rehabilitasi bagi warga binaan pemasyarakatan kasus...
TRANSCRIPT
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1442 H
i
REHABILITASI BAGI WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN KASUS NARKOBA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A SALEMBA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh
Aisyah Novaliawati
NIM 11160541000051
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1442 H
ii
REHABILITASI BAGI WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN KASUS NARKOBA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A SALEMBA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Aisyah Novaliawati
NIM: 11160541000051
Pembimbing,
Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW
NIP.197401012001122003
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini berjudul “REHABILITASI BAGI WARGA
BINAAN PEMASYARAKATAN KASUS NARKOBA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SALEMBA” Disusun oleh Aisyah Novaliawati, NIM
11160541000051 yang telah diajukan dalam sidang Munaqasyah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada 13 Agustus 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) pada Program
Studi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta, 13 Agustus 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Penguji Sekertaris Penguji
Ahmad Zaky, M. Si Hj. Nunung Khoiriyah, MA NIP. 1977112722007101001 NIP. 197307252007012018
Anggota
Penguji I Penguji II
Ismet Firdaus, M.Si Nurhayati Nurbus, M.Si NIP. 197512272007101001 NIP. 197408091998032002
Di Bawah Bimbingan
Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW
NIP. 197401012001122003
LEMBAR PERNYATAAN
Saya Aisyah Novaliawati dengan NIM 11160541000051
menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Rehabilitasi bagi
Warga Binaan Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba adalah karya saya untuk
memperoleh gelar strata S1 dan tidak melakukan tindakan
plagiat. Jika terdapat kutipan, saya telah mencantumkan
sumbernya sesuai dengan peraturan pada penulisan skripsi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Jika suatu hari terbukti bahwa ini
plagiat karya orang lain, saya bersedia untuk menerima sanksi.
Tangerang Selatan, 22 Juli 2020
Aisyah Novaliawati
11160541000051
i
ABSTRAK
Aisyah Novaliawati, Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
Penyalahgunaan narkoba merupakan pengguna tanpa hak
dan kewajiban melawan hukum, yang dilakukan tidak untuk
maksud pengobatan, tetapi karena ingin mengikuti pengaruhnya
dalam jumlah berlebih, kurang teratur dan berlangsung cukup
lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental
dan kehidupan sosial. Pasal 54 UU No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika menyatakan bahwa pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pelaksanaan program rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus narkoba yang dilaksanakan oleh Lapas
Kelas II A Salemba dan untuk mengetahui dampak yang
diperoleh selama pelaksanaan program rehabilitasi bagi WBP
kasus narkoba di Lapas Kelas II A Salemba.
Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian
kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif menggunakan teknik
pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi
dokumentasi. Peneliti mengambil tujuh informan yakni; 1) Satu
penanggung jawab rehabilitasi, 2) Satu dokter rehabilitasi, 3) Satu
pengawas rehabilitasi, 4) Satu anggota rehabilitasi, dan 5) Tiga
WBP Lapas Kelas II A Salemba.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan
rehabilitasi di Lapas Kelas II A Salemba dapat terlaksana,
diketahui dengan adanya dampak yang dirasakan oleh peserta
rehab yaitu dapat mengalami perubahan pola pikir dan kebiasaan-
kebiasaan yang lebih baik lagi, mudah bersosialisasi, mudah
terbuka, mendapatkan pendapatan dari hasil kegiatan yang
diikuti, memberikan peningkatan terhadap kesehatan fisik
menjadi lebih bugar. Penulis menyarankan pihak Lapas Salemba
agar ke depannya bisa menghadirkan pekerja sosial dalam
pelaksanaan rehabilitasi yang lebih efektif.
Kata Kunci: Rehabilitasi, Warga Binaan Pemasyarakatan,
Penyalahgunaan Narkotika
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdu lillahi rabbil ‘alamin. Puji serta Syukur penulis
panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian
skripsi dengan judul “Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba” di tengah wabah pandemik Corona.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan
pengikutnya.
Penulis menyadari bahwa dalam meyelesaikan skripsi ini
adalah berkat bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih atas segala bantuan, dukungan, dan bimbingan yang telah
diberikan dalam proses penyusunan skripsi ini. Ucapan terima
kasih dan rasa hormat penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A. selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Suparto, S.Ag., M.Ed. selaku Dekan, Dr. Sihabudin Noor,
M.A. selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, dan
Drs. Cecep Castrawijaya, M.A. Selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
3. Dr. Siti Napsiyah, MSW. selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing,
mengarahkan, dan memberikan motivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Ahmad Zaky, M.Si. selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Nunung Khoiriyah, M.Ag.
selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial.
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
khususnya dosen Prodi Kesejahteraan Sosial yang telah
memberikan pelajaran selama penulis menempuh Pendidikan
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta seluruh staf Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu
penulis secara langsung atau tidak langsung dalam
menyelesaikan skripsi.
iii
6. Mohamad Fadil, M.H. selaku Penanggung Jawab Program
Rehabilitasi, Rendy Caesar Pratama, M.H. selaku Pengawas
Program Rehabilitasi, dr. Iwan Suhartono Sihaloho selaku
Penanggung Jawab dokter Program Rehabilitasi, dan
Muhamad Danil, S.H. selaku anggota Program Rehabilitasi
Lapas Kelas II A Salemba yang telah menerima penulis untuk
melakukan penelitian skripsi serta banyak membantu dan
mempermudah dalam perizinan hingga mendapatkan
informasi serta data untuk penelitian skripsi.
7. Mamah yang telah mendidik dan selalu memberikan dukungan
serta motivasi yang tiada hentinya kepada penulis. Serta
keluarga besar penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
8. Keluarga besar Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, khususnya Angkatan 2016 yang telah bekerja sama
selama masa perkuliahan.
9. Annisa Hidayatush Sholikha dan Kak jeki yang telah banyak
membantu dan memberikan semangat selama mengerjakan
skripsi.
10. Desy Rahmalia, Azka Nisailkamilah, Aulia Rahmah, Fajri
Zakiyah, Shofura Karimah, Uswatun Hasanah, dan Vira
Nabilla selaku teman-teman yang mendampingi sejak
mahasiswa baru dan selalu ada saat suka dan duka.
11. Refianto Rahman Wahid yang selalu menemani dan
mendukung proses penyelesaian dari awal sampai akhir serta
selalu bersedia untuk meluangkan waktu hingga larut malam.
12. Jelita Nisa, Windi Setyani, Mirna Tri dan Rifanti selaku teman
seperbimbimbangan baik di dalam maupun di luar kampus.
13. KPU Tangsel, PPK Ciputat Timur, PPS dan Staf Kelurahan
Rempoa khusunya Pak Hasanuddin dan Pak Tobing yang telah
mengizinkan penulis untuk menyelesaikan penelitian skripsi
serta teman PPS lainnya Desna Cindra, Ghina Nadhifa,
Syahrir dan Fitria yang selalu memberikan semangat dan
memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan
tingkat sarjana.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................ iv
DAFTAR TABEL .................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................ ix
DAFTAR BAGAN .................................................................... x
DAFTAR DIAGRAM .............................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... xii
DAFTAR SINGKAT.............................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................... 10
C. Batasan Masalah ............................................... 11
D. Rumusan Masalah ............................................. 11
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................... 11
F. Tinjauan Pustaka ............................................... 13
G. Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran .......... 20
H. Metode Penelitian ............................................. 20
1. Pendekatan Penelitian .................................. 21
2. Jenis Penelitian ............................................ 22
3. Sumber Data ............................................... 23
4. Tempat dan Waktu Penelitian ...................... 24
5. Teknik Pengumpulan Data .......................... 25
6. Teknik Analisis Data ................................... 27
7. Teknik Keabsahan Data ............................... 28
8. Pedoman Penulisan Skripsi.......................... 29
9. Teknik Pemilihan Informan ......................... 29
v
10. Sitematika Penulisan ................................... 30
BAB II LANDASAN TEORI............................................... 33
A. Rehabilitasi ....................................................... 33
1. Teori Rehabilitasi ........................................ 33
2. Jenis-Jenis Rehabilitasi ................................ 34
3. Tujuan Rehabilitasi ..................................... 35
4. Tahapan Rehabilitasi ................................... 36
B. Warga Binaan Pemasyarakatan ......................... 41
1. Pengertian Warga Binaan
Pemasyarakatan ........................................... 41
2. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan ..... 42
C. Lembaga Pemasyarakatan ................................. 44
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan .......... 44
2. Kedudukan, Tujuan, dan Fungsi
Lembaga Pemasyarakatan ........................... 45
3. Konsep Lembaga Pemasyarakatan dan
Sistem Pemasyarakatan ............................... 46
D. Perspektif Pekerja Sosial Koreksional ............... 49
1. Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional ..... 49
2. Tujuan Pekerjaan Sosial Koreksional ........... 51
3. Fungsi Pekerjaan Sosial Koreksional ........... 51
4. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional ............. 52
E. Penyalahgunaan Narkoba .................................. 53
1. Pengertian Narkoba ..................................... 53
2. Faktor Penyebab Penyalahgunaan
Narkoba ...................................................... 53
3. Dampak-Dampak Penyalahgunaan
Narkoba ...................................................... 54
F. Teori-Teori ........................................................ 57
vi
1. Teori Social Learning .................................. 57
2. Teori Kriminologi ....................................... 58
3. Teori Sistem ................................................ 59
4. Teori Pidana dan Pidana Penjara.................. 60
G. Landasan Hukum .............................................. 60
H. Pengertian Dampak Program ............................. 64
I. Kerangka Berfikir ............................................. 65
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A
SALEMBA................................................................ 67
A. Sejarah Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba ........................................... 67
B. Visi, Misi, Motto dan Komitmen Pelayanan ...... 70
C. Tugas dan Fungsi .............................................. 73
D. Struktur Organisasi............................................ 78
E. Sumber Daya Manusia ...................................... 79
F. Kegiatan Harian Warga Binaan
Pemasyarakatan...................................................81
G. Pelayanan dan Program Unggulan ..................... 83
H. Program Pembinaan .......................................... 83
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .................. 89
A. Pelaksanaan Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba ................. 90
B. Dampak yang Diperoleh selama Pelaksanaan
Program Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba ............... 126
vii
BAB V PEMBAHASAN .................................................... 135
A. Pelaksanaan Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba ............... 136
B. Dampak yang Diperoleh selama Pelaksanaan
Program Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba..............................................................148
BAB VI PENUTUP ............................................................. 155
A. Kesimpulan ..................................................... 155
B. Saran ............................................................... 157
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 159
LAMPIRAN- LAMPIRAN ................................................... 163
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Jenis-Jenis Kejahatan dalam Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba pada Tahun 2017 ....................... 2
Tabel 1. 2 Timeline Waktu Penelitian ...........................................24
Tabel 1. 3 Lanjutan Timeline Waktu Penelitian ............................25
Tabel 1. 4 Informan Penelitian ......................................................30
Tabel 3. 1 Sumber Daya Manusia Berdasarkan Susunan
Kepegawaian ...............................................................79 Tabel 3. 2 Sumber Daya Manusia Berdasarkan Golongan
Pangkat ........................................................................80
Tabel 3. 3 Sumber Daya Manusia Berdasarkan Pendidikan ..80 Tabel 3. 4 Jadwal Kegiatan Harian Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba ...................................................................82 Tabel 3. 5 Lanjutan Jadwal Kegiatan Harian Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba....................................................................82
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Gedung Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba ..............................................................70
Gambar 3. 2 Visi, Misi, Dan Motto Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba........................ 71 Gambar 3. 3 SOP Layanan Pendaftaran Kunjungan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba ..................87
Gambar 3. 4 SOP Pemeriksaan Barang Bawaan
Kunjungan................................................................ 88
Gambar 3. 5 Barang-Barang Hasil Sidak yang Diperoleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba ..............................................................88
Gambar 4. 1 Warga Binaan Pemasyarakatan Melaksanakan Test
Urine......................................................................... 95
Gambar 4. 2 Pembukaan Program Rehabilitasi Medis ..................98
Gambar 4. 3 Kegiatan Senam Pagi ..............................................99
Gambar 4. 4 Kegiatan Kepramukaan ........................................ 111
Gambar 4. 5 Jadwal Kegiatan Harian Program Rehabilitasi .... 114
Gambar 4. 6 Kegiatan Bermain Musik...................................... 118
Gambar 4. 7 Kegiatan Olahraga Bola Voli ............................... 119
Gambar 4. 8 Kegiatan Kerohanian............................................ 119
Gambar 4. 9 Kegiatan Membuat Keterampilan ......................... 121
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 3. 1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba .......................................................................78
xi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 3. 1 Sumber Daya Manusia Berdasarkan Pendidikan ....81
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Catatan Observasi ................................................... 164
Lampiran 2 Transkip Wawancara KASIBINADIK (Kepala Seksi
Bimbingan Narapidana/Anak Didik) ....................... 176
Lampiran 3 Transkip Wawancara ASN Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba ....................... 189
Lampiran 4 Transkip Wawancara JFU Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba................................................... 200
Lampiran 5 Transkip Wawancara Dokter Poli Klinik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba ...................... 208
Lampiran 6 Transkip Wawancara WBP (Warga Binaan
Pemasyarakatan) KM ............................................. 215
Lampiran 7 Transkip Wawancara WBP (Warga Binaan
Pemasyarakatan) IA................................................ 219
Lampiran 8 Transkip Wawancara WBP (Warga Binaan
Pemasyarakatan) DI................................................ 223
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian Skripsi .................................... 226
Lampiran 10 Surat Bimbingan Skripsi ......................................... 227
Lampiran 11 Surat Pengajuan Seminar Proposal .......................... 228
Lampiran 12 Surat Permohonan Izin Penelitian Lembaga ............ 229
Lampiran 13 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian
Petugas MD ............................................................ 230
Lampiran 14 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian
Petugas IH .............................................................. 231
Lampiran 15 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian
Petugas RC ............................................................. 232
xiii
Lampiran 16 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian
Petugas MF ............................................................ 233
Lampiran 17 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian WBP IA ................................................................. 234
Lampiran 18 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian
WBP KM ............................................................... 235
Lampiran 19 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian
WBP DI ................................................................. 236
xiv
DAFTAR SINGKAT
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) : Penyebutan atau
istilah lain dari
Narapidana.
Narapidana : Manusia atau orang
yang telah melakukan
pelanggaran hukum
dan di masukkan ke
dalam Lapas untuk
dilaksanakan
pembinaan sesuai
dengan perudangan-
undangan
pemasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) : Tempat pelaksanaan
hukuman bagi WBP
yang melakukan
tindak pidana melalui
kegiatan pembinaan.
Remisi : Pengurangan masa
pidana yang diberikan
kepada Narapidana
yang memenuhi syarat
yang ditentukan dalam
ketentuan perundang-
undangan.
Residivis : Manusia atau orang
yang diberi hukuman
di Lapas karena
melakukan dan
mengulangi tindak
pidananya kembali.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia tidak terlepas dari kehidupan
bermasyarakat. Kehidupan bermasyarakat selalu berkaitan
dengan adanya nilai dan norma, namun ada kalanya terdapat
anggota masyarakat yang melakukan penyimpangan.
Penyimpangan sosial merupakan suatu perilaku yang
dianggap melanggar norma-norma serta nilai-nilai yang
berlaku, sehingga menimbulkan keresahan dan kekhawatiran
di masyarakat. Perilaku menyimpang dilihat dari berbagai
sudut pandang tidak hanya merugikan bagi diri sendiri tetapi
juga bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. Kejahatan
merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang.
Jenis kejahatan yang sering terjadi yaitu penyalahgunaan
narkoba. Tindak kejahatan penyalahgunaan narkoba tidak
mengenal usia, jenis kelamin, suku, agama dan
penggolongan-pengolongan lainnya.
Tidak hanya penyalahgunaan narkoba tetapi
penyelundupan dan peredaran gelap narkoba juga masih
sering terjadi di Indonesia. Luasnya wilayah Indonesia
membuat negeri ini tidak hanya menjadi tempat transit bagi
transaksi penjualan narkoba, tetapi juga menjadi tempat
untuk memproduksi barang haram tersebut. Hal ini dapat
dibuktikan dengan terbongkarnya pabrik ekstasi di daerah
Jakarta dan pabrik ini merupakan pabrik terbesar ketiga di
dunia. (Sunarno 2008, 3) Maraknya peredaran dan
2
penyalahgunaan narkoba akan menyebabkan penurunan
kualitas hidup bagi generasi muda saat ini.
Tingginya jumlah pengguna narkotika dan obat-obatan
terlarang yang dimasukkan ke dalam penjara dipandang
sebagai sebuah kesalahan besar yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum di Indonesia. Menurut pengacara publik
Lembaga Bantuan Hukum Ichsan Zikrie, setiap individu
yang menyalahgunakan narkoba seharusnya hanya ditangkap
untuk dilakukan rehabilitasi terhadapnya oleh para penegak
hukum. Namun, kenyataannya banyak dari para
penyalahgunaan narkoba yang justru dimasukkan ke dalam
penjara setelah mereka ditangkap. (CNN Indonesia, 2015)
Tabel 1. 1
Jenis-Jenis Kejahatan dalam Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba pada Tahun 2017
JENIS KEJAHATAN NARAPIDANA TAHANAN
Kesusilaan 12 Orang 1 Orang Memalsu Materai/Surat 5 Orang 1 Orang
Penipuan 25 Orang 3 Orang Narkotika 1138 Orang 250 Orang Korupsi 0 Orang 2 Orang
Kepabeanan 0 Orang 0 Orang
KUHP/Pidana/Kriminal (Umum)
309 Orang 102 Orang
Teroris 2 Orang 0 Orang Perlindungan Anak 39 Orang 12 Orang
Kehutanan 0 Orang 0 Orang
Hak Cipta 0 Orang 0 Orang
Senjata Tajam/Senjata Api/Bahan Peledak
6 Orang 4 Orang
Perampokan 21 Orang 6 Orang
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
3
Menurut tabel di atas, jenis-jenis kejahatan yang ada
sangatlah beragam, dari banyaknya kasus penyimpangan
dapat diketahui bahwa kasus penyalahgunaan narkoba
mendominasi dari seluruh jenis-jenis kejahatan yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.
Selanjutnya berdasarkan data yang didapat merujuk
data BNN pada tahun 2018, prevelensi angka
penyalahgunaan narkoba di 13 ibu kota provinsi di Indonesia
mencapai angka 3,2 persen atau setara dengan 2,29 juta
orang. Sementara, pada tahun 2017, BNN mencatat angka
prevelensi penyalahgunaan narkotika sebesar 1,77 persen
atau setara 3.376.115 orang pada rentang usia 10-59 tahun.
(Ristianto 2019)
Dari hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa
fenomena penyalahgunaan narkoba masih sangat
berkembang pesat meskipun di tahun-tahun tertentu
mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
masih kurangnya sosialisasi terkait bahaya narkoba terhadap
dampak dan kerugian bagi generasi bangsa Indonesia. Selain
itu, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya perhatian
khusus para orang tua terhadap anak, tingkat persaingan yang
begitu pesat khususnya di Ibu Kota ataupun kota-kota besar
lainnya sehingga banyak kalangan diusia remaja hingga
dewasa terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Hal itu
menunjukan bahwa perlu adanya perhatian khusus dari
pemerintah terhadap pemberantasan narkoba di Indonesia.
4
Indonesia merupakan negara hukum dimana segala
sesuatunya diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia. Dampak dari bahaya narkoba sangat merugikan
khususnya untuk diri sendiri, keluarga, bahkan negara.
Dengan merujuk pada UU No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Pasal 54 menyatakan pecandu Narkotika dan
korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan sosial. Rehabilitasi medis yakni terkait
pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi
sosial terkait pemulihan sosial dan mental pecandu narkoba.
(Permana 2019) Upaya penanganan penyalahgunaan narkoba
melalui UU tentang pengobatan dan rehabilitasi tersebut
memberikan kesempatan kepada para korban pecandu
narkoba agar dapat berfungsi kembali di lingkungan
sosialnya, terbebas dari ketergantungan mengkonsumsi
narkoba, mengurangi tingkat kriminalitas serta dapat
produktif dan sehat kembali dalam melakukan aktifitasnya.
Dalam perspektif agama Islam kata-kata narkoba tidak
dijelaskan dalam Al-Qur’an, akan tetapi status keharaman
dan bahayanya dijelaskan dan dianalogikan dengan khamr.
Hal tersebut tetap diatur dalam hukum Islam berdasarkan
kajian-kajian ulama besar Islam yang memang mengerti dan
memahami tata cara menentukan halal dan haram dengan
menyamakan atau menetapkan hukum suatu perkara yang
baru, yang belum ada pada masa sebelumnya namun
memiliki kesamaan sebab, manfaat, bahaya dengan perkara
5
terdahulu sehingga dihukum sama (Qiyas). Allah SWT
berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar…” (Q.S. Al-Maidah: 91)
Pada ayat tersebut di atas terdapat kata khamr, Allah
SWT menerangkan bahwa yang diharamkan ialah minuman
arak dan tiap-tiap yang memabukkan walaupun sedikit serta
apa sebabnya diharamkan minum arak, yaitu karena
menyebabkan permusuhan dan kebencian sesama kamu,
bahkan perkelahian dan pembunuhan. Selain dari pada itu
menghalangi dari pada mengingat Allah dan mengerjakan
sembahyang. Maka meminum khamar berbahaya dan
melarat dari segi masyarakat (pergaulan) dan dari segi agama
atau dengan lain perkataan dari segi jasmani dan rohani.
Sebab itu wajib kaum Muslimin menjauhinya. Selain dari
pada yang diharamkan itu banyak yang lain yang baik-baik
dan menggembirakan, seperti bermacam-macam permainan,
kesenian, dsb. (Yunus 2004, 166-167)
Dari penjelasan ayat tersebut dapat diketahui bahwa
bahaya narkoba sangat mempengaruhi kehidupan
bermasyarakat, karena tidak dapat dipungkiri ketika
seseorang meminum khamar sampai mabuk akan
menimbulkan hilangnya kesadaran, hal tersebut dapat
membuat permusuhan dan perkelahian karena perbuatannya
6
yang menyimpang atau perkataannya yang kasar. Selain itu,
orang yang sedang dalam keadaan mabuk sulit untuk
mengingat Allah dalam beribadah dan berdzikir. Secara
umum dampak negatif dari penyalahgunaan narkoba dapat
menimbulkan gangguan fisik, psikis dan sosial karena
kerusakan sistem syaraf pada tubuh manusia.
Penyalahgunaan narkoba merupakan kejahatan yang
harus dikenakan sanksi karena telah melanggar aturan-aturan
yang telah disusun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Pelaku yang melanggar hukum biasanya akan
diproses di kantor polisi terlebih dahulu, selanjutnya akan
menunggu hasil persidangan peradilan, setelah mengetahui
hasil keputusannya barulah hukuman tersebut ditindak lanjuti
di Lembaga Pemasyarakatan.
Sesuai dengan UU RI Nomor 12 Tahun 1995 BAB I
Pasal 2 tentang Pemasyarakatan bahwa sistem
pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya maksudnya yaitu agar manusia tersebut seimbang
antara akal, jasmani dan rohaninya tidak terpengaruh (yang
berarti sandaran kepada Allah nya kuat), menyadari
kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab.
Sistem peradilan pidana atau hukuman pemidanaan
dapat dilakukan oleh berbagai jenis lembaga pemidanaan
7
salah satunya melalui Lembaga Pemasyarakatan. Kehadiran
Lembaga Pemasyarakatan diharapkan dapat memberikan
perubahan baik terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) agar tidak mengulangi kesalahan yang sama
(residivis).
Lembaga Pemasyarakatan merupakan organisasi atau
institusi atau tempat untuk melaksanakan kegiatan
pembinaan bagi WBP meliputi kegiatan pembinaan secara
fisik ataupun pembinaan secara rohani agar mampu hidup
normal dan diterima kembali di tengah-tengah masyarakat.
Lembaga Pemasyarakatan atau lebih dikenal dengan istilah
LAPAS merupakan tempat bagi WBP dalam menjalankan
masa hukumannya setelah mendapatkan pernyataan bersalah
oleh pihak pengadilan.
Melihat perkembangannya keberadaan Lapas di
Indonesia kini Lapas telah beralih fungsi. Berawal dari
fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang dijadikan sebagai
penjara atau tempat untuk menghukum orang-orang pelaku
tindak kejahatan dan melanggar norma, namun saat ini Lapas
tidak hanya berfungsi untuk menghukum tindak kejahatan
semata tetapi juga berfungsi sebagai bentuk upaya
pemasyarakatan bagi WBP, dengan cara mempersiapkan
para pelaku agar nantinya siap kembali ke lingkungan
masyarakat dengan keterampilan yang telah dilatih selama
menjalani hukuman di Lapas. Pengalih fungsian tersebut
tidak hanya mengubah kesan kepenjaraan karena
beranggapan bahwa WBP akan di tempatkan di ruangan yang
8
kecil, menakutkan, dan tidak bisa kemana-mana. Padahal,
sebenarnya mereka di dalam Lapas diberikan program
pembinaan seperti kegiatan pembinaan kemandirian dan
pembinaan kepribadian.
Lapas Kelas II A Salemba adalah salah satu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang berada di
wilayah daerah khusus ibukota Jakarta. Secara historis,
berdirinya Lapas Salemba adalah pemekaran UPT
Pemasyarakatan Rutan Salemba. Sebelum tahun 1945
bangunan Lapas Salemba saat itu berfungsi sebagai tempat
tahanan yang melakukan pelanggaran hukum Kolonial
Hindia Belanda. Setelah tahun 1945 bangunan Lapas
digunakan untuk menampung tahanan politik, tahanan sipil,
dan pelaku kejahatan ekonomi.
Selanjutnya peniliti tertarik melakukan penelitian di
Lapas Kelas II A Salemba karena termasuk Lapas tertutup
yang tidak dapat diakses sembarangan orang, oleh karena itu
harus memerlukan surat perizinan terlebih dahulu, lalu Lapas
Kelas II A Salemba menerapkan sistem maximum security
yaitu maksudnya setiap pengunjung akan melalui sistem
keamanan yang sangat ketat. Lapas Kelas II A Salemba juga
memperoleh sebutan sebagai Wilayah Bebas dari Korupsi
(WBK), artinya dari segi pelayanan dan kebutuhan fasilitas
atau sarana dan prasarana yang telah diberikan sudah tersedia
dibandingkan dengan Lapas lainnya. Selain itu, banyaknya
WBP dengan kasus narkoba membuat Lembaga
Pemasyarakatan ini menjadi kelebihan kapasitas (overload).
9
Dalam pelaksanaannya terdapat pula hukuman yang
tidak sesuai antara pengedar dan pemakai narkoba dimana
seharusnya hukuman bagi pengedar lebih berat dibandingkan
dengan pemakai atau pecandu narkoba yang seharusnya
mereka dapat menjalani program rehabilitasi, namun pada
kenyataannya banyak dari penyalahgunaan narkoba yang
justru dimasukkan ke dalam penjara setelah mereka
ditangkap.
Lapas Kelas II A Salemba memberikan kegiatan
pembinaan berupa pembinaan kepribadian yang bertujuan
untuk mengarahkan individu terhadap mental dan watak agar
dapat menjadi manusia seutuhnya yang lebih baik dan
bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat
dan negara. Selain itu, pembinaan kemandirian diarahkan
agar WBP setelah menjalani masa hukuman dapat kembali
berperan ke masyarakat dengan bakat dan keterampilan yang
telah dilatih.
Adapun program-program yang dilaksanakan oleh
Lapas Kelas II A Salemba merupakan suatu bentuk usaha
penanganan penyalahgunaan narkoba yaitu melalui program
rehabilitasi medis dan sosial. Rehabilitasi medis merupakan
suatu tahapan pengobatan pemulihan kesehatan agar WBP
terlepas dari ketergantungan terhadap narkoba. Program
rehabilitasi medis yang ada di Lapas Kelas II A Salemba di
antaranya yaitu kegiatan Konseling, Penanganan Gawat
Darurat Narkotika, Farmakoterapi, dan Rujukan. Sedangkan
rehabilitasi sosial merupakan suatu proses kegiatan
10
pemulihan agar penyalahgunaan narkoba dapat berfungsi dan
diterima kembali di masyarakat. Program rehabilitasi sosial
yang ada di Lapas Kelas II A Salemba berupa Bimbingan
Individu, Bimbingan Kelompok, Bimbingan Personal Life
Skill.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis
bermaksud melakukan penelitian mendalam mengenai isu
tersebut dalam bentuk penelitian skripsi yang berjudul
“Rehabilitasi Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Kasus
Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dipaparkan di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini yaitu:
1. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa
setiap tahunnya pengguna narkoba semakin meningkat,
oleh karena itu perlu diketahui faktor apa yang melatar
belakangi seseorang menggunakan narkoba.
2. Sejauh mana pemahaman seseorang terhadap bahaya
penggunaan narkoba.
3. Proses pelaksanaan rehabilitasi yang diberikan Lapas
Kelas II A Salemba kepada WBP kasus narkoba.
4. Dampak rehabilitasi terhadap WBP kasus narkoba
11
C. Batasan Masalah
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan terarah
serta menghindari kesalah pahaman dalam penafsiran yang
terlalu luas, maka dari itu penulis memberikan batasan fokus
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Pelaksanaan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
bagi Warga Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.
2. Dampak yang diperoleh bagi Warga Binaan
pemasyarakatan selama mengikuti kegiatan rehabilitasi
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba melaksanakan program rehabilitasi bagi Warga
Binaan Pemasayarakatan kasus narkoba?
2. Bagaimana dampak yang diperoleh selama Pelaksanaan
Program Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan program rehabilitasi
bagi Warga Binaan Pemasayarakatan kasus narkoba
12
yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan
kelas II A Salemba.
b. Untuk mengetahui dampak yang diperoleh selama
pelaksanaan program rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu:
a. Manfaat Akademik
1) Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan
wawasan baru dan menambah ilmu pengetahuan
untuk dijadikan bahan pemberitahuan bagi
pembacanya.
2) Penelitian dijadikan sebagai suatu cara untuk
melatih kemahiran penulis dalam menghasilkan
karya ilmiah.
3) Penelitian dijadikan sebagai sumber literasi di
bidang ilmu kesejahteraan sosial tentang
rehabilitasi bagi Warga Binaan Pemasyarakatan
kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan.
b. Manfaat Praktik
1) Penelitian diharapkan mampu membantu Lapas
dalam melaksanakan rehabilitasi terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba yang
sesuai.
13
2) Hasil Penelitian diharapakan mampu menjawab
pertanyaan sesuai dengan yang diteliti.
3) Hasil penelitian diharapkan mampu menunjang
praktisi yang berprofesi dalam bidang
koreksional agar mampu menjalankan tugasnya
secara maksimal.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan
pustaka terhadap beberapa hasil penelitian terdahulu.
Tinjauan pustaka digunakan sebagai landasan berfikir serta
untuk membantu penulis mengetahui permasalahan yang
akan diangkat dalam melaksanakan penelitian. Berikut ini
terdapat beberapa hasil penelitian yang dijadikan penulis
untuk bahan perbandingan yaitu:
1. Nama : Oktaviani
Jurusan/Universitas : Kesejahteraan Sosial/UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Judul Skripsi : Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba Melalui Program
Satuan Karya Pramuka (SAKA)
Anti Narkoba Oleh Badan
Narkotika Nasional Kota
(BNNK) Tangerang Selatan
Isi Skripsi : Dalam penelitian ini dapat
diketahui bahwa pembahasan yang
diangkat yaitu mengenai
14
Pencegahan penyalahgunaan
narkoba melalui program SAKA
oleh BNNK di Tangerang Selatan.
Bentuk program pencegahan yang
diberikan BNN yaitu: (1)
Kampanye Anti Penyalahgunaan
Narkotika, (2) Penyuluhan Seluk
Beluk Narkotika, (3) Pendidikan
dan Pelatihan Kelompok Sebaya,
(4) Upaya Mengawasi dan
Mengendalikan Produksi dan
Distribusi Narkotika di
Masyarakat.
Persamaan : Dari penelitian yang saya lakukan
terdapat persamaan dalam
pembahasan tema yang diambil
yaitu mengenai penyalahgunaan
narkoba di masyarakat.
Perbedaan : Dari penelitian yang saya lakukan
terdapat perbedaan pada isi dari
penelitian yang akan dilakukan
yaitu lebih mengarah kepada
proses rehabilitasi serta hasil yang
diharapkan dari program
rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus narkoba di
15
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba.
2. Nama : Balqis Anjani Arifin
Jurusan/Universitas : PMI Konsentrasi Kesejahteraan
Sosial/UIN Alauddin Makassar
Judul Skripsi : Rehabilitasi Sosial Korban
Napza di Panti Sosial Marsudi
Putra Toddopuli Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar
Isi Skripsi : Dalam penelitian ini dapat
diketahui bahwa pembahasan yang
diangkat yaitu mengenai
Rehabilitasi sosial korban napza di
panti sosial. Penelitian ini
bertujuan (1) Untuk mengetahui
proses rehabilitasi sosial, (2)
Untuk mengetahui manfaat
rehabilitasi sosial, dan (3) Untuk
mengetahui apa saja faktor
penghambat dalam pelaksanaaan
rehabilitasi sosial di panti sosial
Marsudi Putra Toddopuli
Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar.
Persamaan : Dari penelitian yang saya lakukan
terdapat persamaan dalam
16
pembahasan tema mengenai
rehabilitasi napza.
Perbedaan : Perbedaan dari penelitian yang
saya lakukan terletak pada
pembahasan yang penulis lakukan
yaitu mengenai program
rehabilitasi yang dilakukan dalam
ranah Lapas Kelas II A Salemba.
3. Nama : Roudhotul Firdha
Jurusan/Universitas : Kesejahteraan Sosial/UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Judul Skripsi : Rehabilitasi Sosial Untuk
Penyalahgunaan Napza di
Yayasan Karya Peduli Kita
Tangerang Selatan
Isi Skripsi : Dalam penelitian ini dapat
diketahui bahwa pembahasan yang
diangkat yaitu mengenai
rehabilitasi sosial untuk
penyalahgunaan napza di yayasan
karya peduli kita Tangerang
Selatan. Penelitian ini
menyebutkan bentuk-bentuk terapi
rehabilitasi sosial diantaranya
yaitu: (1) Terapi medis, (2) Terapi
psikiatrik, (3) Terapi psikososial,
(4) Terapi psikoreligius.
17
Persamaan : Dari penelitian yang saya lakukan
terdapat persamaan dalam
pembahasan mengenai rehabilitasi
pada subyek kasus narkoba.
Perbedaan : Dari penelitian yang saya lakukan
terdapat perbedaan pada lokasi
penelitian dan tujuan penelitian
yang akan dibahas.
4. Nama : Ibrahim Nainggolan
Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum/Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara
Judul Jurnal : Lembaga Pemasyarakatan
dalam Menjalankan Rehabilitasi
terhadap Narapidana Narkotika
Isi Jurnal : Dalam penelitian ini dapat
diketahui bahwa pembahasan ini
mengenai rehabilitasi terhadap
narapidana narkotika yang
diselenggarakan
Lembaga
Pemasyarakatan seperti yang
dijelaskan dalam UU No. 39 tahun
2009 tentang narkotika dan UU
No. 12 tahun 1995 tentang
pemasyarakatan dan bagaimana
kebijakan Lembaga
Pemasyarakatan dalam
pelaksanaan rehabilitasi terhadap
18
pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika
Persamaan : Dari penelitian yang saya lakukan
terdapat persamaan dalam
pembahasan mengenai rehabilitasi
terhadap Warga Binaan
Pemasyarakatan tindak pidana
penyalahgunaan narkoba.
