refrat_abses retrofaring

21
REFERAT ABSES RETROFARING Baiq Jatna Atmawati H1A 008 037 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN

Upload: alnaj

Post on 17-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

inte

TRANSCRIPT

REFERAT

ABSES RETROFARING

Baiq Jatna Atmawati

H1A 008 037DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2014

BAB 1PENDAHULUANRuang retrofaring merupakan salah satu ruang potensial di leher dalam. Ruang retrofaring terletak diantara lapisan tengah fasia leher dalam yang mengelilingi faring dan esofagus di sebelah anterior dan lapisan dalam fasia leher dalam di sebelah posterior. 1,2,3Abses retrofaring adalah terkumpulnya nanah di ruang retrofaring. Penyakit ini biasa ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe, masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus parasanal, nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga tengah. Pada usia di atas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi. 1,3,4Pada bayi dan anak usia kurang dari 5 tahun lebih sering terjadi akibat penjalaran infeksi. Sedangkan pada anak di atas umur 6 tahun, lebih sering disebabkan trauma tindakan medis seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi maupun oleh trauma benda asing. 1,2,5Akhir - akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman sangat membantu dalam pemilihan antibiotik yang tepat. Walaupun demikian angka mortalitas dari komplikasi yang timbul akibat abses retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. 1,2,3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1 ANATOMI RETROFARINGRuang retrofaring merupakan ruang potensial yang terletak diantara lapisan tengah fasia leher dalam yang mengelilingi faring dan esofagus di sebelah anterior, lapisan dalam fasia leher dalam di sebelah posterior. Ruang ini memanjang dari dasar tengkorak yang merupakan batas superior sampai ke mediastinum setinggi vertebra torakal pertama atau kedua yang merupakan batas inferior. Selanjutnya lapisan dalam dari fasia leher dalam bergabung dengan lapisan tengah dari fasia leher dalam.1,6,7,8Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi 2 bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda. 1,6Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna. 1,6,7 Fasia servikalis profunda terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Lapisan superfisial

Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus m. sternokleidomastoideus, m. trapezius, m. masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.62. Lapisan media

Lapisan ini dibagi atas 2 divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan membungkus m. sternohioid, m. sternotiroid, m. tirohioid dan m. omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula.

Divisi viscera membungkus organ organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Disebelah posterosuperior berawal dari dasar tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi m. konstriktor dan m. buccinator. 6,73. Lapisan profundaLapisan ini dibagi menjadi 2 divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space. 1,7 Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilarissampai ke toraks. 1,7,8Fasia servikalis :

Fasia servikalis superfisialis

Fasia servikalis profunda :

1. Lapisan superfisial

2. Lapisan media :

divisi muskular

divisi viscera

3. Lapisan profunda :

divisi alar

divisi prevertebra

Ruang retrofaring terdapat pada bagian posterior dari faring, yang dibatasi oleh :

anterior : fasia bukkofaringeal (divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda) yang mengelilingi faring, trakea, esofagus dan tiroid. posterior : divisi alar lapisan profunda fasia servikalis profunda

lateral : selubung karotis ( carotid sheath ) dan daerah parafaring.1,7,8Daerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke mediastinum setinggi bifurkasio trakea ( vertebra torakal I atau II ) dimana divisi viscera dan alar bersatu. Daerah retrofaring terbagi menjadi 2 daerah yang terpisah di bagian lateral oleh midline raphe.

Tiap tiap bagian mengandung 2 5 buah kelenjar limfe retrofaring yang biasanya menghilang setelah berumur 4 5 tahun. 1,7 Gambar 2.1. Anatomi faring dan ruang retrofaring.7,82.2. Abses retrofaring

2.2.1 Etiologi Pada anak yang lebih tua atau dewasa penyakit ini hampir selalu terjadi sekunder akibat dari penyebaran abses spatium prafaringeum atau gangguan traumatik dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis seperti adenoidektomi, intubasi endotrakeal dan endoskopi.1,2,4,5

Gambar 2.2. Abses retrofaring.3

Keadaan lain yang bisa mengakibakan abses retrofaring adalah infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring dan Tuberkulosis vertebrae servikalis bagian atas (abses dingin). 2,4Pada anak-anak terdapat akumulasi pus antara dinding faring posterior dan fascia pravertebrae yang terjadi akibat supurasi dan pecahnya limfanodi pada jaringan retrofaring. Nodi-nodi ini terletak anterior terhadap vertebrae servikalis kedua dan pada anak-anak yang lebih tua sudah tidak ditemukan lagi.1,5Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu :

