reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah dadang djoko karyanto

27

Click here to load reader

Upload: dadang-djokokaryanto

Post on 11-Apr-2017

221 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

REFORMASI PENDIDIKAN DI INDONESIADALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH

MAKALAHMata Kuliah Sosiologi Pendidikan Lanjut

Dosen Pengampu : Prof. Dr. MujiyonoWiryotinoyo, M.Pd.Prof. Dr. Rahmad Murbojono, M.Pd.

OLEH

DADANG DJOKO KARYANTONIM : P3A116008

UNIVERSITAS JAMBIPROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI DOKTOR KEPENDIDIKAN2016

Page 2: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga menulis dapat

menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Reformasi Pendidikan di Indonesia dalam

Konteks Otonomi Daerah”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut

berpartisipasi dalam membantu dan memberikan pemahaman tentang topik

pembahasan ini, terutama kepada yang terhormat, Bapak Prof. Dr.

MujiyonoWiryotinoyo, M.Pd. dan Bapak Prof. Dr. Rahmad Murbojono, M.Pd.

pengampu mata kuliah Sosiologi Pendidikan Lanjut, serta teman-teman/rekan-rekan

mahasiswa Program Doktor Kependidikan Universitas Jambi.

Atas segala bantuan dan yang telah diberikan, penulis mengucapkan

terimakasih, semoga Allah SWT membalasnya dengan yang setimpal, amin

yaarabbal ‘alamin.. Akhirnya penulis berharap kepada kita semua untuk memberikan

masukan yang konstruktif ke arah yang lebih baik, sehingga dapat memberikan

pemahaman dengan baik.

Jambi, 1 Oktober 2016Penulis,

Dadang Djoko KaryantoNIM: P3A116008

Page 3: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................... i

Kata Pengantar......................................................................................................... ii

Daftar Isi.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 3

1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

REFORMASI PENDIDIKAN DI INDONESIA DALAM KONTEKS

OTONOMI DAERAH

2.1 Kebijakan pendidikan pada otonomi daerah.................................... 4

2.2 Institusi pendidikan pada era otonomi daerah.................................. 9

2.3 Profesionalisme tenaga pendidik pada otonomi daerah................... 10

2.4 Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan profesional tenaga

pendidik pada otonomi daerah......................................................... 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................... 12

3.2 Saran-saran..................................................................................... 12

Daftar Rujukan......................................................................................................... 13

iii

Page 4: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan pendidikan secara umum identik kepada permasalahan yang

dihadapi oleh berbagai lapisan masyarakat, yang selalu menuntut hal-hal yang

terbaik untuk di seluruh kalangan. Pendidikan senantiasa mengalami perubahan

sesuai dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat itu sendiri, perubahan-

perubahan dalam pendidikan menuntut penyesuaian dengan kebutuhan dari

permasalahan-permasalahan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Perubahan-perubahan pendidikan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat

ada tuntutan yang harus berubah secara drastis atau cepat dan ada pula yang

tidak, namun itu semua sangat tergantung kepada kebutuhan dalam mengatasi

masalah dalam pendidikan.

Pendidikan merupakan salah satu proses yang dilakukan untuk

memanusiakan manusia sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang

Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan”...untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dari bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”(Rozak, 2010: 6).

Dalam proses memanusia manusia ini banyak kita kenal melalui teori belajar humanisme, di mana manusia didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas dalam hidupnya, sehingga terjadinya proses ke arah kedewasaan pada diri peserta didik. Perubahan-perubahan pendidikan di Indonesia yang kita rasakan sering terjadinya dengan adanya perubahan-perubahan kurikulum pada sekolah dasar dan menengah. Perkembangan kurikulum di Indonesia dimulai pada tahun 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013 (Hasibuan, 2010: xii).