Perbedaan : Dari penelitian yang saya lakukan
terdapat perbedaan pada
pembahasan mengenai bagaimana
Lapas memberikan program
rehabilitasi serta hasil yang
diharapkan dari program
rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus narkoba.
5. Nama : Anasarach Dea Delinda
Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum/Universitas
Lampung
Judul Jurnal : Peran Lembaga
Pemasyarakatan dalam
Rehabilitasi terhadap
Narapidana Narkotika (Studi di
Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Klas II A Jakarta)
Isi Jurnal : Dalam penelitian ini dapat
diketahui bahwa pembahasan ini
19
mengenai peran Lembaga
Pemasyarakatan dalam rehabilitasi
terhadap narapidana narkotika
yaitu dengan memberikan program
terapi dan pelatihan. Selain itu
dijelaskan pula hambatan yang
dialami Lembaga Pemasyarakatan
dalam melaksanakan rehabilitasi
tersebut salah satunya yaitu
kurangnya minat narapidana
terhadap program pembinaan
tersebut.
Persamaan : Persamaan dengan penelitian yang
saya lakukan terletak pada
program rehabilitasi yang
diberikan Lembaga
Pemasyarakatan kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan kasus
narkoba.
Perbedaan : Perbedaan dengan penelitian yang
saya lakukan terletak pada
pelaksanaan program rehabilitasi
yang dijalankan Lapas Kelas II A
Salemba serta hasil yang
diharapkan bagi WBP dan tempat
penelitian yang akan saya lakukan.
20
Meninjau dari penelitian terdahulu yang saya
temukan, terdapat perbedaan dalam penelitian yang saya
lakukan yaitu program-program rehabilitasi yang ada di
Lapas Kelas II A Salemba, karena seperti yang telah
disebutkan di atas program rehabilitasi yang ada di Lapas
Kelas II A Salemba tidak sama dengan program-program
yang ada di lembaga lainnya. Selain itu, pada penelitian
saya juga akan menjelaskan bagaimana hasil yang
diharapkan dari pelaksanaan program rehabilitasi bagi
Warga Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba peroleh
setelah mereka mengikuti program rehabilitasi yang tidak
dijelaskan pada penelitian sebelumnya.
G. Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran
Rehabilitasi diartikan sebagai kegiatan untuk mencari
alternatif-alternatif sebagai sarana pemulihan untuk
kepentingan kemanusiaan dan dalam rangka penelitian,
pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. (Sujono
2011, 74)
H. Metode Penelitian
Suatu penelitian dilakukan sebagai suatu usaha untuk
menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran dan
mencari kembali suatu pengetahuan dengan menggunakan
metode-metode ilmiah. Kegiatan mencari kembali
menggambarkan suatu proses sirkuler yang memiliki
21
mekanisme bersinambungan. Artinya jika sebuah penelitian
telah dilakukan dan hasil ditemukan maka akan berlanjut
kepada penelitian lain untuk mengkaji hal-hal yang belum
terungkap dalam penelitian sebelumnya. Menggunakan
metode ilmiah berarti penelitian dilakukan secara sistematis
guna mencari jawaban atas suatu permasalahan melalui
pengumpulan data empiris dan diolah berdasarkan teknik
tertentu guna memperoleh kesimpulan yang benar. (Satori
2013, 18)
Dalam jurnal Skripsi yang berjudul “Program
Rehabilitasi Sosial Bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta: Perspektif
Pekerjaan Sosial Koreksional”, oleh Ilmawati Hasanah
menjelaskan bahwa menurut Kristi Poerwandi, metodologi
penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan data
atau bukti yang dalam hal ini perencanaan tindakan yang
dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh
untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian.
1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
suatu pendekatan penelitian yang mengungkapkan situasi
sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara
benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik
pengumpulan dan analisis data yang relevan yang
diperoleh dari situasi yang alamiah. (Satori2013, 25)
22
Menurut Bogdan dan Taylor, metode penelitian
kualitatif merupakan proses penelitian dengan
menghasilkan data deskriptif kualitatif dalam bentuk
kata-kata tertulis atau perkataan secara langsung dari
hasil pengamatan perilaku terhadap orang lain.
Kemudian, tidak ketinggalan Lexy J. Moleong
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subyek penelitian (contohnya:
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain
sebagainya) secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah. (Prastowo 2016, 22-23)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa pendekatan penelitian kualitatif adalah penelitian
yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu kejadian
nyata secara alami tanpa dibuat-buat atau manipulasi
dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan lisan serta tidak
menggunakan teknik perhitungan angka guna untuk
memahami permasalahan yang diteliti.
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
penelitian deskriptif, Menurut Nazir, metode deskriptif
adalah metode yang digunakan untuk meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
23
suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa
pada masa sekarang. Oleh Suharsimi Arikunto,
ditegaskan bahwa penelitian deskriptif tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi
hanya menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu
variabel, gejala, atau keadaan. (Prastowo 2016, 186)
Dari ulasan penelitian deskriptif tersebut tujuan
penulis ingin melihat pelaksanaan program rehabilitasi
yang ditujukan bagi WBP di Lapas Kelas II A Salemba.
3. Sumber Data
Sumber data merupakan asal usul darimana data atau
informasi diperolah dalam penelitian. Dalam penelitian
sumber data terbagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Data Primer, adalah data yang diperoleh penulis secara
langsung melalui teknik observasi dan wawancara
kepada informan yang dapat memberikan informasi
secara detail sesuai kebutuhan penulis di antaranya
yaitu Penanggung jawab program rehabilitasi, staf
atau personel divisi rehabilitasi, pembina Warga
Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba, dan Warga
Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba di Lapas Kelas
II A Salemba.
b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh penulis
dari sumber yang sudah ada seperti melalui dokumen,
arsip-arsip, surat kabar atau media kabar seperti koran,
buku-buku, jurnal, dokumentasi, dan sumber lainnya
24
yang berhubungan dalam penelitian. Data sekunder ini
penulis dapat dari website Lapas Salemba Kelas II A,
buku, buku harian atau jurnal, berita internet, dan
tulisan lainnya.
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi yang diambil penulis dalam penelitian ini
yaitu Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba yang
beralamat di Jl. Percetakan Negara NO. 88 A, RT 12/
RW 4, Rawasari, Cemp. Putih, Kota Jakarta Pusat,
10570. Waktu penelitian yang penulis lakukan
berlangsung selama 6 (enam) bulan yaitu bulan Januari
2020 sampai bulan Juni 2020.
Tabel 1. 2
Timeline Waktu Penelitian
NO
KEGIATAN
Oktober
2019
November
2019
Desember
2019
I II III IV I II III IV I II III IV
1. Proses pembuatan
proposal skripsi
X X X X X X X
2. Proses sidang
proposal skripsi
X
3. Penyerahan surat ke
dosen pembimbing
dan revisi proposal
skripsi
X
4. Revisi skripsi BAB I X
5. Bimbingan BAB I X
Sumber: Olahan Data Pribadi
25
Tabel 1. 3
Lanjutan Timeline Waktu Penelitian
NO
KEGIATAN
Januari
2020
Februari
2020
Juni
2020
Ags
2020
I II III IV I II III IV I II III IV
1. Proses Pengumpulan
Data
X
2. Proses Pengolahan
Data
X
3. Proses Pelaksanaan
Wawancara
X X X X X X X
4. Proses Pelaksanaan
Observasi
X X X X X
3. Proses Penyajian
Data
X X X
4. Proses Analisis Data X X X X X
5. Proses Pengerjaan
Kesimpulan Data
X
6. Paparan Hasil
Penelitian (Sidang
Skripsi)
X
Sumber: Olahan Data Pribadi
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian kualitatif dibutuhkan teknik pengumpulan
data. Metode pengumpulan data berkaitan erat dengan
masalah penelitina yang akan dipecahkan. Berikut ini
beberapa teknik pengumpulan data yang penulis lakukan
yaitu: (Satori, 2013, 103-145)
a. Wawancara
Yang dimaksud teknik wawancara yaitu
melakukan hubungan komunikasi atau perbincangan
26
antara penanya dan narasumber dengan maksud
mengumpulkan informasi dari pihak narasumber.
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan
data untuk mendapatkan informasi yang digali dari
sumber data langsung melalui percakapan atau tanya
jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya
mendalam karena ingin mengeksplorasi informasi
secara holistik dan jelas dari informan.
Dalam kumpulan data melalui wawancara
penulis telah memperisapkan hal-hal yang diperlukan
terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara yaitu
penulis melakukan pemilihan informan berdasarkan
kebutuhan data dan informasi dalam penelitian ini.
Selain itu, pemilihan informan ditentukan berdasarkan
terwawancara yang komunikatif dan dapat
bekerjasama. Selanjutnya penulis juga telah
mempersiapkan beberapa pertanyaan wawancara untuk
diajukan kepada terwawancara. Proses selama
melakukan wawancara berjalan seperti pembicaraan
biasa tidak terlalu formal ataupun kaku.
b. Observasi
Observasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) yaitu pengamatan, pemantauan atau
peninjauan yang dilakukan secara cermat dan akurat.
Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek
yang diteliti baik secara langsung maupun tidak
27
langsung untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian.
Untuk metode observasi dalam penelitian ini
penulis mengunjungi Lapas Kelas II A Salemba secara
rutin untuk melakukan pengamatan langsung melalui
kegiatan-kegiatan atau program yang ada di Lapas
Kelas II A Salemba di antaranya yaitu program
rehabilitasi dan pembinaan kemandirian. Penulis
selanjutnya mencatat hasil pengamatan yang diperoleh
di buku catatan lapangan penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian kualitatif
merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara. Studi dokumentasi yaitu
mengumpulkan dokumen dan data-data yang
diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah
secara intens sehingga dapat mendukung dan
menambah kepercayaan dan pembuktian suatu
kejadian.
6. Teknik Analisis Data
Analisis adalah suatu usaha untuk mengurai suatu
masalah atau fokus kajian menjadi bagian-bagian
sehingga susunan/tatanan bentuk sesuatu yang diurai itu
tampak dengan jelas dan karenanya bisa secara lebih
terang ditangkap maknanya atau lebih jernih dimengerti
perkaranya.
28
Bogdan & Biklen mengemukakan bahwa analisis
data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mengintensiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Berdasarkan konsep-konsep tersebut dapat dipahami
bahwa analisis data kualitatif adalah proses mencari, dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
(Satori 2013, 199)
7. Teknik Keabsahan Data
Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong
dalam bukunya Metodelogi Kualitatif, untuk menentukan
keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi.
Dimana triangulasi adalah teknik pemeriksaaan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu. (Moleong 2009, 330)
29
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik
triangulasi dengan cara membandingkan sumber-sumber
data yang diperoleh di lapangan dengan kenyataan yang
ada pada saat penelitian.
8. Pedoman Penulisan Skripsi
Pedoman penulisan skripsi merujuk pada Keputusan
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta No 507 tahun
2017 mengenai pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi,
tesis, dan disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Teknik Pemilihan Informan
Metode penelitian yang digunakan dalam pemilihan
informan yaitu teknik Purposive Sampling, Purposive
Sampling menentukan subjek/objek sesuai tujuan.
Meneliti dengan menggunakan kualitatif umumnya sudah
menentukan lokasi yang akan dituju. Dengan
pertimbangan pribadi sesuai topik penelitian, penulis
memilih subjek/objek sebagai unit analisis. Penulis
memilih unit analisis tersebut dilihat dari kebutuhannya
dan menilai bahwa unit analisis tersebut sudah dapat
terwakili.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis bisa
menentukan dan mengetahui siapa saja yang dapat
dijadikan sebagai informan untuk memperoleh informasi
sesuai kebutuhan serta bagaimana proses pemilihan
informasi untuk dijadikan objek penelitian sebagai bahan
penulisan bagi peneliti.
30
Tabel 1.4
Informan Penelitian NO Informan Informasi yang Diperoleh Jumlah
1. Pembina
Program
Rehabilitasi
Mengetahui TUPOKSI Pembina
dan Mengetahui Profil Program
Rehabilitasi
1 orang
2. Pengawas Tim
Rehabilitasi
Mengetahui TUPOKSI Pengawas
Tim Rehabilitasi serta proses-
proses pengawasan dalam
rehabilitasi
1 orang
3. Dokter
Penanggung
Jawab/ Dokter
Pelaksana
Rehabilitasi
Mengetahui TUPOKSI Dokter
Penanggung Jawab/ Dokter
Pelaksana, Mengetahui hasil
assessment dan diagnosa peserta
rehabilitasi
1 orang
4. Tim Pelaksana
Rehabilitasi
Mengetahui TUPOKSI Tim
Pelaksana, Mengetahui tahap-tahap
rehabilitasi
1 orang
5. Warga Binaan
Pemasyarakatan
Mengetahui apa saja yang diperoleh
pada saat pelaksanaan program
rehabilitasi serta bagaimana
dampak yang dirasakan selama
mengikuti program rehabilitasi
3 orang
Total Informan 7 Orang
Sumber: Olahan Pribadi
10. Sitematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi, tesis, dan disertasi
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I berisi tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan
31
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori dan kerangka pemikiran, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II berisi tentang landasan teori yang
akan digunakan dan membantu penelitian
mengenai rehabilitasi sosial bagi WBP kasus
narkoba di Lapas Kelas II A Salemba, kajian
pustaka, dan kerangka berfikir.
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR
PENELITIAN
Pada bab III berisi tentang gambaran
geografis, historis, sosial budaya, dan
sebagainya yang meliputi: sejarah Lapas Kelas
II A Salemba, visi dan misi Lapas Kelas II A
Salemba, tugas dan fungsi Lapas Kelas II A
Salemba, program dan struktur Lapas Kelas II
A Salemba.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab IV berisi tentang penjelasan
penyajian data dan temuan penelitian
mengenai hasil penelitian yang dilakukan
peneliti yaitu rehabilitasi sosial bagi WBP
kasus narkoba di Lapas Kelas II A Salemba.
32
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab V berisi tentang uraian yang
mengaitkan latar belakang, teori, dan rumusan
teori baru dari penelitian yang meliputi proses
rehabilitasi sosial, dampak rehabilitasi sosial,
metode pembinaan yang diterapkan kepada
warga binaan pemasyarakatan kasus narkoba
di Lapas Kelas II A Salemba, dan perihal
lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan.
BAB VI PENUTUP
Pada bab VI berisi kesimpulan, Implikasi, dan
saran, dengan menyajikan kesimpulan hasil
penelitian pada masing-masing bab
sebelumnya, guna memberikan saran yang
membangun kepada peneliti atau lembaga atau
praktisi profesi lain yang berkaitan.
A. Rehabilitasi
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Teori Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah proses pemulihan terhadap
ketergantungan penyalahgunaan narkotika (pecandu)
meliputi aspek biopsikososial dan spiritual sehingga
memerlukan waktu lama, kemampuan keras, kesabaran,
konsistensi dan pembelajaran secara terus menerus.
(Mappaire 1982, 32)
Adapun pengertian lainnya mengatakan bahwa
rehabilitasi adalah usaha untuk memulihkan bagi pecandu
narkotika untuk hidup sehat jasmani dan rohani sehingga
dapat menyesuaikan dan meningkatkan kembali
keterampilan, pengetahuan, serta kepandaiannya dalam
lingkungan hidup. (Sudarsono 1990, 87)
Selain itu, rehabilitasi merupakan suatu proses
pemulihan pasien gangguan penggunaan NAPZA baik
dalam jangka waktu pendek ataupun panjang yang
bertujuan mengubah perilaku mereka agar siap kembali ke
masyarakat. (Kemenkes 2010)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa rehabilitasi merupakan suatu proses perbaikan
terhadap pecandu penyalahguna narkoba yang meliputi
aspek fisik, sosial dan keagamaan agar terhindar dari
ketergantungan narkoba dan dapat diterima kembali di
33
34
masyarakat dengan cara mengembangkan bakat serta
keterampilan yang dimiliki.
2. Jenis-Jenis Rehabilitasi
Ada beberapa jenis rehabilitasi dalam Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, dalam
buku AR. Sujono, Bony Daniel yaitu: (A. Sujono 2011,
74)
1. Rehabilitasi medis yaitu proses kegiatan pengobatan
secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari
ketergantungan narkotika. Tahap ini pecandu
diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental
oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan
apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk
mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita.
Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan
berat ringannya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter
butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna
mendeteksi gejala kecanduan narkoba tersebut.
2. Rehabilitasi sosial yaitu proses kegiatan pemulihan
secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial, agar
bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan
fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Tahap ini
pecandu ikut dalam kegiatan program rehabilitasi
sosial seperti yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba.
35
3. Tujuan Rehabilitasi
Tujuan dari rehabilitasi adalah membuat seseorang
menyadari akan potensi-potensi yang dimilikinya dan
melalui sarana dan prasaranan yang diberikan berusaha
untuk mewujudkan potensi-potensi tersebut secara
maksimal agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara optimal. (Rosdi 2018, 23)
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 3 tentang
Rehabilitasi Narkotika bagi Tahanan dan Warga Binaan
Pemasyarakatan bertujuan untuk:
a. Memberikan pelayanan dan jaminan perlindungan
terhadap hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
b. Memulihkan dan mempertahankan kondisi kesehatan
Warga Binaan Pemasyarakatan yang meliputi aspek
biologis, psikologis dan sosial dari ketergantungan
terhadap narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya;
c. Meningkatkan produktifitas serta kualitas hidup
Warga Binaan Pemasyarakatan;
d. Mempersiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar
mampu menjalankan fungsi sosial di kehidupan
bermasyarakat.
36
4. Tahapan Rehabilitasi
Tahapan rehabilitasi narkoba bagi WBP seperti
yang tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (HAM) Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Narkotika bagi
Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 5
berbunyi bahwa Rehabiltasi narkotika bagi Tahanan dan
Warga Binaan Pemasyarakatan dilaksanakaan melalui
tahapan:
a. Skrinning
Skrinning dilakukan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi jenis zat yang digunakan serta
tingkat risiko penyalahguaan narkotika. Pelaksanaan
skrining dilakukan oleh:
1) Dokter
2) Perawat
3) Petugas pemasyarakatan yang telah mendapatkan
pelatihan
Berdasarkan tingkat risiko penyalahgunaan
narkotika terdiri dari tingkat risiko ringan, sedang dan
berat. Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan
dengan hasil Skrining menunjukkan tingkat risiko
ringan, diberikan edukasi tentang bahaya dan risiko
penyalahgunaan narkotika. Tahanan dan Warga
Binaan pemasyarakatan dengan hasil Skrining
menunjukkan tingkat risiko sedang, diberikan
konseling adiksi. Tahanan dan Warga Binaan
37
Pemasyarakatan dengan hasil Skrining menunjukkan
tingkat risiko berat, dilakukan Asesmen Rehabilitasi.
b. Asesmen Rehabilitasi
Asesmen Rehabilitasi dilakukan oleh Tim
Asesmen Rehabilitasi, adapun Tim Rehabilitasi yang
dimaksud terdiri dari:
1) Dokter atau Psikolog
2) Wali Pemasyarakatan
3) Pembimbing Kemasyarakatan
Hasil Asesmen Rehabilitasi oleh Tim
dipergunakan sebagai dasar pemberian layanan
rehabilitasi narkotika.
c. Pemberian layanan rehabilitasi narkotika
Pemberian Layanan Rehabilitasi narkotika terdir
dari layanan:
1) Rehabilitasi Medis
2) Rehabilitasi Sosial
3) Pascarehabilitasi
Untuk mendukung keberhasilan pemberian
Layanan Rehabilitasi Narkotika dilaksanakan melalui
kegiatan dan layanan pendukung meliputi:
1) Perawatan kesehatan umum
2) Perawatan kesehatan akibat penyalahgunaan
narkotika
3) Perawatan mental dan spiritual
38
4) Pendidikan
5) Pelatihan kemandirian
Dijelaskan dalam Pasal 9 mengenai Layanan
Rehabilitasi Medis diberikan dalam bentuk:
1) Penanganan kondisi gawat darurat narkotika
2) Detoksifikasi dan terapi simtomatik
Detoksifikasi yaitu proses di mana pecandu
menghentikan penyalahgunaan narkoba di bawah
pengawasan dokter untuk mengurangi gejala
putus zat (sakau). Pada tahap ini pecandu narkoba
perlu mendapat pemantauan di rumah sakit oleh
dokter.
Terapi simtomatik yaitu memberikan obat
pada pecandu sesuai dengan gejala rasa sakit yang
ia rasakan. Misalnya jika ia merasakan sakit
kepala, maka diberikan obat penahan sakit kepala.
3) Terapi komorbiditas
Terapi komorbiditas yaitu terapi terhadap
gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-sama
dengan gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif
4) Terapi rumatan
Terapi rumatan (maintenance) biasa
disebut juga dengan terapi substitusi. Terapi ini
digunakan kepada pasien yang ketergantungan
heroin (opioda). Kebutuhan heroin (narkotika
ilegal) diganti (substitusi) dengan narkotika legal.
39
Beberapa obat yang sering digunakan adalah
kodein, bufrenorphin, metadone, dan nalrekson.
Obat-obatan ini digunakan sebagai obat
detoksifikasi, dan diberikan dalam dosis yang
sesuai dengan kebutuhan pecandu, kemudian
secara bertahap dosisnya diturunkan. (Husin &
Siste 2015)
5) Terapi non rumatan
Terapi non rumatan merupakan layanan
Rehabilitasi Medis yang dapat mengikutsertakan
psikolog, psikiater, apoteker atau analis
laboratorium.
Pada Pasal 10 terdapat Layanan Rehabilitasi Sosial
diberikan dalam bentuk:
1) Therapeutic Community
Adapun Therapuetic Community dalam kamus
Psikologi merupakan sebuah setting sosial dan
budaya yang dibentuk bagi alasan-alasan
terapeutik dan yang di dalamnya terdapat
individu-individu memerlukan kehidupan terapi.
Istilah ini diterapkan bukan hanya untuk kasus
psikiatrik tetapi juga bisa dibentuk oleh
keseluruhan lingkungan sosial, yang jika dikontrol
dengan tepat memiliki pengaruh yang bermanfaat.
(Reber dan Emily, 2010)
40
2) Criminon
Criminon diartikan sebagai no crime, terapi
ini memiliki tujuan untuk membentuk seorang
narapidana untuk tidak melakukan kembali tindak
kejahatan. Filosofi dasar dari Criminon yaitu,
bahwa pada dasarnya seseorang melakukan tindak
kejahatan dikarenakan kurangnya rasa percaya
diri. Tidak adanya rasa percaya diri ini membuat
seseorang tidak mampu untuk menghadapi
tantangan kehidupan serta tidak mampu
menyesuaikan diri dengan norma atau aturan yang
telah dibuat sehingga yang berkaitan melakukan
pelanggaran hukum.
3) Intervensi Singkat
Intervensi singkat adalah teknik yang
digunakan untuk memulai perubahan perilaku
yang tidak sehat atau beresiko pada Warga Binaan
Pemasyarakatan seperti merokok, kurang olahraga
serta penyalahgunaan narkoba.
Layanan Rehabilitasi Sosial dilaksanakan oleh
Dokter, Perawat atau Wali pemasyarakatan.
Pelaksanaan layanan Rehabilitasi Sosial
mengikutsertakan psikolog, konselor adiksi,
pekerja sosial atau rohaniawan.
41
Pada Pasal 11 Layanan Pasca
rehabilitasi diberika dalam bentuk:
a) Petemuan kelompok
b) Seminar pengembang diri
c) Dukungan kelompok keluarga
d) Fasilitas layanan professional
Layanan Pasca rehabilitasi dilaksanakan oleh
Dokter, Perawat, Wali Pemasyarakatan atau
Pembimbing Kemasyarakatan. Pelaksanaan layanan
Pasca rehabilitasi mengikutsertakan prikolog,
konselor adiksi, atau pekerja sosial.
B. Warga Binaan Pemasyarakatan
1. Pengertian Warga Binaan Pemasyarakatan
Di dalam UU Pemasyarakatan, narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan. Selain sebutan narapidana di
dalam UU Pemasyarakatan juga disebutkan Warga Binaan
Pemasyarakatan yang meliputi narapidana itu sendiri,
anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan.
(Pujileksono 2017, 128)
Terdapat pula dalam skripsi menurut Yoga
Pratama (Pratama 2016, 20) menjelaskan bahwa Warga
Binaan Pemasyarakatan adalah seseorang yang
melakukan tindak kejahatan, hukuman pidana serta di
tempatkan dalam suatu bangunan yang disebut Lembaga
42
Pemasyarakatan. Warga Binaan Pemasyarakatan secara
umum adalah orang yang kurang mendapat perhatian,
baik dari masyarakat maupun dari keluarganya. Sebab itu
ia memerlukan perhatian yang cukup dari petugas
Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan untuk dapat
memulihkan rasa percaya diri.
Dengan demikian Warga Binaan Pemasyarakatan
merupakan seseorang yang sedang menjalankan hukuman
di Lembaga Pemasyarakatan terhadap kesalahan yang
melanggar norma-norma di masyarakat.
2. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Selama Warga Binaan Pemasyarakatan menjalani
masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan, perlu diketahui
bahwa mereka juga berhak mendapatkan perlindungan
dan perhatian berupa hak-hak asasi manusia. Bukan
berarti dengan adanya hukuman pidana hak-hak WBP
dicabut dan tidak mendapatkan perlakuan yang sama.
Karena pada dasarnya adanya penghukuman pidana bukan
untuk menghilangkan hak-hak Warga Binan
Pemasyarakatan, tetapi memberikan hukuman serta
membuat jera bagi pelakunya atas kesalahan yang telah
diperbuat agar tidak mengulanginya kembali.
Hak-hak narapidana diatur dalam Pasal 14 UU
Pemasyarakatan. Hak-hak narapidana secara garis besar
dapat dibagi menjadi 2, yaitu: (1) Hak-hak umum, yang
secara langsung dapat diberikan kepada narapidana atau
Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga
43
Pemasyarakatan tanpa syarat-syarat tertentu yang bersifat
khusus. (2) Hak-hak khusus, yang harus diberikan kepada
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan yang telah
memenuhi persyaratan tertentu yang bersifat khusus yakni
persyaratan substantif dan administratif. (Pujileksono
2017, 139-140)
Adapun hak-hak yang bersifat umum, yaitu :
a. Menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan dan
atau agama masing-masing.
b. Memperoleh perawatan, baik perawatan jasmani
maupun rohani.
c. Menerima pendidikan serta pengajaran.
d. Memperoleh pelayanan kesehatan dan makanan yang
pantas.
e. Menyampaikan keluh kesah.
f. Memperoleh bacaan dan menonton siaran media
massa yang diperbolehkan.
g. Menerima upah atau premi atas tugas yang telah
dilakukan.
h. Mendapatkan kunjungan keluarga, penasehat hukum,
atau orang tertentu lainnya.
i. Memperoleh pengurangan masa pidana (remisi).
j. Memiliki kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mendatangi keluarga.
k. Memperoleh pembebasan bersyarat.
l. Memperoleh cuti menjelang bebas, dan
44
m. Memperoleh hak-hak lain sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku menurut PP No. 32 Tahun
1999 tentang Syarat-syarat Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
C. Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Awal pembaharuan pidana penjara dilakukan di
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat berkat
pengaruh buah pikiran Beccaria dan Jhon Howard tentang
kemanusiaan dan prinsip-prinsip perlakuan yang layak
bagi narapidana. Lalu diikuti oleh negara-negara Asia
yang mengakui kemerdekaan dan hak asasi manusia
dengan disemangati oleh asas kemanusiaan. (Poernomo
1986, 15)
Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir
didalam sistem Peradilan Pidana dan pelaksanaan putusan
pengadilan (Hukuman) didalam kenyataannya tidak
mempersoalkan seseorang yang benar-benar terbukti
bersalah atau tidak. Lembaga Pemasyarakatan bertujuan
memberikan pembinaan bagi pelanggar hukum tidak
semata mata membalas tetapi juga memperbaiki.
Mengalami perubahan seperti yang terkandung dalam
sistem pemasyarakatan yang memandang narapidana
adalah orang tersesat dan mempunyai waktu untuk
bertobat. (Panjaitan 1995, 63)
45
Lapas juga menjadi tempat melaksanakan
penghukuman yang mempunyai dampak terhadap
penghuninya. Lembaga Pemasyarakatan merupakan
tempat untuk mencapai tujuan pembinaan melalui
program-program pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi
Warga Binaan Pemasyarakatan dibina dan diamankan
untuk jangka waktu tertentu agar nantinya dapat hidup
kembali di tengah-tengah masyarakat sebagaimana
disebut dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan. (Pujileksono 2017, 126)
2. Kedudukan, Tujuan, dan Fungsi Lembaga
Pemasyarakatan
Kedudukan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
adalah sebagai unit pelaksana teknis di bidang pembinaan
narapidana. Lembaga Pemasyarakatan berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM. (Rahman 2016, 11-12)
Adapun tujuan dari Lembaga Pemasyarakatan
yaitu: (Pratama 2016, 26-27)
a. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara
yang baik dan bertanggung jawab.
46
b. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan
yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang
Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar
proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan.
c. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi
tahanan/para pihak berperkara serta keselamatan dan
kemanan benda-benda yang disita untuk keperluan
barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda
yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan
putusan pengadilan.
Sedangkan fungsi dari Lembaga Pemasyarakatan
adalah menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar
dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,
sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.
3. Konsep Lembaga Pemasyarakatan dan Sistem
Pemasyarakatan
Konsep pemasyarakatan ditujukan untuk
menggantikan konsep penjara peninggalan pemerintah
Belanda yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi dan
norma masyarakat Indonesia pasca kemerdekaan. (Zulfa
2011, 126)
Sistem Pemasyarakatan berfungsi untuk
menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat
berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
47
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang
bebas dan bertanggung jawab. (Pujileksono 2017, 126)
Menurut Dr. Saharjdo pada tahun 1964
pembaharuan dimulai dengan diawali adanya perubahan
sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem
pemasyarakatan ini dikembangkan berdasarkan asas
kemanusiaan yang dirumuskan dalam 10 (sepuluh) prinsip
pemasyarakatan sebagai prinsip digunakan dalam
memperlakukan narapidana. Kesepuluh prinsip tersebut
adalah sebagai berikut: (Diah Gustiani 2013, 52-53)
a. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan
memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga
yang baik dan berguna dalam masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak
hanya berupa finansial dan material, tetapi lebih
penting adalah mental, fisik dan keahlian,
keterampilan hingga orang mempunyai kemauan dan
kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi
warga yang baik, tidak melanggar hukum lagi dan
berguna dalam pembangunan Negara.
b. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari
Negara. Terhadap narapidana tidak boleh ada
penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara
perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya derita
hanya dihilangkan kemerdekannya.
c. Tobat tidak dapat tercapai dengan penyiksaan,
melainkan dengan bimbingan. Kepada narapidana
48
harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma
hidup dan kehidupan, serta diberi kesempatan untuk
merenungkan perbuatannya yang lampau. Narapidana
dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial
untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
d. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk
atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga.
e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana
harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh
diasingkan.
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak
boleh bersifat mengisi waktu yang hanya diperuntukan
kepentingan jabatan atau kepentingan Negara sewaktu
saja.
g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila.
h. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan
sebagai manusia, meskipun telah tersesat.
i. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang
kemerdekaannya.
j. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan
yang baru yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan
program-program pembinaan dan memindahkan
lembaga-lembaga yang berada di tengah-tengah kota
ke tempat-tempat yang sesuai dengan kebutuhan
proses pemasyarakatan.
Berdasarkan pemaparan prinsip tersebut dapat
diketahui bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan ini bukan
49
sebagai bentuk pembalasan hukuman dari Negara terhadap
pelaku tetapi sebagai tempat rehabilitasi untuk pelaku agar
memperbaiki diri menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Sistem pemasyarakatan menurut Undang-Undang
Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan
batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu
antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali
oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab.
D. Perspektif Pekerja Sosial Koreksional
1. Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional
Pengertian Pekerjaan Sosial menurut Charles
Zastrow (1986) merupakan kegiatan profesional untuk
membantu individu-individu, kelompok-kelompok dan
masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki
kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta
menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan
mereka mencapai tujuan.
Selanjutnya menurut (Rex A. Skidmore 1991, 224)
menjelaskan bahwa pekerja sosial koreksional adalah
proses pertolongan secara keseluruhan terhadap orang-
50
orang yang telah melanggar hukum untuk direhabilitasi.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa
proses pertolongan dalam pekerjaan sosial koreksional
memfokuskan pekerjaannya pada orang dan tingkah laku
serta lingkungan sosialnya, serta mempengaruhi tingkah
laku dari anggota masyarakatnya.
Lembaga Pemasyarakatan mempunyai suatu
profesi pekerjaan sosial atau istilah dalam Lembaga
Pemasyarakatan yaitu petugas pemasyarakatan yang
membantu narapidana, adapun pengertian pekerjaan sosial
di setting koreksional menurut (Dorang 2010) pekerjaan
sosial merupakan sub sistem pada sistem peradilan
pidana. Pekerjaan sosial koreksional adalah pelayanan
profesional pada setting koreksional yang meliputi
Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan, bapas
narkoba dan settinglain dalam sistem peradilan Indonesia
yang bertujuan untuk membantu pemecahan masalah
klien serta dapat meningkatkan keberfungsian sosialnya.
Penjelasan tersebut bahwa pekerjaan sosial
koreksional merupakan bagian profesi pekerjaan sosial
yang bersinergi antara penegakan hukum, pengadilan dan
Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang mempunyai
permasalahan di dalam atau di luar Lembaga
Pemasyarakatan merupakan tanggung jawab dari
pekerjaan sosial koreksional.
51
2. Tujuan Pekerjaan Sosial Koreksional
Tujuan pekerjaan sosial dibidang koreksional
adalah membantu narapidana untuk meningkatkan
kemampuannya dalam mengatasi masalah yang dialami
oleh narapidana selama menjalani proses hukuman.
Adapun tujuan pekerjaan sosial dibidang koreksional yang
lebih spesifik mengarah pada tindakan yaitu: (Dorang
2010)
a. Membantu narapidana agar dapat menyesuaikan diri
dengan kehidupan Lembaga Pemasyarakatan.
b. Membantu klien memahami diri mereka sendiri
(narapidana), relasi dengan orang lain dan apakah
harapan mereka sebagai anggota masyarakat dalam
kehidupan mereka.
c. Membantu narapidana melakukan perubahan sikap
dan tingkah laku agar sesuai dengan nilai dan norma
masyarakat.
d. Membantu narapidana melakukan penyesuaian diri
yang baik dalam masyarakat.
e. Membantu narapidana memperbaiki relasi sosial
dengan orang lain (keluarga, isteri/suami, tetangga dan
lingkungan sosial.
3. Fungsi Pekerjaan Sosial Koreksional
Adapun fungsi pekerjaan sosal koreksional sebagai
berikut: (Dorang 2010)
a. Membantu narapidana memperkuat motivasinya.
52
b. Memberikan kesempatan kepada narapidana untuk
menyalurkan perasaan-perasaannya dan memberikan
informasi kepada narapidana.
c. Membantu pelanggar hukum untuk membuat
keputusan-keputusan.
d. Membantu narapidana merumuskan situasi yang
dialaminya.
e. Memberikan bantuan dalam hal merubah atau
memodifikasi lingkungan keluarga dan lingkungan
dekat.
f. Membantu pelanggar hokum mengorganisasi kembali
pola-pola perilakunya dan memfasilitasi kegiatan
rujukan.
4. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional
Adapun peranan pekerjaan sosial koreksional
antara lain: (Dorang 2010)
a. Meningkatkan kapasitas warga binaan dalam
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
b. Mencari dan mengkaitkan sumber-sumber yang
tersedia.
c. Meluaskan jaringan pelayanan sosial.
d. Mempromosikan keadilan sosial menggunakan
pengembangan kebijakan.
e. Teacher (guru) menggunakan pendekatan cinta bukan
dengan kekerasan.
f. Menjalankan konseling atau kerjasama dengan
keluarga serta masyarakat atau tokoh masyarakat.
53
E. Penyalahgunaan Narkoba
1. Pengertian Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Narkotika secara
etimologis berasal dari bahasa Inggris narcose atau
narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Kata
narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke yang
berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.
(Sasangka 2003, 35)
WHO (World Health Organization) memberikan
definisi tentang narkotika yaitu suatu zat yang apabila
dimasukkan ke dalam tubuh akan memperngaruhi fungsi
fisik dan psikologis (kecuali makanan, air, atau oksigen).
(Lisa 2013, 2)
Penyalahgunaan narkoba dijelaskan dalam skripsi
(Dipo 2017, 36-37) adalah pengguna tanpa hak dan
kewajiban melawan hukum, yang dilakukan tidak untuk
maksud pengobatan, tetapi karena ingin mengiktui
pengaruhnya dalam jumlah berlebih, kurang teratur dan
berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan fisik, mental dan kehidupan sosial.
2. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba
Faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan
narkoba yang semakin merajalela terkait dengan beberapa
faktor yaitu: (Kadarmanta 2010, 71-73)
a. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan ini
menyangkut teman sebaya, orang tua dan remaja
54
(individu) itu sendiri. Pada masa remaja, teman sebaya
menduduki peran utama pada kehidupan mereka,
bahkan menggantikan peran keluarga/orang tua dalam
sosialisasi dan aktivitas waktu luang dengan hubungan
yang bervariasi dan membuat norma dan sistem nilai
yang berbeda.
b. Faktor Individu. Selain faktor lingkungan, peran
genetik juga merupakan komponen yang berpengaruh
terhadap penyalahgunaan narkoba. Orang tua pelaku
penyalahgunaan narkoba cenderung menurun kepada
anaknya.
c. Faktor Sekolah dan Komunitas. Komitmen rendah
terhadap sekolah, terwujud dalam perilaku yang
datang ke sekolah hanya untuk ketemu teman,
merokok, lalu membolos sekolah.
3. Dampak-Dampak Penyalahgunaan Narkoba
a. Pengertian Dampak Program
Dampak adalah akibat atau pengaruh yang
terjadi dari sebuah tindakan seseorang/kelompok
yang melakukan kegiatan tertentu. Menurut Otto
Soemarwoto (1998: 34), menyatakan dampak
merupakan suatu perubahan yang terjadi akibat
aktifitas. Aktifitas tersebut dapat bersifat alamiah baik
kimia, fisik maupun biologi dan aktifitas dapat pula
dilakukan oleh manusia.
Program rehabiliatasi narkoba bagi WBP pada
Lapas Kelas II A Salemba bagian dari upaya untuk
55
memberikan suatu perubahan yang menuju kearah
lebih baik dalam bentuk kesehatan fisik dan jasmani.
Untuk mencapai dampak tersebut dibutuhkan
rangkaian program yang satu sama lain saling
berhubungan seperti rehabilitasi medis dan sosial.
Program sendiri merupakan pernyataan yang
berisi kesimpulan dari beberapa harapan atau tujuan
yang saling bergantung dan saling terkait, untuk
mencapai suatu sasaran yang sama. Biasanya suatu
program mencakup seluruh kegiatan yang berada
dibawah unit administrasi yang sama atau sasaran-
sasaran yang saling bergantung dan saling
melengkapi, yang semua harus dilaksanakan secara
bersamaan atau beruntutan. (Prabowo 2009, 349).
b. Dampak Tidak Langsung dan Langsung
Penyalahgunaan Narkoba
1) Dampak Tidak Langsung
Dari segi medis, narkoba memiliki dampak
yang sangat positif bagi kegiatan pertolongan
medis yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan
dan pendekatan keilmuan yang telah terukur, maka
narkoba juga dapat memberikan dampak negatif
secara tidak langsung bagi penyalahgunaan
narkoba, yaitu: (Kadarmanta 2010, 53-62)
56
a) Akan banyak uang yang dibutuhkan untuk
penyembuhan dan perawatan kesehatan
pecandu.
b) Dikucilkan dalam masyarakat dan pergaulan
orang-orang baik.
c) Keluarga akan malu karena mempunyai
anggota keluarga yang menjadi pecandu.
d) Kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat
dikeluarkan dari sekolah/perguruan tinggi.
e) Kerugian aset bangsa, karena akan
mempercepat proses kematian karakter bangsa
ini.
f) Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena
umumnya pecandu narkoba akan gemar
berbohong dan melakukan tindak criminal.
g) Dosa akan terus bertambah karena lupa akan
kewajiban menjalankan ajaran Tuhan.
h) Bisa dijebloskan ke dalam penjara.
2) Dampak Langsung
Sedangkan, dampak langsung bagi
penyalahgunaan narkoba yaitu:
a) Bagi tubuh manusia (jasmani) adalah adanya
gangguan pada jantung, urinarius, otak, tulang,
pembuluh darah, kulit, sistem syaraf, paru-
paru, dan gangguan pada sistem pencernaan
(dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya
57
seperti HIV/AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC,
dll);
b) Bagi kejiwaan/mental adalah menyebebakan
depresi, mental dan gangguan jiwa berat,
bunuh diri, melakukan tindak kejahatan,
kekerasan serta pengrusakan.
F. Teori-Teori
1. Teori Social Learning
Teori pembelajaran sosial merupakan informasi
baru dan perilaku baru yang di dapat oleh individu dengan
cara melihat dan meniru perilaku individu lain (belajar
observasional). Teori pembelajaran sosial ialah
menjelaskan bagaimana seseorang mengalami
pembelajaran dalam lingkungan sekitarnya, menurut
Bandura bahwa tingkah laku lingkungan dan kejadian-
kejadian di dalam pada pembelajaran yang mempengaruhi
presepsi dan tindakan adalah hubungan yang saling
berpengaruh. Pembelajaran juga merupakan proses
perubahan tingkah laku ke arah yang positif seseorang
terhadap sesuatu keadaan tertentu yang di sebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang keadaan itu, di mana
perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau
pemaksaan atau kondisi sementara (Mabuk, lelah dll).
(Pujileksono 2017, 19-20)
Dapat diketahui bahwa pembelajaran sosial ialah
individu mengamati, meniru dan memodelkan informasi
yang baru didapat atau meniru perilaku orang lain.
58
Dengan teori pembelajaran sosial juga meliputi perubahan
baik berpikir, perilaku, pengetahuan, kebiasaan, sikap dan
lain-lain. Lapas Kelas II A Salemba memberikan program
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial salah satunya
dalm bentuk kegiatan pembinaan kemandirian guna
merubah kebiasaan buruk Warga Binaan Pemasyarakatan
dengan kegiatan-kegiatan positif seperti mendapatkan
pelatihan mengenai pelatihan keterampilan, kegiatan
kerohanian, olahraga dan lain-lain.
Menurut Prof. Noch kriminalitas manusia normal
adalah akibat baik dari faktor keturunan maupun faktor
lingkungan, dimana kadang-kadang faktor keturunan dan
kadang-kadang pula faktor lingkungan memegang peran
utama, dan di mana kedua faktor itu juga dapat saling
mempengaruhi. Beberapa jalan kita mempelajari tingkah
laku, melalui observasi, pengalaman langsung, penguatan
yang berbeda. (Gerungan 2004)
a. Observasi Learning, tingkah laku melalui peniruan
orang lingkungan sekitar.
b. Patteran dan kawan-kawan menguji bagaimana agresi
dipelajari melalui pengalaman langsung.
c. Different association-reinforcement, tingkah laku
yang terjadi akibat adanya penghargaan yang didapat.
2. Teori Kriminologi
Untuk memahami kriminologi lebih mendalam,
khususnya pada fenomena penyalahgunaan narkoba, teori
kriminologi menjelaskan faktor penyebab timbulnya
sebuah tindak kejahatan, yaitu: (Soekanto 1983, 8)
59
a. Teori menggunakan pendekatan biologi, yaitu
pendekatan yang digunakan dalam mencari tahu sebab
atau awal mula kriminologi terjadi berdasarkan pada
fakta-fakta dan proses biologis.
b. Teori menggunakan pendekatan psikologis, yaitu
pendekatan yang digunakan dalam kriminologi untuk
mengetahui sumber suatu tindak kejahatan dilakukan
berdasarkan pada kondisi kejiwaan dan kepribadian
yang mendorong seseorang untuk melakukan tindak
kejahatan.
c. Teori menggunakan pendeketan sosiologi, yaitu
pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan faktor-
faktor atau sebab terjadinya kejahatan berdasarakan
pada keadaan sosial seperti interaksi sosial, proses
sosial, struktur sosial di dalam masyarakat termasuk
kebudayaan masyarakat.
3. Teori Sistem
Teori sistem merupakan teori yang membedakan
antara praktik pekerjaan sosial dengan profesi penolong
lainnya. Hal ini karena pekerja sosial sangat memberikan
perhatian dan memperhatikan pengaruh lingkungan
sekitar klien ketika melakukan intervensi dan
penyelesaian masalah. Teori sistem dalam pekerjaan
sosial berasal dari teori sistem secara umum yang
dikembangkan tahun 1940an dan 1950an dalam ilmu
managemen dan psikologi dan disempurnakan oleh Von
Bertalanffy (1971). (Napsiyah 2011, 65)
60
4. Teori Pidana dan Pidana Penjara
Salah satu tujuan teori pemidanaan yaitu Teori
Integratif. Timbulnya teori ini adalah sebagai akibat
adanya ketidakpuasaan terhadap kedua teori terdahulu
yang dianggap kurang mampu dalam menanggulangi
kejahatan. Oleh karena itu, timbul usaha untuk
menghubungkan secara terpadu antara pandangan utilitas
yang menyatakan tujuan pidana harus dapat menimbulkan
manfaat yang dapat dibuktikan, dengan pandangan yang
retributif yang menyatakan bahwa keadilan dapat tercapai
apabila tujuan yang teological tersebut dilakukan dengan
menggunakan ukuruan-ukuran berdasarkan prinsip-
prinsip keadilan. Jadi singkatnya teori ini menghubungkan
dan menggabungkan prinsip-prinsip retribution dengan
utilitarian. Misalnya, mencegah sekaligus rehabilitasi
yang semuanya dapat dilihat sebagai sasaran yang harus
dicapai oleh suatu rencana pemidanaan. (Pujileksono
2017, 121-122)
G. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial merupakan tercukupinya
kebutuhan manusia baik kebutuhan jasmani maupun
rohani, lalu mampu mengembangkan diri sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.
Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 Bab 1
Pasal 1 ayat 1 tentang Kesejahteraan Sosial,
Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya
61
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara
agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Selanjutnya pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 tentang
kesejahteraan sosial, berbunyi “Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu,
dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial
guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,
yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial”.
Pada Bab 1 pasal 1 ayat 8 yang dimaksud dengan
Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat. (Undang-Undang Kesejahteraan
Sosial)
2. Peraturan Bersama
Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI,
Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Kesehatan RI,
Menteri Sosial RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian
Negara RI, dan Kepala BNN RI tentang Penanganan
Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.
Pada pasal 1 ayat 7 Rehabilitasi Medis adalah
suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.
Serta ayat 8 Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses
62
kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental
maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat
kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dalam pelaksanaannya yaitu pasal 7 ayat 1, Bagi
Narapidana yang termasuk dalam kategori Pecandu
Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, dan
bukan pengedar/bandar/kurir/produsen dapat dilakukan
rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial yang
dilaksanakan di dalam Lapas/Rutan dan/atau lembaga
rehabilitasi yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Ayat 2,
Bagi Narapidana yang termasuk dalam kategori pecandu
Narkotika yang mempunyai fungsi ganda sebagai
pengedar dapat dilakukan rehabilitasi medis dan/atau
rehabilitasi sosial di dalam Lapas/Rutan.
3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Tahun
2017 tentang Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi
Narkotika Bagi Tahanan dan Warga Binaan
Pemasyarakatan pasal 1 ayat 5 Rehabilitasi Narkotika
adalah suatu proses pemulihan gangguan penggunaan
narkotika baik dalam waktu pendek maupun panjang yang
bertujuan mengubah perilaku untuk mengembalikan
fungsi individu tersebut dimasyarakat. Ayat 11 Lembaga
Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah
tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan
Anak. Ayat 16 Warga Binaan Pemasyarakatan adalah
Narapidana, Anak, dan Klien Pemasyarakatan.
63
Lalu disebutkan dalam pasal 2 Rehabilitasi
Narkotika bagi Tahanan dan Warga Binaan
Pemasyarakatan ditujukan untuk:
a. Pecandu Narkotika;
b. Penyalah guna Narkotika; dan
c. Korban Penyalahgunaan Narkotika
Dalam Pasal 3 Rehabilitasi Narkotika bagi
Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan bertujuan
untuk:
a. Memberikan pelayanan dan jaminan perlindungan
terhadap hak Tahanan dan Warga Binaan
Pemasyarakatan.
b. Memulihkan dan mempertahankan kondisi kesehatan
Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan yang
meliputi aspek biologis, psikologis dan sosial dari
ketergantungan terhadap Narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya.
c. Meningkatkan produktifitas serta kualitas hidup
Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan.
d. Mempersiapkan WBP untuk bisa menjalankan fungsi
sosialnya di lingkungan masyarakat.
4. Peraturan Menteri Sosial
Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 tahun 2019
tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial
dituangkan dalam pasal 1 ayat 4 Program Rehabilitasi
Sosial yang selanjutnya disebut Progres adalah
program yang bersifat holistik, sistematik, dan
terstandar guna mengembangkan fungsi sosial yang
64
meliputi kapabilitas sosial dan tanggung jawab sosial
untuk kluster anak, lanjut usia, penyandang disabilitas,
tuna sosial dan korban perdagangan orang, serta korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya.
H. Pengertian Dampak Program
Dampak adalah akibat atau pengaruh yang terjadi dari
sebuah tindakan seseorang/kelompok yang melakukan
kegiatan tertentu. Menurut Otto Soemarwoto (1998: 34),
menyatakan dampak merupakan suatu perubahan yang
terjadi akibat aktifitas. Aktifitas tersebut dapat bersifat
alamiah baik kimia, fisik maupun biologi dan aktifitas dapat
pula dilakukan oleh manusia.
Program rehabiliatasi narkoba bagi WBP pada Lapas
Kelas II A Salemba bagian dari upaya untuk memberikan
suatu perubahan yang menuju kearah lebih baik dalam
bentuk kesehatan fisik dan jasmani. Untuk mencapai dampak
tersebut dibutuhkan rangkaian program yang satu sama lain
saling berhubungan seperti rehabilitasi medis dan sosial.
Program sendiri merupakan pernyataan yang berisi
kesimpulan dari beberapa harapan atau tujuan yang saling
bergantung dan saling terkait, untuk mencapai suatu sasaran
yang sama. Biasanya suatu program mencakup seluruh
kegiatan yang berada dibawah unit administrasi yang sama
atau sasaran-sasaran yang saling bergantung dan saling
melengkapi, yang semua harus dilaksanakan secara
bersamaan atau beruntutan. (Prabowo 2009, 349).
65
I. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan suatu diagram yang
menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya
sebuah penelitian. Kerangka berfikir dibuat berdasarkan
pertanyaan penelitian dan mewakili suatu himpunan dari
beberapa konsep serta hubungan di antara konsep-konsep.
Pada skripsi kerangka berfikir biasanya terletak pada BAB II
(dua), setelah sub bab tentang tinjauan studi dan tinjauan
pustaka. Gaya kerangka berfikir penelitian yang biasa
digunakan untuk model penelitian kualitatif ini dimana ada
variabel bebas dan variabel terikat.
Penulis dalam kerangka berfikir ini membahas
tentang program rehabilitasi dimana Lapas Kelas II A
Salemba ini yang menaungi rehabilitasi bagi warga binaan
pemasyarakatan yang terkena kasus narkoba dan di sinilah
guna Lembaga Pemasyarakatan untuk memberikan
bimbingan melalui program-program yang telah disusun
demi sebuah kebutuhan yang dibutuhkan para warga binaan
pemasyarakatan dan demi membaiknya kesehatan para warga
binaan pemasyarakatan yang terkena kasus narkoba. Semoga
dengan kerangka berfikir ini bisa menghasilkan gambaran
secara keseluruhan tentang program rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba, berikut diagram
kerangka berfikirnya.
66
Rehabilitasi Sosial:
1. Bimbingan
Individu
2. Bimbingan
Kelompok 3. Bimbingan Life
Skill
Warga Binaan Pemasyarakatan
(Klien Kasus
Narkoba)
Rehabilitasi Medis:
1. Konseling
2. Penanganan
Gawat Darurat
Narkotika 3. Farmakoterapi
4. Rujukan Lembaga
Pemasyarakatan
Hasil yang Diperoleh:
1. Meminimalisir
ketergantungan
narkoba
2. Memperbaiki
jasmani dan rohani
terjadinya
terhadap
kesehatan
3. Dapat mengembangkan
keterampilan yang telah
dipelajari selama di dalam
Lembaga Pemasyarakatan
4. Dapat kembali melaksanakan
fungsi sosialnya dan diterima
di masyarakat
Sipir Div.
Rehabilitasi
66
67
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KELAS II A SALEMBA
A. Sejarah Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba
Pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba adalah berdasarkan surat
keputusan Menteri Hukum dan HAM RI nomor: M.02-
PR.07.03 Tahun 2007 tanggal 23 Februari 2007 tentang
Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba, Cibinong, Pasir Putih
Nusakambangan, dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B di
Way Kanan, Slawi, Nunukan, Boalemo dan Jailolo.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
beroperasional sejak tanggal 15 Februari 2008 diatas lahan
seluas ± 2 Ha dengan kapasitas sementara adalah 224 orang
narapidana. Secara historis berdirinya Lapas Kelas II A
Salemba adalah pemekaran UPT Pemasyarakatan Rutan
Salemba menjadi 2 (dua) satuan kerja di lingkungan Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta yaitu
Rutan Kelas I Jakarta Pusat dan Lapas Kelas II A Salemba
pada tahun 2007.
Sebelum tahun 1945 bangunan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba saat itu berfungsi
sebagai tempat tahanan yang melakukan pelanggaran hukum
68
Kolonial Hindia Belanda. Setelah tahun 1945 bangunan
Lapas digunakan untuk menampung tahanan politik, tahanan
sipil dan pelaku kejahatan ekonomi. Saat terjadi peristiwa
G30 S/PKI sebagai tahanan dipindahkan ke Lapas Cipinag
dan Lapas Glodok. Sejak tahun 1960 s/d 1980 Lapas
Salemba difungsikan sebagai Rumah Tahanan Militer
dibawah pimpinan Inrehab Laksusda Jaya.
Pada tanggal 4 Februari 1980 pengelolaan Lapas
Salemba diserah terimakan dari Inrehab Laksusda Jaya
kepada Departemen Kehakiman RI melalui Kakanwil Ditjen
Pemasyarakatan IV Jakarta Raya dan Kalbar berdasarkan SP
Pangkopkamtib tanggal 9 Januari 1980 Nomor: Sprint-
12/KepKam/I/1980 dan surat Perintah Pelaksanaan Nomor :
Sprit-4-5/KAHDA/I/1980 tanggal 23 Januari 1980.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI
Nomor: M.04.UM.01.06 Tahun 1983, Lapas Salemba
berubah status menjadi Rumah Tahanan Negara Kelas I
Jakarta Pusat. Pada tahun 2007 mengingat kondisi over
kapasitas penghuni Rutan Kelas I Jakarta Pusat yang semakin
padat, maka dilakukan pemekaran Rutan Kelas I Jakarta
Pusat menjadi 2 UPT yaitu Rutan Kelas I Jakarta Pusat dan
Lapas Kelas II A Salemba.
Secara fisik dan fasilitatif, gedung Lapas Kelas II A
Salemba telah mempunyai fasilitas sejak selesainya proyek
pembangunan fisik tahun 2011 hingga sekarang dengan
fasilitas yang telah berfungsi sebagai berikut:
69
1. Gedung Kantor Utama;
2. Gedung Kantor II Ruang Kesatuan Pengamanan dan
Administrasi Keamanan;
3. Gedung Kantor III ruang Pembinaan dan Poli Klinik
LAPAS;
4. Gedung Dapur, Gudang Beras dan Instalasi Gardu
Listrik;
5. Gedung IV ruang Bengkel Latihan Kerja dan Produksi
Narapidana;
6. Masjid Ar Rayyan;
7. Gereja;
8. Vihara;
9. Blok Hunian Type 7 Pav Ahmad Arief berkapasitas
224 orang;
10. Blok Hunian Type 5 Pav Saroso berkapasitas 124
orang;
11. Blok Hunian Type 7 Pav Baharudin Soerjobroto
berkapasitas 224 orang;
12. Area Lapangan Olah Raga dan Ruang Interaktif;
13. Tembok keliling Lapas sepanjang 800 meter;
14. Pos Pengawasan sebanyak 4 Pos.
70
Gambar 3. 1
Gedung Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
B. Visi, Misi, Motto dan Komitmen Pelayanan
Lapas Kelas IIA Salemba merupakan Lembaga yang
berada dibawah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia (Kanwil KEMENKUMHAM) DKI
Jakarta yang berlokasi di provinsi DKI Jakarta dan memiliki
tanggung jawab kepada Kepala Divisi Pemasyarakatan
Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta. Oleh
karena itu, sebagai perpanjangan tangan Kepala Divisi
Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DKI
Jakarta, maka Lapas Kelas IIA Salemba mendukung dan
menjalankan visi dan misi Kementerian Hukum dan HAM RI
Tahun 2015-2019 sebagai berikut:
71
Gambar 3. 2
Visi, Misi, Dan Motto Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba
Sumber: Website lapassalemba.kemenkumham.go.id
a. VISI
“Menjadikan Lapas terpercaya dalam memberikan
pembinaan, pelayanan dan perlindungan terhadap
Warga Binaan Pemasyarakatan”
b. MISI
1) Mewujudkan sistem perlakuan humanis yang
memberikan rasa aman nyaman dan berkeadilan.
2) Melaksanakan pembinaan, perawatan dan
pembimbingan untukmegembalikan narapidana
72
menjadi warga negara yang aktif dan produktif
ditengah-tengah masyarakat.
3) Membangun karakter dan mengembalikan sikap
ketaqwaan, sopan santundan kejujuran pada diri
narapidana.
4) Memberikan pelayanan, perlindungan dan
pemenuhan terhadap hak-hakwarga binaan
pemasyarakatan dan keluarganya atau masyarakat
yangberkunjung ke Lapas.
c. MOTTO
“Tiada Hari Tanpa Berbuat Kebaikan”.
d. Tata Nilai
Kementerian Hukum dan HAM menjunjung
tinggi tata nilai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba yaitu "P-A-S-T-I"
1) Profesional: Aparatur Kementerian Hukum dan
HAM adalah aparat yang bekerja keras untuk
mencapai tujuan organisasi melalui penguasaan
bidang tugasnya, menjunjung tinggi etika dan
integirtas profesi;
2) Akuntabel: Setiap kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang
berlaku;
73
3) Sinergi: Komitmen untuk membangun dan
memastikan hubungan kerjasama yang produktif
serta kemitraan yang harmonis dengan para
pemangku kepentingan untuk menemukan dan
melaksanakan solusi terbaik, bermanfaat, dan
berkualitas;
4) Transparan: Kementerian Hukum dan HAM
menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang
untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi
tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai;
5) Inovatif: Kementerian Hukum dan HAM
mendukung kreatifitas dan mengembangkan
inisiatif untuk selalu melakukan pembaharuan
dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya.
C. Tugas dan Fungsi
Lapas Kelas II A Salemba adalah Unit Pelaksana
Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di
bidang Pemasyarakatan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta
yang mempunyai tugas dan Fungsi melaksanakan
Pemasyarakatan Narapidana/Anak didik. Adapun Tugas dan
Fungsi kerja di Lapas Kelas II A Salemba adalah:
74
1. Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan
urusan tata usaha dan rumah tangga Lapas. Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut, Sub Bagian Tata
Usaha mempunyai fungsi:
a. Melakukan urusan kepegawaian.
b. Melakukan urusan surat-menyurat, perlengkapan dan
rumah tangga.
Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari:
a. Urusan Kepegawaian dan Keuangan
Urusan Kepegawaian dan Keuangan mempunyai
tugas melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.
b. Urusan Umum
Urusan Umum mempunyai tugas melakukan urusan
surat-menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.
2. Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik
Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik mempunyai
tugas memberikan bimbingan pemasyarakatan
narapidana/anak didik. Untuk menyelenggarakan tugas
tersebut pada Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik
mempunyai fungsi yaitu:
a. Melakukan regristrasi dan membuat statistik,
dokumentasi sidik jari serta memberikan bimbingan
pemasyarakatan bagi narapidana/anak didik.
75
b. Mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi
narapidana/anak didik.
c. Memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan
fasilitas sarana kerja dan mengelola hasil kerja.
Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik terdiri dari:
a. Melakukan regristrasi dan membuat statistik,
dokumentasi sidik jari serta memberikan bimbingan
pemasyarakatan bagi narapidana/anak didik.
b. Mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi
narapidana/anak didik.
c. Memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan
fasilitas sarana kerja dan mengelola hasil kerja.
d. Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik terdiri dari:
1) Sub Seksi Registrasi dan Bimbingan
Kemasyarakatan
Seksi Regristrasi dan Bimbingan
Kemasyarakatan mempunyai tugas melakukan
pencatatan, membuat statistik, dokumentasi sidik
jari serta memberikan bimbingan dan penyuluhan
rohani, memberikan latihan olah raga, peningkatan
pengetahuan, asimilasi, cuti dan penglepasan
narapidana/anak didik.
2) Sub Seksi PerawatanNarapidana/AnakDidik
Sub Seksi Perawatan Narapidana/Anak Didik
mempunyai tugas mengurus kesehatan dan
memberikan perawatan bagi narapidana/anak
didik.
76
3. Seksi Kegiatan Kerja
Seksi Kegiatan Kerja terdiri dari:
a. Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil
Kerja
Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil
Kerja mempunyai tugas memberikan petunjuk dan
bimbingan latihan kerja bagi narapidana/anak didik
serta mengelola hasil kerja.
b. Sub Seksi Sarana Kerja
Sub Seksi Sarana Kerja mempunyai tugas
mempersiapkan fasilitas sarana kerja.
4. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib
Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib
mempunyai tugas mengatur jadwal tugas, penggunaan
perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan,
menerima laporan harian dan berita acara dari satuan
pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan
berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut
SeksiAdministrasi Keamanan dan Tata tertib mempunyai
fungsi:
a. Mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan
pembagian tugas pengamanan.
b. Menerima laporan harian dan berita acara dari satuan
pengamanan yang menegakkan tata tertib.
77
Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib terdiri
dari:
a. Sub Seksi Keamanan
Sub Seksi Keamanan mempunyai tugas mengatur
jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan
pembagian tugas pengamanan.
b. Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib
Sub Seksi Pelaporan dan Tata tertib mempunyai tugas
menerima laporan harian dan berita acara dari satuan
pengamanan yang bertugas serta mempersiapkan
laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan
tata tertib.
5. Kesatuan Pengamanan Lapas
Kesatuan Pengamanan Lapas mempunyai tugas
menjaga keamanan dan ketertiban Lapas. Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut Kesatuan Pengamanan
Lapas mempunyai fungsi:
a. Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap
Narapidana/Anak Didik.
b. Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
c. Melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan dan
pengeluaran narapidana/anak didik.
d. Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran
keamanan.
e. Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan
pengamanan.
78
Kesatuan Pengamanan Lapas dipimpin oleh seorang
Kepala dan membawahkan petugas Pengamanan Lapas.
Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lapas.
D. Struktur Organisasi
Merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PR.07.03
Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja LAPAS,
dijelaskan struktur organisasi LAPAS Kelas II A sebagai
yaitu :
Bagan 3. 1
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
79
E. Sumber Daya Manusia
1. Susunan Kepegawaian
a. Kondisi Riil Pegawai
1) Pejabat struktural
Selama menjalankan tugas pokok dan
fungsinya Lapas Salemba didukung oleh 210
Pegawai dengan rincia berikut ini:
Tabel 3. 1
Sumber Daya Manusia Berdasarkan Susunan Kepegawaian
Jabatan Jumlah Pegawai TOTAL
L P
Eselon III 0 - 0
Eselon IV 5 - 5
Eselon V 8 - 8
JFT 6 7 13
JFU 162 22 184
Total 210
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba (Bidang Registrasi)
2) Golongan
Berdasarkan atas Golongan Pangkat pada
Lapas Kelas II A Salemba terdiri dari:
80
Tabel 3. 2
Sumber Daya Manusia Berdasarkan Golongan Pangkat
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba (Bidang Registrasi)
3) Pendidikan
Berdasarkan atas jenjang pendidikan pegawai di
Lapas Kelas II A Salemba terdiri dari:
Tabel 3. 3
Sumber Daya Manusia Berdasarkan Pendidikan
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba (Bidang
Registrasi)
81
Diagram 3. 1
Sumber Daya Manusia Berdasarkan Pendidikan
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
F. Kegiatan Harian Warga Binaan pemasyarakatan
Lapas Kelas IIA Salemba telah membuat jadwal
kegiatan WBP yang berisikan kegiatan apa saja yang harus
dilakukan oleh narapidana mulai dari bangun tidur saat pagi
hari hingga narapidana istirahat pada malam hari. Berikut
adalah jadwal kegiatan WBP:
82
Tabel 3. 4
Jadwal Kegiatan Harian Warga Binaan Pemasyarakatan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
NO Kegiatan Waktu Keterangan Pagi Sore
1. Shalat subuh dan
bersih-bersih kamar
05.00-06.30 Di kamar masing-
masing
2. Apel WBP oleh petugas pengamanan
06.30-07.00 12.30-13.00 Apel dilaksanakan di dalam kamar
3. Pembukaan kamar dan
makan pagi
07.00-07.15 Petugas keamanan
4. Olahraga pagi dan sore 07.15-09.00 15.30-16.45 Olahraga senam dan lari pagi
5. Kegiatan pembinaan
kepribadian dan
kemandirian
09.00-11.30 13.00-15.30 Kerohanian, intelektual,
olahraga, kepramukaan,
seni dan kegiatan kerja 6. Layanan kesehatan 09.00-11.00 Poliklinik dalam Lapas
7. Layanan kunjungan 09.00-12.00 13.00-15.30 Ruang kunjungan
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba (Bidang Registrasi)
Tabel 3. 5
Lanjutan Jadwal Kegiatan Harian Warga Binaan Pemasyarakatan
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
No. Kegiatan Waktu Keterangan
Pagi Sore
8. Makan siang, sholat
dzuhur dan penguncian kamar
11.30-12.30 Sholat Dzuhur
berjamaah di masjid
9. Pembukaan kamar 13.00-13.15 Petugas pengamanan
10. Makan sore dan bersih-
bersih blok
16.45-17.15 Di kamar masing-
masing
11. Penguncian kamar dan apel ulang WBP
17.15-18.30 Petugas keamanan
12. Apel malam WBP oleh petugas pengamanan
18.30-05.00 Kegiatan setelah penguncian kamar dilaksanakan di kamar masing-masin
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba (Bidang Registrasi)
83
G. Pelayanan dan Program Unggulan
1. Pelayanan
a. Non-diskiminasi
b. Layani dengan senyum
c. Transparan
d. Kritik dan Saran untuk Perbaikan
e. Adil
f. Peduli
2. Program Unggulan
a. Pesantren Iqra dan Al-Qur’an
b. Seni Musik Band dan Marawis
c. Kepramukaan
d. Penguatan Program Layanan Kesehatan Melalui Pokja
Penanggulangan HIV dan TB di Lembaga
Pemasyarakatan
e. Penguatan Program Pendidikan melalui Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
f. Peningkatan Program Latihan Kerja dan Produksi
g. Peningkatan Program Re-Integrasi Narapidana melalui
Optimalisasi PB, CB, CMB dan Asimilasi
h. Penyusunan Sistem Database Pemasyarakatan
i. Peningkatan Layanan Kunjungan yang Bebas dari
Pungutan Liar dan Respon terhadap Informasi dan
Pengaduan dari Masyarakat
H. Program Pembinaan
Lapas Kelas II A Salemba berdasarkan Tugas dan
Fungsinya memberikan pembinaan kepada WBP berdasarkan
84
UU No. 12 Tahun 1995 yang dilaksanakan melalui proses
dan tahap-tahap pembinaan pemasyarakatan. Lapas Kelas II
A Salemba telah menjalankan kegiatan sesuai dengan
program yang telah dibuat oleh Kementerian Hukum dan
HAM RI, sebagai berikut:
1. Pembinaan Kerohanian
Kegiatan yang dilakukan yaitu:
a. Dakwah Islamiyah, pada setiap Ibadah Shalat Jum’at
dan Rabu (ba’da Dzuhur) di Masjid Ar-Rayyan Lapas
Kelas II A Salemba bekerja sama dengan KODI, LDI
Persis dan lembaga dakwah lainnya.
b. Pengajian rutin seperti iqra setiap hari Senin, Selasa,
Kamis dan pembacaan surat Yasin setiap hari Jum’at.
c. Kebaktian Gereja Kristen yang diisi dengan Yayasan
Logos, Kidung Agung dan lain-lain.
d. Kegiatan Tarawih dan Tadarus berjamaah oleh WBP
dalam mengisi Bulan Suci Ramadhan.
e. Perayaan Hari Besar Agama seperti Idul Fitri, Idul
Adha dan Natal.
2. Pembinaan Mental Kepribadian
Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Mengadakan kegiatan Gemar Membaca Buku bagi
WBP dengan menghadirkan Mobil Unit Perpustakaan
dan Internet Keliling (Pustelling) ke LAPAS Kelas II
A Salemba bekerja sama dengan Perpustakaan
Nasional RI setiap 1x sebulan.
85
b. Mengadakan kegiatan belajar Paket B (setara SLTP)
bagi WBP yang putus SLTP bekerja sama dengan
Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Jakarta
Pusat. Pada akhir tahun ajaran 2012/2013 sejumlah
21 orang siswa WBP peserta didik paket B PKBM
Lapas Kelas II A Salemba telah berhasil lulus Ujian
Nasional 2013 Tingkat SLTP dan berhak
mendapatkan ijazah Setara SLTP.
c. Menyediakan layanan perpustakaan di lingkungan
Lapas Kelas II A Salemba untuk memenuhi
kebutuhan membaca buku bagi WBP.
