referat penggunaan probiotik pada dermatitis atopik

Upload: inciel

Post on 08-Jan-2016

95 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA DERMATO-VENEREOLOGIPENGGUNAAN PROBIOTIK PADA DERMATITIS ATOPIK

Oleh :Buana Maheswara H.S.H1A011014Indah Widya AstutiH1A011035

Pembimbing :dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed., Sp. KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/ SMF DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/ RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB2015ABSTRAKPenggunaan Probiotik pada Dermatitis AtopikBuana Maheswara H.S., Indah Widya Astuti, I Wayan HendrawanBagian/SMF Dermatologi dan VenereologiFakultas Kedokteran Universitas Mataram/ Rumah Sakit Umum Provinsi NTB

Dermatitis atopik (DA), atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis dan residif yang gatal yang ditandai dengan eritema dengan batas tidak tegas, edema, vesikel, dan madidans pada stadium akut dan penebalan kuilit (likenifikasi) pada stadium kronik. Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hospesnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal pada saat masuk dalam saluran pencernaan. Dewasa ini, efek menguntungkan dari probiotik banyak diteliti sebagai pencegahan dan penatalaksanaan dermatitis atopic.Pada tinjauan pustaka ini penulis membandingkan beberapa artikel yang dapat di akses bebas melalui Pubmed (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) dan Google Scholar yang membahas mengenai penggunaan probiotik sebagai pencegahan dan penatalaksanaan probiotik. Berdasarkan artikel yang didapatkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian probiotik dapat menurunkan risiko kejadian dermatitis atopik apabila diberikan sebagai pencegahan dalam interval waktu tertentu namun efek terapeutik probiotik dalam penatalaksanaan dermatitis atopic tidak menunjukkan efek yang signifikan dan memerlukan penelitian yang lebih lanjut.

Kata kunci: dermatitis atopic, probiotik, pencegahan, penatalaksanaan

ABSTRACTUse of Probiotics in Atopic DermatitisBuana Maheswara H.S., Indah Widya Astuti, I Wayan HendrawanDermatology and Venereology DivisionFaculty of Medicine Mataram University/General Hospital of NTB Province

Atopic dermatitis (AD) or atopic eczema is a chronic inflammatory disease of skin and recurrent itchy characterized by erythema with defined, edema, vesicles, and madidans the acute stage and skin thickening (lichenification) in the chronic stage. Probiotics are living organisms that can provide beneficial effects their host health if consumed in sufficient quantities by improving the balance of intestinal microflora in the digestive tract. Today, the beneficial effects of probiotics widely studied for the prevention and treatment of atopic dermatitis.At this literature review, authors compared some of the articles that can be accessed freely through Pubmed (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) and Google Scholar discussing the use of probiotics for the prevention and management of probiotics. Based on the articles obtained, it can be concluded that the administration of probiotics can reduce the risk of the incidence of atopic dermatitis when administered as prophylaxis in certain intervals, but the therapeutic effect of probiotics in the treatment of atopic dermatitis do not show significant effects and require further research.