1

Page 5: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

2

Kalau kita pahami pada kurikulum 1968, perubahan yang dilakukan dengan tujuan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan karena kurikulum yang sedang berlangsung sebelumnya terkesan masih diwarnai oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang cenderung mengakomodasi sistem-sistem yang belum sejalan dengan jiwa UUD 1945 (Hasibuan, 2010: 94). Pada tahun ini juga dikenal dengan berakhirnya masa orde lama dan masuk pada masa orde baru, adapun perubahan yang dilakukan pada kurikulum 1968 ini adalah dengan menentukan tujuan, materi, didaktik metodik dan evaluasi dengan mengambangkan dan mendorong kreativitas dan kompetitif antar daerah dengan guru mengembangkan kurikulum (Hasibuan, 2010: 95-96).

Kurikulum 1975, penekanan terhadap pencapaian tujuan pendidikan secara sentralistik yang bersifat merata dan berkeadilan dengan model pengajaran PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional), (Hasibuan, 2010: 97). Kemudian Kurikulum 1984, yang berorientasi kepada proses dan menekankan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dengan model CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), (Hasibuan, 2010: 98). Kurikulum 1994, dianggap tidak berbeda dengan kurikulum sebelumnya, yang diartikan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 ayat 9, dalam Hasibuan, 2010: 95-96).

Diawali dengan Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah;Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

Page 6: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

3

Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa otonomi daerah dicanangkan dalam Pasal 1 yang berbunyi “penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkandengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yangberkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah” (www.tatanusa.co.id/tapmpr/98TAPMPR-XV.pdf).

Dan kemudian melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah dapat dipahami pada Pasal 1 ayat (h) bahwa otonomi daerah adalah “kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiriberdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan” (www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-22-1999.pdf). Dalam undang-undang ini dijelaskan salah satu bidang yang diotonomikan adalah pendidikan sebagaimana Pasal 11 ayat (2) yang berbunyi “bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah

Kabupaten danDaerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan

dankebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan,penanaman

modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan

tenagakerja”(www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-22-1999.pdf).

Dengan latar belakang tersebut perlu dipahami dengan baik secara

bersama-sama tentang perubahan-perubahan pendidikan dengan adanya otonomi

daerah, dengan topik “Reformasi Pendidikan di Indonesia dalam Konteks

Otonomi Daerah”.

Page 7: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan terdahulu, dapat

dirumuskan permasalahan yang akan di bahas, yaitu:

1.2.1 Bagaimanakah kebijakan pendidikan pada otonomi daerah?

1.2.2 Bagaimanakah institusi pendidikan pada era otonomi daerah?

1.2.3 Bagaimanakah profesionalisme tenaga pendidik pada otonomi daerah?

1.2.4 Bagaimanakah strategi yang dilakukan untuk meningkatkan profesional

tenaga pendidik pada otonomi daerah?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka yang menjadi

tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:

1.3.1 Untuk mengetahui kebijakan pendidikan pada otonomi daerah,

1.3.2 Untuk mengetahui institusi pendidikan pada era otonomi daerah,

1.3.3 Untuk mengetahui profesionalisme tenaga pendidik pada otonomi daerah,

1.3.4 Untuk mengetahui strategi yang dilakukan untuk meningkatkan

profesional tenaga pendidik pada otonomi daerah

Page 8: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

BAB II

PEMBAHASAN

REFORMASI PENDIDIKAN DI INDONESIA DALAM KONTEKS

OTONOMI DAERAH

2.1 Kebijakan Pendidikan pada Otonomi Daerah

Kata reformasi pendidikan dapat dipahami sebagai suatu perubahan

secara drastis untuk perbaikan bidang pendidikan dalam suatu masyarakat atau

negara (Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1.5). Reformasi pendidikan dalam

era otonomi daerah yang sangat terasa adalah pendidikan karakter untuk

membangun manusia sebagai makhluk yang manusiawi dan berkeadaban(Hanani,

2013: 108).