3. Pembinaan Jasmani dan Seni Budaya
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
a. Kegiatan Olahraga Bulutangkis, Futsal, Bola Voli,
Tenis Meja, Senam Kesegaran Jasmani, setiap hari
Jum’at dan Fitness Center.
b. Melaksanakan latih tanding (sparring patner) antar
WBP di UPT sekitar DKI Jakarta.
c. Mengirimkan kelompok Marawis WBP Salemba
dalam kejuaran Marawis Antar-Napi seJabodetabek
tahun 2010 di Rumah Tahanan Salemba dan kegiatan
Napi Craft di Kementrian Perindustrian RI tahun
2013.
d. Mengadakan latihan kelompok musik (band) bagi
WBP yang memiliki bakat di bidang musik/band
dengan nama Lasamba Band. Lasamba Band akan
tampil mengisi kegiatan dalam rangkaian acara
86
peringatan Hari Dharma Karyadhika Tahun 2013 di
Kantor Pusat Kementrian Hukum dan HAM RI
tanggal 27 Oktober 2013
4. Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
a. Kegiatan Upacara Bendera setiap hari Senin yang
melibatkan WBP.
b. Kegiatan Kepramukaan yang telah berdiri sejak
tahun 2012.
c. Perinatan Hari Besar Nasional seperti HUT
Proklamasi RI setiap tanggal 17 Agustus, Hari
Bhakti Pemasyarakatan tanggal 27 April dan Hari Tri
Dharma Karya Dhika Kementrian Hukum dan HAM
RI setiap tanggal 30 Oktober setiap tahun.
5. Pembinaan Kemandirian, Latihan Kerja dan Produksi
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
a. Usaha cuci pakaian (laundry) bekerja sama dengan
pihak Ketiga.
b. Peternakan kambing/domba memanfaatkan lahan di
sekitar tembok keliling Lapas Kelas II A Salemba.
c. Pelatihan konveksi dan penjahitan pakaian garmen
bekerja sama dengan pihak Ketiga.
d. Budidaya Tanaman Hias dan Bonsai.
e. Budidaya ikan lele dengan memanfaatkan lahan
tembok keliling Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba.
f. Budidaya ikan hias dalam kolam.
87
g. Pertanian meliputi, sayur mayur dan buah-buahan.
Salah satu hasil panennya adalah Timun Suri yang
telah dimanfaatkan sebagai ekstra puding Buka Puasa
di internal Lapas pada Bulan Ramadhan.
h. Kerajinan tangan (handicraft) memanfaatkan limbah
barang bekas menjadi karya seni yang bermutu
dengan slogan “dari limbah menjadi rupiah”.
i. Kerajinan seni lukis pada media gelas, piring, kaca
dan daun pisang yang bernilai tinggi.
j. Kegiatan keterampilan menyulam kain perca yang
didukung oleh ibu-ibu dari SIKIB (Sekertariat Ibu-ibu
Kabinet Indonesia Bersatu).
Gambar 3. 3
SOP Layanan Pendaftaran Kunjungan Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba
Sumber: Olahan Pribadi
88
Gambar 3. 4
SOP Pemeriksaan Barang Bawaan Kunjungan
Sumber: Olahan Pribadi
Gambar 3. 5
Barang-Barang Hasil Sidak Yang Diperoleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
Sumber: Olahan Pribadi
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Pasal 54 menyatakan pecandu Narkotika dan korban
penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
sosial. Tujuan didirikannya Lapas Kelas II A Salemba adalah
sebagai wadah yang cukup tepat untuk melaksanakan program
rehabilitasi bagi WBP kasus narkoba. Salah satu bentuk
perwujudan dari program rehabilitasi ini yaitu melalui
pengobatan yang diberikan oleh tim medis Lapas Kelas II A
Salemba serta kegiatan pembinaan yang menunjang WBP agar
tidak lagi mengkonsumsi narkoba. Tujuan dari program
rehabilitasi ini adalah untuk mengembalikan Warga Binaan
Pemasyarakatan pecandu narkoba untuk menjalani kehidupan
yang lebih bermanfaat lagi serta mempersiapkan mereka agar
nantinya dapat diterima kembali di kehidupan bermasyarakat.
Pada bab ini berisi mengenai hasil dan temuan yang telah
peneliti laksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba melalui hasil observasi, wawancara dengan petugas dan
Warga Binaan Pemasyarakatan dan studi dokumentasi. Dalam
bab ini peneliti akan memaparkan informasi terkait rehabilitasi
bagi Warga Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.
89
90
A. Pelaksanaan Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
Program rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba melakasanakan tahapan-tahapan
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Tahapan awal
sebelum menentukan peserta rehabilitasi layak atau tidak
untuk mengikuti program rehabilitasi diperlukan beberapa
tahapan dan juga untuk melakukan penanganan dibutuhkan
berbagai aspek lainnya. Ditambah motivasi dan dukungan
moral yang baik.
Mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (HAM) Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Narkotika bagi
Tahanan dan WBP berikut ini merupakan tahapan dari
pelaksanaan rehabilitasi, yaitu:
1. Skrinning
Kegiatan ini dilakukan untuk menseleksi Warga
Binaan Pemasyarakatan siapa saja yang bisa mengikuti
program rehabilitasi, dengan mengisi formulir ASSIST
(The Alcohol, Smoking and Subtance Involvement
Screening Test). Di dalamnya nanti ada beberapa
pertanyaan seperti wawancara yang telah dipersiapkan
dan setiap pertanyaan mempunyai poinnya masing-
masing. Contoh pertanyaannya yaitu dalam kehidupan
Anda zat apa di bawah ini yang pernah digunakan antara
91
lain: yang pertama produk tembakau seperti rokok, kretek,
yang kedua minuman beralkohol, yang ketiga kokain dan
lain sebagainya, jadi nanti responden menjawab yang
pernah dipakainya yang mana. Dari situlah mendapatkan
hasil mana yang layak atau tidak untuk mengikuti
program rehabilitasi, nanti hasilnya terbagi menjadi 3
yaitu ringan, sedang, berat dari hasil skor-skor yang
didapatkan.
Sesuai dengan informasi yang peneliti peroleh, pada
Lapas Kelas II A Salemba dilakukan tahapan sebelum
pelaksanaan rehabilitasi. Penjelasan dari Mohamad Fadil
selaku KASIBINADIK (Kepala Seksi Bimbingan
Narapidana/Anak Didik) Lapas Kelas II A Salemba
mengenai tahapan-tahapan sebelum pelaksanaan program
rehabilitasi. Beliau menjelaskan bahwa:
“WBP yang mengikuti program rehabilitasi
diseleksi menjadi beberapa tahap bagian. Pertama
yang dilaksanakan oleh tim medis internal Lapas
Kelas II A Salemba yaitu kegiatan skrinning,
dimana WBP dilihat sesuai kriteria hukuman
tertentu. Karena program ini jangka waktunya 1
(satu) tahun, sehingga bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan yang sudah dinyatakan mau bebas
apabila dimasukkan kedalam program rehabilitasi
ini tidak efektif. Kriteria pertama dilihat dari masa
hukuman, yang kedua dilihat dari jenis kasus Warga
Binaan Pemasyarakatan penyalahgunaan narkoba
92
atau Warga Binaan Pemasyarakatan dengan kasus
lain tetapi memiliki riwayat menggunakan narkoba,
setelah kita seleksi dari kurang lebih 300 orang.”
(Wawancara Pribadi dengan Mohamad Fadil,
KASIBINADIK (Kepala Seksi Bimbingan
Narapidana/Anak Didik). Jakarta, Kamis 7 Mei
2020)
Kegiatan Skrining pada program rehabilitasi medis
dilaksanakan dari bulan Desember 2019 s/d bulan Maret
2020 dari jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan semula
366 hingga mengerucut menjadi 160 WBP yang siap
untuk mengikuti program rehab medis. Dilaksanakan oleh
tim Lapas Kelas II A Salemba. Bagi calon peserta rehab
yang tidak termasuk ke dalam kriteria seleksi skrining
mereka tidak dapat melanjutkan kegiatan rehab sebanyak
206 WBP.
Sedangkan kegiatan skrinning pada program
rehabilitasi sosial dilakukan dengan cara menseleksi data
Warga Binaan Pemasyarakatan dari SDP (Sistem
Database Pemasyarakatan). Kegiatan ini mendapatkan 70
calon peserta program rehabilitasi.
2. Asesmen Rehabilitasi
Rangkaian assesmen rehabilitasi dilakukan dengan
pengumpulan informasi dan gambaran dari calon peserta
rehabilitasi agar dapat membuat rencana layanan
93
rehabilitasi dan pengukuran keberhasilan setelah
diberikan rehabilitasi.
Tahap asesmen dilaksanakan oleh Lapas Kelas II A
Salemba setelah proses skrinning selesai. Tahapan ini
berfungsi untuk mengetahui dan menggali informasi-
informasi tentang pengalaman masa lalu atau hal yang
melatar belakangi Warga Binaan Pemasyrakatan sampai
mereka menyalagunaan narkotika.
Setelah tahapan skrinning dilaksanakan dengan baik
dan efektif, kemudian dilanjutkan ke tahap berikutnya
yaitu seleksi kedua dari tim eksternal oleh BNN Provinsi
Jakarta Pusat ada juga tim asesornya, dari 300 orang yang
diberikan kesempatan mengikuti program rehabilitasi, tim
asesor memberikan assessment terkait layak atau tidak
diberikan pelaksanaan rehabilitasi maka didapatlah hasil
sejumlah 160 orang. Selanjutnya dibuatkan program salah
satunya kegiatan teknis mengenai kesehatan, sampai
program kegiatan sosial didalam Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba secara umum.
Tahapan skrinning dan asesmen ini dijelaskan oleh
Muhamad Danil selaku Anggota Tim Rehabilitasi,
sebagai berikut:
“Tahapan sebelum pelaksanaan program
rehabilitasi itu dimulai yaitu melalui Program
Awal. Jadi Program Awal itu dengan cara
melakukan persiapan untuk pelaksanaan teknisnya
untuk program rehabilitasi itu sendiri, jadi kita ada
skrinning, skrininng nya itu dengan konseling,
dengan asesmen, dengan pemeriksaan kesehatan,
94
jadi untuk menentukan siapa saja yang akan jadi
residen atau peserta rehabilitasi, kemudian
program apa saja yang cocok atau yang akan
dibuat untuk mereka. Setelah dibuat anggaran
mulai pelaksanaan program awal, program awal itu
yang pertama kita menentukan kira-kira program
ini berjalan berapa lama, untuk kasusnya kira-kira
dia bisa atau tidak menjalani sampai selesai
jangan sampai ditengah-tengah dia pulang, setelah
skrinning masa hukuman, baru skrinning
kesehatan, asesmen, konseling, dari hasil itu
barulah dibuat program kegiatan harian”
(Wawancara Pribadi dengan Muhamad Danil,
Anggota Tim Rehabilitasi. Jakarta, Kamis 28 Mei
2020)
Sebelum melakukan kegiatan selanjutnya, tim medis
rehabilitasi Lembaga Pemasyarakaan Kelas II A Salemba
melakukan tes urine awal terlebih dahulu. Tujuannya
untuk mengetahui apakah selama ini Warga Binaan
Pemasyarakatan masih menggunakan narkoba atau tidak.
Dilaksanakan oleh dokter Poliklinik Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan pelaksanaan program rehab
medis dimulai dari bulan Desember s/d Bulan Maret
2020.
Setelah menjalani rehabilitasi selama 6 bulan,
nanti diakhir kegiatan rehabilitasi akan dilakukan tes urin
untuk mengetahui apakah mereka selama menjalani
rehabilitasi itu masih ada mengkonsumsi narkotika.
Dilaksanakan diakhir masa program rehabilitasi medis
oleh tim dokter Poliklinik Lembaga Pemasyarakatan.
95
Gambar 4. 1
Warga Binaan Pemasyarakatan Melaksanakan Test Urine
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
Setelah pelaksanaan tes urin awal kegiatan yang
dilakukan yaitu asesmen awal. Kegiatan yang dilakukan
pada saat asesmen awal dengan cara menggali informasi
tentang Warga Binaan Pemasyarakatan melalui form
asesmen. Kegiatan ini dilaksanakan di bulan Maret 2020
oleh tim Assesor dari BNNP DKI Jakarta.
Asesmen yang dilakukan pada program
rehabilitasi sosial dengan menggunakan instrument wajib
lapor dan rehabilitasi, dan terpilih 60 orang yang layak
untuk mengikuti program rehabilitasi. Setelah itu
dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan pada awal akan dimulainya kegiatan untuk
mengetahui kondisi kesehatan para peserta rehabilitasi
dan untuk merekomendasikan apakah peserta sehat atau
tidak sehat untuk mengikuti rehabilitasi yang dilakukan
96
oleh dokter terhadap 60 orang Warga Binaan
Pemasyarakatan yang telah dipilih sebagai peserta rehab
dan dinyatakkan layak.
Diakhiri dengan asesmen akhir yaitu membuat
kesimpulan tentang proses selama mereka mejalani
rehabilitasi itu, untuk mengetahui apa saja yang menjadi
permasalahan, untuk mengetahui bagaimana mereka
setelah menjalani proses rehabilitasi itu bagaimana
mereka yang sekarang apakah ada perubahan, artinya
perubahan-perubahan yang dijalani mereka yang mereka
capai. Dilaksanakan diakhir masa program rehabilitasi
medis oleh tim Assesor BNNP.
Dengan demikian, tahap pelaksanaan rehabilitasi di
Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Salemba, yaitu
berupa cek kesehatan dengan melibatkan tim medis
dengan cara tes urine, dilanjutkan dengan seleksi
berdasarkan lamanya masa tahanan Warga Binaan
pemasyarakatan yang bersangkutan agar tidak bebas
sebelum program rehabilitasi selesai dilaksanakan.
Setelah tahapan-tahapan tersebut dilalui, barulah
kemudian dibuatkan jadwal kegiatan rehabilitasi.
3. Program Rehabilitasi Medis
Latar belakang dari Pelaksanaan rehabilitasi
narkotika di UPT (Unit Pelaksana teknis) Pemasyarakatan
merupakan salah satu prioritas nasional yang dilaksanakan
oleh Direktorat Jendral Pemasyarakatan Tahun 2020
97
dengan target 21.540 orang pecandu narkotika. Dengan
target peserta rehabilitasi medis sebanyak 4.000 orang,
dan peserta rehabilitasi sosial sebanyak 17.540 orang.
Yang dilaksanakan oleh 66 UPT pemasyarakatan di
seluruh Indonesia yang salah satunya yaitu Lapas Kelas II
A Salemba merupakan salah satu UPT penyanggah
pelaksana rehabilitasi medis.
Lapas Kelas II A Salemba sebagai tempat sekaligus
rumah bagi WBP dan juga melalui Lapas para WBP
dibina secara sosial dan diberikan pengobatan oleh tim
medis agar ketika mereka keluar dapat berguna bagi
masyarakat serta dapat diterima kembali dalam lingkup
sosial di tempat mereka tinggal.
Saat ini program harian rehabilitasi medis pada
Lapas Kelas II A Salemba tengah berjalan. Diawali
dengan Pembukaan program rehabilitasi medis yang
dibuka pada tanggal 05 Maret 2020 dengan jumlah peserta
binaan sebanyak 160 orang telah terselenggara dengan
baik. Berdasarakan pengamatan peneliti, terlihat seluruh
peserta rehabilitasi ikut menghadiri acara pembukaan
program rehabilitasi medis tersebut, tidak hanya peserta
tetapi juga dihadiri langsung oleh Kepala Lembaga
Pemasyarakatan sementara, perwakilan dari BNN
Provinsi Jakarta, Perwakilan universitas-universitas,
Perwakilan dari kemenkumham, tim medis Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Salemba serta beberapa pihak
lain yang telah bekerjasama dalam program rehabilitasi
98
medis ini. Selain itu, peserta rehabilitasi pun juga sangat
antusias, terlihat pada saat pembacaan ikrar yang dipandu
oleh salah satu peserta rehabilitasi dan diikuti oleh peserta
yang lainnya dengan suara lantang dan tegas seperti
menunjukkan bahwa mereka memang benar akan
bersungguh-sungguh selama menjalani program
rehabilitasi tersebut.
Gambar 4. 2
Pembukaan Program Rehabilitasi Medis
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba (Bidang Registrasi)
Kegiatan rutin yang biasa dilaksanakan oleh peserta
rehabilitasi kasus narkoba ini salah satunya yaitu senam
pagi. Beberapa kali peneliti sempat mengikuti kegiatan
tersebut dan melihat bahwa para Warga Binaan
Pemasyarakatan sangat bersemangat dalam kegiatan senam
ini karena menghadirkan instruktur senam profesional guna
menarik perhatian serta semangat peserta rehabilitasi.
Senam pagi tersebut bertujuan untuk mengembalikan
kebugaran.
99
Gambar 4. 3
Kegiatan Senam Pagi
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
Program rehabilitasi medis di Lapas Kelas II A
Salemba menurut Mohamad Fadil, M. H. Selaku Kepala
Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik adalah
mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan kasus
narkoba dengan cara diberikan rehabilitasi oleh tim medis,
dimana orang-orang yang memiliki stimulan dalam adiksi
itu dipulihkan melalui program-program rehabilitasi
tersebut. Dalam program rehabilitasi medis intinya
mengobati orang-orang yang sudah kecanduan obat-obat
terlarang atau narkoba.
“Rehabilitasi medis intinya mengobati orang-
orang yang sudah kecanduan obat-obat terlarang
atau narkoba. Program rehabilitasi medis lebih
mudah karena hanya datang ke klinik diberikan
pengobatan kemudian dites urinnya kemudian
100
dilihat perkembangannya.” (Wawancara Pribadi
dengan Rendy Caesar Pratama, M. H., pengawas
Program Rehabilitasi. Jakarta, 4 Juni 2020)
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa
program rehabilitasi medis ini dibuat atas dasar beberapa
pertimbangan dan diagnosa dari tim medis Lapas Kelas II
A Salemba, dan dibuatlah runtutan kegiatan sesuai
anjuran dari tim medis, mulai dari kegiatan tes urine awal,
konseling adiktif sampai tes urine akhir.
a. Maksud dan Tujuan Program Rehabilitasi Medis
Program Rehabilitasi Medis yang dilaksanakan
oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
memiliki maksud dan Tujuan dari Program
Rehabilitasi Narkotika bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan yaitu:
1) Memberikan layanan serta jaminan perawatan
terhadap hak WBP;
2) Memulihkan dan mempertahankan kondisi
kesehatan Warga Binaan Pemasyarakatan yang
meliputi aspek biologis, psikologis dan sosial
dari ketergantungan terhadap narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya;
3) Meningkatkan produktifitas serta kualitas hidup
Warga Binaan Pemasyarakatan;
4) Mempersiapkan WBP agar mampu menjalankan
perannya kembali di lingkungan sosial. (Laporan
101
Kegiatan Rehabilitasi Medis Lapas Kelas II A
Salemba)
Pelaksanaan tujuan dari program rehabilitasi
medis intinya yaitu mengobati peserta yang terjangkit
pasca kecanduan narkoba.
“Intinya kalau rehabilitasi medis mengobati
orang-orang yang terjangkit pasca kecanduan
narkoba, jadi misalkan dia ketergantungan
obat, memiliki penyakit akibat dari penggunaan
narkoba, baiknya mereka mengikuti program
rehabilitasi medis yang telah disediakan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.”
(Wawancara Pribadi dengan Mohamad Fadil,
M. H., KASIBINADIK. Jakarta, 7 Mei 2020)
Untuk itu rehabilitasi medis memberikan
kesempatan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan
kasus narkotika untuk mengatasi ketergantungannya
terhadap narkotika dan mengembalikan fungsi tubuh
yang terganggu akibat menderita suatu kondisi atau
penyakit. Hasil akhir dari rehabilitasi medis yang
dilakukan tergantung dari tingkat kecanduan yang
dialami Warga Binaan Pemasyarakatan dan juga
kemampuan tim medis yang menangani.
b. Petugas Kegiatan Program Rehabilitasi Medis
Sebelum terlaksananya program rehabilitasi
medis Lapas Kelas II A Salemba telah mempersiapkan
para petugasnya berdasarkan tugasnya masing-
masing. Petugas layanan program rehabilitasi
102
medis narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba dilaksanakan oleh:
1) ASESOR (Dilaksanakan oleh BNN Provinsi DKI
Jakarta).
2) Dokter Umum (Sebanyak 4 orang, 1 orang
merangkap tugas sebagai penanggung jawab Poli
Klinik Lapas Kelas II A Salemba).
3) Dokter Spesialis Penyakit Dalam (1 orang, Poli
Klinik Lapas Kelas II A Salemba).
4) Dokter Gigi (1 orang, Poli Klinik Lapas Kelas II A
Salemba).
5) Perawat (8 orang, Poliklinik Lembaga
Pemasyarakatan).
6) Konselor Adiksi (1 orang, Ikatan Konselor Adiksi
Indonesia DKI Jakarta).
7) Petugas Releps Prevention (Sebanyak 16 orang,
yang tergabung dari petugas Keamanan KPLP dan
Adkam).
8) Petugas Administrasi Verifikator (1 orang, Staf
Bimkemaswat). (Laporan Kegiatan Rehabilitasi
Medis Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba)
Pelaksanaan Layanan Rehabilitasi Medis juga
mengikutisertakan konselor adiksi dari IKAI (Ikatan
Konselor Adiksi) 8 orang, tenaga assessor dari BNN
Provinsi DKI Jakarta dan Psikologi dari Universitas
Taruma Negara dan Kantor Wilayah DKI Jakarta.
103
Di sisi lain program rehabilitasi medis tidak
dapat terlaksana tanpa adanya peserta rehabilitasi, jadi
selain petugas tim rehabilitasi peserta rehabilitasi pun
turut berpartisipasi dalam mensukseskan program
rehabilitasi medis ini. Peserta program rehabilitasi
medis yang berhasil mengikuti proses skrining dengan
menggunakan form ASSIST dan Tes Urin NAPZA.
Berdasarkan atas laporan yang diperoleh pada
perbulan Desember 2019 adalah sebanyak 369 orang
dengan hasil ringan 11 orang dan sedang sampai berat
358 orang. Selanjutnya pada awal Maret 2020
dilakukan asesmen awal untuk mendapatkan peserta
sebanyak 160 orang.
Untuk menunjang program rehabilitasi medis,
tentunya juga dibutuhkan selain Sumber Daya
Manusianya juga dibutuhkan sumber dana atau
anggaran. Sumber dana pelaksanaan rehabilitasi medis
berasal dari alokasi anggaran khusus DIPA (Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran) tahun 2020.
c. Jadwal Kegiatan Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medis di Lapas Kelas II A Salemba
dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara
terprogram dan terdokumentasi oleh Bidang Registrasi
dibawah Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik.
Terbatasnya akses bagi peneliti dalam memperoleh
data dan dokumentasi, sehingga informasi dan
104
dokumentasi dalam penelitian ini diperoleh dari
Bidang registrasi tersebut.
Berikut ini merupakan jadwal pelaksanaan
kegiatan dari program rehabilitasi medis di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba:
1) Konseling
Pelaksanaan konseling di Lapas Kelas II A
Salemba diperuntukkan bagi WBP berfungsi untuk
mengetahui kondisi maupun permasalahan yang
dialami baik dari segi kesehatan, dan psikologi.
Tujuan dari kegiatan konseling ini agar Warga
Binaan Pemasyarakatan dapat memahami dirinya
dan lingkungan dengan baik serta dapat mengatasi
masalahnya sendiri. Kegiatan konseling ini terdiri
dari:
a) Konseling Adiksi
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling
adiksi yaitu menggali permasalahan lebih
mendalam lagi dari setiap peserta sekaligus
mengedukasi peserta supaya mereka kembali
memahami tentang narkoba dan kembali
menjadi lebih benar, selain itu apa saja yang
menjadi permasalahan mereka. Setelah konselor
mendapatkan semua data dari peserta kemudian
disampaikan ke dokter, setelah itu dokter yang
memilah-memilah sesuai dengan permasalahan
105
yang telah disampaikan Kegiatan ini
dilaksanakan mulai dari bulan Maret s/d bulan
Agustus 2020 oleh Konselor Adiksi Indonesia.
b) Konseling VCT
Kegiatan yang dilakukan dalam
Konseling VCT yaitu pemeriksaan terhadap
peserta rehabilitasi apakah menderita HIV atau
tidak. Pemeriksaan awal untuk penderita HIV
dilaksanakan di bulan Maret 2020.
c) Konseling Psikologi
Kegiatan yang dilakukan dalam
Konseling Psikologi yaitu dengan memberikan
terapi psikologi sesuai dengan permasalahan
yang dialami peserta rehabilitasi. Dilaksanakan
mulai dari bulan April s/d bulan Mei 2020 oleh
tim Psikologi dari Universitas-Universitas salah
satunya Universitas Tarumanegara.
2) Penanganan Gawat Darurat Narkotika
Kegiatan penanganan gawat darurat
narkotika menjadi tanggung jawab bagi tim medis di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.
Dalam penanganan peserta rehab penyalahgunaan
narkoba yang emergency tidak dapat digantikan oleh
profesi lain karena diperlukan keterampilan medis.
Gejala klinis gawat darurat yang berkaitan dengan
penyalahgunaan narkoba yaitu gejala sakau dan
overdosis. Penangan gawat darurat narkotika ini
106
sangat penting karena dapat menentukan diagnosis
dengan cepat, tepat dan akurat sehingga Warga
Binaan Pemasyarakatan dapat ditangani dengan
baik.
3) Farmakoterapi
Kegiatan yang dilakukan dalam
Farmakoterapi yaitu memberikan obat sesuai dengan
penyakit yang diderita oleh peserta rehabilitasi
Dilaksanakan mulai dari bulan Maret s/d bulan
Agustus 2020 dengan memberikan obat-obatan oleh
dokter dan perawat Poliklinik Lapas Kelas II A
Salemba.
4) Rujukan
Kegiatan dalam Rujukan ini yaitu apabila
Lembaga Pemasyarakatan tidak bisa lagi untuk
memberikan terapi sesuai dengan yang dialami oleh
peserta itu akan dirujuk sesuai dengan kebutuhannya
dan sesuai dengan penyakit yang dialami, misalnya
peserta rehabilitasi memerlukan ke dokter specialis
jiwa nanti akan dirujuk ke dokter specialis sakit
jiwa, perlu penyakit dalam akan kita rujuk ke dokter
specialis penyakit dalam, perlu ke psikolog akan
kita rujuk ke prikolog, untuk pengobatan tindak
lanjut. Rujukan ini dilakukan karena adanya
keterbatasan Sumber Daya Manusia serta sarana dan
prasarana yang ada di Lembaga pemasyarakatan
Kelas II A Salemba.
107
Dilaksanakan sepanjang pelaksanaan rehab
tersebut apabila ditemukan penyakit pada Warga
Binaan Pemasyarakatan peserta rehab yang tidak
dapat ditangani oleh tim dokter Poliklinik.
d. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung
Rehabilitasi Medis di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba
Rehabilitasi di Lapas Kelas II A Salemba
dalam pelaksanaannya tidak selalu berjalan dengan
lancar, tentunya banyak faktor yang menjadi
penghambat dan pendukung proses rehabilitasi di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.
1) Faktor Penghambat
a) Faktor penghambat yang sedang berjalan
selama 3 (tiga) bulan ini pertama yaitu karena
pandemik corona, sehingga program kegiatan
yang melibatkan instansi luar atau pihak ketiga
itu sama sema sekali tidak bersentuhan karena
membahayakan, misalnya ada 1 (satu) orang
dari luar datang membawa virus ke dalam dan
terpapar corona, terdapat 1.500 orang di dalam
dikhawatirkan akan tertular karena
penularannya sangat cepat, kedua sumber daya
manusianya yang belum optimal.
b) Faktor penghambatnya untuk Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba saya rasa
108
tidak ada, artinya selama ini program juga
masih tetap berjalan dan Warga Binaan
Pemasyarakatannya juga kooperatif, tapi
memang dorongan dari diri sendirinya itu
memang masih kurang.
c) Namanya kegiatan dengan adanya anggaran itu
bisa berjalan dengan baik, tapi dalam program
rehabilitasi ini yang menjadi penghambat
adalah pencairan anggaran, yang kedua adalah
sulitnya penerimaan kegiatan dari para peserta
rehabilitasi, jadi mereka merasa kalau itu
diskriminasi, jadi kalau misalnya yang lain
bebas mau melakukan hal apa saja, sementara
mereka diberikan kegiatan, padahal kegiatan
itu untuk kebaikan mereka juga. Selanjutnya
Inkonsistensi dari tim pokja (kelompok kerja),
yang seharusnya mereka piket tapi karena ada
kerjaan akhirnya tidak ikut langsung dalam
pelaksanaannya, tidak hadir dan terbengkalai,
selanjutnya sarana dan prasarana yang masih
kurang memadai seperti ruang untuk peserta
rehabilitasi, ruang olahraga yang masih kurang
cukup.
2) Faktor Pendukung
a) Faktor pendukungnya kita banyak dibantu oleh
pihak-pihak eksternal yang berkompetensi di
bidang rehab tersebut seperti Badan Narkotika
109
Nasional (BNN) dengan tenaga asesornya,
pihak ketiga psikologi dengan tenaga
psikolognya, ada dari Komunitas Dakwah
Indonesia (KODI) sebagai tenaga spiritualnya
dan siraman kerohanian. Tanpa melibatkan
pihak luar yaitu sumber daya manusia kita
terbatas.
b) Faktor pendukung selama proses rehabilitasi
ini kita didukung penuh oleh anggaran dari
negara, BNN bekerjasama dengan Direktorat
Jendral Pemasyarakatan untuk melaksanakan
rehab itu di dalam Lembaga Pemasyarakatan,
beberapa tahun yang lalu rehab itu selalu
dilaksanakan oleh BNN sekarang diserahkan
kepada Direktorat Jendral Pemasyarakatan
diteruskan kepada UPT dibawahnya Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan namun
tetap bekerjasama dengan BNN, banyak
mendapatkan edukasi dari BNN terkait bahaya
dan penyalahgunaan narkoba, kita juga
mendapat bantuan alat tes urin.
4. Program Rehabilitasi Sosial
Penanganan kasus terpidana narkoba dikalangan
penggguna selama ini diproses sebagai tindak pidana. Hal
itu membuat vonis yang dijatuhkan hakim kepada korban
pengguna narkoba menempatkan terpidana di Rumah
110
Tahanan Negara (Rutan) atau Lembaga Pemaysarakatan
(Lapas). Pengguna narkoba sebenarnya merupakan korban
mata rantai dari sindikat atau peredaran narkoba yang sulit
melepaskan diri dari ketergantungan. Menempatkan korban
pengguna Narkoba di Lapas/Rutan justru tidak membuat
korban sembuh atau jera. Besarnya kerusakan dan kerugian
akibat narkoba menjadi perhatian serius pemerintah.
Seyogyanya aparat penegak hukum tidak lagi
mengkategorikan pengguna narkoba sebagai pelaku tindak
pidana, melainkan sebagai pesakitan yang harus diobati
secara medis dan sosial.
Lapas Kelas II A Salemba berdasarkan surat edaran
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-
01.PK.01.06.10 Tahun 2015 Tentang Mekanisme
Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan telah ditunjuk sebagai salah satu UPT
Pemasyarakatan sebagai tempat pelaksanaan Rehabilitasi
pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba bagi WBP.
Lapas Kelas II A Salemba telah bekerja sama dengan
beberapa kementerian diantaranya Kementerian Kesehatan
untuk rehabilitasi medis dan Kementerian Sosial untuk
rehabilitasi sosial, namun untuk saat ini dikarenakan
Kementerian Kesehatan yang memberikan perhatian lebih
kepada Warga Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba
sehingga pada tahun ini diadakanlah kegiatan program
rehabilitasi medis, akan tetapi hal itu tidak
mengesampingkan program kegiatan-kegiatan dari sisi
111
rehabilitasi sosial dan juga Kementerian Sosial berhak andil
untuk membantu program rehabilitasi sosial agar peserta
rehabilitasi mendapatkan perhatian yang seimbang dari
kedua Kementerian Negara yang berfokus pada bidang
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pelaksanaan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba mengacu
kepada kegiatan yang memberikan sugesti kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan sehingga memunculkan stimulan
dalam otaknya agar tidak tertuju pada penggunaan narkoba.
Peserta diberikan pelatihan tentang bagaimana
bersosialisasi dengan baik seperti salah satunya belajar
berkelompok di suatu komunitas pengajian, dan
memberikan bentuk kesadaran berbangsa dan bernegara
dalam bentuk kegiatan kepramukaan, kegiatan tersebut
berkelanjutan dan terjadwal setiap harinya. (Laporan
Kegiatan Rehabilitasi Sosial di Lapas Kelas II A Salemba)
Gambar 4. 4
Kegiatan Kepramukaan
Sumber: Bidang Registrasi, Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba
112
Kegiatan kepramukaan merupakan wadah untuk
mengembangkan jati diri bangsa yang bertujuan untuk
menanamkan nilai-nilai negara bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan dan diikuti oleh seluruh peserta rehab.
Mereka sangat terarik dengan kegiatan pramuka ini karena
kegiatannya beragam seperti pengamatan peneliti tersebut
seperti baris-berbaris. Setelah mereka menguasai baris
berbaris selanjutnya Warga Binaan pemasyarakatan akan
diberikan kesempatan untuk menjadi petugas upacara pada
peringatan hari-hari besar di Lembaga Pemasyarakatan.
Hal diatas juga ditegaskan oleh Mohamad Fadil, M.H.
Selaku Kepala Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik
mengenai penyisipan kegiatan program rehabilitasi sosial di
dalam program rehablitasi medis sebagai berikut:
“Di samping itu juga disusupi dengan kegiatan-
kegiatan sosial, kegiatan tersebut berkelanjutan dan
terjadwal setiap harinya, sehingga mereka yang
memiliki sugesti untuk mengkonsumsi narkoba kita
buat program-program rehabilitasi sosial sehingga
ada stimulan dalam otaknya tidak tertuju pada
penggunaan narkoba, jadi rehabilitasi medis yang
utamanya tetapi tetap di dalamnya kita masukkan
juga program rehabilitasi sosial.” (Wawancara
Pribadi dengan Mohamad Fadil, M. H.,
KASIBINADIK. Jakarta, 7 Mei 2020)
113
a. Maksud dan Tujuan Program Rehabilitasi Sosial
Tindakan Rehabilitasi bermaksud agar korban
penyalahgunaan narkotika dapat kembali normal dan
berperilaku baik dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun tujuan kegiatan Rehabilitasi adalah untuk
memulihkan atau mengembangkan kemampuan fisik,
mental dan sosial penderita yang bersangkutan, agar
para pecandu dapat pulih dari ketergantungannya
terhadap narkoba sehingga terwujud mantan pecandu
narkoba yang sehat, produktif dan bermanfaat bagi
masyarakat. (Laporan Kegiatan Rehabilitasi di LAPAS
Kelas II A Salemba)
b. Petugas Kegiatan Program Rehabilitasi Sosial
Jumlah petugas rehabilitasi Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba terdiri dari 6
orang yang meliputi:
1) Penanggung Jawab
2) Program Manager
3) Instruktur sebanyak 3 (tiga) orang
4) Petugas Kesehatan 1 (satu) orang
5) Psikolog 1 (satu) orang
c. Jadwal Kegiatan Rehabilitasi Sosial
Jadwal kegiatan harian rehabilitasi pada
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba yang
114
dilaksanakan setiap harinya mulai dari pukul 04.30
WIB s.d 22.00 WIB dan harus diikuti dengan penuh
perhatian.
Gambar 4. 5
Jadwal Kegiatan Harian Program Rehabilitasi
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
Berikut ini adalah pemaparan rangkaian kegiatan-
kegiatan program rehabilitasi:
1) Bimbingan Individu
Bimbingan individu dilakukan untuk melatih
kedisiplinan pada Warga Binaan Pemasyarakatan
dengan pengawasan oleh masing-masing
penanggung jawab kamar. Hal ini jelas bimbingan
115
individu bertujuan agar WBP dapat hidup mandiri
dan teratur.