Keywords: atopic dermatitis, probiotics, prevention, treatment

BAB IPENDAHULUANDermatitis atopik (DA), atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis dan residif yang gatal yang ditandai dengan eritema dengan batas tidak tegas, edema, vesikel, dan madidans pada stadium akut dan penebalan kuilit (likenifikasi) pada stadium kronik. Faktor penyebab DA merupakan kombinasi faktor genetik (turunan) dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit, infeksi, stres, dan lain-lain. Gejala klinis dan perjalanan penyakit DA sangat bervariasi, membentuk sindrom manifestasi diatesis atopik.1-5Pathogenesis DA telah banyak dipelajari dan dikatakan berhubungan dengan sistem imun namun belum ada pengobatan yang pasti untuk DA. Hasil pengobatan DA pada beberapa pasien masih belum memuaskan. Pada beberapa pasien, imunosupresi dengan kortikosteroid sistemik, azathioprine, methothrexate, cyclosporine, atau PUVA dapat menyebabkan disabilitas dan berisiko menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Di samping itu penggunaannya juga tidak menimbulkan efek yang bermakna. Penatalaksanaan DA terutama ditujukan untuk mengurangi kekambuhan sehingga dapat mengatasi penyakit dalam jangka waktu lama dan mengubah perjalanan penyakit, serta ditekankan pada kontrol jangka waktu lama (long term control), bukan hanya untuk mengatasi kekambuhan. Penatalaksanaan DA terutama adalah edukasi, mengurangi gatal (pelembab, obat anti inflamasi), serta menghindari kekambuhan (menghindari faktor pencetus). Setiap pasien memerlukan penatalaksanaan individual sehingga berbagai macam pengobatan dapat dicoba sampai mendapatkan kombinasi pengobatan yang ideal.1,6Microbiota normal intestinal terdiri ats 400 spesies dan memiliki peran penting dalam perkembangan dan pertahanan fungsi imunitas intestinal fungsi pertahanan intestinal, dan absorpsi nutrisi. Beberapa penelitian dewasa ini menunjukkan bahwa kejadian penyakit atopik termasuk dermatitis atopik berkaitan dengan komposisi microbiota intestinal. Pada makalah ini akan dibicarakan tentang berbagai terapi pada DA khususnya pemberian probiotik sebagai pencegahan dan penatalaksanaan DA.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2. 1. Dermatitis Atopik (DA)2. 1. 1. DefinisiDermatitis atopik (DA), atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis dan residif yang gatal yang ditandai dengan eritema dengan batas tidak tegas, edema, vesikel, dan madidans pada stadium akut dan penebalan kuilit (likenifikasi) pada stadium kronik. Dermatitis atopic sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi keluarga atau penderita (DA, rhinitis alergi, dan atau asma bronchial).1,72. 1. 2. EpidemiologiSejak tahun 1960-an, prevalensi Dermatitis atopi (DA) meningkat tiga kali lipat. Dari perkiraan terbaru, mengindikasikan DA adalah masalah kesehatan masyarakat mayor di seluruh dunia, dengan prevalensi pada anak 10-20% di USA, Eropa, Afrika, Jepang, Australia, dan kota industri lainnya. Prevalensi DA pada dewasa berkisar antara 1%-3%. Menariknya, prevalensi DA lebih rendah pada kota agrikultur seperti China, Eropa Timur, Afrika dan Asia. Ratio antara pria dan wanita adalah 1.0 : 1.3. 1Dasar prevalensi peningkatan kejadian DA belum sepenuhnya dimengerti. Variasi yang luas dalam prevalensi DA telah di observasi pada daerah yang dengan sebaran etnik yang merata. Faktor resiko potensial yang berhubungan dalam peningkatan kejadian DA pada kelompok keluarga kecil, meningkatnya edukasi dan pendapatan, migrasi dari daerah lingkungan rural ke urban, peningkatan penggunaan antibiotik, yang semuanya disebut Western-lifestyle.1,42. 1. 3. Etiologi Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi imunologis, interaksi psikosomatik dan disregulasi/ ketidakseimbangan sistem saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, alergen hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan trauma.8,92. 1. 4. PatogenesisPatogenesis DA belum sepenuhnya dipahami tetapi diduga merupakan interaksi faktor genetik, disfungsi imun, disfungi sawar epidermis, dan peranan lingkungan serta agen infeksius.Fungsi sawar epidermis terletak pada stratum korneum sebagai lapisan kulit terluar. Stratum korneum berfungsi mengatur permeabilitas kulit dan mempertahankan kelembaban kulit, melindungi kulit dari mikroorganisme dan radiasi ultraviolet, menghantarkan rangsang mekanik dan sensorik. Lapisan ini terbentuk dari korneosit yang dikelilingi lipid, yang terdiri dari ceramide, kolesterol, dan asam lemak bebas. Ceramide berikatan kovalen dengan selubung korneosit membentuk sawar yang menghalangi hilangnya air dari lapisan kulit. Hidrasi korneosit juga dipengaruhi oleh produksi natural moisturizing factor (NMF) yang berasal dari pemecahan filagrin dalam korneosit menjadi asam amino.2-4,6Pada penderita DA ditemukan mutasi gen filagrin sehingga mengganggu pembentukan protein yang esensial untuk pembentukan sawar kulit. Gangguan fungsi sawar epidermis ini menyebabkan gangguan permeabilitas dan pertahanan terhadap mikroorganisme. Transepidermal water loss (TEWL) menjadi lebih tinggi pada DA dibandingkan pada kulit normal karena kandungan lipid stratum korneum pada DA juga berubah. Jumlah dan kandungan ceramide jenis tertentu berkurang dan susunan lipid di stratum korneum juga berubah. Selain itu, ukuran korneosit pada kulit pasien DA jauh lebih kecil dibandingkan korneosit kulit normal. Semuanya menyebabkan bahanbahan iritan, alergen, dan mikroba mudah masuk ke dalam kulit. Agen infeksius yang paling sering terdapat pada kulit DA adalah Staphylococcus aureus yang membuat koloni pada 90% pasien DA. Selain itu, pada DA terjadi defek respons imun bawaan (innate immunity) yang menyebabkan pasien DA lebih rentan terhadap infeksi virus dan bakteri. Pada fase awal DA respons sel T didominasi oleh T helper 2 (Th2) tetapi selanjutnya terjadi pergeseran dominasi menjadi respons Th1 yang berakibatpada pelepasan kemokin dan sitokin proinflamasi, yaitu interleukin (IL) 4, IL-5, dan tumor necrosis factor yang merangsang produksi IgE dan respons infl amasi sistemik .3,4,62. 1. 5. Diagnosis Diagnosis DA hanya ditegakkan berdasarkan kriteria spesifik dari anamnesis pasien dan manifestasi klinis. Gatal, garukan, lesi eksematosa, kronik dan kambuhan, adalah ciri khas DA. Dermatitis atopik memiliki 3 fase, yaitu fase bayi pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, anak-anak pada usia 2 sampai 12 tahun, dan dewasa. Pada fase bayi, lesi terdapat di pipi, dahi, skalp, pergelangan tangan, dan ekstensor lengan dan tungkai. Pada fase anak-anak, lesi terdapat pada fleksor lengan dan tungkai, pergelangan tangan, dan pergelangan kaki. Sedangkan pada fase dewasa, lesi terdapat pada fleksor lengan dan tungkai (antekubiti dan poplitea), wajah terutama daerah periorbita dan leher. Pada anak yang lebih besar dan dewasa, lesi kulit sering berupa likenifi kasi atau penebalan. Tanpa memandang usia, gatal pada DA umumnya berlangsung sepanjang hari dan lebih berat pada malam hari sehingga mengganggu tidur dan mempengaruhi kualitas hidup. Diagnosis DA ditegakkan jika terdapat paling sedikit 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. 4,6Tabel 1. Kriteria minor dan kriteria mayorKriteria mayorKriteria minor

Pruritus/gatal Dermatitis kronis atau kambuhan Lesi pada wajah dan ekstensor pada bayi dan anak-anak Lesi pada fl eksor dan likenifi kasi pada anak yang lebih besar dan dewasa Riwayat atopik pada diri pasien atau keluarga

Onset dini setelah usia 2 bulan Xerosis Iktiosis, hiperlinearis palmaris, keratosis pilaris Lipatan infraorbital Dennie Morgan Katarak subkapsular anterior Keratokonus Eksim puting susu Kepucatan atau eritema wajah Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki Infeksi kulit