Perkembangan realitas karakteristik manusia Indonesia dengan adanya

Reformasi 1998 yang menandakan berakhirnya masa orde baru yang

mengindikasikan bahwa karakter manusia Indonesia perlu diadakan perubahan

secara drastis dengan temuan-temuan korupsi yang semakin meningkat dan masif

serta lain sebagainya. Salah satu untuk membenah temuan-temuan tersebut,

dipercaya dan diyakini bahwa pendidikan karakter merupakan salah satu daya

pengubah manusia secara umum. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh

Nasution (2010: 21-22) bahwa pendidikan berfungsi untuk menyampaikan,

meneruskan atau mentranmisi kebudayaan, di antaranya nilai-nilai nenek

moyang, kepada generasi muda, sehingga pendidikan dapat disebut dengan

“agent of change”.

Beberapa indikator yang menunjukkan kegagalan pendidikan sebelumnya,

sehingga diperlukannya reformasi dalam pendidikan yaitu: 1) terjadi kemerosotan

moralitas berbagai lini dalam tubuh pelaksana pemerintah sehingga mengendemi

dan mewabah krisis moralitas yang merugikan terhadap kemajuan bangsa, 2)

kemerosotan rasa kebangsaan dan nasionalisme sehingga semangat patriotik

membangun bangsa telah terbelah bahkan negara menjadi proyek bagi-bagi

kekuasaan, 3) melunturnya rasa kemanusiaan, sehingga anarkis, pembunuhan,

5

Page 9: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

6

dan perkelahian antar etnis serta kelompok menjadi hal yang sering terjadi, 4)

mengecilnya semangat solidaritas sehingga saling membantu dan saling

menolong tidak lagi menjadi budaya masyarakat Indonesia, 5) tercerabutnya rasa

tanggung jawab dan percaya diri sehingga orang-orang Indonesia tidak lagi

sebagai manusia yang tangguh dalam menghadapi berbagai permasalahan,

senderung masif, dan naif menghadapi realitas (Hanani, 2013: 108).

Selain itu dalam pendidikan era otonomi daerah membutuhkan perubahan

dari sentralisasi ke desentralisasi yang membuat daerah memiliki otonomipenuh,

sehingga hasil yang diharapkan dari pelaksanaan otonomi dan desentralisasi ialah

semakinoptimalnya pengelolaan sekolah dan makin meningkatnya kualitas

pendidikan (http://download.portalgaruda.org).

Pendidikan karakter dapat memberikan gambaran tentang suatu bangsa

sebagai penanda, pemberi ciri sekaligus sebagai pembeda suatu bangsa dengan

bangsa yang lain. Karakter memberikan arahan tentang bagaimana bangsa

menapaki dan melewati suatu zaman dan mengantarkannya pada derajat tertentu,

sehingga bangsa tersebut mampu membangun sebuah peradaban besar yang

kemudian mempengaruhi perkembangan dunia (Saleh, 2012: 1).

Menurut Hanani (2013: 109) melalui pendidikan karakter, sudah saatnya

diagendakan kembali pendidikan akhlak dengan kurikulum yang jelas. Salah

satunya disusun berdasarkan pendekatan-pendekatan kearifan lokal. Sebab

menurut sejarah, kearifan lokal mampu dan telah berhasil membangun moralitas

anak bangsa dan karakteristik kebangsaan. Sebagai contoh pendidikan Ki Hajar

Dewantara dalam falsafah pendidikan “tutwurihandayani”. Pendidikan karakter

tersebut akan memberikan bimbingan moralitas sehingga peserta didik merasa

bertanggung jawab, memiliki keberanian, kejujuran dan lain sebagainya.

