referat neurosis
DESCRIPTION
neurosisTRANSCRIPT
Gangguan Neurosis
BAB II
GANGGUAN PSIKOSIS
Secara garis besar, fenomena perilaku manusia bermanifestasi dalam tiga
aspek besar, yaitu perilaku, pikiran, dan perasaan. Perilaku, pikiran, atau perasaan
manusia baru dapat dikategorikan sebagai gangguan jiwa apabila memenuhi
kriteria gangguan jiwa.
Adapun kriteria gangguan jiwa yaitu suatu kelompok gejala atau perilaku
yang secara klinis ditemukan bermakna dan yang disertai dengan penderitaan
(distress) pada kebanyakan kasus, dan yang berkaitan dengan terganggunya fungsi
(disfungsi atau hendaya) seseorang. Dengan demikian jelas bahwa apabila hanya
terjadi penyimpangan atau konflik sosial saja tanpa disfungsi seseorang, hal itu
tidak dimasukkan ke dalam gangguan jiwa.
Pada dasarnya gangguan jiwa bukanlah hal yang berdiri sendiri, karena
kita mengetahui bahwa manifestasi gangguan jiwa, berupa : perilaku, pikiran, dan
perasaan, yang erat sekali kaitannya dengan tubuh dan kondisi tubuh atau jasmani
seseorang serta lingkungan sosialnya.
Psikosis menekankan hilangnya tes realitas dan gangguan pada fungsi
mental yang dimanifestasikan oleh waham, halusinasi, bingung, dan gangguan
ingatan. Menurut American Psychiatric Assosiation, istilah “psikotik” secara
kasar berarti gangguan dalam tes realitas. Istilah ini dapat digunakan untuk
menggambarkan perilaku seseorang pada waktu tertentu atau suatu gangguan
mental dimana selama perjalanan penyakitnya semua orang dengan gangguan
tersebut mengalami gangguan tes realitas yang jelas. Istilah “psikotik” tidak
berlaku untuk distorsi ringan yang melibatkan masalah pertimbangan relatif,
misalnya orang terdepresi yang menilai rendah pencapaiannya adalah tidak
dianggap psikotik, sedangkan orang yang percaya bahwa mereka telah
menyebabkan bencana alam dianggap psikotik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
4
Gangguan Neurosis
Menurut Singgih D. Gunarsa (1998 : 140), psikosis ialah gangguan jiwa
yang meliputi keseluruhan kepribadian, sehingga penderita tidak bisa
menyesuaikan diri dalam norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum.
W.F. Maramis (2005 : 180), menyatakan bahwa psikosis adalah suatu
gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Kelainan
seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan pada perasaan,
pikiran, kemauan, motorik, dan seterusnya sedemikian berat sehingga perilaku
penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak
dapat dimengerti oleh orang normal, sehingga orang awam menyebut penderita
sebagai orang gila.
Berbicara mengenai psikosis, Zakiah Daradjat (1993 : 56), menyatakan
sebagai berikut:
Seorang yang diserang penyakit jiwa (psychosis), kepribadiannya terganggu, dan
selanjutnya menyebabkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar, dan
tidak sanggup memahami problemnya. Seringkali orang sakit jiwa tidak merasa
bahwa dirinya sakit, sebaliknya ia menganggap dirinya normal saja, bahkan lebih
baik, lebih unggul, dan lebih penting dari orang lain.
Definisi berikutnya tentang psikosis (Medline Plus) rumusannya sebagai
berikut: “Psychosis is a loss of contact with reality, usually including false ideas
about what is taking place or who one is (delusions) and seeing or hearing things
that aren't there (hallucinations)”. Psikosis, menurut Medline Plus adalah
kelainan jiwa yang ditandai dengan hilangnya kontak dengan realitas, biasanya
mencakup ide-ide yang salah tentang apa yang sebenarnya terjadi, delusi, atau
melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada (halusinasi).
Dari empat pendapat tersebut dapat diperoleh gambaran tentang psikosis
yang intinya sebagai berikut.
1. Psikosis merupakan gangguan jiwa yang berat, atau tepatnya penyakit jiwa,
yang terjadi pada semua aspek kepribadian.
2. Bahwa penderita psikosis tidak dapat lagi berhubungan dengan realitas,
penderita hidup dalam dunianya sendiri.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
5
Gangguan Neurosis
3. Psikosis tidak dirasakan keberadaannya oleh penderita. Penderita tidak
menyadari bahwa dirinya sakit.
4. Usaha menyembuhkan psikosis tak bisa dilakukan sendiri oleh penderita tetapi
hanya bisa dilakukan oleh pihak lain.
5. Dalam bahasa sehari-hari, psikosis disebut dengan istilah gila.
Secara umum, psikosis dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan faktor
penyebabnya, yaitu psikosis organik, yang disebabkan oleh faktor organik dan
psikosis fungsional, yang terjadi karena faktor kejiwaan. Kedua jenis psikosis dan
yang termasuk di dalamnya diuraikan berikut ini:
1. Psikosis organik
Psikosis organik atau gangguan mental organik adalah penyakit jiwa
yang disebabkan oleh faktor-faktor fisik atau organik, yaitu pada fungsi
jaringan otak, sehingga penderita mengalamai inkompeten secara sosial, tidak
mampu bertanggung jawab, dan gagal dalam menyesuaikan diri terhadap
realitas. Psikosis organik dibedakan menjadi beberapa jenis dengan sebutan
atau nama mengacu pada faktor penyebab terjadinya. Jenis psikosis yang
tergolong psikosis organik adalah sebagai berikut:
a. Alcoholic psychosis, terjadi karena fungsi jaringan otak terganggu atau
rusak akibat terlalu banyak minum minuman keras.
b. Drug psychose atau psikosis akibat obat-obat terlarang (mariyuana,
LSD, kokain, sabu-sabu, dst.)
c. Traumatic psychosis, yaitu psikosis yang terjadi akibat luka atau
trauma pada kepala karena kena pukul, tertembak, kecelakaan, dst.
d. Dementia paralytica, yaitu psikosis yang terjadi akibat infeksi
syphilis yang kemudian menyebabkan kerusakan sel-sel otak.
2. Psikosis fungsional
Psikosis fungsional merupakan penyakit jiwa secara fungsional yang
bersifat non-organik, yang ditandai dengan disintegrasi kepribadian dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
6
Gangguan Neurosis
ketidakmampuan dalam melakukan penyesuaian sosial. Psikosis jenis ini
dibedakan menjadi: skizofrenia, psikosis mania-depresif (bipolar), dan
psikosis paranoid (Kartini Kartono, 1993 : 106).
a. Skizofrenia
Arti sebenarnya dari Skizofrenia adalah kepribadian yang terbelah
(split of personality). Sebutan ini diberikan berdasarkan gejala yang paling
menonjol dari penyakit ini, yaitu adanya jiwa yang terpecah belah. Antara
pikiran, perasaan, dan perbuatan terjadi disharmoni.
1) Gejala-gejala Skizofrenia (Singgih Dirgagunarsa, 1998 : 141-142):
Kontak dengan realitas tidak ada lagi, penderita lebih banyak hidup
dalam dunia khayal sendiri, dan berbicara serta bertingkah laku
sesuai dengan khayalannya, sehingga tidak sesuai dengan
kenyataan.
Karena tidak ada kontak dengan realitas, maka logikanya tidak
berfungsi sehingga isi pembeicaraan penderita sukar untuk diikuti
karena meloncat-loncat (inkoheren) dan seringkali muncul kata
kata aneh yang hanya dapat dimengerti oleh penderita sendiri.
Pikiran, ucapan, dan perbuatannya tidak sejalan, ketiga aspek
kejiwaan ini pada penderita Skizofrenia dapat berjalan sendiri
sendiri, sehingga ia dapat menceritakan kejadian yang
menyedihkan sambil tertawa.
Sehubungan dengan pikiran yang sangat berorientasi pada
khayalannya sendiri, timbul delusi atau waham pada penderita
Skizofrenia (bisa waham kejaran dan kebesaran).
Halusinasi sering dialami pula oleh penderita Skizofrenia.
2) Faktor penyebab terjadinya Skizofrenia
Pendapat para ahlimengenai factor penyebab Skizofrenia ada
bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa penyakit ini
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
7
Gangguan Neurosis
merupakan keturunan. Ada pula yang menyatakan bahwa Skizofrenia
terjadi gangguan endokrin dan metabolisme. Sedangkan pendapat yang
berkembang dewasa ini adalah bahwa penyakit jiwa ini disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain keturunan, pola asuh yang salah,
maladaptasi, tekanan jiwa, dan penyakit lain yang belum diketahui
(W.F. Maramis, 2005 :216-217).
b. Psikosis mania-depresif
Psikosis mania-depresif merupakan kekalutan mental yang berat,
yang berbentuk gangguan emosi yang ekstrim, yaitu berubah-ubahnya
kegembiraan yang berlebihan (mania) menjadi kesedihan yang sangat
mendalam (depresi) dan sebaliknya dan seterusnya.