Chores, Wash up : Merupakan kegiatan
membersihkan diri, membersihkan kamar dan
membersihkan lingkungan Lembaga Pemasyarakatan
yang dilakukan secara rutin setiap pagi hari setelah
bangun tidur.
2) Bimbingan Kelompok atau Therapeutic Community
(TC)
Therapeutic Community (TC) merupakan salah
satu wujud program rehabilitasi di Lapas Kelas II A
Salemba bagi WBP kasus narkoba yang terdiri dari
sekelompok individu dengan tujuan untuk
mempertahankan proses pemulihan dengan cara
mengenal diri sendiri dan lingkungan sosialnya agar
dapat diterima kembali di tengah masyarakat
Kegiatan yang diberikan kepada bimbingan
kelompok yang berada di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba untuk melatih menghadapi tugas
dan masalah bersama serta didorong mengemukakan
pendapat, saling menghargai pendapat, dan
memberikan solusi kepada WBP yang lainnya.
Berikut ini bentuk kegiatan dalam bimbingan
kelompok:
a) Morning Meeting : Merupakan kegiatan
penunjukkan pengurus pada hari itu yang
dilaksanakan setelah sarapan pagi. Di dalamnya
116
juga terdapat kegiatan share feeling yaitu saling
mengungkapkan perasaan serta permasalahan
yang dirasakan sehingga mereka dapat mengenali
diri mereka kembali.
b) Sessi/ Konseling : Merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh dokter, psikolog serta konselor
guna menggali permasalahan yang dialami oleh
Warga Binaan Pemasyarakatan.
c) Mix Confrontation : Merupakan kegiatan
menggali lebih dalam dari suatu permasalahan
yang disampaikan oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan agar memunculkan wawasan
atau pengetahuan yang dimiliki masing-masing
Warga Binaan Pemasyarakatan.
d) Page Group (Personal/Peer Accountability
Group Evaluation) : Merupakan kegiatan
perkumpulan yang diharapkan dapat merubah
perilaku Warga Binaan Pemasyarakatan dengan
memberikan penilaian atau evaluasi terhadap diri
sendiri dan juga bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan yang lainnya.
e) Encounter Group : Merupakan kegiatan
pembentukan jati diri serta pengelolaan emosi
yang baik agar lebih disiplin dan searah.
Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan
suasana komunitas antar Warga Binaan
Pemasyarakatan yang harmonis.
117
f) Static Group : Merupakan kegiatan yang
dilakukan secara berkelompok untuk
membicarakan persoalan-persoalan yang dialami
serta mencari solusinya bersama-sama.
g) Seminar : Merupakan kegiatan
pemberian pengetahuan dengan materi-materi
terkait dengan penyalahgunaan narkoba yang
bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan
sadar akan bahaya dari penggunaan narkoba.
h) Recreation/ Sport : Merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk melepas penat serta
menghilangkan stress dengan berbagai macam
kegiatan olahraga seperti bermain sepak bola,
basket, voli dan lain-lain serta bermain musik
dan juga menonton film.
Kegiatan bermain musik ini dilaksanakan
pada hari Sabtu dan Minggu pukul 16.00 – 17.00
WIB. Warga Binaan Pemasyarakatan diberi ruang
khusus untuk mengembangkan bakat dan
minatnya di bidang musik sekaligus untuk
menghilangkan rasa bosan mereka selama
mengikuti kegiatan rehabilitasi. Selama kegiatan
bermain musik berlangsung peneliti
memperhatikan bahwa masing-masing Warga
Binaan Pemasyarakatan memainkan alat musik
sesuai dengan bakat yang dimiliki, kegiatan
bermain musik ini sangat dinikmati oleh Warga
118
Binaan Pemasyarakatan terlihat dari harmonisasi
musik yang dimainkan.
Gambar 4. 6
Kegiatan Bermain Musik
Sumber: Lembaga Pemasyarakata Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
Kegiatan olahraga di LAPAS Kelas II A
Salemba terdiri dari berbagai jenis olahraga salah
satunya yang peneliti amati kali ini yaitu bola voli.
Kegiatan olahraga ini dilaksanakan di lapangan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
pada pukul 08.00 – 09.00 WIB. Pembagian tim
bola voli dipandu oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan itu sendiri. Warga Binaan
Pemasyarakatan terlihat kompak dengan timnya
119
masing-masing dan saling bekerjasama antar satu
sama lain pada saat kegiatan bola voli berlangsung.
Gambar 4. 7
Kegiatan Olahraga Bola Voli
Sumber: Lembaga Pemasyarakata Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
i) Kegiatan Rohani : Merupakan kegiatan
pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta memperdalam nilai-nilai keagamaan yang
dimiliki.
Gambar 4. 8
Kegiatan Kerohanian
Sumber: Lembaga Pemasyarakata Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
120
3) Bimbingan Personal Life Skill
Pembinaan Kemandirian dilaksanakan sesuai
dengan potensi yang dimiliki masing-masing Warga
Binaan Pemasyarakatan untuk memaksimalkan
kemampuan yang dimiliki agar dapat hidup mandiri
dan berguna bagi masyarakat setelah bebas dari
Lembaga Pemasyarakatan.
Pembinaan kemandirian bagi peserta rehab
difungsikan untuk membina lebih dalam Warga
Binaan Pemasyarakatan agar bisa lebih produktif
menjalani kehidupan serta dapat mengurangi tingkat
pengangguran setelah mereka menjalani program
rehabilitasi.
Hal tersebut dipertegas oleh Muhammad
Danil dalam wawancara pribadi pada tanggal 28 Mei
2020:
“Pembinaan kemandirian itu lebih mengarah
kepada skill dan industri atau untuk produksi,
jadi pelatihan-pelatihan yang diberikan itu
berupa skill atau kemampuan unutk
melakukan produksi seperti menjahit, sablon,
berkebun, berternak, melukis, dan pelatihan-
pelatihan lainnya.”
Pembinaan kemandirian berfokus pada
keterampilan-keterampilan untuk mengasah
kemampuan, Pernyataan di atas juga dipertegas oleh
Mohamad Fadil selaku penanggungjawab
rehabilitasi, bahwa:
121
“Pembentukan pembinaan kemandirian lebih untuk
yang bersangkutan agar bertanggung jawab kepada
dirinya, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.
Bentuk kegiatan pembinaan kemandirian contohnya
seperti kegiatan kerja (GIATJA) yaitu ada
pertukangan, perkebunan, bengkel dan las, menjahit,
kegiatan kemandirian berfungsi untuk menopang
kehidupan mereka setelah mereka keluar dari
Lembaga Pemasyarakatan dan sebagai bekal hidup
di masyarakat.” (Wawancara Pribadi dengan
Mohamad Fadil, M. H., KASIBINADIK. Jakarta, 7
Mei 2020)
Gambar 4. 9
Kegiatan Membuat Keterampilan
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
(Bidang Registrasi)
Salah satu bentuk kegiatan pembinaan
kemandirian yaitu pembuatan anyaman alas kaki yang
dilaksanakan di lantai 2 ruang produksi Lembaga
pemasyarakatan Kelas II A Salemba. Pelatihan
keterampilan ini diberikan langsung oleh Dinas
122
Perindustrian. WBP sangat antusias dalam kegiatan
ini dan diikuti oleh seluruh peserta rehab. Selama
proses pelatihan dapat diamati bahwa mereka saling
membantu pada saat salah satu dari mereka ada yang
mengalami kesulitan.
Lebih lanjut, Dokter Iwan Hartono
menjelaskan bahwa metode pembinaan cenderung
dengan pendekatan bagaimana agar mereka siap
untuk kembali ke masyarakat. Lembaga
Pemasyarakatan memberikan pembinaan dalam
bentuk pembinaan kerohanian, memberikan pekerjaan
atau kegiatan kerja sesuai dengan keahlian mereka,
kegiatan olahraga, serta keahlian-keahlian mereka
yang lainnya seperti membuat patung, membuat
sandal dan lain-lain. Hasil produksinya itu dijual
kepada pihak ketiga, seperti sandal yang
didistribusikan kepada hotel-hotel di daerah Jakarata
seperti Hotel Ibis.
Dengan kegiatan pembinaan kemandirian ini
bertujuan untuk mengembangkan potensi terpendam
yang dimiliki oleh Warga Binaan Pemasyarakatan
dan dengan kegiatan ini pula mereka dapat
menerapkan kemampuan-kemampuan yang didapat
selama mengikuti kegiatan pembinaan kemandirian
agar selanjutnya mereka dapat berguna di lingkungan
masyarakat.
123
d. Laporan Petugas Rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti
memperoleh laporan langsung dari pelaksana program
rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba, sebagai berikut:
1) Laporan Program Manager
Pada tahapan ini Program Manager melakukan
rapat koordinasi dengan seluruh team terkait
pelaksanaan kegiatan rehab, selanjutnya memberikan
arahan dan menjelaskan kepada team program kerja
rehabilitasi tentang tugas dan tanggung jawab
kegiatan sehari-hari kegiatan rehab tersebut.
Selanjutnya melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan dan memastikan kegiatan
tersebut dapat berjalan dengan baik.
2) Laporan Instruktur
Kegiatan yang telah dilaksanakan instruktur
adalah mengikuti arahan yang telah diberikan oleh
program manager di antaranya mengawasi dan
menjaga kegiatan sehari-hari agar tetap berjalan
sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah diberikan
serta melaporkan hasil kegiatan kepada program
manager. Adapun pelaksanaan kegiatan ini antara
lain:
a) Memimpin apel pagi, memantau dan memeriksa
kerapihan serta kebersihan para residen.
124
b) Memimpin morning meeting, melaksanakan sesi,
memberikan materi terapi kelompok sesuai
dengan jadwal.
3) Laporan Petugas Medis (Dokter)
Pada tahapan ini Dokter melakukan
pemeriksaan kesehatan terhadap peserta rehab apabila
ada keluhan (secara rutin/berkala). Selama kegiatan
rehab berlangsung beberapa peserta rehab yang
mengalami gangguan kesehatan dan memerlukan
perawatan.
e. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung Program
Rehabilitasi Sosial di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba
Pelaksanaan program rehabilitasi di Lapas Kelas II
A Salemba tidak luput dari hambatan atau kendala.
Hambatan atau kendala dalam kegiatan rehabilitasi di
Lembaga Pemasyarakatan antara lain.
1) Faktor Penghambat
a) Sarana dan Prasarana
Keterbatasan sarana dan prasarana kegiatan
rehabilitasi salah satunya adalah penempatan
blok khusus bagi peserta rehabilitasi sampai saat
ini belum memadai, hal ini terkait jumlah Warga
Binaan Pemasyarakatan per tanggal 1 Agustus
2018 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba.
125
b) Sumber Daya Manusia
Kurangnya pengetahuan atau pemahaman
petugas dalam hal penanganan program rehab
dan sejumlah tim kelompok kerja rehab napza
Lapas Kelas II A Salemba yang telah mengikuti
pelatihan tersebut.
2) Faktor Pendukung
a) Sumber Pendanaan
Salah satu faktor yang berperan penting dalam
berjalannya sebuah program adalah pendanaan.
Anggaran pelaksanaan pendanaan rehabilitasi di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
digunakan untuk biaya operasional dan sarana
prasarana. Sumber pendanaan utama Lapas Kelas
II A yaitu diperoleh dari Direktorat Jendral
Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak
Asasi Manusia serta alokasi anggaran khusus
DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran).
b) Jaringan Kerja
Selain sumber pendaan salah satu yang juga
menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan
program rehabilitasi adalah jaringan kerja. Dalam
pelaksanaan program rehabilitsi sosial di Lapas
Kelas II A Salemba bekerja sama dengan
berbagai pihak, di antaranya Kementerian Sosial
yang memberikan bantuan dalam bentuk
peninjauan terlaksananya rehabilitasi sosial
126
dengan baik, selain itu ada pula Dinas
Perindustrian yang memberikan bantuan berupa
sumber daya manusia dengan cara pelatihan-
pelatihan keterampilan sesuai dengan potensi
yang dimiliki oleh Warga Binaan pemasyarakatan
itu sendiri.
B. Dampak yang Diperoleh selama Pelaksanaan Program
Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba
Dengan berbagai macam latar belakang tindak kriminal
kasus penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh Warga
Binaan Pemasyarakatan dari tingkat permasalahan ringan
sampai tingkatan yang berat sehingga Warga Binaan
Pemasyarakatan mengikuti program rehabilitasi, berikut ini
dampak dari pelaksanaan program rehabilitasi yaitu:
1. Dampak Program Rehabilitasi Medis
Saat ini program-program rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial masih berjalan sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan, tentunya akan tetap ada dampak
yang dirasakan dari kedua program tersebut baik dampak
bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dan juga pihak
Lembaga pemasyarakatan. Tidak berhenti pada hasil
observasi yang telah peneliti lakukan, tetapi juga terdapat
partisipasi dari hasil wawancara dengan beberapa pihak
Lembaga Pemasyarakatan. Seperti yang dijelaskan oleh
Mohamad Fadil Selaku Kepala Seksi Bimbingan
127
Narapidana/Anak Didik mengenai dampak dari
pelaksanaan program rehabilitasi, sebagai berikut:
“Dampak yang timbul dari pelaksanaan rehabilitasi
medis ini agar narapidana benar-benar terputus
dari keinginan yang menakutkan itu untuk lepas
dari narkoba.” (Wawancara Pribadi dengan
Mohamad Fadil, M. H., KASIBINADIK. Jakarta, 7
Mei 2020)
Hal diatas diperkuat oleh pernyataan dari Rendy
Caesar Pratama Putra selaku pengawas tim rehabilitasi,
yaitu sebagai berikut:
“Minimal mereka merasakan badannya sehat itu
pertama, yang kedua mereka bisa menghilangkan
rasa ketergantungan terhadap obat-obatan
terlarang maksudnya narkoba itu, yang ketiga
mereka siap untuk diintegrasikan lagi ke tengah-
tengah masyarakat, artinya kembali karena dia
kecanduan terus dia keluar Lembaga
Pemasyarakatan, kalau dia masih belum ada
perubahan, besar kemungkinan dia bisa masuk lagi
dengan kasus yang sama.” (Wawancara dengan
Rendy Pratama Putra, Pengawas Rehabilitasi.
Jakarta, Kamis 4 Juni 2020)
Dampak yang diperoleh dari pelaksanaan program
rehabilitasi ini adalah perubahan mind set, perubahan pola
pikir dan kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik lagi, jadi
kan ada ciri-ciri pengguna narkoba itu yang lebih banyak
negatifnya, yang pertama mereka tidak mudah
bersosialisasi, mudah berfikiran negatif, tidak terbuka,
tidak mudah untuk menyampaikan pendapat, di dalam
128
program rehabilitasi itu dilatih untuk melakukan
sebaliknya, jadi bagi pengguna narkoba amat sangat berat.
Mendengar kata narkotika seringkali memberi
bayangan tentang dampak yang tidak diinginkan, hal ini
dikarenakan narkotika identik dengan pergaulan bebas
yang akhirnya cendurung untuk melakukan tindak
kejahatan. Narkotika dapat menimbulkan ketergantungan
yang sulit dilepaskan, dengan demikian rehabilitasi
terhadap peserta rehab adalah suatu proses untuk
membebaskan dari ketergantungan tersebut. Berikut hasil
wawancara peneliti dengan peserta rehab:
“Latar belakang saya menjadi Warga Binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
karena saya terjerat kasus Narkoba dengan pasal
112 dan 114. Pertama kali mengenal narkoba pada
awal tahun 2009 karena pergaulan yang kurang
baik menurut saya, karena tidak semua teman saya
itu pengguna narkoba. Saya tertangkap pada bulan
November tahun 2017 oleh polisi yang berjumlah 7
(tujuh) orang di KFC Jl. Daan Mogot setelah
pulang kerja. Saat itu saya sedang mampir untuk
membeli makan dan ketahuan membawa shabu
sebesar 0,25 gram. Dari lokasi penangkapan saya
dibawa ke kantor atau basecamp polisi selama 2
(dua) malam, lalu dibawa ke polsek Tanjung Duren,
kurang lebih 3 (tiga) sampai 4 (empat) bulan saya
di polsek, lalu dipindahkan ke Rutan Salemba pada
bulan Maret tahun 2018. Setahun kemudian baru
saya berada di Lapas Salemba dengan vonis 5
tahun 6 bulan dengan subsider 3 bulan.”
(Wawancara Pribadi dengan KM, Peserta
Rehabilitasi. Kamis, 23 April 2020)
129
Dampak pelaksanaan program rehabilitasi tidak
hanya dirasakan oleh petugas Lembaga pemasyarakatan,
tetapi juga dari peserta rehab itu sendiri berikut ini hasil
wawancara peneliti dengan Warga Binaan
Pemasyarakatan peserta rehab:
“Dampak yang saya rasakan itu saya merasa lebih
bugar karena selalu ada kegiatan di dalam program
rehabilitasi ini seperti mengikuti kegiatan olahraga.
Selain itu juga dampak langsung yang saya rasakan
yaitu saya bisa lebih produktif lagi karena jadwal
yang sudah diatur dari pagi hingga malam hari
yang membuat saya menjadi lebih disiplin dan bisa
lebih berfikir positif.” (Wawancara Pribadi dengan
KM, Peserta Rehabilitasi. Kamis, 23 April 2020)
Sama halnya dengan informan sebelumnya, faktor
Warga Binaan Pemasarakatan melakukan tindak
kejahatan penyalahgunaan narkoba dikarenakan
lingkungan yang kurang baik yang dapat mempengaruhi
pergaulan dan aktivitas lainnya, berikut ini hasil
wawancara peneliti dengan Warga Binaan
Pemasyarakatan:
“Saya menjual dan menggunakan narkoba jenis
sabu. Saya tertangkap bulan Maret 2017 di daerah
Rawasari, Jakarta Pusat. Posisi saya lagi di kostan
Bersama pacar dan satu orang teman. Saya lagi
tidur dan teman saya sedang bermain laptop. Jadi
awalnya ada teman atau istilahnya adek-adek an
ingin membeli sabu tetapi sudah tidak dikasih lagi,
akhirnya ingin menemui saya untuk membelinya.
Ternyata Ketika dating dia Bersama polisi dan
sebelumnya dia sudah tertangkap dan HP nya
dipegang oleh polisi lal ada riwayat obrolan
130
mengenai sabu ini. Di kostan ada sebanyak 18 gram
sabu kurang lebih karena 2 hari sebelumnya saya
habis menjemput barang itu.” (Wawancara Pribadi
dengan DI, Peserta Rehabilitasi. Kamis, 23 April
2020)
Dalam mencapai tujuan dari pelaksanaan rehabilitasi
Warga Binaan Pemasyarakatan mengikuti jadwal kegiatan
yang telah ditetapkan. Usaha yang dilakukan tersebut
berdampak pada peserta rehabilitasi, berikut hasil
wawancara peneliti dengan Warga Binaan
Pemasyarakatan:
“Dampak yang baru saya rasakan itu merasa lebih
bugar karena selalu ada kegiatan atau mengikuti
olahraga yang ada disini. Sehingga saya dapat
berfikir lebih jernih dan lebih tenang serta menjadi
percaya diri dan menjadi diri saya sendiri.”
(Wawancara Pribadi dengan DI, Peserta
Rehabilitasi. Kamis, 23 April 2020)
Sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan
beberapa pihak Lembaga Pemasyarakatan dan Warga
Binaan Pemasyarakatan diperoleh bahwa dampak yang
dirasakan sangat besar dan berpengaruh terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan, oleh sebab itu program
rehabilitasi ini harus tetap berjalan dan berkelanjutan agar
para pelanggar penyalahgunaan narkoba dapat segera
ditangani dengana baik dan sesuai prosedur dari Lembaga
Pemasyrakatan.
131
2. Dampak Program Rehabilitasi Sosial
Pergaulan bebas sangat mempengaruhi seseorang
dalam berperilaku. Terutama saat usia remaja peralihan
ke dewasa muda dimana pada usia itu muncul rasa
keingintahuan yang besar untuk mencoba hal-hal baru,
sehingga mereka lebih mudah untuk terpengaruh dalam
pergaulan atau lingkungan sehari-hari seperti merokok,
meminum alkohol, mengkonsumsi narkoba, dan lain-lain.
Berikut ini hasil wawancara peneliti dengan peserta
rehabilitasi:
“Jadi saya bisa berada di Lapas Salemba ini
karena dijebak oleh teman satu perkara saya,
ceritanya itu temen saya memesan shabu di saya
untuk dijual lagi kepada asistenya RS di Jakarta
tetapi teman saya tertangkap oleh polisi. Pada
bulan April tahun 2016 saat itu posisi saya berada
di Bogor, teman saya yang tertangkap itu ingin
menemui saya dengan alasan mau membayar sabu
tersebut. Akan tetapi teman saya datang bersama
dengan polisi untuk menangkap saya. Lalu saya
pun ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya di
Jakarta. Saya berada di Polda Metro Jaya selama
4 (empat) bulan. Setelah itu saya pindah ke Rutan
Salemba pada bulan Agustus 2018. Terakhir saya
dipindahkan ke Lapas Salemba pada bulan
November 2019. Saya di vonis oleh jaksa yaitu
selama 8 tahun 3 bulan.” (Wawancara Pribadi
dengan IA, Peserta Rehabilitasi. Kamis, 23 April
2020)
Pada saat ini penyalahgunaan narkotika telah
tersebar tanpa melihat golongan, status, dan usia. Tidak
jarang awal mula mereka mengkonsumsi narkoba berasal
132
dari lingkungan pertemanan yang kurang baik.
Rehabilitasi terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan juga
merupakan suatu bentuk perlindungan sosial agar yang
bersangkutan tidak lagi melakukan penyalahgunaan
narkotika. Berikut dampak yang dirasakan oleh peserta
rehab:
“Dampak yang saya rasakan dari segi fisik sudah
tidak terasa lemas karena di dalam program rehab
ini juga rutin diadakan kegiatan senam atau
olahraga. Selain itu, dari segi sosialnya saya
merasa mudah untuk berinteraksi sosial karena
program yang diterapkan berkaitan dengan
bimbingan kelompok atau Therapeutic Community
(TC) dalam bentuk sesi curhat.” (Wawancara
Pribadi dengan IA, Peserta Rehabilitasi. Kamis, 23
April 2020)
Perkembangan peserta rehab secara keseluruhan
dapat terlihat dengan mampu mengikuti kegiatan
rehabilitasi melalui metode Bimbingan Kelompok atau
Therapeutic Community (TC) dengan tanpa paksaan
ataupun dari pihak manapun sehingga semua program
rehabilitasi tersebut dapat berjalan walaupun masih
terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Prinsip
yang melandasi dilaksanakannya metode TC adalah
bahwa setiap orang pada prinsipnya dapat berubah dari
perilaku yang negatif kearah perilaku positif. Dalam
proses perubahan ini, seseorang memerlukan bantuan
pihak lain dalam kelompok karena manusia sebagai
133
individu tidak bisa hidup sendiri, akan tetapi
bagaimanapun hidup memerlukan kelompok.
Tujuan utama TC untuk mengubah pola tingkah
laku yang disfungsional dari seseorang individu, menjadi
lebih efektif dan produktif dalam kehidupannya, yaitu
penghentian adikasi dan mendorong perubahan cara
hidup yang mempunyai sikap seperti kurang respons,
ceroboh masa bodo, emosi berlebihan, menunda-nunda
waktu, anggapan negatif, kurang berke-Tuhanan, dan
sebagainya kearah gaya hidup sehat melalui membantu
perkembangan diri.
Dampak sosial dari program rehabilitasi sosial
bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dapat dikatakan
positif karena dirasakan adanya perubahan pola perilaku
mereka setelah tinggal dan mengikuti kegiatan di
Lembaga Pemasyarakatan mereka dapat bersosialisasi
dengan baik seperti dalam kegiatan share feeling dimana
mereka menyampaikan permasalahan serta memberikan
solusi bersama dari masing-masing permasalahan peserta
rehab. Dari aspek ekonomi cenderung positif bagi
beberapa peserta rehab, karena mereka mendapatkan
manfaat dari kegiatan pembinaan kemandirian secara
langsung yaitu adanya pendapatan yang diberikan oleh
pihak Lembaga Pemasarakatan dari hasil produksi
kepada peserta rehab itu sendiri. Dari aspek fisik,
kegiatan rehabilitasi sosial memberikan peningkatan
134
terhadap kesehatan fisik Warga Binaan Pemasyarakatan
yang membuat mereka terlihat lebih bugar dan
bersemangat dalam mengikuti kegiatan rehab seperti
dalam kegiatan olahraga yang merupakan penyaluran
hobi dan bakat mereka.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi mengenai pembahasan yang telah
peneliti bahas pada bab IV yang sesuai dengan rumusan masalah
yaitu rehabilitasi bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Kasus
Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba dan
dampak yang diperoleh dari pelaksanaan program rehabilitasi.
Selanjutnya peneliti mencoba untuk menganalisis dari hasil
temuan lapangan, observasi dan wawancara.
Peneliti tidak hanya menjelaskan hasil observasi dan
wawancara tetapi juga akan membahas teori apa saja yang terkait
dengan rehabilitasi bagi Warga Binaan Pemasyarakatan kasus
narkoba. Berkaitan dengan pembahasan penelitian yang
diperhatikan dalam program rehabilitasi ini adalah pemakai
narkoba. Seperti yang telah dipaparkan pada Bab 2, bahwa
Rehabilitasi adalah proses pemulihan terhadap ketergantungan
penyalahguna narkotika (pecandu) meliputi aspek biopsikososial
dan spiritual sehingga memerlukan waktu lama, kemampuan
keras, kesabaran, konsistensi dan pembelajaran secara terus
menerus (Mappaire 1982, 32).
Peneliti akan memfokuskan kepada pelaksanaan program
rehabilitasi medis dan sosial, serta dampak yang diperoleh dari
pelaksanaan program rehabilitasi di Lembaga pemasyarakatan
Kelas II A Salemba.
135
136
A. Pelaksanaan Rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Kasus Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
Seperti yang telah dipaparkan pada rumusan masalah
pada bab II bahwa dijelaskan dalam skripsi (Dipo 2017, 36-
37) tentang penyalahgunaan narkoba adalah kejahatan yang
dilakukan tanpa hak dan perizinan terhadap pemakaian obat-
obatan terlarang yang bertujuan hanya untuk kesenangan
semata yang digunakan secara berlebihan, tidak sesuai aturan
dan ajuran yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental
serta sosial bagi para penggunanya.
Pelaksanaan program rehabilitasi merujuk kepada
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Nomor 12 Tahun 2017 dan telah sesuai dengan acuan yang
digunakan oleh Lapas Kelas II A Salemba serta teori yang
ada pada bab II tentang Penyelenggaraan Layanan
Rehabilitasi Narkotika bagi Tahanan dan Warga Binaan
Pemasyarakatan dinyatakan bahwa rehabilitasi narkotika
ditujukan kepada pecandu narkotika, penyalahguna
narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika. Pada
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Salemba
sebagian besar tahanan mereka sebagai penyalahguna dan
korban penyalahgunaan narkotika.
Peranan Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat
rehabilitasi yang memberikan semangat dan antusias yang
tinggi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan narkoba. Seperti telah diketahui gagasan
137
awal pembangunan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
bukan hanya sekedar sebagai tempat pengumpulan bagi
mereka yang terjaring penyalahgunaan narkoba. Tetapi,
layaknya pembentukan lembaga Pemasyarakatan pada
umumnya, bahwa pembentukan Lapas Narkotika pun tidak
dapat dipisahkan dari upaya untuk memberikan pembinaan
bagi narapidana. Pembinaan yang tujuan mulianya
mengembalikan narapidana secara sehat dan kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Tetap merujuk pada tujuan dari rehabilitasi dari
Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 12/2017 yang
seyogyanya menjadi pegangan dalam pelaksanaan
rehabilitasi yaitu:
1. Memberikan layanan serta jaminan perawatan terhadap
hak WBP;
2. Memulihkan dan mempertahankan kondisi kesehatan
Warga Binaan Pemasyarakatan yang meliputi aspek
biologis, psikologis dan sosial dari ketergantungan
terhadap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
3. Meningkatkan produktifitas serta kualitas hidup Warga
Binaan Pemasyarakatan;
4. Mempersiapkan WBP agar mampu menjalankan
perannya kembali di lingkungan sosial.
Berdasarkan atas tujuan tersebut, rehabilitasi di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
diselenggarakan dan dalam penelitian ini yang telah
dilakukan berdasarkan metode penelitian dan berdasarkan
138
atas ulasan pada bab IV data dan temuan penelitian dimana
pelaksanaan rehabilitasi dilakukan dalam beberapa tahapan.
1. Skrinning
Skrinning di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba dilakukan dengan memberikan formulir ASSIST
(The Alcohol, Smoking and Subtance Involvement
Screening Test) setiap pertanyaan mempunyai poinnya
masing-masing, seperti pertanyaan zat apa yang pernah
digunakan seperti produk tembakau berupa rokok
ataukretek. Kemudian pertanyaan minuman beralkohol
dan yang berikutnya kokain serta pertanyaan lainnya.
Karena proses skrinning menggunakan sistem pertanyaan
dan wawancara maka faktor kejujuran menjadi penting
dilakukan oleh Warga Binaan Pemasyarakatan. Untuk itu
dalam proses skrinning dilakukan pula test urine agar
dapat diperoleh data yang akurat atas kondisi Warga
Binaan Pemasyarakatan tujuannya untuk menyeleksi
Warga Binaan Pemasyarakatan yang akan diberikan
rehabilitasi. Hal ini sejalan dengan yang telah dijelaskan
oleh peneliti pada bab II (Hal 24), mengenai tahapan
skrinning yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor 12 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Narkotika
bagi Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 5.
Pasal tersebut menjelaskan pelaksanaan skrinning
dilakukan oleh Dokter, Perawat, dan Petugas
pemayarakatan yang telah mendapatkan pelatihan.
139
Lembaga Pemasyaraatan Kelas II A Salemba
mempunyai Dokter sejumlah 6 (enam) orang, Perawat 8
(delapan) orang, dan Petugas pemasyarakatan yang telah
mendapat pelatihan sejumlah 17 (tujuh belas) orang yang
memberikan skrinning kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Melanjutkan pada Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor 12 Tahun 2017 pasal
5 mengkategorikan tingkat risiko penyalahgunaan
narkotika yang terbagi menjadi 3 yaitu tingkat ringan,
sedang dan berat. Berdasarkan hasil data dan temuan
peneliti di bab IV yang didapatkan dari observasi dan
wawancara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba diperoleh data hasil dari tahap skrinning yaitu
pada tingkat ringan sebanyak 11 (sebelas) orang dan
tingkat sedang sampai berat sebanyak 358 (tiga ratus lima
puluh delapan) orang. Masing-masing penilaian
menunjukan kebutuhan layanan atau intervensi, dengan
kata lain tidak ada penggeneralisasian intervensi terhadap
Warga Binaan Pemasyarakatan.
2. Asesmen Rehabilitasi
Proses asesmen menempati posisi penting untuk
mengetahui layak atau tidaknya Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus penyalahgunaan narkotika
menjalankan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Undang-undang memberikan kesempatan bagi setiap
pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika menjalani
rehabilitasi.
140
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(HAM) Nomor 12 Tahun 2017 menjelaskan bahwa tahap
Asesmen Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan
dilakukan oleh Tim Asesmen Rehabilitasi yang terdiri
dari:
a. Dokter atau psikolog,
b. Wali Pemasyarakatan, dan
c. Pembimbing Kemasyarakatan
Dari hasil data dan temuan diketahui bahwa
pelaksanaan tahap asesmen rehabilitasi di Lapas kelas II
A Salemba dilakukakn oleh tim eksternal dari BNN
Provinsi Jakarta Pusat beserta tim asesornya, diperoleh
data dari 300 (tiga ratus) orang yang diberikan
kesempatan mengikuti program rehabilitasi, tim asesor
memberikan asesmen terkait layak atau tidak diberikan
pelaksanaan rehabilitasi sejumlah 160 (seratus enam
puluh) orang.
Pertimbangan lain dalam penentuan peserta
rehabilitasi juga dilihat dari masa hukuman. Bagi Warga
Binaan Pemasyarakatan yang akan menyelesaikan masa
hukuman kurang dari 1 (satu) tahun tidak masuk menjadi
peserta rehabilitasi, hal ini dikarenakan program
rehabilitasi dijadwalkan 1 (satu) tahun sehingga semua
WBP yang mengikuti program rehabilitasi mampu tuntas
menyelesaikannya.
141
Dalam hal ini Lapas Kelas II A Salemba tidak
sesuai dengan Peraturan Huum dan Hak Asasi Manusia
(HAM) No 12 Tahun 2017 karena proses Asesmen
Rehabilitasi dilaksanakan oleh BNN Provinsi Jakarta
Pusat. Berdasarkan analisa peneliti dalam pelaksanaan
tahap asesmen rehabilitasi lebih efektif jika dilakukan
oleh tim BNN karena memiliki tim asesor yang
berkompetensi dan handal dalam hal menangani Warga
Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan.
3. Program Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medis sesuai dengan pengertiannya
sebagai proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
Dijelaskan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (HAM) Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 9
mengenai Layanan Rehabilitasi Medis diberikan dalam
bentuk:
a. Penanganan kondisi gawat darurat narkotika
Tim rehabilitasi medis pada Lapas Kelas II A
Salemba akan siap siaga dalam penanganan kondisi
gawat darurat Warga Binaan Pemasyarakatan. Resiko
ketergantungan berupa sakau memungkinkan terjadi
dan tidak menutup kemungkinan masih terdapat WBP
yang mengkonsumsi narkoba dalam Lapas. Namun,
selama ini kejadian tersebut tidak terjadi di Lapas
Kelas II A Salemba WBP mengikuti aturan dan
ketentuan pengobatan.
142
b. Detoksifikasi dan terapi simtomatik
Penerapan Detoksifikasi dan terapi simtomatik
dalam Layanan rehabilitasi mediskepada Warga
Binaan Pemasyarakatan berupa kegiatan
Farmakoterapi. Dalam kegiatan farmakoterapi peserta
rehab akan mendapatkan pengobatan tertentu sesuai
dengan gejala atau penyakit yang diderita. Hal ini
sama dengan cara detoksifikasi dan terapi simtomatik
yaitu memberikan obat-obatan seperti methadone
yang bertujuan untuk mengurangi keinginan Warga
Binaan Pemasyarakatan terhadap penggunaan
narkoba. Pengobatan diberikan setiap hari secara rutin
dimulai dari pukul 09.00 - 11.30 WIB bertempat di
Poli Klinik Lapas kelas II A Salemba.
Tim dokter akan memeriksa kesehatannya baik
secara fisik dan mental. Setelah pemeriksaan, dokter
akan memutuskan apakah pecandu tersebut perlu
diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala sakau
peserta. Penangan pengobatan disesuaikan dengan
jenis narkoba yang digunakan oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus narkoba, dan saat ini peserta
rehabilitasi didominasi oleh pecandu narkoba berjenis
sabu-sabu.
Selama ini pelaksanaan kegiatan pengobatan
berjalan secara lancar. Bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan sendiri merasakan dalam pelaksanaan
pengobatan memberikan dampak positif terhadap
ketergantungan yang mereka rasakan selama ini, juga
143
dalam pelayanan yang diberikan oleh tim dokter
dirasakan baik.