Dermatitis atopik dapat memiliki manifestasi lain, misalnya iktiosis vulgaris berupa hiperlinearis palmaris dan plantaris disertai skuama poligonal seperti sisik ikan terutama pada tungkai bawah, keratosis pilaris berupa papul folikular pada permukaan ekstensor lengan atas, bokong, dan paha bagian anterior, xerosis atau kulit kering yang sering berupa fisura yang menyebabkan iritasi dan infeksi semakin mudah terjadi karena sawar kulit yang sudah terganggu, keratokonus, dan kelainan sekitar mata termasuk hiperpigmentasi periorbital, lipatan infraorbital Dennie-Morgan, katarak subkapsular anterior, dan lain-lain.2,4,6Faktor-faktor yang dapat memicu eksaserbasi gejala DA adalah suhu panas, keringat, kelembapan, bahan-bahan iritan misalnya sabun dan deterjen, infeksi misalnya Staphylococci, virus, Pityrosporum, Candida, dan dermatofita, makanan, bahan-bahan yang terhirup (inhalan), alergen kontak, stres emosional. Meskipun masih kontroversi, alergi makanan terdapat pada sepertiga anak-anak DA. Secara umum, makin muda usia pasien DA dan makin berat penyakitnya, makin besar kemungkinan peran alergi makanan pada eksaserbasi penyakit ini.2,4,62. 1. 1. PenatalaksanaanTerapi DA membutuhkan pendekatan sistematis dan multifaktorial yang merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapi farmakologis, identifikasi dan eliminasi faktor penyebab seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stres emosional yang bersifat individual. Penatalaksanaan ditekankan pada kontrol jangka waktu lama (long term control), bukan hanya untuk mengatasi kekambuhan. Edukasi merupakan dasar dari suksesnya penatalaksanaan DA, yaitu perawatan kulit yang benar dan menghindari penyebab. Agen topikal digunakan untuk terapi penyakit yang terlokalisasi dan ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik digunakan untuk yang lebih luas dan berat.1,10-13Terapi nonfarmakologisBerbagai makanan seperti susu, ikan, telur, kacang-kacangan yang dapat mencetuskan DA harus diidentifikasi secara teliti melalui anamnesis dan beberapa pemeriksaan khusus. Namun, eliminasi makanan esensial pada bayi/anak harus berhati-hati karena dapat menyebabkan malnutrisi sehingga sebaiknya diberi makanan pengganti.10Mandi dengan air hangat teratur dua kali sehari lalu dibilas dengan air biasa dan menggunakan pembersih yang lembut dan tanpa bahan pewangi akan membersihkan kotoran dan keringat, juga skuama yang merupakan medium yang baik untuk bakteri. Keadaan itu akan meningkatkan penetrasi terapi topikal. Hindari sabun atau pembersih kulit yang mengandung antiseptik/antibakteri yang digunakan rutin karena mempermudah resistensi, kecuali bila ada infeksi sekunder. Dalam tiga menit setelah selesai mandi, pasien seharusnya mengaplikasikan pelembab untuk memaksimalkan penetrasinya. Salep hidrofilik dengan ceramiderich barrier repair mixtures akan memelihara kelembaban dan berfungsi sebagai sawar untuk bahan antigen, iritan, patogen, dan mikroba. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pelembab akan mengurangi penggunaan kortikosteroid hingga 50%. Sebuah penelitian pada 100 pasien DA dengan pelembab urea 5% atau losion urea 10% yang diaplikasikan topikal dua kali sehari efektif dan aman untuk memperbaiki gejala DA derajat ringan sedang.10,12,14-17Hindari pakaian yang terlalu tebal, bahan wol atau yang kasar karena dapat mengiritasi kulit. Kuku sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari kerusakan kulit (erosi, eksoriasi) akibat garukan. Gatal dikurangi dengan emolien ataupun kompres basah. Balut basah (wet wrap dressing) dapat diberikan sebagai terapi tambahan untuk mengurangi gatal, terutama untuk lesi yang berat dan kronik atau yang refrakter terhadap pengobatan biasa. Bahan pembalut (kasa balut) dapat diberi larutan kortikosteroid atau mengoleskan krim kortikosteroid pada lesi kemudian dibalut basah dengan air hangat dan ditutup dengan lapisan/baju kering di atasnya. Cara ini sebaiknya dilakukan secara intermiten dan dalam waktu tidak lebih dari 2-3 minggu. Balut basah dapat pula dilakukan dengan mengoleskan emolien saja di bawahnya sehingga memberi rasa mendinginkan dan mengurangi gatal serta berfungsi sebagai pelindung efektif terhadap garukan sehingga mempercepat penyembuhan. Bila tidak disertai pelembab, balut basah dapat menambah kekeringan kulit dan menyebabkan fisura. Penggunaan balut basah yang berlebihan dapat menyebabkan maserasi sehingga memudahkan infeksi sekunder.10,18Terapi topikalKortikosteroid TopikalKortikosteroid topikal merupakan terapi yang paling sering digunakan pada DA di Amerika Serikat untuk DA fase akut. Terapi kortikosteroid untuk DA bersifat efektif, relatif cepat, ditoleransi dengan baik, mudah digunakan, dan harganya tidak semahal terapi alternatif lainnya. Pada sebuah penelitian dengan randomized controlled trials pada 83 kasus DA, 80% dilaporkan remisi total. Penelitian pada 231 anak dengan DA menerima terapi 0,05% fluticasone propionate dengan pelembab dua kali perminggu, menunjukkan bahwa pada pasien kontrol lebih cenderung mengalami relaps. Kortikosteroid dengan potensi rendah cukup bagi anak pada semua lokasi tubuhnya. Hanya sedikit perbedaan hasil terapi pada penggunaan preparat potensi lemah jangka pendek dan panjang pada anak dengan derajat penyakit ringan sedang. Efek samping yang dapat terjadi walaupun jarang adalah terhambatnya pertumbuhan oleh supresi adrenal karena absorbsi sistemik, namun belum ada bukti yang menyatakan bahwa penggunaan kortikosteroid pada anak mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut apakah penggunaan steroid dua kali sehari lebih efektif dibandingkan sekali sehari.12-15,19Inhibitor Kalsineurin TopikalTakrolimus dan pimekrolimus topikal telah terbukti efektif. Sebuah penelitian dengan takrolimus 0,1%, dikatakan mempunyai potensi yang sama dengan kortikosteroid topikal. Kelebihan inhibitor kalsineurin topikal dibandingkan dengan kortikosteroid adalah tidak menyebabkan penipisan kulit, namun pada penggunaan awal akan menimbulkan sensasi terbakar di kulit. Takrolimus tersedia dalam bentuk salap 0,03% dan 