1) Gejala-gejala psikosis mania-depresif:
a. Gejala-gejala mania antara lain:
euphoria (kegembiraan secara berlebihan);
waham kebesaran;
hiperaktivitas;
pikiran melayang.
b. Gejala-gejala depresif antara lain :
kecemasan;
pesimis;
hipoaktivitas;
insomnia;
anorexia.
2) Faktor penyebab psikosis mania-depresif
Psikosis mania-depresif disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan dua gejala utama penyakit ini, yaitu mania dan
depresi. Aspek mania terjadi akibat dari usaha untuk melupakan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
8
Gangguan Neurosis
kesedihan dan kekecewaan hidup dalam bentuk aktivitas-aktivitas
yang sangat berlebihan. Sedangkan aspek depresinya terjadi karena
adanya penyesalan yang berlebihan.
c. Psikosis paranoid
Psikosis paranoid merupakan penyakit jiwa yang serius yang
ditandai dengan banyak delusi atau waham yang disistematisasikan dan
ide-ide yang salah yang bersifat menetap. Istilah paranoid dipergunakan
pertama kali oleh Kahlbaum pada tahun 1863, untuk menunjukkan suatu
kecurigaan dan kebesaran yang berlebihan (W.F. Maramis, 2005 : 241).
1) Gejala-gejala psikosis paranoid
Sistem waham yang kaku, kukuh dan sistematis, terutama waham
kejaran dan kebesaran baik sendiri-sendiri maupun bercampur
aduk.
Pikirannya dikuasai ole hide-ide yang salah, kaku, dan paksaan.
Mudah timbul rasa curiga.
2) Faktor penyebab psikosis paranoid
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan psikosis paranoid
(Kartini Kartono, 1999 : 176), antara lain :
Kebiasaan berpikir yang salah;
Terlalu sensitif dan seringkali dihinggapi rasa curiga;
Adanya rasa percaya diri yang berlebihan (overconfidence);
Adanya kompensasi terhadap kegagalan dan kompleks inferioritas.
Secara garis besar gangguan jiwa menurut Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) (Maramis, 2005: 150-155) adalah sebagai
berikut:
Psikosis
A. Psikosis Berhubungan dengan Sindroma Otak Organik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
9
Gangguan Neurosis
1. Dementia senilis dan presenilis
2. Psikosis alkoholik
3. Psikosis berhubungan dengan infeksi intracranial
4. Psikosis berhubungan dengan kondisi serebral lain
5. Psikosis berhubungan dengan kondisi fisik lain
B. Psikosis Fungsional
1. Skizofrenia
2. Psikosis afektif
3. Psikosis paranoid
4. Psikosis lain
5. Psikosis tak tergolongkan
Gangguan mental psikotik :
F.20 Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang
mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan memiliki pemahaman
diri yang buruk ( kaplan dan shadok,1997 ).
F.21 Gangguan skizotipal
Gangguan yang ditandai secara khas oleh prilaku yang eksentrik dan
anomali-anomali dalam berpikir dan dalam afek yang menyerupai yang terdapat
pada skizofrenia.
F.22 Gangguan waham menetap
Gangguan dengan waham yang berlangsung lama sebagai satu-satunya
gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok.
F.23 Gangguan psikotik akut dan sementara
Suatu perubahan dari keadaan tanpa gejala psikotik ke keadaan psikosis
yang jelas abnormal yang terjadi dalam periode 2 minggu atau kurang.
F.24 Gangguan waham terinduksi
Suatu gangguan waham yang jarang terjadi yang dialami oleh dua orang
atau kadang kadang lebih, yang mempunyai hubungan emosional erat. Hanya
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
10
Gangguan Neurosis
seorang individu saja yang menderita gangguan psikotik yang sesungguhnya;
waham tersebut terinduksi pada yang lainnya dan menghilang apabila orang
tersebut dipisahkan.
F.25 Gangguan skizoafektif
Gangguan yang bersifat episodik dengan gejala afektif dan skizofrenik
yang sama menonjol dan secara bersamaan ada dalam episode yang sama dari
penyakit itu atau setidaknya dalam beberapa hari sesudah yang lain.
F30.2 Mania dengan gejala psikotik
Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari keadaan
yang digambarkan pada F30.1 harga diri yang membungbung dan gagasan
kebesaran dapat berkembang menjadi waham, dan iritabilitas serta kecurigaan
menjadi waham kejar.
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
Gejala klinis episode sekarang mania dengan gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala
psikotik
Episode sekarang memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik, harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran dimasa lampau.
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut
diatas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala
psikotik, sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
suasana perasaan yang bermakna.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
11
Gangguan Neurosis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
12
Waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi atau perilaku yang jelas terdisorganisasi
Karena efek fisiologis langsung dari kondisi medis umum
Karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, suatu obat yang disalahgunakan, suatu medikasi atau suatu toksin)
Tidak
Tidak
Gejala fase aktif dari Skizofrenia, berlangsung sekurangnya 1 bulan
Gangguan Psikotik Karena Kondisi Medis Umum
Ya
YaGangguan Psikotik Akibat Zat
Depresi berat atau Episode Manik bersamaan dengan gejala fase aktif
Lama episode mood total adalah relatif singkat terhadap Irama periode aktif dan residual
Ya Lama sekurangnya 6 bulan
Ya SKIZOFRENIA
GANGGUAN SKIZOFRENIFORM
Tidak
Tidak
Sekurangnya 2 minggu waham atau halusinasi tanpa adanya gejala mood yang menonjol
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
Ya
GANGGUAN MOOD DENGAN CIRI PSIKOTIK
Tidak
Tidak
Ya
Gangguan Neurosis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
13
Waham yang tidak kacau berlangsung sekurangnya 1 bulan
Lama total episode mood adalah relatif singkat dibandingkan lama periode waham
Kecuali waham, fungsi tidak jelasterganggu
Gangguan skizofreniform
Gangguan psikotik YTT
Waham hanya terjadi selama episode mood
Gangguan mood dengan ciri psikotik
Lama lebih dari 1 hari tetapi kurang dari 1 bulan
Gangguan psikotik singkat
Gangguan psikotik YTT
Ya
YaYa
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Gangguan Neurosis
BAB III
GANGGUAN NEUROSIS
A. PENGERTIAN NEUROSIS
Neurosis adalah suatu gangguan non-psikotik yang kronis atau rekuran
yang ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau yang diekspresikan
secara langsung atau diubah melalui mekanisme pertahanan. Kecemasan
tampak sebagai gejala, seperti suatu obsesi, suatu kompulsi, suatu fobia, atau
suatu difungsi seksual.
Neurosis kadang-kadang disebut psikoneurosis atau gangguan jiwa
(untuk membedakannya dengan psikosis atau penyakit jiwa). Menurut Singgih
Dirgagunarsa (1978 : 143), neurosis adalah gangguan yang terjadi hanya pada
sebagian dari kepribadian, sehingga orang yang mengalaminya masih bisa
melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa sehari-hari atau masih bisa belajar, dan
jarang memerlukan perawatan khusus di rumah sakit. Dali Gulo (1982 : 179),
berpendapat bahwa neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi
pengaruh pada sebagian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali
ditandai dengan : keadaan cemas yang kronis, gangguan-gangguan pada
indera dan motorik, hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan,
dan kurang memiliki energi fisik, dst.
Neurosis, menurut W.F. Maramis (1980 : 97), adalah suatu kesalahan
penyesuaian diri secara emosional karena tidak diselesaikan suatu konflik
tidak sadar.
Berdasarkan pendapat mengenai neurosis dari para ahli tersebut dapat
diidentifikasi pokok-pokok pengertian mengenai neurosis sebagai berikut.
1. Neurosis merupakan gangguan jiwa pada taraf ringan.
2. Neurosis terjadi pada sebagian aspek kepribadian.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
14
Gangguan Neurosis
3. Neurosis dapat dikenali gejala-gejala yang menyertainya dengan ciri khas
kecemasan.
4. Penderita neurosis masih mampu menyesuaikan diri dan melakukan
aktivitas sehari-hari.
B. JENIS-JENIS NEUROSIS
Kelainan jiwa yang disebut neurosis ditandai dengan bermacam-
macam gejala. Dan berdasarkan gejala yang paling menonjol, sebutan atau
nama untuk jenis neurosis diberikan. Dengan demikian pada setiap jenis
neurosis terdapat ciri-ciri dari jenis neurosis yang lain, bahkan kadang-kadang
ada pasien yang menunjukkan begitu banyak gejala sehingga gangguan jiwa
yang dideritanya sukar untuk dimasukkan pada jenis neurosis tertentu (W.F.
