refferat aviv anestesi

Upload: indrawan-wicaksono

Post on 15-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

haloha

TRANSCRIPT

REFERATManajemen Perioperatif pada pasien gagal ginjalDisusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinikdi Bagian Anestesi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh :Aviv Aziz Triono20080310209

Diajukan Kepada :dr. K. Trubus P. Sp. An

BAGIAN ANESTESIRSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL2014REFERAT

Manajemen Perioperatif Pada Pasien Gagal GinjalDisusun untuk Memenuhi Sebagian SyaratMengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian AnestesiRSUD Panembahan SenopatiBantul

Disusun Oleh :Aviv Aziz Triono20080310209

Dokter Penguji :

dr. K. Trubus P. Sp. An

BAB IPENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKAGinjalGinjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen., terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan.13 Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :Fungsi ekskresi Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmolaritas dengan mengubah-ubah ekresi air. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekresi natrium. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang normal. Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat. Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin). Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar obat.Fungsi Endokrin Menyintesis dan mengaktifkan hormone Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah Eritropoitin : merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat. Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodil;ator bekerja secara lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal..Proses Pembentukan Urine1. Proses filtrasi : Terjadi di glumelurus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar dari permukan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan bagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tertampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa air sodium klorida sulfat bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal.2. Proses reabsobsi : Pada proses ini penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida,fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsopsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat , bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah, penyerapanya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papil renalis.3. Proses sekresi : Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke luar.Laju filtrasi glomerulusKemampuan ginjal menyaring darah dinilai dengan perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau juga dikenal dengan Glomerular Filtration Rate (GFR). Kemampuan fungsi ginjal tersebut dihitung dari kadar kreatinin (creatinine) dan kadar nitrogen urea (blood urea nitrogen/BUN) di dalam darah. Kreatinin adalah hasil metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah setelah melakukan kegiatan, ginjal akan membuang kretinin dari darah ke urin. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin di dalam darah akan meningkat. Kadar kreatinin normal dalam darah adalah 0,6-1,2 mg/dL. LFG dihitung dari jumlah kreatinin yang menunjukkan kemampuan fungsi ginjal menyaring darah dalam satuan ml/menit/1,73m2. Kemampuan ginjal membuang cairan berlebih sebagai urin (creatinine clearence unit) di hitung dari jumlah urin yang dikeluarkan tubuh dalam satuan waktu, dengan mengumpulkan jumlah urin tersebut dalam 24 jam, yang disebut dengan C_crea (creatinine clearence). C_cre normal untuk pria adalah 95-145 ml/menit dan wanita 75-115 ml/menit. GFR for male: (140 age) x wt(kg) / [72 x Serum Creatinine] GFR for female: GFR(males) x 0.85Perbandingan nilai kreatinin, laju filtrasi glomerulus dan clearence rate untuk menilai fungsi ginjal dapat dikategorikan menjadi:

