referat-tht ( paralise chorda vokalis )

Upload: eva-hanifsy

Post on 16-Oct-2015

168 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Paralisis Pita Suara Eva Srihartati, S.Ked. Ummu Syamsiah, S.Ked.BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Pita suara sendiri terdapat pada laring (kotak suara). Pita suara ini memproduksi suara ketika udara berada dalam paru dilepaskan dan melewati pita suara yang tertutup, sehingga mengakibatkan pita suara tersebut akan bergetar. Paralisis pita suara merupakan gangguan suara ketika salah satu ataupun kedua pita suara tidak dapat membuka maupun menutup dengan semestinya. Paralisis pita suara adalah suatu gangguan yang sering terjadi dan gejala klinisnya bervariasi, dari ringan hingga mengancam nyawa penderita. Paralisis pita suara dapat mengakibatkan masalah dalam mengeluarkan suara dan mungkin dalam bernapas serta menelan.1Paralisis pita suara sendiri hingga kini masih menjadi masalah yang serius dalam bidang THT. Hal ini dikarenakan kerusakan yang terjadi terhadap sarafnya bersifat permanen. Berbagai tindakan intervensi pun mulai dikembangkan untuk meminimalkan kerusakan yang terjadi.1,2Oleh karena itu, dalam referat ini kami akan membahas mengenai paralisis pita suara secara menyeluruh, ditinjau dari anatomi dan fisiologi terbentuknya suara, definisi paralisis pita suara, etiologi, patofisiologi, klasifikasi dan gejala klinis, posisi pita suara, pemeriksaan, penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis.

1.2 InsidenAngka kejadian paralisis pita suara bervariasi antara 1.5 23%.1 Tujuh puluh lima persen pasien menderita paralisis pita suara unilateral dan sebanyak 3 30% kasus mengenai pita suara kanan.2, 3 Paralisis pita suara kongenital lebih sering terjadi dibandingkan dengan yang didapat.1 Hampir 90% paralisis disebabkan oleh lesi yang menekan saraf sepanjang segmen perifer dan hanya 10% berasal dari sistem saraf pusat atau sebelum saraf keluar dari foramen jugular. Paralisis sentral dikaitkan dengan neuropati kranial lain.2 Kualitas hidup pasien dengan paralisis pita suara menurun, terutama apabila kasus ini terjadi pada pekerja yang mengutamakan penggunaan suara. Disfonia berat atau afonia dapat menyebabkan kehilangan pendapatan atau pengangguran. Selain itu, paralisis pita suara unilateral berpotensi mengancam nyawa, jika proteksi jalan nafas memburuk dan mengarah ke pneumonia aspirasi.1 Oleh sebab itu, penting diketahui tentang paralisis pita suara, terutama yang bersifat unilateral, beserta pencegahan aspirasi agar dapat meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi.1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : apakah paralisis pita suara unilateral dan bagaimana melakukan pencegahan terhadap aspirasi pada jalan nafas.

1.4 Tujuan1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui tentang paralisis pita suara

1.4.2 Tujuan Khusus a. Anatomi dan fisiologi terbentuknya suara b. Definisi paralisis pita suarac. Etiologi paralisis pita suara d. Patofisiologi paralisis pita suarae. Posisi paralisis pita suaraf. Klasifikasi dan gejala klinis paralisis pita suara g. Diagnosis atau pemeriksaan paralisis pita suara h. Tatalaksana paralisis pita suara i. Prognosis paralisis pita suara j. Komplikasi paralisis pita suara k. Rehabilitasi paralisis pita suara

1.5 Manfaat Memberi gambaran mengenai paralisis pita suara bagi masyarakat luas. Sebagai bahan rekomendasi untuk penulisan selanjutnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1. Anatomi dan Fisiologi Terbentuknya SuaraII.1.1. AnatomiII.1.1.1. Struktur Penyangga LaringLaring adalah suatu struktur berbentuk tabung yang terbentuk dari suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari otot, kartilago, jaringan ikat. Laring menggantung dari tulang hyoid, yang merupakan satu-satunya tulang di dalam tubuh yang tidak berartikulasi dengan tulang lain. Kerangka dari laring tersusun atas 3 kartilago yang berpasangan dan 3 kartilago yang tidak berpasangan. Kartilago tiroid merupakan kartilago tidak berpasangan yang terbesar dan berbentuk seperti sebuah perisai. Bagian paling anterior dari kartilago ini sering menonjol pada beberapa pria, dan biasa disebut sebagai Adams apple. Kartilago tidak berpasangan yang kedua adalah kartilago krikoid, yang bentuknya sering digambarkan sebagai sebuah signet ring. Kartilago ketiga yang tidak berpasangan adalah epiglotis, yang berbentuk seperti sebuah daun. Perlekatan dari epiglotis memungkinkan kartilago tersebut untuk invert, sebuah gerakan yang dapat membentuk untuk mendorong makanan dan cairan secara langsung ke dalam esofagus dan melindungi korda vokalis dan jalan pernapasan selama proses menelan.2Ketiga kartilago yang berpasangan antara lain aritenoid, kuneiformis, dan kornikulatus. Aritenoid berbentuk seperti piramid dan karena mereka melekat pada korda vokalis, membiarkan terjadinya gerakan membuka dan menutup dari korda vokalis yang penting untuk respirasi dan bersuara. Kuneiformis dan kornikulatus berukuran sangat kecil dan tidak memiliki fungsi yang jelas.2

