reklamasi lahan tambang menggunakan tanaman lokal tarap
TRANSCRIPT
MAKALAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA HAYATI
REKLAMASI LAHAN BEKAS PERTAMBANGAN BATUBARA DENGAN
METODE VEGETASI MELALUI PENGEMBANGAN TANAMAN TARAP
(Arthocarpus rigitus)
Oleh
Hairunisa/ J1C111039
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
2012
1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia –Nya kepada tim penulis sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Reklamasi Lahan Bekas Pertambangan
Batubara Dengan Metode Vegetasi MelaluiPengembanganTanaman Tarap
(Arthocarpus rigitus). Makalah ini telah disusun berdasarkan buku-bukuyang ada
di perpustakaan dan juga melalui internet.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntutan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada dosen mata kuliah Sistematik
Hewan.
Kami menyadari tiada gading yang tak retak, demikian pula makalah kami
ini yang masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan makalah ini dalam jangka
waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu tim penulis dengan rendah hati dan
dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran guna penyempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Banjarbaru, Oktober 2012
Penyusun,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... . i
DAFTAR ISI.................................................................................................. . ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ . 1
1.1 Latar Belakang..................................................................... . 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ . 2
1.3 Tujuan.................................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan................................................................. . 2
BAB II ISI.................................................................................................. . 3
2.1 Tanaman Tarap (Arthocarpus rigitus)……………………… 3
2.2 Tanaman Tarap Digunakan Sebagai Reklamasi Lahan Bekas TambangBatubara…………………………………………. 4
BAB III PENUTUP...................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan............................................................................ 6
3.2 Saran..................................................................................... . 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... . 8
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan semakin majunya kemampuan manusia dalam mengelola alam
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bukan mustahil akan terjadi kerusakan
lingkungan. Jika hal ini tidak diimbangi dengan upaya untuk merestorasi
ekosistem tersebut, dikhawatirkan lingkungan akan rusak dan banyak terjadi
bencana alam yang kelak akan merugikan kehidupan manusia itu sendiri
Manusia merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan
(ekosistem). Dengan semakin bertambahnya jumlah populasi manusia,
kebutuhan hidupnya pun meningkat, akibatnya terjadi peningkatan permintaan
akan lahan seperti di sektor pertanian dan pertambangan. Sejalan dengan hal
tersebut dan dengan semakin hebatnya kemampuan teknologi untuk
memodifikasi alam, maka manusialah yang merupakan faktor yang paling
penting dan dominan dalam merestorasi ekosistem rusak
Batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang dimiliki oleh
Indonesia selain minyak bumi dan gas alam. Batubara sudah sejak lama
digunakan, terutama untuk kegiatan produksi pada industri semen dan
pembangkit listrik. Kegiatan pertambangan batubara menyebabkan kerusakan
lingkungan, sehingga menyebabkan penurunan mutu lingkungan, berupa
kerusakan ekosistem yang selanjutnya mengancam dan membahayakan
kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Akibat yang ditimbulkan antara lain
kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk, seperti contohnya
lapisan tanah tidak berprofil, terjadi bulk density (pemadatan), kekurangan
unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat
pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah. Untuk itu
diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai upaya pelestarian lingkungan agar
tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan
cara merehabilitasi ekosistem yang rusak. Dengan rehabilitasi tersebut
diharapkan akan mampu memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga dapat
pulih, mendekati atau bahkan lebih baik dibandingkan kondisi semula.
4
Mengadakan reklamasi pada lahan bekas tambang batubara bias dengan cara
penanaman tanaman endemik Kalimantan selatan, yaitu seperti tanaman tarap,
dalam makalah ini akan membahas tentang reklamasi lahan bekas tamabang
batu bara dengan penanaman pohon tarap.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tanaman tarap digunakan sebagai reklamasi lahan bekas
tambang batubara untuk mencegah degradasi yang diakibatkan oleh lahan
tambang bekas batubara.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengatasi degradasi akibat lahan
tambang bekas batubara dengan menggunakan tanaman endemik Kalimantan
selatan yaitu tanaman tarap.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini di tulis dengan metode literature serta studi kepustakaan.
5
BAB II
ISI
2.1 Tanaman Tarap (Arthocarpus rigitus)
Artocarpus rigitus adalah nama marga tumbuhan dengan anggota sekitar
50 spesies pohon, yang banyak dari antaranya menghasilkan buah yang dapat
dimakan, Kebanyakan anggotanya adalah pohon-pohon dengan kualitas kayu
yang baik, sementara sebagian lagi berupa perdu. Lembar daunnya agak keras
serupa jangat (kulit), dengan bulu-bulu halus terutama di sisi bawahnya, bervariasi
dari yang berukuran kecil dan bertepi rata (misalnya pada cempedak) hingga yang
berukuran besar dan berbagi dalam seperti pada sukun dan mentawa. Ujung
ranting tertutup oleh sepasang daun penumpu (stipulae) yang meruncing, yang –
apabila besar– memeluk ranting, meninggalkan bekas bentuk cincin apabila
gugur. Semua bagian, apabila dilukai, mengeluarkan getah yang lekat dan putih
seperti susu (lateks).