UreumGugusan amino dicopot dari asam amino bila asam itu didaur ulang menjadi sebagian dari protein lain atau dirombak dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh. Amino transferase (transaminase) yang ada diberbagai jaringan mengkatalis pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi sintesis. Selain itu, deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan yang dilepaskan itu diubah menjadi amoniak. Amoniak dihantar ke hati dan disana ia berubah menjadi ureum melalui reaksi-reaksi bersambung. Ureum adalah satu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam cairan ekstrasel, tetapi pada akhirnya ia dipekatkan dalam urin dan diekskresi. Jika keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap, ekskresi ureum kira-kira 25 gr setiap hari. Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen; di Amerika Serikat hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25 mg/dl. Nitrogen menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum dapat dihitung dari BUN dengan menggunakan faktor perkalian 2,14. Penetapan ureum tidak banyak diganggu oleh artefak. Pada pria mempunyai kadar rata-rata ureum yang sedikit lebih tinggi dari wanita karena tubuh pria memiliki lean body mass yang lebih besar. Nilai BUN mungkin agak meningkat kalau seseorang secara berkepanjangan makan pangan yang mengandung banyak protein, tetapi pangan yang baru saja disantap tidak berpengaruh kepada nilai ureum pada saat manapun. Jarang sekali ada kondisi yang menyebabkan kadar BUN dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling sering menjadi sebab. Kerusakan hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah.Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. Bila seseorang menderita penyakit ginjal kronik maka LFG menurun, kadar BUN dan kreatinin meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (zat nitrogen dalam darah). Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan BUN. Hal ini terutama karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme protein tubuh (LabTechnologist, 2010) Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatinin disintesis oleh hati, terdapat hampir semuanya dalam otot rangka; disana ia terikat secara reversibel kepada fosfat dalam bentuk fosfokreatin, yakni senyawa penyimpan energi. Reaksi kreatin + fosfat fosfokreatin bersifat reversibel pada waktu energi dilepas atau diikat. Akan tetapi sebagian kecil dari kreatin itu secara irreversibel berubah menjadi kreatin yang tidak mempunyai fungsi sebagai zat berguna dan adanya dalam darah beredar hanyalah untuk diangkut ke ginjal. Nilai normal untuk pria adalah 0,5 1,2 mg/dl dan untuk wanita 0,5 1 mg/dl serum. Nilai kreatinin pada pria lebih tinggi karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan jumlah massa otot wanita. Banyaknya kreatinin yang disusun selama sehari hampir tidak berubah kecuali kalau banyak jaringan otot sekaligus rusak oleh trauma atau oleh suatu penyakit. Ginjal dapat mengekskresi kreatinin tanpa kesulitan. Berkurang aliran darah dan urin tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin, karena perubahan singkat dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya ekskresi kreatinin oleh tubuli. Kadar kreatinin dalam darah dan ekskresi kreatinin melalui urin per 24 jam menunjukkan variasi amat kecil; pengukuran ekskresi kreatinin dalam urin 24 jam tidak jarang digunakan untuk menentukan apakah pengumpulan urin 24 jam dilakukan dengan cara benar. Kreatinin dalam darah meningkat apabila fungsi ginjal berkurang. Jika pengurangan fungsi ginjal terjadi secara lambat dan disamping itu massa otot juga menyusun secara perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal. Ini bisa didapat pada pasien berusia lanjut kadar BUN yang meningkat berdampingan dengan kadar kreatinin yang normal biasanya menjadi petunjuk ke arah sebab ureumnya tidak normal. Ureum dalam darah cepat meninggi daripada kreatinin bila fungsi ginjal menurun; pada dialisis kadar ureum lebih dulu turun dari kreatinin. Jika kerusakan ginjal berat dan permanen, kadar ureum terus-menerus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar. Kalau kreatinin dalam darah sangat meningkat, terjadi ekskresi melalui saluran cerna.Gagal Ginjal Akut & Gagal Ginjal KronikGagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan fungsinya.Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :1. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolic atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuhKlasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu : GGA PrarenalGGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron. GGA RenalGGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tibatiba menurunkan pengeluaran urin. Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal. GGA PostrenalGGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu : Stadium Oliguria?Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na). Stadium DiuresisStadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar. Stadium PenyembuhanStadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin perlahanlahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.2. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal. Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik (Skorecki, 2005). Kriteria penyakit ginjal kronik adalah (Suwitra, 2006): 1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi klinis : Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests) 2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik. Patofisiologi gagal ginjalPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi. Struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat dan pada akhirya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotansin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial (Suwitra, 2006). Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan mana LFG basal masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah mual nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan tetapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006)Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Penatalaksanaan PGK dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah tindakan konservatif, untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif, mencegah dan mengobati komplikasi yang terjadi. Penanganan konservatif PGK meliputi: 1) Pengaturan diet; 2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi berupa pengobatan hipertensi, hiperkalemi, hiperuresimia, anemia, asidosis, osteodistrofi renal, neuropati perifer dan infeksi (Price dan Wilson, 2005). Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Sherwood, 2001).