Diambil dari : www.netteranatomy.com 3

Diambil dari : www.netteranatomy.com 3

II.1.1.2. Persarafan, Perdarahan dan Drainase Limfatik LaringTerdapat dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan motorik, yakni dua saraf laringeus superior dan dua inferior atau laringeus rekurens. Saraf laringeus merupakan cabang-cabang dari saraf vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke anterior dan medial di bawah arteri karotis eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik eksterna. Cabang interna menembus membran tirohiodea untuk mengurus persarafan sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing-masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Di sebelah inferior, saraf rekurens berjalan naik dalam alur di antara trakea dan esophagus, masuk ke dalam laring tepat di belakang artikulasio krikotiroideus, dan mengurus persarafan motorik semua otot intrinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga mengurus sensasi jaringan di bawah korda vokalis sejati (regio subglotis) dan trakea superior. Perjalanan saraf rekurens kanan dan kiri yang berbeda juga rnemperlihatkan jaras neural yang lebih tinggi dari persarafan laring. Karena perjalanan saraf rekurens kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibandingkan saraf yang kanan.2

Diambil dari: www. http://images.google.co.id/imgres 4

Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskular superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.2

Diambil dari : http://images.google.co.id 5

Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting pada terapi kanker. Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior, di mana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Di sebelah superior, aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskular superior untuk bergabung dengan nodi limfatisi superiors dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat di depan krikoid dan disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi suprakalvikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior.2II.1.1.3. MuskulusOtot yang melekat pada laring yaitu otot ekstrinsik dan otot intrinsik laring. Otot ekstrinsik Otot ekstrinsik melekat pada pemukaan luar laring, terbagi menjadi:1. Otot suprahioidBerfungsi mengangkat laring ke arah atas. Terdiri atas m. Digastrikus, m. Geniohioid, dan m. Stilohioid. 2. Otot infrahioidBerfungsi menarik laring ke arah bawah. Terdiri atas m.omohioid, m. sternohioid dan m.tirohioid. Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor. Kelompok otot depresor terdiri dari mm.tirohioid, sternohioid, dan omohioid yang dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2 dan C3. Kelompok otot elevator terdir dari mm.digastrikus anterior dan posterior, stilohioid, geniohioid dan milohioid yang dipersarafi oleh nervus kranial V,VII dan IX. Kelompok ini penting pada fungsi menelan dan fonasi dengan mengangkat laring dibawah dasar lidah.6 Otot intrinsik Kontraksi otot intrinsik berhubungan dengan gerak pita suara. Otot instrinsik laring berfungsi mempertahankan dan mengontrol jalan udara pernafasan melalui laring, mengontrol tahanan terhadap udara ekspirasi selama fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda asing selama proses menelan.6m.krikotiroid terletak dipermukaan depan laring, antara sisi lateral krikoid dan kartilago tiroid. Otot ini berfungsi untuk menyempitkan ruang krikotiroid di anterior dan gerakan ini memperbesar jarak antara kartilago tiroid dan kartilago aritenoid, yang menumpang pada krikoid. Perlekatan anterior dan posterior ligamentum vokalis terpisah makin jauh. Hasil akhirnya adalah pemanjangan dan peregangan pita suara.6Kontraksi m.krikoaritenoid posterior membawa prosesus muskularis aritenoid ke belakang dan memutar prosesus vokalis ke lateral. Otot ini berfungsi sebagai abduktor utama pita suara. m.krikoid lateral melakukan gerak adduksi pita suara. M.tiroaritenoid eksterna bekerja untuk adduksi pita suara, dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi bebas suara. Sfingter glotis menarik kartilago aritenoid ke depan untuk mengurangi tegangan ligamen vokalis dan memperbesar ketebalan pita suara. Otot ini dipersarafi secara bilateral oleh n.laringeal rekuren, karena itu tidak terjadi kelumpuhan akibat penyakit yang mengenai n.rekuren unilateral. Otot ini juga menerima persarafan motorik dari n.laringeus superior.6m.ariepiglotik bekerja untuk menutupi sfingter laring superior, tetapi bentuknya kecil dan sering hampir tidak ada. Otot ini dapat menjadi hipertrofi jika fungsi pita suara palsu menggantikan fungsi pita suara asli.6

Diambil dari: http://www.gbmc.org/voice/anatomyphysiologyofthelarynx.cfm 7

II.1.2. FisiologiLaring merupakan organ penghasil suara, serta rnemiliki fungsi utama lainnya untuk proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi. Suara adalah bunyi yang dihasilkan bila udara paru diekspirasi melalui pita suara yang agak berdekatan. Udara memaksa pemisahan pita suara sejati. Karena akan mengurangi tekanan subglotis, maka pita suara tersebut akan memantul untuk berdekatan lagi. Pengulangan cepat, 125 kali pada pria dan 250 kali pada wanita akan menyebabkan vibrasi udara faring, yang menimbulkan bunyi suara manusia.2Nada dasar suara ditentukan oleh panjang dan ketegangan pita suara. Nada bervariasi sesuai frekuensi vibrasinya. Kerasnya suara tergantung atas tekanan yang terbentuk di bawah pita suara. Suara yang dipancarkan laring membentuk huruf hidup. Huruf hidup berbeda ditentukan cara faring dan rongga mulut membentuknya untuk meresonansi suara.2