Selama pemberian pengobatan detoksifikasi dan
terapi simtomatik yang terus diawasi dalam
perkembangannya oleh tim rehabilitasi medis akan
diketahui saat test urine akhir apakah mereka selama
menjalani rehabilitasi itu masih ada yang
mengkonsumsi narkotika atau mendapatkan kondisi
yang baik.
c. Terapi komorbiditas
Terapi ini dilakukan untuk Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam bentuk kegiatan Rujukan yang
mengalami gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-
sama dengan gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif. Selama ini kondisi tersebut
belum terjadi di Lapas Kelas II A Salemba karena
WBP tidak ada yang mengalami gangguan jiwa akibat
dari penyalahgunaan narkoba.
d. Terapi Rumatan
Terapi rumatan untuk pasien-pasien
ketergantungan heroin (opioda) saat ini di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba tidak dilakukan.
Hal ini dikarenakan kurang tersedianya Sumber Daya
Manusia (SDM) dalam menangani terapi tersebut.
e. Terapi Non Rumatan
Dalam pelaksanaan terapi non rumatan
dilakukan dalam bentuk kegiatan konseling, terapi ini
merupakan bagian penting dalam mengobati
penyalahgunaan narkoba. Konseling yang dilakukan
144
oleh konselor dan psikolog dalam rehabilitasi akan
membantu peserta rehab mengenali masalah atau
perilaku yang memicu akibat penyalahgunaan
narkoba. Konseling terdiri dari 3 (tiga) macam, yakni
konseling adiksi, konseling VCT, dan konseling
psikologi.
4. Program Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial merupakan suatu proses
pemulihan pada Warga Binaan Pemasyarakatan baik
secara fisik, mental dan sosial agar dapat produktif dan
berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Pada
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(HAM) Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 10 terdapat Layanan
Rehabilitasi Sosial yang diberikan dalam bentuk
Therapeutic Community, Criminon, dan Intervensi
Singkat. Bahwa Pada pelaksanaan rehabilitasi sosial
kegiatan criminon dan intervensi singkat tidak
dilaksanakan pada rehabilitasi bagi Warga Binaan
pemasyarakatan kasus narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba karena pelaksanaan
TC dirasa lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan
peserta rehab.
Therapeutic Community merupakan kegiatan yang
digunakan untuk proses pemulihan penyalahgunaan
narkoba. Pelaksanaan Therapeutic community (TC) atau
bimbingan kelompok titik tekannya melatih Warga
Binaan Pemasyarakatan dengan cara memberikan
pelatihan khusus sesuai dengan potensi yang dimiliki serta
145
melatih peserta rehab dalam bersosialisasi dengan baik.
Hal ini juga diperkuat oleh temuan dari (Putri 2018, 68)
bahwa Therapeutic Community adalah suatu pemulihan
penyalahgunaan narkoba dengan pendekatan sosial, dalam
hal ini Warga Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba
berada dalam ruang lingkup yang sama serta berupaya
dalam proses penyembuhan terhadap ketergantungan
narkoba.
Pendekatan sosial menjadi efektif dalam program
rehabilitasi sosial, karena upaya ini dapat meningkatkan
atau memperbaiki kemampuan mereka dalam bersosial,
sehingga memungkinkan mereka hidup bermasyarakat
dan berinteraksi dengan baik. Tugas tersebut dapat
dilakukan oleh pekerja sosial, namun pada Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba peranan pekerja
sosial dilakukan oleh psikolog. Walaupun demikian,
untuk mencapai tujuan dalam rehabilitasi sosial landasan
berupa tujuan dari pekerjaan sosial tetap menjadi hal
utama bagi pelaksana, yaitu disesuaikan dengan Teori
Pekerjaan Sosial Koreksional: (Dorang 2010)
a. Membantu narapidana agar dapat menyesuaikan
diri dengan kehidupan Lembaga
Pemasyarakatan.
b. Membantu klien memahami diri mereka sendiri
(narapidana), relasi dengan orang lain dan
apakah harapan mereka sebagai anggota
massyarakat dalam kehidupan mereka.
146
c. Membantu narapidana melakukan perubahan
sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan nilai
dan norma masyarakat.
d. Membantu narapidana melakukan penyesuaian
diri yang baik dalam masyarakat.
e. Membantu narapidana memperbaiki relasi sosial
dengan orang lain (keluarga, isteri/suami,
tetangga dan lingkungan sosial).
Tingkat efektifitas rehabilitasi pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan
memang dibutuhkan pelaksana yang profesional di
bidangnya sebagai pekerja sosial koreksional. Harapannya
petugas pelaksana tersebut selanjutnya dapat dipenuhi
oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba.
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sosial telah
terjadwal dan tersusun rutin setiap harinya secara
berulang-ulang, kegiatan itu menjadi penting dilakukan
karena berguna untuk memberikan doktrinasi secara
sistematis kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar
menjadi habbit atau kebiasaan saat nanti diluar Lembaga
Pemasyarakatan. Seperti pada pelaksanaan morning
meeting yang dilakukan setiap pagi setelah sarapan pagi,
dimana Warga Binaan Pemasyarakatan melakukan share
feeling dengan mengungkapkan perasaan serta
permasalahan yang dirasakan sehingga mereka dapat
mengenali diri mereka sendiri.
147
Sessi atau konseling di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba dilaksanakan setiap hari oleh dokter,
psikolog serta konselor untuk mendapatkan informasi
mendalam mengenai Warga Binaan Pemasyarakatan. Mix
Confrontation dilaksanakan sekali dalam seminggu guna
memberikan wawasan serta pengetahuan berdasarkan
permasalahan yang disampaikan masing-masing peserta
rehab. Page Group (Personal/Peer Accountability Group
Evaluation) kegiatan ini dilaksanakan guna memberikan
penilaian atau evaluasi diri antar peserta rehab. Encounter
Group dilaksanakan untuk mengntrol emosi diri serta
menciptakan sosialisasi yang baik antar sesama peserta
rehab. Static Group dilaksanakan guna membantu
memberikan keputusan dalam memecahkan solusi dari
suatu permasalahan yang dialami secara bersama-sama.
Seminar dilaksanakan dengan memberikan pengetahuan
seputar penyalahgunaan narkoba oleh pembicara yang
telah dipersiapkan pihak Lemabaga Pemasyarakatan.
Recreation/Sport dilaksanakan guna untuk melatih fisik
serta menghilangkan rasa jenuh bagi peserta rehab.
Berdasarkan analisa peneliti dalam mengamati
kegiatan rehabilitasi sosial, dimana kegiatan yang
diprogram untuk menjadikan Warga Binaan
Pemasyarakatan menjadi lebih percaya diri dan
melupakan jalan singkat dengan mengkonsumsi narkoba
pada saat menghadapi persoalan di kehidupannya.
148
Selain itu pula menjadikan Warga Binaan
Pemasyarakatan menjadi individu yang diterima dalam
lingkungan sosialnya dengan melatih keterampilan
dengan berbagai macam pelatihan yang dilakukan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba. Kegiatan
ini bermuatan multi manfaat selain mereka mendapatkan
personal life skill, team work, juga bernilai ekonomis
dalam menghadapi tantangan diluar Lembaga
Pemasyarakatan nanti.
Satu kegiatan yang juga menurut analisa peneliti
baik bagi warga binaan adalah pembinaan kerohaniaan.
Disadari atau tidak mereka yang mengkonsumsi narkotika
melepaskan kegelisahan dan mencari kebahagiaannya
dengan cara yang merugikan pribadi dan lingkungannya.
Seandainya melepaskan kegelisahan dengan berlindung
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menyadari atas
kekuasaan-Nya tentu jalan yang dilaluinya akan baik.
B. Dampak yang Diperoleh selama Pelaksanaan Rehabilitasi
bagi Warga Binaan Pemasyarakatan kasus narkoba di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
Dampak adalah akibat atau pengaruh yang terjadi dari
sebuah tindakan seseorang/kelompok yang melakukan
kegiatan tertentu. Menurut Otto Soemarwoto (1998:34),
menyatakan dampak merupakan suatu perubahan yang
terjadi akibat aktifitas. Aktifitas tersebut dapat bersifat
alamiah baik kimia, fisik maupun biologi dan aktifitas dapat
pula dilakukan oleh manusia.
149
Untuk memperoleh hasil dari pelaksanaan rehabilitasi
kasus narkoba yang dilakukan oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba, peneliti menyebutkan beberapa hasil yang menjadi
harapan dari pelaksanaan rehabilitasi, yaitu: 1)
Meminimalisir terjadinya ketergantungan terhadap narkoba,
2) Memperbaiki kesehatan jasmani dan rohani, 3) Dapat
mengembangkan keterampilan yang telah dipelajari selama
di dalam Lembaga Pemasyarakatan, 4) Dapat kembali
menjalankan peran dan tanggung jawabnya serta diterima di
lingkungan masyarakat.
Hasil yang peneliti sebutkan pada poin pertama sampai
ketiga dapat terukur dengan aktifitas dan hasil assesmen
akhir Warga Binaan Pemasyarakatan. Sesuai dengan hasil
laporan dan pernyataan warga binaan bahwasannya
pelaksanaan program rehabilitasi memberikan dampak yang
baik daripada kondisi mereka sebelum menjalani program
rehabilitasi. Menjadi kebanggaan bersama baik pelaksana
maupun Warga Binaan Pemasyarakatan manakala terdapat
setitik harapan untuk menatap masa depan yang lebih baik
diluar Lembaga Pemasyarakatan nanti.
Namun, berbeda halnya dengan poin keempat yang
merupakan barometer puncak dari suatu keberhasilan
program rehabilitasi ini, yakni WBP dapat kembali
menjalankan peran dan tanggung jawabnya serta diterima di
lingkungan masyarakat. Karena keterbatasan penelitian untuk
pencapaian tersebut tidak dapat peneliti sampaikan.
150
Walaupun demikian terdapat beberapa analisa dari suatu
dampak pelaksanaan program berdasarkan atas teori
kriminologi dan social learning.
Adapun dampak yang dirasakan oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan yaitu dapat mengalami perubahan mindset,
mengalami perubahan pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan
yang lebih baik lagi, mudah bersosialisasi, mudah terbuka,
mudah untuk menyampaikan pendapat, mengubah pola
tingkah laku yang disfungsional dari seseorang individu
menjadi lebih efektif dan produktif dalam kehidupannya,
mendapatkan pendapatan dari hasil kegiatan yang diikuti,
memberikan peningkatan terhadap kesehatan fisik menjadi
lebih bugar.
Mengacu pada teori kriminologi (Soekanto 1983, 8)
sebagai dasar dari sebuah tindakan kejahatan. Terdapat
beberapa faktor yang melatar belakangi tindak kriminal
Warga Binaan Pemasyarakatan dan berdasarkan hasil
penelitian hanya faktor sosiologis yang lebih mendominasi
atas kejahatan narkoba yang dilakukan oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Pendekatan sosilogis menjelaskan faktor-faktor
terjadinya kejahatan berdasarakan interaksi sosial, proses
sosial dan struktur sosial di dalam kebudayaan masyarakat.
Berdasarkan data dan temuan peneliti melalui observasi dan
wawancara diperoleh bahwa peserta rehab (KM, IA dan DI)
melakukan tindak kriminal penyalahgunaan narkoba karena
pergaulan bebas.
151
Pergaulan bebas sangat rentan dengan hal-hal negatif
karena dalam aturan main pergaulan bebas yaitu tanpa
aturan. Sehingga mereka mengesampingkan norma
kesusilaan, agama, dan hukum itu sendiri. Dalam benak
mereka kebebasan, kepuasan dan kesenangan yang tidak
berbatas yang mereka inginkan, dan narkoba sebagai
pendorong sekaligus aspek penyempurna kehidupan mereka.
Banyak faktor apabila ditelusuri latar belakang Warga
Binaan Pemasyarakatan memasuki pergaulan bebas, seperti
kurangnya kebutuhan kasih sayang dan pengakuan,
hilangnya kepercayaan diri dalam menghadapi persoalan
serta kurangnya nilai-nilai keagamaan yang mereka rasakan.
Untuk itu kegiatan rehabilitasi narkoba tidak hanya
mengembalikan jasmani mereka dari ketergantungan obat-
obatan namun memperbaiki struktur lingkungan mereka dan
cara pandang kehidupan sosial yang sesuai atas norma-
norma.
Oleh karena itu dalam kegiatan rehabilitasi sosial
sangat tepat apabila disandingkan dengan teori social
learning, disini peneliti menyebutkan analisa kedua dari
Teori pembelajaran sosial yang menjelaskan bagaimana
seseorang mengalami pembelajaran dalam lingkungan
sekitarnya, menurut Bandura bahwa tingkah laku lingkungan
dan kejadian-kejadian di dalam pada pembelajaran yang
mempengaruhi presepsi dan tindakan adalah hubungan yang
saling berpengaruh. Pembelajaran juga merupakan proses
perubahan tingkah laku ke arah yang positif seseorang
152
terhadap sesuatu keadaan tertentu yang di sebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang keadaan itu, di mana
perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau
pemaksaan atau kondisi sementara (Mabuk, lelah dll).
(Pujileksono 2017, 19-20).
Berdasarkan atas jadwal dan rangkaian kegiatan
rehabilitasi sosial yang sistematis, tersusun dan terstruktur
berdasarkan atas kebutuhan dari warga binaan. Proses
tersebut sebagai pembelajaran yang dilakukan secara terus
menerus dan dibentuk agar menjadi sebuah pengalaman yang
mengakar sehingga menjadi habit bagi warga binaan untuk
selanjutnya akan menjadi suatu aktifitas yang akan mereka
lakukan setelah keluar dari Lapas.
Aktifitas sebagian besar dilakukan secara bersama
namun tetap memperhatikan kebutuhan individu. Upaya
pertama yang dilakukan memperbaiki kepercayaan diri dari
warga binaan dengan mereka mengutarakan perasaannya dan
berbagi atas persoalan yang dialaminya. Mengetahui
persoalan orang lain mengajarkan akan arti rasa syukur atas
kehidupan ini, dimana kondisi orang lain sama dengan yang
dia alami atau bahkan lebih berat bebannya daripada dirinya
sendiri.
Kemudian melakukan tindakan kelompok untuk
mengajarkan pentingnya kerjasama dan saling membantu.
Belajar menjadi bagian dari komunitas sosial yang berjuang
mengembalikan kondisi normalnya sebelum mengkonsumsi
narkoba. Bahu membahu dan berbagi pengalaman dan
153
membicarakan persoalan-persoalan yang dialami serta
mencari solusinya bersama-sama. Suatu hari di luar Lapas
nanti mereka akan membangun komunikasi kembali untuk
saling mengingatkan agar tidak terjerumus kedalam narkoba.
Berikutnya dalam pembelajaran sosial yang ditekankan
dalam rehabilitasi sosial ini kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan adalah bimbingan personal life skill berupa
pembinaan kemandirian bagi peserta rehab, pada kegiatan ini
difungsikan untuk membina lebih dalam individu-individu
Warga Binaan Pemasyarakatan agar bisa lebih produktif
menjalani kehidupan serta dapat mengurangi tingkat
pengangguran setelah mereka menjalani program rehabilitasi.
Untuk yang terakhir adalah kegiatan rohani, bagi warga
binaan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
merupakan upaya terendah atas kepasrahan diri terhadap
kondisi yang mereka alami saat ini, dan derajat tertinggi atas
harapan besar agar esok hari masih diberikan kesempatan
hidup untuk memperbaiki kesalahan dan menjadi individu
yang lebih baik lagi. Sejauh apapun usaha rehabilitasi ini
dijalani apabila tidak ada itikad baik dalam hati warga binaan
untuk memperbaiki kesalahannya maka yang terjadi kesia-
siaan. Kepercayaan pemerintah bahwa penyalahgunaan
narkoba yang mereka lakukan atas dasar ketidaktahuan dan
kekhilafan semata, untuk itu rehabilitasi menjadi cara bagi
mereka untuk tidak mengulangi kesalahan serupa. Untuk itu
Program rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba ini akan berdampak baik dan berhasil apabila kedua
154
belah pihak dalam hal ini penyelenggara (Tim Rehabilitasi)
dan Warga Binaan Pemasyarakatan memiliki tujuan yang
sama, dimana pada akhirnya warga binaan dapat sembuh dari
ketergantungannya dan kembali melaksanakan fungsi
sosialnya dan diterima di masyarakat.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil uraian yang ada pada bab sebelumnya, maka
peneliti dapat mengambil kesimpulan yaitu:
1. Pelaksanaan Program rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba terdiri dari
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi
medis bertujuan untuk memulihkan dan mempertahankan
kondisi kesehatan Warga Binaan Pemasyarakatan dengan
memberikan pengobatan untuk meminimalisir
ketergantungan terhadap narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya. Sedangkan rehabilitasi sosial bertujuan
untuk memulihkan dan mempersiapkan Warga Binaan
pemasyarakatan dengan cara mengembangkan potensi
serta bakat yang dimiliki untuk dapat menjalankan fungsi
sosialnya di lingkungan masyarakat.
Program rehabilitasi medis terdiri dari beberapa
kegiatan mulai dari skrinning, test urine awal, asesmen
awal, konseling (yang terdiri konseling adiksi, konseling
VCT, dan konseling psikologi), penanganan gawat
darurat, farmakoterapi, rujukan, test urine akhir dan
asesmen akhir. Pada program rehabilitasi medis ini
dilaksanakan oleh Tim Dokter Medis Lapas Salemba,
Perawat, Tim Asesor oleh BNN Provinsi DKI Jakarta,
Konselor Adiksi, Petugas Pemasyarakatan yang telah
mendapatkan pelatihan mengenai program rehabilitasi
155
156
medis. Program rehabilitasi sosial dilaksanakan dari
beberapa bentuk kegiatan yaitu bimbingan individu,
bimbingan kelompok (therapeutic community) dan
bimbingan personal life skill. Petugas program rehabilitasi
sosial ini terdiri penanggung jawab, program manager,
instruktur dan petugas dokter.
Pelaksanaan program rehabilitasi bagi WBP di
Lapas Kelas II A Salemba melalui beberapa tahapan yaitu
Skrining, Asesmen Rehabilitasi, dan Pemberian pelayanan
rehabilitasi narkotika. Pada tahap skrinning dilakukan
untuk mengkategorikan jenis zat yang digunakan serta
tingkat resiko dari penyalahgunaan narkoba dengan
mengisi formulir ASSIST. Untuk tahap asesmen
rehabilitasi dilakukan dengan cara penggalian informasi
lebih mendalam tentang Warga Binaan Pemasyarakatan
melalui pengisian formulir asesmen. Pemberian layanan
rehabilitasi narkotika berupa rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Dari pelaksanaan rehabilitasi yang ada
di Lapas Kelas II A Salemba dapat disimpulkan bahwa
kegiatan rehabilitasi sedang dan terselenggara dengan
baik. Warga Binaan Pemasyarakatan juga berpartisipasi
dengan baik, sehingga kegiatan ini terlaksana sesuai
target, sasaran dan tujuan.
2. Dampak dari program rehabilitasi bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan adalah a) mengalami perubahan mind set,
b) mengalami perubahan pola pikir dan kebiasaan-
kebiasaan yang lebih baik lagi, c) mudah bersosialisasi, d)
157
mudah terbuka, e) mudah untuk menyampaikan pendapat,
f) mengubah pola tingkah laku yang disfungsional dari
seseorang individu menjadi lebih efektif dan produktif
dalam kehidupannya, g) mendapatkan pendapatan dari
hasil kegiatan yang diikuti, h) memberikan peningkatan
terhadap kesehatan fisik menjadi lebih bugar.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan saran bagi
lembaga dan penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Lembaga
Sebagai Lapas yang berada dibawah naungan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Republik Indonesia (RI) diharapkan mampu
memaksimalkan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga
Pemasyarakatan yang dapat melaksanakan program
rehabilitasi dengan baik bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan kasus narkoba. Peneliti melihat masih
kurangnya sumber daya manusia program rehabilitasi
serta kurangnya pemahaman dan pengetahuan sehingga
pelaksanaan kurang optimal. Selain itu, keterbatasan
sarana dan prasarana berupa ruang tidur bagi peserta
rehab serta kurangnya fasilitas penunjang seperti kipas
angin yang tidak memadai.
Oleh karena itu, diperlukan evaluasi untuk
program selanjutnya agar dapat terpenuhi kekurangan-
kekurangan yang telah disebutkan. Sehingga pelaksanaan
158
rehabilitasi dapat terselenggara tanpa kendala. Penulis
juga menyarankan kepada pihak Lapas Salemba agar ke
depannya bisa menghadirkan pekerja sosial dalam
pelaksanaan rehabilitasi yang lebih efektif.
2. Penelitian Selanjutnya
Melakukan penelitian lebih menyeluruh mengenai
pelaksanaan rehabilitasi bagi WBP kasus narkoba di
Lembaga pemasyarakatan. Serta menekankan penelitian
lebih fokus kepada program kegiatan rehabilitasi medis
yang peneliti nilai masih kurang jelas dalam programnya.
Karena semakin baiknya Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba terutama dalam
menjalankan program rehabilitisi bagi warga binaan
penyalahguna narkoba akan semakin berkurangnya
tindakan mengulangi kejadian serupa dikemudian hari
sekaligus upaya memutus mata rantai tindakan
kriminalitas penyalahgunaan narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ariefuzzaman, Siti Napsiyah, Lisma DIawati Fuaida. 2011.
Belajar Teori Pekerjaan Sosial. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Reflika
Aditama
Gunarsa, Singgah D. 1999. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta: Gunung Mulia
Gustiani, Diah dkk. 2013. Hukum Penitensia dan Sistem
Pemasyarakatan di Indonesia. Bandar Lampung
Husin, A. B. & Siste, K., 2015. Gangguan Penggunaan Zat. In: S.
D. Elvira & G. Hadisukanto, eds. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, pp. 143-171.
Kadarmanta, A. 2010. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa.
Jakarta: Perdana Media
Lisa, Juliana. 2013. Narkoba dan Gangguan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Luhpuri, Dorang dan Satriawan. 2010. Modul Diklat Pekerjaan
Sosial Koreksional
Mappaire, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Jakarta: Usaha
Nasional Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-
obat Terlarang dalam Perspektif Sosiologi Hukum
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Rosdakarya, edisi revisi cet ke 26
Panjaitan, Petrus Irwan. 1995. Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Poernomo, Bambang. 1986. Pelaksanaan Pidana Penjara
Dengan Sistem Pemasyarakatan. Yogyakarta:
Yogyakarta Liberty
159
160
Prastowo, Andi. 2016. Metode Penelitian Kualitatif dalam
Perspektif Rancangan Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Pujileksono, Dr. Sugeng. 2017. Sosiologi Penjara. Malang:
Intrans Publishing
Reber dan Emily S. Reber, Kamus Psikologi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm
Rex A. Skidmore. 1991. Introduction to Social Work
Rosdi, Afriadi. 2018. Rehabilitasi Sosial Holistik-Sistematik
Terhadap Korban Napza di BRSKPN-Galih Pakuan.
Jakarta: PT Semesta Rakyat Merdeka
Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum
Pidana untuk Mahasiswa dan Praktisi Serta Penyuluh
Masalah Narkoba. Bandung: Mandar Maju
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2013. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Soerjono, Soekanto. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum . Jakarta: Rajawali Pers
Sudarsono. 1990. Etika Islam tentang Kenakalan Remaja.
Jakarta: Rineka Cipta
Sujono, AR. 2011. Komentar dan Pembahasan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta: Sinar
Grafika
Sunarno. 2008. NARKOBA : Bahaya dan Upaya Pencegahannya.
Semarang: PT. Bengawan Ilmu
Yunus, H. Mahmud. 2004. Tafsir Quran Karim. PT. Hidakarya
Zulfa, Eva Achjani. 2011. Pergeseran Paradigma Pemidanaan.
Bandung: CV Lubuk Agung.
161
Perundang-Undangan:
Kemenkes. 2010. Pedoman Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi
Komprehensif pada Penggunaan NAPZA Berbasis
Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Kementerian Kesehatan RI
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2012 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial korban
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif Lainnya
Jurnal:
Dewi, Putri Asmara. 2018. Therapeutic Community bagi Pecandu
Narkoba di Loka Rehabilitasi BNN Kalianda Kabupaten
Lampung Selatan
Dipo, Andi. 2017. Tinjauan Yuridis Terhadap Penyalahgunaan
Narkotika Oleh Anak
Pratama, Yoga. 2016. Tinjauan Kriminologi Terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan yang Melarikan Diri (Studi
Kasus di LAPAS Bandar Lampung Kelas 1A)
Rahman, Muthmainnah Abdul. 2016. Peranan Lembaga
Pemasyarakatan dalam Pembinaan Khusus Narapidana
Penderita HIV dan AIDS
Website:
Nasional, Badan Narkotika. “Konferensi Pers Capaian 4 Tahun
Pemerintahan Joko Widodo-Yusuf Kalla Tahun 2015-
2018.” Document_BNN.pdf. t.thn.
http://fmb9.id/document/1540525332_BNN.pdf (diakses
Oktober 10, 2019)
Permana, Rakhmad. 2019. Hidayatullah. Pecandu Narkoba
Dipenjara atau Direhabilitasi? Ini Aturannya. Jakarta:
detikNews
162
Rahadian, Lalu. 2015. Korban Narkoba Seharusnya Tidak
Dijebloskan ke Penjara. Jakarta: cnnindonesia
Ristianto, Christoforus. 2019. BNN Sebut Penyalahgunaan dan
Peredaran Narkotika Semakin Meningkat. Kompas.com
163
LAMPIRAN- LAMPIRAN
164
Lampiran 1 Catatan Observasi
HARI /
TANGGAL
KEGIATAN HASIL KEGIATAN
Jum’at, 27
Desember
2019
Penyerahan Surat Izin
Penelitian Skripsi
Setelah melalui proses surat
perizinan dari Kanwil (Kantor
Wilayah) saya menyerahkan surat
izin penelitian skipsi kepada
pamong lembaga yaitu Pak Danil.
Saya berdiskusi mengenai
mahasiswa yang pernah
melaksanakan penelitian skripsi
di Lapas Kelas II A Salemba,
kemudian saya diberikan bacaan
skripsi terdahulu, setelah itu saya
mendiskusikan terkait judul
skripsi yang saya ambil.
Senin, 6
Januari 2020
Mengunjungi Ruang
Registrasi
Beberapa hari setalah surat
perizinan skripsi saya diterima
oleh Kepala Lembaga
Pemasyarakatan, saya
mengunjungi ruang registrasi
untuk mengetahui informasi
mengenai profil Lembaga
Pemasyarakatan, jumlah
penggolongan register perkara
yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba, selain itu saya juga
mengetahui jumlah Warga Binaan
Pemasyarakatan tahun 2019/2020.
Rabu, 15
Januari 2020
Rapat Evaluasi
Tahunan Lapas Kelas
II A Salemba
Suasana di Lapas Kelas II A
Salemba berbeda dengan hari-hari
biasanya, pada hari ini Lembaga
Pemasyarakatan terlihat sepi dari
pengunjung, saya pun
menanyakan hal tersebut kepada
pamong lembaga, beliau
165
menjelaskan bahwa pada hari ini
sedang megadakan kegiatan rapat
tahunan yaitu membahas
mengenai kegiatan selama
setahun serta megevaluasi dari
setiap kegiatan yang ada, oleh
karena itu semua aktivitas pada
hari ini ditiadakan, warga binaan
pemasyarakatan yang biasanya
mengikuti rutinitas yang telah
dijadwalkan namun hari ini
diliburkan, bahkan tidak hanya
warga binaan saja tetapi kegiatan
kunjungan bagi para pengunjung
juga ditiadakan terlebih dahulu.
Kegiatan rapat evaluasi tahunan
ini berlangsung sejak pukul 09.00
WIB hingga kurang lebih pukul
18.00 WIB. Kegiatan rapat
evaluasi diadakan di aula lantai 2.
Selasa, 4
Februari
2020
Diskusi bersama
Pamong Lembaga dan
Mengunjungi Ruang
BIMKEMASWAT
Hari ini saya menanyakan
mengenai perkembangan program
rehabiltasi sosial yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba kepada pamong
lembaga. Ternyata beliau
menjelaskan bahwa saat ini
program rehabilitasi sosial sudah
digantikan dengan program
rehabilitasi medis. Program
rehabilitasi medis ini rencananya
akan dilaksanakan pada bulan
Februari tahun 2020. Program
rehabilitasi medis ini terdiri dari
kegiatan Asessment, Konseling
dan Pengobatan. Ada beberapa
tahapan yang yang harus
dilaksanakan sebelum mengikuti
166
program rehabilitasi yaitu 1.
Asessment bertujuan untuk
mencari tahu siapa saja yang
layak dan tidak layak untuk
mengikuti program rehabilitasi, 2.
Karangtina yaitu kegiatan
pemindahan peserta menjadi satu
area, 3. Screening yaitu kegiatan
pengecekan kesehatan peserta, 4.
Tahap Proses Kegiatan pada
tahap ini program Rehabilitasi
Sosial sebelumnya dilaksanaan
tiap per 3 bulan namun
belakangan ini dilaksanakan per 6
bulan. 1 bulan pertama diadakan
kegiatan screening yang terdiri
dari proses asessment, masuk
bulan ke 2 mulai mengikuti
kegiatan yang terdiri dari kegiatan
a. Morning Meeting yaitu peserta
berkumpul di suata tempat untuk
menyampaikan progres hari ini,
apa saja yang ingin dicapai dan
yang harus dilakukan,
menyampaikan perasaan, dan
sebagainya, b. Bersih-bersih
sekitar area Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba, c. Pembagian Tugas,
terdiri dari ketua, penanggung
jawab, dan lain-lain semua
pembagian tuga0s itu berasal dari
warga binaan pemasyarakata itu
sendiri.
Setelah itu saya mengunjungi
ruang KASUBSI
BIMKEMASWAT dan bertemu
167
dengan Pak Rendi. Di ruang
tersebut saya diingatkan kembali
mengenai hal-hal apa saja yang
boleh saya lakukan dan yang
tidak boleh saya lakukan serta tata
tertib yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba.
Senin, 17
Februari
2020
Mengunjungi Poli
Klinik
Pada hari ini Lapas Kelas II A
Salemba tidak seperti hari
biasanya. Suasana di sekitar Poli
Klinik terlihat ramai dipenuhi
oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan. Saya memasuki
ruang Poli Klinik dan bertemu
dengan Dokter Devi selaku
Kepala Program HIV/AIDS.
Dokter Devi menjelaskan bahwa
Poliklinik sedang ramai karena
banyak Warga Binaan
Pemasyarakatan yang sedang
mengantri untuk berobat terkait
penyakit yang mereka rasakan,
tidak ada kegiatan atau acara
khusus yang membuat poliklinik
menjadi ramai mereka hanya
berobat seperti biasanya saja.
Setelah itu dokter Devi sedikit
menjelaskan bahwa jumlah
Warga Binaan Pemasyarakatan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba yang terea penyakit
HIV/AIDS itu tidak banyak
sekitar 36 orang. Selanjutnya alur
pertama HIV masuk yaitu dengan
memberikan penyuluhan, setelah
itu pengamabilan darah, dari hasil
pengambilan darah tersebut jika
168
Warga Binaan Peasyarakatan
sudah dinyatakan positif, maka
Warga Binaan Pemasyarakatan
tersebut dibawa ke klinik, dan
setiap perdua minggu sekali pada
hari Selasa WBP tersebut akan
diberikan obat ART
(Antiretroviral Terapi), jika
timbul efek samping baru
kemudian dirujuk ke rumah sakit
pengayoman. Salah satu wujud
dari layanan yang diberikan oleh
poliklinik Lapas Kelas II A
Salemba yaitu menyediakan dana
serta menyediakan fasilitas yang
dibutuhkan oleh Warga Binan
Pemasyarakatan.
Rabu, 19
Februari
2020
Tes kesehatan
Hepatitis
Pada hari ini ruang perpustakaan
Lapas Kelas II A Salemba terlihat
tidak seperti biasanya hari ini
justru lebih ramai, Bapak Danil
menjelaskan bahwa hari ini
sedang diadakan kegiatan tes
kesehatan hepatitis yang
dilakukan oleh tim medis dari
Poli Klinik Lapas Kelas II A
Salemba. Tes hepatitis ini tidak
hanya diikuti oleh Warga Binaan
Pemasyarakatan saja tetapi para
petugasnya juga. Kegiatan ini
juga dibantu oleh kader kesehatan
yang berjumlah 8 (delapan) orang
dan mereka sudah diberikan
tugasnya masing-masing
diantaranya yaitu memberikan
form consend kepada para Warga
Binaan Pemasyarakatan dan para
169
petugas, membantu tim medis
dalam mempersiapkan peralatan
yang dibutuhkan, dan membantu
untuk memanggilkan antrean tes
hepatitis ini.
Kamis, 5
Maret 2020
Pembukaan Program
Rehabilitasi Medis di
Lapas Kelas II A
Salemba
Pada hari ini sedang dilaksanakan
kegiatan Pembukaan Program
Rehabilitasi Medis yang
bertempat di Aula lantai 2
Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba. Kegiatan ini turut
dihadiri oleh Ketua Kantor
Wilayah DKI Jakarta
Kemenkumham, Kepala Lapas
Kelas II A Salemba, tim
rehabilitasi medis Lapas kelas II
A Salemba, perwakilan Kepala
BNN DKI Jakarta, Perwakilan
dari universitas-universitas. Serta
peserta rehabilitasi medis.
Kegiatan ini diawali dengan
pembukaan dari kepala Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba yang mengatakan bahwa
jumlah Warga Binaan
Pemasyarakatan yang menjadi
peserta rehabilitasi medis itu
berjumlah 160 orang dimulai
dengan melakukan tes urin pada
bulan Desember 2019 sebanyak
300 orang, kemudian dilanjut lagi
dengan kegiatan asesmen pada
bulan Maret 2020 sebanyak 160
orang, sedangkan total seluruh
Warga Binaan Pemasyarakatan
yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
170
Salemba ada 1.781 orang. Kasus
narkoba sendiri mencapai 75%
dari total seluruh Warga Binaan
Pemasyarakatan yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba, jadi sekitar 1.339
orang kasusnya adalah narkoba.
Dengan kategori bandar narkoba
sebanyak 34 orang, pengedar
narkoba sebanyak 505 orang dan
pengguna narkoba sebanyak 800
orang itu berarti 60% dari 1.339
orang dengan kasus narkoba.
Jumlah peserta rehabilitasi medis
sekitar 12,8% yang berarti
sejumlah 160 orang dari 800
orang pengguna narkoba.
Selanjutnya dijelaskan pula oleh
mantan ketua BNN bahwa
pengguna narkotika atau pecandu
narkotika wajib di rehabilitasi,
dalam pelaksanaannya yaitu
selama 6 (enam) bulan.
Selanjutnya Bapak Wahyu
Wulandari selaku Perwakilan
Kepala BNN DKI Jakarta
menyampaikan bahwa tidak bisa
100% Warga Binaan
Pemasyarakatan mengikuti
kegiatan rehabilitasi oleh karena
itu BAPAS dan BNN bersedia
membantu bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan yang ingin
mengikuti program rehabilitasi
sampai pasca rehabilitasi secara
gratis melalui program
pendampingan dan pengetahuan.
