referat postanesthesia care

Upload: jawahir-madeaming

Post on 03-Apr-2018

233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    1/29

    Postanesthesia careJawahir Madeaming

    MARET 2013

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    2/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    ii

    Kata pengantar

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul postanesthesia care

    dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi

    tugas saya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Anestesi Rumah Sakit Daerah Ciawi.

    Dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada dr Rizqan Anugrah SpAn , selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.

    Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada semua pihak yang turut membantu dalam

    menyelesaikan referat ini.

    Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan referat ini masih banyak kekurangan yang harus

    diperbaiki. Oleh karena itu kritik dan saran serta masukan yang membangun terhadap referat ini akan

    diterima dengan tangan terbuka semoga kedepannya akan lebih baik. Akhirnya, harapan penulis

    semoga referat ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para

    pembaca.

    Ciawi , Maret 2013.

    Penulis

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    3/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    iii

    Daftar isi

    Halaman

    KATA PENGANTAR................................................................................................................................... i

    DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii

    ISI

    Pendahuluan 1

    Unit Perawatan Postanestesi

    Desain 3

    Peralatan dan kelengkapan . 3

    Petugas PACU. . 4

    Perawatan pasien

    Emergence dari anestesi umu.. 5

    Emergence tertunda....... 6

    Transportasi dari kamar operasi. 6

    Pemulihan rutin . 7

    Kriteria discharge 13

    Manajemen komplikasi

    Komplikasi respirasi 17

    Komplikasi sirkulasi. 22

    Daftar pustaka... 25

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    4/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    iv

    Kamar pemulihan telah ada selama kurang dari 50 tahun di kebanyakan pusat-pusat medis yang.

    Sebelum waktu itu, banyak kematian pascaoperasi awal terjadi segera setelah anestesi dan

    pembedahan. Kesadaran bahwa banyak dari kematian yang dapat dicegah menekankan perlunya

    perawatan khusus segera setelah operasi. Kekurangan perawat di Amerika Serikat setelah Perang

    Dunia II juga mungkin telah berkontribusi untuk sentralisasi perawatan ini dalam bentuk kamar

    pemulihan di mana satu atau lebih perawat bisa memperhatikan beberapa pasien pada satu waktu.1

    Karena prosedur bedah menjadi semakin kompleks dan dilakukan pada pasien sakit, perawatan

    kamar pemulihan sering melampaui beberapa jam pertama setelah operasi, dan beberapa pasien

    sakit kritis ditempatan di ruang pemulihan semalaman. Keberhasilan awal kamar pemulihan ini

    merupakan faktor utama dalam evolusi modern unit perawatan bedah intensif (ICU). Ironisnya, ruang

    pemulihan menerima status perawatan intensif relatif baru di kebanyakan rumah sakit, di mana

    mereka disebut sebagai unit perawatan postanesthesia (PACUs). Di beberapa pusat PACU dapat

    berfungsi sebagai tempat tidur ICU overflow (semalam) ketika ICU penuh.1

    Salah satu transformasi paling dramatis dalam penyediaan layanan kesehatan selama dua dekade

    terakhir ini telah terjadi pergeseran dari operasi untuk pasien rawat inap ke operasi untuk pasien rawat

    jalan (juga disebut ambulatory surgery). Diperkirakan bahwa 60-70% dari semua prosedur bedah di

    Amerika Serikat dilakukan secara rawat jalan. Dorongan utama untuk perubahan ini adalah

    penghematan ekonomi yang mana pasien tidak perlu dirawat malam sebelum operasi atau

    menginap di rumah sakit malam setelah operasi. Keuntungan lain dari bedah rawat jalan termasuk

    kenyamanan pasien, dan penurunan risiko infeksi nosokomial.1

    Kesimpulannya, prosedur yang memerlukan anestesi, penghentian agen anestesi, penghentian

    monitor, dan pasien sendiri(sering masih dibius) akan dibawa ke PACU. Setelah anestesi umum, jika

    pasien diintubasi dan jika ventilasi dinilai memadai, pipa endotrakeal biasanya dilepas sebelum

    transportasi. Pasien juga sering terlihat di PACU setelah anestesi regional, dan dalam kebanyakan kasus

    turut disertai pemantauan perawatan anestesi (pembiusan lokal dengan sedasi). Pedoman prosedur

    mengharuskan pasien harus dirawat di PACU untuk semua jenis anestesi, kecuali atas perintah khusus

    dari ahli anestesi. Setelah laporan lisan singkat untuk perawat PACU, pasien dirawat di PACU sampai

    Pendahuluan

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    5/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    v

    efek utama dari anestesi dinilai telah hilang. Periode ini ditandai dengan insiden komplikasi

    pernapasan dan peredaran darah yang relatif tinggi dan berpotensi mengancam nyawa.1

    Di beberapa pusat kesehatan, pasien rawat jalan yang habis operasi langsung pulang ke rumah dariPACU, pusat lainnya memiliki PACU terpisah dengan area rawat jalan. Yang terakhir ini juga dapat

    berfungsi sebagai daerah pra operasi dan daerah pemulihan postanestesi (predischarge). Dengan

    demikian, dua fase pemulihan dapat dikenal untuk operasi rawat jalan. Tahap 1 adalah perawatan

    tingkat intensif segera selama pemulihan pasien hingga terbangun dari anestesi dan berlanjut sampai

    kriteria standar PACU terpenuhi. Tahap 2 adalah perawatan tingkat yang lebih rendah yang menjamin

    pasien siap untuk pulang.1

    Pulih dari anestesi umum atau dari anelgesia regional secara rutin di kelola di kamar pulih di kamar

    pulih atau unit perawatan pasca anestesi (RR, recovery room atau PACU, Post Anesthesia Care Unit).

    Idealnya bangun dari anestesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataanya sering

    dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesia yang

    berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil, dan

    kadang-kadang perdarahan.2

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    6/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    vi

    1.1 DesainUnit perawatan post anestesi (UPPA) atau Postanesthesia Care Unit (PACU) harus terletak di dekat

    ruang operasi. Diperlukan sebuah lokasi berpusat di wilayah ruang operasi itu sendiri, untuk

    memastikan bahwa pasien dapat bergegas kembali ke kamar operasi jika diperlukan atau anggota

    staf ruang operasi dengan cepat dapat hadir untuk membantu pasien. Kedekatan dengan radiografi,

    laboratorium, dan fasilitas perawatan intensif lainnya di lantai yang sama juga sangat

    direkomendasikan. Pemindahan pasien sakit kritis di lift atau melalui koridor yang panjang dapat

    membahayakan perawatan mereka, karena keadaan darurat mungkin timbul di sepanjang jalan.1,2

    Sebuah desain bangsal terbuka memfasilitasi pemantauan terhadap semua pasien secara

    bersamaan. Setidaknya satu ruang tertutup untuk pasien yang membutuhkan isolasi untuk

    pengendalian infeksi. Rasio 1,5 tempat tidur PACU per kamar operasi sering jadi anutan. Setiap ruang

    pasien harus mempunyai pencahayaan yang baik dan ukuran yang cukup besar untuk

    memungkinkan akses mudah ke pasien. Pedoman konstruksi menyatakan minimal 7 kaki antara

    tempat tidur dan 120 kaki persegi / pasien. Beberapa outlet listrik dan setidaknya satu outlet untuk

    oksigen, udara, dan suction harus ada di masing-masing ruang.1

    1.2 Peralatan dan KelengKapanPulse oximetry (SpO2), elektrokardiogram (EKG), dan monitor tekanan darah otomatis noninvasif (NIBP)

    untuk masing-masing ruang yang diinginkan tetapi tidak wajib. Namun, semua tiga monitor harus

    segera tersedia untuk setiap pasien. Beberapa PACU memantau hanya SpO2 dan NIBP untuk setiap

    pasien dalam tahap awal pemulihan dari anestesi (fase 1 perawatan), EKG hanya digunakan untuk

    pasien dengan sejarah masalah jantung atau yang menunjukkan kelainan EKG intraoperatif.1

    Insiden PACU yang menyebabkan morbiditas serius atau kematian paling banyak terkait dengan

    pemantauan tidak memadai. Monitor dengan kemampuan untuk mentransduksi setidaknya dua

    tekanan secara bersamaan harus tersedia untuk arteri, vena sentral, arteri pulmonalis, atau

    pemantauan tekanan intrakranial. Kapnografi mungkin berguna untuk pasien diintubasi. Strip sensitif

    suhu dapat digunakan untuk mengukur suhu di PACU tetapi umumnya tidak cukup akurat untuk

    mengikuti hipotermia atau hipertermia, termometer merkuri atau elektronik harus digunakan jika

    diduga kelainan pada temperatur. Sebuah perangkat pemanas udara, lampu pemanas, dan selimut

    pemanas/pendingin harus tersedia.1

    1. Unit perawatan postanestesi

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    7/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    vii

    PACU harus memiliki persediaan peralatan dasar dan darurat sendiri, terpisah dari ruang operasi. Ini

    termasuk kanula oksigen, pilihan sungkup, laryngoscopes, pipa endotrakeal, laryngeal mask airways

    (LMA), danself-inflating bag untuk ventilasi. Kateter untuk kanulasi vaskular (vena, arteri, vena sentral,

    atau arteri pulmonalis) adalah wajib. Transvenous pacing cathetersdan generator juga harus tersedia.