Maramis, 1980 : 258).
Berdasarkan PPDGJ III Neurosis terdiri dari:
F40–F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN
GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES
F40 Gangguan Anxietas Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
15
Gangguan Neurosis
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional
F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya
F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT
F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)
F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)
F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)
F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)
F40. GANGGUAN ANXIETAS FOBIK
Anxietas dicetuskan hanya atau secara predominan oleh adanya situasi
atau objek yang jelas, tertentu (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya
secara umum tidak berbahaya. Akibatnya situasi atau objek demikian secara
khusus dihindari atau dihadapi dengan perasaan yang terancam. Pada anxietas
timbul gejala-gejala individual seperti palpitasi, perasaan mau pingsan, dan sering
kali disertai dengan perasaan takut mati, takut kehilangan kendali atau takut
menjadi gila. Anxietas tersebut tidak berkurang meskipun ia mengetahui bahwa
orang lain tidak menganggap situasi yang dihadapi tersebut berbahaya atau
mengancam. Membayangkan menghadapi situasi fobik itu saja umumnya sudah
dapat menimbulkan anxietas sebelumnya.
FOBIA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
16
Gangguan Neurosis
Definisi Fobia
Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap, dan berlebihan
terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi. Berasal dari bahasa Yunani
yaitu Fobos yang berarti ketakutan.
Fobia merupakan suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari
gangguan anxietas dan dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi
ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.
Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka, orang banyak serta
adanya kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Fobia spesifik adalah
suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu objek atau situasi. Fobia sosial
adalah rasa takut yang kuat dan persisten dimana dapat timbul rasa malu.
Tanda dan Gejala Fobia
Agorafobia
Pasien dengan agorafobia menghindari situasi disaat sulit untuk
mendapatkan bantuan. Lebih suka ditemani kawan atau anggota keluarga ditempat
tertentu, seperti jalan yang ramai, toko yang padat, ruang tertutup, kendaraan
tertutup. Mereka menghendaki ditemani setiap kali harus keluar rumah. Sebagian
dari penderita gangguan fobik menjadi terpaku dirumah, ketakutan dengan
bayangan akan pingsan dan ditinggalkan tak berdaya ditengah orang banyak.
Kebanyakan penderita adalah wanita dan onset biasanya pada dewasa muda.
Gejala depresif, obsesi, dan fobia sosial mungkin juga menyertai keadaan tersebut.
Tanpa pengobatan yang efektif agorafobia seringkali menjadi kronis, meskipun
biasanya berfluktuasi.
Fobia ditandai dengan timbulnya anxietas berat jika pasien terpapar
dengan situasi atau objek spesifik atau jika mengantisipasi akan terpapar dengan
situasi atau objek. Pemaparan atau mengantisipasi dengan stimulus fobik sering
menimbulkan serangan panik pada orang yang rentan terhadap serangan panik.
Orang dengan fobia berusaha untuk menghindari stimulus fobik.
Fobia Spesifik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
17
Gangguan Neurosis
Pada fobia spesifik, ketakutan yang jelas dan menetap dan tak beralasan
terbatas pada objek atau situasi yang spesifik dan terbagi dalam tipe hewan,
lingkungan alam, darah, injeksi, luka, dan situasional. Fobia yang terbatas pada
situasi yang sangat spesifik seperti bila berdekatan dengan binatang tertentu,
tempat tinggi, kegelapan, naik pesawat, buang hajat di tempat umum, takut
melihat darah atau luka, dan takut berhubungan dengan penyakit tertentu.
Fobia sosial
Pada fobia sosial, adanya ketakutan terhadap situasi sosial atau tampil
didepan orang – orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia
dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian, merasa takut bahwa ia akan
berperilaku memalukan atau menampakkan gejala anxietas atau bersikap yang
dapat merendahkan dirinya.
Sering kali mulai pada usia remaja dan terpusat pada rasa takut
diperhatikan oleh orang lain, yang menjurus kepada penghindaran terhadap situasi
sosial. Fobia sosial frekuensinya sama pada laki-laki dan wanita.
Gambarannya dapat sangat jelas (misalnya, hanya terbatas pada makan di
tempat umum, atau berbicara di depan umum, atau menghadapi jenis kelamin
lain), atau dapat pula kabur, yang mencakup hampir semua situasi sosial di luar
lingkungan keluarga. Fobia sosial biasanya disertai dengan harga diri yang rendah
dan takut akan kritikan. Dapat juga tercetus sebagai keluhan malu (muka merah),
tangan gemetar, mual, ingin buang air kecil, dan kadang-kadang individu
bersangkutan merasa yakin bahwa salah satu dari manifestasi gejala fobia sosial
ini merupakan masalah utamanya (dalam hal ini, gejalanya dapat berkembang
menjadi serangan panik). Kecenderungan menghindar sering kali tampak jelas dan
dalam keadaaan ekstrim dapat menjurus ke isolasi sosial yang total.
Diagnosis dan kriteria diagnostik Fobia
Diagnosis dibuat berdasarkan wawancara psikiatrik, yang meliputi hal-hal
seperti keluhan, sejarah pasien, dan susunan keluarga yang lengkap, termasuk
anggota keluarga dengan fobia. Juga tentang pengalaman atau trauma yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
18
Gangguan Neurosis
memicu fobia. Penting juga diketahui dampak fobia terhadap kehidupan sehari-
hari, pekerjaan, dan hubungan dengan orang-orang terdekat. Masalah tentang
depresi dan penyalahgunaan zat yang sering menjadi komorbiditas fobia jangan
lupa ditanyakan.
Pedoman Diagnosis Fobia
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)
Agorafobia
Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder
seperti waham atau pikiran obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya
dua dari situasi berikut :
• Banyak orang
• Tempat-tempat umum
• Bepergian keluar rumah
• Bepergian sendiri
c. Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang
menonjol
Fobia Khas (Terisolasi)
Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis :
a. Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer dari
anxietas, dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti waham atau
pikiran obsesif.
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.
c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
19
Gangguan Neurosis
• Gejala-gejala psikologis, perilaku/otonomik harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham /
pikiran obsesif
• Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja
• Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol
Penatalaksanaan Fobia
Secara umum terapi Fobia meliputi:
A. Terapi Psikologik.
a. Terapi perilaku: merupakan terapi yang paling efektif dan sering
diteliti. Seperti desensitisasi sistematik yang sering dilakukan;
terapi pemaparan (exposure), imaginal exposure, participent
modelling, guided mastery, imaginal flooding.
b. Psikoterapi berorientasi tilikan.
c. Terapi lain: hypnotherapy, psikoterapi suportif, terapi keluarga bila
diperlukan.
B. Farmakoterapi
Terapi agorafobia sama seperti gangguan panik, terdiri dari obat
anti anxietas, antidepresan, dan psikoterapi khususnya terapi kognitif
perilaku.
Terapi terhadap fobia spesifik yang terutama adalah terapi perilaku
yaitu terapi pemaparan (Exposure therapy). Juga diajarkan menghadapi
kecemasan dengan teknik relaksasi, mengontrol pernapasan, dan
pendekatan kognitif. Penggunaan anti anxietas yaitu untuk terapi jangka
pendek.
Terapi terhadap fobia sosial terbatas, dapat menggunakan obat β-
bloker ,anti anxietas, anti depresan serta terapi kognitif perilaku secara
individual dan kelompok.
F41. GANGGUAN ANXIETAS LAINNYA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
20
Gangguan Neurosis
Manifestasi dari anxietas merupakan gejala utama dari gangguan ini dan
tidak terbatas pada situasi lingkungan tertentu saja. Dapat disertai gejala depresif
dan obsesif, bahkan juga beberapa unsur dari anxietas fobik yang bersifat
sekunder atau ringan (tidak begitu parah).
GANGGUAN PANIK
Definisi Gangguan Panik
Panik adalah adanya serangan anxietas berat (panik) yang berulang, yang
tidak terbatas pada adanya situasi tertentu atau pun suatu rangkaian kejadian, dan
karena itu tidak terduga. Gejala yang dominan bervariasi pada masing-masing
orang, tetapi onset mendadak dalam bentuk palpitasi, nyeri dada, perasaan
tercekik, pusing kepala, dan perasaan yang tidak riil (depersonalisasi atau
derealisasi), merupakan gejala yang lazim. Secara sekunder timbul rasa takut mati,
kehilangan kendali atau menjadi gila.
Tanda dan Gejala Panik
Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang.
Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik
yang kuat, terutama sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan. Serangan sering
dimulai selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada
gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga sangat
tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada,
berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik.
