referat putro
DESCRIPTION
gggggTRANSCRIPT
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 1
BAB I
PENDAHULUAN
Menua (Aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya. Proses ini berlangsung terus-menerus sepanjang hidup
seseorang. Tidak seperti kondisi patologis, setiap manusia pasti akan mengalami
proses menua. Aging sudah terprogram dalam genetik masing-masing individual,
tapi faktor eksternal sangat berperan dalam memodifikasi proses ini, sehingga
proses menua-pun berlangsung dengan tingkat kecepatan yang berbeda pada tiap
orang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa beberapa orang dapat tampak lebih
tua/muda dari usia kronologisnya.
Untuk dapat mengatakan suatu kemunduran fungsi tubuh disebabkan
suatu penyakit yang menyertai proses menua,ada 4 kriteria yang harus dipenuhi:
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal,
artinya umum terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan
fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di
dalam sel dan bukan oleh faktor dari luar.
3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur lambat
dan tidak dapat kembali seperti semula.
4. Proses menua bersifat proses kerusakan atau kemunduran.
Konsekuensi dari proses penuaan ialah penurunan secara perlahan fungsi
tubuh dan menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti
diri, dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.
BAB II
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 2
PENURUNAN FUNGSI PENGLIHATAN
A . PERUBAHAN PADA JARINGAN DALAM BOLA MATA YANG MENYERTAI
USIA LANJUT
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai
lanjutnya usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat,
para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan,
para lanjut usia seringkali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan
untuk pergi keluar, untuk lebih aktif atau bergerak ke sana kemari. Mereka akan
kehilangan kemampuan untuk membaca atau melihat televisi. Kesemua ini akan
menurunkan aspek sosialisasi dari para lanjut usia, mengisolasi mereka dari
dunia luar yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi dan berbagai
akibatnya. Atas berbagai alasan itulah maka masalah gangguan penglihatan
merupakan topik penting bagi disiplin geriatri.
1. Perubahan Refraksi
PRESBIOPIA
2. Perubahan Struktur Kelopak Mata
ENTROPION
EKTROPION
BLEFAROPTOSIS AKUISITA
DERMATOKALASIS
3. Perubahan Sistem Lakrimal
DACRYOSTENOSIS AKUISITA
4. Perubahan Kornea
ARCUS SENILIS
PENURUNAN SENSITIVITAS KORNEA
5. Perubahan Produksi Aqueous Humor
Pada mata sehat dengan pemeriksaan fluorofotometer diperkirakan
produksi Aqueous Humor 2,4 ± 0,06 µL/menit. Beberapa faktor
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 3
berpengaruh pada produksi Aqueous Humor. Dengan pemeriksaan
fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi
penurunan produksi Aqueous Humor 2% (0,06 µL/menit) tiap dekade.
Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan
bertambahnya usia sebenarnya produksi Aqueous Humor lebih stabil
dibanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
6. Perubahan Iris
Pada usia lanjut iris akan mengalami proses degenerasi, menjadi
kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi tampak ada bercak
berwarna muda sampai putih.
7. Perubahan Pupil
Pupil mengalami konstriksi, mula-mula berdiameter 3 mm, pada
usia lanjut terjadi penurunan 1 mm dan refleks cahaya langsung melemah.
8. Perubahan Lensa
Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20 tahun nukleus
mulai terbentuk. Semakin bertambah umur nukleus semakin membesar
dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian korteks
semakin menipis, elastisitas jadi berkurang (membias sinar jadi lemah).
Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh
(Sklerosis).
9. Perubahan Badan Kaca ( Vitreous Humor )
Terjadi degenerasi, konsistensi lebih encer (Synchisis), dapat
menimbulkan keluhan Photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada
perubahan posisi bola mata).
10. Perubahan Retina
Terjadi degenerasi ( Senile Degeneration ). Gambaran fundus mata
mula-mula merah jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur
berpigment ( Tygroid Appearance ) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah
sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang
dan terjadi penyempitan lapangan pandang.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 4
BAB III
PENURUNAN FUNGSI PENDENGARAN
A. PATOFISIOLOGI
Di telinga dalam terdapat alat pendengaran dan alat keseimbangan.
Gangguan pendengaran dibagi menjadi tiga, yaitu tuli saraf (perseptif/ sensory
neural healing loss/ SNHL), tuli konduktif, dan tuli campuran (mixed deafness).
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara di telinga luar atau
telinga tengah. Kelainan di telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah
atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta,
osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah adalah tuba katar/ sumbatan
tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan
dislokasi tulang pendengaran.
Pada tuli saraf disebabkan gangguan di telinga dalam. Tuli saraf dibagi atas
tuli koklea dan tuli retrokoklea (N. VIII atau di pusat pendengaran). Tuli saraf
koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus),
trauma kapitis, tuli mendadak (sudden deafness), trauma akustik, pajanan bising,
dan intoksikasi obat seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina,
asetosal, atau alkohol. Tuli retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor
cerebello pontine angle (tumor sudut pons serebelum), mieloma multipel, cedera
otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Tuli campuran dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang di telinga
tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau dua penyakit yang berlainan,
misalnya tumor N. VII (tuli saraf) dan radang telinga tengah (tuli konduktif).
Gangguan pada vena jugularis berupa aneurisma dapat menyebabkan
telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung. Trauma atau radang di telinga
tengah dapat menyebabkan terjepitnya korda timpani sehingga timbul gangguan
pengecapan.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 5
Telinga Luar
Akibat proses penuaan akan terjadi perubahan alami pada kulit dan
kelenjar serumen yang ada pada telinga luar dan saluran pendengaran. Kelenjar
serumen merupakan modifikasi dari kelenjar keringat, kelenjar apokrin, serta
kelenjar sebum pada saluran telinga. Sekresi dari kelenjar ini ditambah
deskuamasi kulit membentuk serumen. Atrofi kelenjar sebasea menyebabkan
penurunan pada pelumasan epitelia dan hidrasi kulit. Kekeringan pada kulit
memberikan kontribusi terjadinya pruritus pada saluran pendengaran. Kulit
sering mengalami atrofi dan terluka akibat insersi ujung cotton applicator pada
saat mengurangi rasa gatal, tetapi jarang berlanjut menjadi infeksi pada pasien
usia lanjut. Untuk menghilangkan berbagai infeksi dan dermatitis, dapat diberikan
baby oil secara rutin.
Telinga Tengah
Efektifitas dari hantaran konduksi telinga tengah tergantung dari
integritas cincin ossicular dan pergerakan persendian ossicularnya. Proses
degeneratif pada permukaan persendian dan badan tulang dapat menyebabkan
gangguan hantaran. Persendian incudomaleal dan incudostapedial adalah sinovial
yang dilapisi jaringan rawan persendian dibungkus oleh kapsul jaringan elastik.