    Perangkat defibrilasi transkutan dan troli darurat dengan obat-obatan dan perlengkapan untuk

    resusitasi dan pompa infus harus ada dan diperiksa secara berkala. Troli untuk peralatan trakeostomi,

    chest tube, dan vascular cutdown juga penting.1

    Peralatan terapi pernapasan untuk perawatan bronkodilator aerosol, tekanan udara positif terus

    menerus atau continuous positive airway pressure (CPAP), dan ventilator harus dekat dengan ruang

    pemulihan. Sebuah bronkoskop untuk PACU sebaiknya tersedia tetapi tidak wajib.1

    1.3 Petugas PACUPACU harus dikelola hanya oleh perawat khusus terlatih dalam perawatan pasien post anestesi.

    Mereka harus memiliki keahlian dalam manajemen saluran napas dan resusitasi jantung paru serta

    masalah yang biasa ditemui pada pasien bedah yang berkaitan dengan perawatan luka, kateter

    drainase, dan perdarahan pasca operasi.1

    PACU harus di bawah arahan medis ahli anestesi. Seorang dokter harus ditugaskan sepenuh waktu

    untuk PACU di pusat kesehatan yang sibuk tetapi tidak wajib di fasilitas yang lebih kecil. Manajemen

    pasien di PACU seharusnya tidak berbeda dari manajemen di ruang operasi dan harus mencerminkan

    upaya yang terkoordinasi di antara ahli anestesi, ahli bedah, dan konsultan lainnya.

    Anestesi masih mengelola analgesia serta saluran napas, masalah jantung, paru, dan metabolik,

    sedangkan ahli bedah mengelola masalah yang secara langsung berhubungan dengan prosedur

    pembedahan itu sendiri. Berdasarkan asumsi bahwa pemulihan di PACU rata-rata 1 jam dan prosedur

    rata-rata berlangsung 2 jam, dan rasio satu perawat untuk dua pasien umumnya memuaskan.

    Staf untuk perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang unik dari setiap fasilitas. Minimal dua

    perawat umumnya memastikan bahwa jika satu pasien memerlukan perawatan terus menerus, pasien

    lain masih akan dirawat secara memadai. Yang terakhir ini juga penting secara medikolegal, karena

    staf yang tidak memadai sering dikutip sebagai faktor utama untuk kecelakaan di PACU. Ketika jadwal

    ruang operasi rutin termasuk pasien anak-anak atau prosedur singkat, rasio satu perawat untuk satu

    pasien sering dibutuhkan. Seorang perawat harus ditugaskan untuk memastikan staf yang optimal

    setiap saat.1

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    8/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    viii

    2.1 Emergencedari anestesi umumPemulihan dari anestesi umum atau regional adalah waktu stres fisiologis yang besar bagi banyak

    pasien. Kesadaran dari anestesi umum idealnya harus menjadi mulus dan bertahap dalam lingkungan

    yang terkendali. Sayangnya, sering dimulai di ruang operasi atau selama transportasi ke ruang

    pemulihan dan sering ditandai oleh obstruksi jalan napas, menggigil, agitasi, delirium, nyeri, mual dan

    muntah, hipotermia, dan lability otonom. Bahkan pasien yang menerima anestesi spinal atau epidural

    dapat mengalami penurunantekanan darah selama transportasi atau pemulihan, efeksympatholytic

    dari blok regional mencegah refleks kompensasi vasokonstriksi ketika pasien dipindahkan atau ketika

    mereka duduk.1

    Pada anastesi berbasis inhalasi, kecepatan emergence berbanding lurus dengan ventilasi alveolar

    namun berbanding terbalik dengan kelarutan agen dalam darah. Apabila durasi anestesi meningkat,

    emergence juga menjadi semakin tergantung pada serapan jaringan total, yang merupakan fungsi

    dari kelarutan agen, konsentrasi rata-rata yang digunakan, dan durasi paparan obat bius. Oleh karena

    itu pemulihan tercepat dengan desflurane dan nitrous oksida dan paling lambat dari anestesi yang

    mendalam berkepanjangan dengan halotan dan enfluran. Hipoventilasi tertunda munculnya dari

    anestesi inhalasi.1

    Emergence dari anestesi intravena merupakan fungsi dari farmakokinetik nya. Pemulihan dari agen

    anestesi intravena tergantung terutama pada redistribusi bukan pada paruh eliminasi. Dengan

    meningkatnya dosis total yang diberikan, efek kumulatif menjadi nyata dalam bentuk emergence

    berkepanjangan, penghentian aksi menjadi semakin tergantung pada eliminasi atau metabolisme

    paruh. Dengan kondisi tersebut, usia lanjut atau penyakit ginjal dan hati dapat memperpanjang

    emergence. Penggunaan agen anestesi pendek dan ultra-short-acting seperti propofol dan

    remifentanil secara signifikan lebih pendekemergence nya, waktu untuk sadar, dan discharge. Selain

    itu, penggunaan Skala Indeks Bispektrum (BIS) monitor (dan mungkin indeks status pasien [PSI] monitor,)

    mengurangi dosis obat total dan mempersingkat pemulihan dan waktu untukdischarge. Penggunaan

    laryngeal mask airway juga mungkin membantu tingkat anestesi lebih ringan yang dapat

    mempercepat emergence.1

    Kecepatan emergence juga dapat dipengaruhi oleh obat-obatan sebelum operasi (praoperasi).

    Premedikasi dengan agen yang berdurasi lama melebihi prosedur dapat memperpanjang

    2. Perawatan pasien / care of the patient

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    9/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    ix

    emergence. Durasi singkat midazolam membuatnya sesuai untuk agen premedikasi pada prosedur

    singkat. Efek kurang tidur pra operasi atau konsumsi obat (alkohol, obat penenang) juga dapat aditif

    dengan agen anestesi dan dapat memperpanjang emergence.1

    2.2 Emergencetertunda/ delayed emergencePenyebab paling sering emergence tertunda (ketika pasien gagal untuk mendapatkan kembali

    kesadaran 30-60 menit setelah anestesi umum) adalah anestesi residual, obat penenang, dan efek

    obat analgesik. Emergence tertunda mungkin terjadi sebagai akibat dari overdosis obat absolut atau

    relatif atau potensiasi dari agen anestesi sebelum konsumsi obat (alkohol). Administrasi nalokson (0,04

    mg increment) dan flumazenil (0.2 mg increment) mudah membalikkan dan dapat menghilangkan

    dampak dari opioid dan benzodiazepine masing-masing. Physostigmine 1-2 mg sebagian mungkin

    membalikkan efek dari agen lain. Sebuah perangsang saraf dapat digunakan untuk menghilangkan

    blokade neuromuskuler yang signifikan pada pasien dengan ventilator mekanis yang memiliki volume

    tidal spontan tidak memadai.1

    Penyebab tidak umum emergence tertunda termasuk hipotermia, gangguan metabolik , dan stroke

    perioperatif. Suhu inti kurang dari 33C memiliki efek anestesi dan sangat meningkatkan efek depresan

    sistem saraf pusat. Perangkat pemanas paksa-udara (forced-air warming devices) adalah yang palingefektif dalam meningkatkan suhu tubuh. Hipoksemia dan hiperkarbia dapat segera disingkirkan

    dengan analisa gas darah. Hypercalcemia, hypermagnesemia, hiponatremia, hipoglikemia dan

    hiperglikemia adalah penyebab langka yang membutuhkan pengukuran laboratorium untuk

    diagnosis. Stroke perioperatif jarang kecuali setelah bedah saraf, jantung, dan otak; diagnosis

    memerlukan konsultasi neurologis dan pencitraan radiologi.1

    2.3 Transportasi dari Kamar operasiPeriode ini biasanya rumit karena kurangnya monitor yang memadai, akses terhadap obat-obatan,

    atau peralatan resusitasi. Pasien tidak boleh meninggalkan ruang operasi kecuali mereka memiliki

    napas yang stabil, memiliki ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, dan hemodinamik stabil. Oksigen

    tambahan harus diberikan selama transportasi untuk pasien yang beresiko untuk hipoksemia.