2.1.1 Pentingnya Pendidikan Akhlak dalam Sistem Pendidikan

Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Mohandes K. Gandi

dalam Hanani (2013: 109) meletakkan pendidikan moral menjadi bagian

terpenting dalam rancang bangunan pendidikan multikultural. Salah satu

Page 10: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

7

pendidikan karakteristik untuk membangun moral peserta didik, dalam

agama Islam dikenal dengan pendidikan akhlakul karimah. Pendidikan

akhlakul karimah bertujuan untuk melakukan transformasi dan perubahan

perilaku serta membangun karakteristik individu yang sesuai dengan

norma-norma (Hanani, 2013: 111)

Untuk mengimplikasikan pendidikan karakter dengan berbasis

akhlakul karimah dapat divisualisasikan pada gambar berikut ini.

Alur Pendidikan Akhlak dan Implikasinya(Hanani, 2013: 119)

Pendidikan yang diawali dengan mengadakan sosialisasi untuk

memberikan pengenalan terhadap ajaran/nilai/norma pendidikan karakter

yang telah sesuai dengan ajaran agama, nilai dan norma kehidupan yang

dilaksanakan dalam proses pendidikan untuk menginternalisasi

pengalaman dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan

mendidik sikap/watak peserta didik, dan dengan demikian akan terjadi

keseimbangan dimensi kemanusiaan yang merupakan implikasi

terwujudnya akhlakul karimah.

2.1.2 Kurikulum Berbasis Kearifan Lokal

Page 11: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

8

Indonesia yang merupakan multietnis dan multibudaya, maka

dalam menyusun kurikulum dapat dilakukan dengan kearifan lokal yang

telah bersinergi dengan ajaran-ajaran agama masyarakat di tempat masing-

masing, sehingga untuk menerapkan pendidikan akhlak memungkinkan

untuk dilaksanakan. Menurut Hanani (2013: 120) ada lima masalah dasar

yang dihadapi oleh manusia dalam hidup ini, yang memiliki orientasi pada

nilai budaya yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Masalah dasar dalam hidup

manusiaOrientasi Nilai-Budya

Hakikat hidup Hidup itu buruk Hidup itu baik Hidup itu buruk menjadi wajib

Hakikat Karya Karya itu untuk nafkah hidup

Karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dan sebagainya

Karya itu untuk menambah karya

Persepsi manusia tentang waktu

Orientasi ke masa depan

Orientasi ke mas lalu Orientasi ke masa depan

Pandangan manusia terhadap alam

Manusia tunduk kepada alam dahsyat

Manusia berusaha menjaga kelestarian hubungannya dengan alam

Manusia berhasrat menguasai alam

Hakikat hubungan manusia dengan sesama

Orientasi kolateral (horizontal), rasa ketergantungan pada sesamanya

Orientasi vertikal, rasa tergantung kepada tokoh-tokoh atas

Individualisme nilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri

Untuk menghadapi masalah dasar dalam hidup manusia tersebut,

maka diperlukan kearifan lokal dalam membentuk akhlak. Menurut

Kluckhohn esensi kearifan lokal dalam membentuk akhlak dapat dilihat

pada matrik berikut ini.

Page 12: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

9

Pendidikan Akhlak dan Pendekatan Nilai Lokal(Hanani, 2013: 122)

2.1.3 Strategi Pengajaran

Dengan mengatasi beberapa indikator yang menunjukkan

kegagalan pendidikan sebelumnya, sehingga diperlukannya reformasi

dalam pendidikan, yakni pendidikan akhlak. Menurut Parsons (Hanani,

2013: 135-136) untuk melaksanakan kerangka kerja sebuah masalah

diperlukan empat persyaratan yang disingkat dengan A-G-I-L (Adaptation,

Goal attainment, Integration, Latent pattern maintenance). Maka dengan

demikian untuk membangun pendidikan akhlak melalui empat dimensi ini

dapat di deskripsikan pada tabel berikut ini (Hanani, 2013: 136).