Gangguan mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan
ancaman kematian atau bencana. Pasien merasa bingung dan sulit berkonsentrasi.
Tanda fisik yang menyertai adalah takikardi, palpitasi, dispneu, dan berkeringat.
Penderita akan segera berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari
pertolongan. Serangan dapat berlangsung selama 20-30 menit, jarang sampai lebih
dari satu ja
Diagnosis dan Kriteria Diagnostik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
21
Gangguan Neurosis
Terjadinya beberapa serangan berat anxietas otonomik, yang terjadi dalam
periode kira-kira satu bulan:
a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak berbahaya;
b) Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya;
c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala anxietas dalam periode
antara serangan-serangan panik.
Penatalaksanaan
Terdiri dari pemberian farmakaterapi dan psikoterapi.
A. Farmakoterapi:
Terdiri atas:
1. SSRI
Terdiri atas beberapa macam: sertralin, fluoksetin, fluvoksamin,
escitalopram. Diberikan 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi
individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah
kekambuhan.
2. Alprazolam
Awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu,
setelah itu secara perlahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya
dihentikan. Setelah itu pasien diberikan golongan SSRI.
B. Psikoterapi:
1. Terapi relaksasi
Prinsipnya adalah melatih pernapasan (menarik nafas dalam dan
lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan
seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruksi atau yang
diinginkan akan dicapai. Biasanya dilakukan 20-30 menit atau lebih
lama lagi.
2. Terapi kognitif perilaku
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
22
Gangguan Neurosis
Pasien diajak untuk bersama-sama membentuk pola perilaku dan
pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional.
Biasanya berlangsung 30-45 menit. Pasien kemudian diberi pekerjaan
rumah yang harus dibuat setiap hari, antara lain membuat daftar
pengalaman harian dalam menyikapi berbagai peristiwa yang dialami.
3. Psikoterapi dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya. Pada
psikoterapi ini, biasanya pasien lebih banyak berbicara sedangkan
dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini memerlukan waktu
panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini tentu
memerlukan kerjasama yang baik antara pasien dengan dokternya serta
kesabaran pada kedua belah pihak.
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
Definisi Gangguan Cemas
Cemas didefinisikan sebagai suatu perasaan yang difus, tidak
menyenangkan, yang umumnya disertai gejala otonom seperti nyeri kepala,
berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.
Cemas merupakan suatu sinyal sensor terhadap suatu keadaan yang tidak
menguntungkan, yang memungkinkan seseorang bertindak antisipatif terhadap
keadaan tersebut.
Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh
Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom,
dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan
mempengaruhi aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi
sebagai bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam
bentuk pernapasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran
pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
23
Gangguan Neurosis
Pasien GAD biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatik
atau datang ke dokter spesialis karena gejala spesifik seperti diare kronik. Pasien
biasanya memperlihatkan perilaku mencari perhatian.
Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ
III)
Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung
hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa
bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :
a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan
gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi,
takipneu, keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan
sebagainya).
Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh
a. Farmakoterapi
Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai
dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi,
Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata
adalah 2-6 minggu.
Buspiron
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding
dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Kekurangannya adalah
efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
24
Gangguan Neurosis
yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan buspiron.
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada
fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif
terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.
b. Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung.
Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi
dan biofeedback.
Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi
yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak
tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.
GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESIF
Digunakan bilamana terdapat gejala anxietas maupun depresif, dimana
masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis tersendiri. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
25
Gangguan Neurosis
yang lebih ringan, maka salah satu dari kategori yang lain untuk gangguan
anxietas atau gangguan fobik harus digunakan. Apabila ditemukan sindrom
depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing
diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan dan diagnosis
gangguan campuran ini tidak boleh dipakai. Namun, karena alasan praktis, hanya
dapat dikemukakan satu diagnosis saja, maka gangguan depresif harus
diutamakan.
Beberapa gejala otonomik (tremor, palpitasi, mulut kering, sakit perut,
dsb) harus ditemukan, meskipun tidak terus-menerus; apabila hanya kecemasan
berlebihan saja yang ditemukan tanpa adanya gejala otonomik, maka kategori ini
tidak dapat dipergunakan.
Termasuk: depresi anxietas (ringan atau tak menetap)
GANGGUAN ANXIETAS CAMPURAN LAINNYA
Digunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria gangguan anxietas
menyeluruh (F41.1) dan yang juga menunjukkan (meskipun hanya dalam jangka
pendek) ciri-ciri yang menonjol dari gangguan lain dalam F40-F49 walaupun
kriteria yang lengkap untuk gangguan tambahan ini tidak dipenuhi.
F42. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif
Gangguan Obsesi-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan
yang berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya
yang bermakna.
Obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls yang
berulang dan intrusif. Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan
disadari seperti menghitung, memeriksa dan menghindar. Pasien dengan
gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi tidak beralasan
sehingga bersifat egodistonik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
26
Gangguan Neurosis
Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif
Pada umumnya obsesi dan kompulsif mempunyai gambaran tertentu
seperti :
Adanya ide atau impuls yang terus-menerus menekan ke dalam kesadaran
individu.
Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh
Obsesi dan kompulsi yang egoalien
Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang abstrak
dan irasional
Individu yang menderita obsesi kompulsif merasa adanya keinginan kuat
untuk melawan
Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :
1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti
dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang
situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau
tidak mengunci rumah).
3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai
kompulsi, biasanya pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
4. Simetri; obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga
bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau
mencukur kumis dan janggut.
Pola yang lain : obsesi bertema keagamaan, trichotilomania, dan
menggigit-gigit jari.
Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
27
Gangguan Neurosis
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ
III)
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua
minggu berturut-turut, dan merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas.
Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :
a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu
sendiri;
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas);
d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Termasuk :
Neurosis anankastik
Neurosis obsesional
Neurosis obsesif-kompulsif
Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif
Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif
berupa SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine,
paroxetine, sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti
clomipramine yang terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan
trisiklik lainnya. Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki
efek samping berupa rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah
yang sifatnya transient sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan
dengan clomipramine perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki
efek samping gangguan sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
28
Gangguan Neurosis
antikolinergi serta sedasi berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak
efektif, dapat diberikan beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau
carbamazepine. Venlafaxine, pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga
dapat digunakan sebagai tambahan.
Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat
berupa exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan
stimulusnya namun diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan
kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan
terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.
Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan
obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien
yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup
sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi
yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu
seorang pasien dalam terapinya.
Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-
konvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus
gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 %
pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy. Teknik bedah nonablasi dimana
menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapi-
terapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut
umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.
PREDOMINAN PIKIRAN OBSESIONAL ATAU PENGULANGAN
Dapat berupa gagasan, bayangan mental atau dorongan untuk berbuat.
Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, tetapi umumnya hampir selalu
menyebabkan distress. Kadanga-kadang berupa pikiran yang sepele yang tidak
ada habisnya untuk dipertimbangkan. Ketidakmampuan mengambil keputusan
atas berbagai alternatif tersebut merupakan unsur penting dalam banyak
penanggulangan obsesional lainnya dan sering kali disertai ketidakmampuan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
29
Gangguan Neurosis
untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi perlu dalam kehidupan
sehari-hari.
PREDOMINAN TINDAKAN KOMPULSIF
Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa situasi yang
dianggapnya berpotensi bahaya tidak dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan. Perilaku ini dilandasi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau yang bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual yang
dilakukan merupakan ikhtiar simbolik untuk menghindari bahaya tersebut.
Tindakan ritual kompulsif tersebut bisa menyita banyak waktu sampai beberapa
jam setiap hari dan kadang disertai ketidakmampuan mengambil keputusan dan
kelambanan yang mencolok. Secara keseluruhan gejala-gejala tersebut di atas
terjadi secara seimbang pada laki-laki dan perempuan.
Tindakan ritual kompulsif lebih jarang disertai depresi dan lebih
responsive terhadap terapi perilaku.
CAMPURAN TINDAKAN DAN PIKIRAN OBSESIONAL
Kebanyakan dari pasien obsesi-kompulsif memperlihatkan unsur dari
pikiran yang obsesional maupun tindakan yang kompulsif. Subkategori ini
digunakan apabila keduanya secara seimbang sama menonjol. Namun jika salah
satu memang lebih jelas dominan, sebaiknya dinyatakan dalam satu kategori yang
spesifik, karena pikiran dan tindakan dapat menunjukkan respon yang berbeda
terhadap pengobatan yang berbeda.