    Beberapa studi menunjukkan bahwa hipoksemia transient (SpO2

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    10/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    x

    Semua pasien harus dibawa ke PACU di tempat tidur yang dapat ditempatkan baik dalam posisi

    kepala di bawah (Trendelenburg) atau kepala diatas (head-up). Posisi kepala di bawah berguna

    untuk pasien hipovolemik, sedangkan posisi kepala diatas berguna untuk pasien dengan disfungsi

    paru. Pasien yang beresiko tinggi untuk muntah atau perdarahan saluran pernapasan bagian atas

    (misalnya, tonsilektomi) harus diangkut dalam posisi lateral. Posisi ini juga membantu mencegah

    obstruksi jalan napas dan memfasilitasi drainase sekresi.1

    2.4 Pemulihan rutin / routine recovery2.4.1 Anestesi umumPatensi jalan napas, tanda-tanda vital, dan oksigenasi harus diperiksa segera setelah tiba di

    PACU. Tekanan darah, denyut nadi, dan pengukuran tingkat pernapasan secara rutin

    dilakukan setidaknya setiap 5 menit selama 15 menit atau sampai stabil, dan setiap 15 menit

    sesudahnya. Pulse oxymetry harus dipantau terus menerus pada semua pasien fase pemulihan

    dari anestesi umum, setidaknya sampai mereka sadar kembali. Terjadinya hipoksemia tidak

    selalu berkorelasi dengan tingkat kesadaran.1

    Fungsi neuromuskuler harus dinilai secara klinis, misalnya angkat kepala. Setidaknya satu

    pengukuran temperatur juga harus diperoleh. Pemantauan tambahan termasuk penilaian

    nyeri (misalnya, skala numerik atau deskriptif), ada atau tidak adanya mual atau muntah, dan

    masukan cairan dan output termasuk aliran urin, drainase, dan pendarahan. Setelah tanda-

    tanda vital awal telah direkam, anesthesiologist harus memberikan laporan singkat kepada

    perawat PACU yang mencakup sejarah pra operasi (termasuk status mental dan masalah

    komunikasi apapun seperti hambatan bahasa, tuli, buta, atau keterbelakangan mental),

    terkait peristiwa intraoperatif ( Jenis anestesi, prosedur bedah, kehilangan darah, penggantian

    cairan, dan komplikasi), masalah pasca operasi yang dikhawatirkan, dan perintah

    postanesthesia (perawatan kateter epidural, transfusi, ventilasi pasca operasi, dll).1

    Semua pasien pulih dari anestesi umum harus menerima oksigen 30-40% selama emergence

    karena hipoksemia transient dapat berkembang bahkan pada pasien yang sehat. Pasien

    pada peningkatan risiko hipoksemia, seperti pasien dengan disfungsi paru atau mereka yang

    menjalani prosedur pembedahan abdomen bagian atas atau daerah toraks, harus terus

    dipantau dengan pulse oxymetry bahkan setelah emergence dan mungkin perlu suplemen

    oksigen untuk waktu yang lebih lama. Sebuah keputusan rasional tentang pelunya terapi

    oksigen tambahan berterusan pada saat keluar dari PACU dapat dibuat berdasarkan bacaan

    SpO2 di udara ruangan. Pengukuran gas darah arteri dapat diperoleh untuk mengkonfirmasi

    pembacaan oksimetri yang abnormal. Terapi oksigen harus hati-hati dikendalikan pada pasien

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    11/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xi

    dengan penyakit paru obstruktif kronik dan riwayat retensi CO2. Pasien umumnya harus

    dirawat dengan posisi kepala tinggi bila memungkinkan untuk mengoptimalkan oksigenasi.

    Namun, meninggikan bagian kepala pada tempat tidur sebelum pasien responsif dapat

    menyebabkan obstruksi jalan napas. Dalam kasus tersebut, alat saluran pernapasan oral atau

    nasal harus dibiarkan terpasang sampai pasien terjaga. Pernapasan dalam dan batuk harus

    didorong secara berkala.1

    2.4.2 Anestesi regionalPasien yang mengalami sedasi berat atau hemodinamik tidak stabil setelah anestesi regional

    juga harus menerima oksigen tambahan di PACU. Tingkat sensorik dan motorik harus dicatat

    secara berkala mengikuti anestesi regional untuk mendokumentasikan disipasi blok. Tindakan

    pencegahan berupa padding atau peringatan berulang mungkin diperlukan untukmencegah kecederaan dari gerakan lengan tak terkoordinasi mengikuti blok pleksus brakialis.

    Tekanan darah harus dimonitor setelah anestesi spinal dan epidural. Kateterisasi kandung

    kemih mungkin diperlukan pada pasien yang memiliki anestesi spinal atau epidural selama

    lebih dari 4 jam.

    2.4.3 Kontrol nyeri / pain controlAdministrasi preoperative obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) sendiri atau dengan

    acetaminophen dapat secara signifikan mengurangi kebutuhan opioid pascaoperasi untuk

    prosedur tindakan yang dipilih. Penggunaan selektif siklooksigenase-2 inhibitor (misalnya,

    rofecoxib dan parecoxib) mengurangi efek samping yang potensial pada fungsi platelet dan

    komplikasi gastrointestinal. Demikian pula, intraoperatif infiltrasi luka dan blok saraf (misalnya,

    ilioinguinal dan caudal) untuk prosedur yang dipilih juga dapat mengurangi kebutuhan

    analgesik operasi.1

    Nyeri ringan sampai sedang dapat diobati secara oral dengan acetaminophen ditambah

    codeine, hydrocodone, atau oxycodone. Atau pilihan lain, opioid agonis-antagonis

    (butorphanol, 1-2 mg, atau nalbuphine, 5-10 mg) atau ketorolactromethamine, 30 mg, dapat

    digunakan secara intravena. Yang terakhir ini sangat berguna pada prosedur ortopedi dan

    ginekologi. 1

    Untuk nyeri sedang sampai berat pasca operasi di PACU dapat dikelola dengan opioid

    parenteral atau intraspinal, anestesi regional, atau blok saraf tertentu. Ketika opioid

    digunakan, titrasi dosis intravena kecil umumnya paling aman. Meskipun variabilitas yangcukup besar mungkin ditemui, kebanyakan pasien sangat sensitif terhadap opioid dalam satu

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    12/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xii

    jam pertama setelah anestesi umum. Analgesia yang memadai harus seimbang terhadap

    sedasi berlebihan. Opioid durasi menengah sampai panjang, seperti meperidine, 10-20 mg

    (0.25-0.5 mg / kg pada anak-anak), hidromorfon 0.25-0.5 mg (0,015-0,02 mg / kg pada anak-

    anak), atau morfin, 2-4 mg ( 0,025-0,05 mg / kg pada anak-anak), yang paling sering

    digunakan. Biasanya puncak efek analgesik dalam 4-5 menit. Depresi pernafasan maksimal,

    terutama dengan morfin dan hidromorfon, mungkin tidak terlihat sampai 20-30 menit

    kemudian. Ketika pasien sepenuhnya terjaga, analgesia pasien-dikendalikan atau patient-

    controlled analgesia (PCA) dapat digunakan untuk pasien rawat inap. Administrasi opioid

    intramuskular memiliki kelemahan onset tertunda dan variabel (10-20 menit) dan depresi

    pernafasan tertunda (sampai 1 jam).1

    Apabila kateter epidural ditinggalkan di tempat, peberian fentanil epidural, 50-100 g,

    sufentanil, 20-30 g, atau morfin, 3-5 mg, dapat memberikan efek anti nyeri yang sangat baikpada orang dewasa, namun terdapat risiko depresi pernapasan tertunda yang harus dicegah

    dengan tindakan pemantauan khusus dalam 12-24 jam sesudahnya. Intercostal, interscalene,

    anestesi femoralis, epidural, atau caudal sering membantu ketika analgesia opioid saja tidak

    memuaskan.1

    2.4.4 AgitasiSebelum pasien sepenuhnya responsif, nyeri sering dimanifestasikan sebagai kegelisahan

    pasca operasi. Gangguan sistemik yang serius (seperti hipoksemia, asidosis, atau hipotensi),

    distensi kandung kemih, atau komplikasi bedah (seperti perdarahan intraabdominal) harus

    selalu dipertimbangkan juga. Agitasi mungkin memerlukan pembatasan gerakan lengan dan

    kaki untuk menghindari cedera, terutama pada anak-anak. Ketika gangguan fisiologis yang

    serius telah disingkirkan pada anak-anak, pelukan dan kata simpatik dari petugas atau orang

    tua (jika mereka diizinkan dalam PACU) sering menenangkan pasien pediatrik. Faktor

    penyebab lainnya termasuk kecemasan dan ketakutan pra operasi serta efek samping obat