1. Akut.

Sering terjadi pada anak-anak berumur dibawah 4 5 tahun. Keadaan ini terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti pada adenoid, nasofaring, rongga hidung, sinus paranasal dan tonsil yang meluas ke kelenjar limfe retrofaring (limfadenitis) sehingga menyebabkan supurasi pada daerah tersebut. Sedangkan pada orang dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena trauma akibat penggunaan instrumen ( intubasi endotrakea, endoskopi, sewaktu adenoidektomi ) atau benda asing.4,5,92. KronisBiasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra servikalis dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal. 4,5Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah : 4,5,91. Kuman aerob : Streptococcus betahemolyticus group A (paling sering), Streptococcus pneumoniae, Streptococcus non-hemolyticus, Staphylococcus aureus , Haemophilus sp

2. Kuman anaerob : Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus, Fusobacteria 2.2.2 Gejala dan tanda

Penyakit ini sebaiknya dicurigai jika pada bayi atau anak yang masih kecil terdapat demam yang tidak dapat dijelaskan setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas dan terdapat gejala-gejala hilangnya nafsu makan, perubahan dalam bicara (suara sengau) dan kesulitan menelan. 1,2,3,4,5Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau minum. Juga terdapat demam, leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak napas karena sumbatan jalan napas, terutama di hipofaring. Bila abses menjadi semakin besar atau edema berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga perubahan suara. Pada orang dewasa, jika abses semakin besar terdapat nyeri dan pembengkakan pada leher, spatium parafaringeum biasanya terkena secara bersama. 1,2,3,5Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis. Dinding posterior faring membengkak (bulging) dan hiperemis pada satu sisi. Pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan dan pembesaran kelenjar limfe leher (biasanya unilateral). Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bisa dijumpai adanya : kekakuan otot leher ( neck stiffness ) disertai nyeri pada pergerakan air liur menetes ( drooling ), obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor dan dispnea. 1,2,3Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas sampai terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas. 1,22.2.3 Diagnosis 1. Anamnesis dan Pemeriksaan klinis

Pada bayi pembengkakan dinding faring tidak dapat dengan mudah dideteksi dengan inspeksi dan palpasi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan rontgen jaringan lunak leher lateral. 3,4,52. Laboratorium :

darah rutin : lekositosis

kultur spesimen (hasil aspirasi)

3. Radiologis : Foto jaringan lunak leher lateral

Pada kasus-kasus ini, radiografi jaringan lunak lateral leher menunjukkan perningkatan bayangan jaringan lunak yang jelas antara saluran udara faring dan korpus vertebrae servikalis. Laring dan trakea ditunjukkan dalam posisi ke arah depan. Jika terdaat keraguan mengenai radiografi, maka dapat dipertegas dengan radiografi esofagogram (barium meal). 1Dijumpai penebalan jaringan lunak retrofaring ( prevertebra ) :

- setinggi C2 : > 7 mm ( normal 1 - 7 mm ) pada anak-anak dan dewasa

- setinggi C6 : > 14 mm ( anak-anak , N : 5 14 mm ) dan > 22 mm ( dewasa, N : 9 22 mm ). 1,3

Gambar 2.3. Foto jaringan lunak leher lateral.3

Pembuatan foto dilakukan dengan posisi kepala hiperekstensi dan selama inspirasi. Kadang-kadang dijumpai udara dalam jaringan lunak prevertebra dan erosi korpus vertebra yang terlibat.22.2.4 Diagnosis Banding 2 Adenoiditis

Tumor

Aneurisma Aorta

2.2.5 Terapi Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan tindakan bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan antibiotik dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob, diberikan secara parenteral. Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif. Dahulu diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B laktamase kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua (seperti cefuroxime) atau beta lactamase resistant penicillin seperti ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam, ampicillin / sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. Obat-obatan simptomatik Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika. 1,2,3,4,5

Gambar 2.4. Insisi Abses transoral.2,3a. Aspirasi pus ( needle aspiration )

b. Insisi dan drainase :

Jika diagnosis abses yang sebenarnya sudah pasti, sebaiknya dilakukan drainage abses. Jalan napas harus dilindungi. Kepala direndahkan sehingga pengeluaran pus tidak akan diaspirasi, dan dengan menggunakan pisau skalpel tajam yang kecil dilakukan insisi vertikal yang pendek pada titik dimana pembengkakan paling besar.1,3Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir. Pasien diletakkan pada posisi Trendelenburg, dimana leher dalam keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan evakuasi pus.1 Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.

