referat trauma telinga gari kharisma tht

21
BAB I PENDAHULUAN Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Trauma telinga adalah kompleks, karena agen berbahaya yang berbeda dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Agen penyebab untuk trauma telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau telinga bagian dalam bisa terluka. Lesi dapat berkisar dari trauma tumpul sederhana terhadap pinna, tanpa kehilangan jaringan, melalui ruptur sederhana dari membran timpani hingga fraktur transversal petrosa dari rulang temporal dengan kehilangan total dari fungsi telinga bagian dalam dan nervus fasialis. 1 1

Upload: gari-gege-esun-bue

Post on 28-Dec-2015

83 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

BAB I

PENDAHULUAN

            Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan

keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan

kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan

mendengar.

Trauma telinga adalah kompleks, karena agen berbahaya yang berbeda dapat

mempengaruhi berbagai bagian telinga. Agen penyebab untuk trauma telinga termasuk faktor

mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik

eksternal, tengah, dan / atau telinga bagian dalam bisa terluka.

Lesi dapat berkisar dari trauma tumpul sederhana terhadap pinna, tanpa kehilangan

jaringan, melalui ruptur sederhana dari membran timpani hingga fraktur transversal petrosa dari

rulang temporal dengan kehilangan total dari fungsi telinga bagian dalam dan nervus fasialis.1

BAB II

1

Page 2: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

ANATOMI TELINGA

Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita

sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus

melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak bisa mendengar disebut tuli.

Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.1

Gambar 1. Anatomi telinga.2

Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula mempunyai

bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri atas lempeng

tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan

ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.3,4

Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik yang

terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux superior di sebelah kiri dari

fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus yang berada

di bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga

di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan

sudut di belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba

2

Page 3: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang merupakan

pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang merupakan struktur depresif di

dekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior yang

berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang berada di bagian paling bawah dari daun

telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus.

Telinga Tengah

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang

dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi

meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum

timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar

dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui

tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid. 3,4

Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding

lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen

timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan

kavum timpani dan meningens dan lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai

dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian

diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus superior V.

jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang

memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat

muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih ba- wah menuju tuba

auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor

tympani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang

pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian atas dinding

posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus antrum. Di bawah ini

terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis

ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani. 3,4

Telinga Dalam

Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga

tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang;

3

Page 4: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di

dalam telinga dalam osseus.3,4

FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh pinna dalam bentuk

gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan

membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang

akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian

perbandingan lurus membran timpani dan tingkap lonjong. 5

Energi getaran tersebut akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong

sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner

yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerakan relative antara membran

basalis dan membrantektoria.

Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi

stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik

dari badan sel. Keadaan ini meimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius,

lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.5

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

4

Page 5: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

TELINGA LUAR

Trauma pada telinga luar umum terjadi pada semua kelompok usia. Aurikula yang tidak

terlindungi berisiko untuk semua jenis trauma termasuk cedera termal dingin atau panas dan

cedera tumpul atau tajam yang mengakibatkan ekimosis, hematoma, laserasi, atau fraktur.1

Hematoma Aurikula

Hematoma aurikula biasanya terjadi setelah trauma tumpul dan umum terjadi di antara

pegulat dan petinju. Mekanisme ini biasanya melibatkan gangguan traumatis dari pembuluh

darah peikondrial. Akumulasi darah dalam ruang subperikondrial menghasilkan pemisahan

perikondrium dari kartilago. Jika kartilago ini fraktur, darah merembes melalui garis fraktur dan

meluas ke bidang subperikondrium pada kedua sisi. Hal ini menciptakan pembengkakan

kebiruan, biasanya melibatkan seluruh aurikula, meskipun mungkin terbatas pada bagian atas.

Jika lesi tidak ditangani sejak dini, darah akan berorganisasi menjadi massa fibrosa, yang

menyebabkan nekrosis kartilago karena gangguan sirkulasi. Massa ini membentuk bekas luka

yang bengkok, terutama setelah trauma berulang, menciptakan deformitas dikenal sebagai