    (dosis besar agen antikolinergik sentral, fenotiazin, atau ketamin). Physostigmine, 1-2 mg

    intravena (0,05 mg / kg pada anak-anak), adalah yang paling efektif dalam mengobati

    delirium akibat atropin dan skopolamin, tetapi juga mungkin berguna dalam kasus lain. Jika

    gangguan sistemik yang serius dan nyeri dapat disingkirkan, agitasi persisten mungkin

    memerlukan sedasi intravena dengan dosis intermiten midazolam mg, 0,5-1 (0,05 mg / kg

    pada anak-anak).1

    2.4.5 Nausea dan vomitusMual dan muntah pasca operasi (PONV) adalah masalah umum terutama anestesi umum,

    terjadi pada 20-30% dari semua pasien. Selain itu, PONV mungkin terjadi di rumah dalam

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    13/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xiii

    waktu 24 jam dari lepas rawat (discharge) (postdischarge nausea and vomiting) dalam

    sejumlah besar pasien . Etiologi PONV biasanya multifaktorial, melibatkan agen anestesi, jenis

    prosedur, dan faktor pasien. Adalah penting untuk mengenali bahwa mual adalah keluhan

    umum yang dilaporkan pada awal hipotensi, terutama setelah anestesi spinal atau epidural.

    Tabel 1 menunjukkan daftar faktor risiko umum yang menyebabkan PONV. Peningkatan

    kejadian mual dilaporkan setelah pemberian opioid selama anestesi, bedah intraperitoneal

    (terutama laparoskopi), dan operasi strabismus. Insiden tertinggi tampaknya pada wanita

    muda, studi menunjukkan mual lebih umum selama menstruasi. Peningkatan tonus vagal

    dimanifestasikan sebagai bradikardia mendadak biasanya mendahului atau bertepatan

    dengan emesis. Anestesi propofol menurunkan kejadian PONV, seperti halnya sejarah

    preoperatif merokok. Selektif 5-hydroxytryptamine (serotonin) reseptor 3 (5-HT3) antagonis

    seperti ondansetron 4 mg (0,1 mg / kg pada anak-anak), granisetron 0,01-0,04 mg / kg, dandolasetron 12,5 mg (0,035 mg / kg pada anak-anak) yang juga sangat efektif dalam

    mencegah PONV dan mengobati PONV.1,3 Obat ini bekerja di sentral maupun perifer,

    menghambat reseptor di usus (aferen vagal) dan di zona pencetus kemoreseptor (CTZ).3

    Perlu dicatat bahwa tidak seperti ondansetron, yang biasanya segera efektif, dolasetron

    membutuhkan 15 menit untuk memulai onset. Persiapan tablet oral disintegrasi (ODT)

    ondansetron (8 mg) mungkin berguna untuk pengobatan dan profilaksis terhadap mual dan

    muntah postdischarge.1 Dosis oral biasanya diberikan tiap 8 jam.3 Metoclopramide, 0,15 mg /

    kg intravena, agak kurang efektif, tetapi merupakan alternatif yang baik untuk 5-HT3

    antagonis. 5-HT3 antagonis tidak terkait dengan manifestasi akut reaksi ekstrapiramidal

    (dystonic) dan dysphoric yang mungkin timbul pada penggunaan metoclopramide atau

    antiemetik jenis fenotiazin.1

    Golongan antagonis dopamin, metaclorpramid dan domperidone bekerja dengan

    menghambat reseptor D2 (dopamin) di CTZ. Golongan ini juga memiliki efek prokinetik.

    Metaclorpramide relatif kurang efektif untuk PONV dan dapat menimbulkan efek samping

    ekstrapiramidal. Domperidone memiliki efek samping yang lebih sedikit sehingga merupakan

    obat pilihan pada golongan ini. Derivat phenotiazine seperti prochlorperazine dapat

    menghambat reseptor D2 dan 5-HT di CTZ.3

    Skopolamin Transdermal efektif tetapi dapat dikaitkan dengan efek samping yang

    mengganggu pada beberapa pasien, seperti memperburuk glaukoma, retensi urin, dan

    kesulitan dalam akomodasi visual. Deksametason, 4-10 mg (0,10 mg / kg pada anak-anak),

    bila dikombinasikan dengan antiemetik lain sangat efektif untuk mual dan muntah refraktori.

    Selain itu, ia efektif untuk sampai 24 jam dan dengan demikian mungkin berguna untuk mual

    dan muntah postdischarge.1

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    14/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xiv

    Droperdol intravena 0,625-1,25 mg (0,05-0,075 mg / kg pada anak-anak), ketika diberikan

    intraoperatif, secara signifikan mengurangi kemungkinan mual pasca operasi tanpa secara

    signifikan memperpanjang emergence dan efektif dapat mengobati PONV. Sayangnya,

    droperidol sekarang membawa peringatan "kotak hitam" dari 2001 Food and Drug

    Administration (FDA) yang mengayakan obat ini dapat memperpanjang interval QT dan

    dikaitkan dengan aritmia jantung yang fatal.Walaupun kejadian ini sangat langka dan

    berhubungan dengan dosis yang sangat tinggi (> 25 mg), peringatan FDA menimbulkan

    kontroversi yang cukup besar dan banyak dokter tidak lagi menggunakan obat ini. Profilaksis

    nonpharmacological terhadap PONV termasuk memastikan hidrasi yang memadai (20 mL /

    kg) setelah puasa dan stimulasi titik akupunktur P6 (pergelangan tangan). Ini mungkin termasuk

    aplikasi tekanan, arus listrik, atau suntikan.1

    Tabel 1: faktor resiko meningkatnya insiden PONV

    Patient factors

    Young age

    Female gender, particularly if menstruating on day of surgery of in first trimester of

    pregnancy

    Large body habitus

    History of prior postoperative emesis

    History of motion sickness

    Anesthetic techniques

    General anesthesia

    Drugs

    Opioids

    Volatile agents

    Neostigmine

    Surgical procedures

    Strabismus surgery

    Ear surgery

    Laparoscopy

    Orchiopexy

    Ovum retrieval

    Tonsillectomy

    Postoperative factors

    Postoperative pain

    Hypotension

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    15/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xv

    Kontroversi timbul mengenai profilaksis rutin untuk PONV pada semua pasien. Jelas pasien

    dengan faktor risiko harus menerima profilaksis. Selain itu, penggunaan dua atau lebih agen

    lebih efektif daripada profilaksis agen tunggal. Hasil penelitian dan survei menunjukkan sedikit

    atau tidak adaa perbedaan antara profilaksis rutin dan stratesi pengbatan sesuai dibutuhkan

    strategi (treat-as-needed strategies).1

    Pasien yang diifentifikasi berisiko mengalami PONV harus diberikan antiemetik sebelum bangun

    dari anestesia karena seringkali lebih mudah untuk mencegah muntah dibandingkan

    menghentikannya begitu sudah terjadu. Kegagalan terapi dapat diatasi di ruang pemulihan

    dengan pemberian obat kedua atau ketida dari golongan berbeda.3

    2.4.6 Hipotermia dan menggigilMenggigil dapat terjadi saat di PACU sebagai akibat hipotermia intraoperatif atau efek dari

    agen anestesi. Hal serupa juga terjadi dalam periode pasca-melahirkan (post partum).

