahkan kertas saring lebar. ditekan sekering

    mungkin

    ditimbang hasilnya dan ditentukan titik lelehnya

    HASIL

    HASIL

    Naftalen Kotor

    Campuran

  • 7

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Pengamatan dan Perhitungan

    Tabel 4.1.1 Pengamatan Penentuan Titik Leleh

    No Perlakuan Hasil Pengamatan

    1 Titik leleh awal 122,40C

    2 Titik leleh akhir 136,30C

    Tabel 4.1.2 Pengamatan Rekristalisasi

    No Perlakuan Hasil Pengamatan

    1 Kristalisasi dari pelarut air

    5 gram asetanilida kotor + 50

    mL air panas

    Membentuk larutan berwarna

    putih susu dan terdapat endapan

    (sebelum dipanaskan) . Setelah

    dipanaskan campuran menjadi

    bening dan terdapat gumpalan-

    gumpalan asetanilida., lama-

    kelamaan campuran tersebut

    menjadi bening dan gumpalan

    asetanilida menjadi gelembung-

    gelembung. Kemudian

    ditambahkan 1 gram karbon

    menghasilkan perubahan warna,

    yaitu warna hitam, terdapat 2

    lapisan. Lapisan bawah berwarna

    hitan pekat, sedangkan lapisan

    atas berwarna hitam keruh, setelah

    dilakukan penyaringan diperoleh

    larutan bening.

  • 8

    2 Kristalisasi dalam pelarut organic

    5 gram naftalena kotor + 20 mL

    etanol 95% ( dipanaskan) + 0,5

    gram karbon, diaduk dan

    dididihkan.

    Larutan menjadi warna bening

    dan terdapat seperti endapan

    berwarna hitam

    Ketika proses penyaringan Kristal

    naftalen membeku

    4.2 Perhitungan

    4.2.1 Perhitungan Rendemen Asetanilida

    Berat kertas saring + Kristal asetanilida = 3 gram

    Berat kertas saring = 0,4 gram

    Berat Kristal asetanilida = 2,6 gram

    Rendemen =

    x 100 %

    =

    x 100 %

    = 52 %

    4,2,1 Perhitungan rendemen Naftalen

    Berat kertas saring + Kristal Naftalen = 3,1 gram

    Berat kertas saring = 0,4 gram

    Berat Kristal Naftalen = 2,7 gram

    Rendemen =

    x 100 %

    =

    x 100 %

    = 54 %

    4.3 Pembahasan

    Dalam praktikum kali ini praktikan melakukan 2 percobaan yaitu

    pertama mengenai penentuan titik leleh dan yang kedua mengenai rekristalisasi.

    Untuk percobaan yang pertama titik leleh senyawa murni adalah suhu dimana

    fasa padat dan fasa cair senyawa tersebut berada dalam kesetimbangan pada

    tekanan 1 atm. Dalam percobaan ini praktikan menggunakan asam benzoate

  • 9

    murni sebagai senyawa murni yang akan diamati titik lelehnya, Penentuan titik

    leleh senyawa murni ditentukan dari pengamatan trayek lelelhnya, dimulai saat

    terjadinya pelelehan sedikit, transisi padat-cair, sampai seluruh Kristal mencair.

    Praktikan mengguanakn alat pengukur titik leleh yaitu melting point apparatus.

    Dalam hal ini dilakukan terhadap sedikit Kristal yang sudah digerus halus, yang

    diletakkan dalam ujung bawah gelas kapiler, lalu dipanaskan secara merata dan

    perlahan disekitar kapiler ini. Pengukuran suhu ini harus tepat di tempat zat

    tersebut meleleh. Dan hasil yang diperoleh adalah titik leleh awal Kristal

    benzoate murni ini yaitu 122,40C dan titik leleh akhirnya yaitu 136,3

    0C.

    Rekristalisasi merupakan salah satu metode pemurnian zat padat dengan

    berdasarkan pada perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan dengan

    pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Syarat-syarat pelarut yang hendaknya

    digunakan antara lain memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara

    zat yang dimurnikan dengan pengotor , tidak meninggalkan zat pengotor pada

    Kristal. Cara ini tergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu dikala suhu

    diperbesar. Karena konsentrasi total impurity biasanya lebih kecil dari

    konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin maka konsentrasi impuriti yang

    rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan

    mengendap. Tahapan rekristalisasi secara umum adalah pelarutan, penyaringan,

    pemanasan dan pendinginan.

    Semakin besar Kristal-kristal yang terbentuk selama pengendapan, makin mudah

    mereka dapat disaring dan makin cepat Kristal-kristal itu turun keluar dari larutan

    sehingga semakin mudah endapan dapat disaring dan dicuci. Ukuran Kristal ynag

    terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua factor penting yaitu laju

    pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan Kristal. Jika laju pembentukan

    inti tinggi, banyak sekali Kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan

    tumbuh menjadi terlalu besar. Jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-

    partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari

    larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk

    membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju

  • 10

    pertumbuhan Kristal merupakan factor lain yang mempengaruhi ukuran Kristal

    yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, Kristal-

    kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh.

    Pada percobaan kedua ini bertujuan utnuk memurnikan zat padat dengan cara

    rekristalisasi Dimana dilakukan rekristalisasi dlam menggunakan 2 pelarut, yang

    pertama dengan pelarut air dan yang kedua pelarut organic. Kristalisasi dari

    pelarut air, senyawa yang akan di ketahui kadar murninya adalah asetanilida.