F43. REAKSI TERHADAP STRESS BERAT DAN GANGGUAN
PENYESUAIAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
30
Gangguan Neurosis
Kategori ini berbeda dari kategori lainnya karena ia mencakup gangguan-
gangguan yang tidak hanya diidentifikasi atas dasar simtomatologi dan perjalanan
penyakitnya, akan tetapi juga atas dasar salah satu dari dua faktor pencetus, suatu
stress kehidupan yang luar biasa yang menyebabkan reaksi akut, atau suatu
perubahan penting dalam kehidupan yang menimbulkan situasi tidak enak yang
bekelanjutan yang berakibat suatu gangguan penyesuaian. Stress yang terjadi atau
keadaan yang tidak menyenangkan yang berkepanjangan merupakan faktor
penyebab primer dan menentukan, dan tanpa hal itu gangguan tersebut tidak
terjadi. Reaksi terhadap stress berat dan gangguan penyesuaian pada semua
kelompok umur termasuk juga anak-anak dan remaja, dimasukan dalam ketegori
ini. Gangguan-gangguan ini dapat dianggap sebagai respon maladaptif terhadap
stress berat atau berkepanjangan, dalam arti mengganggu mekanisme penyesuaian
yang baik dan dengan demikian menjurus kepada problem dalam fungsi sosialnya.
Tindakan pembahayaan diri yang paling sering adalah meracuni diri
dengan obat-obatan, yang waktu terjadinya berkaitan erat dengan onset dari suatu
reaksi stress atau gangguan penyesuaian.
REAKSI STRESS AKUT
Suatu gangguan yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa
adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respon terhadap stress fisik
maupun mental yang luar biasa dan yang biasanya menghilang dalam beberapa
jam atau hari. Stressornya berupa pengalaman traumatik yang luar biasa yang
dapat meliputi ancaman serius terhadap keamanan atau integritas fisik dari
individu atau orang yang dicintainya, atau perubahan mendadak yang tidak biasa
dan perubahan yang mengancam kedudukan sosial dan / atau jaringan relasi dari
yang bersangkutan, seperti kedudukan yang bertubi-tubi atau kebakaran. Resiko
terjadi gangguan ini makn bertambah bila ada kelelahan fisik atau faktor organik
lain (usia lanjut).
Gejalanya biasanya cukup khas berupa reaksi terpaku (daze-bengong),
dengan sedikit penyempitan dari perhatian dan lapangan kesadaran, tidak mampu
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
31
Gangguan Neurosis
memahami rangsangan dan disorientasi. Keadaan ini mungkin diikuti oleh
penarikan diri dari situasi lingkungan, atau gejala agitasi dan aktivitas berlebih
(flight reaction or fugue). Gejala otonomik dari anxietas panik (takikardi,
berkeringat, muka merah) lazimnya terjadi. Gejala ini biasanya timbul beberapa
menit dari stimulus yang merupakan stress dan menghilang dalam 2-3 hari
Pedoman diagnostik: Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya
pengalaman stressor luar biasa dengan onset dari gejala; onset biasanya setelah
beberapa menit datau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan gejala-
gejala :
a. Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain
gejala permulaan berupa keadaan “terpaku” (daze). Semua gejala berikut
mungkin tampak: depresif, anxietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif
dan penarikan diri, akan tetapai tidak satupun dari jenis gejala tersebut
yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama.
b. Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkungan stressornya,
gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat(paling lama beberapa
jam); dalam hal dimana stess menjadi berkelanjutan atau tidak dapat
dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24-48 jam dan
biasanya hampir menghilang setelah 3 hari.
GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA
Keadaan ini timbul sebagai respon yang berkepanjangan dan/atau tertunda
terhadap kejadian atau situasi yang menimbulkan stress (baik singkat maupun
berkepanjangan) dari yang bersifat kastatrofik dan menakutkan, yang cenderung
menyebabkan distress pada hampir setiap orang (misalnya musibah alamiah
maupun yang dibuat oleh manusia seperti peperangan)
Faktor predisposisi seperti ciri kepribadian (misalnya kompulsif, astenik)
atau adanya riwayat gangguan neurotik sebelumnya, dapat menurunkan ambang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
32
Gangguan Neurosis
kerentanan untuk terjadinya sindrom ini atau memperberat keadaannya, akan
tetapi bukan merupakan hal yang menentukan untuk terjadinya gangguan ini.
Gejala khas mencakup episode-episode dimana bayangan kejadian
traumatik tersebut terulang kembali, menjauhi orang lain, tidak responsif terhadap
lingkungannya, anhedonia, menghindari aktivitas atau situasi yang berkaitan
dengan traumanya. Meskipun jarang, kadang-kadang bisa terjadi reaksi yang
dramatik, mendadak ketakutan, panik atau agresif, yang dicetuskan oleh stimulus
mendadap mengingatkannya kembali pada trauma yang dialaminya serta reaksi
asli terhadap trauma itu.
Onset terjadi setelah terjadi trauma, dengan masa laten yang berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa bulan (jarang sampai 6 bulan). Pada
sejumlah kecil pasien, perjalanan penyakitnya dapat menjadi kronis sampai
beberapa tahun dan terjadi transisi menuju suatu perubahan kepribadian yang
berlangsung lama.
Pedoman diagnostik:
Gangguan ini tidak boleh secara umum didiagnosis kecuali ada bukti
bahwa timbulnya dalam waktu 6 bulan dari suatu peristiwa traumatik yang luar
biasa berat. Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya
waktu antara terjadinya peristiwa dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan,
asalkan manifestasi klinisnya khas dan tidak didapat alternatif lain yang
memungkinkan dari gangguan ini. Sebagai tambahan, bukti adanya trauma, harus
selalu ada dalam ingatan, bayangan atau mimpi mengenai peristiwa tersebut
secara berulang-ulang. Sering kali terjadi penarikan diri secara emosional,
penumpulan perasaan, dan penghindaran terhadap stimulis yang mungkin
mengingat kembali akan traumanya, akan tetapi hal ini tidak esensial untuk
didiagnosis. Gangguan otonomik, gangguan suasana perasaan dan kelainan
prilaku semuanya mempengaruhi diagnosis tersebut tetapi bukan merupakan hal
yang terlalu penting.
Termasuk: neurosis traumatik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
33
Gangguan Neurosis
GANGGUAN PENYESUAIAN
Keadaan-keadaan stress yang subjektif dan gangguan emosional, yang
biasanya menggangu kinerja dan funsgsi sosial, dan yang timbul pada periode
adaptasi terhadap suatu perubahan dalam hidup yang bermakna atau terhadap
akibat dari peristiwa kehidupan yang penuh stress (termasuk adanya atau
kemungkinan adanya suatu penyakit fisik berat). Stresor tersebut mungkin sudah
berpengaruh terhadap integritas dari hubungan sosial individu atau terhadap
sistem dukungan dan nilai-nilai sosial yang lebih luas (migrasi atau status sebagai
pengungsi). Stresor mungkin hanya berpengaruh terhadap individu atau pun juga
terhadap kelompok dalam masyarakat.
Manifestasi gangguan ini bervariasi dan mencakup afek depresif, anxietas,
kecemasan (atau campuran dari hal-hal tersebut), perasaan tidak mampu
menghadapi dan menyesuaikan, merencanakan masa depan, atau berlanjut dalam
situasi sekarang, disertai adanya disabilitas dalam kinerja kegiatan rutin sehari-
hari. Pada remaja, gangguan prilaku (agresif atau disosial) dapat merupakan ciri
gangguan ini.
Pedoman diagnostik:
Diagnosis tergantung pada suatu evaluasi yang teliti terhadap hubungan antara :
1. Bentuk, isi, keparahan gejala;
2. Riwayat dan kepribadian sebelumnya;
3. Kejadian atau situasi yang penuh stress (stressful) atau krisis
kehidupan
Adanya faktor ketiga diatas harus ditetapkan dengan jelas dan harus ada
bukti yang kuat dan mungkin dapat diperkirankan, bahwa gangguan tersebut
mungkin tidak akan terjadi tanpa adanya hal tersebut. Apabila stressornya relatif
ringan, dan adanya hubungan waktu (temporal/kurang dari 3 bulan) tidak dapat
dibuktikan, maka gangguan tersebut hendaknya diklasifikasikan ke tempat lain,
sesuai ciri-ciri yang ada.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
34
Gangguan Neurosis
Reaksi Depresif Singkat
Adalah suatu keadaan depresif ringan yang bersifat sementara
dengan jangka waktu tidak melebihi 1 bulan
Reaksi Depresif Berkepanjangan
Keadaan depresif ringan yang terjadi sebagai suatu respon
menghadapi suatu keadaan stress berkepanjangan, akan tetapi tidak
melebihi kurun waktu 2 tahun
Reaksi Campuran Anxietas dan Depresi
Gejala anxietas dan depresi keduanya menonjol, akan tetapi tidak
lebih berat dari yang dijumpai pada gangguan campuran anxietas dan
depresi (F41.2) atau gangguan anxietas campuran lainnya (F41.3)
Dengan Predominan Gangguan Emosional Lainnya
Gejala-gejala biasa meliputi berbagai reaksi emosi seperti anxietas,
depresi, kekhawatiran, ketegangan dan amarah. Gejala anxietas dan
depresi dapat memenuhi kriteria untuk gangguan campuran anxietas dan
depresif (F41.2) atau anxietas campuran lainnya (F41.3), akan tetapi tidak
sedemikian predominan, sehingga tidak bisa didiagnosis sebagai
gangguan-gangguan depresif ataupun anxietas lain yang lebih spesifik.