    Penyebab paling penting dari hipotermia adalah redistribusi panas dari inti tubuh ke

    kompartemen perifer. Suhu dingin di ruang operasi, eksposur yang terlalu lama dari luka yang

    besar, dan penggunaan dalam jumlah besar cairan intravena yang tidak hangat atau arus

    tinggi gas unhumidified juga bisa menjadi penyebab.1

    Hampir semua agen anestesi, terutama agen volatile, mengurangi respon normal

    vasokonstriksi terhadap hipotermia. Meskipun anestesi agen juga menurunkan ambang

    menggigil, menggigil umumnya diamati selama atau setelah emergence dari anestesi umum.

    Menggigil dalam kasus tersebut merupakan upaya tubuh untuk meningkatkan produksi panas

    dan meningkatkan suhu tubuh dan mungkin berhubungan dengan intensitas vasokonstriksi.

    Emergence dari anestesi umum singkat kadang-kadang juga berhubungan dengan

    menggigil. 1

    Meskipun menggigil dapat menjadi bagian dari tanda-tanda neurologis nonspesifik (sikap,

    clonus, atau tanda Babinski) yang kadang-kadang diamati selama emergence, tanda-tanda

    ini paling sering karena hipotermia dan sering dikaitkan dengan anestesi volatil. Terlepas dari

    mekanisme, insiden ini juga terkait dengan durasi operasi dan penggunaan konsentrasi tinggi

    zat volatil. Menggigil kadang-kadang dapat cukup kuat untuk menyebabkan hipertermia (38-

    39 C) dan asidosis metabolik yang signifikan, kedua efek ini segera hilang ketika berhenti

    menggigil. Kedua anestesi spinal dan epidural juga menurunkan ambang menggigil dan

    respon vasokonstriksi hipotermia, menggigil juga dapat ditemui di ruang pemulihan setelah

    anestesi regional. Penyebab lain menggigil harus dikecualikan, seperti sepsis, alergi obat, atau

    reaksi transfusi.1

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    16/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xvi

    Hipotermia harus ditangani dengan perangkat pemanas udara (forced-air warming device),

    atau (kurang memuaskan) dengan lampu atau selimut penghangat, untuk meningkatkan

    suhu tubuh normal. Menggigil menyebabkan kenaikan dalam konsumsi oksigen, produksi CO2,

    dan cardiac output. Efek fisiologis ini sering kurang ditoleransi oleh pasien dengan gangguan

    jantung atau paru yang sudah ada sebelumnya. Hipotermia telah dikaitkan dengan

    peningkatan insiden iskemia miokard, aritmia, kebutuhan transfusi meningkat, dan

    peningkatan durasi efek relaksasi otot. Dosis kecil meperidin intravena, 10-50 mg, secara

    dramatis dapat mengurangi atau bahkan menghentikan menggigil. Pasien yang diintubasi

    dan medapat ventilasi mekanik dapat dibius dan diberi relaksan otot sampai normothermia

    kembali dan efek anestesi telah hilang.1

    2.5 Kriteria discharge2.5.1 PACUSemua pasien harus dievaluasi oleh seorang ahli anestesi sebelum keluar dari PACU kecuali

    kriteria dischage yang ketat telah diberlakukan. Kriteria untuk discharge pasien dari PACU

    ditetapkan oleh departemen anestesiologi dan staf medis rumah sakit. Mereka mungkin

    mengizinkan perawat PACU untuk menentukan kapan pasien dapat dipindahkan tanpa

    kehadiran seorang dokter bila semua kriteria telah dipenuhi. Kriteria dapat bervariasi

    tergantung pada apakah pasien akan dipindahkan ke unit perawatan intensif, bangsal biasa,

    departemen rawat jalan (fase 2 recovery), atau langsung pulang.1

    Sebelum discharge, pasien seharusnya diamati ada tidaknya depresi pernapasan paling tidak

    selama 20-30 menit setelah dosis terakhir narkotika parenteral. Kriteria discharge minimum

    lainnya untuk pasien pulih dari anestesi umum biasanya meliputi:

    1. Mudah dibangunkan (easy arousability)2. Orientasi terkendali penuh (full orientation)3. Kemampuan untuk mempertahankan dan melindungi jalan napas4. Tanda-tanda vital stabil selama setidaknya 15-30 menit5. Kemampuan untuk meminta bantuan jika diperlukan6. Tidak ada komplikasi bedah yang jelas (seperti perdarahan aktif).

    Mengontrol nyeri pasca operasi, mengendalikan mual dan muntah, dan menstabilkan kembali

    suhu (normothermia) sebelum discharge juga sangat diperlukan. Sistem penilaian secara luas

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    17/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xvii

    digunakan. Sebagian menilai SpO2 (atau warna), kesadaran, sirkulasi, respirasi, dan aktivitas

    motorik (Tabel 2). Sebagian besar pasien dapat memenuhi kriteria discharge dalam waktu 60

    menit di PACU. Pasien yang akan dipindahkan ke fasilitas perawatan intensif lainnya tidak

    perlu memenuhi semua persyaratan.1

    Selain kriteria di atas, pasien yang menerima anestesi regional juga harus menunjukkan tanda-

    tanda resolusi blokade baik sensorik dan motorik. Resolusi lengkap dari blok umumnya

    diinginkan untuk menghindari cedera tidak sengaja karena kelemahan motor atau defisit

    sensorik. Mendokumentasikan resolusi blok juga sangat penting. Kegagalan resolusi blok spinal

    atau epidural setelah 6 jam meningkatkan kemungkinan hematoma korda spinalis atau

    epidural, yang harus disingkirkan dengan pencitraan radiologi.1

    Tabel 2 : kriteria discharge untuk pasien PACU

    Original Criteria Modified Criteria Point

    Value

    Color Oxygenation

    Pink SpO2 > 92% on room air 2

    Pale or dusky SpO2 > 90% on oxygen 1

    Cyanotic SpO2 < 90% on oxygen 0

    Respiration

    Can breathe deeply and cough Breathes deeply and coughs freely 2

    Shallow but adequate exchange Dyspneic, shallow or limited breathing 1

    Apnea or obstruction Apnea 0

    Circulation

    Blood pressure within 20% of normal Blood pressure 20 mm Hg of normal 2

    Blood pressure within 2050% of normal Blood pressure 2050 mm Hg of normal 1

    Blood pressure deviating > 50% from

    normal

    Blood pressure more than 50 mm Hg of

    normal

    0

    Consciousness

    Awake, alert, and oriented Fully awake 2

    Arousable but readily drifts back to sleep Arousable on calling 1

    No response Not responsive 0

    Activity

    Moves all extremities Same 2

    Moves two extremities Same 1

    No movement Same 0

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    18/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xviii

    2.5.2 Rawat jalan/Outpatient

    Selain emergence dan kesadaran, pemulihan dari anestesi mengikuti prosedur rawat jalan

    meliputi dua tahap tambahan: kesiapan pulang ke rumah (fase 2 recovery) dan pemulihan

    psikomotor lengkap. Sebuah sistem penilaian telah dikembangkan untuk membantu menilai

    kesiapan pulang kerumah (Tabel 3). Pemulihan propriseptif, tonus simpatik, fungsi kandung

    kemih, dan kekuatan motorik adalah kriteria tambahan setelah anestesi regional. Misalnya,

    propriseptif utuh dari jempol kaki, perubahan ortostatik yang minimal, dan fleksi plantar kaki

    normal merupakan sinyal penting dari pemulihan setelah anestesi spinal. Buang air kecil

    sebelum dipulangkan dan minum atau makan sebelum dipulangkan umumnya tidak lagi

    diperlukan; pengecualian termasuk pasien dengan riwayat retensi urin dan penderita

    diabetes.1

    Tabel 3 : kriteria discharge untuk pasien rawat jalan

    Criteria Points

    Vital signs

    Within 20% of preoperative baseline 2

    Within 2040% of preoperative baseline 1

    > 40% of preoperative baseline 0

    Activity level

    Steady gait, no dizziness, at preoperative level 2

    Requires assistance 1

    Unable to ambulate 0

    Nausea and vomiting

    Minimal, treated with oral medication 2

    Moderate, treated with parenteral medication 1

    Continues after repeated medication 0

    Pain: minimal or none, acceptable to patient, controlled with oral medication

    Yes 2

    No 1

    Surgical bleeding

    Minimal: no dressing change required 2

    Moderate: up to two dressing changes 1

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    19/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xix

    Severe: three or more dressing changes 0

    Semua pasien rawat jalan yang pulang ke rumah di harus dibawah pengawasan orang

    dewasa yang bertanggung jawab yang akan tinggal bersama mereka semalam. Pasien harus

    disediakan dengan instruksi pasca operasi yang ditulis tentang cara untuk memperoleh

    bantuan darurat dan melakukan rutinitas perawatan. Penilaian kesiapan pulang ke rumah

    adalah tanggung jawab dokter, sebaiknya ahli anestesi, yang akrab dengan pasien.