Dilanjutkan oleh Ketua Kantor
171
Wilayah DKI Jakarta
Kemenkumham menjelaskan
mengenai bagaimana bahaya
narkoba serta tujuan dari
rehabilitasi sosial itu merupakan
cara bersosialisasi agar tidak
mudah minder justru seharunya
akan dibentuk mentalnya menjadi
lebih percaya diri. Setelah
kegiatan Pembukaan Program
Rehabilitasi Medis selesai, saya
diajak untuk mengelilingi ruangan
khusus untuk blok peserta
rehablitasi medis, di dalam blok
rehabilitasi tersebut terdapat
jadwal kegiatan harian program
rehabilitasi medis yang telah
terpasang di blok rehabilitasi
yang bertujuan sebagai pengingat
agar kegiatan tetap terlaksana
sesuai dengan jadwal yang telah
dibuat, saya juga diajak ke lokasi
tempat kegiatan konseling.
Senin, 9
Maret 2020
Kegiatan senam pagi
dan Kegiatan
kepramukaan
Kegiatan senam pagi yang rutin
dilaksanakan di Lembaga
Pemasyaraatan Kelas II A
Salemba pagi ini mengalami
sedikit kendala karena cuaca yang
kurang mendukung sehingga
kegiata ini terlihat tidak begitu
ramai. Peserta rehab enggan
untuk mengikuti kegiatan senam
tersebut dan lebih memilih untuk
istirahat saja di ruang rehab.
Namun, setelah cuaca mulai
mereda kegiatan senam
dilanjutkan kembali dan masih
172
ada beberapa peserta rehab
lainnya yang tetap antusias untuk
mengikuti kegitan senam. Saya
berdiskusi dengan salah satu
petugas pelaksana rehab
mengenai sanksi apabila peserta
rehab tidak mengikuti kegiatan
senam apakah akan diberi sanksi
atau tidak dan beliau menjelaskan
bahwa tidak adanya sanksi terkait
hal tersebut dikarenakan
kurangnya sumber daya manusia
dalam mengkondisikan seluruh
peserta rehab agar tetap
mengikuti kegiata senam.
Di sore harinya saya mengikuti
kegiatan pramuka, dimana
kegiatan pramuka saat itu sedang
mempelajari baris berbaris dan
tali temali. Sebelum saya
menemui Pak Danil di ruang
perpustakaan saya melewati ruang
kunjungan dan saya melihat
Warga Binaan Pemasyarakatan
yang mengenakan seragam
pramuka berada di ruang tersebut.
Setelah bertemu Pak Danil saya
menanyakan mengenai Warga
Binaan Pemasyarakatan yang
memakai seragam pramuka di
ruang kunjungan, beliau
mengatakan bahwa kegiatan
kepramukaan tidak hanya
mempelajari baris berbaris dan
tali temali saja tetapi keberadaan
mereka juga ikut membantu
dalam kegiatan kunjungan Warga
173
Binaan pemasyarakatan baik pada
di hari biasa maupun pada saat
kunjungan pada hari-hari besar.
Kegiatan kepramukaan diikuti
oleh peserta rehab sesuai dengan
kegemaran serta kemampuan
masing-masing. Sore hari ini saya
mengamati bahwa selama proses
latihan mereka sangat
bersemangat, hal ini nampak dari
tenaga serta suara lantang yang
dikeluarkan oleh tiap-tiap regu.
Selasa, 10
Maret 2020
Kegiatan senam pagi
dan Kegiatan bermain
musik
Kegiatan senam pagi hari ini
terlihat tidak begitu ramai masih
sama seperti hari sebelumnya.
Saya berdiskusi dengan salah satu
peserta rehab yang tidak
mengikuti kegiatan senam
tersebut beliau menjelaskan
alasan tidak ikut serta dalam
kegiatan senam pagi karena
merasa gerakan senam yang
dipandu oleh peserta rehab itu
sendiri kurang menarik. Namun,
dalam pengamatan saya gerakan
yang dipandu justru
memunculkan tawa canda dari
peserta rehab, karena kegiatan
senam diiringi dengan iringan
musik yang menggembirakan.
Dilanjutkan dengan mengikuti
kegiatan bermain musik di ruang
khusus musik yang kedap suara.
Ruang musik di Lembaga
pemasyarakatan kelas II A
Salemba berada di lantai 2 (dua)
174
di dekat ruang
BIMKEMASWAT. Sebelum saya
memasuki ruang musik sudah
terlebih dahulu ada peserta rehab
yang sedang latihan. Di situ saya
melihat potensi yang mereka
miliki, mulai dari vokalis yang
memiliki suara merdu sampai
dengan peserta rehab yang dapat
memainkan berbbagai macam alat
musik. Tidak hanya peserta rehab
saja yang terbawa suasana dengan
lagu yang sedang dinyanyikan,
tetapi saya sendiri juga ikut
bernyanyi bersama dengan
mereka.
Rabu, 11
Maret 2020
Kegiatan senam pagi
dan Kegiatan olahraga
Kegiatan senam pagi hari ini
sangat berbeda dengan hari
sebelumnya karena terlihat seisi
lapangan yang dipenuhi oleh
peserta rehab. Pada pagi hari ini
kegiatan senam dipandu oleh
instruktur senam profesional,
sehingga nampak dari raut wajah
peserta rehab sangat antusias dan
bersemangat untuk mengikutinya.
Didukung pula dengan visual dari
instruktur yang menarik serta
iringan musik senam dan gerakan
yang inovatif seperti musik
dangdut koplo.
Sore harinya saya mengamati
kegiatan olahraga bola voli.
Dalam kegiatan olahraga ini saya
mengamati mereka bermain
secara bergantian dan membagi
175
menjadi beberapa tim. Selama
kegiatan olahraga berlangsung
saya memperhatikan hampir
seluruh pemain mengeluarkan
tenaga yang membuat tangan
mereka menjadi merah akibat
pukulan yang cukup keras.
176
Lampiran 2
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : KASIBINADIK (Kepala Seksi Bimbingan
Narapidana/Anak Didik)
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Di rumah (online)
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 7 Mei 2020
Waktu Wawancara : 10.00 WIB
B. Identitas Informan
Nama : Mohamad Fadil, M.H.
Usia : 37 Tahun
Pendidikan : S2
Pertanyaan Jawaban
1. Apa tugas pokok dan
fungsi dari jabatan
Bapak sebagai
penanggung jawab
program Rehabilitasi?
Intinya kalau rehabilitasi medis
mengobati orang-orang yang
terjangkit pasca kecanduan
narkoba, jadi misalkan dia
ketergantungan obat, memiliki
penyakit akibat dari penggunaan
narkoba, tugas dari penanggung
jawab apa? Memastikan kegiatan-
kegiatan yang ada di dalam
pelaksanaan rehabilitasi agar dapat
berjalan sesuai dengan susunan
kegiatan yang telah dibuat,
penanggung jawab di sini
membawahi siapa? Membawahi
tim dokter.
177
2. Apa yang Bapak
ketahui mengenai
Rehabilitasi yang ada di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Rehabilitasi medis ini adalah
mengembalikan narapidana
pecandu narkoba dengan cara
direhab oleh tenaga medis, jadi
orang yang memiliki stimulan
dalam adiksi itu dipulihkan
melalui program-program
rehabilitasi tersebut. Di dalam
program itu ada bentuk program
terapi psikologi, konseling adiktif,
intinya yang berkaitan dengan
masalah medis. Di samping itu
juga disusupi dengan kegiatan-
kegiatan sosial, contohnya untuk
merehabilitasi sosial mereka, kita
berikan pelatihan tentang
bagaimana dia bersosialisasi
dengan baik seperti salah satunya
belajar berkelompok di suatu
komunitas pengajian, bentuk
kesadaran berbangsa dan
bernegara dalam bentuk kegiatan
kepramukaan, kegiatan tersebut
berkelanjutan dan terjadwal setiap
harinya, sehingga mereka yang
memiliki sugesti untuk
mengkonsumsi narkoba kita buat
program-program rehabilitasi
sosial sehingga ada stimulan
dalam otaknya tidak tertuju pada
penggunaan narkoba, jadi
rehabilitasi medis yang utamanya
tetapi tetap di dalamnya kita
masukkan juga program
rehabilitasi sosial.
178
3. Bagaimana tahapan
sebelum proses
pelaksanaan
Rehabilitasi di Lapas
Kelas II A Salemba?
Narapidana yang ikut program
rehabilitasi diseleksi menjadi
beberapa tahap bagian yang
dilaksanakan oleh pertama tim
medis internal Lapas Kelas II A
Salemba, yang kedua tim asesor
dari BNN Provinsi Jakarta Pusat,
jadi narapidana diseleksi sesuai
dengan kriteria hukuman tertentu,
karena program ini jangka
waktunya 1 (satu) tahun jadi
jangan sampai narapidana yang
sudah mau bebas dimasukkan juga
ke program rehabilitasi ini karena
tidak efektif, kriteria pertama
dilihat dari masa hukuman, yang
kedua dilihat dari jenis kasus
narapidana penyalahgunaan
narkoba atau narapidana dengan
kasus lain tapi memiliki riwayat
menggunakan narkoba, setelah
kita seleksi dari kurang lebih 300
orang, ada seleksi kedua dari tim
eksternal oleh BNN Provinsi
Jakarta Pusat ada juga tim
asesornya, kira-kira dari 300 orang
itu kuota yang diberikan untuk
mengikuti program rehabilitasi
sebanyak 160 orang, setelah dari
tim asesor memberikan asessment
terkait layak atau tidak diberikan
pelaksanaan rehabilitasi didapatlah
hasil sejumlah 160 orang tersebut.
Setelah itu dibuatkan program
salah satunya kegiatan teknis
179
mengenai kesehatan, sampai
program kegiatan sosial di dalam
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba secara umum.
4. Bagaimana proses
pelaksanaan program
Rehabilitasi di Lapas
Kelas II A Salemba?
Proses pelaksanaan rehabilitasi di
lapangan jadi narapidana
dikumpulkan dalam satu ruangan
rehab. Narapidana rehab tidak
disatukan dengan narapidana lain,
tetapi diberikan khusus blok nya
untuk rehab, setelah itu mereka
kita fasilitasi dengan alat-alat
bantu seperti alat tulis, seragam,
termasuk konsumsi untuk Warga
Binaan Pemasyarakatan peserta
rehab dengan jadwal kegiatan
yang telah dijadwalkan, misalnya
hari Senin ikut kerja sama dengan
beberapa pihak pertama dari BNN,
yang kedua dari tim kesehatan
wilayah DKI Jakarta Pusat,
psikolog dari universitas yang kita
lakukan kerjasama, jadi seluruh
kegiatannya terjadwalkan.
5. Ada berapa jenis
Rehabilitasi yang ada di
Lapas Kelas II A
Salemba?
Secara umum narapidana yang
menjalankan pidana di Lapas
tentunya merupakan tempat
rehabilitasi bagi narapidana dari
berbagai macam kasus pada
umumnya, karena ada masa
anggaran yang memang secara
khusus mengembangkan Warga
Binaan Pemasyarakatan kasus
narkoba itu diprogramkan untuk
rehabilitasi medis, secara umum
180
program-program apa saja yang
ada di Lembaga Pemasyarakatan
itu banyak, mulai dari program
pembinaan kepribadian sampai
dengan program pembinaan
kemandirian, dalam program-
program itu dibentuk oleh
beberapa fase dari narapidana
menjalankan pidana 0 (nol), dari
dia pertama kali masuk ke
Lembaga Pemasyarakatan sampai
narapidana menjelang bebas
bersyarat atau bebas murni
menjalankan pidana, dari 0 (nol)
masa pidana sampai setengah
masa pidana dititik beratkan pada
program pembinaan kepribadian,
jadi kita bentuk perilakunya,
emosionalnya dalam bentuk
pembinaan kerohanian, pembinaan
jasmani, itu dari 0 (nol) sampai 1/3
(sepertiga) masa pidana dalam
program masa perkenalan
lingkungan (MAPENALING)
dalam kondisi maximum security
itu terdapat pada fase pertama,
fase kedua sudah mulai masuk
fase ½ (setengah) masa pidana
sampai ke fase 2/3 masa pidana,
sudah mulai dalam fase medium
security jadi dimana narapidana
tersebut sudah kita anggap hampir
mendekati masa asimilasi, artinya
orang ini sudah kita anggap baik
karena sudah melewati jenjang
181
MAPENALING, mulai dari
pembinaan-pembinaan yang
diberikan sudah bisa menjalankan
program dengan baik, masuk lah
ke fase medium security jadi
pengawasannya tidak lagi terlalu
ketat, kita bawakan mereka
dengan narapidana lain, tipe di
fase ½ (setengah) masa pidana
sampai 2/3 (dua pertiga) masa
pidana ini kita arahkan ke program
kemandirian. Pembinaan
kemandirin apa saja?
Pembentukan pembinaan
kemandirian lebih untuk yang
bersangkutan agar bertanggung
jawab kepada dirinya, masyarakat,
dan lingkungan sekitarnya. Dalam
bentuk apa? Kegiatan
kemandirian, seperti apa
contohnya? Seperti kegiatan kerja
(GIATJA) yaitu ada pertukangan,
perkebunan, bengkel dan las,
menjahit, kegiatan kemandirian
berfungsi untuk menopang
kehidupan mereka setelah mereka
keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan dan sebagai bekal
hidup di masyarakat. Setelah 2/3
(dua pertiga) masa pidana yang
bersangkutan kita akan berikan
program pembinaan luar lembaga,
dalam fase 2/3 (dua pertiga) masa
pidana itu adalah fase dimana
narapidana memang sudah layak
182
kita bawakan ke luar Lembaga
Pemasyarakatan ke masyarakat,
walaupun status mereka masih
sebagai Warga Binaan
Pemasyarakatan tapi sudah bisa
dibawakan ke masyarakat, fase
tersebut dalam kondisi fase
minimum security jadi benar-benar
sudah kita lepas dibawah
pengawasan Balai Pemasyarakatan
(Bapas), disitu tanggung jawab
pengawasan oleh Bapasb setelah
di luar. Dengan bekal kepribadian
dan kemandirian tadi, kita anggap
mereka sudah mempunyai bekal
hidup, jadi kita membebaskan
bersyarat itu kita merasa memang
sudah layak mereka tidak akan
mengulangi tindak pidana, baik
tindak pidana serupa atau tindak
pidana yang lainnya. Karena saya
yakin program itu sudah kita
berikan dan sudah berjalan dengan
baik, tentunya orang yang bebas
bersyarat itu harus ada beberapa
kriteria, kriteria tentunya
perlakuan baik tadi, melakukan
dengan baik program-program
pembinaan sehingga dia bisa
dibebaskan bersayarat, karena
bebas bersyarat berbeda dengan
bebas murni, bebas bersyarat itu
tadi melakukan pembinaan dengan
baik, kalau bebas murni ini
bebasnya narapidana yang sesuai
183
dengan putusan hakim, misalnya
dia mendapat vonis putusan
hukum selama 3 (tiga) tahun dan
selama 3 (tiga) tahun itu
melaksanakan program pembinaan
dengan baik dia bebas, tidak ada
tanggung jawab apapun setelah
bebas, kalau bebas di 2/3 (dua
pertiga) masa pidana dalam
program pembinaan bebas
bersyarat dia itu tetap bertanggung
jawab dalam 1/3 (sepertiga) masa
pidana nya di luar, dia statusnya
masih sebagai warga binaan yang
kita turunkan di masyarakat dalam
bentuk klien pemasyarakatan, jadi
tiap minggu wajib lapor ke Bapas,
program rehab medis ini guna nya
seperti itu kita upayakan mereka
itu terputus dari mata rantai
penyalahgunaan narkoba, sehingga
pada saat kita bebas bersyaratkan
tidak lagi memikirkan hal-hal
tersebut, putus mata rantai
penyalahgunaan narkobanya, coba
bayangkan bagaimana sulitnya
menghentikan pecadu nikotin
seperti perokok, coba tanyakan
sehari suruh berhenti merokok itu
sulit, di rehab itu kita memutuskan
keinginan yang bersangkutan
untuk berproses secara mandiri
dan sadar akan bahaya narkoba itu
yang pertama, kedua dari segi
medisnya kita memperbaiki organ-
184
organ dan saraf-saraf kita terapi
dia jangan sampai untuk terjun
kembali ke dunia penyalahgunaan
narkoba tadi.
6. Adakah standarisasi
khusus terhadap sarana
dan prasarana
penunjang program
Rehabilitasi di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Untuk standarisasi program
tersebut sudah baku ditetapkan
oleh Direktorat Jendral
Pemasyarakatan tanggal nya itu di
dalam bentuk kegiatan-kegiatan
rehab itu sendiri, tentunya harus
ada dokter, dalam hal ini
menangani kegiatan tersebut,
kedua ada asesor dari pihak ketiga
dalam hal ini BNN (Badan
Narkotika Nasional), yang ketiga
psikolog dari pihak ketiga yang
dilibatkan, itu standarisasi untuk
melakukan kegiatan rehab
tersebut, jadi tanpa acuan itu ya
berarti bukan standarisasi
namanya. Jadi standarisasi
penunjang ya itu tentunya ada
fasilitas ruangan, sarana
penunjang lainnya seperti buku-
buku, proyektor untuk
menyampaikan program-program
kegiatan, itu semua sudah baku
ada jadi sudah tersedia.
7. Menurut Bapak siapa
saja yang disebut
sebagai Warga Binaan
Pemasyarakatan?
Warga Binaan Pemasyarakatan itu
ada 3 yaitu tahanan, narapidana
dan klien pemasyarakatan.
Tahanan adalah Warga Binaan
Pemasyarakatan yang dititipkan
oleh instansi-instansi yang secara
yuridis bertanggung jawab
185
terhadap tahanan tersebut, seperti
tahanan kepolisian, tahanan
kejaksaan dan tahanan pengadilan
di sidang pemeriksaan pengadilan,
jadi sifat klien pemasyarakatan
tahanan ini hanya titipan, kita
hanya dititipkan saja sedangkan
yang bertanggung jawab secara
yuridis itu pihak yang menahan,
setelah itu narapidana, narapidana
adalah orang yang berdasarakan
putusan pengadilan, sudah diputus
dan di tempatkan di Lembaga
pemasyarakatan untuk
menjalankan pembinaan, secara
utuh sudah menjadi tanggung
jawab pihak Lembaga
Pemasyarakatan, orang yang
berada di Lembaga
Pemasyarakatan itu narapidana,
sedangkan klien pemasyarakatan
itu adalah narapidana yang sudah
program minimum security yang
sudah bebas bersyarat dan sudah
berada di luar dalam pengawasan
Bapas namanya klien
pemasyarakatan.
8. Apa saja hak-hak yang
diperoleh Warga
Binaan
Pemasyarakatan?
Hak-hak yang diperoleh oleh
Warga Binaan Pemsyarakatan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba, tentunya hak yang
didapatkan itu hak mendapatkan
perlakuan yang layak sesuai
dengan peraturan di Lembaga
Pemasyarakatan, seperti hak
186
kesehatan, hak mendapatkan
makan minum dan fasilitas-
fasilitas penunjang seperti dia
mendapatkan pakaian, alat-alat
mandi, hak mendapatkan remisi,
hak pembebasan bersyarat,
kewajiban dia itu tadi harus
berkelakuan baik selama
menjalankan pidana, tidak
mengulangi tindak pidana,
mengikuti program pembinaan,
kalau dia narapidana tidak mau
mengikuti pembinaan, tidak
kooperatif dalam melakukan
pembinaan dan melanggar
ketentuan disiplin, tentunya hak-
hak itu tidak bisa diberikan,
karena hak itu berbanding lurus
dengan kewajiban, kalau
kewajiban itu tidak dilaksanakan
dia tidak dapat menuntut hak,
ketika dia sudah memberikan
kewajiban dia sebagai narapidana
dan berkelakuan baik kita berikan
hak, haknya berupa pembebasan
bersyarat, remisi, pengurangan
hukuman, serta pelayanan di
dalam Lembaga Pemasyarakatan
seperti sarana rekreasi, sarana
beribadah dan lain-lain.
9. Berapa lama waktu
yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan
rehabilitasi?
Rehabilitasi itu dilakukan dalam
waktu 6 (enam) bulan
10. Bagaimana dampak Dampak yang timbul dari
187
yang diperoleh dari
pelaksanaan program
rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
pelaksanaan rehabilitasi medis ini
agar narapidana benar-benar
terputus dari keinginan yang
menakutkan untuk lepas dari
narkoba, karena ini kan program
baru yang pertama kali, jadi untuk
mengukur tingkat berhasil atau
tidak nya belum bisa diukur
karena program ini sedang
berjalan, dan dia itu
mengkonsumsi atau tidak
mengkonsumsi setelah di luar
memang kita harus bekerjasama
dengan pihak-pihak terkait untuk
mengawasi klien setelah di luar,
ini baru upaya yang sudah kita
lakukan sampai saat ini berjalan,
memang sudah kita putus benar
dengan harapan dalam waktu 6
(enam) bulan berjalan ini yang
bersangkutan memang sudah tidak
lagi terpikir atau terstimulasi
untuk menyalahgunakan atau
menggunakan narkoba itu, karena
memang sudah kita putus mata
rantainya, artinya ada permintaan
ada yang mengadakan, kalau kita
sudah putus mata rantai itu jadi
ketika ada uang tapi tidak barang
mau diapakan, setelah kita putus
mata rantainya baru kita obati
otaknya, cara mengobatinya
menggunakan obat-obat terapi,
psikiatri, psikologi, dan pihak-
pihak terkait yang telah
188
bekerjasama.
11. Apa saja faktor
penghambat dan faktor
pendukung yang Bapak
ketahui selama proses
pelaksanaan program
rehabilitasi yang ada di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Faktor penghambat yang sedang
berjalan selama 3 (tiga) bulan ini
pertama yaitu karena pandemik
corona, sehingga program
kegiatan yang melibatkan instansi
luar atau pihak ketiga itu sama
sema sekali tidak bersentuhan
karena membahayakan, misalnya
ada 1 (orang) dari luar datang
membawa virus ke dalam dan
terpapar corona, terdapat 1.500
orang di dalam dikhawatirkan
akan tertular karena penularannya
sangat cepat, kedua sumber daya
manusianya yang belum optimal.
Faktor pendukungnya kita banyak
dibantu oleh pihak-pihak eksternal
yang berkompetensi di bidang
rehab tersebut seperti BNN
dengan tenaga asesornya, pihak
ketiga psikologi dengan tenaga
psikolognya, ada dari KODI
(Komunitas Dakwah Indonesia)
sebagai tenaga spiritualnya dan
siraman kerohanian. Tanpa
melibatkan pihak luar ya itu
sumber daya manusia kita terbatas.
189
Lampiran 3
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : ASN Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Di kantor
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 4 Juni 2020
Waktu Wawancara : 14.00 WIB
B. Identitas Informan
Nama : Rendy Caesar Pratama, M.H.
Usia : 29 Tahun
Pendidikan : S2
Pertanyaan Jawaban
1. Apa tugas pokok dan
fungsi dari jabatan Bapak
sebagai pengawas tim
rehabilitasi?
Rehabilitasi medis ini berbeda
dengan rehabilitasi sosial, kalau
rehabilitasi medis ini mengobati
orang-orang yang sakit pasca
kecanduan narkoba, jadi
misalnya dia mempunyai
ketergantungan obat atau dia
mempunyai penyakit akibat dari
penggunaan narkoba tersebut.
Tugas dari pengawas ini apa?
Mengawasi jalannya kegiatan
yang sudah diprogramkan dan
mengevaluasi kegiatan tersebut
seperti kendala apa yang
dihadapi itu semua dievaluasi.
2. Apa yang Bapak ketahui Rehabilitasi medis intinya
190
mengenai Rehabilitasi yang
ada di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A
Salemba?
mengobati orang-orang yang
sudah kecanduan obat-obat
terlarang atau narkoba, selama
6 bulan ke depan mereka itu
dikontrol oleh tim dokter, dicek
memiliki penyakit apa, karena
kalau rehabilitasi medis itu
lebih simple karena tujuannya
hanya mengobati orang, yang
lebih kompleks dan lebih
memerlukan lokasi itu adalah
rehabilitasi sosial, karena
rehabilitasi sosial itu bagaimana
cara membaurkan mereka yang
nantinya siap dibaurkan ke
dalam masyarakat, kalau
rehabilitasi sosial misalnya
melalui kegiatan konseling,
kegiatan games-games,
membuka pikiran mereka yang
tadinya hanya mengetahui
narkoba tapi jadi tahu hal
positif lainnya, diberikan
kegiatan keterampilan,
rehabilitasi sosial programnya
lebih banyak, kalau medis lebih
mudah karena hanya datang ke
klinik diberikan pengobatan
kemudian dites urinnya
kemudian dilihat
perkembangannya seperti
berobat biasa ke dokter. Orang-
orang di Lembaga
Pemasyarakatan yang terkena
dampak narkoba sebenarnya
191
tidak ada, karena setelah
diamati 2 (dua) sampai 3 (tiga)
bulan kondisi fisik mereka baik-
baik saja, sakit-sakitnya paling
flu, kalau untuk sampai sakaw
tidak ada, hal tersebut bisa
dilihat dari pola hidup dan pola
perilaku m, dan di Lembaga
Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba salah satu
yang sudah tidak ada lagi baik
peredaran, perdagangan dan
pemakaian narkoba 100%
sudah tidak ada. Jadi
mengetahui ada atau tidaknya
peredaran narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan itu bisa dilihat
dari polikliniknya, apabila
poliklinik kita suka kedatangan
pasien malam-malam, orang
sakaw, orang yang terluka
seperti bibirnya robek,
kepalanya bocor, atau sakitnya
yang aneh-aneh itu dapat
dipastikan bahwa masih ada
peredaran narkoba di dalamnya,
karena kenapa? karena orang
sakaw itu orang yang
ketergantungan narkoba, kedua
orang yang kepalanya bocor itu
kemungkinan mereka berantem
karena rebutan narkoba sampai
terluka karena di dalam
Lembaga Pemasyarakatan
setidaknya ada sedikit yang
192
menjual narkoba jadi salah satu
dari mereka tidak mendapatkan
barang tersebut kemudian
berantem jadilah kepalanya
bocor, ketiga sakitnya yang
aneh-aneh karena apa? ya itu
mereka tidak dapet barang jadi
mereka bisa saja pura-pura
pusing atau yang lainnya agar
bisa ke poliklinik.
3. Bagaimana tahapan
sebelum proses
pelaksanaan Rehabilitasi di
Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba?
Tahapan pertama sebelum
proses pelaksanaan Rehabilitasi
yaitu melakukan Skrining
kepada Warga Binaan
pemasyarakatan sesuai dengan
peraturan Direktorat Jendral
Pemasyarakatan, anggaran
mencakupi termasuk berapa
peserta yang harus kita lakukan
rehabilitasi, misalkan Lapas
kelas II A Salemba kedapatan
kuota sejumlah 160 (seratus
enam puluh) orang dengan
anggaran sebanyak 1,6 milyar
skrinning ini dilakukan oleh tim
medis, skrinning nya pertama
adalah yang masa hukumannya
tidak habis selama 6 bulan ke
depan, karena dikhawatirkan
narapidana yang mengikuti
program rehabilitasi belum
sampai selesai sudah bebas, jadi
kita cari baiknya yang bebas
murninya atau bebas
bersyaratnya itu tidak dalam
193
jangka watu 6 bulan ke depan
selama pelaksanaan program
rehabilitasi medis berlangsung,
yang kedua melaksanakan
melalui tes kesehatan seperti
cek urin termasuk pengecekan
HIV dan TB, jadi nanti kalau
ada yang ditemukan terkena
HIV dan TB dipisahkan karena
ada programnya sendiri tidak
termasuk ke dalam program
rehabilitasi dan yang
menangani nya sudah ada
dokter lain tetapi bukan dokter
bagian rehabilitasi. Setelah tes
urin ini data nya kita dapat,
kemudian kita laporkan ke
Direktorat Jendral
Pemasyarakatan baru kita
kumpulkan dan kita adakan
pembukaan deklarasi, pertama
kita sediakan tempat jadi untuk
rehabilitasi medis sendiri kita
membuat 1 (satu) blok khusus
untuk rehabilitasi medis, dalam
pelaksanaannya kita sisipkan
dengan kegiatan rehabilitasi
sosial seperti games dan senam,
karena rehabilitasi medis ini
tidak sesibuk rehabilitasi sosial,
maka nya kalau ada waktu
luang kita memiliki petugas
yang telah mengikuti pelatihan
rehabilitasi, setelah itu
berkoordinasi dengan BNN dan
194
IKAI (Ikatan konselor Adiksi).
4. Adakah standarisasi khusus
terhadap sarana dan
prasarana penunjang
program Rehabilitasi di
Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba?
Untuk rehabilitasi medis sarana
dan prasananya itu alat
kesehatan utamnya, untuk
standarisasi khusunya tidak ada,
karena sistemnya medis dia kan
hanya pengobatan saja, jadi
standarnya menurut saya yang
ada di sini itu ya sesuai untuk
penanganan medis misalkan
alat-alat kedokteran, kalau
untuk dokter misalnya
stetoskop, jarum suntik, alat tes
urin narkoba seperti itu saja,
karena prinsip kita kan orang
yang sakit karena narkoba itu
kita obati di sini.
5. Berapa lama waktu yang
dibutuhkan dalam
pelaksanaan Rehabilitasi?
6 bulan dan tidak boleh terputus
jadi harus continue, jadi selama
6 bulan tidak boleh terputus jadi
continue sebulan terputus mulai
lagi supaya pengobatannya
tetap, karena kan itu salah
satunya orang yang terkena
narkoba sakitnya itu ada yang
seperti jadi terkena TBC ada
yang terkena HIV dan
sebagainya, dampak dari
ketergantungan obatnya itu
misalnya bertukar-tukar jarum
itu kan bisa HIV
pengobatannya tidak bisa
terputus 6 bulan itu harus terus
berturut-turut continue.
6. Menurut Bapak siapa saja Warga Binaan Pemasyarakatan
195
yang disebut sebagai
Warga Binaan
Pemasyarakatan?
adalah manusia atau orang yang
telah melakukan pelanggaran
hukum dan di masukkan ke
dalam Lembaga
pemasyarakatan untuk
dilaksanakan pembinaan sesuai
dengan perudangan-undangan
pemasyarakatan No. 12 tahun
1995
7. Apa saja hak-hak yang
diperoleh Warga Binaan
Pemasyarakatan?
Yang pertama dia mendapatkan
haknya itu adalah pembinaan
yang ada di dalam Lembaga
Pemasyarakatan, yang kedua
hak-hak untuk mendapatkan
perawatan selama di dalam
Lapas. Pembinaan itu apa saja?
Terdiri dari pembinaan
kepribadian, pembinaan
kemandirian, pembinaan
kerohanian. Untuk perawatan
apa yang dia dapat? Seperti di
sini dia mendapatkan makanan
layaknya dia tinggal di luar
sehari 3x, kemudian dia
mendapatkan hak pelayanan
kesehatan. Hak-hak Warga
Binaan Pemasyarakatan peserta
rehabilitasi sama saja, hanya
saja di rehabilitasi lebih utama
lagi diperhatikan terkait
kesehatannya, karena mereka
dipisahkan antara orang yang
bukan rehab dan yang rehab,
kalau rehab ini kan diindikasi
mempunyai penyakit-penyakit
196
yang dibawa karena dia
menggunakan narkoba itu
otomatis kesehatannya lebih
dipantau lagi oleh ketua tim
rehabilitasi Lapas Kelas II A
Salemba.
8. Bagaimana metode
pembinaan yang diberikan
Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba kepada
Warga Binaan
Pemasyarakatan?
Pembinaan kepribadian
biasanya kita melaksanakan
konseling, pembinaan
kemandirian kita ada
keterampilan-keterampilan
seperti dia itu diarahkan untuk
mengasah kemampuan, jadi
ketika mereka sudah bebas dia
tidak untuk mengulangi
perbuatan melanggar hukum,
tetapi apa yang kita ajarkan di
dalam sini seperti menjahit,
memotong rambut, membuat
sandal, membuat keterampilan-
keterampilan itu sehingga nanti
diluar bisa mereka aplikasikan,
di dalam Lembaga
Pemasyarakatan juga ada yang
dijadikan tamping (Tahanan
Pendamping) itu tujuannya apa?
Sedikit banyak mereka dapat
membantu tugas-tugas yang
non teknis dari petugas
misalnya membetulkan printer,
setting computer, setting laptop
tapi tidak untuk pekerjaan
teknis itu tidak boleh.
9. Apa saja tujuan yang ingin
dicapai dari program
Tujuannya untuk mengobati
orang-orang yang
197
Rehabilitasi? ketergantungan obat atau
penyakit yang didampak dari
kecanduan narkotika atau obat-
obatan terlarang tersebut.
Warga Binaan Pemasyarakatan
yang telah mengikuti program
Rehabilitasi boleh mengikuti
kegiataan pembinaan karena
program rehabilitasi ini bagian
dari program pembinaan juga.
Cuma memang kita carikan
mereka yang tidak ikut terjun
ke pembinaan supaya mereka
lebih fokus mengikuti program
rehabilitasi ini, tapi seandainya
nanti mereka mau mengikuti
pembinaan ya tidak masalah
karena mereka kan
hukumannya tidak selesai
dalam akhir tahun ini masih ada
tahun depan.
10. Bagaimana dampak yang
diperoleh dari pelaksanaan
program rehabilitasi di
Lembaga Pemasyarakatan
kelas II A Salemba?
Minimal mereka merasakan
badannya sehat itu pertama,
yang kedua mereka bisa
menghilangkan rasa
ketergantungan terhadap obat-
obatan terlarang maksudnya
narkoba itu, yang ketiga mereka
siap untuk diintegrasikan lagi
ke tengah-tengah masyarakat,
artinya kembali karena dia
kecanduan terus dia keluar
Lembaga Pemasyarakatan,
kalau dia masih belum ada
perubahan, besar kemungkinan
198
dia bisa ma
kasus yang
suk
sama.
lagi dengan
11. Apa saja faktor Faktor pendukung selama
penghambat dan faktor proses rehabilitasi ini kita
pendukung yang Bapak didukung penuh oleh anggaran
ketahui selama proses dari negara, BNN bekerjasama
Rehabilitasi? dengan Direktorat Jendral
Pemasyarakatan untuk
melaksanakan rehab itu di
dalam Lembaga
Pemasyarakatan, beberapa
tahun yang lalu rehab itu selalu
dilaksanakan oleh BNN
sekarang diserahkan kepada
Direktorat Jendral
Pemasyarakatan diteruskan
kepada UPT dibawahnya
Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan namun tetap
bekerjasama dengan BNN,
banyak mendapatkan edukasi
dari BNN terkait bahaya dan
penyalahgunaan narkoba, kita
juga mendapat bantuan alat tes
urin. Faktor penghambatnya
untuk Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba saya rasa tidak ada,
artinya selama ini program juga
masih tetap berjalan dan Warga
Binaan Pemasyarakatannya
juga kooperatif, tapi memang
dorongan dari diri sendirinya
itu memang ya masih kurang.
12. Bagaimana harapan Bapak Khusunya di Lembaga
199
terhadap kegiatan
pelaksanaan program
Rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba?
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba ini harapannya Warga
Binaan Pemasyarakatan
menjadi tau, menjadi paham,
menjadi lebih sehat kembali
badannya, artinya selama dia
mengikuti kegiatan rehab oleh
tim medis mereka diberikan
edukasi, bagimana dampak dan
bahayanya apabila kamu nanti
kecanduan narkoba lagi itu
yang pertama, yang kedua di
saat nanti dia sudah bebas dia
bisa jauh dari barang-barang
haram tersebut, dan dia bisa
lebih mengisi kegiatan sehari-
hari dengan kegiatan
bermanfaat dan positif,
mempersiapkan dia untuk siap
diintegrasikan ke tengah-tengah
masyarakata. Pemberian
edukasinya itu berasal dari tim
medis Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A
Salemba sendiri, ada dari
konselor adiksi, konselor adiksi
itu dulunya mantan pengguna
semua dia bisa cerita karena dia
pernah menggunakan,
kemudian ada juga dari BNN
memberikan edukasi
mendalam.