Kategori ini juga harus dipakai untuk reaksi anak-anak dimana ditemukan
prilaku regresif, sepeti ngompol dan menghisap jempol
Dengan Predominan Gangguan Tingkah Laku
Gangguan utamanya menyangkut tingkah laku misalnya reaksi
duka cita pada remaja yang menimbulkan prilaku agresif atau disosial.
Dengan Gangguan Campuran Dari Emosi dan Tingkah Laku
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
35
Gangguan Neurosis
Disini baik gejala emosional maupun gangguan tingkah laku
merupakan ciri yang menonjol.
F44. GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)
Hal umum yang terlihat pada gangguan disosiatif adalah adanya
kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu,
kesadaran akan identitas dan penghayatan, dan kendali terhadap gerakan tubuh.
Secara normal, terdapat pengendalian secara sadar sampai taraf tertentu terhadap
ingatan dan penghayatan yang dapat dipilih dan dipergunakan dengan segera,
serta gerakan-gerakan yang harus dilaksanakan. Pada gangguan disosiatif
diperkirakan bahwa kemampuan untuk mengendalikan secara sadar dan selektif
ini terganggu, sampai suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau
bahkan dari jam ke jam.
Gangguan disosiatif diduga merupakan hal yang bersifat “psikogenik”
yang berkaitan dengan kejadian traumatik, masalah yang tidak dapat diselesaikan
dan tidak dapat ditolerir, atau gangguan dalam pergaulan.
Onset dan berakhirnya keadaan disosiatif sering kali berlangsung
mendadak, akan tetapi jarang sekali dapat dilihat kecuali dalam interaksi atau
prosedur teknik-teknik tertentu. Semua bentuk keadaan disosiatif cenderung
berakhir setelah beberapa minggu atau bulan, khususnya bila onsetnya berkaitan
dengan kejadian traumatik dalam kehidupan. Keadaan-keadaan yang lebih kronis
khususnya paralisis dan anestesi dapat terjadi apabila berkaitan dengan kesulitan
interpersonal atau masalah yang tidak terselesaikan. Keadaan disosiatif yang
sudah berlangsung lebih dari 1 atau 2 tahun dan belum berobat ke psikiater,
biasanya resisten terhadap terapi.
Individu dengan gangguan disosiatif sering kali menyangkal adanya
kesulitan atau masalah yang sebenarnya cukup jelas bagi orang lain.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
36
Gangguan Neurosis
Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) :
a. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguanyang
tercantum pada F44;
b. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-
gejala tersebut;
c. Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan waktu yang
jelas dengan masalah dan peristiwa yang “stressful” atau hubungan
interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh
pasien)
Bukti yang meyakinkan adanya penyebab psikologis mungkin sulit
diperoleh, meskipun sangat dapat diperkirakan. Bila tidak ditemukan adanya bukti
penyebab psikologis, maka diagnosis yang dibuat harus bersifat sementara, sambil
upaya pemeriksaan aspek fisik dan psikologis tetap dilanjutkan.
Termasuk: histeria konversi, reaksi konversi, histeria, psikosis histeris.
NESIA DISOSIATIF
Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai kejadian
penting yang baru terjadi, yang bukan disebabkan karena gangguan mental
organik dan terlalu luas untuk dapat dijelaskan sebagai kelupaan yang umum
terjadi atau sebagai kelelahan. Amnesia tersebut biasanya terpusat mengenai
kejadian traumatik, seperti kecelakaan atau kesedihan tak terduga, dan biasanya
parsial dan selektif. Luasnya amnesia yang terjadi bervariasi dari hari ke hari,
tetapi ada hal utama yang lazim dan menetap yang tidak dapat diingat dalam
kondisi terjaga.
Kondisi afektif yang menyertai amnesia juga sangat bervariasi, akan tetapi
depresi berat jarang terlihat. Kebingungan, distres, dan berbagai taraf perilaku
mencari perhatian dapat merupakan bagian dari gejala, di lain pihak juga dapat
terjadi sikap yang menerima keadaannya dengan tenang.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
37
Gangguan Neurosis
Dewasa muda paling lazim terkena. Keadaan yang paling ekstrem
biasanya terjadi pada pria yang sering mengalami stres karena pertempuran.
Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) :
a. Amnesia, baik total maupun parsial, mengenai kejadian baru yang bersifat
stres atau traumatik (aspek ini mungkin tampil hanya apabila ada saksi lain
yang memberikan informasi);
b. Tidak ada gangguan otak organik, intoksikasi atau kelelahan yang
berlebihan.
FUGUE DISOSIATIF
Fugue disosiatif memiliki semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala
melakukan perjalanan meninggalkan rumah atau tempat kerja yang tampaknya
disengaja, dan selama itu yang bersangkutan tetap dapat mengurus dirinya. Pada
beberapa kasus, penderita mungkin menggunakan identitas baru, biasanya hanya
berlangsung beberapa hari, akan tetapi kadang-kadang dapat juga berlangsung
untuk jangka waktu lama. Perjalanan yang terorganisasi mungkin ke tempat-
tempat yang sudah dikenal oleh yang bersangkutan dan yang mempunyai makna
emosional. Meskipun terdapat amnesia, perilaku dari penderita selama kurun
waktu ini mungkin tampak sama sekali normal bagi pengamat lain.
Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) :
a. Ciri-ciri amnesia disosiatif (F44.0);
b. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jarak yang
biasa dilakukannya sehari-hari;
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
38
Gangguan Neurosis
c. Tetap mempertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar
(makan, mandi, dsb) dan melakukan interaksi sosial sederhana dengan
orang yang belum dikenalnya (misalnya membeli karcis atau bensin,
menanyakan arah, memesan makanan).
STUPOR DISOSIATIF
Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari
pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Didapatkan bukti
adanya penyebab psikogenik dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stres
atau pun problem sosial atau interpersonal yang menonjol.
Stupor didiagnosis atas dasar sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-
gerakan volunter dan respon normal terhadap rangsangan dari luar seperti cahaya,
suara dan perabaan. Individu berbaring atau duduk tanpa bergerak-gerak untuk
jangka waktu yang lama. Hampir tidak ada pembicaraan atau gerakan yang
spontan atau disengaja. Meskipun dapat terjadi sedikit gangguan kesadaran,
gangguan tonus-tonus otot, gangguan postur tubuh, dan gangguan pernapasan,
kadang gerakan membuka mata atau gerakan mata terkoordinasi masih ada,
sehingga jelas menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak tidur dan tidak
kehilangan kesadaran.
Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) :
a. Stupor;
b. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain
yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut; dan
c. Adanya masalah atau kejadian baru yang penuh stres.
GANGGUAN TRANS DAN KESURUPAN
Adalah gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan
sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya;
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
39
Gangguan Neurosis
dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh
kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat atau “kekuatan” lain. Perhatian dan
kewaspadaan menjadi terbatas dan sering kali gerakan-gerakan, posisi tubuh dan
ungkapan kata-katanya juga terbatas dan diulang-ulang.
Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau
psikosis akut disertai halusinasi atau waham, atau kepribadian multipel, tidak
boleh dimasukkan dalam kelompok ini. Demikian pula apabila gangguan trans
tersebut ternyata ada kaitan yang erat dengan gangguan fisik apapun atau dengan
intoksikasi zat psikoaktif.
GANGGUAN MOTORIK DISOSIATIF
Adalah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau
sebagian dari anggota gerak (tangan atau kaki). Paralysis dapat bersifat parsial,
dengan gerakan yang lemah atau lambat, atau total. Berbagai bentuk dan taraf
inkoordinasi (ataksia) dapat terjadi, khususnya pada kaki dengan akibat
ketidakmampuan untuk berdiri tanpa dibantu. Dapat juga terjadi gemetar atau
bergoyang yang berlebihan pada satu ekstremitas atau lebih, atau pada seluruh
badan.
Termasuk: afonia psikogenik, disfonia psikogenik.
KONVULSI DISOSIATIF
Dapat menyerupai kejang epileptik dalam hal gerakannya, akan tetapi
jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan, dan
inkontinensia urin. Tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan
keadaan seperti stupor atau trans.