    Kewenangan untuk melepaskan pasien pulang ke rumah dapat didelegasikan kepada

    perawat jika kriteria discharged yang ketat telah diterapkan.1

    Kesiapan pulang ke rumah tidak berarti bahwa pasien memiliki kemampuan untuk membuat

    keputusan penting, untuk mengendara, atau untuk kembali bekerja. Kegiatan ini

    membutuhkan pemulihan psikomotor lengkap, yang sering tidak tercapai sampai 24-72 jam

    pasca operasi. Semua pusat rawat jalan harus menggunakan beberapa sistem tindak lanjut

    (follow up) pasca operasi yang melibatkan penggunaan kuesioner pasien atau lebih

    dianjurkan kontak telepon sehari setelah discharge.1

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    20/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xx

    3.1 KompliKasi respirasi/pernapasanMasalah pernapasan adalah komplikasi serius yang paling sering ditemui di PACU. Mayoritas

    berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, atau hipoksemia. Karena hipoksemia

    merupakan jalur akhir yang umum untuk morbiditas dan mortalitas yang serius, rutinitas pemantauan

    pulse oximetry di PACU memperbolehkan deteksi awal dari komplikasi dan efek buruk yang timbul

    akan lebih sedikit.1

    3.1.1 ObstruKsi jalan napasObstruksi jalan napas pada pasien tidak sadar adalah paling umum karena lidah jatuh ke

    belakang dan menutup faring posterior. Penyebab lainnya adalah spasme laring, edema

    glotis, sekresi, muntahan, atau darah dalam saluran napas, atau tekanan eksternal pada

    trakea (paling sering dari hematoma leher). Obstruksi jalan napas parsial biasanya ditandai

    dengan suara napas yang nyaring (sonorous respiration). Obstruksi total menyebabkan

    berhentinya aliran udara, tidak adanya bunyi nafas, dan ditandai gerakan toraks paradoksal.

    Perut dan dada biasanya harus naik bersama-sama selama inspirasi, namun, dengan obstruksi

    jalan napas, dada turun saat perut naik setiap inspirasi (gerakan dada paradoxic). Pasien

    dengan obstruksi jalan napas harus menerima oksigen tambahan, sementara langkah-langkah

    perbaikan dilakukan. Kombinasi manuverjaw thrust dan head tilt menarik lidah ke depan dan

    membuka jalan napas. Penyisipan alat bantu pernanapasan oral atau nasal juga sering

    meredakan masalah. Saluran udara nasal mungkin lebih baik ditoleransi daripada saluran

    udara oral oleh pasien selama emergence dan dapat menurunkan kemungkinan trauma

    pada gigi ketika pasien menggigit.1

    Jika manuver di atas gagal, spasme laring harus dipertimbangkan. Spasme laring biasanya

    ditandai dengan suara bernada tinggi tetapi bisa juga tidak, dengan penutupan glotis

    lengkap. Spasme pita suara lebih mudah terjadi saat adanya trauma saluran napas, atau

    instrumentasi berulang, atau stimulasi dari sekresi atau darah di saluran napas. Manuverjaw-

    thrust, terutama bila dikombinasikan dengan tekanan udara positif melalui masker (face mask)

    yang ketat, biasanya bisa mengatasi spasme laring. Penyisipan alat bantu pernapasan oral

    atau nasal (insertion of oral or nasal airway) juga membantu. Setiap sekret atau darah di

    hipofaring harus disedot untuk mencegah kekambuhan. Spasme laring refraktor harus

    ditangani secara agresif dengan dosis kecil succinylcholine (10-20 mg) dan ventilasi tekanan

    3. Manajemen KompliKasi

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    21/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xxi

    positif sementara dengan oksigen 100% untuk mencegah hipoksemia berat atau tekanan

    negatif edema paru. Intubasi endotrakeal sesekali mungkin diperlukan untuk membuka

    kembali ventilasi, cricothyrotomy atau ventilasi jet transtracheal diindikasikan jika intubasi tidak

    berhasil. 1

    Edema glotis mengikuti instrumentasi saluran napas merupakan penyebab penting dari

    obstruksi jalan napas pada bayi dan anak-anak. Kortikosteroid intravena (deksametason, 0,5

    mg / kg) atau epinefrin rasemat aerosol (0,5 mL 2,25% larutan dengan 3 mL salin normal)

    mungkin berguna dalam kasus tersebut. Hematoma luka pasca operasi setelah dilakukan

    tindakan pada kepala dan leher, tiroid, dan karotid cepat bisa menekan jalan napas,

    membuka luka dengan segera dapat mengurangi kompresi trakea. Bisa tapi jarang, kemasan

    kasa dapat tidak sengaja tertinggal di hipofaring setelah bedah mulut dan dapat

    menyebabkan obstruksi jalan napas total segera setelah operasi atau beberapa jam

    kedepan.1

    3.1.2 HipoventilasiHipoventilasi, yang secara umum didefinisikan sebagai PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg,

    merupakan kejadian sering setelah anestesi umum. Dalam kebanyakan kasus, hipoventilasi

    adalah ringan, dan banyak kasus yang diabaikan. Hipoventilasi signifikan biasanya jelas

    secara klinis hanya ketika PaCO2 lebih besar dari 60 mm Hg atau pH darah arteri kurang dari7,25. Tanda-tandanya bervariasi termasuk mengantuk yang berlebihan atau berkepanjangan,

    obstruksi jalan napas, frekuensi pernapasan lambat, tachypnea dengan pernapasan dangkal,

    atau sesak napas. Asidosis respiratori ringan sampai sedang menyebabkan takikardia dan

    hipertensi atau iritabilitas jantung (melalui stimulasi simpatis), tapi asidosis lebih parah

    menghasilkan depresi sirkulasi. Jika diduga terjadi hipoventilasi signifikan, pengukuran gas

    darah arteri harus diperoleh untuk menilai keparahan dan sebagai panduan manajemen lebih

    lanjut.1

    Hipoventilasi di PACU paling sering disebabkan oleh sisa efek depresan agen anestesi pada

    pernapasan. Depresi pernafasan terinduksi opioid khas menghasilkan tingkat pernapasan

    lambat, sering dengan volume tidal yang besar. Sedasi berlebihan juga sering hadir, tetapi

    pasien mungkin responsif dan mampu meningkatkan pernapasan dengan perintah. Pola

    bifasik atau depresi pernafasan berulang telah dilaporkan pada semua opioid. Mekanisme

    yang diusulkan termasuk variasi dalam intensitas stimulasi selama pemulihan dan tertundanya

    rilis opioid dari kompartemen perifer seperti otot rangka (atau mungkin paru-paru dengan

    fentanil) saat pasien mulai bergerak.1

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    22/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xxii

    Pembalikan tidak memadai (inadequate reversal), overdosis, hipotermia, interaksi farmakologis

    (seperti dengan antibiotik "mycin" atau terapi magnesium), farmakokinetik yang terganggu

    (karena hipotermia, volume distribusi terganggu, disfungsi ginjal atau hati), atau faktor-faktor

    metabolik (seperti hipokalemia atau asidosis pernapasan ) dapat bertanggung jawab untuk

    sisa kelumpuhan otot di PACU. Terlepas dari penyebabnya, gerakan bernapas tidak

    terkoordinasi dengan volume tidal dangkal dan tachypnea biasanya jelas kelihatan. Diagnosis

    dapat dibuat dengan perangsang saraf pada pasien tidak sadar, pasien sadar dapat diminta

    untuk mengangkat kepala mereka. Kemampuan untuk mempertahankan angkat kepalauntuk

    5 detik mungkin tes yang paling sensitif untuk menilai kecukupan reversal.1

    Immobilisasi karena sakit akibat insisi dan disfungsi diafragma setelah operasi perut atau dada

    bagian atas, distensi abdomen, atau dressing perut ketat adalah faktor-faktor lain yang dapat

    berkontribusi terhadap hipoventilasi. Produksi CO2 yang meningkat saat menggigil,hipertermia, atau sepsis juga dapat meningkatkan PaCO2 bahkan pada pasien normal yang

    pulih dari anestesi umum. Harus diingat, hipoventilasi i dan asidosis respiratory dapat terjadi

    ketika faktor-faktor ini terjadi pada cadangan ventilas yang tidak memadai dan terganggu

    akibat penyakit paru neuromuskuler, atau neurologis yang mendasari.1

    3.1.2.1 penatalaKsanaanPengobatan umumnya harus diarahkan pada penyebab yang mendasarinya,

    tapi harus diingat hipoventilasi selalu membutuhkan ventilasi terkendali sampai

    faktor penyebab diidentifikasi dan diperbaiki. Obtundation, depresi peredaran

    darah, dan asidosis berat (pH darah arteri

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    23/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xxiii

    sisa (residual paralysis) meskipun telah mendapat dosis penuh inhibitor

    cholinesterase, dibutuhkan ventilasi terkontrol sampai pemulihan spontan terjadi.