Hemodialisis Dialisis adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan dari tubuh. Ada 2 metode dialisa, yaitu hemodialisis dan dialisis peritoneal (Wibisino). Hemodialisis berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisis menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ). Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cair lainya yaitu cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dialiser (Price dan Wilson, 2005). Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien PGK dengan End Stage Renal Disease (ESRD). Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan, elektrolit dan sisa metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan untuk memperpanjang umur pasien (Kallenbach et al, 2005). Walaupun hemodialisis berfungsi mirip dengan cara kerja ginjal, tindakan ini hanya mampu menggantikan sekitar 10% kapasitas ginjal normal (Sherwood, 2001). Prosedur mencakup pemompaan darah pasien yang telah diberi heparin melewati dialyzer dengan kecepatan 300-500 mL/min, sementara cairan dialisat dialirkan secara berlawanan arah dengan kecepatan 500-800mL/min. Darah dan dialisat sendiri hanya dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel (Singh dan Brenner, 2005) Prinsip utama hemodialisis adalah difusi partikel melewati suatu membran semipermeabel. Cairan dialisat dikondisikan sedemikian sehingga memiliki gradien konsentrasi yang lebih rendah daripada darah sehingga zat-zat sisa akan berdifusi ke dialisat. Kecepat an difusi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain besar gradien konsentrasi, luas membran, dan koefisien transfer dari membran. Berat molekul juga berpengaruh dalam menentukan kecepatan difusi. Selain itu, transfer zat-zat ini juga bisa dibantu dengan tekanan ultrafiltrasi. Sementara air dan larutan lain yang berlebih akan ikut terbuang karena tekanan osmosis (Singh dan Brenner, 2005). Ada tiga komponen utama yang terlibat dalam proses hemodialisis, yaitu alat dialyzer, cairan dialisat, dan sistem penghantaran darah. Dialyzer adalah alat dalam proses dialisis yang mampu mengalirkan darah dan dialisat dalam kompartemen-kompartemen di dalamnya, dengan dibatasi membran. Pada pasien dewasa, luas permukaan membran ini berkisar antara 0,8-1,2 m2 (Singh dan Brenner, 2005). Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal yang dipompakan melewati dialiser ke darah pasien (Hudak dan Gallo, 1999; Thomas dan Smith, 2003 dalam Armiyati, 2009). Komposisi cairan dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pasien ESRD. Renal Association (1999) merekomendasikan unit dialisis menggunakan dialisat bikarbonat untuk mengurangi komplikasi. Mesin hemodialisis merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, yang mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor. Pompa dalam mesin hemodialisis berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh (Thomas dan Smith, 2003 dalam Armiyati, 2009). Agar efektifitas hemodialisis tercapai, hemodialisis idealnya dilakukan tiga kali seminggu dengan lama setiap hemodialisis 4-5 jam atau paling sedikit 10-12 jam seminggu (Australia and New Zealand Dialysis and Transplant Registry, 2005; Black dan Hawk, 2005). Variasi waktu tergantung ukuran pasien, tipe dialiser, kecepatan aliran darah, pilihan pasien dan faktor lain (Black dan Hawk, 2005). Hemodialisis di Indonesia biasa dilakukan dua kali seminggu dengan lama 5 jam, ada juga dialisis yang dilakukan tiga kali seminggu dengan lama 4 jam (Raharjo, Susalit dan Suharjono, 2006 dalam Sudoyo, 2006) Sebelum melakukan hemodialisis, perawat melakukan pengkajian pradialisis. Langkah selanjutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin hemodialisis dengan memasang blood line dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses untuk masuk darah ke dalam tubuh. Arteri venosa (AV) fistula adalah akses vaskuler yang paling direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien (Thomas dan Smith, 2003 dalam Armiyati, 2009). Setelah blood line dan akses vaskuler terpasang, proses hemodialisis dimulai. Saat hemodialisis, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser. Darah mulai mengalir dibantu oleh pompa darah. Cairan normal salin diletakkan sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi intradialisis. Infus heparin diletakkan baik sebelum atau setelah pompa darah tergantung peralatan yang digunakan (Hudak dan Gallo, 1999 dalam Armiyati, 2009). Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju kedialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Saat hemodialisis, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin hemodialisis, melainkan melalui selang darah dan dialiser. Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detektor udara yang akan menghentikan pompa jika ada udara. Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui akses venosa atau selang postdialiser (Hudak dan Gallo, 1999 dalam Armiyati, 2009). Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui vena. Dialisis diakhiri dengan menghentikan darah dari pasien, membuka selang normal salin dan membilas selang untuk mengembalikan darah pasien. Pada akhir terapi dialisis, sisa akhir metabolisme telah dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan buffer system juga telah ,diperbaharui (Smeltzer et al, 2008 dalam Armiyati,2009). Tujuan Hemodialisis Menurut Havens dan Terra (2005) Hemodialisis mempunyai tujuan, antara tujuannya adalah untuk membuang produk metabolisme protein yaitu urea, kreatinin dan asam urat, membuang air yang berlebihan dalam tubuh, memperbaiki dan mempertahankan sistem buffer dan kadar elektrolit tubuh dan juga memperbaiki status kesehatan penderita. Alasan melakukan dialisis Dialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik), perikarditis (peradangan kantong jantung), asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan lainnya, gagal jantung serta hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah).Frekuensi Hemodialisis Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisis sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisis dikatakan berhasil jika penderita kembali menjalani hidup normal, penderita kembali menjalani diet yang normal, jumlah sel darah merah dapat ditoleransi, tekanan darah normal dan tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif (Medicastore, 2006). Dialisis bisa digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai terapi sementara sebelum penderita menjalani transplantasi ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisis dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal. Pengaruh hemodialisis pada ureum dan kreatinin Berdasarkan beberapa parameter yang sering digunakan sebagai patokan untuk dilakukan hemodialisis adalah kadar ureum 20 mg/dL, kadar kreatinin 8 mg/dL atau kalium 7 meq/dL. Kadar ureum dalam darah cepat meninggi daripda kreatinin bila fungsi ginjal menurun. Pada dialisis kadar ureum lebih dulun menurun berbanding kreatinin. Jika terjadi kerusakan ginjal berat dan permanen, kadar ureum akan terus meningkat sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar.Manajemen perioperatifManajemen perioperatif adalah suatu pelaksanaan pembedahan yang meliputi tiga fase pembedahan yakni pra-operatif (sebelum operasi), intra-operatif (selama operasi), dan post-operatif (sesudah operasi).Keadaan bedah Emergency atau bedah darurat adalah suatu keadaan trauma atau kesakitan yang bersifat akut dan memiliki potensi membahayakan nyawa seseorang, dimana tindakan yang paling tepat untuk mengatasi hal itu adalah dengan pembedahan.Penilaian dan Persiapan Sebelum PembedahanA. Penilaian Pra BedahTujuan utama dari penilaian sebelum pembedahan adalah untuk mengenali persoalan yang menyangkut resiko pembedahan. Sebagai tambahan, perawatan di rumah sakit memberi kesempatan untuk mengenali persoalan-persoalan lain mengenai kesehatan yang perlu diperhatikan, kalau-kalau menimbulkan akibat yang tak dikehendaki pada pembedahan darurat ini.2,3Tindakan bedah sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan keseriusan dan urgensinya. Berdasarkan tingkat keseriusannya, pembedahan terbagi menjadi dua yakni bedah mayor dan bedah minor. Sementara berdasarkan urgensinya, pembedahan terbagi menjadi 3 jenis, yakni bedah elektif, bedah urgent, dan bedah emergency.1,4Pemeriksaan awal untuk pasien trauma dapat dilakukan di tempat kejadian, di ruang gawat darurat, atau lebih jarang, di kamar operasi. Perawatan distandarisasi berdasarkan Advanced Trauma Life Support (ATLS), yang dikembangkan oleh American Collage of Surgeon, yang protocol pertamanya berlaku tahun 1980. Idealnya, evaluasi trauma meliputi evaluasi yang terkoordinasi dengan baik oleh dokter jaga dan atau dokter bedah, perawat khusus dan radiografer dengan kapabilitas yang sesuai. Dokter bedah saraf dan bedah ortopedi harus siap kapanpun diperlukan. Tujuan utama seorang anestesiologis adalah untuk mempertahankan fungsi sistem saraf, memelihara pertukaran gas respirasi yang adekuat dan homeostasis sirkulasi.1,3Berdasarkan protocol ATLS, eveluasi awal harus meliputi tiga komponen: penilaian cepat, survey primer dan survey sekunder . Penilaian cepat: fase ini harus mengambil waktu beberapa detik saja dan harus dapat menentukan apakah pasien stabil, tidak stabil, meninggal atau kritis. Survey primer: evaluasi yang lebih detail dalam hal fungsi fisiologis yang penting untuk kehidupan, yang meliputi jalan napas, pernapasan dan sirkulasi. Jika terdapt ganguan dari ketiga fungsi ini maka tindakan penanganan harus dilkukan segera. Penilaian disabilitas yang difokuskan pada pemeriksaan neurologis juga dilakukan pada fase ini. Survey sekunder: evaluasi yang detail dan sistemik dari setiap regio anatomi. Disposisi ditentukan. Informasi dari pasien atau dari orang-orang di sekitar pasien didapatkan untuk memperoleh data tentang penyakit lain yang dialaminya.2,5