Secara histologik bertambahnya usia akan meningkatkan kalsifikasi bahkan
obliterasi pada ruang sendi. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan artritik
yang signifikan akan mempengaruhi transmisi suara.
Telinga Dalam
Sel – sel pendengaran mempunyai fungsi yang tinggi dan kemampuan
regenerasi yang rendah. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses
degenerasi dari elemen sensorik dan saraf, seperti diet dan nutrisi, metabolisme
kolesterol, arteriosklerosis, dan respon organisme pada stres fisik. Sedang pada
yang mengalami presbikusis pada usia muda faktor yang berperan adalah faktor
genetik.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 6
B. GANGGUAN PENDENGARAN PADA GERIATRI
a. Tuli Konduktif pada Geriatri
Proses degenerasi pada telinga luar dan tengah dapat menyebabkan
perubahan berupa berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran
daun telinga, atrofi dan bertambah kakunya liang telinga, penumpukan
serumen, membran timpani bertambah tebal dan kaku, kekakuan sendi
tulang – tulang pendengaran.
Pada lanjut usia, kelenjar – kelenjar serumen akan mengalami atrofi
sehingga produksi serumen berkurang dan liang telinga menjadi kering.
Akibatnya mudah terjadi serumen prop yang akan menyebabkan tuli
konduktif. Membran timpani yang bertambah kaku dan tebal dan kekakuan
sendi tulang pendengaran juga akan menyebabkan tuli konduktif.
b. Tuli saraf pada Geriatri (Presbikusis)
Presbikusis adalah tuli saraf sensori – neural frekuensi tinggi, umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kanan dan kiri. Presbikusis dapat mulai
pada frekuensi 100 Hz atau lebih. Penurunan pendengaran yang progresif
lebih cepat pada jenis kelamin laki-laki daripada wanita.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 7
BAB IV
PENURUNAN FUNGSI KARDIOVASKULAR
A. PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIOLOGIS JANTUNG AKIBAT PENUAAN
Proses menua akan menyebabkan perubahan pada sistem kardiovaskular.
Hal ini pada akhirnya juga akan menyebabkan perubahan pada fisiologi jantung.
Perubahan fisiologi jantung ini harus kita bedakan dari efek patologis yang terjadi
karena penyakit lain, seperti pada penyakit coronary arterial disease yang juga
sering terjadi dengan meningkatnya umur.
Ada sebuah masalah besar dalam mengukur dampak menua terhadap
fisiologi jantung, yaitu mengenai masalah penyakit laten yang terdapat pada
lansia. Hal ini dapat dilihat dari prevalensi penyakit CAD pada hasil autopsi,
dimana ditemukan lebih dari 60% pasien meninggal yang berumur 60 tahun atau
lebih, mengalami 75% oklusi atau lebih besar, pada setidaknya satu arteri
koronaria. Sedangkan pada hasil pendataan lain tercatat hanya sekitar 20%
pasien berumur >80 tahun yang secara klinis mempunyai manifestasi CAD. Jelas
hal ini menggambarkan bahwa pada sebagian lansia, penyakit CAD adalah
asimptomatik .
Hal ini sangat menyulitkan bagi kita dalam mengadakan penelitian
mengenai efek fisiologis menua pada jantung. Kita harus terlebih dahulu
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain seperti CAD pada sekelompok lansia
yang sepertinya sehat. Akan tetapi, tidak semua penelitian dilakukan dengan
terlebih dahulu menyingkirkan penyakit laten yang mungkin terdapat. Hal inilah
yang sering menyebabkan terdapatnya perbedaan dalam hasil pendataan pada
sejumlah penelitian.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 8
1. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Jantung :
Pada miokardium terjadi brown atrophy disertai akumulasi lipofusin (aging
pigment) pada serat-serat miokardium.
Terdapat fibrosis dan kalsifikasi dari jaringan fibrosa yang menjadi rangka dari
jantung. Selain itu pada katup juga terjadi kalsifikasi dan perubahan
sirkumferens menjadi lebih besar sehingga katup menebal. Bising jantung
(murmur) yang disebabkan dari kekakuan katup sering ditemukan pada lansia.
Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang merupakan pengatur
irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga akan berkurang sebanyak 50%-75%
sejak manusia berusia 50 tahun. Jumlah sel dari nodus AV tidak berkurang,
tapi akan terjadi fibrosis. Sedangkan pada berkas His juga akan ditemukan
kehilangan pada tingkat selular. Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan
denyut jantung.
Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel kiri. Ini
menyebabkan jumlah darah yang dapat ditampung menjadi lebih sedikit
walaupun terdapat pembesaran jantung secara keseluruhan. Pengisian darah ke
jantung juga melambat.
Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial. Hal ini
disebabkan karena menurunnya perfusi jaringan akibat tekanan diastolik menurun.
2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Pembuluh darah :
Hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya. Ini
menyebabkan meningkatnya resistensi ketika ventrikel kiri memompa sehingga
tekanan sistolik dan afterload meningkat. Keadaan ini akan berakhir dengan
yang disebut “Isolated aortic incompetence”. Selain itu akan terjadi juga
penurunan dalam tekanan diastolik.
Menurunnya respons jantung terhadap stimulasi reseptor ß-adrenergik. Selain
itu reaksi terhadap perubahan-perubahan baroreseptor dan kemoreseptor juga
menurun. Perubahan respons terhadap baroreseptor dapat menjelaskan
terjadinya Hipotensi Ortostatik pada lansia.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 9
Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran nutrisi dan pembuangan
melambat.
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Darah :
Terdapat penurunan dari Total Body Water sehingga volume darah pun menurun.
Jumlah Sel Darah Merah (Hemoglobin dan Hematokrit) menurun. Juga terjadi penurunan jumlah Leukosit yang sangat penting untuk menjaga imunitas tubuh. Hal ini menyebabkan resistensi tubuh terhadap infeksi menurun
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 10
BAB V
PENURUNAN FUNGSI PERNAFASAN
A. PERUBAHAN ANATOMIK FISIOLOGIK SISTEM PERNAFASAN LANJUT USIA
Perubahan fungsi fisiologik paru selama proses menua kemungkinan
disebabkan oleh perubahan gaya hidup daripada perubahan fungsi berbagai
organ. Inhalasi asap rokok atau polusi industri yang berlangsung dalam
jangka waktu lama dapat mempercepat perubahan jaringan yang
berhubungan dengan fungsi paru pada lanjut usia :
1. Perubahan anatomik sistem pernapasan
a. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang
rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada.
Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil.
b. Otot-otot pernapasan: mengalami kelemahan akibat atrofi, sehingga
menurunkan inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal.
c. Saluran napas: akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis
bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-
cincin tulang rawan bronkus mengalami perkapuran.
d. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan
alveolus membesar secara progresif, terjadi emfisema senilis. Struktur
kolagen dan elastin dinding saluran napas perifer kualitasnya berkurang
sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim paru berkurang.
Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada lanjut usia dapat
karena menurunnya tegangan permukaan akibat pengurangan daerah
permukaan alveolus.
2. Perubahan fisiologik sistem pernapasan
a. Gerak pernapasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun
volume rongga dada akan merubah mekanika pernapasan, amplitudo
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 11
pernapasan menjadi dangkal, dan timbul keluhan sesak napas.
Kelemahan otot pernapasan menimbulkan penurunan gerakan paru-
paru untuk bernapas, apalagi jika terdapat deformitas rangka dada
akibat penuaan.
b. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran napas akan
menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air-trapping)
ataupun gangguan distribusi udara dalam cabang-cabang bronkus.
Aliran udara intra-parenkim berkurang, dan pertukaran udara alveolus
berkurang sehingga tekanan saturasi oksigen berkurang.
c. Volume dan kapasitas paru menurun: hal ini disebabkan karena
beberapa faktor yaitu kelemahan otot napas, elastisitas jaringan
parenkim paru menurun, resistensi saluran napas yang menurun
sedikit. Secara umum dikatakan bahwa pada lanjut usia terdapat
pengurangan ventilasi paru.
d. Gangguan transport gas: pada lanjut usia terjadi penurunan Pa O2
secara bertahap, yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah
dari alveoli dan transport O2 ke jaringan berkurang, terutama terjadi
pada saat melakukan olah raga. Penurunan pengambilan O2 maksimal
disebabkan antara lain oleh berbagai perubahan pada jaringan paru
yang menghambat difusi gas dan karena berkurangnya aliran darah ke
paru akibat turunnya curah jantung.
Tes fungsi paru-paru standar menunjukkan perubahan sebagai berikut :
a. Volume ekspirasi paksa dalam detik pertama (FEV1/FVC) menurun
seiring bertambahnya usia (pada usia diatas 70 tahun FEV1/FVC 65%
dari normal).
b. Ventilasi maksimal, menurun sekitar 1% per tahun antara usia 30 dan 70
tahun
c. Kapasitas difusi CO2 berkurang 0,20 – 0,30 ml/menit/mmHg/tahun;
perubahan ini kemungkinan berkaitan dengan hubungan antara usia
dengan penurunan luas permukaan kapiler paru
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 12
d. Penurunan FEV1 pada orang yang tidak merokok ±30 ml/tahun dan
penurunan FVC ±20 ml/tahun dimulai pada usia 30 tahun
e. Kapasitas paru total tidak dipengaruhi oleh usia
Tabel : Perubahan fungsi paru berhubungan dengan usia
Fungsi perubahan akibatnyakomplians rongga toraks
menurun peningkatan kerja pernapasan, peningkatan volume residual, peningkatan diameter anteroposterior dinding toraks
volume akhir meningkat penurunan rasio ventilasi-perfusi pada paru yang terlibat, pelebaran gradien O2 alveolar-arterial
FEV1 menurun menurunnya rasio FEV1/FVCventilasi volunter maksimum
menurun penurunan respon yang nyata terhadap hipoksia dan hiperkapnia
kapasitas difusi CO2 menurun peningkatan transport 02 dan CO2 yang nyata
respon pusat pernapasan terhadap hipoksia dan hiperkapnia
menurun peningkatan sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkapnia
Kontrol pernapasan dan tidur
Terjadi penurunan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia ±
50% pada usia diatas 65 tahun dibandingkan pada usia 20 tahun.
Kemampuan untuk mengetahui peningkatan elastisitas dan muatan
restriktif juga menurun. Efisiensi tidur pada lanjut usia menurun. Hal ini
mungkin berhubungan dengan peningkatan obstruksi pusat apnea,
umumnya pada fase I dan II tidur (sekunder terhadap penurunan respon
ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia), yang menyebabkan
peningkatan periode terjaga di malam hari. Jumlah waktu yang dihabiskan
dalam satu gelombang tidur juga menurun dengan bertambahnya usia.
Olahraga dan kondisi tubuh
Konsumsi oksigen maksimum menurun sejajar dengan usia ± 0,4
ml/kg/menit/tahun. Hal ini terutama berhubungan dengan perubahan
kondisi tubuh dan perubahan pada sistem kardiovaskuler (penurunan detak
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 13
jantung dan stroke volume). Konsumsi oksigen dapat ditingkatkan dengan
melakukan olahraga atau latihan fisik yang teratur.
BAB VI
PENURUNAN FUNGSI PENCERNAAN
A. Rongga Mulut
Gigi geligi mulai banyak yang tanggal, di samping juga terjadi kerusakan
gusi karena proses degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi proses
mastikasi makanan sehingga mengurangi intake kalori. Lanjut usia mulai sukar
untuk makan makanan berkonsistensi keras, lama kelamaan menjadi malas
makan.
Kelenjar saliva menurun produksinya, sehingga mempengaruhi proses perubahan
kompleks karbohidrat menjadi disakarida (karena enzim ptialin menurun),
mempengaruhi refluks asam pada lansia, juga fungsi ludah sebagai pelicin
makanan berkurang, sehingga proses menelan lebih sukar.
Sensasi rasa berkurang sejalan dengan proses penuaan. Lansia
menunjukkan adanya ketidakmampuan dalam merasakan makanan. Indera
pengecap di ujung lidah menurun jumlahnya, terutama untuk rasa asin, sehingga
lanjut usia cenderung untuk makan makanan yang lebih asin. Beberapa obat-
obatan dan penyakit dapat juga mempengaruhi rasa, tetapi ketidakmampuan
dalam merasakan makanan tersebut dipercaya hanya sementara saja.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 14
Gambar 2.1. Penampang Gigi pada Manusia
B. Faring dan Esofagus
Banyak lanjut usia sudah mengalami kelemahan otot polos, sehingga
proses menelan menjadi sukar. Kelemahan otot esofagus sering menyebabkan
proses patologis yang disebut hiatus hernia.
Pada orang sehat, proses penuaan hanya memberi sedikit pengaruh terhadap
motilitas esofagus. Tekanan sfingter esofagus bagian atas menurun sesuai dengan
proses penuaan (disertai keterlambatan menelan yang diinduksi oleh keadaan
relaksasi), tetapi tekanan sfingter esofagus bagian bawah tidak banyak berubah.