"”cauliflower ear”.6,7

Gambar 2. Cauliflower ear yang dihasilkan oleh hematoma aurikula.6

Pengobatan didasarkan pada evakuasi hematoma dan aplikasi tekanan untuk mencegah

akumulasi kembali darah. Aspirasi jarum sederhana adalah pengobatan yang tidak memadai dan

sering menyebabkan fibrosis dan organisasi hematoma. Perawatan yang paling efektif untuk

hematoma aurikula adalah insisi yang memadai dan drainase dengan through-and-through suture

secured bolsters.6,7

5

Page 6: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

Gambar 3. Otohematoma. A, Hematoma dari daun telinga. B, Hematoma diinsisi dan dievakuasi. C,

gulungan dental anterior diikat dengan gulungan dental posterior pada permukaan telinga. D, tampilan

pinggir, menunjukkan bagaimana bolster diamankan.6

Insisi harus ditempatkan dalam scapha, menselaraskan heliks. Paparan yang cukup harus

diperoleh untuk mengeluarkan seluruh hematoma dan untuk memeriksa rongga. Jika penundaan

telah menghasilkan beberapa bekuan, kuret cincin tajam dapat digunakan untuk menghilangkan

bekuan darah. Gulungan dental dipotong dengan ukuran yang tepat, diterapkan pada kedua sisi

aurikula, dan diikat dengan jahitan nilon atau sutra through-and-through. Salep antibiotik

diaplikasikan di atas sayatan. Gulungan dental dibiarkan ditempatnya selama 7 sampai 14 hari.6,7

Laserasi

Laserasi aurikula dengan atau tanpa kehilangan bagian dari aurikula umum diakibatkan

oleh trauma tajam. Hasil yang sangat baik mungkin dapat dicapai jika prinsip-prinsip bedah

diterapkan. Sebuah usaha harus dilakukan untuk memperbaiki, mempertahankan semua jaringan

yang viabel yang tersisa. Ketika aurikula tidak benar-benar terputus, sebagian besar ia dapat

disambung.6

Frosbite

6

Page 7: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

Aurikula sangat rentan terhadap frosbite karena lokasinya terbuka dan kurangnya

jaringan subkutan atau jaringan adiposa untuk melindungi pembuluh darah. Anestesi yang

berkembang di daerah yang terkena dingin yang berat menghalangi pasien dari setiap peringatan

ancaman bahaya. Awalnya terdapat vasokonstriksi,

meninggalkan telinga, terutama ditepi heliks, pucat dan dingin ketika disentuh. Hiperemia dan

edema terjadi setelahnya dan disebabkan oleh peningkatan bermakna dalam permeabilitas

kapiler. Kristalisasi es dari cairan intraseluler terutama bertanggung jawab untuk kondisi ini,

serta nekrosis seluler pada jaringan sekitarnya. Telinga menjadi bengkak, merah, dan tender, dan

bula bisa terbentuk di bawah kulit, yang menyerupai luka bakar derajat pertama.7

Frostbite telinga harus cepat dihangatkan. Katun steril basah dengan suhu 38 sampai

42°C digunakan sampai telinga menjadi hangat. Telinga harus diperlakukan dengan lembut

karena risiko kerusakan lebih lanjut pada jaringan yang sudah mengalami trauma dan melemah.

Analgesik dan antibiotik profilaksis mungkin diperlukan. Jaringan nekrotik dibersihkan, yang

inhibitor tromboksan topikal dari lidah buaya dipakai, dan obat-obatan antiprostaglandin seperti

ibuprofen mungkin berguna.1,6,7

Luka Bakar

Luka bakar secara tradisional diklasifikasikan dalam tiga derajat keparahan: eritema

(derajat pertama), blistering (derajat kedua), dan destruksi ketebalan penuh (derajat ketiga). Luka

bakar karena cairan panas atau terbakar sering dengan ketebalan penuh. Jika tidak diterapi, luka

bakar dapat menyebabkan perikondritis. Penting untuk menghindari tekanan pada telinga, dan

membersihkan dengan lembut dan menggunakan antibiotik topikal. Penggunaan antibiotik

profilaksis antipseudomonas dianjurkan. Antibiotik dapat diinjeksikan subperikondrium di

beberapa lokasi injeksi yang berbeda di seluruh permukaan anterior dan posterior aurikula.

Penggunaan krim mafenide acetate (Sulfamylon) setelah membersihkan luka dianjurkan. Pada

tahap akhir, debridement dan skin grafting mungkin diperlukan. Perikondritis dan kondritis harus

ditangani dengan iontoforesis antibiotik, debridement dini, dan grafting.6

MEMBRAN TIMPANI DAN TELINGA TENGAH

7

Page 8: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

Trauma pada membran timpani dan telinga tengah dapat disebabkan oleh (1)

overpressure, (2) luka bakar termal atau kaustik, (3) luka tumpul atau penetrasi, dan (4)

barotrauma. Overpressure adalah mekanisme trauma yang paling umum pada membran timpani.

