referat print.docx

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengetahui tentang kelainan sinus paranasal, perlu diketahui terlebih dahulu anatomi dan fisiologi sinus paranasal. Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehhingga terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke dalam rongga hidung. Adanya infeksi pada sinus akan terjadi peradangan 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Setelah mempelajari embriologi, anatomi, fisiologi dan beberapa penyakit terbanyak pada sinus, diharapkan dokter muda dapat menjelaskan kelainan – kelainan anatomis dan fisiologis yang terjadi pada penyakit – penyakit tersebut dan juga untuk menambah pengetahuan dokter muda sehingga mudah dalam menangani kasus yang ada. 1.2.2 Tujuan Khusus Dengan membaca makalah ini diharapkan dokter muda dapat :

Upload: herda-utama

Post on 01-Feb-2016

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat print.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mengetahui tentang kelainan sinus paranasal, perlu diketahui terlebih dahulu

anatomi dan fisiologi sinus paranasal. Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh

manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu.

Ada empat sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis,

sinus etmoidalis, sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil

pneumatisasi tulang-tulang kepala sehhingga terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus

mempunyai muara ke dalam rongga hidung.

Adanya infeksi pada sinus akan terjadi peradangan

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah mempelajari embriologi, anatomi, fisiologi dan beberapa penyakit terbanyak pada

sinus, diharapkan dokter muda dapat menjelaskan kelainan – kelainan anatomis dan fisiologis

yang terjadi pada penyakit – penyakit tersebut dan juga untuk menambah pengetahuan dokter

muda sehingga mudah dalam menangani kasus yang ada.

1.2.2 Tujuan Khusus

Dengan membaca makalah ini diharapkan dokter muda dapat :

Memahami embriologi sinus

Memahami anatomi sinus

Memahami fungsi fisiologis sinus

Mengaplikasikan teori yang ada pada praktek klinik.

1.3 Ruang Lingkup

Dalam penyusunan makalah ini penyusun membatasi ruang lingkup pembahasan hanya

pada embriologi, anatomi, fisiologi, dan beberapa penyakit terbanyak pada sinus.

Page 2: referat print.docx

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi siapa

saja yang membacanya, terutama para dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan

klinik di bagian ilmu THT.

1.5 Sumber

Dalam menyusun makalah ini, penyusun menggunakan sumber buku ajar, atlas

anatomi, dan buku suplemen ilmu THT.

Page 3: referat print.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI

2.1.1 Embriologi Sinus

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan

perkembangannya dimulai pada fetus usia 3 – 4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus

frontal. Sinus Maksila dan sinus etmoid telah ada pada saat anak lahir, sedangkan sinus

frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.

Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai dimulai pada usia 8 – 10 tahun dan berasal dari

bagian postero-superior rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal

pada usia antara 15 – 18 tahun.

2.1.2 Anatomi Sinus

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi

karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal,

mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid

kanan dan kiri.

Sinus paranasal merupakan hasil dari pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga

terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga

hidung.

Page 4: referat print.docx

a Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6 – 8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai

ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah

dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus

maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris

melalui infundibulum ethmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :

Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang

atas, yaitu premolar, molar, kadang – kadang juga caninus dan gigi molar 3,

bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol kedalam sinus, sehingga infeksi gigi

geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis.

Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.

Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase

kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit.

Page 5: referat print.docx

Infundibulum adalah bagian dari sinus ethmoid anterior dan pembengkakan

akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus

maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

c. Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat

fetus, berasal dari sel – sel resesus frontal atau dari sel – sel infundibulum ethmoid.

Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8 – 10 tahun dan akan

mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada

yang lain dan dipisahkan oleh sekat yang terletak digaris tengah. Kurang lebih 15 %

orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5 % sinus

frontalnya tidak berkembang.

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2

cm. Sinus frontal biasanya bersekat – sekat dan tepi sinus berlekuk – lekuk. Tidak

adanya gambaran septum – septum atau lekuk – lekuk dinding sinus pada foto Rontgen

menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif

tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah

menjalar kedaerah ini.