Peristaltik kedua sedikit bereaksi terhadap distensi esofagus yang bisa
menimbulkan kegagalan dalam bersihan refluks asam dan empedu. Laporan
terdahulu dikatakan bahwa presbyesofagus (keadaan yang berhubungan dengan
abnormalitas peristaltik esofagus) paling sering disebabkan oleh gangguan
neurologi dan vaskuler, yang mempengaruhi fungsi esofagus dan tidak
berhubungan dengan usia.
Refluks gastrointestinal sepertinya mempunyai prevalensi yang sama
antara lansia dengan orang muda, meskipun dapat menimbulkan gejala ringan
yang berhubungan dengan penyakit yang lebih berat yang sering disebabkan oleh
kegagalan bersihan asam. Panjang sfingter esofagus bagian bawah juga berkurang
pada lansia dan meningkatkan insiden hiatus hernia.
Obat-obatan seperti AINS, potassium chlorida, tetrasiklin, kuinidin,
alendronate, sulfas ferosus dan teofilin bisa menimbulkan kerusakan esofagus.
Lansia berisiko tinggi terhadap esofagitis yang diinduksi oleh obat dan
komplikasinya sebab mereka meminum obat dalam jumlah besar dan cenderung
mengalami keterlambatan transit esofagus dan menjadi imobilitas. Seharusnya
pasien menelan obat dalam posisi setengah duduk dengan dibantu segelas air.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 15
C. Lambung
Pada lambung dapat terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel
parietal dan sel chief akan menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor
intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lanjut usia menjadi lebih kecil,
sehingga daya tampung makanan menjadi berkurang. Proses perubahan protein
menjadi pepton terganggu. Sekresi asam lambung berkurang, sehingga rangsang
lapar juga berkurang.
Meskipun proses penuaan tidak memiliki efek signifikan terhadap sekresi
asam dan pepsin, tetapi sering terjadi situasi dimana produksi asamnya
berkurang. Berkurangnya produksi asam waktu basal dan turunnya
perangsangan sekresi asam lambung oleh karena proses penuaan ( Hipoklorida )
sering disebabkan oleh Gastritis atrofican, yang prevalensinya meningkat pada
infeksi Helicobacter pylori. Pada saat atrofi, mukosa lambung sedang absen
dimana jumlah sekresi asam oleh sel parietal biasanya meningkat sejalan dengan
proses penuaan.
Penelitian menunjukkan proses penuaan mengurangi kapasitas mukosa
lambung dalam melindungi diri dari kerusakan. Faktor-faktor penting dari
cytoprotection adalah aliran darah lambung, sekresi prostaglandin, glutation,
bicarbonate dan berkurangnya mukus sejalan dengan proses penuaan.
Perubahan ini terlihat dari kegagalan fungsi barier mukosa lambung dan
meningkatnya risiko ulkus lambung dan duodenum pada lansia, yang sebagian
besar disebabkan oleh AINS. Perubahan ini juga meningkatkan insiden terjadinya
ulkus lambung dan duodenum pada lansia, yang diinduksi oleh Helicobacter
pylori.
Proses penuaan berhubungan dengan perlambatan pengosongan lambung
sehingga memperlama distensi lambung, selanjutnya makanan menjadi penuh di
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 16
dalam lambung, sehingga intake makanan pun berkurang, yang semakin lama
dapat menurunkan berat badan.
D. Hepar
Hepar berfungsi penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak. Di samping itu hepar juga memegang peranan besar dalam proses
detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi bilirubin, dan lain
sebagainya.
Dengan meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi
perubahan akibat atrofi sebagian besar sel kemudian berubah bentuk menjadi
jaringan fibrous. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi hati dalam berbagai
aspek yang telah disebutkan tadi. Hal ini harus diingat terutama dalam pemberian
obat-obatan. Pengaruh penuaan terhadap hepar adalah perubahan berat hepar,
histologi, biokimia ataupun aliran darah hepar. Perubahan hepar yang
dipengaruhi oleh metabolisme obat sering tidak tampak secara klinis.
Perubahan berat hepar yang manifestasinya berupa hepar menjadi coklat
dan volumenya serta beratnya berkurang. Perubahan warna disebabkan
akumulasi lipofusin (pigmen coklat) dalam hepatosit yang diproduksi oleh
metabolisme lemak dan protein. Fibrosis kapsular dan parenkimal juga
meningkat tapi tidak mempengaruhi fungsi dan tidak mengindikasikan sirosis.
Volume hepatik berkurang antara 17-28% pada usia 40-65 tahun, beratnya
berkurang 25% pada 20-70 tahun.
Secara histologi, hepatosit melebar dan bertambah sejalan dengan
penuaan dan beberapa kejadian meningkatkan polipoid pada inti sel hepar serta
menambah ukurannya. Jumlah mitokondria per volume hepar berkurang disertrai
penambahan ukuran dan vakuolisasi mitokondria. Jumlah lisosom dan densitas
tubuh juga meningkat.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 17
Secara biokimia, serum bilirubin menurun sejalan dengan penuaan,
meskipun dari sekitar <0,2% hasil uji pada lansia menunjukkan hasil dibawah
normal. Sintesis protein menurun sejalan penuaan, meskipun ada beberapa
tingkatan penurunan sintesis protein, misalnya serum protein total dan albumin
menurun secara tajam tapi masih dalam batas normal.
Hepar pada lansia kurang responsif terhadap induksi enzim dari berbagai agen.
Aliran darah hepar berkurang 35% pada usia 40-65 tahun sebab aliran darah
splanikus juga berkurang. Berkurangnya aliran darah hepar sejalan dengan
berkurangnya berat hepar, sehingga menyebabkan berkurangnya eliminasi obat
dalam hepar yang terjadi pada lansia.
E. Pankreas
Produksi enzim amilase, tripsin, dan lipase akan menurun, sehingga kapasitas
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak juga akan menurun. Pada lanjut usia
sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu
yang menyumbat ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim
pankreas oleh enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan
asam empedu.
Substansi struktur pankreas berubah sejalan dengan penuaan yang terdiri dari
penurunan berat badan, hiperplasia ductus dan fibrosis lobular. Anehnya
perubahan ini tidak mempengaruhi fungsi ekskresi pankreas secara signifikan
dimana enzim pankreas dan bikarbonat hanya turun sedikit dan karbohidrat
tidak berpengaruh terhadap pertambahan usia. Sekresi insulin berkurang
sehingga akibat turunnya respons sel-sel pankreas tehadap glukosa dan
peningkatan resistensi pankreas yang sesuai dengan pertambahan usia, yang
keduanya mempengaruhi tingginya risiko intoleransi glukosa dan diabetes
melitus tipe-2 pada lansia.