Diambil dari: http://www.mayoclinic.org/voice-disorders/enlargeimage2545.html 8

Tersedia mekanisme pengganti lainnya untuk membentuk kolom udara yang bervariasi di faring. Pada keadaan tertentu, sebagai contoh pasien dapat berbicara dengan medekatkan pita suara palsunya untuk bervibrasi. Setelah laringiektomi, pasien dapat berbicara dengan menelan udara ke esophagus dan membuatnya bervibrasi dengan jaringan faringoesophagus.9Suara diubah menjadi pembicaraan dengan cara menghentikan aliran udara untuk membentuk konsonan. Produksi ucapan yang dapat dipahami tergantung atas koordinasi neuromuskular antara korteks motorik dan serebelum serta sistem otot faring, palatum, lidah dan bibir. Alat-alat ini merupakan struktur yang menghentikan aliran udara.9Bernyanyi memerlukan pembentukan nada dan volume pada glotis yang terintegrasi harmonis, yang berhubungan dengan mekanika mulut dan faring, serta sesuai dengan irama yag dikehendaki. Kualitas bunyi pada suara, berbicara, dan terutama bernyanyi tergantung atas nada tambahan yang terbentuk dalam laring. Hal ini merupakan perkalian matematik frekuensi dasar struktur yang bervibrasi. Vibrasi pita suara bersifat kompleks dan kombinasi berbagai vibrasi serta berbagai macam nada tambahannya.9II.2. Definisi Paralisis pita suaraParalis berarti terganggunya kemampuan anggota tubuh untuk bergerak dan berfungsi, yang biasanya diakibatkan karena kerusakan saraf. Paralisis dapat terjadi juga pada pita suara. Paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat membuka ataupun menutup dengan semestinya.1

II.3. Etiologi Paralisis pita suaraPalisis yang terjadi pada pita suara dapat diakibatkan oleh beberapa kondisi, di antaranya: 9,10,11, 12, 13 Trauma bedah iatrogenik pada vagus atau n. laringeus rekuren, termasuk bedah pada kepala, leher, atau dada. Khususnya, tiroidektomi, endartektomi karotis dan bedah tulang belakang anterior. Invasi malignan pada vagus atau n.laringeus rekuren dapat terjadi akibat tumor pada basal tengkorak, kanker tiroid, kanker paru-paru, kanker esofagus, dan metastasis pada mediastinum (seringkali akibat kanker paru primer). Pada kondisi neurologik tertentu seperti stroke, tumor otak, maupun multiple sclerosis. Kerusakan pada saraf yang mempersarafi daerah laring. Biasanya dikarenakan tumor benigna maupun maligna, perlukaan di daerah tersebut, infeksi virus, penyakit Lyme, maupun neurotoxin seperti merkuri, arsenik, ataupun toksin difteria. Intubasi endotrakeal Idiopatik

II.4. PatofisiologiPada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan cabangnya yaitu nervus laringeus rekurens yang mempersarafi pita suara. Jika terjadi penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan terjadi paralisis pita suara, di mana pita suara tidak dapat beradduksi. Secara normal, ketika berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena terjadi paralisis salah satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh pita suara tidak maksimal. 9, 10, 11, 12

II.5. Posisi Pita SuaraPosisi pita suara yang lumpuh Posisi pita suara merupakan faktor tunggal yang paling penting, dan gejala klinik kelumpuhan bervariasi tergantung pada posisi pita suara.

Diambil dari: Buku penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. 2

Pada pemeriksaan klinik terdapat lima macam posisi pita suara 61. median 2. paramedian3. intermedian4. abduksi sedikit 5. abduksi penuh

