referat udt

32
BAB I PENDAHULUAN Undescendcus testis (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan kelainan bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Sepertiga kasus anak-anak dengan UDT adalah bilateral sedangkan dua-pertiganya adalah unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan, dan maturasi bayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan penurunan insiden UDT. 1,2 Insidensnya 3 – 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan meningkat menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan UDT bilateral. Setelah 100 tahun penelitian mengenai UDT, masih terdapat beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah, kecil untuk masa kehamilan, kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama. 1,2 Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak diantara fossa renalis dan annulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada diperineal, di luar 1

Upload: deraapriyunita

Post on 11-Jul-2016

246 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

UDT

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Udt

BAB I

PENDAHULUAN

Undescendcus testis (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan

kelainan bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki.

Sepertiga kasus anak-anak dengan UDT adalah bilateral sedangkan dua-

pertiganya adalah unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan,

dan maturasi bayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun

pada bayi-bayi yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti

dengan penurunan insiden UDT. 1,2

Insidensnya 3 – 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan

meningkat menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT

unilateral dan UDT bilateral. Setelah 100 tahun penelitian mengenai UDT, masih

terdapat beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi

terjadinya UDT adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah, kecil

untuk masa kehamilan, kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama. 1,2

Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya

mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak

diantara fossa renalis dan annulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin

berada diperineal, di luar kanalis inguinalis yaitu diantara aponeurosis oblikus

eksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral.1,3

UDT dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70 – 77% pada usia

bulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam skrotum,

antara lain: (1) adanya tarikan dari gubernakulum testis (suatu pemadatan

mesenkim yang kaya akan matriks ekstraseluler) dan refleks dari otot kremaster,

(2) perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan, dan (3)

dorongan dari tekanan intraabdominal. 1,2

Penegakan diagnosis dari UDT selain dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik, juga diperlukan tindakan radiologis, salah satunya adalah Ultrasonography

(USG). Dikarenakan hal tersebut, referat mengenai gambaran USG dari

undecenden testis ini disusun. 1

Page 2: Referat Udt

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak

dijumpai pada tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum. Dalam hal ini

mungkin testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya

yang normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis

tersesat (keluar) dari jalurnya yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis

ektopik. 1,2

2.2. Epidemiologi

UDT merupakan kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki-

laki. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan.

Bayi dengan berat lahir <900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan

dengan berat lahir <1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan bertambahnya umur

menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama

dengan populasi dewasa.1,2,6

2

Page 3: Referat Udt

Tabel 1. Data prevalensi UDT berdasarkan umur oleh Scorer dan

Farrington ( 1971)

Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan sisanya UDT bilateral.

Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan sekitar 70-

77% biasanya pada usia 3 bulan, sehingga pada saat usia 1 tahun angka kejadian

UDT turun menjadi 1% dibandingkan saat lahir 3,7%. Setelah usia 1 tahun, testis

yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami desensus testis secara spontan.1,2

2.3. Embriologi dan Proses Penurunan Testis

Pada minggu keenam umur kehamilan primordial germ cells mengalami

migrasi dari yolk sac ke-genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining

region Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg

berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan

sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif

berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian

Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian.

MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada

minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang

dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi

3

Page 4: Referat Udt

testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi

epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.1,6,7

Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun

mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa

terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik

(anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10

kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan

fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda. 1,6,7

Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di

mana testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini

terjadi karena adanya regresi ligamentumsuspensorium cranialis dibawah

pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen

yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah

pengaruh MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic

maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3

kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-

arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7

kehamilan. 1,6,7

4

Page 5: Referat Udt

Gambar 1. Skema penurunan testis menurut Hutson.

Keterangan gambar : Antaramingguke- 8–15 gubernaculum (G)

berkembangpadalaki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum

suspensorium cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-

skrotum terjadi pada minggu ke- 28 35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada

diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan

gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap,

dan gubernaculum menipis dan memanjang. (Sumber :Hutson JM, Hasthorpe S,

Heys CF. Anatomical and Functional of Testicular Descent and Cryptorchidism.

Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75)

Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai

dengan minggu ke-35 kehamilan.Testis mengalami penurunan dari regio inguinal

ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum

diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin

gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral

5

Page 6: Referat Udt

untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari

gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan

abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum

abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya

ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses

penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan. 1,6,7

2.4. Etiologi

Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan banyak faktor

(multifaktorial) yaitu (1) Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap

funikulus spermatikus atau gubernakulum, (2) peningkatan tekanan abdomen, (3)

faktor hormonal: testosteron, MIS, and extrinsic estrogen, (4) Perkembangan

epididimis, (5) Perlekatan gubernakular (6) Genito femoral nerve/calcitonin gene-

related peptide (CGRP), (7) Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan

jaringan ikat.1,2,3

UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum

testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang

memacu proses desensus testis. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi

kelompok bayi baru lahir yang beresiko mengalami UDT untuk mencari riwayat

alami dan faktor-faktor yang mempengaruhi desensus setelah lahir. Penelitian ini

menemukan bahwa UDT secara signifikan lebih banyak ditemukan pada bayi

prematur, kecil untuk masa kehamilan, berat bayi baru lahir yang rendah, dan

kembar.1,2

UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated

anomaly), ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex, dan

kelainan bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti

hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar

12 – 25 %).1,6

Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang isolated,

di samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0 %

anak-anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2–9,8% mempunyai saudarala

6

Page 7: Referat Udt

ki-laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada laki-laki

yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum.1,2,6

2.5. Klasifikasi

UDT dikelompokkanmenjadi 3 tipe:

1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial

melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba

(palpable) dan tidak teraba (impalpable).

2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang

normal.

3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa kedasar skrotum tetapi akibat

refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera kekanalis inguinalis,

bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,

menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal (gambar 2). Gliding testis atau

sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat

dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan

dilepaskan.1,2,6

Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis

terajadi akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus

vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko

terjadinya torsi. Dengan melakukan overstrecht selama 1 menit pada saat

pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil

akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-

kanalis inguinalis.1,2,6

7

Page 8: Referat Udt

Gambar 2. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik

testis.

2.6. Patogenesis dan Patofisiologi

Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 1-20C lebih tinggi daripada

suhu di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang

lebih tinggi daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel

germinal testis. 1,2

Padausia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagiandarisel-sel germinal testis

telahmengalamikerusakan, sedangkanpadausia 3 tahunhanya 1/3 sel-sel germinal

yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis

menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen

tidak ikut rusak, maka potensi potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat

lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah

terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi

maligna.1-3

2.7. Diagnosis

2.7.1. Anamnesis

8

Page 9: Referat Udt

Pada anamnesis, tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum, riwayat

operasi daerah inguinal, riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk

reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas, riwayat keluarga: UDT, hipospadia,

infertilitas, intersex, pubertas prekoks. Pada anamnesis juga, yang harus digali

adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi prematur mengalami UDT),

penggunaan obat-obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus

dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir

atau tahun pertama kehidupan (testis retractile akibat refleks cremaster yang

berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun). Perlu juga digali riwayat

perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar bisa ditanyakan ada

tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak menyadari). Riwayat

keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian

neonatal. 1,2

Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak

pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum,

melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi

untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan

hangat.1,2

Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan

anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan

pemeriksaan hormonal antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji

dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin). 1,2

2.7.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat.

Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda

sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua. 1,2,6

Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang

dengan”frog leg position” dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan

lebih baik bila menggunakan jelly atau sabun, dimulaidari SIAS menyusuri

kanalis inguinalis kearah medial dan skrotum. Bila teraba testis harus dicoba

9

Page 10: Referat Udt

untuk diarahkan keskrotum, dengan kombinasi ”menyapu” dan ”menarik”

terkadang testis dapat didorong kedalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi

testis didalam skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan

mengalami”fatigue”; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan

testis yang retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis

dilepas. Tentukanlokasi, ukuran dan tekstur testis.1,2,6

Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur

penurunan yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal

akibat torsi.Testis kontralateralnyabiasanyamengalamihipertrofi.Lokasi UDT

tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal (20%), dan

intra-abdomen (8%).Sehingga pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan

lokasi UDT tersebut. 1,2,6

Gambar 3: Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis

dimulai dari SIAS. B&C: Bila teraba testis, ‘menggiring‘ testis

dengan ujung-ujung jari. D: Memanipulasi kedalam skrotum.

Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai

hipospadia dan virilisasi, harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu dengan

kromosom XX yang mengalami female pseudo-hermaphroditism yang berat; atau

Anorchia kongenital sebagai akibat torsi testis in utero.3,13,15 Sedangkan simple

UDT merupakan hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur,

10

Page 11: Referat Udt

akan tetapi masih dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama

kehidupannya. 1,2,6

2.7.3. PemeriksaanLaboratorium

Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan

laboratorium lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis

dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis

kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah 17 hydroxyprogesterone) untuk

menyingkirkan kemungkinan intersex.1,2,6

Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT

bilateral dengan usia< 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan

testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak.

Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus

dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic

gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai

peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.1,2,6

Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar

hormon testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon

testosteron normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi,

respon normal setelah hCHG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa

kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,

dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi

hCG hanya sekitar 2-3x. 1,2,6

2.7.4. Pemeriksaan Radiologi

USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah

inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan.3

Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG

hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat

mendeteksi testis intra-abdomen.17 Hal ini tentunya sangat tergantung dari

pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.1,6,9

11

Page 12: Referat Udt

Gambar 4. Hasil USG dari Undecendent testis

Selain itu juga, penyakit UDT ini dapat didedeksi juga pada saat

mengandung bayi tersebut, menggunakan USG, dimana pada gambaran USG

tersebut akan ditemukan testis yang berada tidak pada sesuai tempatnya

sebagaimana telah dijelaskan oleh teori penurunan testis.

Gambar 5. Undecendent testis pada janin yang dikandung

12

Page 13: Referat Udt

Gambar 6. Gambaran lain dari Undecendent Testis

CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan

USG terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI

mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang

lebih besar (belasan tahun).3,4,5 MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan

testis.5 Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi

vanishing testis atau pun anorchia.1,6,9

Gambar 7. CT scan dari UDT

13

Page 14: Referat Udt

Gambar 8. MRI dari UDT

Dengan ditemukannya metode-metode yang non-invasif maka penggunaan

angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi semakin

berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan vanishing testis

ataupun anorchia. Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus pampini

formis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada anorchia).5

Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-anak yang lebih besar

mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad. 1,6,9

2.7.5. Laparoskopi

Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak

teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup

aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih

besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di

inguinal. 1,6

Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskop iadalah: kondisi

cincin inguinalis interna, processus vaginalis (patent ataunon-patent), testis dan

vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya.6 Tiga hal yang sering dijumpai saat

laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan

14

Page 15: Referat Udt

anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa danvas

deferens) yang keluar kedalam cincin inguinalis interna. 1,6

2.8. Diagnosis Banding

Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-

tiba berada di daerah inguinal dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula.

Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca

dingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis

retraktil atau kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain

itu UDT perlu dibedakan dengan anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal

ini bias terjadi secara congenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yang

mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.1,2

2.9. Penatalaksanaan

Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah

memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan

reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal

ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).1,6

Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada

testis di kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat

turun sendiri setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi

kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan

terapi adalah pada usia 1 tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di

skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara medikamentosa

maupun pembedahan. 1,6

UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko

tumor sel germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7

tahun, akan tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risiko

kerusakan histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada

awal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus

15

Page 16: Referat Udt

intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel

geminal mencapai 41% dan 20%.1,2

Gambar 9.Penatalaksanaankriptorkismus yang didapat.

Gambar 10. Penatalaksanaan kriptorkismus Kongenital.

2.9.1. Terapi Hormonal

Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di Eropa. Hormon yang

diberikan adalah hCG, gonadotropinreleasinghormone (GnRH) atau LH-16

Page 17: Referat Udt

releasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi testosteron

dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur hipotalamus-pituitary-gonadal. Terapi

ini berdasarkan observasi bahwa proses turunnya testis berhubungan dengan

androgen. Tingkat testosteron lebih tinggi bila diberikan hCG dibandingkan

GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar kemungkinan keberhasilan

terapi hormonal.1,2,5

International Health Foundation menyarankan dosis hCG sebanyak 250

IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU pada anak

lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5 minggu. Angka

keberhasilannya 6 – 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon efektif pada

beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher skrotum atau UDT

bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae skrotum, pigmentasi, rambut

pubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis lebih dari 15000 IU dapat

menginduksi fusi epiphyseal plate dan mengurangi pertumbuhan somatik.1,6

Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil

terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya

masih belum memuaskan. Obat yang sering dipergunakan adalah hormone hCG

yang disemprotkan intranasal.5

2.9.2. Pembedahan

Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus

UDT adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus

mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis

anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.