F. Usus Halus
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 18
Mukosa usus halus mengalami atrofi sehingga luas permukaan berkurang
yang menyebabkan jumlah villi berkurang dan selanjutnya menurunkan proses
absorbsi.
Di daerah duodenum, enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu
juga menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak menjadi
tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan seperti ini sering menyebabkan maldigesti
dan malabsorbsi.
Proses penuaan hanya sedikit mempengaruhi usus halus, yaitu berupa
perubahan pada struktur villus dan berkurangnya persarafan plexus mesenteric.
Proses penuaan tidak banyak memberikan perubahan dalam hal motilitas, transit,
permeabilitas dan absorpsi usus halus. Meskipun bisa terlihat perubahan fungsi
imun usus halus tetapi perubahan itu secara klinis tidak terlalu penting.
Pertumbuhan pesat bakteri dalam usus halus tidaklah normal pada lansia
sehat, biasanya akan menyertai berbagai penyakit yang ada. Hal-hal yang dapat
mencetuskannya adalah hipoklorida, divertikulosis usus halus dan diabetes
melitus. Pertumbuhan pesat bakteri tersebut bisa tanpa gejala atau relatif hanya
menimbulkan gejala non spesifik seperti anoreksia, berat badan menurun dan
menimbulkan malabsorpsi mikronutrien seperti folat, Fe, kalsium, vitamin K dan
B6 serta bisa menyebabkan timbulnya diare.
Pada proses penuaan, absorpsi kalsium berkurang karena terjadi
resistensi usus halus terhadap aksi 1,25-dihidroksivitamin D. Defisiensi vitamin D
juga ikut mempengaruhinya. Malabsorpsi kalsium merupakan faktor utama
pengurangan densitas tulang yang berhubungan dengan pertambahan usia, baik
pada laki-laki maupun perempuan sehingga kebutuhan diet kalsium harus lebih
tinggi pada lansia.
G. Usus Besar dan Rektum
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 19
Pada usus besar, kelokan-kelokan pembuluh darah darah meningkat
sehingga motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan
absorbsi air dan elektrolit meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorbsi
makanan), feses menjadi lebih keras sehingga keluhan sulit buang air merupakan
keluhan yang sering didapat pada lanjut usia.
Konstipasi juga disebabkan karena peristaltik kolon yang melemah
sehingga gagal mengosongkan rektum. Proses defekasi yang seharusnya dibantu
oleh kontraksi dinding abdomen sudah melemah. Walaupun demikian, harus
dicatat bahwa konstipasi tidak selalu merupakan keadaan fisiologik, pemeriksaan
yang teliti harus dilaksanakan sebelum menentukan penyebab konstipasi.
Penuaan bukanlah faktor terbesar dalam perubahan motilitas colon dan
anorectal. Tahanan rectum dan tonus normal, tapi persepsi distensi anorectal
berkurang pada lansia. Hal ini karena berkurangnya sensitivitas dinding rectal
bersama dengan perlambatan transit colon yang menyebabkan terjadinya
konstipasi.
Inkontinensia alvi tampak pada 50 % penghuni panti werdha. Penyebab
umum konstipasi adalah feses yang keras, penggunaan laxative, penyakit
neurologis misalnya neuropati otonom, operasi anorectal atau riwayat operasi
obstetri sebelumnya dan penyakit colorectal misalnya prolapsus rectal dan
paparan radiasi. Inkontinensia alvi sering dibarengi episode diare tetapi hanya
sebagian kecil saja.
Insiden divertikulosis meningkat sejalan pertambahan usia sebab
kekuatan kontraksi otot polos dinding colon menurun. Kolitis iskemik sering
tampak pada lansia sebagai akibat aterosklerosis mesenterik. Inflammatory
Bowel Disease sering juga tampak pada dewasa muda, dengan insiden puncak
yang kecil pada dewasa usia 50 tahun dibanding usia 80 tahun ( terutama kolitis
ulseratif ) dan lebih terbatas pada segmen colon distal. Begitupun, gejala awal bisa
berat dan berhubungan dengan komplikasinya misalnya megacolon toxic.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 20
H. Kandung Empedu ( Vesica Felea )
Sintesis asam empedu yang berkurang secara signifikan berpengaruh
terhadap pengurangan hidroksilasi kolesterol ( kolesterol-7-hidroxilase ).
Perubahan ini menyebabkan peningkatan insiden kolelitiasis / batu empedu pada
lansia. Selain itu berkurangnya ekstraksi LDL kolesterol dari darah di dalam
hepar dan peningkatan serum kolesterol total dapat mencetuskan Coronary
Arterial Disease pada lansia. Keduanya merangsang peningkatan konsentrasi
kolesistokinin ( suatu hormon peptida yang dikeluarkan mukosa duodenum yang
merangsang kontraksi kandung empedu dan merelaksasi sfingter bilier ) pada
waktu puasa, dengan insiden lebih tinggi pada lansia.
Meskipun begitu, pengosongan kandung empedu pada waktu puasa dan
tidak puasa tidak berubah sejalan dengan pertambahan usia yang dapat
menurunkan sensitivitas kolesistokinin.
Adapun perubahan-perubahan dalam fungsi pencernaan pada usia lanjut
akan diperlihatkan secara lebih terperinci dalam tabel berikut:
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 21
Tabel 3.1.Perubahan fungsi dalam sistem pencernaan pada usia lanjut
Rongga mulutMastikasiOs mandibulaeKelenjar salivaSensasi rasa
Faring / esophagusOtot faringMotilitas esofagusRefluks gastro-esofageal
Refluks gastro - esofagealLambung
Pengosongan lambungProduksi asam lambungProduksi pepsinProduksi gastrinMukosa lambung
Usus halusWaktu transitMotilitas otot polosPersarafanMukosaAktivitas enzim
(absorbsi) Air / elektrolit Disakaridase Lemak Vitamin larut lemak Vitamin larut air Vitamin D Vitamin B12 / Folat Protein Kalsium Besi
↓↓
↓ (-)↓
↓?
(-)
?↓?↑
↓ (-)
(-)↑↓?
↓↓ (-)(-)↑
(-)↓
(-)(-)↓↓
KolonMukosaMuskulusTransitPenyakit divertikula
Anus / RektumElastisitas dinding ototKontinensiaPersarafan
PankreasBerat / ukuranUkuran duktusKelenjar asinarSekresi
Kandung empeduUkuran duktusPengosongan empeduBatu empedu
HeparUkuranAliran darahJumlah hepatosit
Fungsi metabolik BSP clearance
Oksidasi mikrosom Oksidasi non-mikrosom Demetilasi Konjugasi Katalase Sintesis protein Sintesis albumin
↓↓↓↑
↓↓
↓ ?