Sinus frontal berdrainase melalui ostium-nya yang terletak diresesus frontal.

Resesus frontal adalah bagian dari sinus ethmoid anterior.

Page 6: referat print.docx

d. Sinus Ethmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus ethmoid yang paling bervariasi dan akhir –

akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus –

sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus ethmoid seperti piramid dengan

dasarnya dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4 – 5 cm, tinggi 2,4

cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.

Sinus ethmoid berongga – rongga, terdiri dari sel – sel yang menyerupai sarang

tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os ethmoid, yang terletak diantara

konka media dan dinding medial orbita. Sel – sel ini jumlahnya bervariasi antara 4 – 17

sel (rata – rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus ethmoid dibagi menjadi sinus

ethmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus ethmoid posterior yang

bermuara di meatus superior. Sel – sel sinus ethmoid anterior biasanya kecil – kecil dan

banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel – sel sinus ethmoid

posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-

superior dari perlekatan konka media.

Dibagian terdepan sinus ethmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel ethmoid yang terbesar disebut bula

ethmoid. Didaerah ethmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut

infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

peradangan di resesus frontalis dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan

di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.

Atap sinus ethmoid yang disebut fovea ethmoidalis berbatasan dengan lamina

kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi

sinus ethmoid dari rongga orbita. Dibagian belakang sinus ethmoid posterior berbatasan

dengan sinus sfenoid.

Page 7: referat print.docx

e. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak didalam os sfenoid di belakang sinus ethmoid posterior.

Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya

adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi

dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian

lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak

sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas – batasnya adalah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan

kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan

dengan sinus kavernosa dan arteri karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan

disebelah posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.

f. Kompleks Osteo-Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara –

muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus ethmoid anterior. Daerah ini

rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteo-meatal, terdiri dari infundibulum

ethmoid yang terletak dibelakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula ethmoid

dan sel – sel ethmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.

g. Sistem Mukosiliar

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan

palut lendir diatasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan

lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur – jalur yang sudah tertentu polanya.

Page 8: referat print.docx

Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus.

Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum

ethmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba auditiva. Lendir yang berasal dari

kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfenoethmoidalis, dialirkan ke

nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati

sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.

2.2 FUNGSI SINUS PARA NASAL

Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.

Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa – apa, karena

terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori yang dikemukakan

sebagai fungsi sinus paranasal, antara lain :

2.2.1 Sebagai Pengatur Kondisi Udara

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak

didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung.

Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus

pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total

dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang

sebanyak mukosa hidung.

2.2.2 Sebagai Penahan Suhu

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan

fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah – ubah. Akan tetapi kenyataannya

sinus – sinus yang besar tidak terletak antara hidung dan organ – organ yang dilindungi.

2.2.3 Membantu Keseimbangan Kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.

Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan

Page 9: referat print.docx

pertambahan berat sebesar 1 % dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak

bermakna.

2.2.4 Membantu Resonansi Suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan

ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.

Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan –

hewan tingkat rendah.

2.2.5 Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

2.2.6 Membantu Produksi Mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan

partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus

medius, tempat yang paling strategis.

2.3 PEMERIKSAAN SINUS PARA NASAL

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,

palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologik dan

sinoskopi.

2.3.1 Inspeksi

Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di

pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah – merahan mungkin

menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin

menunjukkan sinusitis frontal akut.

Sinusitis ethmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila

telah terbentuk abses.

2.3.2 Palpasi

Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk pada gigi menunjukkan adanya sinusitis

maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan didasar sinus frontal, yaitu pada

Page 10: referat print.docx

bagian medial atap orbita. Sinusitis ethmoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah

kantus medius.

2.3.3 Transiluminasi

Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk

memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak

tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap didaerah infraorbita,

mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat

neoplasma didalam antrum.

Bila terdapat kista yang besar didalam sinus maksila, akan tampak terang pada

pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto Rontgen tampak adanya

perselubungan berbatas tegas didalam sinus maksila.

Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk

kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang

dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya

menunjukkan sinus yang tidak berkembang.

2.3.4 Pemeriksaan Radiologik

Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dapat dilakukan

pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, P-A dan lateral.

Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan

ethmoid. Posisi postero-anterior untuk melihat sinus frontal dan posisi lateral untuk

menilai sinus frontal, sfenoid dan ethmoid.

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah

pemeriksaan CT-Scan.

2.3.5 Sinoskopi

Pemeriksaan kedalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan

melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina. Dengan sinoskopi dapat

dilihat keadaan didalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau

kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.

Page 11: referat print.docx

2.4 SINUSITIS

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Penamaan dari sinusitis ini adalah sesuai

dengan nama anatominya. Jika yang terkena beberapa sinus disebut multisinusitis dan jika yang

terkena seluruhnya disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila

(antrum Highmore) . Hal ini dikarenakan : 1) Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal yang

terbesar.2) sinus maksilaris mempunyai letak ostium yang lebih tinggi dari dasar, sehingga

aliran sekret dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia.3) Dasar sinus maksila adalah

dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan infeksi sinus

maksilaris. Dan 4) Ostium sinus maksila terletak di meatus medius disekitar hiatus semilunaris

yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

Sinusitis juga dapat disebabkan oleh bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat

pada semprotan hidung serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung. Jangan

dilupakan kalau sinusitis juga bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Tulisan kali ini

lebih menitikberatkan pembahasan pada sinusitis yang disebabkan oleh infeksi.

Etiologi

Sinusitis dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus

serta adanya gangguan pengeluaran cairan mukus. Adanya demam, flu, alergi dan bahan bahan

iritan dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada ostia sehingga lubang drainase ini

menjadi buntu dan mengganggu aliran udara sinus serta pengeluaran cairan mukus. Penyebab

lain dari buntunya ostia adalah tumor dan trauma. Drainase cairan mukus keluar dari rongga

sinus juga bisa terhambat oleh pengentalan cairan mukus itu sendiri. Pengentalan ini terjadi

akibat pemberiaan obat antihistamin, penyakit fibro kistik dan lain lain. Sel penghasil mukus

Page 12: referat print.docx

memiliki rambut halus (silia) yang selalu bergerak untuk mendorong cairan mukus keluar dari

rongga sinus. Asap rokok merupakan sumber dari rusaknya rambut halus ini sehingga

pengeluaran cairan mukus menjadi terganggu.

Patofisiologi

Jika terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang yang letaknya berhadapan akan

saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan.

Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus sehingga silia menjadi kurang aktif

dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik

untuk tumbuhnya bakteri patogen. Dan jika proses ini terjadi terus menerus, maka akan terjadi

hipoksia dan retensi lendir yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oleh bakteri anaerob,

yang selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip

dan kista.

Klasifikasi

Sinusitis dapat dibagi menjadi dua tipe besar yaitu berdasarkan lamanya penyakit (akut,

subakut, khronis) dan berdasarkan jenis peradangan yang terjadi (infeksi dan non infeksi).

Disebut sinusitis akut bila lamanya penyakit kurang dari 30 hari. Sinusitis subakut bila lamanya

penyakit antara 1 bulan sampai 3 bulan, sedangkan sinusitis khronis bila penyakit diderita lebih

dari 3 bulan. Sinusitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus walau pada beberapa kasus ada

pula yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan sinusitis non infeksi sebagian besar disebabkan

oleh karena alergi dan iritasi bahan bahan kimia. Sinusitis subakut dan khronis sering merupakan

lanjutan dari sinusitis akut yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat.

2.4.1 SINUSITIS AKUT

Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal oleh infeksi, obstruksi

mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi.