200
Lampiran 4
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : JFU Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Di rumah (online)
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 28 Mei 2020
Waktu Wawancara : 15.00 WIB
B. Identitas Informan
Nama : Muhamad Danil
Usia : 34 Tahun
Pendidikan : S1
Pertanyaan Jawaban
1. Apa tugas pokok dan
fungsi dari jabatan
Bapak sebagai
anggota dalam
program
Rehabilitasi?
Anggota tim rehabilitasi medis itu
lebih ke teknis untuk keseharian,
cuma untuk rehabilitasi medis ini
kan kesehariannya itu tidak terlalu
banyak, dia fokus di konseling
dengan pengobatan, cuma kita
tambahkan dengan kegiatan bersih-
bersih, morning meeting, dan
kegiatan olahraga.
2. Apa yang Bapak
ketahui mengenai
Rehabilitasi yang ada
di Lembaga
Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba?
Rehabilitasi itu untuk saat ini ada
namanya rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, kenapa ada
rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial? Karena untuk medis itu
berkenaan dengan kementerian
kesehatan, kemudian untuk
201
rehabilitasi sosial itu berkenaan
dengan kementerian sosial,
walaupun dananya itu awalnya
semua terpaku dari BNN baru ke
Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan masing-masing.
Cuma kalau sekarang karena lebih
banyak dari kementerian kesehatan
jadi lebih banyak rehabilitasi medis,
Cuma nanti ke depannya akan ada
perubahan yaitu tidak ada
rehabilitasi medis dan tidak ada
rehabilitasi sosial yang ada hanya
rehabilitasi pemasyarakatan, karena
kan kalau untuk teknis itukan
awalnya kenapa ada rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial dan
untuk teknis itu kan beda
3. Bagaimana tahapan
sebelum proses
pelaksanaan
Rehabilitasi di
Lembaga
Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba?
Tahapan untuk rehabilitasi itu ada 3
(tiga) yaitu program awal, program
inti sama pasca rehab. Jadi Program
Awal itu persiapan untuk
pelaksanaan teknisnya untuk
program rehabilitasi itu sendiri, jadi
kita ada skrinning, skrininng nya itu
dengan konseling, dengan asesmen,
dengan pemeriksaan kesehatan, jadi
untuk menentukan siapa saja yang
akan jadi residen atau peserta
rehabilitasi, kemudian program apa
saja yang cocok atau yang akan
dibuat untuk mereka. Sebelum ada
tahap awal itu adanya surat perintah
untuk pelaksanaan rehabilitasi, kalau
rehabilitasi sosial surat perintah ini
202
pelaksanaan nya dari BNN, jadi
setelah ada surat perintah dari Pusat,
kemudian menyebarkan edaran ke
UPT masing-masing, setelah ada
surat edaran dilakukan sosialisasi
dan pelatihan bagi tenaga-tenaga
yang akan dijadikan pengurus untuk
kegiatan rehabilitasi tersebut, sudah
ada pelatihan dibuatlah SK pengurus
atau SK tim pokja (Kelompok Kerja)
rehabilitasi, setelah dibentuk SK
maka dibuatlah anggaran, jadi ada 2
konsep anggaran yaitu ada anggaran
yang sudah ditentukan dari Pusat ada
juga yang ditentukan sendiri. Setelah
dibuat anggaran mulai pelaksanaan
program awal, program awal itu
yang pertama kita menentukan kira-
kira program ini berjalan berapa
lama, untuk kasusnya kira-kira dia
bisa atau tidak menjalani sampai
selesai jangan sampai ditengah-
tengah dia pulang, setelah skrinning
masa hukuman, baru skrinning
kesehatan, asesmen, konseling, dari
hasil itu barulah dibuat program
kegiatan harian. Jadwal kegiatan
harian itu masuk ke program inti,
setelah program inti selesai semua
kegiatan sudah dijalani nanti ada
hasil atau laporan hasil kegiatan,
setelah itu ada program pasca
rehabilitasi, jadi pasca rehab itu
mereka jalani setelah bebas jadi
wajib lapor ke Bapas, Bapas itu
203
tugasnya apa? Mengawasi,
mengontrol, menerima laporan
perkembangan dari klien. Dari pasca
rehab itu menentukan apakah ada
perubahan yang lebih baik atau
tidak.
4. Bagaimana proses
pelaksanaan program
Rehabilitasi di
lembaga
Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba?
Untuk rehabilitasi medis kegiatannya
intinya hanya asesmen, konseling,
dan pengobatan. Kalau rehabilitasi
sosial full dari pagi sampai malam,
jadi mereka dibuatkan jadwal dari
mereka bangun pagi sampai tidur
lagi, setelah bangun pagi karena
mayoritas muslim jadi mereka solat
subuh berjamaah, setelah itu mereka
membersihkan diri, membersihkan
kamar, setelah itu mereka keluar jam
7 untuk makan pagi, mereka makan
di dalam kamar, kemudian jam 7
mereka apel, setelah apel mereka
melakukan morning meeting di
dalam morning meeting kegiatannya
seperti penunjukkan pengurus pada
hari itu, setelah morning meeting ada
bersih-bersih terlebih dahulu area
untuk tempat kegiatan, setelah itu
ada share feeling, setelah share
feeling baru lah ada kegiatan seperti
encounter, seminar, dan lain-lain
sampai jam 3 kemudian solat asar,
setelah solat asar ada kegiatan
rekreasi atau refreshing mereka
diberi kebebasan dengan batasan
tertentu disesuaikan dengan jadwal
pembinaan, jam 5 mereka sudah
204
harus masuk kamar masing-masing,
kita buatkan jadwal mereka bersih-
bersih kamar lagi, persiapan mandi,
dilanjut dengan kegiatan lainnya
sampai jam 10 malam, jam 8 malam
setelah solat isyah dilakukan
kegiatan kerohanian sesuai dengan
kepala kamar masing-masing, kepala
kamar sudah ditentukan dari awal
dan orangnya tidak bisa berganti
karena otoritasnya hanya di kamar
saja, kalau otoritas di lapagan
bergilir jadi nanti ada yang
memimpin doa itu bergantian,
5. Adakah standarisasi
khusus terhadap
sarana dan prasana
penunjang program
rehabilitasi di
Lembaga
Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba?
Untuk standar sarana yang penting
mereka itu tidak kelebihan kapasitas
dalam satu ruangannya. Kalau untuk
standarisasi khusus nya yang penting
sesuai dengan keamanan dan
kenyamanan.
6. Bagaimana metode
pembinaan yang
diberilakan oleh
Lembaga
Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba
kepada Warga
Binaan
Pemasyarakatan?
Konsep pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba
itu terbagi menjadi 2 yakni
pembinaan kemandirian dan
kepribadian, kenapa dibagi 2 (dua)?
Karena secara teknis konsep ini
berbeda kalau untuk pembinaan
kemandirian itu lebih mengarah
kepada skill dan industri atau untuk
produksi, jadi pelatihan-pelatihan
yang diberikan itu berupa skill atau
kemampuan unutk melakukan
produksi seperti menjahit, sablon,
205
berkebun, berternak, melukis, dan
pelatihan-pelatihan lainnya.
Sementara untuk pembinaan
kepribadian sendiri konteksnya lebih
mengarah untuk perubahana mind
set, diberikan dalam bentuk
kerohanian, kedisiplinan,
pendidikan, pengetahuan jadi ada
kursus Bahasa Inggris, kursus
computer, konseling, public
speaking, olahraga untuk melatih
kekompakkan, kejujuran.
7. Menurut Bapak siapa
saja yang disebut
sebagai Warga
Binaan
Pemasyarakatan?
Dalam Undang-Undang Warga
Binaan Pemasyarakatan adalah
seluruh narapidana yang sudah
mendapatkan eksekusi atau vonis
atau yang sedang menjalani vonis,
sementara yang sedang menjalani
pesidangan itu namanya tahanan
karena belum dibina dan belum
mendapatkan putusan.
8. Apa saja hak-hak
yang diperoleh
Warga Binaan
Pemasyarakatan?
Seluruh hak kecuali kebebasan,
kebebasan dalam bekerja terbatasi,
kebebasan mereka dalam berkarya
ada yang terbatasi, bukan berarti
hilang hanya saja terbatasi, ketemu
keluarga yang harusnya bisa setiap
hari tapi terbatasi.
9. Berapa lama waktu
yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan
Rehabilitasi?
Kalau untuk masalah waktu
ditentukan dari pusat, pelaksanaan
rehabilitasi itu secara nasional jadi
harus satu visi dan misi, jadi harus
sama serentak tdak boleh berbeda-
beda. Jadi sebelum menentukan
berapa lama waktu pelaksanaan
206
rehabilitasi diadakan diskusi terlebih
dahulu, jadi masukan-masukan yang
ada sesuai dengan kondisi lapangan
dan anggaran, kalau kelamaan ada
tidak anggarannya kalau sebentar
efektif atau tidak pelaksanaanya.
10. Apa saja tujuan yang
ingin dicapai dari
program
Rehabilitasi?
Yang pasti rehabilitasi itu tidak
menyembuhkan para pecandu atau
pengguna narkoba, tetapi
meminimalisir pemakaian dan
mengubah pola pandang dari peserta
rehabilitasi itu sendiri.
11. Bagaimana dampak
yang diperoleh dari
pelaksanaan program
Rehabiliatsi di
Lembaga
Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba?
Perubahan mind set, perubahan pola
pikir dan kebiasaan-kebiasaan yang
lebih baik lagi, jadi kan ada ciri-ciri
pengguna narkoba itu yang lebih
banyak negatifnya, yang pertama
mereka tidak mudah bersosialisasi,
mudah berfikiran negatif, tidak
terbuka, tidak mudah untuk
menyampaikan pendapat, di dalam
program rehabilitasi itu dilatih untuk
melakukan sebaliknya, jadi bagi
pengguna narkoba amat sangat berat.
12. Apa saja faktor
penghambat dan
faktor pendukung
yang Bapak ketahui
selama proses
Rehabilitasi?
Namanya kegiatan dengan adanya
anggaran itu bisa berjalan dengan
baik, tapi dalam program rehabilitasi
ini yang menjadi penghambat adalah
pencairan anggaran, yang kedua
adalah sulitnya penerimaan kegiatan
dari para peserta rehabilitasi, jadi
mereka merasa kalau itu
diskriminasi, jadi kalau misalnya
yang lain bebas mau melakukan hal
apa saja, sementara mereka
207
diberikan kegiatan, padahal kegiatan
itu untuk kebaikan mereka juga.
Selanjutnya Inkonsistensi dari tim
pokja (kelompok kerja), yang
seharusnya mereka piket tapi karena
ada kerjaan akhirnya tidak ikut
urusin, tidak hadir dan terbengkalai,
selanjutnya saran dan prasarana yang
masih kurang memadai seperti ruang
untuk peserta rehabilitasi, ruang
olahraga yang masih kurang cukup.
Faktor pendukungnya.
13. Bagaimana harapan
Bapak terhadap
kegiatan pelaksanaan
program Rehabilitasi
di Lapas Kelas II A
Salemba?
Harapannya program ini mampu
dilaksanakan secara terus menerus,
tetapi kan itu tergantung dengan
adanya anggran, yang kedua adanya
peningkatan kapasitas SDM dan
pelatihan dari tim pokja rehabilitasi
itu sendiri, selanjutnya adanya
centralisasi kegiatan rehabilitasi ini
sendiri, karena setiap provinsi itu
sudah ada Lembaga Pemasyarakatan
khusus untuk narkotika, Lembaga
Pemasyarakatan khusus narkotika
inilah yang representatif untuk
melaksanakan kegiatan rehabilitasi.
208
Lampiran 5
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : Dokter Poli Klinik Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Di rumah (online)
Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 9 Juni 2020
Waktu Wawancara : 14.00 WIB
B. Identitas Informan
Nama : Dr. Iwan Hartono Sihaloho
Usia : 37 Tahun
Pendidikan : S2
Pertanyaan Jawaban
1. Apa yang Bapak ketahui
mengenai Rehabilitasi
yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Tentang rehabilitasi yang ada di
lapas salemba, yang saat ini
sedang dilakukan adalah
rehabilitasi medis. Yang sudah
kita lakukan yang pertama itu kita
melakukan skrinning terhadap
1.000 Warga Binaan
Pemasyarakatan didapatlah
sekitar 325 orang yang memenuhi
syarat untuk direhab dan
ditargetkan ke kita yang
mengikuti program rehab itu di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba sekitar 160 orang,
setelah kita dapat 160 orang baru
kita lakukan asesmen awal
209
bekerjasama dengan BNN
Provinsi DKI Jakarta, setelah
dilakukan asesmen kita
melakukan pembukaan
rehabilitasi medis di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba tanggal 5 Maret 2020,
yang dilakukan dalam rehabilitasi
medis ini kita melibatkan yang
pertama asesor dari BNN
Provinsi DKI Jakarta, konselor
adiksi dari ikatan konselor adiksi
DKI Jakarta, untuk rohani nya
kita melibatkan Dewan Masjid
Indonesia, untuk yang beragama
Kristen kita melibatkan dari pihak
gereja, dan juga kita melibatkan
psikolog dari Universitas Mercu
Buana dan psikolog dari
Universitas Tarumanegara.
Setelah itu kita melakukan tes
urine awal terhadap 160 orang
dan semuanya didapatkan
hasilnya negative, selanjutnya
nanti akan dilakukan konseling
VCT, dari konselor adiksi tujuan
mereka akan menginput
permasalahan-permasalahan dari
peserta rehab, setelah ditemukan
permasalahan-permasalahan
barulah nanti dibagi-bagi sesuai
dengan permasalahan yang ada,
kalau memang ada masalah
penyakit nanti akan kita rujuk ke
dokter specialis sesuai bidang
210
penyakitnya, kalau ada masalah
psikologi nanti akan kita
konsultan ke psikolog, itulah
yang akan kita lakukan
rehabilitasi medis di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba.
2. Bagaimana tahapan
sebelum proses
pelaksanaan
Rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II
A Salemba?
Sebelum dilakukan rehabilitasi
medis itu artinya kita harus
merujuk terhadap tugas yang
dilimpahkan kepada Lapas Kelas
II A Salemba, di Lapas Kelas II A
Salemba itu diberikan tanggung
jawab untuk melaksanakan
rehabilitasi medis terhadap 1000
orang, sebelumnya yang pertama
kita lakukan adalah skrinning,
skrinning awal untuk mencari
peserta rehab yang sesuai dengan
kriteria, setelah itu didapatlah
yang bisa memenuhi syarat itu
sekitar 325 orang, karena kita
ditargetkan hanya 160 orang dari
325 orang ini kita seleksi lagi
menjadi 160 orang, rehabilitasi
medis ini lamanya 6 bulan, jadi
kita sesuaikan juga dengan
bebasnya mereka, dipastikan
mereka itu bebas sebelum masa
rehabilitasi medis ini selesai.
3. Bagaimana proses
pelaksanaan program
Rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Sebenarnya poin-poin yang
dilakukan di rehabilitasi medis itu
yang pertama itu dilakukan
skrinning, setelah skrinning tes
urin awal untuk melihat apakah
211
mereka masih mengkonsumsi
psikotropika atau tidak, setelah
itu asesmen awal yang dilakukan
oleh BNN Provinsi DKI Jakarta,
setelah itu melakukan konseling
adiksi untuk mengtahui
permasalahan-permasalahan yang
dialami oleh peserta rehab,
setelah mengetahui permasalahan
kemudian disesuaikan dengan
masalah masing-masing, kalau
memang perlu obat akan kita
lakukan pengobatan, kalau perlu
dirujuk kalau memang pelayanan
di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Salemba tidak bisa
untuk memberikan solusi itu akan
kita rujuk sesuai dengan
permasalahannya baru nanti akan
kita lakukan konseling psikologi.
4. Ada berapa jenis
rehabilitasi yang ada di
Lapas kelas II A
Salemba?
Pada dasarnya rehabilitasi yang
ada di Lapas kelas II A Salemba
itu ada 2 (dua) jenis, rehabilitasi
sosial dan rehabilitasi medis,
yang saat ini dilaksanakan di
Lapas Kelas II A Salemba.
Rehabilitasi sosial itu hanya
merujuk ke perubahan perilaku,
tujuannya hampir sama hanya
saja cara nya yang berbeda,
reabilitasi sosial itu dilakukan
melalui pendekatan TC
(Therapeutik Community).
5. Adakah standarisasi
khusus terhadap sarana
Kalau sarana dan prasarana yang
kita lakukan yaitu mereka kita
212
dan prasarana
penunjang program
Rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
buatkan dalam satu tempat
peserta rehab yang terpisah dari
Warga Binaan Pemasyarakatan
yang lain, mereka kita berikan
konsumsi, mereka kalau ada
penyakit-penyakit yang mereka
alami yang perlu dirujuk mereka
kita fasilitasi dengan biaya yang
ada dari program rehab.
6. Bagaimana metode
pembinaan yang
diberikan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba kepada
Warga Binaan
Pemasyarakatan?
Metode pembinaan itu cenderung
dengan pendekatan bagaimana
supaya mereka siap untuk
kembali ke masyarakat, kita
lakukan pembinaan kerohanian,
kita berikan mereka pekerjaan
atau kegiatan kerja sesuai dengan
keahlian mereka, kegiatan
olahraga, serta keahlian-keahlian
mereka yang lainnya bisa
membuat patung, bisa membuat
sandal dan lain-lain. Hasil
produksinya itu dijual dengan
pihak ketiga, misalnya sandal kita
jual ke hotel-hotel.
7. Apa saja hak-hak yang
diperoleh Warga Binaan
pemasyarakatan?
Hak Warga binaan
Pemasyarakatan itu sudah ada di
Undang-Undang pemasyarakatan
misalnya Hak mendapatkan
Kesehatan, Hak mendapatkan
Remisi sesuai dengan Undang-
Undang yang berlaku. Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba berusaha memenuhi
segala hak yang dibutuhkan
Warga Binan Pemasyarakatan.
213
8. Apa saja tujuan yang
ingin dicapa dari
program Rehabilitasi?
Tujuan dilakukannya rehabilitasi
medis yang pertama itu untuk
abstinensial yaitu penghentian
total penggunaan zat
psikotropika, yang kedua itu
pengurangan frekuensi atau
keparahan rileps, yang ketiga itu
memperbaiki fungsi fisik
sepenuhnya dan fungsi adaptasi
sosial Warga Binaan
Pemasyarakatan.
9. Bagaimana dampak
yang diperoleh dari
pelaksanaan program
Rehabilitasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Dampaknya yang pertama disitu
mereka terpilih menjadi peserta
rehab, kita tekankan kepada
mereka bahwa mereka nanti akan
menjadi contoh kepada WBP lain
atau pun kepada masyarakata
setelah mereka keluar, jadi tekad
dan niat mereka untuk lepas dari
pemakaian narkoba itu sangat
kuat, dapat kita ketahui dari
pemeriksaan hasil urin mereka itu
negatif.
10. Apa saja faktor
penghambat dan faktor
pendukung yang Bapak
ketahui selam proses
Rehabilitasi?
Faktor penghambatnya yang
pertama sarana dan prasarana
untuk melaksanakan program
rehabilitasi itu tidak sepenuhnya
terpenuhi, contohnya yang
pertama masalah ruangan karena
ruangannya terbatas, yang kedua
masalah ruang lingkup juga, yang
ketiga Sumber Daya Manusia
yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan kels II A
Salemba itu tidak semua nya ada
214
untuk program rehabilitasi maka
nya kita sampai bekerjasama
dengan pihak luar. Faktor
pendukungnya, yang pertama
mereka ada di tempat terutup jadi
mereka menyadari apa yang
akibat dari pemakaian narkoba
itu.
11. Bagaimana harapan
Bapak terhadap
kegiatan pelaksanaan
program rehabilitasi di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Harapan saya dengan adanya
program rehabilitasi medis ini
sangat membantu kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan yang
selama ini masih ketergantungan
terhadap narkoba, yang kedua
selanjutnya jumlah yang
diberikan itu semakin banyak
karena penghuni Lembaga
Pemasyarakatan ini 80% adalah
narkoba jadi kalau bisa kuotanya
diperbanyak, yang ketiga
peningkatan Sumber Daya
Manusia untuk program
rehabilitasi.
215
Lampiran 6
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan)
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Di rumah (online)
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 23 April 2020
Waktu Wawancara : 10.00 WIB
B. Identitas Informan
Nama : Khusnul Ma’arif
Usia : 30 Tahun
Pendidikan : SMP
Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana tanggapan
Anda mengenai proses
pelaksanaan rehabilitasi
yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba?
Tanggapan saya mengenai proses
pelaksanaan rehabilitasi ini cukup
bagus untuk kami para
narapidana pengguna narkoba
salah satunya saya sendiri.
Dengan adanya pelaksanaan
rehabilitasi ini saya merasakan
ada perubahan dari diri saya
walaupun tidak besar tapi saya
meras sedikit berubah kearah
yang lebih baik daripda diri saya
sebelumnya.
2. Bagaimana pembinaan
yang diberikan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba?
Pelaksanaan pembinaan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba sudah cukup bagus
dan sangat efektif bagi kami
sebagai warga binaan
216
pemasyarakatan, disitu kami
diberikan pelatihan keterampilan
dan berbagai macam kegiatan
kerja seperti sablon, membuat
roti, dan lain-lain.
3. Bagaimana latar
belakang Anda bisa
menjadi warga binaan
Pemasyarakatan di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba
Latar belakang saya menjadi
Warga Binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A
Salemba karena saya terjerat
kasus Narkoba dengan pasal 112
dan 114. Pertama kali mengenal
narkoba pada awal tahun 2009
karena pergaulan yang kurang
baik menurut saya, karena tidak
semua teman saya itu pengguna
narkoba. Saya tertangkap pada
bulan November 2017 oleh polisi
yang berjumlah 7 (tujuh) orang di
KFC Jl. Daan Mogot setelah
pulang kerja. Saat itu saya sedang
mampir untuk membeli makan
dan ketahuan membawa sabu
sebesar 0,25 gram. Dari lokasi
penangkapan saya dibawa ke
kantor atau basecamp polisi
selama 2 malam, lalu dibawa ke
polsek Tanjung Duren. Kurang
lebih 3 (tiga) sampai 4 (empat)
bulan saya di polsek, lalu
dipindahkan ke Rutan Salemba
pada Maret 2018. Setahun
kemudian baru saya berada di
Lapas Salemba dengan vonis 5
tahun 6 bulan dengan subsider 3
bulan.
217
4. Apa saja peran Pembina
Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam
proses pembinaan yang
anda ikuti?
Ya mereka membina kami
dengan baik, memberikan
motivasi serta pelatihan-
pelatihan.
5. Bagaimana tanggapan
anda mengenai fasilitas
yang diberikan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba?
Dari fasilitasnya masih ada yang
kurang memuaskan seperti ruang
untuk tidur yang kurang nyaman
dan kipas anginnya yang perlu
ditambahkan lagi.
6. Kegiatan apa saja yang
diberikan Lapas Kelas II
A Salemba?
Ada banyak, salah satunya ya
kegiatan rehabilitasi ini. Selain
itu, juga ada pembinaan
kepribadian disitu kegiatannya
biasanya seperti belajar bahasa
inggris, belajar komputer dan
masih banyak lagi. Ada lagi
pembinaan kemandirian, kalau
kemandirian lebih kea rah
produksi barang.
7. Bagaimana tanggapan
Anda mengenai
lingkungan Lapas Kelas
II A Salemba?
Menurut saya lingkungan yang
ada disini sepertinya sama saja
dengan lingkungan yang ada di
Lapas lainnya, akan tetapi
tergantung bagaimana kita
membawa diri kita di dalamnya.
Kalau kita sendiri baik kepada
yang lain, yang lain pun akan
melakukan hal yang sama dan
sebaliknya.
8. Bagaimana perasaan
Anda mengikuti
program rehabilitasi di
Lapas Kelas II A
Perasaan saya awalnya senang
dengan adanya program rehab ini
karena dibedakan dengan warga
binaan yang lain.
218
Salemba?
9. Bagaimana dampak
yang dirasakan selama
mengikuti kegiatan
program rehabilitasi di
Lapas Kelas II A
Salemba?
Dampak yang saya rasakan itu
saya merasa lebih bugar karena
selalu ada kegiatan di dalam
program rehabilitasi ini seperti
mengikuti kegiatan olahraga.
Selain itu juga dampak langsung
yang saya rasakan yaitu saya bisa
lebih produktif lagi karena jadwal
yang sudah diatur dari pagi
hingga malam hari yang membuat
saya menjadi lebih disiplin dan
bisa lebih berfikir positif.
10. Bagaimana harapan
anda setelah mengikuti
program rehabilitasi
yang diberikan oleh
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba?
Harapan saya setelah mengikuti
program rehabilitasi ini, saya bisa
menjadi pribadi yang lebih baik
lagi. Karena dengan umur saya
yang sekarang seharusnya sudah
banyak yang bisa saya lakukan
dan hasilkan tapi malah berada di
Lapas ini.
11. Bagaimana suka dan
duka Anda selama
menjalankan proses
rehabilitasi di Lembga
Pemasyaraktan Kelas II
A Salemba ?
Suka dan duka dalam menjalani
program rehabilitasi ini yaitu
senang dikarenakan ramai bukan
hanya saya seorang jadi merasa
ada yang menemani bisa bercanda
dan berbincang. Dukanya yaitu
tidak bisa menjalani kehidupan
seperti biasanya dan susah untuk
bertemu keluarga, saudara,
ataupun teman.
219
Lampiran 7
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan)
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Di rumah (online)
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 23 April 2020
Waktu Wawancara : 10.17 WIB
B. Identitas Informan
Nama : Ibnu Ardian
Usia : 28 Tahun
Pendidikan : SMK
Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana tanggapan
anda mengenai proses
pelaksanaan rehabilitasi
yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba?
Ya sama seperti kegiatan di
Lapas yang biasanya, hanya
saja untuk program
rehabilitasi ini lokasi nya
dibedakan, intinya program
rehab ini berjalan dengan
baik-baik saja.
2. Bagaimana pembinaan
yang diberikan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba?
Pembinaannya sudah cukup
bagus, para WBP diberikan
kesempatan untuk mengikuti
pembinaan disesuaikan
dengan kegemaran serta
kemampuannya masing-
masing, tapi tidak semuanya
mengikuti program pembinaan
tersebut.
220
3. Bagaimana latar belakang
Anda bisa menjadi warga
binaan Pemasyarakatan di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba?
Jadi saya bisa berada di Lapas
Salemba ini karena dijebak
oleh teman satu perkara saya,
ceritanya itu temen saya
memesan shabu di saya untuk
dijual lagi kepada asistenya
Riza Shabab di Jakarta tetapi
teman saya tertangkap oleh
polisi. Pada bulan April tahun
2016 saat itu posisi saya
berada di Bogor, teman saya
yang tertangkap itu ingin
menemui saya dengan alasan
mau membayar sabu tersebut.
Akan tetapi teman saya datang
bersama dengan polisi untuk
menangkap saya. Lalu saya
pun ditangkap dan dibawa ke
Polda Metro Jaya di Jakarta.
Saya berada di Polda Metro
Jaya selama 4 (empat) bulan.
Setelah itu saya pindah ke
Rutan Salemba pada bulan
Agustus 2018. Terakhir saya
dipindahkan ke LAPAS
Salemba pada bulan
November 2019. Saya di vonis
oleh jaksa yaitu selama 8
tahun 3 bulan.
4. Apa saja peran Pembina
Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam
proses pembinaan yang
Anda ikuti?
Peran pembina menurut saya
cukup baik, selama membina
kami juga merasakan
keakraban dengan para
pembina walaupun ada
batasan tetapi kami merasa
221
sudah seperti keluarga.
5. Bagaimana tanggapan
anda mengenai fasilitas
yang diberikan Lapas
Kelas II A Salemba?
Cukup nyaman dengan
fasilitas yang ada di Lapas
Salemba, hanya saja ada
beberapa ruangan yang
kipasnya mati.
6. Kegiatan apa saja yang
diberikan Lapas Kelas II
A Salemba?
Untuk kegiatan yang ada di
Lapas Salemba ada banyak
sekali, dimulai dari apel pagi
yang memang wajib diikuti
oleh seluruh Warga Binaan
Pemasyarakatan di pagi, siang
hingga sore menjelang malam
hari sampai kepada kegiatan
pembinaan yang diikuti oleh
masing-masing orang, tetapi
untuk saya pribadi tidak
semua kegiatan saya ikuti,
paling hanya olahraga sore
seperti futsal dan kegiatan
olahraga lainnya yang saya
minati.
7. Bagaimana tanggapan
Anda mengenai
lingkungan Lapas Kelas
II A Salemba?
Lingkungan disini bagi saya
membawa hal yang positif,
yang membuat saya tidak lagi
teringat atau bahkan untuk
mengkonsumsi narkoba
kembali.
8. Bagaimana perasaan
Anda mengikuti program
rehabilitasi di Lapas
Kelas II A Salemba?
Perasaan saya biasa saja, sama
seperti hari-hari biasanya,
mungkin bedanya peserta
rehab ini lebih mendapatkan
perhatian khusus terkait
pengobatan dari tim medis
Lapas Salemba.
222
9. Bagaimana dampak yang
dirasakan selama
mengikuti kegiatan
program rehabilitasi di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba ?
Dampak yang saya rasakan
dari segi fisik sudah tidak
terasa lemas karena di dalam
program rehab ini juga rutin
diadakan kegiatan senam atau
olahraga. Selain itu, dari segi
sosialnya saya merasa mudah
untuk berinteraksi sosial
karena program yang
diterapkan berkaitan dengan
bimbingan kelompok atau
Therapeutic Community (TC)
dalam bentuk sesi curhat.
10. Bagaimana harapan anda
setelah mengikuti
program rehabilitasi yang
diberikan oleh Lapas
Kelas II A Salemba?
Semoga hasilnya baik dan bisa
memberikan dampak atau
perubahan baik bagi kami
yang mengikuti rehabilitasi.
Selain itu, semoga kami bisa
benar-benar terlepas dari mata
rantai penyalahgunaan
narkoba baik selama berada di
dalam Lapas ataupun ketika
kami sudah bebas nanti.
11. Bagaimana suka dan
duka Anda selama
menjalankan proses
rehabilitasi di Lembga
Pemasyaraktan Kelas II
A Salemba ?
Dukanya ya kita tidur di aula
semuanya, jadi rame gitu terus
ga terlalu bebas atau waktu
terbatas seperti di blok
223
Lampiran 8
TRANSKIP WAWANCARA
Informan : WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan)
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Di rumah (online)
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 25 April 2020
Waktu Wawancara : 10.30 WIB
B. Identitas Informan
Nama : Didik Indrajaya
Usia : 34 Tahun
Pendidikan : SLTP
Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana tanggapan
anda mengenai proses
pelaksanaan
rehabilitasi yang ada di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Cukup bagus mengenai adanya
program rehabilitasi ini, namun
semenjak adanya covid 19 ini
jadi sempat terhenti
2. Bagaimana pembinaan
yang diberikan
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba?
Pembinaan yang dilakukan oleh
Lembaga juga udah lumayan,
membuat pribadi kita menjadi
lebih baik
3. Bagaimana latar
belakang Anda bias
menjadi warga binaan
Pemasyarakatan di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba?
Saya menjual dan menggunakan
narkoba jenis sabu. Saya
tertangkap bulan Maret 2017 di
daerah Rawasari, Jakarta Pusat.
Posisi saya lagi di kostan
Bersama pacar dan satu orang
teman. Saya lagi tidur dan teman
224
saya sedang bermain laptop. Jadi
awalnya ada teman atau
istilahnya ade”an ingin membeli
sabu tetapi sudah tidak dikasih
lagi, akhirnya ingin menemui
saya untuk membelinya.
Ternyata Ketika dating dia
Bersama polisi dan sebelumnya
dia sudah tertangkap dan HPnya
dipegang oleh polisi lal ada
riwayat obrolan mengenai sabu
ini. Di kostan ada sebanyak 18
gram sabu kurang lebih karena 2
hari sebelumnya saya habis
menjemput barang itu.
4. Apa saja peran
Pembina Warga
Binaan
Pemasyarakatan dalam
proses pembinaan yang Anda ikuti?
Peran pembinanya berbeda-beda
tergantung posisinya, namun
sejauh ini peran pembina cukup
berpengaruh di berbagai bidang.
5. Bagaimana tanggapan
anda mengenai fasilitas
yang diberikan Lapas
Kelas II A Salemba?
Fasilitas yang ada sudah
lumayan lengkap hanya saja
kipas yang ada di aula tempat
kami tidur hanya satu,
sedangkan di ruangan itu terdiri
dari 160 orang peserta rehab.
6. Kegiatan apa saja yang
diberikan Lapas Kelas
II A Salemba?
Banyak kegiatan yang diberikan,
tetapi saya hanya mengukuti
kelas komputer, ujian paket C,
dan kelas Bahasa Inggris.
7. Bagaimana tanggapan
Anda mengenai
lingkungan Lapas
Kelas II A Salemba?
Lingkungan yang ada disini
menurut saya sudah baik
dibandingkan dengan yang dulu,
sekarang sejak dipisah tempat
bagi yang rehabilitasi perputaran
narkoba juga terhenti.
225
8. Bagaimana perasaan
Anda mengikuti
program rehabilitasi di
Lapas Kelas II A
Salemba?
Perasaan saya biasa saja karena
belum banyak merasakan
program rehab ini, mungkin
karena terhambat dengan adanya
covid 19 ini
9. Bagaimana dampak
yang dirasakan selama
mengikuti kegiatan
program rehabilitasi di
Lapas Kelas II A
Salemba?
Dampak yang baru saya rasakan
itu merasa lebih bugar karena
selalu ada kegiatan atau
mengikuti olahraga yang ada
disini. Sehingga saya dapat
berfikir lebih jernih dan lebih
tenang serta menjadi percaya diri
dan menjadi diri saya sendiri.
10. Bagaimana harapan
anda setelah mengikuti
program rehabilitasi
yang diberikan oleh
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba?
Harapan saya itu agar saya
berhenti total menggunakan
narkoba dan bisa hidup lebih
baik.
11. Bagaimana suka dan
duka Anda selama
menjalankan proses
rehabilitasi di Lembga
Pemasyaraktan Kelas II A Salemba?
Dukanya mungkin tidur kurang
nyaman dengan menggunakan
satu kipas dan di aula yang tidak
cukup luas bersama WBP
lainnya.
226
Lampiran 9
Surat Izin Penelitian Skripsi
227
Lampiran 10
Surat Bimbingan Skripsi
228
Lampiran 11
Surat Pengajuan Seminar Proposal
229
Lampiran 12
Surat Permohonan Izin Penelitian Lembaga
230
Lampiran 13
Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian Petugas
MD
231
Lampiran 14
Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian Petugas
IH
232
Lampiran 15
Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian Petugas
RC
233
Lampiran 16
Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian Petugas
MF
234
Lampiran 17
Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian WBP IA
235
Lampiran 18
Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian WBP
KM
236
Lampiran 19
Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan Penelitian WBP DI