(-)↑↓
(-) ?
↑(-)↑
↓↓↓
↓↓
(-)↓
(-)↓↓
? ↓
Keterangan : ↓, penurunan struktur/fungsi ; ↑, peningkatan struktur/fungsi ; (-), tidak berubah ;(?), tidak tentu
Akibat dari berbagai perubahan tersebut dapat menimbulkan berbagai kelainan atau penyakit sehingga pada lanjut usia sering memberikan keluhan terhadap pencernaannya. Kelainan-kelainan tersebut akan dibicarakan di bab berikutnya.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 22
BAB VII
PENURUNAN FUNGSI GINJAL & TRAKTUS URINARIUS
A. PERUBAHAN FUNGSI GINJAL PADA LANJUT USIA
Pada lansia banyak fungsi hemostasis dari ginjal yang berkurang, sehingga
merupakan predisposisi untuk terjadinya gagal ginjal. Meskipun anatomi dan
perubahan fungsi dijelaskan disini, apabila seseorang telah memasuki dekade ke-
9 atau bahkan ke-10 dalam kehidupannya, ginjal yang sudah tua tetap memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan fungsi hemostasis,
kecuali bila timbul beberapa penyakit yang dapat merusak ginjal.
Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai memasuki
usia 30 tahun dan 60 tahun, fungsi ginjal menurun sampai 50 % yang diakibatkan
karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak adanya kemampuan untuk
regenerasi.
Beberapa hal yang berkaitan dengan faal ginjal pada lanjut usia antara lain :
(Cox, Jr dkk, 1985)
Fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun.
Keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila
dibandingkan dengan usia muda.
Ureum darah normal karena masukan protein terbatas dan
produksi ureum yang menurun. Kreatinin darah normal karena
produksi yang menurun serta massa otot yang berkurang. Maka yang
paling tepat untuk menilai faal ginjal pada lanjut usia adalah dengan
memeriksa Creatinine Clearance.
Renal Plasma Flow ( RPF ) dan Glomerular Filtration Rate (GFR)
menurun sejak usia 30 tahun.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 23
B. PERUBAHAN ALIRAN DARAH GINJAL PADA LANJUT USIA
Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis dari cabang aorta
abdominalis, saat arteri masuk dalam hilus, arteri tersebut bercabang
menjadi arteri interlobaris yang berjalan di antara piramid membentuk
arteriol-arteriol interlobularis yang tersusun secara paralel dalam korteks
yang selanjutnya membentuk arteriola eferen yang bercabang membentuk
sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus, lalu darah dialirkan ke
dalam jalinan vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, vena
renalis, dan akhirnya ke vena cava inferior.
Ginjal menerima sekitar 20 % dari alirandarah jantung atau sekitar
1 L/menit darah dari 40 % hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600
mL/menit. Normalnya 20 % dari plasma disaring di glomerulus dengan GFR
120 mL/menit atau sekitar 170 L/hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal
dengan lebih dari 99 % yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran
urin terakhir 1-1,5 liter per hari.
Dari beberapa penelitian pada lansia yang telah dilakukan,
memperlihatkan bahwa setelah usia 20 tahun terjadi penurunan aliran
darah ginjal kira-kira 10 % per dekade, sehingga aliran darah ginjal pada
usia 80 tahun hanya menjadi sekitar 300 ml/menit. Pengurangan dari aliran
darah ginjal terutama berasal dari korteks. Pengurangan aliran darah ginjal
mungkin sebagai hasil dari kombinasi pengurangan curah jantung dan
perubahan dari hilus besar, arcus aorta dan arteri interlobaris yang
berhubungan dengan usia.
C. PERUBAHAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS PADA LANJUT USIA
Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi
glomerulus (GFR). GFR memberikan informasi tentang jumlah jaringan yang
berfungsi. Cara yang paling teliti untuk mengukur GFR adalah tes bersihan
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 24
insulin. Tetapi cara ini jarang digunakan dalam klinik, karena melibatkan
infus intravena dengan kecepatan konstan dan pengumpulan kemih pada
saat-saat tertentu dengan kateter. Cara yang biasa digunakan adalah tes
bersihan kreatinin endogen (terbentuk di dalam tubuh) yang jauh lebih
sederhana pelaksanaannya. Untuk melakukan tes bersihan kreatinin cukup
mengumpulkan spesimen kemih 24 jam dan satu spesimen darah yang
diambil dalam waktu 24 jam yang sama.
Pada usia lanjut terjadi penurunan GFR. Hal ini dapat disebabkan
karena total aliran aliran darah ginjal dan pengurangan dari ukuran dan
jumlah glomerulus. Pada beberapa penelitian yang menggunakan
bermacam-macam metode, menunjukkan bahwa GFR tetap stabil setelah
usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian menurun hingga 8-10
ml/menit/1,73 m2/dekade.
Penurunan bersihan kreatinin dengan usia tidak berhubungan dengan
peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Produksi kreatinin sehari-hari
(dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan penurunan
bersihan kreatinin. Beberapa kemunduran dicatat oleh Rowe dkk. bahwa
dengan bertambahnya usia, akan terjadi pengurangan massa otot yang
sejalan dengan penurunan GFR. Hasil observasi ini menunjukkan bahwa
pada usia 80 tahun dengan konsentrasi kreatinin serum 0,8 mg/dl
dibandingkan dengan usia 30 tahun dengan ukuran yang sama
menggambarkan penurunan GFR sebesar 40-50%. Untuk menlai
GFR/creatinine clearance rumus di bawah ini cukup akurat bila digunakan
pada usia lanjut.
D. PERUBAHAN FUNGSI TUBULUS PADA LANJUT USIA
Cratinine Clearance (pria) = (140-umur) X BB (kg) ml/menit72 X serum cretinine (mg/dl)
Cretinine Clearance (wanita) = 0,85 X CC pria
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 25
Fungsi tubulus normal adalah untuk reabsorbsi selektif dari cairan
di dalam tubulus dan sekresi zat-zat yang dibentuk oleh sel-sel yang
dibentuk oleh sel-sel tubulus atau yang beredar di dalam kapiler-kapiler
peritubular ke dalam lumen tubulus. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai
macam hormon, tekanan gas dan konsentrasi elektrolit plasma.
Tes yang sering dilakukan untuk fungsi tubulus proksimal adalah
tes ekskresi fenolsulfonftalein (PSP) dan paraaminohipurat (PAH).