Penyebab utama dari overpressure yaitu cedera tamparan dan luka ledakan. Cedera tamparan

sangat umum dan dapat dihasilkan oleh tamparan tangan atau air. Cedera tamparan biasanya

menghasilkan robekan segitiga atau linear dari membran timpani7.

Gambar 4. Gambar yang mengilustrasikan perforasi membran timpani di bagian anteroinferior dari

drumhead.6

Sebagian besar perforasi tersebut menyebabkan gangguan pendengaran ringan, rasa

penuh di telinga, dan tinnitus ringan. Cedera ledakan, meskipun kurang umum, berpotensi lebih

serius. Cedera ledakan mungkin disebabkan oleh ledakan bom, ledakan bensin, dan penyebaran

kantung udara dalam kecelakaan mobil. Cedera ledakan dari ledakan bom tidak hanya

mengganggu membran timpani tetapi juga dapat menyebabkan fraktur tulang temporal,

diskontinuitas osikular, atau gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi karena cedera

koklea. Selain itu, cedera ledakan dapat menyebabkan fistula perilimfatik (PLF), dengan

gangguan pendengaran progresif dan berfluktuasi, vertigo, dan disekuilibrium.8

Dalam sebuah laporan oleh Hallmo, audiometri konduksi udara dan tulang dalam rentang

frekuensi masing-masing 0.125 sampai 18 kHz dan 0,25 sampai 16 kHz, dilakukan pada 38

pasien dengan perforasi membran timpani unilateral traumatik, yang sebagian besar disebabkan

oleh cedera overpressure. Peningkatan ambang konduksi tulang ditemukan pada 16 telinga.

8

Page 9: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

Peningkatan ambang konduksi tulang dan tinnitus berkurang seiring dengan waktu, tetapi pada 9

pasien ia permanen. Penutupan perforasi membran timpani menghasilkan perbaikan 7 sampai 20

dB dari ambang konduksi udara, sedikit kurang di atas dibandingkan pada frekuensi yang lebih

rendah. Gangguan pendengaran konduktif akhir rata-rata 3 dB ditemukan sekitar 5 bulan setelah

cedera, mungkin karena bekas luka pada lokasi bekas perforasi. 8

Setelah cedera overpressure, darah, sekret purulen, dan debris harus secara hati-hati

disedot dari kanal telinga, dan ukuran perforasi dan lokasi harus dicatat. Irigasi dan otoskopi

pneumatik harus secara spesifik dihindari pada pasien ini. Kemampuan mendengar bisikan serta

tes garpu tala harus didokumentasikan, dan

audiogram harus diperoleh segera setelah kondisi pasien memungkinkan. Pemeriksaan

neurotologik lengkap juga harus dilakukan pada pasien untuk mendokumentasikan status dari

saraf kranial termasuk saraf fasialis dan saraf vestibular begitu juga dengan sistem saraf pusat.

Jika perforasi membran timpani kering, ia harus diobservasi (yaitu, tetesan tidak diindikasikan).

Jika terdapat drainase yang melalui perforasi membran timpani, klinisi harus menentukan dan

memperhatikan apakah drainase sesuai dengan cairan cerebrospinal (CSF). Jika dicurigai adanya

kebocoran CSF, CT scan tulang temporal segera harus diperoleh untuk menyingkirkan fraktur.

Jika drainase tidak sesuai dengan CSF, antibiotik oral dan ciprofloxacin serta hidrokortison tetes

telinga harus diresepkan. Riwayat vertigo atau mual dan muntah dan audiogram yang

menunjukkan gangguan pendengaran konduktif lebih dari 30 dB menyarankan terganggunya

rantai osikular. Gangguan pendengaran sensorineural yang bermakna juga menandakan

kerusakan oval window atau kerusakan koklea.

Cedera termal terhadap membran timpani termasuk cedera pengelasan dan cedera petir.

Cedera pengelasan terjadi ketika arang besi panas memasuki kanal telinga dan melewati

membran timpani. Sebagian besar cedera ini mengakibatkan inflamasi di telinga tengah dengan

drainase. Panosian dan Dutcher melaporkan dua pasien dengan paralisis fasialis yang disebabkan

oleh arang besi panas di telinga tengah. Salah satu pasien mereka juga menderita gangguan

pendengaran sensorineural. Cedera pengelasan sering mengakibatkan perforasi yang tidak

sembuh, baik sebagai akibat dari infeksi atau mungkin karena arang besi membakar atau

mendevaskularisasi membran timpani saat melewatinya. Jika infeksi terjadi, pasien diobati

dengan ciprofloxacin dan tetes telinga hidrokortison

serta antibiotik oral. Jika perforasi kering, ia harus diobservasi selama jangka waktu 12 minggu

9

Page 10: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

untuk penyembuhan spontan. Jika drumhead tidak sembuh-sembuh, timpanoplasti harus

dilakukan.