Pendekatan anterior : Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas pandangan sampai terlihat m. sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada batas anterior m. sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem erteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya dipasang drain ( Penrose drain ). 1,3,4 Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m. sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari abses. Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis. 1,3,4Mempertahankan jalan nafas yang adekuat : 1,2 - posisi pasien supine dengan leher ekstensi

- pemberian O2

- intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik

- trakeostomi / krikotirotomi

2.3 Komplikasi 1,2Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

1. Massa : obstruksi jalan nafas

2. Ruptur abses : asfiksia, aspirasi pneumoni, abses paru

3. Penyebaran infeksi ke daerah sekitarnya :

a. inferior : edema laring , mediastinitis, pleuritis, empiema, abses mediastinum

b. lateral : trombosis vena jugularis, ruptur arteri karotis, abses parafaring

c. posterior : osteomielitis dan erosi kollumna spinalis

4. Infeksi : necrotizing fasciitis, sepsis dan kematian.

2.2.6 Prognosis Pada umumnya prognosis abses retrofaring baik apabila dapat didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna. 1,2Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40 - 50% walaupun dengan pemberian antibiotik. 1,5,9 Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20 40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%. 1,2

BAB 3

KESIMPULAN

Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. Abses retrofaring paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas yang menjalar ke ruang retrofaring. Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh trauma, benda asing atau infeksi TBC pada korpus vertebra.

Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa gejala yang ringan seperti demam, sulit dan sakit menelan sampai timbul gejala yang berat seperti obstruksi jalan nafas dan dapat menimbulkan kematian. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara medikamentosa dan operatif. Bergantung dari luasnya abses. Prognosis bergantung dari penanganan yang cepat dan tepat sehingga komplikasi yang membahayakan jiwa tidak terjadi.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah massa tersebut mengakibatkan obstruksi jalan nafas, Ruptur abses yang bisa mengakibatkan asfiksia, aspirasi pneumoni, abses paru, Penyebaran infeksi ke inferior menyebabkan edema laring, mediastinitis, pleuritis, empiema, abses mediastinum, ke arah lateral : trombosis vena jugularis, ruptur arteri karotis, abses parafaring dan ke posterior mengakibatkan osteomielitis dan erosi kollumna spinalis. Komplikasi lain yang bisa terjadi adalah necrotizing fasciitis, sepsis dan kematian.

Pada umumnya prognosis abses retrofaring baik apabila dapat didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL. Penyakit Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam: Boies LR, Adams GL, Higler PA, Ed. Buku Ajar Penyakit THT, Edisi ke - 6, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997:hal. 347 348.

2. Fachrudin D. Abses Leher Dalam. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam, Cetakan Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007 : hal. 227-228.

3. Kelley PE, et al. Retropharyngeal Abscess. In WW Hay et al., eds., Diseases of the Ear, Nose and Throat, 19th ed, New York : McGraw-Hill, 2009: pp. 119-120.

4. Kahn J. Retropharyngeal Abscess. eMedicine Journal. July 2 2001. Available http://emedicine.medscape.com/article/764421-overview#showall (Accessed : March 24, 2014)

5. Avecedo JL, Shah RK. Pediatrics Retropharyngeal Abscess. January 24, 2013. Available http://emedicine.medscape.com/article/995851-overview#showall (Accessed : March 24, 2014)

6. Widjoseno-Gardjito, editor. Kepala dan Leher. Dalam : Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Cetakan I. Jakarta : EGC. 2005 : hal. 365-366.

7. Moore KL, Anne MR. Neck, Retropharingeal Space. In : Moore KL, Anne MR. Essential Clinical Anatomy. Fifth Edition.USA. Lippincott Williams and Wilkins.2006 : pp. 1966-1970. 8. Agur, Anne M.R. & Dalley, Arthur F. eds. Neck. In Agur, Anne M.R. & Dalley, Arthur F. eds., Grant's Atlas of Anatomy, 12th Edition.USA : Lippincott Williams & Wilkins. 2009 : pp 748-749.9. Bailey, Byron J., et al. eds, Infections of the Deep Spaces of the Neck. In Bailey, Byron J., et al. eds., Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition, USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2006, pp 666-678.12