0,1% untuk DA derajat sedang hingga berat. Kadar 0,03% dapat digunakan untuk anak usia 2-15 tahun. Krim pimekrolimus 1% diindikasikan untuk DA derajat ringan hingga sedang pada pasien diatas usia 2 tahun. Penggunaan takrolimus dan pimekrolimus dua kali sehari terbukti aman, dengan respon klinis pada anak dan dewasa akan terjadi dalam 1 minggu setelah terapi. Oleh karena itu dapat digunakan di wajah serta daerah lipatan kulit (aksila, leher, inguinal) dan kulit yang tipis (wajah, kelopak mata). Selain efek samping rasa terbakar pada kulit, juga eritem dan pruritus. Belum ada bukti peningkatkan risiko hipertensi dan neurotoksik, namun dibutuhkan penelitian dalam waktu jangka panjang untuk selanjutnya.13,14,20Strategi Terapi Kombinasi kortikosteroid topical dan inhibitor kalsineurinInternational Consensus Conference on Atopikc Dermatitis II (ICCAD II) merekomendasikan kortikosteroid topikal untuk mengatasi eksaserbasi akut/flare, sedangkan inhibitor kalsineurin topikal digunakan secara intermiten untuk terapi pemeliharaan. Penelitian pada ko-aplikasi betametason valerat dengan takrolimus atau pimekrolimus meningkatkan penetrasi keduanya sehingga efektifitasnya meningkat. Kombinasi kortikosteroid dan antibiotik topikal dapat diberikan pada lesi dengan infeksi ringan. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai terapi kombinasi dan untuk menetapkan dosis optimal untuk kombinasi kortikosteroid dan inhibitor kalsineurin atau alteransi.10,12TerPreparat ter batubara mempunyai efek anti-gatal dan anti-inflamasi, walaupun tidak sekuat kortikosteroid topikal. Sampo yang mengandung ter dapat digunakan untuk lesi di skalp. Preparat ter sebaiknya tidak digunakan pada lesi akut karena dapat menyebabkan iritasi. Efek sampingnya antara lain folikulitis, fotosensitivitas, dan potensi karsinogenik.10,12FototerapiUVA, UVB, narrowband UVB, UVA-1, kombinasi UVA dan UVB, atau bersama psoralen (fotokemoterapi) dapat digunakan sebagai terapi tambahan karena dapat menyebabkan remisi panjang, namun berisiko menimbulkan penuaan kulit dini dan keganasan kulit pada pengobatan jangka panjang. Sinar UVB narrowband lebih aman dibanding PUVA, yang dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa dan melanoma maligna. Fototerapi dipertimbangkan pada DA berat dan luas yang tidak responsif terhadap pengobatan topikal. Fotokemoterapi tidak dianjurkan untuk anak usia kurang dari 12 tahun karena dapat mengganggu perkembangan mata.10,11,13,14Terapi SistemikKortikosteroid SistemikKortikosteroid sistemik seperti prednison jarang digunakan sebagai terapi primer pada DA, namun terkadang dapat digunakan pada masa akut sementara transisi ke agen lain. Prednisolon 1 mg/kg berat badan dapat digunakan pada anak, namun sebaiknya tidak lebih dari 1 atau 2 minggu. Penggunaan jangka waktu lama tidak dianjurkan pada anak.13,21Inhibitor Kalsineurin SistemikSiklosporin oral sebagai terapi sistemik DA tersedia dalam bentuk kapsul gelatin 25 atau 100 mg, durasi terapi singkat, namun penggunaan lebih dari setahun tidak dianjurkan. Relaps dan rekurensi sering terjadi setelah penghentian terapi siklosporin. Siklosporin merupakan obat kategori C yang berisiko nefrotoksik, hipertensi, dan hiperlipidemia. Efek samping dapat diminimalisir dengan dosis yang tepat dan durasi singkat. Siklosporin bereaksi dengan obat-obat lain seperti obat untuk jantung dan hipertensi (diltiazem, verapamil, diuretik hemat Kalium), statin, antibiotik dan antijamur (klaritomisin, eritromisin, flukonazol, ketokonazol), antikejang (karbamazepin, fenitoin), antidepresan (selective serotonin reuptake inhibitor, nefazodone), dan obat-obat inhibitor protease HIV (indinavir, saquinavir).10,11,13AntibiotikBila terdapat tanda infeksi sekunder oleh kolonisasi Staphylococcus aureus (madidans, krusta, pustul, pus) yang luas dapat diberikan antibiotik sistemik misalnya sefalosporin atau penisilin yang resisten terhadap penisilinase (dikloksasilin, kloksasilin, flukloksasilin). Bila lesinya tidak luas dapat dipakai antibiotik topikal, misalnya asam fusidat atau mupirosin. Eritromisin atau makrolid lainnya dapat diberikan pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Antijamur topikal atau sistemik dapat diberikan bila ada komplikasi infeksi jamur.10,11Terapi Lain yang Belum Direkomendasikan FDAAgen BiologikAzatioprinAzatioprin efektif sebagai anti-inflamasi pada DA, baik sebagai obat tunggal maupun untuk mengurangi dosis kortikosteroid (steroid sparing). Obat ini dapat dipertimbangkan untuk DA berat dan refrakter. Azatioprin merupakan obat kategori D dan dikontraindikasikan pada kehamilan karena berdampak pada fetus. Efek samping terutama berupa supresi sumsum tulang dan hepatotoksik. Obat ini belum direkomendasikan oleh FDA oleh karena sulitnya menentukan dosis, durasi terapi, maupun efektivitasnya secara objektif.10,11,21Mofetil MikofenolatEfektif pada DA refrakter dengan pemberian oral selama 12 minggu pada DA dewasa memberi perbaikan klinis sebesar. Obat ini termasuk kategori C dan dikontraindikasikan pada kehamilan. Pada dosis 2 g per hari dikatakan efektif, aman, dan dapat ditoleransi.21MetotreksatDigunakan untuk DA rekalsitran. Dosisnya adalah 2,5 mg per hari dan diberikan 4 kali dalam seminggu. Terdapat laporan tentang penekanan sumsum tulang yang berhubungan dengan dosis dan penggunaanya belum direkomendasikan FDA.10,11,21,22Interferon-gBeberapa penelitian menunjukkan IFN- yang diberikan secara subkutan efektif pada DA berat dan rekalsitran, namun hasilnya masih kontroversi dan belum direkomendasikan oleh FDA sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Efek samping dapat berupa gejala mirip flu dan nyeri kepala.10,11,23SiklosporinSiklosporin merupakan agen makrolid dengan aktivitas imunosupresif. Penggunaanya sebagai terapi pada DA pada dewasa telah direkomendasikan oleh FDA, namun pada anak belum direkomendasikan oleh FDA, namun pada beberapa penelitian dikatakan efektif untuk terapi DA rekalsitran pada anak dan dewasa, namun dikatakan dapat terjadi relaps setelah terapi. Dosis dimulai pada 2,5 mg/Kg berat badan, dinaikkan 1 mg/Kg berat badan setiap 2 minggu hingga maksimal 5 mg/Kg berat badan per hari dan diberikan selama 10 hari. Efek sampingnya yang sejalan dengan dosis yang diberikan antara lain nefrotoksik, tremor, dan hipertensi. Pada anak, dilaporkan efek samping nyeri kepala dan nyeri abdomen. Walaupun belum ada laporan potensi teratogenik, namun siklosporin termasuk kategori C dan dikontraindikasikan pada kehamilan.21Antagonis leukotrienPemberian antagonis leukrotrien (zafirlukast, montelukast) selama 4 minggu sebagai ajuvan dapat memperbaiki gejala klinis DA. Penelitian jangka waktu lama masih diperlukan untuk memastikan efektivitas, keamanan, dan dosis optimum obat ini.102. 