Cedera petir dan listrik tidak jarang, dan cedera telinga yang paling sering adalah

perforasi dari membran timpani. Gangguan vestibular yang paling umum adalah vertigo

transien. Temuan klinis lainnya meliputi gangguan pendengaran sensorineural, gangguan

pendengaran konduktif, tinnitus, fraktur tulang temporal, avulsi dari prosesus mastoid, luka

bakar dari kanal telinga, dan paralisis saraf fasialis. Jones dkk melaporkan satu pasien dengan

PLF oval window bilateral setelah sambaran petir. Manajemen awal pasien yang tersambar petir

terdiri dari langkah-langkah pendukung kehidupan. Setelah itu, pasien harus menjalani

pemeriksaan audiovestibular menyeluruh. Perforasi membran timpani yang disebabkan oleh

cedera petir sering tidak sembuh, mungkin sebagai akibat dari kauterisasi atau devaskularisasi

dari membran timpani, seperti cedera pengelasan. Cedera ini diterapi seperti yang dijelaskan

sebelumnya untuk cedera pengelasan. Timpanoplasti harus ditunda pada pasien ini selama 12

minggu karena penyembuhan spontan dapat terjadi selama waktu tersebut.

Cedera kaustik pada membran timpani dapat menyebabkan perforasi. Dengan kaustik

alkali, membran timpani rusak dengan likuefaksi nekrosis, yaitu, kaustik alkali menembus

membran timpani, yang menyebabkan oklusi pembuluh darah yang dapat meluas lebih jauh dari

perforasi yang terlihat. Akibatnya, ukuran perforasi dapat tidak sepenuhnya ditentukan sampai

semua inflamasi selesai. Selanjutnya, setelah cedera kaustik, telinga tengah dapat

mengembangkan reaksi granulasi yang luas dengan skarifikasi, fiksasi osikular, dan infeksi

kronis. Luka kaustik juga dapat menyebabkan penumpulan kanal karena permukaan baku yang

mengelilingi kanal membentuk sikatriks, yang mengarah ke penyempitan kanal telinga dan

hilangnya permukaan vibrasi membran timpani. Demikian pula, setelah cedera kaustik,

miringitis kronis dapat terjadi di permukaan membran timpani, yang menciptakan raw weeping

suurface dengan granulasi pada permukaan drumhead tersebut. Cedera kaustik pada awalnya

diterapi dengan ciprofloxacin dan tetes telinga hidrokortison, antibiotik oral, dan analgesik.

Penilaian audiologi dan evaluasi neurotologi lengkap diindikasikan dalam luka kaustik untuk

menentukan sejauh mana cedera. Ketika telinga telah stabil, dan sebaiknya ketika drainase telah

berkurang, telinga tengah dan membran timpani dapat direkonstruksi.

Perforasi membran timpani secara historis memiliki tingkat kesembuhan yang mendekati

80%. Ulasan Kristensen pada lebih dari 500 teks mengenai masalah tersebut menemukan bahwa

10

Page 11: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

tingkat penyembuhan spontan tampaknya 78,7% pada 760 kasus yang dapat dievaluasi dari

perforasi membran timpani traumatis dari segala sumber yang dilihat dalam waktu 14 hari

setelah cedera. Ruptur yang diinduksi oleh panas atau korosi, benda asing, dan tekanan air

kurang mungkin untuk sembuh, mungkin karena mereka lebih besar atau lebih mungkin

terinfeksi. Rybak dan Johnson juga melaporkan bahwa cedera tamparan air kurang mungkin

untuk sembuh sebagai akibat dari infeksi. 8

Griffin melaporkan 227 perforasi traumatik yang diterapi di prakteknya pada tahun 1969-

1977. Dia menyimpulkan bahwa perforasi yang lebih besar, cedera petir dan pengelasan, dan

telinga yang terinfeksi kurang mungkin untuk sembuh. Hasil pendengaran yang baik ditemukan

terlepas dari metode timpanoplasti, meskipun penyembuhan spontan menghasilkan hasil akhir

yang terbaik. 8

Apapun metode yang digunakan, kesuksesan timpanoplasti membutuhkan paparan yang

memadai, debridement granulasi telinga tengah dan jaringan parut, de-epitelisasi dari perforasi,

dan penempatan graft dengan hati-hati termasuk dukungan dari graft hingga penyembuhan

terjadi.