Kelumpuhan pada posisi median dan paramedian. Posisi ini biasanya sebagai tanda paralisis nervus rekurens laringeus yang terbatas. kelumpuhan pita suara yang tepat digaris tengah sangat jarang, dan posisi dengan bagian posterior pita suara kira-kira 1,5 mm lateral dari garis tengah, lebih sering ditemukan.1) Kelumpuhan unilateral diposisi median ditemukan pada paralisis nervus rekurens yang telah berlangsung lama. Pada pemeriksaan, pita suara yang lumpuh tampak agak atrofi dan letaknya sedikit lebih rendah daripada pita suara yng normal, tetapi pada fonasi tampaknya hampir normal. Aritenoid pada sisi yang lumpuh condong kedepan. Gejalanya biasanya tidak jelas, dan suara normal pada pembicaraan. Tetapi, suara yang memerlukan perubahan tinggi nada yang luas, seperti pada waktu bernyanyi, akan terganggu. Pada latihan jasmani yang berat, akan terdapat sesak nafas dan stridor.62) Kelumpuhan unilateral pada posisi paramedian merupakan akibat yang biasa terjadi pada kelumpuhan nervus rekurrens yang baru. Derajat disfungsi sangat dipengaruhi oleh derajat kompensasi yang dicapai. Pada pemeriksaan laring tampak kelumpuhan pita suara pada posisi paramedian. Pita suara bagian membran biasanya agak melengkung dan letaknya lebih rendah daripada pita suara yang normal. Pita suara yang lumpuh tampak menggelembung ke atas pada fonasi dan bentuk glotis tetap agak lonjong. Aritenoid tampak melewati garis tengah dan bergerak dibelakang atau didepan aritenoid yang lumpuh, bila paralisis telah beberapa hari. Gejala pada kasus yang tidak mengalami kompensasi pada paralisis paramedian antara lain suara mendesah, parau, waktu fonasi memendek, volume suara dan tingkat nada berkurang, serta diplofonia. Bila terjadi kompensasi, maka gejalanya berkurang, dan beberapa kasus, suara akan menjadi normal kembali. Biasanya terdapat sedikit disfonia, dan pada beberapa kasus tinggi nada meninggi abnormal (falsetto), oleh karena usaha kompensasi untuk glotis yang lonjong itu. Biasanya pada orang tua tidak terjadi kompensasi pada posisi pita suara ini.63) Paralisis bilateral pada posisi paramedian merupakan akibat yang biasa ditemukan pada paralisis nervus rekurens bilateral yang baru saja terjadi. Gejalanya sangat bervariasi pada tiap individu dan berupa dispnea dan stridor. Disfonia berbanding terbalik dengan dispnea dan stridor. Disfonia ditandai oleh suara mendesah yang lemah, agak parau, disertai gangguan volume suara dan perubahan nada. Sebaiknya, dispnea tidak jelas pada waktu istirahat, tetapi bekerja fisik biasanya menyebabkan sedikit stridor inspirasi dan sukar bernafas. Dengan memeriksa laring keadaan ini dapat terungkap. Biasanya lebar glotis dikomisura posterior 3-4 mm. Pita suara biasanya agak melengkung lagi, serta pada ekspirasi dibagian superior menggelembung.64) Paralisis bilateral pada posisi median dapat terjadi segera setelah cedera pada keadaan nervus rekurens laringeus, atau dapat tertunda sampai 20 tahun. Gejala yang jelas ialah dispnea dan adanya stridor inspirasi. Pasien cenderung untuk mengurangi kegiatannya dan tetap diam untuk memperoleh oksigen yang cukup untuk kebutuhannya. Suatu infeksi saluran nafas atas dapat menyebabkan sumbatan laring total, seperti juga pada suatu rangsangan yang menyebabkan inspirasi dalam dengan tiba-tiba. Sumbatan tiba-tiba pada inspirasi disebabkan oleh adduksi pita suara, karena efek aerodinamik hembusan udara yang menerpa permukaan superior pita suara dan mendorongnya ke medial. Oleh karena bahaya ini, maka pasien biasanya bernafas dangkal dan perlahan, serta menghindari kerja fisik atau rangsangan. Suara tetap bagus, dan kebanyakan pasien menyangkal bahwa ada perubahan suara. Akan tetapi, fungsi suara yang halus, seperti bernyanyi, terganggu. Bila diperiksa ketika fonasi, laring tampaknya normal, tetapi pita suara tidak dapat berabduksi dari posisi digaris tengah pada waktu inspirasi, sehingga saluran nafas hanya berupa celah tipis berbentuk lonjong. Pada beberapa kasus saluran nafas secara subjektif adekuat, oleh karena perbedaan tinggi pita suara.65) Paralisis pita suara pada posisi intermedian biasanya disebabkan oleh paralisis nervus rekurens dan nervus laringeus superior pada satu sisi, yang disebut paralisis gabungan. Mungkin disebabkan oleh paralisis bulbar atau vagus atas, tetapi yang paling sering menyebabkan kerusakan saraf ganda ini adalah cedera ketika melakukan tiroidektomi. Paralisis yang hanya mengenai nervus rekurens dapat menyebabkan posisi ini. Hal ini sangat mungkin pada kerusakan nervus rekurens di thorax. Paralisis nervus rekurens akut yang disebabkan oleh apapun dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara yang awalnya pada posisi intermedian. Posisi intermedian ini biasanya untuk sementara, dan pita suara akan berpindah kearah garis tengah setelah beberapa hari, atau pada beberapa kasus, setelah beberapa bulan atau tahun. Gejalanya berupa ketidakmampuan glotis, suara lemah, mendesah, parau, waktu fonasi pendek, dan nafas pendek karena udara nafas banyak pada waktu berbicara. Pada mulanya kebanyakan pasien mengalami disfagi dan aspirasi pada waktu menelan, tetapi pada kebanyakan kasus terjadi kompensasi. Beberapa pasien, teruatama orang tua, gejalanya menetap karena kompensasi tidak adekuat. Pada pemeriksaan laring tampak letak pita suara yang lumpuh kira-kira 3,5 sampai 4 mm dari garis tengah. Pita suara melengkung kelateral dan masih terdapat celah glotik seluas 1 sampai 2 mm pada fonasi. Pada beberapa kasus paralisis gabungan, aritenoid prolaps kenaterior tidak sejelas yang terjadi pada posisi median dan paramedian. Kompensasi terjadi dalam dua bentuk: Pita suara yang normal melampaui garis tengah untuk mendekati pita suara yang lain. Pita suara palsu mengambil alih fungsi fonasi dan fungsi sfingter, dan terjadilah disfonia plika ventrikularis.Jarang terjadi kelumpuhan bilateral diposisi intermedian yang menetap, karena hal ini biasanya disebabkan oleh lesi bulbar bilateral dan lesi vagus atas, yang tidak memungkinkan untuk terus hidup.66).Paralisis pita suara dalam abduksi jarang sekali ditemukan. Hal ini dapat terjadi oleh karena lesi korteks difus yang disebabkan oleh truma, tetapi tidak terjadi kelumpuhan flaksid, hanya kelumpuhan spastik. Kelumpuhan itu cenderung bilateral dan gejalanya sama dengan kelumpuhan pada posisi intermedian, tetapi lebih jelas.67).Kelumpuhan yang menyebabkan hilangnya ketegangan pita suara dan celah glotik miring serta aritenoid agak prolaps dan sedikit berputar ke medial, disebabkan oleh paralisis cabang eksternal nervus laringeus superior. Pada keadaan ini terdapat kesukaran mempertahankan, menaikkan dan mengatur tinggi nada. Kelumpuhan ini umumnya unilateral dan tidak jarang terjadi.6