Page 13: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

10

No. Dimensi sistem Deskripsi pelaksanaan pendidikan akhlak

1 Adaptation

Membangun pendidikan dengan kurikulum dan cara-cara yang dapat dimaknai dan dipahami oleh anak didik. Pendidikan akhlak memperkenalkan sikap baik dan buruk, humanis yang semuanya digali dari budaya, agama, dan proses pendidikan

2 Goal attainment

Melakukan pendidikan akhlak dengan tujuan untuk membangun sikap dan paradigma anak didik yang tidak skeptis, ekslusivisme, prejudis, egois, individualis, tetapi membangun ke arah yang bertanggung jawab, sikap yang tidak humanis, manusiawi, jujur, dan dapat memberikan anutan. Di samping itu anak didik harus mampu menghargai di luar yang dimilikinya bukan sebagai musuh. Harus mampu memaknainya sebagai sesuatu yang harus dihargai dan dijaga

3 Integration

Pengajaran pendidikan akhlak harus diajarkan secara bersama, tidak memisah-misahkan satu sama lain. Anak didik harus belajar budaya lain dan diberi pengetahuan budaya, agama, nilai-nilai lokal dan ajaran-ajaran yang kental dalam lokal di mana anak didik itu berada

4 Latent pattern maintenance

Pendidikan akhlak harus dibangun berdasarkan nilai-nilai budaya, dan harus mampu membangun bangsa yang bermoral dan berbudaya yang tidak berbanding terbalik dengan tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan akhlak harus banyak bersumber atau banyak ajaran oleh orang-orang yang memiliki karisma yang teruji dalam lingkungan sosial budaya tempat mereka berada. Materi pendidikan akhlak tidak hanya diadopsi belaka dari negara-negara maju, tetapi dikembangkan dari budaya lokal yang ada karena budaya lokal telah menjadi world view masyarakat setempat

2.2 Institusi Pendidikan pada Era Otonomi Daerah

Dengan berbagai indikasi kegagalan pendidikan sebelum otonomi daerah,

maka disadari pentingnya pendidikan akhlak sebagai salah satu solusi dalam

sistem pendidikan, akan tetapi hal tersebut membutuhkan upaya-upaya yang

harus dilakukan oleh institusi pendidikan itu sendiri. Adapun upaya yang

dilakukan oleh institusi pendidikan pada masa otonomi daerah (Hanani, 2013:

143-144) adalah meningkatkan kualitas pendidikan dengan melakukan

profesionalitas dalam institusi pendidikan itu sendiri.

Dapat disadari bahwa kualitas pendidikan yang rendah tidak akan mampu

meningkatkan sumber daya manusia yang tinggi, dan kualitas pendidikan yang

tinggi merupakan suatu upaya dalam meningkatkan sumber daya manusia. Untuk

melakukan hal tersebut, menurut Giddens bahwa injeksi yang paling utama untuk

mentransformasi adalah meningkatkan human capitaldengan salah satunya

Page 14: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

11

melalui penyelenggaraan pendidikan yang profesional. Penyelenggaraan

pendidikan itu tertumpu pada guru termasuk juga dosen di Perguruan Tinggi

(Hanani, 2013: 144).

2.3 Profesionalisme Tenaga Pendidik pada Otonomi Daerah

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan melakukan

profesionalitas dalam institusi pendidikan itu sendiri membutuhkan anggaran

biaya pendidikan yang cukup memadai, tidak cukupan anggaran biaya dalam

meningkatkan kualitas pendidikan akan berdampak tidak baik terhadap

peningkatan kualitas dan profesionalitas tenaga pendidik. Dan dengan anggaran

biaya pendidikan yang rendah akan memperhambat tenaga pendidik dalam

berkreativitas.

Pada masa otonomi daerah, pendidikan tenaga pendidik masih rendah,

dari 2,7 juta orang guru di Indonesia hanya sepertiga atau 3,5% yang

berpendidikan Strata Satu/S1 (Republika 2008, dalam Hanani, 2013: 144).