Etiologi

Beberapa keadaan yang dapat menyebakan terjadinya sinusitis akut ialah :

1. Rinitis akut

2. Infeksi faring

Page 13: referat print.docx

3. Infeksi gigi rahang atas

4. Berenang dan menyelam

5. Trauma

6. Barotrauma

Gejala sinusitis akut

Gejala subjektif :

1. Gejala sistemik ( demam dan rasa lesu)

2. Gejala lokal (ingus kental yang berbau dan mengalir ke nasofaring)

a. Hidung tersumbat

b. Rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang-kadang dirasakan juga

ditempat lain ( referred pain).

c. Sinusitis maksila ( nyeri di bawah kelopak mata, menyebar ke alveolus nyeri

gigi, nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga)

d. Sinusitis etmoid ( nyeri pada pangkal hidung dan kantus medius, kadang

dirasakan pada bola mata, nyeri alih pada pelipis).

e. Sinusitis frontal ( nyeri terlokalisasi di dahi atau diseluruh kepala)

f. Sinusitis sfenoid ( nyeri di verteks, oksipital di belakang bola mata dan di daerah

mastoid).

Gejala objektif :

Terjadi pembengkakan di daerah muka. Pembengkakkan pada sinusitis maksila terlihat

dipipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, pada

sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan kecuali bila ada komplikasi.

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa hiperemis dan udem. Pada sinusitis maksila,

sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak muko pus atau nanah di meatus medius,

sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus

superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drips).

Page 14: referat print.docx

Pemeriksaan Penunjang

1. Transiluminasi : sinus yang sakit tampak gelap

2. Radiologik posisi Waters, PA dan lateral : perselubungan atau penebalan mukosa atau air

fluid level pada sinus yang sakit.

Pemeriksaan mikrobiologik

Pengambilan sekret di meatus medius dan superior mungkin ditemukan bakteri

patogen seperti Pneumococcus, streptococcus dan H. Influenzae. Bisa juga ditemukan jamur.

Terapi

Diberikan antibiotik selama 10-14 hari golongan penisilin. Diberikan dekongestan hidung

untuk memperlancar drainase sinus dan boleh diberikan analgetik untuk anti nyeri. Terapi

pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita

atau intracranial atau bila ada nyeri hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

2.4.2 SINUSITIS SUBAKUT

Gejalanya sama dengan sinusitis akut tapi tanda-tanda radang akut (demam, sakit kepala

hebat, nyeri tekan sudah reda. Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius

atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan

transiluminasi tampak sinus yang sakit gelap.

Terapinya diberikan antibiotik spektrum luas atau yang sesuai dengan tes resistensi

kuman, selama 10-14 hari. Obat dekongestan, obat tetes hidung hanya diberikan terbatas 5-

10haririnitis medikamentosa. Selain itu diberikan analgetik, antihistamindan mukolitik.

Tindakan berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy),

sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Pada sinusitis

maksiladapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid yang letak

muaranya dibawah dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz Displacement

Therapy).

Page 15: referat print.docx

Pungsi dan Irigasi Sinus Maksila

Dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul di dalam rongga sinus maksila.

Caranya dengan memakai trokar yang ditusukan di meatus inferior, diarahkan ke sudut luar mata

atau tepi atas daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan larutan garan fisiologis.

Pungsi dan irigasi dapat juga dilakukan melalui fosa kanina.

Pencucian Proetz (Proetz Displacement Therapy).

Prinsipnya membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus paranasal untuk

dapat menghisap sekret keluar. Diteteskan vasokonstriktor (HCL efedrin 0,5-1,5%) untuk

membuka ostium yang kemudian masuk kedalam sinus. Sementara pasien harus mengatakan

kak-kak-kak supaya palatum mole terangkat, sehingga ruang antara nasofaring dan orofairng

tertutup.