II.6. Klasifikasi dan Gejala KlinisII.6.1. Paralisis Pita Suara UnilateralPasien dengan paralisis pita suara unilateral biasanya bermanifestasi klinis dengan adanya disfonia low-pitched, suara terasa berat dan lemah, yang terjadi secara tiba-tiba. Dalam beberapa kasus, disfonia dapat high-pitched karena adanya kompensasi falsetto. Seringkali, paralisis ini berhubungan dengan disfagia, khususnya dengan cairan, karena adanya ketidakmampuan glotis dapat menyebabkan aspirasi. Hal ini terjadi jika paralisis pada n.laringeal superior dan kedua n.laringeal rekuren. Kadang-kadang, perubahan suara akan disertai dengan batuk saat proses menelan, terutama ketika meminum cairan. Manifestasi lanjut menyebabkan anestesia pada faring, sehingga pasien mengalami disfagia dan meningkatnya resiko terhadap aspirasi. Pasien dengan paralisis pita suara unilateral seringkali memiliki gejala napas pendek atau perasaan kekurangan udara. Pengaruh fisiologikal negatif pada fungsi pulmoner sangat jarang terjadi pada pasien dengan paralisis pita suara. Bagaimanapun, karena ketidakmampuan glotis, pasien akan mengalami kekurangan udara yang signifikan dan, akan mengalami sensasi napas menjadi pendek dan keluarnya udara selama berbicara. Sebagai tambahan, penutupan glotis diperlukan oleh individu untuk menciptakan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP). Dengan demikian, beberapa pasien postoperatif dengan segera akan mengalami penurunan fungsi pulmoner karena hilangnya PEEP alami yang terjadi saat penutupan glotis.9,10

Paralisis Laringeal Rekurens UnilateralParalisis ini terjadi akibat terganggunya nervus vagus ataupun karena adanya kerusakan pada nervus laringeal rekurens. Paralisis pita suara terjadi pada posisi paramedian. Paralisis pita suara kiri lebih sering terjadi daripada paralisis pita suara kanan. Kebanyakan paralisis pita suara dikarenakan efek samping dari pembedahan.11Paralisis Komplit Nervus Vagal UnilateralParalisis komplit vagal unilateral ini terjadi karena proses pembedahan misalnya pada pembedahan bagian bawah tengkorak. Penyebab lainnya karena gangguan neurologik seperti multiple sclerosis, siringomelia, dan encefalitis. Infark brainstem, inflamasi maupun proses malignansi juga menjadi kausa lainnya dalam paralisis komplit vagal unilateral ini.11II.6.2. Paralisis Pita Suara BilateralPada paralisis pita suara bilateral keluhan khas yang sering timbul adalah hilangnya suara secara tiba-tiba biasanya setelah operasi tiroidektomi total atau paratiroidektomi. Suara menjadi lemah untuk beberapa bulan pada awalnya. Lalu suara menjadi seperti Mickey Mouse untuk beberapa minggu. Kemudian suara pun membaik hingga hampir normal atau suara mungkin menjadi sedikit tidak dapat diprediksi dengan adanya suara yang tidak biasanya pada waktu yang tidak terduga. Lalu pernapasan menjadi berat dengan adanya latihan. Terdapat episode dimana pasien tidak dapat bernapas, sering akibat spasme laring, suara dengan nada tinggi terdengar ketika sedang berusaha untuk bernapas. Seringkali terdapat suara yang sangat berisik pada malam hari.9, 10, 11, 12, 14 Karakter pasien dengan trauma n.laringeal rekuren bilateralSuara buruk pada awal penyakit. Seringkali menerima rekomendasi ahli bedah untuk menunggu dan melihat selama 6 bulan hingga satu tahun 11, 12, 13 Seringkali suara yang baik terdapat pada fase pemulihan Atau sebuah suara yang baik tetapi menghilang dalam penggunaan Skala keaktifan berbicara: seluruh tingkatanKemampuan vokalPenemuan ini akan bergantung pada keputusan yang besar ketika dilakukan pada saat penyakit ada disaat waktu pemeriksaan. Suara berbicara Awal: berbisik Akhir: jelas tetapi beberapa suara tampak keluar tanpa kontrol dari pasien secara langsung Suara teriakan Awal: luffing sound (asinkronisasi vibrasi seperti sebuah layar terpukul oleh angin) pada saat fonasi keras pada nada rendah Akhir: teriakan yang bagus saat fase pemulihan Waktu maksimal fonasi Awal: berkurang dengan jelas saat anchor pitch (seringkali kurang dari 10 detik) Akhir: normal Pitch range Obligate flasetto (ketidakmampuan fisik untuk berfonasi dibandingkan flasetto yang ada). Hal ini merupakan fase Mickey Mouse. Hal ini berlawanan dengan trauma pada n.laringeal superior dimana tiroaritenoid dan krikoaritenoid lateral memiliki tonisitas pada nada rendah tetapi krikotiroid tidak mampu menediakan tonisitas tambahan untuk meningkatkan nada. Disini krikotiroid merupakan otot utama yang kurang lebih membantu pita suara. Suara vegetatif batuk Awal: batuk nonperkusif. Akhir: suara mungkin terdengar seperti anjing yang sakit setelah pita suara gagal untuk berelaksasi setelah penutupan awal.Paralisis Nervus Laringeal Rekuren BilateralParalisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid, terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena pertumbuhan tumor tiroid yang malignan.11Paralisis Komplit Nervus Vagal BilateralParalisis ini biasanya melibatkan nervus kranialis, yakni nervus glosofaringeus dan nervus hipoglosus. Pada paralisis ini terjadi imobilasasi dari pita suara yang berlokasi pada posisi intermediate dengan pelebaran celah glotis.11