2. ProbiotikLilly dan Stillwell memperkenalkan istilah "probiotik" pada tahun 1965 untuk nama bahan yang dihasilkan oleh mikroba yang mendorong pertumbuhan mikroba lain. Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal pada saat masuk dalam saluran pencernaan.24-29Probiotik telah banyak dimanfaatkan untuk penanggulangan penyakit gastroenteritis seperti diare, menstimulasi sistem kekebalan (immune) tubuh, menurunkan kadar kolesterol, pencegahan kanker kolon dan usus, penanggulangan dermatitis atopik pada anak-anak (Betsi et al., 2008; Torii et al., 2010), menanggulangi penyakit irritable bowel syndrome (Malinen et al., 2010; Lyra et al., 2010), penatalaksanaan alergi (Vanderhoof, 2008), pencegahan dan penanganan penyakit infeksi (Wolvers et al., 2010). 30-48Probiotik dapat memproduksi bakteriosin untuk melawan pathogen yang bersifat selektif hanya terhadap beberapa strain patogen. Probiotik juga memproduksi asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, laktoperoksidase, lipopolisakarida, dan beberapa antimikrobial lainnya. Probiotik juga menghasilkan sejumlah nutrisi penting dalam sistem imun dan metabolisme host, seperti vitamin B (Asam Pantotenat), pyridoksin, niasin, asam folat, kobalamin, dan biotin serta antioksidan penting seperti vitamin K.49Manfaat probiotik bagi kesehatan tubuh dapat melalui 3 (tiga) mekanisme fungsi: (1) fungsi protektif, yaitu kemampuannya untuk menghambat patogen dalam saluran pencernaan. Terbentuknya kolonisasi probiotik dalam saluran pencernaan, mengakibatkan kompetisi nutrisi dan lokasi adhesi (penempelan) antara probiotik dan bakteri lain, khususnya patogen. Pertumbuhan probiotik juga akan menghasilkan berbagai komponen anti bakteri (asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin yang mampu menekan pertumbuhan patogen) ; (2) fungsi sistem imun tubuh, yaitu dengan peningkatan sistem imun tubuh melalui kemampuan probiotik untuk menginduksi pembentukan IgA, aktivasi makrofag, modulasi profil sitokin, serta menginduksi hyporesponsiveness terhadap antigen yang berasal dari pangan.; (3) fungsi metabolit probiotik yaitu metabolit yang dihasilkan oleh probiotik, termasuk kemampuan probiotik mendegradasi laktosa di dalam produk susu terfermentasi sehingga dapat dimanfaatkan oleh penderita lactose intolerance.33,50-53Konsumsi probiotik biasanya diaplikasikan pada pembuatan produk pangan olahan seperti; yogurt, keju, minuman penyegar, es krim, yakult, permen dan yogurt beku. Jumlah minimal strain probiotik yang ada dalam produk makanan adalah sebesar 106 CFU/g atau jumlah strain probiotik yang harus dikonsumsi setiap hari sekitar 108 CFU/g, dengan tujuan untuk mengimbangi kemungkinan penurunan jumlah bakteri probiotik pada saat berada dalam jalur pencernaan.50Beberapa jenis bakteri probiotik yang sering digunakan dalam industri makanan seperti Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus johnsonii, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus thermophilus, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium brevis, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium animalis, Enterococcus faecalis, Enterococcus faecium, Sporolactobacillus inulinus, Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus, dan Streptococcus thermophilus.51,52,54 Aspek keamanan dan fungsional menjadi pertimbangan utama dalam proses seleksi mikroba probiotik. Aspek keamanan seperti : menyehatkan saluran pencernaan), bersifat non patogen, dan tahan terhadap antibiotik. Aspek fungsional seperti kemampuan hidup dan tahan dalam saluran pencernaan,dapat diaplikasikan pada dunia industri, dan tidak menimbulkan aroma yang menyimpang pada makanan.55,562. 3. Pemberian probiotik pada dermatitis atopikDewasa ini banyak penelitian yang mengemukakan bahwa probiotik memiliki efek yang menguntungkan sebagai pencegahan dan penatalaksanaan penyakit atopic seperti dermatitis atopik namun mekanisme kerja probiotik dalam perannya terhadap dermatitis atopik belum diketahui secara pasti. Mikrobiota komensal intestinal memiliki peran penting dalam homeostasis imunitas intestinal. Disregulasi dari interaksi simbiosis antara mikrobiota dan mukosa usus dapat mengakibatkan kondisi patologis. Hal ini dibuktikan oleh penelitian pada hewan coba mencit yang tidak memiliki mikrobiota intestinal menunjukkan system imunitas yang tidak berkembang.Pada tinjauan pustaka ini penulis membandingkan beberapa artikel yang dapat di akses bebas melalui Pubmed (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) dan Google Scholar yang membahas mengenai penggunaan probiotik sebagai pencegahan dan penatalaksanaan dermatitis atopik. Artikel yang digunakan dalam tinjauan pustaka ini merupakan artikel penelitian yang sudah dinilai secara kritis menggunakan checklist yang didapatkan dari Critical Appraisal Skills Programme (CASP). Artikel yang dibahas adalah artikel yang memenuhi kriteria yang terdapat dalam checklist. Artikel yang digunakan juga diurutkan berdasarkan skor yang didapatkan dari checklist dan berdasarkan level of evidence. Oleh karena itu, didapatkan t enam artikel yang memenuhi kriteria yang masing-masing memiliki metode; systemic review, kajian atas sejumlah hasil penelitian dalam masalah yang sejenis; dan randomized controlled trial.Tabel 2. Artikel penelitian pemberian probiotik sebagai pencegahan dan penatalaksanaan dermatitis atopik57-62PenulisJudulTahunMetodeHasil