2.4.3 SINUSITIS KRONIK

Gejala subjektif :

1. Post nasal drips

2. Gatal dan rasa tidak nyaman di tenggorokan

3. Pendengaran terganggu tersumbatnya tuba auditiva

4. Nyeri kepala

5. Gejala matapenjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

POLUSI BAHAN KIMIA

SILIA RUSAK

INFEKSI KRONIK

OBSTRUKSIMEKANIK

GANGGUAN DRAINASE

ALERGI DAN DEFISIENSI

IMUNOLOGIK

PERUBAHANMUKOSA

PENGOBATAN YANG TIDAK SEMPURNA

Page 16: referat print.docx

6. Batuk dan kadang-kadang komplikasi paru berupa bronkitis atau bronkiektsis atau asma

bronkial

7. Gastroenteritis pada anak.

Gejala objektif :

1. Pada rinoskopi anterior sekret kental purulen

2. Rinoskopi anterior sekret purulen di nasofaring turun ke tenggorok.

Pemeriksaan mikrobiologik

Biasanya merupakan infeksi bermacam-macam kuman seperti Streptococcus aureus , H.

Influenza, dan S.viridans.

Diagnosis :

Dibuat berdasarkan :

1. Anamnesis yang cermat

2. Rinoskopi anterior

3. Rinoskopi posterior

4. Transiluminasi

5. Pemeriksaan radiologik

6. Naso endoskopi

7. CT scan.

Terapi

Terapinya diberikan antibiotik sekurang-kurangnya 2 minggu. Dapat dibantu dengan

diatermi gelombang pendek selama 10 hari pada daerah yang sakit. Pungsi dan irigasi sinus

untuk pembersihan sekret.

Untuk sinusitis kronis, jika terapi dan tindakan – tindakan tersebut di atas sudah

dilakukan tetapi tidak ada perubahan, maka dipikirkan untuk tindakan yang radikal, seperti :

1. Operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila.

2. Operasi etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk sinus etmoid.

3. Operasi Killian untuk sinus frontal.

Page 17: referat print.docx

Dewasa ini telah dikembangkan teknik operasi sinus yang tidak radikal, yang sifatnya

tidak radikal disebut bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF). Prinsipnya membersihkan

daerah osteomeatal.

Komplikasi yang mungkin dapat terjadi :

1. Manifestasi ke mata : nyeri/edem, selulitis atau abses orbita

2. Osteomielitis maksila atau frontal

3. Manifestasi ke intrakranial : meningitis, abses subdura, abses otak, trombosis sinus

kavernosus

4. Terbentuknya fistel, piokel atau mukokel

5. Kelainan paru : bronkitis, bronkiektasis, bisa sebagai pencetus asma bronkial.

Page 18: referat print.docx

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Penyebab

utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis paling

sering terjadi pada sinusitis maksilaris, dikarenakan sinus maksilaris merupakan sinus

paranasal yang terbesar, sinus maksilaris mempunyai letak ostium yang lebih tinggi dari

dasar, sehingga aliran sekret dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar

sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat

menyebabkan infeksi sinus maksilaris, ostium sinus maksila terletak di meatus medius

disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal

diatas. Awalnya diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu hipertrofi, mukosa polipoid

dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.

3.2 Saran

Penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu,

saran kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk membuat referat yang lebih baik di

masa yang akan datang.

Page 19: referat print.docx

DAFTAR PUSTAKA

Anatomy.uams.edu/anatomyhtml, Medical Gross Anatomy, copyright 1997.

Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3. Penerbit Media

Ausculapius FK UI. Jakarta. 2001. p102 – 106.

Bull, P. D. Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat, 9th ed. Blackwell Science ltd.

Germany. 2002. p88-94.

Cummings, Charles W. Cummings Otolaringology Head and Neck Surgery, 4th ed. Elsevier

Mosby. Pennsylvania. 2005.

Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FKUI. Jakarta. 2010. Hal 150-3.

PERHATI. Fungsional Endoscopic Sinus Surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6.

Pletcher SD, Golderg AN. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced Studies in

Medicine. Vol 3 no.9. 2003. p495-505.

Piccirillo, Jay F. Acute Bacterial Sinusitis. 2004. www.nejm.org.

Soepardi, Efiaty Arsad, dkk (Ed.). Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok Edisi ketiga. Jakarta. 2003: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

www.sinusinfocenter.com

www.dochazenfield.com