ANESTESIA DAN KEHILANGAN SENSORIK DISOSIATIF
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
40
Gangguan Neurosis
Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang
tegas. Dapat pula terjadi hilangnya fungsi penginderaan yang tidak mungkin
disebabkan oleh kerusakan neurologis. Hal ini dapat disertai keluhan parestesia.
Kehilangan penglihatan jarang bersifat total pada gangguan disosiatif,
lebih banyak berupa gangguan ketajaman penglihatan. Meskipun ada gangguan
penglihatan, mobilitas pasien serta kemampuan motoriknya sering kali masih
baik.
Termasuk: tuli psikogenik.
GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI) CAMPURAN
Campuran dari gangguan-gangguan di atas (F44.0 – F44.6) harus
dimasukkan dalam kategori ini.
GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI) LAINNYA:
Gangguan Kepribadian Multipel
Ciri utama adalah adanya dua atau lebih kepribadian yang jelas
pada satu individu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya.
Masing-masing kepribadian tersebut memiliki ingatan, perilaku, dan
kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan
kepribadian pramorbidnya.
Dalam bentuk lazim, salah satu kepribadian biasanya lebih
dominan. Meskipun demikian, tidak satu pun yang mampu mengetahui
memori dari yang lain. Perubahan dari satu kepribadian ke lainnya
biasanya pada mulanya berlangsung mendadak dan berkaitan erat dengan
peristiwa traumatik.
F45. GANGGUAN SOMATOFORM
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
41
Gangguan Neurosis
Ciri utama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik
yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun
sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang mendasari keluhannya. Seandainya ada
ganguan fisik, maka gangguan tersebut tidak menjelaskan gejala atau distress dan
preokupasi yang dikemukakan pasien. Pasien biasanya menolak upaya-upaya
untuk membahas kemungkinan adanya penyebab psikologis, bahkan ditemukan
gejala anxietas dan depresi yang nyata. Taraf pengertian, baik fisik maupun
psikologis, yang dapat dicapai perihal kemungkinan penyebab gejala-gejalanya
sering kali mengecewakan dan menimbulkan frustasi pada kedua belah pihak,
baik pasien maupun dokter.
GANGGUAN SOMATISASI
Ciri utamanya adalah gejala-gejala fisik yang bermacam-macam
(multiple), berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung
beberapa tahun sebelum pasien datang ke psikiater. Kebanyakan pasien
mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke
pelayanan kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau
bahkan operasi yang negatif. Keluhannya dapat mengenai setiap sistem atau
bagian tubuh manapun, tetapi yang paling lazim adalah yang mengenai keluhan
gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, berdahak, muntah, mual, dsb) dan
keluhan-keluhan perasaan abnormal kulit (gatal, rasa terbakar, kesemutan, baal,
pedih, dsb) serta bercak-bercak pada kulit. Keluhan mengenai seks dan haid juga
lazim terjadi.
Perjalanan gangguan ini bersifat menahun dan berflutuasi, dan sering kali
disertai ketidakserasian dari perilaku sosial, interpersonal dan keluarga yang
berkepanjangan. Gangguan ini jeuh lebih sering terjadi pada wanita daripada pria,
dan biasanya mulai pada usia dewasa muda.
Ketergantungan pada dan penyalahgunaan obat-obatan (biasanya sedativa
dan analgetika) sering kali akibat seringnya menjalani rangkaian pengobatan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
42
Gangguan Neurosis
Pedoman diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) :
a. Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya
dasar kelainan fisik yang memadai, yang sudah berlangsung sekurangnya
2 tahun
b. Selalu tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-
keluhannya
c. Terdapat hendaya dalam taraf tertentu dalam berfungsinya di masyarakat
dan keluarga yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak
pada perilakunya
GANGGUAN SOMATOFORM TAK TERINCI
Bilamana keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan
tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak
terpenuhi, sebaiknya digunakan kategori ini. Misalnya saja cara mengemukakan
keluhan-keluhan tidak dramatis dan tidak kuat, keluhan-keluhannya tidak terlalu
banyak, atau tidak ada gangguan pada fungsi sosial dan fungsi keluarganya.
Kategori ini kemungkinan ada atau tidak ada dasar faktor penyebab psikologis,
akan tetapi tidak boleh ada dasar fisik untuk keluhan-keluhannya yang digunakan
sebagai dasar diagnosis psikiatrik.
GANGGUAN HIPOKONDRIK
Ciri utama dari gangguan ini adalah adanya upaya preokupasi yang
menetap akan kemungkinan menderita satu atau lebih gangguan fisik yang serius
dan progresif. Pasien menunjukkan keluhan-keluhan somatik yang menetap atau
preokupasi yang menetap dengan penampilan fisiknya. Pengindraan dan
penampilan yang normal sebenarnya biasa dan oleh pasien sering kali ditafsirkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
43
Gangguan Neurosis
sebagai abnormal dan tidak mengenakkan, dan perhatiannya biasanya hanya
terfokus pada satu atau dua organ atau sistem tubuhnya. Pasien dapat
menyebutkan penyakit atau perubahan apa yang ditakutkannya, akan tetapi
intensitas keyakinan terhadap kelainan yang ditakutkannya tersebut biasanya
bervariasi dalam beberapa konsultasi. Pasien biasanya masih juga mengajukan
kemungkinan bahwa ada gangguan fisik lain atau tambahan disamping apa yang
sudah dikemukakan sebelumnya.
Depresi dan anxietas sering kali menonjol. Sindrom ini terjadi pada pria
maupun wanita dan tidak ada karakteristik khusus mengenai keluarga (berbeda
dengan gangguan somatisasi)
Pedoman diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) :
a. Keyakinan yang menetap perihal adanya sekurang-kurangnya satu
penyakit fisik yang serius yang menlandasi leuhan atau keluhan-
keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang tidak menunjang
adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap terhadap adanya deformitas atau perubaahn bentuk/penampakan.
b. Penolakan yang menetap dan tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau
abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.
DISFUNGSI OTONOMIK SOMATOFORM
Keluhan-keluhan fisik yang disampaikan oleh pasien seakan-akan
merupakan gejala dari sistem saraf otonom, misalnya sistem kardiovaskular,
gastrointestinal atau pernafasan.
Pedoman diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
44
Gangguan Neurosis
a. Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpasi, berkeringat,
tremor, muka merah, yang menetap dan mengganggu
b. Gejala subjektif tambahan yang mengacu kepada sistem atau organ
tertentu
c. Preokupasi dengan distress mengenai kemungkinan adanya gangguan
yang serius (sering tidak begitu khas), dari sistem atau organ tertentu, yang
tidak terpengaruh oleh hasik pemeriksaan berulang, maupun penjelasan
dan peneguhan oleh para dokter
d. Tidak terbukti adanya gangguan yang bermakna pada struktur atau fungsi
dari sistem atau organ yang dimaksud
GANGGUAN NYERI SOMATOFORM MENETAP
Keluhan yang predominan adalah nyeri yang hebat, menyiksa dan
menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologis
maupun adanya gangguan fisik. Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya
konflik emosional atau problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat
dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.
GANGGUAN SOMATOFORM LAINNYA
Pada gangguan ini, keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom,
dan secara spesifik terbatas pada bagian tubuh atau sistem tertentu.
Gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:
1. “globulus hystericus” perasaan ada benjolan di kerongkongan yang
menyebabkan disfagia) dan bentuk disfagia lainnya
2. “torticollis” psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya (kecuali
sindrom Tourette)
3. Pruritus psikogenik (tidak termasuk lesi kulit khas seperti alopesia,
dermatitis, eksema,atau utrikaria oleh penyebab psikogenik
4. Dismenore psikogenik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
45
Gangguan Neurosis
5. “teeth grinding”
F48. GANGGUAN NEUROTIK LAINNYA:
Neurastenia
Terdapat dua tipe utama:
1. Tipe Pertama: Keluhan utamanya adalah kelelahan setelah suatu
kegiatan mental yang sering kali disertai menurunnya prestasi kerja
serta menurunnya efisiensi tugas sehari-hari. Kelelahan mental
digambarkan sebagai adanya pikiran-pikiran yang mengganggu
atau ingatan-ingatan yang tidak menyenangkan, sulit konsentrasi
dan tidak efisien dalam berpikir.
2. Tipe Kedua: Keluhan utamanya ditekankan pada kelemahan fisik
atau badaniah dan kelelahan hanya karena kegiatan ringan saja,
disertai perasaan nyeri dan sakit otot-otot dan tidak mampu untuk
bersantai (relax).