Sedangkan tes untuk fungsi tubulus distal adalah pemekatan, pengenceran,
pengasaman dan konsentrasi natrium.
Aliran plasma ginjal yang efektif (terutama tes eksresi PAH)
menurun sejalan dari usia 40 ke 90-an. Umumnya filtrasi tetap ada pada usia
muda, kemudian berkurang tetapi tidak terlalu banyak pada usia 70, 80 dean
90 tahunan. Transpor maksimal tubulus untuk tes ekskresi PAH menurun
progresif sejalan dengan peningkatan usia dan penurunan GFR.
Penemuan ini mendukung hipotesis untuk menentukan jumlah
nefron yang masih berfungsi, misalnya hipotesisyang menjelaskan bahwa
tidak ada hubungan antara usia dengan gangguan pada transpor tubulus,
tetapi berhubungan dengan atrofi nefron sehingga kapasitas total untuk
transpor menurun.
Transpor glukosa oleh ginjal dievaluasi oleh Miller, Mc Donald dan
Shiock pada kelompok usia antara 20-90 tahun. Transpor maksimal Glukosa
(TmG) diukur dengan metode clearance. Pengurangan TmG sejalan dengan
GFR oleh karena itu rasio GFR : TmG tetap pada beberapa dekade.
Penemuan ini mendukung hipotesis jumlah nefron yang masih
berfungsi, kapasitas total untuk transpor menurun sejalan dengan atrofi
nefron. Sebaliknya dari penurunan TmG, ambang ginjal untuk glukosa
meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Ketidaksesuaian ini tidak dapat
dijelaskan tetapi mungkin dapat disebabkan karena kehilangan nefron
secara selektif.
Dari suatu penelitian tentang asam basa, dimana diberikan 0,19/kg
NH4CL pada 26 sukarelawan dalam keadaan normal usia 72 - 93 tahun,
semuanya menunjukan peningkatan cepat sekresi asam dari ginjal dan umumnya
pH minimal urin pada usia muda dan tua adalah sama, meskipun pada orang tua
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 26
mensekresi hanya 19% dari beban asam selama lebih dari 8 jam dibandingkan
dengan usia muda yang mencapai 35%. Mungkin penurunan kemampuan sekresi
asam berhubungan dengan penurunan GFR dan sebagai hasil dari pengurangan
jumlah nefron.
E. PERUBAHAN PENGATURAN NATRIUM
Pada orang tua, batas dari ekskresi natrium dan penyimpangan natrium
belum dapat dijelaskan secara sistematis. Ginjal pada usia tua yang biasanya
membuang natrium, pada saat kekurangan natrium akan cenderung mengurangi
pembuangan natrium, meskipun mungkin kemampuan untuk homeostatis natrium
berkurang.
Ion Na merupakan yang utama diluar sel. Kadar ion Na di luar sel
adalah 145 meq/I dan di dalam sel adalah 10 meq/I. Keadaan keseimbangan ini
dipertahankan oleh sistem pompa Na-K-ATP-ase. Karena merupakan partikel
dengan jumlah yang terbesar maka kadar ion Na sangat menentukan pengaruhnya
dalam hal osmolitas cairan ekstra sel.
Osmolitas darah juga ditentukan oleh kadar ureum dan glukosa darah.
Ureum sifatnya tidak dapat mengikat cairan ekstra sel, sehingga osmolitas yang
efektif hanya dipengaruhi oleh ion Na, glukosa dan urea adalah kurang dari 10
mosmol/kg sehingga osmolitas darah yang efektif dapat dikatakan hanya
ditentukan oleh kadar ion Na dalam plasma.
Natrium secara normal difiltrasi dalam jumlah besar, tetapi ia bergerak
pasif keluar dari sejumlah bagian nefron serta ditranspor aktif keluar tubulus
proksimal, parsascenden, tubulus distal, dan tubulus colligens. Normalnya 96%
sampai diatas 99% natium yang di filtrasi akan direabsorpsi bersama ion klorida.
Karena natrium merupakan kation yang paling banyak dalam cairan
ekstrasel dan bertanggung jawab bagi lebih dari 90% solut aktif secara osmotik
didalam plasma dan cairan interstitial maka jumlah natrium dalam badan
merupakan penentu utama volume cairan ekstra sel. Melalui mekanisme ini,
jumlah natrium yang diekskresikan disesuaikan dengan jumlah yang dimakan.
Sehingga pengeluaran natrium urin berkisar kurang dari 1 meq/hari atau dapat
lebih bila masukan natrium tinggi.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 27
Defisiensi natrium dapat mengakibatkan hipovolemik dengan gejala
klinik berupa : Takikardi, Hipotensi, Oliguria, dan Azotemia. Kelebihan natrium
dalam tubuh dapat mengakibatkan edema dengan atau tampa gangguan sirkulasi.
Penurunan jumlah natrium pada umumnya disebabkan oleh karena
gangguan pencernaan pada lanjut usia. Penyebab kehilangan natrium dapat
melalui muntah atau diare.
Epstein membandingkan waktu yang dibutuhkan untuk homeostasis
natrium pada usia muda dan lanjut usia dengan diet natrium ( 10 meq ). Waktu
yang dibutuhkan untuk keseimbangan natrium pada usia muda adalah 17,6 jam,
sedangkan pada lanjut usia 31 jam. Meskipun perbedaannya banyak tetapi
implikasi klinisnya tidak jelas.
Konsentrasi natrium serum merupakam indeks yang baik untuk
keseimbangan total cairan tubuh. Hiponatrenia dapat terjadi bila kelebihan cairan
dan sering terjadi indikasi untuk membatasi ekskresi air. Hipernatremia
sebenarnya disebabkan karena kekurangan air.
F. PERUBAHAN PENGATURAN KALIUM
Terjaganya keseimbangan ion K sangat penting untuk berfungsinya
sel dalam tubuh. Berbeda dengan ion Na, kadar ion dalam sel jauh lebih
tinggi daripada di luar sel. Kadar ion K di luar sel berkisar antara 3,5 – 5,5
meq/liter, sedangkan di dalam sel antara 150-160 meq/liter. Perubahan ion
K di dalam dan di luar sel mengakibatkan perubahan potensial listrik
membran sel. Pada hipokalemia, potensial istirahat (resting potential)
membran sel menjadi lebih besar sehingga perbedaan antara potensial
ambang (treshold potential) dengan potensial istirahat bertambah besar.
Akibatnya sel menjadi kurang peka terhadap rangsangan. Sedangkan pada
hiperkalemia terjadi hal sebaliknya sehingga mengakibatkan sel menjadi
kurang peka terhadap rangsangan.