1) RiwayatSuatu catatan yang lengkap mengenai latar belakang kesehatan haruslah dapat diperoleh, termasuk penyakit yang sedang diderita. Namun, dalam tindakan pembedahan darurat hal ini kurang dapat dipenuhi. Mengingat waktu yang dihadapi sangat sempit, seorang dokter diharapkan mampu menganalisa dengan cepat informasi tentang penyakit yang pernah diderita pasien dan juga keterangan mengenai kemungkinan pendarahan, pengobatan yang diberikan, dan alergi yang diderita.2,4

2) Pemeriksaan FisikPemeriksaan secara menyeluruh sebisa mungkin dilakukan. Sistem jantung dan pernfasan harus mendapat perhatian yang seksama. Jangan sampai mengabaikan denyut nadi perifer, pemeriksaan rectal, dan pelvis (kecuali kalau terhalang oleh usia, status perkawinan seseorang atau alasan lainnya.2,5

3) Tes LaboratoriumSampai dewasa ini, praktek standar pada pembedahan mengharuskan agar beberapa tes laboratorium (hitung jumlah darah lengkap, analisa air kemih, serologi, analisa darah), elektroardiogram, dan penyinaran sinar-X pada dada dilakukan pada semua penderita dewasa sebelum pembedahan dilakukan. Walauapun ada beberapa rumah sakit yang masih mempertahankan syarat-syarat semacam ini, penelitian menunjukkan bahwa pada penderita dewasa, biaya dan resiko lebih besar daripada manfaat dari sebagian besar penelitian rutin seperti di atas. Sekarang, pada pembedahan darurat, disarankan hanya dilakukan pemilihan tes-tes yang baik tergantung tindakan operasinya.2,6

4) Penyinaran dengan Sinar XPenyinaran sinar X pada dada atau pada bagian tubuh lain, dilakukan jika dari anamnesa atau gambaran klinis pasien terdapat tanda-tanda mencurigakan.1

5) Pemeriksaan LainElektrokardiogram (EKG) tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda yang harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat. Namun, pada operasi emergency, monitoring EKG bersama dengan pengukuran tekanan darah sangat diperlukan untuk menilai status hemodinamik secara keseluruhan.1,4

Klasifikasi ASA Berdasarkan status fisis pasien, American Society of Anesthesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien menjadi kelas-kelas:1) Pasien normal dan sehat fisis dan mental2) Pasien dengan penyakit sistemi ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional3) Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi4) Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan ketidakmampuan fungsi5) Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi6) Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambilE Bila operasi yang dilakuak darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E (misalnya 1E atau 2E).