Trauma penetrasi pada telinga tengah dapat, tentu saja, menghasilkan perforasi membran

timpani, tetapi tidak seperti overpressure dan cedera termal, kejadian gangguan osikular, saraf

fasialis, dan cedera telinga tengah lainnya jauh lebih besar. Penyebab paling umum yaitu

tembakan kecepatan rendah diikuti dengan cedera oleh benda asing seperti tongkat atau

instrumen. Jenis cedera ini harus dicurigai pada pasien dengan perforasi membran timpani, darah

di telinga tengah atau liang telinga, dan adanya vertigo atau pusing, gangguan pendengaran

konduktif lebih besar dari 25 dB, gangguan pendengaran sensorineural, atau paralisis fasialis.

Pada pasien ini, kanal telinga harus dengan lembut disedot dan dibersihkan di bawah penglihatan

mikroskopis, dan membran timpani dan telinga tengah harus dengan hati-hati diperiksa.

Pemeriksaan neurotologi menyeluruh, termasuk evaluasi saraf fasialis dan pemeriksaan terhadap

nistagmus, stabilitas gait, tes fistula, tes Romberg, dan tes Dix- Hallpike, harus dilakukan.

Pencitraan termasuk CT scan tulang temporal, magnetic resonance imaging (MRI), dan bahkan

arteriografi dapat diindikasikan tergantung pada jenis cedera yang dicurigai. 8

Fraktur Tulang Temporal

11

Page 12: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

Fraktur dari tulang temporal disebabkan oleh cedera tumpul, dan tergantung pada gaya

dan arah dari pukulan yang diterima, berbagai jenis fraktur dapat terjadi. Trauma tumpul dapat

dihantarkan oleh suatu obyek yang menyerang kepala atau dengan kepala yang dibenturkan

terhadap suatu obyek yang padat. Secara tradisional, fraktur tulang temporal diklasifikasikan

sebagai longitudinal (ekstrakapsular) atau transversal (kapsular) sehubungan dengan aksis

panjang dari bagian petrosa dari tulang temporal. Keduanya merupakan fraktur basis kranii dan

mengakibatkan ekimosis dari kulit postaurikula (tanda Battle). 8

Gambar 5. Gambar yang menunjukkan anatomi dari basis kranii. Di bagian kiri merupakan fraktur

longitudinal atau ekstrakapsular. Di bagian kanan yaitu fraktur transversal atau kapsular. 8

Fraktur longitudinal, sejauh ini, merupakan yang paling sering terjadi, yaitu sekitar 70-

90% dari fraktur tulang temporal, dan biasanya dihasilkan dari pukulan lateral langsung pada

aspek temporal atau parietal dari kepala. Fraktur longitudinal dimulai dari kanal auditori

eksternal dan memanjang melalui telinga tengah dan di sepanjang aksis panjang dari piramida

petrosa. Secara karakteristik, terdapat perdarahan dari kanal telinga akibat laserasi dari kulitnya

dan dari darah yang keluar melalui membran timpani yang mengalami perforasi. Paralisis fasialis

terjadi pada 15%, dan gangguan pendengaran sensorineural terjadi pada 35%7.

Fraktur transversal biasanya dihasilkan dari impaksi deselerasi pada area oksipital. Garis

fraktur menyeberangi aksis panjang dari bagian petrosa dari tulang temporal dan biasanya

memanjang melalui koklea dan kanal fallopi, yang menghasilkan gangguan pendengaran

12

Page 13: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

sensorineural dan paralisis fasialis pada kebanyakan kasus. Terdapat perdarahan ke dalam telinga

tengah, tetapi membran timpani tetap intak dan menjadi biru kehitaman akibat hemotimpanum7.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ksilevsky VE, et al. Ear Trauma: Investigating the Common Concerns. The Canadian

Journal of Diagnosis. 2003;111-115

13

Page 14: Referat Trauma Telinga Gari Kharisma THT

2. Gambar anatomi telinga. Diunduh dari :

http://www.jludwick.com/Notes/Miscellaneous/Insurance.html . Pada tanggal 20 Juni 2014.

3. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002

4. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Penerbit: EGC.

Jakarta 2006.

5. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi ke-tujuh. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta. 2012.

6. Menner AL. 2003. A Pocket Guide to the Ear. Thieme Stuttgart:New York. pp.47-48

7. Sharma K, et al. Auricular Trauma and Its Management. Indian Journal of Otolaryngology

and Head and Neck Surgery, 2006; 58(3):232-233

8. Schwaber MK. Trauma to the Middle Ear, Inner Ear, and Temporal Bone. In: Snow JB,

Ballenger JJ. 2003. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery . 16th edition.

BC Decker Inc: Spain. Pp. 345-355

14