Ingrid Pilar, dkk.Effects of the use of probiotics in the treatment of children with atopic dermatiti2013Systematic review75% dari penelitian yang review menunjukkan efek biologis yang menguntungkan dari probiotik terhadap dermatitis atopic meliputi perlindungan terhadap infeksi, peningkatan respon imun, penurunan tingkat inflamasi, dan perubahan flora intestinal.

Rong Jun Lin, dkkProtective effect of probiotics in the treatment of infantile eczema

2015Randomized Controlled TrialTerdapat peningkatan kadar sel setiap strain probiotik pada feses kelompok perlakuan dibandingkan dengan jelompok control dan SCORAD index pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kelompok control.

Melanie rae simpson, dkk.Perinatal probiotic supplementation in the prevention of allergy relaed diasease: 6 year follow up of a randomized controlled trial2015Randomizer Controlled Trial Insidensi dermatitis atopic pada anak dari Ibu yang diberikan suplementasi probiotik lebih rendah dibandingkan anak dari Ibu kelompok placebo.Tidak terdapat efek samping dari pengamatan.

Tadao enamoto dkk.Effects of bifidobacterial supplementation to pregnant women and infants in the prevention of allergy development in infants and on fecal microbiota2014Open trial study in a single centerRisiko perkembangan dermatitis atopic dalam 18 bulan pertama kehidupan pada kelompok perlakuanmenurun secara signifikan dibandingkan kelompok control dan tidak ditemukan efek samping yang berkaitan dengan pemberian probiotik.

Hyeon-jong, dkk.Efficacy of probiotic therapy on atopic dermatitis in children: a randomized, double blind, placebo controlled trial.2014Randomizd, double blind, placebo, parallel controlled trialTerdapat peningkatan kadar sel setipa strain probiotik pada feses kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok control namun tidak terdapat efek terapeutik maupun imunomodulator terhadap gejala dermatitis atopic pada intervensi selama enam bulan

Marschan, dkk.Probiotics in infancy induce protective immune profiles that are characteristic for chronic low grade inflammation2008Randomized double blind studyInsidensi dermatitis atopic pada anak dari Ibu yang diberikan suplementasi probiotik leih rendah dibandingkan anak dari Ibu kelompok placebo.

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian probiotik memiliki bukti yang kuat dalam menurunkan risiko kejadian dermatitis atopik apabila diberikan sebagai pencegahan dalam interval waktu tertentu. Efek terapeutik probiotik dalam penatalaksanaan dermatitis atopic tidak menunjukkan efek yang signifikan dan memerlukan penelitian yang lebih lanjut.Peran probiotik dalam mencegah kejadian dermatitis atopik kemungkinan disebabkan oleh fungsi imunomodulator dari probiotik yang dapat meningkatkan fungsi pertahanan intestinal dan menurunkan respon inflamasi dengan mengurangi produksi sitokin inflamasi. Probiotik menyebabkan modulasi respon tubuh terhadap antigen melalui regulasi sel T dengan menurunkan ekspresi sitokin TH2 (IL-4, IL-13), meningkatkan ekspresi sitokin TH1 (IL-12, IFN-), dan meningkatkan produksi regulator sel T (IL-10 dan TGF-). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Marschan dkk. (2008) dengan menilai sitokin sebelum dan setelah pemberian suplementasi probiotik yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan sitokin setelah pemberian probiotik.58,62Probiotik memiliki kemampuan sebagai aktivator yang kuat untuk sistem imun bawaan karena mempunyai molekul yang spesifik pada dinding selnya. Molekul-molekul spesifik tersebut dikenal sebagaipathogen-associated molecular patterns (PAMPs). Molekul-molekul spesifik (PAMPs) dikenali oleh reseptor-reseptor spesifik(specific pattern recognition receptors, PRRs).Salah satuPAMPsyang ada pada probiotik adalahlipoteichoic acid(LTA). LTA merupakan molekul yang secara biologis aktif, merupakan karakteristik dari bakteri gram positif dan mempunyai dampak biologis (misalnya dalam induksi produksi sitokin) yang sama dengan LPS.TLRsadalahPRRs (pattern recognition receptors) mamalia yang berfungsi sebagaisinyal transducer yang berhubungan dengan CD-14 untuk membantu sel host mengenali patogen serta melakukan inisiasi kaskade sinyal.TLRsjuga membantu menjembatani sistem imunitas innate ke sistem adaptif dengan menginduksi berbagai molekul efektor dan ko-stimulator. Semua TLRs mempunyai struktur yang sama dan mempunyai karakter menyalurkan sinyal melalui NF-kB, AP-1, dan MAP kinases.Efektor hilir dari beberapa TLR, misalnya TLR2 dan TLR4, adalah adapter protein MyD88 yang berinteraksi dengan reseptor transmembran melalui domain C-terminal TIR. MyD88 merekrutSer/Thr kinase IRAK (IL-1R associated kinase)untuk membentuk kompleks reseptor. IRAK berhubungan dengan molekul adapterTNF receptor associated factor (TRAF6).TRAF6 selanjutnya mengaktivasi MAP3K family member NIK(NF-kB-inducing kinase)yang akan mengaktivasiNF-kB inhibitor kinases (IKKs).DegradasiNF-kB inhibitor I-kBmelepaskan NF-kB yang segera translokasi ke nukleus untuk menginduksi ekspresi gen yang sesuai.57Pada tingkat molekul, sistem imun bawaan dipusatkan pada aktivasi dari NF-kB yang mempunyai kemampuan menginduksi transkripsi beberapa sitokin proinflamasi dalam merespon stimulasi oleh mikroba. TLR mampu menginduksi respons imun baik ke arah TH1 maupun Treg. TLR-2 dan TLR-4 diketahui mempunyai peran penting dalam polarisasi respons imun oleh paparan mikroba.57Pencegahanprimer adalah pencegahan yang dimulai sejak masa fetus. Pencegahan primer sangat terkait dengan perkembangan sistem imun in-utero. Pada kehamilan terjadi proses penolakan dari aktivitas Th1 sistem imun ibu dengan yang dilawan oleh plasenta dengan memproduksi sitokin Th2. Konsekuensi dari aktivitas proteksi ini adalah sistem imun fetus menjadi lebih dominan ke Th2. Sitokin-sitokin Th2 berada di plasenta bersama dengan IgE maternal dan alergen yang telah mencapai cairan amnion melalui sirkulasi maternal. Cairan amnion yang mengandung alergen kemudian tertelan oleh fetus (fetal swallowing) dan terjadilahprimingsistem imun saluran cerna fetus yang menghasilkan sensitisasi alergi untuk pertama kalinya. Suplementasi probiotik selama kehamilan dikaitkan dengan penurunan kadar TGF- dan peningkatan IL-10 pada kolostrum. TGF- pada ASI diduga memiliki peran dalam perkembangan dan peratahanan respon imun yang sesuai pada bayi. Bayi yang mendapatkan ASI dengan kadar TGF- yang rendah memiliki kemungkinan sensitisasi yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Enomoto et al (2014) dan Rae et al (2015) pada wanita hamil yang menunjukkan bahwa suplementasi probiotik saat kehamilan dan menyusui dapat menurunkan insidensi dermatitis atopic dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan suplementasi.60-62