    Analgesia opioid (intravena atau intraspinal), anestesi epidural, atau blok saraf

    interkostal sering bermanfaat dalam mengurangi splinting setelah prosedur

    tindakan pada perut bagian atas atau dada.1

    3.1.3 HipoKsemiaHipoksemia ringan adalah umum pada pasien pulih dari anestesi kecuali oksigen tambahan

    diberikan selama emergence. Hipoksemia ringan sampai sedang (PaO2 50-60 mm Hg) pada

    pasien muda yang sehat dapat ditoleransi dengan baik pada awalnya, tetapi dengan

    peningkatan durasi atau keparahan stimulasi simpatis sering terlihat terjadinya asidosis progresif

    dan depresi sirkulasi. Sianosis yang jelas mungkin tidak terlihat jika konsentrasi hemoglobin

    berkurang. Secara klinis, hipoksemia juga dapat diduga dari kegelisahan, takikardia, atau

    iritabilitas jantung (ventrikel atau atrium). Obtundation, bradikardia, hipotensi, dan serangan

    jantung adalah tanda-tanda akhir yang timbul. Penggunaan rutin pulse oxymetri di PACU

    memfasilitasi deteksi dini. Pengukuran gas darah arteri harus dilakukan untuk mengkonfirmasi

    diagnosis dan sebagai panduan terapi.1

    Hipoksemia di PACU biasanya disebabkan oleh hipoventilasi, peningkatan shunting

    intrapulmonal kanan-ke-kiri, atau keduanya. Penurunan curah jantung atau peningkatan

    konsumsi oksigen (seperti saat menggigil) akan menonjolkan hipoksemia. Difusi hipoksia adalah

    penyebab umum dari hipoksemia. Nitrogen oksida yang diabsorbsi selama anestesi harus

    dikesresikan selama pemulihan. Senyawa ini sangat tidak larut dalam darah sehingga berdifusi

    dengan cepat mengikuti gradien konsentrasi ke dalam alveoli, akibatnya akan menurunkan

    tekanan parsial oksigen dan membuat pasien mengalami hipoksemia. Ini dapat diatasi

    apabila pasien pulih diberikan oksigen tambahan melalui sungkup untuk meningkatkan

    konsentrasi oksigen inspirasi.1,3

    Hipoksemia karena hipoventilasi murni juga jarang pada pasien yang menerima oksigen

    tambahan kecuali hypercapnia seiring bertambahnya shunting intrapulmonal. Peningkatan

    shunting intrapulmonal dari penurunan kapasitas residual fungsional (FRC) adalah penyebab

    paling umum dari hipoksemia setelah anestesi umum. Penurunan terbesar terjadi di FRC

    setelah operasi abdomen bagian atas dan toraks. Hilangnya volume paru-paru sering

    dikaitkan dengan microatelectasis, atelektasis sering tidak terlihat jelas pada foto toraks. Posisi

    semiupright membantu menjaga FRC.1

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    24/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xxiv

    Shunting intrapulmonal kanan-ke-kiri (S / T> 15%) biasanya dikaitkan dengan temuan radiografi

    dilihat seperti atelektasis paru, infiltrat parenkim, atau pneumotoraks besar. Penyebab

    termasuk hipoventilasi berkepanjangan intraoperatif dengan volume tidal rendah, intubasi

    endobronchial yang tidak disengaja, kolaps lobar dari obstruksi bronkus oleh sekresi atau

    darah, aspirasi paru, atau edema paru. Edema paru pascaoperasi paling sering ditandai

    sebagai mengi (wheezing) dalam 60 menit pertama setelah operasi, mungkin karena

    kegagalan ventrikel kiri (kardiogenik), sindrom pernapasan akut (ARDS), atau teratasinya

    obstruksi jalan napas yang berkepanjangan secara tiba-tiba. Berbeda dengan mengi yang

    berhubungan dengan edema paru, mengi karena penyakit paru-paru obstruktif primer, yang

    juga sering mengakibatkan peningkatan besar dalam shunting intrapulmonal, tidak terkait

    dengan auskultasi crackles, cairan edema pada jalan napas, atau infiltrat pada foto toraks.

    Kemungkinan pneumotoraks pasca operasi harus selalu dipertimbangkan mengikuti blok

    interkostal, patah tulang rusuk, pembedahan leher, trakeostomi, nephrectomies, atau

    retroperitoneal atau intraabdominal prosedur (termasuk laparoskopi), terutama ketika

    diafragma mungkin ditembus. Pasien dengan blebs subpleural atau bula besar juga dapat

    mengembangkan pneumotoraks selama ventilasi tekanan positif.1

    Setiap kondisi kronik yang menyebabkan penebalan membran alveolus misalnya alveolitis

    fibrosa akan mengganggu pemindahan oksigen ke dalam darah. Pada masa pemulihan, hal

    ini dapat pula terjadi sekunder akibat berkembangnya edema paru setelah beban cairan

    berlebihan atau terganggunya fungsi ventrikel kiri. Ini sebaiknya diatasi pertama-tama dengan

    memberikan oksigen untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen di dalam alveoli kemudiandengan penaganan setiap penyebab yang mendasarinya.3

    3.1.3.1 `PenatalaKsanaanOksigen terapi dengan atau tanpa tekanan udara positif adalah dasar

    pengobatan. Pemberian rutin oksigen 30-60% biasanya cukup untuk mencegah

    hipoksemia bahkan dengan hipoventilasi dan hiperkapnia moderat. Pasien

    dengan penyakit paru atau jantung mungkin memerlukan konsentrasi oksigen

    yang lebih tinggi, terapi oksigen harus dipandu oleh pengukuran SpO2 atau gas

    darah arteri. Konsentrasi oksigen harus dikontrol ketat pada pasien dengan retensi

    CO2 kronik untuk menghindari kegagalan pernafasan akut. 1

    Pasien dengan hipoksemia berat atau persisten harus diberikan oksigen 100%

    melalui masker nonrebreathing atau endotracheal tube sampai penyebabnya

    diidentifikasi dan terapi lain diberikan. Ventilasi mekanis dikendalikan atau dibantu

    mungkin juga diperlukan. Foto toraks (sebaiknya film tegak) sangat berguna

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    25/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xxv

    dalam menilai volume paru-paru dan ukuran jantung dan menunjukkan

    pneumotoraks atau infiltrat paru. 1

    Pengobatan tambahan harus diarahkan pada penyebab yang mendasari.Sebuah pipa toraks harus dimasukkan untuk setiap pneumotoraks yang

    menimbulkan gejala atau yang lebih besar dari 15-20%. Bronkospasme harus

    ditangani dengan bronkodilator aerosol dan mungkin aminofilin intravena. Diuretik

    harus diberikan untuk kelebihan cairan sirkulasi. Fungsi jantung harus dioptimalkan.

    Hipoksemia Persistent meskipun oksigen 50% pada umumnya merupakan indikasi

    untuk ekspirasi tekanan positif akhir (PEEP) atau CPAP. Bronkoskopi sering berguna

    dalamreexpanding atelektasis lobar disebabkan oleh plak bronkial atau aspirasi

    partikel. 1

    3.2 KompliKasi sirKulasiGangguan peredaran darah/sirkulasi yang paling umum di PACU adalah hipotensi, hipertensi,

    dan aritmia. Kemungkinan bahwa kelainan peredaran darah/sirkulasi merupakan kelainan

    sekunder dari gangguan pernapasan harus selalu dipertimbangkan sebelum intervensi

    lainnya.