BAB IIIPERTIMBANGAN ANESTESIEvaluasi Fungsi GinjalTaksiran akurat pada fungsi ginjal tergantung pada determinasi laboratorium. Gangguan renal (renal impairment) bisa mengarah pada disfungsi glomerulus, fungsi tubulus atau obstruksi traktus urinarius.Karena abnormalitas fungsi glomerulus disebabkan adanya gangguan yang hebat dan dapat dideteksi, tes laboratorium yang dapat digunakan adalah yang berhubungan dengan GFR (glomerular filtration rate).UrinalisisSelanjutnya urinalisis adalah tes rutin yang paling biasa dilakukan untuk evaluasi fungsi renal. Urinalisis bisa membantu untuk identifikasi beberapa gangguan pada disfungsi tubulus ginjal maupun beberapa gangguan nonrenal. Urinalisis rutin termasuk pH, berat jenis (BJ), deteksi dan kuantitas glukosa, protein, bilirubin dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sedimen urin. pH urin membantu bila pH arteri diketahui. Bila pH urin lebih dari 7,0 pada sistemik asidosis memberi kesan asidosis tubulus renal. BJ (berat jenis) berhubungan dengan osmolalitas urin 1,010 biasanya berhubungan dengan 290 mOsm/kg. BJ lebih dari 1,018 setelah puasa 1 malam merupakan indikasi adekuatnya kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasi. BJ yang lebih rendah memperlihatkan hiperosmolality dari plasma yang konsisten dengan diabetes insipidus.Glikosuria adalah hasil dari ambang batas bawah glukosa pada tubulus rendah( normal 180 mg/dl) atau hiperglikemia. Proteinuri dideteksi dengan urinalisis rutin yang seharusnya dievaluasi pada pengumpulan urin 24 jam. Ekskresi protein urin lebih dari 150 mg/dl adalah signifikan. Peningkatan level bilirubin pada urin terlihat pada obstruksi biliari. Analisa mikroskopik pada sedimen urin bisa mendeteksi adanya sel darah merah atau sel darah putih, bakteri, cast, dan kristal.Sel darah merah mungkin mengindikasikan perdarahan akibat tumor, batu, infeksi, koagulopati atau trauma. Sel putih dan bakteria biasanya berhubungan dengan infeksi. Proses penyakit pada level nefron membentuk tubular cast. Kristal mungkin mengindikasikan abnormalitas pada asam oksalat, asam urat atau metabolisme kistin.Perubahan Fungsi Ginjal & Efeknya Terhadap Agen-Agen AnastesiBanyak obat-obatan sebagian tergantung pada ekskresi renal untuk eliminasi. Sehingga modifikasi dosis harus dilakukan untuk mencegah akumulasi obat atau metabolit aktif. Efek sistemik azotemia bisa menyebabkan potensiasi kerja farmakologikal dari agen-agen ini. Observasi terakhir bisa disebabkan menurunnya ikatan protein dengan obat, penetrasi ke otak lebih besar oleh karena perubahan pada blood brain barrier, atau efek sinergis dengan toxin yang tertahan pada gagal ginjal. Propofol & Etomidate, Secara Farmakokinetik tidak mempunyai efeknya secara signifikan pada gangguan fungsi ginjal. Barbiturat, Sering terjadi peningkatan sensitivitas terhadap barbiturat selama induksi. Mekanismenya dengan peningkatan barbiturat bebas yang bersirkulasi karena ikatan dengan protein yang berkurang. Asidosis menyebabkan agen ini lebih cepat masuknya ke otak dengan meningkatkan fraksi non ion pada obat. Ketamin, farmakokinetik ketamin berubah sedikit karena penyakit ginjal. Beberapa metabolit yang aktif di hati tergantung pada ekskresi ginjal dan bisa terjadi potensial akumulasi pada gagal ginjal. Hipertensi sekunder akibat efek ketamin bisa tidak diinginkan pada pasien-pasien hipertensi ginjal. Benzodiazepin menyebabkan metabolisme hati dan konjugasi karena eliminasi di urin. Karena banyak yang terikat kuat dengan protein, peningkatan sensitivitas bisa terlihat pada pasien-pasien hipoalbuminemia. Diazepam seharusnya digunakan berhati-hati pada gangguan ginjal karena potensi akumulasi metabolit aktifnya. Opioid (morfin, meperidin, fentanil, sufentanil dan alfentanil) di inaktifasi oleh hati, beberapa metabolitnya nantinya diekskresi di urin. Farmakokinetik remifentanil tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal karena hidrolisis ester yang cepat di dalam darah. Kecuali morfin dan meferidin, Akumulasi morfin (morfin-6-glucuronide) dan metabolit meperidine pernah dilaporkan memperpanjang depresi pernafasan pada beberapa pasien dengan gagal ginjal. Peningkatan level normeperidine, metabolit meperidine, dihubungkan dengan kejang-kejang. Agonis-antagonis opioid (butorphanol nalbuphine dan buprenorphine) tidak terpengaruh oleh gagal ginjal. Agen-Agen Antikolinergik, atropin dan glycopyrolate dalam dosis premedikasi, biasanya aman karena lebih dari 50% dari obat-obat ini dan metabolit aktifnya di ekskresi normal di urin, potensi akumulasi terjadi bila dosis diulang. Semua H2 reseptor bloker sangat tergantung pada ekskresi ginjal. Metoclopramide sebagian diekskresinya tidak berubah di urin dan akan diakumulasikan juga pada gagal ginjal. Anestesia Pada Pasien Dengan Gagal Ginjal, Pertimbangan Pre OperasiGagal Ginjal AkutGagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara cepat yang menghasilkan penumpukan dari sampah nitrogen (azotemia). Zat ini sebagian besar bersifat racun, dihasilkan oleh metabolisme protein dan asam amino. Termasuk urea, senyawa guanidine (termasuk creatin dan creatinin), asam urat, asam amino alifatik, berbagai jenis peptida dan metabolisme dari asam amino aromatik. Azotemia dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan penyebabnya yaitu prerenal, renal, dan postrenalEvaluasi PreoperatifGagal ginjalnya berhubungan dengan komplikasi post operatif atau trauma. Pasien dengan gagal ginjal akut juga mempercepat pemecahan protein. Manajemen perioperatif yang optimal tergantung dari dialisis preoperatif. Hemodialisis lebih efektif dari pada peritoneal dialisis dan dapat dilakukan melalui internal jugular yang temporer, dialisis dengan kateter subklavia atau femoral. Kebutuhan dialisis pada pasien nonoligurik dapat disesuaikan dengan kebutuhan individual.