DAFTAR PUSTAKA1. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis (Atopic eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 146-58. 2. Jamal ST. Atopic dermatitis: an update review of clinical manifestations and management strategies in general practice. Bulletin of the Kuwait Institute for medical specialization. 2007;6;55-62.3. Williams HC, Chalmers JR, Simpson EL. Prevention of atopic dermatitis. F1000 Medicine Reports. 2012;4:24:1-5.4. Watson W, Kapur S. Atopic dermatitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology. 2011;7: Suppl 1:S4.5. Correa MCM, Nebus J. Management of patients with atopic dermatitis: the role of emollient therapy. Dermatology Research and Practice. 2012;1-15.6. Schneider L, Tilles S, Lio P, et al. Atopic dermatitis: a practice parameter update 2012. J Allergy Clin Immunol. 2013;131(2):295-9.7. Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005. Dermatitis. dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. (Ed).IV.Jakarta; Balai Penerbit FK UI;2005.129-47.8. Fauzi N., Sawitri, Pohan S.S., Korelasi antara Jumlah Koloni Staphylococcus Aureus & IgE spesifik terhadap Enterotoksin Staphylococcus Aureus pada Dermatitis Atopik. Departemen / SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR / RSU Dr. Soetomo. Surabaya. 2009. 9. Judarwanto W., DermatitisAtopik. Children Allergy Clinic Information; 2009.10. Sugito TL. Penatalaksanaan terbaru dermatitis atopik. In: Boediardja SA, Sugito TL, Indriatmi W, Devita M, Prihianti S, editor. Dermatitis atopik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.39-55.11. Sugito TL. Penatalaksanaan terbaru dermatitis atopik. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, editor. Dermatitis pada Perkembangan Terkini pada Terapi Dermatitis Atopik bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p.79-95.12. Spergel JM. Immunology and treatment of atopic dermatitis. Am Acad Dermatology. 2008;9(4):233-44.13. Gottlieb AB, Brunswick N. Therapeutic options in the treatment of psoriasis and atopic dermatitis. Am Acad Dermatol. 2005;53: S3-16.14. Williams HC. Atopic dermatitis. N Engl J Med. 2005;352(22): 2314-34.8.15. Bissonnette R, Maari C, Provost N, Bolduc C, Nigen S, Rougier A, et al. A double-blind study of tolerance and efficacy of a new urea containing moisturizer in patients with atopic dermatitis. J Cosm Dermatol. 2010;9:16-21.16. Kim HJ. Therapeutic implication of barrier cream. Prosiding Simposium Multi Lamellar Emulsion (MLE) Moisturizer, The New Platform Technology for Skin Barrier Function; 2011.17. Park BD, Youm JK, Jeong SK, Choi Eh, Ahn SK, Lee SH. The characterization of molecular organization of multilamellar emulsions containing pseudoceramide and type III synthetic ceramide. J Invest Dermatol. 2003;12(4):794-801.18. Jones SL, Mugglestone MA. Management of atopic eczema in children aged up to 12 years: summary of NICE guidance. BMJ. 2007;335:1263-4.19. Papp KA, Werfel T, Folster-Holst R, Ortonne JP, Potter PC, Prost Y, et al. Long-term control of atopic dermatitis with pimecrolimus cream 1% in infants and young children: A two year study. Am Acad Dermatol. 2005;52:240-6.20. Nakagawa H. Comparison of the efficacy and safety of 0.1% tacrolimus ointment with topical corticosteroid in adult patients with atopic dermatitis. Clin Drug Invest. 2006;26(5):236-44.21. Akhavan A, Rudikoff D. The treatment of atopic dermatitis with systemic immunosuppressive agents. Clin Dermatol. 2003;21: 225-40.22. Gelbard CM, Hebert AA. New and emerging trends in the treatment of atopic dermatitis. Dove Med Press Lim. 2008;2:387-92.23. Orion E, Matz H, Wolf R. Interferons: unapproved uses, dosages, or indications. Clin Dermatol. 2002;20:493-504.24. FAO/WHO. 2001. Joint FAO/WHO Expert Consultation on Evaluation of Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Amerian Crdoba Park Hotel, Crdoba, Argentina.25. FAO/WHO. 2002. Joint FAO/WHO Working Group Report on Drafting Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food. London.26. ISAPP. 2009. Clarification of the Definition of a Probiotic. Available at; www.isapp.net. 27. Shitandi, A., M. Alfred, and M. Symon. 2007. Probiotic characteristic of lactococcus strain from local fermented Amaranthus hybrydus and Solanum nigrum. African Crop Science Confrence Proceedings 8:1809-1812.28. Dommels, Y.E.M., R.A. Kemperman, Y.E.M.P. Zebregs, and R.B. Draaisma. 2009. Survival of Lactobacillus reuteri DSM 17938 and Lactobacilus rhamnosus GG in the Human gastrointestinal Tract with Daily Consumption of a Low-Fat Probiotic Spread. Appl. Environ. Microbiol. 75 (19) : 6198-204.29. Weichselbaum, E. 2009. Probiotics and health: a review of the evidence. Nutrition Bulletin. 34:34037330. Salazar-Lindo, E., D. Figueroa-Quintanilla, M. I. Caciano, V. Reto-Valiente, G. Chauviere, and P. Colin. 2007. Effectiveness and Safety of Lactobacillus LB in the Treatment of Mild Acute Diarrhea in Children. J. Ped. Gastroenterol. Nutr. 44:571-576.31. Pant. N., H. Marcotte, H. Brssow, L. Svensson and L. Hammarstrm. 2007. Effective Prophylaxis Against Rotavirus Diarrhea Using a Combination of Lactobacillus rhamnosus GG and Antibodies. BMC Microbiol. 7 (86): 2180 2187.32. Tabbers, M.M. and M.A. Benninga. 2007. Administration of Probiotic Lactobacilli to Children With Gastrointestinal Problems : There is Still Little Evidence. Ned. Tijdschr. Geneeskd. 151 (40) : 2198 220233. Collado, M. C., E. Isolauri, S. Salmien, and Y. Sanz. 2009. The impact of probiotic on gut health. Curr Drug Metab. 