    3.2.1 HipotensiHipotensi biasanya karena aliran balik vena ke jantung menurun, disfungsi ventrikel kiri, atau,

    kurang umum, vasodilatasi arteri berlebihan. Hipovolemia adalah penyebab paling umum dari

    hipotensi di PACU. Hipovolemia absolut biasanya karena cairan pengganti intraoperatif yang

    tidak memadai, penyerapan cairan oleh jaringan yang berterusan, atau drainase luka, atau

    perdarahan pasca operasi. Venokonstriksi selama hipotermia dapat menutupi hipovolemia

    sampai suhu pasien mulai naik kembali. Hipovolemia relatif adalah hipotensi terkait dengan

    anestesi spinal atau epidural, venodilators, dan blokade adrenergik; peningkatan kapasitas

    vena mengurangi aliran balik vena meskipun volume intravaskular sebelumnya normal dalam.

    Hipotensi yang berhubungan dengan sepsis dan reaksi alergi biasanya merupakan hasil dari

    kedua hipovolemia dan vasodilatasi. Hipotensi setelah tension pneumothorax atau

    tamponade jantung adalah hasil dari pengisian jantung terganggu.1

    Hipovolemia merupakan penyebab tersering hipotensi setelah anestesi dan pembedahan.

    Walaupun kehilangan darah intraoperatif biasanya tampak, namun perdarahan yang terus

    berlangsung mungkin tidak tampak, terutama bila tidak terpasang drainase. Kehilangan

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    26/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xxvi

    cairan dapat juga terjadi akibat kerusakan jaringan yang menimbulkan edema, atau akibat

    penguapan selama pembedahan yang lama pada rongga-rongga tubuh, misalnya

    abdomen atau toraks.3

    Disfungsi ventrikel kiri pada orang yang sebelumnya sehat jarang terjadi kecuali dikaitkan

    dengan gangguan metabolik yang berat (hipoksemia, asidosis, atau sepsis). Hipotensi karena

    disfungsi ventrikel terutama ditemui pada pasien dengan penyakit arteri koroner atau penyakit

    katup jantung, dan biasanya dipicu oleh kelebihan cairan, iskemia miokard, peningkatan akut

    pada afterload, atau disritmia.

    3.2.1.1 PenatalaKsanaanHipotensi ringan selama pemulihan dari anestesi biasanya mencerminkan

    penurunan tonus simpatik biasanya terkait dengan tidur atau efek residual dari

    agen anestesi, biasanya tidak memerlukan pengobatan. Hipotensi signifikan

    biasanya didefinisikan sebagai pengurangan 20-30% dari tekanan darah di

    bawah tingkat dasar pasien dan menunjukkan kekacauan serius yang

    memerlukan pengobatan. Pengobatan tergantung pada kemampuan untuk

    menilai volume intravaskular. Peningkatan tekanan darah setelah bolus cairan

    (250-500 mL kristaloid atau koloid 100-250 mL) pada umumnya menegaskan

    terjadininya hipovolemia.1

    Pada hipotensi parah, vasopressor atau inotropic (dopamin atau epinefrin)

    mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah arteri sampai defisit

    volume intravaskular setidaknya sebagian dikoreksi. Tanda-tanda disfungsi jantung

    harus dicari pada pasien usia lanjut dan pasien dengan penyakit jantung. Pasien

    yang gagal untuk segera merespon terhadap pengobatan wajib dilakukan

    pemantauan hemodinamik invasif, manipulasi preload jantung, kontraktilitas, dan

    afterload. Adanya tension pneumotoraks, yang ditandai oleh hipotensi dengan

    suara napas melemah unilateral, hyperresonance, dan deviasi trakea, merupakanindikasi aspirasi pleura langsung bahkan sebelum konfirmasi radiografi. Demikian

    pula, hipotensi akibat tamponade jantung, trauma dada atau bedah toraks,

    sering memerlukan perikardiosentesis langsung atau reeksplorasi.1

    3.2.2 HipertensiHipertensi pascaoperasi di PACU biasanya terjadi dalam 30 menit pertama setelah masuk.

    Rangsangan dari rasa sakit, intubasi endotrakeal, atau distensi kandung kemih biasanya

    bertanggung jawab untuk kejadian hipertensi ini. Hipertensi pasca operasi juga dapat

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    27/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xxvii

    mencerminkan aktivasi simpatik, yang mungkin menjadi bagian dari respon neuroendokrin

    terhadap operasi atau sekunder untuk hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis metabolik.

    Pasien dengan riwayat hipertensi sistemik cenderung untuk mengembangkan hipertensi di

    PACU bahkan tanpa adanya penyebab yang dapat diidentifikasikan. Cairan yang berlebihan

    atau hipertensi intrakranial juga bisa sesekali hadir sebagai hipertensi pasca operasi.1

    3.2.2.1 PenatalaKsanaanHipertensi ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan, tetapi penyebab

    reversibel harus dicari. Hipertensi dapat memicu perdarahan pasca operasi,

    iskemia miokard, gagal jantung, atau perdarahan intrakranial. Keputusan tentang

    derajat hipertensi apa yang harus ditangani tergantung individual. Secara umum,peningkatan tekanan darah lebih dari 20-30% dari baseline normal pasien atau

    mereka yang berhubungan dengan efek samping (seperti iskemia miokard, gagal

    jantung, atau perdarahan) harus dirawat. Peningkatan tekanan darah ringan

    sampai moderat dapat diobati dengan blocker adrenergik intravena seperti

    labetalol, esmolol, atau propranolol; kalsium channel blocker nicardipine, atau

    nitrogliserin. Nifedipine sublingual dan hydralazine juga efektif tetapi sering

    menyebabkan refleks takikardia dan dikaitkan dengan iskemia dan infark

    miokard. Hipertensi pada pasien dengan cadangan jantung yang terbatas

    memerlukan pemantauan tekanan langsung intraarteri dan harus diberikan infusintravena nitroprusside, nitrogliserin, nicardipine, atau fenoldopam. Titik akhir untuk

    perawatan harus konsisten dengan tekanan darah normal pasien sendiri.1

    3.2.3 AritmiaPeran gangguan pernapasan, terutama hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis, dalam

    menyebabkan aritmia jantung tidak bisa terlalu ditekankan. Efek sisa dari agen anestesi,

    meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik, kelainan metabolik lainnya, penyakit jantung

    atau paru yang sudah ada sebelumnya juga mempengaruhi untuk terjadinya aritmia di

    PACU.1

    Bradikardia sering mewakili efek residual dari inhibitor cholinesterase (neostigmine), sintetis

    opioid ampuh (sufentanil), atau -adrenergik bloker (propranolol). Takikardia mungkin

    merupakan efek dari agen antikolinergik (atropin), obat vagolytic (pancuronium atau

    meperidin), -agonis (albuterol), refleks takikardia (hydralazine), di samping penyebab yang

    lebih umum seperti nyeri, demam, hipovolemia, dan anemia. Selain itu, anestesi-induced

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    28/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    xxviii

    depresi fungsi baroreseptor membuat denyut jantung tidak dapat diandalkan sebagai monitor

    volume intravaskular di PACU. 1

    Denyut prematur atrium dan ventrikel biasanya mewakili hipokalemia, hypomagnesemia,

    peningkatan tonus simpatik, atau, kurang umum, iskemia miokard. Yang terakhir ini dapat

    didiagnosis dengan EKG 12-lead. Tachyarrhythmias supraventricular termasuk takikardia

    supraventrikuler paroksismal, flutter atrium, dan atrial fibrilasi biasanya ditemui pada pasien

    dengan riwayat aritmia, dan lebih sering ditemui setelah operasi toraks.1

  • 7/28/2019 Referat Postanesthesia Care

    29/29

    Postanesthesia care MARET

    2013

    Daftar pustaKa

    1. Manajemen KompliKasi1. Morgan GE, Murray MJ, Mageds JR. Postanesthesial care dalam Clinical Anethesiology 4 th

    edition. Mc Graw Hill Company, New York, 2006, hal : 1001-1017.

    2. Latief SA, Suryadi K, Dachlan M.R. Tatalaksana pasca anestesi, dalam Petunjuk PraktisAnestesiologi edisi kedua cetakan ketiga. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007, hal: 125-128

    3. Gwinnut C.L. Perawatan pascaanestesia dalam Anestesi Klinis edisi ketiga. Alih bahasa olehSusanto D. Penerbit buku kodeokteran EGC, Jakarta 2012, hal: 89-109