Pada kedua tipe tersebut, sering ditemukan juga berbagai keluhan
fisik seperti pusing kepala, sakit kepala karena ketegangan, dan perasaan
tidak mantap. Juga sering ditemukan kekhawatiran akan menurunnya
kesehatan badan maupun mental, gampang tersinggung, tidak ada
semangat, dan berbagai keluhan depresi dan anxietas ringan. Tidur
biasanya terganggu pada fase awal dan fase pertengahan masa tidur.
Pedoman Diagnostik:
a. Adanya keluhan-keluhan yang menetap dan mengganggu berupa
meningkatnya rasa lelah setelah suatu kegiatan mental, atau
keluhan yang juga menetap dan tak enak mengenai kelemahan
badaniah dan kehabisan tenaga hanya sesudah kegiatan ringan saja.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
46
Gangguan Neurosis
b. Paling sedikit ada dua dari hal-hal tersebut di bawah ini:
Perasaan sakit dan nyeri otot-otot
Pusing kepala
Nyeri kepala (tension headache)
Gangguan tidur
Tidak bisa bersantai
Mudah tersinggung
Dispepsia
c. Setiap gejala otonomik atau pun depresif yang ada, tidak cukup
berat untuk dapat memenuhi kriteria salah satu dari gangguan yang
lebih khas di dalam klasifikasi ini.
Termasuk: sindrom kelelahan (fatigue syndrome)
Sindrom Depersonalisasi-derealisasi
Pada gangguan ini penderita mengeluh bahwa aktivitas mentalnya,
tubuh, dan/atau lingkungannya menjadi berubah kualitasnya, sehingga
menjadi tidak nyata, asing atau menjadi seperti robot. Penderita merasa
bahwa mereka tidak lagi menguasai pikirannya sendiri; bahwa gerakan dan
perilaku mereka bukan dari dirinya sendiri; bahwa tubuhnya sudah tak
bernyawa, asing atau ada kelainan; dan bahwa lingkungannya kehilangan
warna dan tidak hidup lagi dan tampak semu, atau seperti panggung
dimana orang-orang hanya sebagai pemain sandiwara. Keluhan hilangnya
perasaan/emosi adalah yang paling sering dijumpai.
Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) :
a. Gejala depersonalisasi, yaitu individu merasa bahwa perasaannya
dan/atau pengalamannya terasa seperti terlepas dari dirinya, bukan
dari dirinya;
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
47
Gangguan Neurosis
b. Gejala derealisasi, yaitu objek, orang dan/atau lingkungannya
menjadi seperti tidak nyata, semu, tanpa warna, tidak hidup;
c. Memahami bahwa hal tersebut merupakan perubahan spontan dan
subjektif, dan bukan disebabkan oleh kekuatan dari luar atau orang
lain;
d. Penginderaan tidak terganggu dan tidak ada keadaan kebingungan
toksik atau epilepsi.
Gangguan Neurotik Lainnya
Mencakup gangguan-gangguan campuran dari perilaku, keyakinan,
dan emosi yang tidak jelas penyebab dan yang terjadi dengan frekuensi
tertentu di dalam lingkungan budaya tertentu; sebagai contoh: sindrom
koro (anxietas dan ketakutan bahwa penisnya akan tertarik ke dalam
rongga perut dan menyebabkan kematian) dan latah (perilaku imitative dan
respon).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
48
Gangguan Neurosis
BAB IV
PERBEDAAN PSIKOSIS DAN NEUROSIS
Untuk memperjelas pemahaman mengenai psikosis ada baiknya
membandingkan kelainan jiwa ini dengan neurosis, yaitu ada 6 perbedaan antara
psikosis dengan neurosis atas dasar :
1. Perilaku umum,
2. gejala-gejala,
3. orientasi,
4. pemahaman (insight),
5. risiko sosial, dan
6. penyembuhan.
NO FAKTOR PSIKOSIS NEUROSIS
1. Perilaku umum Gangguan terjadipada seluruh aspekkepribadian, tidak adakontak dengan realitas.
Gangguan terjadi pada sebagian kepribadian, kontak dengan realitas masih ada.
2. Gejala-gejala Gejala bervariasi luas dengan waham, halusinasi, kedangkalan emosi yang terjadi secara terus-menerus.
Gejala psikologis dan somatik bisa bervariasi, tetapi bersifat temporer dan ringan.
3. Orientasi Penderita sering mengalami disorientasi (waktu, tempat, dan orang-
Penderita tidak atau jarang mengalami disorientasi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
49
Gangguan Neurosis
orang).4. Pemahaman
(insight)Penderita tidak memahami bahwa dirinya sakit.
Penderita memahami bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa.
5. Risiko sosial Perilaku penderita dapat membahayakan orang lain dan diri sendiri.
Perilaku penderita jarang atau tidak membahayakan orang lain dan diri sendiri.
6. Penyembuhan Penderita memerlukan perawatan di rumah sakit. Kesembuhan seperti keadaan semula dan permanen sulit dicapai.
Tidak begitu memerlukan perawatan di rumah sakit. Kesembuhan seperti semula dan permanen sangat mungkin untuk dicapai.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
50
Gangguan Neurosis
BAB IV
KESIMPULAN
Secara garis besar, fenomena perilaku manusia bermanifestasi dalam tiga
aspek besar, yaitu perilaku, pikiran, dan perasaan. Perilaku, pikiran, atau perasaan
manusia baru dapat dikategorikan sebagai gangguan jiwa apabila memenuhi
kriteria gangguan jiwa.
Adapun kriteria gangguan jiwa yaitu suatu kelompok gejala atau perilaku
yang secara klinis ditemukan bermakna dan yang disertai dengan penderitaan
(distress) pada kebanyakan kasus, dan yang berkaitan dengan terganggunya fungsi
(disfungsi atau hendaya) seseorang. Dengan demikian jelas bahwa apabila hanya
terjadi penyimpangan atau konflik sosial saja tanpa disfungsi seseorang, hal itu
tidak dimasukkan ke dalam gangguan jiwa.
Psikosis menekankan hilangnya tes realitas dan gangguan pada fungsi
mental yang dimanifestasikan oleh waham, halusinasi, konfusi, dan gangguan
ingatan.
Jadi Psikosis:
1. Psikosis merupakan gangguan jiwa yang berat, atau tepatnya penyakit
jiwa, yang terjadi pada semua aspek kepribadian.
2. Bahwa penderita psikosis tidak dapat lagi berhubungan dengan realitas,
penderita hidup dalam dunianya sendiri.
3. Psikosis tidak dirasakan keberadaannya oleh penderita. Penderita tidak
menyadari bahwa dirinya sakit.
4. Usaha menyembuhkan psikosis tak bisa dilakukan sendiri oleh penderita
tetapi hanya bisa dilakukan oleh pihak lain.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
51
Gangguan Neurosis
5. Dalam bahasa sehari-hari, psikosis disebut dengan istilah gila.
Secara umum, psikosis dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan faktor
penyebabnya, yaitu psikosis organik, yang disebabkan oleh faktor organik dan
psikosis fungsional, yang terjadi karena faktor kejiwaan.
Neurosis adalah suatu gangguan non-psikotik yang kronis atau rekuren yang
ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau yang diekspresikan secara
langsung atau diubah melalui mekanisme pertahanan Kecemasan tampak sebagai
gejala, seperti suatu obsesi, suatu kompulsi, suatu fobia, atau suatu difungsi
seksual.
Jadi Neurosis:
1. Neurosis merupakan gangguan jiwa pada taraf ringan.
2. Neurosis terjadi pada sebagian aspek kepribadian.
3. Neurosis dapat dikenali gejala-gejala yang menyertainya dengan ciri khas
kecemasan.
4. Penderita neurosis masih mampu menyesuaikan diri dan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Untuk memperjelas pemahaman mengenai perbedaan psikosis dengan
neurosis ada 6 perbedaan atas dasar :
1. Perilaku umum,
2. gejala-gejala,
3. orientasi,
4. pemahaman (insight),
5. risiko sosial, dan
6. penyembuhan.
Berdasarkan PPDGJ III gangguan neurosis terdiri dari gangguan anxietas
fobik, gangguan anxietas lainnya, dan gangguan obsesif kompulsif, reaksi
terhadap stress, gangguan disosiatif, gangguan somatoform, serta gangguan
neurotik lainnya.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
52
Gangguan Neurosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010.
2. Kaplan and Sadock`s. Comprehensive Textbook of Psychiatry 18 th edition:
Anxiety Disorders. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1998.
3. Kaplan and Sadock`s. Comprehensive Textbook of Psychiatry 18 th edition:
Somatoform Disorders. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
1998.
4. Kaplan and Sadock`s. Comprehensive Textbook of Psychiatry 18 th edition:
Dissociative Disorders. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
1998.
5. Maramis, W.F. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University;
2008.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 30 Juli – 1 September 2012
53