II.7. PemeriksaanUntuk menunjang diagnosis paralisis pita suara, maka dilakukan beberapa tahapan pemeriksaan di antaranya adalah: 13, 14 Anamnesa dan pemeriksaan fisik termasuk pendengaran terhadap suara dan jalan napas bergantung pada riwayat gejala yang ada. Pemeriksaan penunjang PencitraanKarena gangguan ini disebabkan oleh kerusakan saraf, maka diperlukan tambahan tes untuk mencari penyebab paralisis. Untuk itu maka dapat digunakan X-ray, MRI maupun CT-scan. EndoskopiDilakukan untuk melihat pita suara yang ditampilkan pada monitor agar bisa terlihat salah satu atau kedua pita suara yang terkena. Laringeal elektromiografiDalam pemeriksaan ini dilakukan pemasukkan jarum kecil ke dalam otot pita suara dan digunakan untuk menemukan kelainan yang terjadi serta langkah terapi selanjutnya.

II.8. PenatalaksanaanAda beberapa terapi untuk paralisis pita suara, antara lain: 131. Medikasi Terapi dengan medikasi biasanya dipakai saat ada kelainan penyerta seperti refluks gastroesofagus (antacid, proton pump inhibitor), sinonasal alergi (antihistamin). 2. Voice therapyTerapi dapat dilakukan sendiri atau dengan dikombinasikan dengan terapi pembedahan. Pemilihan voice therapy ini sebagai terapi sendiri karena dalam beberapa kasus suara dapat kembali normal tanpa terapi pada tahun pertama terjadinya kerusakan sehingga tidak memerlukan pembedahan, jika pasien tidak bisa atau menolak pembedahan.Untuk terapi yang dilakukan dengan pembedahan biasa dilakukan pada saat pre-operatif 1-2 sesi dan post-operatif 2-3 sesi, pada terapi pre-operatif dapat menurukan muscle tension dysphonia (MTD) sekunder dan untuk terapi post-operatif nya dapat meningkatkan kekuatan, koordinasi, dan daya tahan otot.