Operasi pada kriptorkismus adalah orchiopexy. Tujuan operasi pada

kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya

degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4)

melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa

rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah

orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi

pada kantung sub dartos.1

17

Page 18: Referat Udt

Tabel. 2 Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan Tingkat

Keberhasilannya

Gambar 11. Orchiopexy.

Keterangan gambar:

Orchiopexy digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak-anak. Satu insisi

dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada

skrotum (A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dari

18

Page 19: Referat Udt

insisi abdomen menempel pada spermatic cord (C). Testis kemudian dimasukkan

turun ke dalam skrotum (D) dan dijahit (E).

Komplikasi Orchiopexy

Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan

Orchiopexy antara lain 1,6 :

1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak komplit

(10% kasus)

2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5% kasus)

3. Trauma pada vas deferens ( 1–2% kasus)

4. Pasca-operasitorsio

5. Epididimoorkhitis

6. Pembengkakanskrotum

2.10. Komplikasi UDT

Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada

UDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis Di samping

itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis. 1,6

A. Risiko Keganasan

Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden

keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko

terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan

berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi

lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko

menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. 1,6,9

Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan,

tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang

telah dilakukan orchiopexy. 1,6,9

19

Page 20: Referat Udt

B. Infertilitas

Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat

dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan

populasi normal. Penderita UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih

besar dibandingkan populasi normal (38% infertil pada UDT bilateral

dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral

berisiko hanya 2x lebih besar. 1,6,9

Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada

UDT. Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya

penurunan volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkan

dengan testis yang normal. Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang

dilakukan sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang tidak berbeda

bermakna dengan testis yang normal. 1,6,9

Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur

1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti risiko

keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih

lanjut. 1,6,9

20

Page 21: Referat Udt

BAB III

PENUTUP

Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak

dijumpai pada tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum.

UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum

testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang

memacu proses desensus testis.

Penegakkan diagnosis UDT harus dapat dilakukan lebih awal sehingga

penatalaksanaan baik hormonal atau pembedahan dapat dilakukan lebih awal.

Dengan penatalaksanaan lebih awal, diharapkan terjadi penurunan risiko yang

terjadi pada testis terutama risiko infertilitas. USG sangat berperan terhadap

proses penegakan diagnosis, dikarenakan kita dapat mengetahui dimana lokasi

testis. Dengan ditentukanya lokasi dari testis tersebut, proses pembedahan akan

dipermudah.

Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil

terjadinya risiko komplikasi dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum

baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan

(orchiopexy).

21

Page 22: Referat Udt

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo BB. 2003. Dasar-dasar urologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Hal.137-40.

2. Schneck FX, Bellinger MF. 2000. Abnormalities of the testes and scrotum

and their surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbell‘sUrology Vol 1.

8th edition. Philadelphia: WB Saunders Company.

3. Tanagho EA, Nguyen HT. 2000. Embriology of the Genitourinary System.

Dalam: Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi 17.

California: The McGraw Hill companies. Hal.23-45.

4. Docimo, S. G., R. I. Silver, and W. Cromie. 2000. The Undescended Testicle:

Diagnosis and Management.American Family Physician, Vol. 62. Hal. 2037–

2044, 2047–2048.

5. Batubara JRL. Terapi hormonal pada kriptorkismus.Disampaikan pada

Simposium Sehari Tatalaksana Optimal Kriptorkismus, Jakarta, 13 Agustus,

1994.

6. Kolon TF. Cryptorchidism. 2002. Diunduh dari

http://www.emedicine.com/med/topic2707.html. ( diakses tanggal 10 April

2016)

7. Sadler. Embriologi Kedokteran LANGMAN. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2000. Hal.280-310.

8. Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism. In:

http://www.emedicine.com/radio/topic201.htm ( diakses tanggal 10 April

2016)

22