Indikasi Untuk Dialisis Overload Cairan HiperkalemiAsidosis Berat Enselopaty MetabolikPerikarditis KoogulopatiRefraktory Gastrointestinal Symtom Toksisitas Obat Pasien dengan gagal ginjal kronis semua manifestasi yang reversibel dari uremia harus dikontrol. Dialisis pre operatif pada hari pembedahan atau hari sebelumnya dibutuhkan. Evaluasi fisik dan laboratorium harus di fokuskan pada fungsi jantung dan pernafasan. Tandatanda kelebihan cairan atau hipovolemia harus dapat diketahui. Kekurangan volume intravaskuler sering disebabkan oleh dialisis yang berlebihan. Perbandingan berat pasien sebelum dan sesudah dialisis mungkin membantu. Data hemodinamik, jika tersedia dan foto dada sangat bermakna dalam kesan klinis. Analisa gas darah juga berguna dalam mendeteksi hipoksemia dan mengevaluasi status asam-basa pada pasien dengan keluhan sesak nafas. EKG harus diperiksa secara hati-hati sebagai tanda-tanda dari hiperkalimia atau hipokalimia seperti pada iskemia, blok konduksi, dan ventrikular hipertropi. Echocardiography sangat bermakna dalam mengevaluasi fungsi jantung pada pasien dibawah prosedur pembedahan mayor karena hal ini dapat mengevaluasi ejeksi fraksi dari ventrikel, seperti halnya mendeteksi dan kuantitatif hipertropi, pergerakan abnormal pembuluh darah, dan cairan perikard adanya gesekan bisa tidak terdengar pada auskultasi pada pasien dengan efusi perikard. Transfusi pre operatif sel darah merah harusnya diberikan pada pasien dengan anemia berat (hemoglobin