3. PembedahanPembedahan untuk terapi paralisis pita suara dapat dikategorikan sebagai :a. TemporaryDengan endoskopik injeksi dari material yang dapat diresorpsi pada pita suara yang rusak, di samping otot thyroaritenoid di rongga paraglotis. Dan hasilnya adalah medialisasi dari pita suara yang paralisis, sehingga dapat meningkatkan kualitas suara dan meningkatkan fungsi menelan. Ada banyak materi injeksi yang dapat digunakan, antara lain :1. Radiesse voice gel2. Asam Hialuronik3. Cymetra4. Gelfoam5. Zyplast/Zydermb. PermanenDapat dibagi menjadi injeksi permanen dan laryngeal framework surgery. Pada teknik injeksi permanen, teknik-tekniknya sama dengan yang injeksi temporary, hanya materialnya yang berbeda, untuk injeksi permanen ini digunakan material yang lebih permanen, seperti lemak, fascia, CaHA, Teflon.Walaupun peningkatan popularitas dan ketersediaan material untuk injeksi permanen, laryngeal framework surgery masih menjadi kriteria standar untuk terapi jangka panjang pada paralisis pita suara.Untuk terapi pembedahannya, medialisasi thyroplasty/laringoplasty adalah medialisasi pita suara yang paralisis dari approach eksternal dan dikerjakan melalui kartilago tiroid. Dibuat jendela insisi kecil dan pisahkan kartilago tiroidnya dan implan dipasang melalui jendela insisi kearah medial sehingga dapat memedialisasi pita suara yang paralisis. Implan yang biasa dipakai adalah silastic block, Gore-Tex. Untuk Gore-Tex penggunaannya sangat meningkat pada tahun-tahun belakangan ini karena kemampuannya untuk dapat disesuaikan dengan mudah pada saat prosedur pembedahan dan Gore-Tex aman dan dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh.Ada teknik terbaru untuk terapi pembedahan dengan laryngeal framework surgery dan mencakup manipulasi dari kartilago arytenoids, disebut arytenoid adduction, dengan melakukan jahitan melalui otot untuk mecapai kartilago arytenoids dan menjahitnya kearah anterior laring (arytenoid adduction). Terapi pembedahan dengan kartilago arytenoid dapat mengembalikan panjang dan ketegangan dari pita suara yang paralisis dan untuk memedialkan glottis posterior.Sekarang digunakan kombinasi dari kedua teknik pembedahan ini, dengan arytenoid adduction dan medialisasi laringoplasty disebut dapat memaksimalkan rehabilitasi vokal. Dan ini terbukti karena fungsi dari medialisasi laringoplasty adalah mengembalikan posisi dan menebalkan pita suara yang paralisis dan arytenoid adduction untuk mengembalikan ketegangan dan panjang dari pita suara yang paralisis. II.9. PrognosisHasil dari terapi pada paralisis pita suara adalah sangat baik. Kebanyakan pasien dapat kembali berbicara hampir normal dan bahkan normal dan dengan minimal atau tanpa limitasi dari fungsi berbicara untuk kebutuhan berbicara sehari-hari. Tetapi untuk bernyanyi, kemungkinan tidak akan bisa dengan sempurna, karena kemampuan pita suara sudah terbatas.13, 14, 15II.10. KomplikasiKomplikasi dari terapi pembedahan adalah suara yang kurang baik, kesulitan bernafas, dan migrasi dari implan. Pada saat pembedahan yang mencakup manipulasi dari saluran nafas, faktor seperti hematoma, edema dapat menyebabkan kesulitan bernafas, dan untuk mencegah dari komplikasi ini maka pada saat operasi harus dilakukan dengan tepat dan sangat hati-hati serta dengan pemberian kortikosteroid pre dan post-operatif, dan resiko akan lebih besar jika proses pembedahan adalah bilateral.13, 16Walaupun pembedahan sangat penting jika ada disfagia, kebanyakan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kualitas suara, dan jika tidak ada perbaikan kualitas suara, maka terjadi komplikasi saat prosedur. Sering kualitas suara yang buruk atau tidak ada perbaikan setelah operasi dapat diperbaiki dengan pengulangan medialisasi laringoplasty dengan atau tanpa arytenoid adduction.13Dan sebab yang paling sering menyebabkan kualitas suara yang buruk setelah operasi adalah kesalahan penempatan implan, penempatannya terlalu kearah anterior/superior, implan terlalu kecil/besar. Hal ini dapat menyebabkan edema intraoperatif, dapat dicegah dengan penggunaan kortikosteroid untuk meminimalkan edema sebelum dapat dilakukan kembali penggantian implan. Migrasi dari implan dapat terjadi post-operatif, baik kearah medial saluran nafas atau ke arah lateral ke leher.13II.11 Rehabilitasi Paralisis Pita Suara

Untuk rehabilitasi paralisis pita suara dapat dilakukan dengan terapi suara. Behavioral voice therapy dapat membantu dalam rehabilitasi kualitas suara breathy lemah yang seringkali berhubungan dengan paralisis pita suara. Terapi suara ditemukan efektif sebagai pengobatan yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan pengobatan medis.17 Diagnosis dibuat dengan mengikuti cara penilaian persepsi, analisis akustik, analisis spektrografik, dan pengukuran aerodinamik. Penilaian persepsi didasarkan pada skala GRBAS. Analisis akustik berhubungan dengan pemeriksaan endoskopi dan videostroboskopi pita suara.17 Pedoman kapan dimulainya terapi suara didasarkan pada kebiasaan laring, etiologi, penilaian objektif, dan jenis kelamin pasien. Terapi suara dipertimbangkan untuk pasien dengan paralisis pita suara unilateral, batuk kuat, dan proteksi jalan nafas yang adekuat. Sebagai tambahan, pasien wanita mungkin merespon lebih baik untuk intervensi perilaku dan pembedahan dibandingkan dengan pria.17 Pasien dengan gejala sedang dan proteksi jalan nafas adekuat menjadi kandidat yang lebih baik untuk terapi suara. Keuntungan dari terapi suara dapat ditentukan setelah satu atau dua sesi terapi suara. Beberapa studi menyarankan 4-6 minggu adalah waktu minimum pasien untuk mendapatkan keuntungan dari terapi suara. Standar klinis adalah menunggu 6 bulan sebelum intervensi pembedahan. Ini menguntungkan untuk mendapatkan penilaian ulang suara pada periode 6 bulan akhir untuk menentukan fungsi suara tersebut cukup membaik maka pasien mendapat keuntungan dari terapi suara.17 Dua pola dominan untuk gejala suara yang muncul: hipofungsi dan hiperfungsi. Pola hiperfungsi termasuk gejala langsung yang berhubungan dengan paralisis. Pola hiperfungsi dikaitkan dengan voice strain dan kelelahan. Identifikasi akurat dari dua pola tersebut memungkinkan pengobatan yang sesuai. Kompensasi hiperfungsi termasuk aktivitas supraglotis yang digunakan untuk mengkompensasi kekurangan penutupan glotis dan mungkin berhubungan dengan bersuara yang kuat, kelelahan, dan nyeri laring. Kompensasi ini tidak hilang dengan intervensi bedah dan respon keseluruhan pembedahan ditingkatkan dengan terapi bicara.17 Terapi suara dapat dibagi menjadi prosedur indirek, prosedur direk dan peningkatan elektronik. Prosedur indirek termasuk koleksi terus menerus dari riwayat, konseling, edukasi, vocal hygiene, dan memaksimalkan postur. Pendekatan direk termasuk normalisasi ekspirasi, penurunan tekanan transglotal, peningkatan proyeksi, dan optimalisasi kompresi medial pada pita suara. Peningkatan elektronik termasuk penggunaan instrumen, seperti portable amplification devices dan telephone amplifiers, untuk memproyeksikan suara. Enam puluh persen pengobatan terapi suara menggunakan terapi indirek.17 Behavioral voice therapy disediakan untuk pasien dengan paralisis pita suara, hanya beberapa orang praktisi yang ada selama sesi. Agar terapi menjadi efektif, pasien harus berlatih sesering mungkin sehingga stamina meningkat dan cara baru memproduksi suara menjadi sebuah kebiasaan; karena itu, sesi terapi fokus mengidentifikasi dan menyempurnakan produksi suara. Latihan suara diluar sesi terapi fokus pada kebiasaan produksi suara baru. Pemenuhan pasien dengan variasi terapi didasarkan pada banyak faktor termasuk keefektifan terapi, minat pasien, efek samping, kemudahan penggunaan, dan kesehatan.17 Prognosis untuk keuntungan terapi dilihat dari respon pasien pada prosedur terapi. Pasien biasanya mempunyai respon yang baik jika terjadi perbaikan suara atau pengurangan upaya fisiologis setelah satu atau dua sesi terapi. Koordinasi antara sistem respirasi, fonasi, dan resonansi, artikulasi memungkinkan suara diproduksi dengan upaya yang lebih sedikir dan lebih efektif dan efisien. Ketika aksi berbicara tidak terkoordinasi, memungkinkan peningkatan kerusakan. Penilaian pasien dengan kinerja suara sering dikaitkan dengan jumlah produksi suara yang dimungkinkan. Hasil yang baik dari terapi suara dilaporkan pada pasien dengan paralisis nervus laring rekuren unilateral setelah operasi dada dan pada pasien dengan paresis nervus laring superior.17