Artocarpus rigitus bersifat monoesis (monoecious, berumah satu) di mana
bunga jantan dan betina berada di satu pohon. Bunga jantan maupun betina
tersusun dalam bongkol berkelamin tunggal, soliter atau berpasangan, muncul di
ketiak, di cabang-cabang, atau di batang utama (cauliflory). Setelah dibuahi,
bunga betina akan berkembang menjadi buah semu majemuk (syncarp), kecil
maupun besar sampai besar sekali (panjang sampai dengan 90 cm pada nangka).
Bijinya berukuran besar, tanpa endosperma, terlindung oleh ‘daging buah’ yang
sebetulnya tenda bunga yang membesar; perkecambahannya hypogeal.
Artocarpus rigitus yang menghasilkan buah yang dapat dimakan; sebagian
daripadanya merupakan buah-buah yang memiliki nilai ekonomis yang cukup
tinggi, atau merupakan buah yang penting sebagai penghasil karbohidrat.
Artocarpus yang berukuran besar umumnya menghasilkan kayu perkakas yang
baik. Dan sekitar selusin jenisnya digunakan dalam pengobatan tradisional
Artocarpus rigitus juga menghasilkan biji yang dapat dimakan, setelah
direbus atau dipanggang. Beberapa yang lain menghasilkan bahan pewarna
kuning; dan dari pepagan nangka dihasilkan tanin. Pepagan beberapa spesies,
benda di antaranya, khususnya dari pohon muda, dimanfaatkan untuk
6
menghasilkan serat yang dipakai sebagai bahan tali dan pakaian. Sementara lateks
yang dihasilkan oleh banyak spesies digunakan sebagai perekat untuk menjerat
burung, bahan obat tradisional, pengganti susu dalam pembuatan saus, dicampur
dengan malam untuk membatik, sebagai bahan campuran cat, bahan campuran
pembuatan gula merah, dan lain-lain.
2.2 Tanaman Tarap Digunakan Sebagai Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar
dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Kegiatan reklamasi ini
menjadi sesuatu hal yang penting karena kegiatan ini bertujuan untuk
memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak pasca kegiatan pertambangan
batubara.
Dalam pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang batubara,
sebuah kebijakan sangat perlu dibuat agar ada aturan yang jelas dan mengikat
yang berisi pedoman-pedoman dalam melaksanakan kegiatan reklamasi lahan
bekas tambang batubara sehingga dalam pelaksanaannya mewakili kepentingan
semua pihak dan tidak ada satu pihakpun yang dirugikan. Salah satu regulasi yang
mengatur mengenai kegiatan reklamasi lahan pasca kegiatan tambang ini antara
lain terdapat di dalam Kepmen Energi dan Sumber daya Mineral No.
1453.K/29/MEM/2000 Lampiran VII berisi lengkap mengenai aturan dari
pelaksanaan reklamasi lahan pasca tambang. Di dalam Lampiran VII kepmen ini
berisi tentang pengertian dari reklamasi, pengertian dari perusahaan
pertambangan, jaminan reklamasi (aturan jumlah dana jaminan dan biaya rencana
reklamasi), rencana tahunan pengelolaan lingkungan oleh perusahaan tambang,
perusahaan penjamin dana reklamasi. Di dalam aturan tersebut semua perusahaan
tambang wajib melaksanakan kegiatan reklamasi. Perusahaan tidak diperbolehkan
melakukan kegiatan pertambangan sebelum memberikan dana jaminan reklamasi
kepada pemerintah dalam hal ini diwakili oleh menteri/gubernur/Bupati/Walikota
(Fajri).
7
Perusahaan melakukan kegiatan reklamasi dengan teknik remediasi dan
revegetasi. Untuk mengetahui potensi bahaya air asam tambang batubara
dilakukan analisis air asam batubara dengan bantuan perusahaan LIPI (Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia) Geoteknologi. Hasilnya beberapa sampel berpotensi
membentuk air asam tambang yang berdampak buruk bagi kerusakan lingkungan.
Pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam didasarkan pada adaptabilitas,
cepat tumbuh, teknik silvikultur diketahui, ketersediaan bahan tanaman, serta
dapat bersimbiosis dengan mikroba. Tanaman yang dipilih berupa spesies yang
cepat tumbuh, resisten terhadap kekeringan, dan mampu tumbuh pada tanah yang
miskin unsur hara . Spesies pohon multiguna (multipurpose tree species, MPTS)
seperti Tarap Arthocarpus rigitus, telah digunakan untuk silvikultur di lahan
bekas tambang.