10(1):68-78.34. Isolauri, E, Y. Stas, P. Kankaanp, H. Arvilommi and S. Salminen. 2001. Probiotics: effects on immunity. Am. J. Clin. Nutr. 73 (2) : 444 450.35. Isolauri, E. and S. Salminen. 2008. Probiotics: Use in Allergic Disorders: a Nutrition, Allergy, Mucosal Immunology, and Intestinal Microbiota (NAMI) Research Group Report. J. Clin. Gastroenterol. 42 (2) : 91 96.36. Pereira, D. I. A., A. L. McCartney, and G.R. Gibson. 2003. An In Vitro Study of the probiotic Potential of a Bile-Salt-Hydrolyzing Lactobacillus fermentum Strain, and Determination of Its Cholesterol-Lowering Properties. Appl. Environ. Microbiol. 69 (8):4743-4752.37. Yulinery, T., E. Yulianto dan N. Nurhidayat. 2006. Uji Fisiologis Probiotik Lactobacillus sp Mar 8 yang telah Dienkapsulasi Dengan Menggunakan Spray Dryer Untuk Menurunkan Kolesterol. Biodiversitas 7 (2) : 118 122.38. Lee, J., Y. Kim, H. S. Yun, J. G. Kim, S. Oh, and S. H. Kim. 2010. Genetic and Proteomic Analysis of Factors Affecting Serum Cholesterol Reduction by Lactobacillus acidophilus A4. Appl. Environ. Microbiol. 76(14):4829-4835.39. Belviso, S., M. Giordano, P. Dolci and G. Zeppa. 2009. In vitro cholesterollowering activity of Lactobacillus plantarum and Lactobacillus paracasei strains isolated from the Italian Castelmagno PDO cheese. Dairy Sci. Technol. 89 : 169-17640. Brady, L.J., D.D. Gallaher and F.F. Busta. 2000. The Role of Probiotic Cultures in the Prevention of Colon Cancer. J. Nutr. 130 : 410-414.41. Liong, M. T. and N. P. Shah. 2005. Bile salt deconjugation and BSH activity of five bifidobacterial strains and their cholesterol co-precipitating properties. Food Res. Int. 38: 135-142.42. Pato,U. 2003. Potensi Bakteri Asam Laktat yang diisolasi dari Dadih untuk Menurunkan Resiko Penyakit Kanker. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 162-166.43. Torii, S., A. Torii, K. Itoh, A. Urisu, A.Terada, T. Fujisawa, K. Yamada, H. Suzuki, Y. Ishida, F. Nakamura, dkk., 2010. Effects of Oral Administration of Lactobacillus acidophilus L-92 on the Symptoms and Serum Markers of Atopic Dermatitis in Children. Int. Arch. Allergy Immunol. 154(3):236-245.44. Vanderhoof, J.A. 2008. Probiotics in Allergy Management. J. Ped. Gastroenterol.Nutr. 47:38-4045. Wolvers, D., J. M. Antonie, E. Myllyluoma, J. Schrezenmeir, H. Szajewska, and G. T. Rijkers. 2010. Guidance for Substantiating the Evidence for Beneficial Effects of Probiotics: Prevention and Management of Infections by Probiotics. J. Nutr. 140(3):698-71246. Malinen, E., L. K. Krogius, A. Lyra, J. Nikkil, A. Jskelinen, T. Rinttil, T. S. Vilpponen, A.J. von Wright, and A. Palva. 2010. Association of symptoms with gastrointestinal microbiota in irritable bowel syndrome. World J. Gastroenterol. 16(36):4532-454047. Lyra, A., L. K. Krogius, J. Nikkil, E. Malinen, K. Kajander,K. Kurikka, R. Korpela, and A. Palva. 2010. Effect of a multispecies probiotic supplement on quantity of irritable bowel syndrome-related intestinal microbial phylotypes. BMC Gastroenterol. 10:1-1048. Betsi G. I., E. Papadavid and M.E. Falagas. 2008. Probiotics for the Treatment or Prevention of Atopic Dermatitis: A Review of the Evidence From Randomized Controlled Trials. Am. J. Clin. Dermatol. 9(2) : 93 - 103.49. Adams, C. 2009. Probiotics - Protection Against Infection: Using Nature's Tiny Warriors To Stem Infection. 50. Rahayu, E. S. 2008. Probiotic for Digestive Health. Food Review-Referensi industri dan teknologi pangan Indonesia.51. Senok, A. C. 2009. Probiotics in the Arabian Gulf Region. Food & Nutrition Researc. 52. Granato, D., G. F. Branco, A. G. Cruz, J. D. A. F. Faria, and N. P. Shah. 2010.Probiotic Dairy Products as Functional Foods. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 9: 455470.53. Shah, N. P. 2007. Functional cultures and health benefits. Int. Dairy J. 17:1262- 1277, Elsevier Inc, USA54. Holzapfel, W. H., P. Haberer, R. Geisen, J. Bjrkroth, and U. Schillinger. 2001. Taxonomy and important features of probiotic microorganisms in food and nutrition. Am. J. Clin. Nutr. 73(2): 365-37355. Saarela, M., G. Mogensen, R. Fondn , J. Mtt, and T.Mattila-Sandholm. 2000. Probiotic bacteria: safety, functional and technological properties. J. Biotechnol. 84(3):197-215.56. Prado, F. C., J. L. Parada, A. Pandey, and C. R. Soccol. 2008. Trends in non-dairy probiotic beverages. Food Res. Int. 41: 111-12357. Ingrid Pilar, dkk. Effects of the use of probiotics in the treatment of children with atopic dermatitis. Nutr Hosp;28(1):16-26.201358. Rong Jun Lin, dkk. Protective effect of probiotics in the treatment of infantile eczema. Experimental and therapeutic medicine 9;1593-1596. 201559. Melanie rae simpson, dkk. Perinatal probiotic supplementation in the prevention of allergy relaed diasease: 6 year follow up of a randomized controlled trial. BMC Dermatology 15:13. 201560. Tadao enamoto dkk. Effects of bifidobacterial supplementation to pregnant women and infants in the prevention of allergy development in infants and on fecal microbiota. Allergology International;63:575-585. 201461. Hyeon-jong, dkk. Efficacy of probiotic therapy on atopic dermatitis in children: a randomized, double blind, placebo controlled trial. Allergy Asthma Immunol Res 6(3):208-215. 201462. Marschan, dkk. Probiotics in infancy induce protective immune profiles that are characteristic for chronic low grade inflammation. Clinical and Experimental Allergu 38:611-618. 2008

24