BAB IIIKESIMPULAN1. Paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat membuka ataupun menutup dengan semestinya.2. Paralisis pita suara disebabkan oleh disfungsi dari nervus vagus dan nervus laringeal rekurens. 3. Etiologi paralisis pita suara di antaranya karena trauma bedah iatrogenik, invasi malignansi pada saraf, kondisi neurologic tertentu, kerusakan pada saraf, intubasi endotrakeal, maupun idiopatik. 4. Paralisis pita suara dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. 5. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 6. Penatalaksanaan dapat dilakukan melalui penggunaan medikasi, voice therapy, maupun pembedahan. 7. Pada saat paralisis ini dapat diterapi dengan baik, dapat memperbaiki kualitas hidup dari penderita.

DAFTAR PUSTAKA1. Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari: http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/vocalparal.htm#1. Diakses pada: 10 Agustus 2009. 2. Adams GL, Boies Jr LR, Highler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. 1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.3. Cartilages of larynx. Tersedia dari: www.netteranatomy.com. Diakses pada: 10 Agustus 2009.4. Laringeal recurrent nerve pictures. Tersedia dari: http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.kardiologija.net/kardiologija/Da_li_znate/Fotografije/Aorta.jpg. Diakses pada: 11 Agustus 2009. 5. Laringeal innervations. Tersedia dari: http://images.google.co.id. Diakses dari: 11 Agustus 2009. 6. Ballenger JJ, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher ed.13. 1994. Jakarta :Binarupa Aksara. 7. J. Dance Jr, Milton. Anatomy and Physiology of the Voice. 1999. Tersedia dari: http://www.gbmc.org/voice/anatomyphysiologyofthelarynx.cfm. Diakses pada: 12 Agustus 2009. 8. Voice Disorder. Tersedia dari: http://www.mayoclinic.org/voice-disorders/vocalcordparalysis.html. Diakses pada: 8 Agustus 2009. 9. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. 1986. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 10. Snow Jr JB, Ballenger JJ, Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 16th ed. 2003. Spain: BC Decker Inc.11. Lalwani AK, Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology 2nd Ed. 2008. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.12. Paparela MM, Shumrick DA, Otolaryngology Head and Neck vol.3. Philadelphia: W.B Saunders Company.13. Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/863779-overview.Diakses pada: 31 Juli 2009.14. Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari: http://www.ent.ufl.edu/files/conditions/vocal_fold_paralysis.pdf. Diakses pada: 8 Agustus 2009. 15. Fact Sheet: Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari: http://www.entnet.org/HealthInformation/vocalChordParalysis.cfm. Diakses pada: 10 Agustus 2009. 16. Jones NG. Bilateral Vocal Cord Paralysis in Children. Tersedia dari: http://www.bcm.edu/oto/grand/22792.html. Diakses pada: 10 Agustus 2009. 17. Stewart C, Allen E. Voice Therapy for Unilateral Vocal Fold Paralysis. Vocal Fold Paralysis. New York: Springer, 2006. 7: 87-93.

29Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSUD Langsa 2013 - 2014