Ditinjau dari aspek konservasi lahan, revegetasi dengan menggunakan
jenis MPTS yang telah dilakukan berhasil menghijaukan kembali lahan-lahan
bekas tambang serta mampu mencegah erosi. Secara ekologi, penghutanan
kembali lahan bekas tambang dengan MPTS terutama tanaman akasia kurang
menunjukkan keragaman spesies karena tanaman akasia menghasilkan eksudat
akar yang bersifat alelopati bagi tanaman lain. Selain itu, perkembangbiakan
akasia melalui biji dan vegetatif (tunas akar) cenderung ekstensif. Kedua hal
tersebut menghambat pertumbuhan tanaman lain yang ada di sekitarnya, sehingga
vegetasi cenderung homogen. Selain itu, apabila tanaman ini akan dimanfaatkan
untuk bahan baku pulp dan kertas harus melalui penebangan dan penanaman
kembali. Metode revegetasi ke depan perlu mengembangkan spesies-spesies lain
untuk revegetasi selain spesies yang sudah ada. Idealnya, spesies revegetasi yang
digunakan adalah spesies yang memenuhi persyaratan sebagai tanaman reklamasi,
secara teknis dapat dilaksanakan dengan mudah dan murah dan secara ekonomis,
menghasilkan produk yang bermanfaat (kayu dan non kayu).
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penambangan telah menyebabkan terjadi kerusakan lahan sehingga
menghasilkan lahan kritis berupa lahan yang mempunyai sifat-sifat fisik dan
kimia tanah serta iklim mikro yang jelek dan tidak sesuai untuk budidaya
tanaman. Reklamasi lahan pasca tambang merupakan kewajiban dilaksanakan
oleh perusahaan tambang timah sebagai wujud tanggung jawabnya untuk
memulihkan kembali lahan yang telah mengalami degradasi akibat operasional
tambang.
Untuk memperbaiki lahan pascatambang agar dapat direvegetasi dan
dimanfaatkan untuk keperluan budidaya tanaman telah dilakukan sejumlah
penelitian terutama penggunaan bahan-bahan organik yang tersedia secara lokal
dengan biaya yang relatif murah. Revegetasi lahan bekas tambang perlu
menggunakan spesies-spesies yang bermanfaat secara ekologi dan ekonomi,
terutama bagi masyarakat sekitar tambang. Oleh sebab itu diperlukan program
yang terarah dan terpadu yang melibatkan sejumlah pemangku kepentingan baik
pemerintah, perusahaan tambang, perguruan tinggi maupun masyarakat dalam
rangka memperoleh teknologi tepat guna yang dapat diterapkan dalam melakukan
reklamasi dan rehabilitasi lahan pascatambang.
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar
dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Kegiatan reklamasi ini
menjadi sesuatu hal yang penting karena kegiatan ini bertujuan untuk
memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak pasca kegiatan pertambangan
batubara.
Pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam didasarkan pada adaptabilitas,
cepat tumbuh, teknik silvikultur diketahui, ketersediaan bahan tanaman, serta
dapat bersimbiosis dengan mikroba. Tanaman yang dipilih berupa spesies yang
cepat tumbuh, resisten terhadap kekeringan, dan mampu tumbuh pada tanah yang
9
miskin unsur hara . Spesies pohon multiguna (multipurpose tree species, MPTS)
seperti Tarap Arthocarpus rigitus, telah digunakan untuk silvikultur di lahan
bekas tambang.
3.2 Saran
Sebaiknya melalukan reklamasi pada lahan tambang tanaman endemik
daerah lokal, karena tanaman endemik lokal dapat mudah hidup di daerah
tersebut. Penggunaan tanaman berbuah sebagai alat reklamasi untuk lahan yang
telah terdegradasi memiliki multi fungsi yaitu dapat dimanfaatkan sebagai
perbaikan lahan sekalligus dapat mengambil keuntungan dari buahnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ang, L.H. 1994. Problems and propects of afforestation on sandy tin tailings in
Peninsular Malaysia. J. of Tropical Forest Science 7(1):87-105.
Ang,L.H., W.E. Seel and C. Mullins. 1999. Microclimate and water status of sand
tailing at an-ex-mining site in Peninsular Malaysia. J. of Tropical Foret Science
11(1):157-170.
Awang, K. 1988. Tin tailings and their possible reclamation in Malaysia in
Adisoemanto, S. (ed.). 1988. In Regional Workshop on Ecodevelopment Process
for degraded land resources in Southeast Asia, Bogor 23-25 August 1988.
Awang, K. 1994. Growth of tree multipurpose tree species on tin tailings in
Malaysia. J. of Tropical Foret Science 7(1): 106-112
11