Gejala klinis yang timbul akibat gangguan keseimbangan K ini
tergantung dari kecepatan perubahan rasio ion K di dalam dan di luar sel.
Gejala klinis akan lebih nyata pada perubahan rasio yang terjadi secara tiba-
tiba (akut) dibandingkan perubahan yang kronik.
Keseimbangan ion K diatur oleh :
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 28
Distribusi ion K di dalam maupun di luar sel.
Yang dimaksud dengan distribusi ion K di dalam maupun di luar sel
adalah kesanggupan ion K masuk ke dalam dan ke luar dari sel. Dalam
keadaan asidosis, ion H menjadi berlebihan di luar sel sehingga kelebihan
ini masuk ke dalam sel. Untuk menjaga keseimbangan listrik maka Ion K
dan ion Na keluar dari sel sehingga terjadi pada kadar ion K di luar sel
meninggi. Demikian sebaliknya terjadi pada alkalosis.
Insulin merangsang masuknya ion K ke dalam sel. Pada pasien
diabetes mellitus dimana ada kekurangan insulin, lebih mudah terjadi
hiperkalemia disbanding dengan orang normal.
Ekskresi ion K melalui ginjal.
Ekskresi ion K melalui ginjal terutama melalui tubulus distal.
Ekskresi ini terutama dipengaruhi oleh aldosteron, keseimbangan asam
basa, kecepatan cairan melalui tubulus distal, masuknya ion K, diuretik
dan kadar ion K di dalam sel. Aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan ekskresi ion K bertambah sedangkan ion Na diretensi.
Dalam keadaan alkalosis, ekskresi ion K bertambah dan sebaliknya
terjadi pada asidosis. Kecepatan cairan melalui tubulus distal juga
mempengaruhi ekskresi ion K. Bila kecepatan bertambah, ekskresi juga
bertambah. Pemberian infus yang mengandung ion Na dalam jumlah banyak
akan menyebabkan ekskresi ion K bertambah. Bila masukan ion K
bertambah secara akut baik melalui infus maupun melalui makanan sehari-
hari, ekskresi ion K akan bertambah melalui ginjal.
Demikian sebaliknya akan terjadi bila masukan ion K dibatasi.
Diuretik osmotik, asam etakrinik, tiazid, penghambat karbonik anhidrase
dan furosemid menyebabkan peningkantan ekskresi ion K. Sedangkan
spironolakton dan triamteren akan mengurangi ekskresi ion K melalui ginjal.
Kadar ion K dalam sel yang tinggi akan menyebabkan ekskresi ion K melalui
ginjal bertambah. Dalam keadaan alkalosis ion K amsuk ke dalam sel
sehingga kadar dalam sel meningkat, tetapi ekskresi ion K melalui ginjal
bertambah.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 29
G. PERUBAHAN PENGATURAN KESEIMBANGAN AIR
Konsentrasi total cairan tubuh seseorang adalah sangat konstan
meskipun perubahan asupan air dan ekskresi air cukup besar. Kadar plasma
dan cairan tubuh dapat dipertahankan dalam batas normal melalui
pembentukan kemih yang jauh lebih pekat atau lebih encer jika disbanding
dengan plasma tersebut. Banyaknya jumlah cairan yang diminum dapat
menyebabkan kemih menjadi encer dan kelebihan air yang terjadi akan
diekskresikan dengan cepat.
Sebaliknya pada waktu tubuh kehilangan cairan atau terjadi asupan
solut yang berlebihan, akan menyebabkan kemih yang sangat pekat sehingga
solut banyak yang terbuang.
Perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan usia, dimana pada
peningkatan usia maka pengaturan metabolisme air menjadi terganggu yang
sering terjadi pada lanjut usia. Jumlah total air dalam tubuh menurun sejalan
dengan peningkatan usia. Massa tubuh memperlihatkan penurunan sejalan
dengan peningkatan usia yaitu dari 35-60 % pada usia 20 tahun menjadi 45-
55 % pada usia 80 tahun.
Penurunan ini lebih berarti pada perempuan daripada laki-laki,
prinsipnya adalah penurunan indeks massa tubuh karena terjadi
peningkatan jumlah lemak dalam tubuh. Pada lanjut usia, untuk mensekresi
sejumlah urin atau kehilangan air dapat meningkatkan osmolaritas cairan
ekstraseluler dan menyebabkan penurunan volume yang mengakibatkan
timbulnya rasa haus subjektif. Pusat-pusat yang mengatur perasaan haus
timbul terletak pada daerah yang menghasilakan ADH di hypothalamus.
Dalam ginjal ADH secara tidak langsung mengakibatkan proses
utama yang terjadi dalam lengkung Henle melalui 2 mekanisme yang
berhubungan satu dengan yang lain yaitu :
Aliran darah di medulla berkurang bila terdapat ADH sehingga
mengurangi pengeluaran solut dari daerah interstitial yang selanjutnya akan
mengakibatkan keadaan yang semakin hiperosmotik.
ADH meningkatkan permeabilitas duktus koligentes dan tubulus distal
sehingga makin banyak air yang berdifusi keluar untuk membentuk
keseimbangan dengan cairan interstitial yang hiperosmotik.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 30
Kedua mekanisme ini bekerja menghasilkan kemih yang pekat sehingga
mengurangi volume ekskresi.
Pada lanjut usia, respon ginjal pada vasopressin berkurang bila
dibandingkan dengan usia muda yang menyebabkan konsentrasi urin juga
berkurang, Kemampuan ginjal pada kelompok lanjut usia untuk mencairkan
dan mengeluarkan kelebihan air tidak dievaluasi secara intensif. Orang
dewasa sehat mengeluarkan 80 % atau lebih dari air yang diminum (20
ml/kgBB) dalam 5 jam.
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 31
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta, Sp.M. Ilmu penyakit mata. Edisi kedua. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2003
Suwento, R., Hendarmin, H. Gangguan Pendengaran pada Geriatri. Buku Ajar Ilmu
Penyakit THT. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. Percetakan Gaya Baru, Jakarta, 2001.
Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Darmojo R.B, Martono H.H.,
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4, Buku 1. Pricc S.A.,
Wilson L.M. Jakarta : EGC. 1995
Hazzard W.R, Andres R, Bierman E.L, Blass J.P, Principles of Geriatrics Medicine and
Gerontology, Second Edition. United States of America: Mc.Graw Hill Inc,
1996
Noer S. (1999), Ilmu Penyakit Hati, Pankreas, Kandung Empedu dan Peritonium,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga, Balai FKUI, Jakarta, Hal.
224-402.
Suyono S. (2001), Gastroenterologi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Hal. 89-224.
Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 17. England Upploten and
Lange, 1998