    Pertama dilakukan dengan melarutkan asetanilida dengan air panas. Dilarutkan

    asetanilida dengan air panas dikarenakan asetanilida lebih mudah larut pada iar

    dengan suhu yang relatif tinggi dan kurang melarut pada air dengan suhu rendah

    (sebelum pemanasan). Peristiwa ini disebabkan oleh kecepatan reaksi dari

    asetanilida kurang relative pada yang memiliki suhu rendah dan juga sifat fisis

    dari zat ini yang terlalu berada dalam bentuk padat pada suhu yang relative

    rendah, sehingga untuk melarutkannya perlu dilakukan pemanasan pelarutnya

    selain itu juga karena dalam keadaan panas, jarak antara ikatan molekul-molekul

    dalam campuran asetanilida kotor lebih besar sehingga pemisahannyapun lebih

    mudah dilakukan dalam keadaan panas. Digunakan pelarut air karena air adalah

    pelarut yang cocok karena dapat melarutkan asetanilida dengan sempurna.

    Asetanilida dalam air panas ini akan terutai menjadi ion-ionnya. Air tidak mudah

    bereaksi dengan asetanilida karena bersifat inert dan dapat dengan mudah

    dipisahakan dari asetanilida. Setalah itu ditambahkan 1 gram karbon.

    Selanjutnya, dilakukan penyaringan, larutan disaring dengan kertas saring

    menggunakan corong buchner dan ditempatkan dalam Erlenmeyer. Penyaringan

    ini bertujuan utnuk memisahkan antara zat yang telah larut dengan zat

    pengotornya agar diperoleh zat yang lebih murni. Kemudian dilakukan

    pendinginan, pendingina dilakukan dengan menggunakan es batu. Ketika

    pendinginan ini lama-kelamaan akan membentuk Kristal.

    Kemurnian suatu zat ditentukan oleh rendemen yang diperoleh, semakin

    tinggi rendemen suatu zat maka tingkat kemurnian semakin tinggi sedangkan

    semakin kecil nilai rendemen yang diperoleh dari suatu zat maka tingkat

  • 11

    kemurniannya semakin rendah. Dari hasil hasil praktikum diperoleh rendemen

    Kristal asetanilida sebesar 52 % yang berarti bahwa 48 % nya adalah zat

    pengotor (residu) yang berada dalam sampel asatanilida kotor.

    Rekristalisasi yang kedua yaitu, kristalisasi dalam pelarut organic. Perlakuan

    yang dilakukan dalam percobaan ini sama dengan kristalisasi dari air, hanya saja

    dalam hal ini pelarut yang digunakan yaitu etanol 95% sebagai pelarut organic,

    dan Kristal yang akan dihitung kadar rendemennya adalah naftalen. Sebanyak 5

    gram naftalen dilarutkan dalam 50mL etanol 95%, kemudian dipanaskan dengan

    penangas air lalu ditambahkan dengan 0,5 gram karbon. Setelah dilakukan

    pemanasan kembali, secepat mungkin campuran tersebut disaring. Namu, ketika

    penyaringan dilakukan naftalen dengan cepat memebeku. Sehingga, kadar

    naftalen yang praktikan peroleh tidak sepenuhnya tersaring. Dengan melakukan

    perlakuan yang sama seperti perhitungan kadar Kristal asetanilida diperoleh pula

    kadar rendemen naftalena sebesar 54%, yang berarti bahwa 46% nya adalah zat

    pengotor (residu) yang berada dalam sampel naftalena kotor.

    V. KESIMPULAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan, bahwa :

    1. Untuk menentukan titik leleh suatu senyawa murni ditentukan dari

    pengamatan trayek lelehnya, dimulai saat terjadinya pelelehan sedikit,

    transisi padat-cair, sampai seluruh Kristal mencair.

    2. Tahapan rekristalisasi secara umum adalah pelarutan, penyaringan,

    pemanasan dan pendinginan.

    3. Berdasarkan percobaan perolehan titik leleh awal Kristal benzoate murni

    adalah 122.40C dan perolehan titik leleh akhir Kristal benzoate murni adalah

    136,50C

    4. Berdasarkan percobaan kadar asetanilida 2,6 gram dan kemurnian

    (rendemen) nya adalah 52% dan kadar naftalen 2,7 gram dan kemurnian

    (rendemen) nya adalah 54% sisanya zat pengotor.

  • 12

    5.2 Saran

    Saran yang dapat praktikan berikan adalah sebaknya dalam praktikum ini

    dilakukan penyaringan secara teliti dan cepat agar kadar yang didapat benar-

    benar dalam jumlah yang semestnya dan sebaiknya dalam percobaan ini juga

    dilakukan penentuan titik leleh untuk asetanilida dan naftalen agar dapat

    diketahui kadar yang didapat benar-benar murni.

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta:

    Gramedia

    Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta:

    Erlangga

    Svehla. 1979. Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro, Jakarta: PT

    Kalman Media Pusaka

    Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung : ITB

    Tim Kimia Organik. 2014. Penuntun Kimia Organik 1. Jambi: Universitas Jambi

    Yaminangri.2011. Pemisahan.diakses tanggal 29 April 2014

    http://yaminanggri.blogspot.com/2011/10/laporan-prak-kimia-organik-i-

    pemisahan.html