Sementara itu untuk tenaga pendidik di Sekolah Dasar berpendidikan S1 baru

sekitar 10% (Kompas 2006 dalam Hanani, 2013: 134). Sementara tuntutan dalam

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru harus

memiliki pendidikan serendah-rendahnya Strata Satu (S1).

Selain itu pendidikan yang masih rendah, pada masa ini juga terindikasi

tenaga pendidik mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya.

Kemudian guru juga terjebak dengan proses pembelajaran yang konvensional,

yang menurut perkembangan peserta didik dan tuntutan zaman hal tersebut

tidaklah memadai. Sementara itu, pada umumnya tenaga pendidik tidak memiliki

kompetensi dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Untuk meningkatkan profesionalitas tenaga pendidik atau kualitas

pendidikan di era global, profesionalitas dan pendidikan guru tidak dapat

diabaikan, karena pendidikan harus diolah dan disajikan dengan profesional

sehingga dapat menjawab permasalahan dan tuntutan zaman (Hanani, 2013: 146).

Page 15: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

12

2.4 Strategi Meningkatkan Profesional Tenaga Pendidik pada Otonomi Daerah

Dengan realitas permasalahan yang dikemukakan terdahulu, maka

dilakukan strategi-strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,

yakni dengan meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik dengan

diundangkannya:

1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru,

4. Kebijakan tentang Sertifikasi untuk tenaga pendidik,

5. 8 standar pendidikan, dan lain sebagainya.

Page 16: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari permasalahan yang telah dibahas terdahulu, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

3.1.1 Kebijakan pendidikan pada otonomi daerah di antaranya adalah:

a. Pendidikan akhlak dalam sistem pendidikan,

b. Kurikulum berbasis kearifan lokal, dan

c. Strategi pengajaran.

3.1.2 Institusi pendidikan pada era otonomi daerah berusaha meningkatkan

kualitas pendidikan dengan melakukan profesionalitas dalam institusi

pendidikan itu sendiri,

3.1.3 Profesionalisme tenaga pendidik pada otonomi daerah harus disesuai

dengan standar-standar tertentu untuk memberikan pengetahuan dan

pengalaman dalam mendidik anak bangsa, serta meningkatkan kreativitas

dalam mendidik,

3.1.4 Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan profesional tenaga pendidik

pada otonomi daerah melalui kebijakan-kebijakan untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara.

3.2 Saran-saran

Jika dilihat dari perkembangan pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini,

perlu adanya kejujuran dan rasa tanggung jawab yang tinggi yang dilakukan oleh

semua pihak dalam mengatasi permasalahan-permasalahan pendidikan di negeri

ini, yang pada akhirnya memberikan peradaban sesuai dengan apa yang telah

dilakukan.

Setiap pembahasan yang telah dikemukakan dapat dijabar lebih luas dan

lebih terperinci lagi untuk mendapat pemahaman yang baik tentang reformasi

pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah.

13

Page 17: Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADANG DJOKO KARYANTO

DAFTAR RUJUKAN

Hanani, Silfia. 2013. Sosiologi Pendidikan Keindonesiaan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Hasibuan, Lias. 2010. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta: GP Press

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=183375&val=6353&title=Otonomi%20Daerah%20dan%20Otonomi%20Pendidikan diakses pada tanggal 29 September 2016 Jam 23.28 WIB

Nasution. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1.5, www.microsoft.com

Rozak, Abd. dkk. 2010. KompilasiUndang-undangdanPeraturanBidangPendidikan. Jakarta: FITK Press

Saleh, Akh. Muwafik. 2012. Membangun Karakter dengan Hati Nurani: Pendidikan Karakter untuk Generasi Bangsa. Malang: Erlangga

www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-22-1999.pdf diakses pada tanggal 29-09-2016 Jam 23.20 WIB

www.tatanusa.co.id/tapmpr/98TAPMPR-XV.pdf diakses pada tanggal 29 September 2016 Jam 23.52 WIB

14