referat mata

27
DAFTAR ISI DAFTAR ISI…....……………………………………………………………………….. 1 BAB I……………………………………………………………………………………... 2 PENDAHULUAN…………………………………………………………………… 2 BAB II………………………...………………………………………………………….. 4 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………….. 4 DEFINISI………………………………………………………………………….. 4 ETIOLOGI………………………………………………………………………... 4 EPIDEMIOLOGI………………………………………………………………… 5 ANATOMI KONJUNGTIVA…………………………………………………… 5 HISTOLOGI KONJUNGTIVA………………………………………………… 6 PERDARAHAN DAN PERSARAFAN…………………………………………. 6 GEJALA DAN TANDA………………………………………………………….. 6 KONJUNGTIVITIS BAKTERI………………………………………………… 7 KONJUNTIVITIS VIRUS………………………………………………………. 10 KONJUNGTIVITIS ALERGIKA………………………………………………. 15 BAB III…………………………………………………………………………………. 19 KESIMPULAN…………………………………………………………………... 19 BAB IV………………………………………………………………………………….. 20 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 20 1

Upload: annisa-parasayu-sirojuddin

Post on 05-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Referat Mata

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Mata

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…....……………………………………………………………………….. 1

BAB I……………………………………………………………………………………... 2

PENDAHULUAN…………………………………………………………………… 2

BAB II………………………...………………………………………………………….. 4

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………….. 4

DEFINISI………………………………………………………………………….. 4

ETIOLOGI………………………………………………………………………... 4

EPIDEMIOLOGI………………………………………………………………… 5

ANATOMI KONJUNGTIVA…………………………………………………… 5

HISTOLOGI KONJUNGTIVA………………………………………………… 6

PERDARAHAN DAN PERSARAFAN…………………………………………. 6

GEJALA DAN TANDA………………………………………………………….. 6

KONJUNGTIVITIS BAKTERI………………………………………………… 7

KONJUNTIVITIS VIRUS………………………………………………………. 10

KONJUNGTIVITIS ALERGIKA………………………………………………. 15

BAB III…………………………………………………………………………………. 19

KESIMPULAN…………………………………………………………………... 19

BAB IV………………………………………………………………………………….. 20

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 20

1

Page 2: Referat Mata

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian

dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah

satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau

kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair.

Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua

mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning

kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna

merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air

mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah

konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai

kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di

kelopak mata.

Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata

senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk

mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata. Obat tetes atau salep antibiotik biasanya

digunakan untuk mengobati konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan

jika ada infeksi di bagian tubuh lain.

Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres hangat di daerah mata untuk

meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis

alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus

melindungi mata dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata.

2

Page 3: Referat Mata

Untuk konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparan dengan

benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensa kontak. Selain itu

dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut

menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya berkonsultasi dengan dokter mata

jika terkena konjungtivitis.

3

Page 4: Referat Mata

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada konjungtiva yang

ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.1,2 Berdasarkan waktu,

konjungtivitis dibedakan menjadi:

1. Konjungtivitis akut: awitan terpisah yang diawali dengan inflamasi unilateral, kemudian

diikuti dengan inflamasi mata kedua seminggu kemudian. Lama sakit adalah kurang dari

empat minggu.

2. Konjungtivitis kronik: lama sakit lebih dari tiga sampai empat minggu.2

ETIOLOGI

Sama halnya dengan kornea, konjungtiva terpajan dengan lingkungan luar seperti

mikroorganisme dan faktor stress.1 Permukaan konjungtiva tidak steril karena dihuni oleh flora

normal. Untuk itu, terdapat mekanisme defensi alamiah seperti komponen aqueous yang

melarutkan agen infeksius, mukus yang menangkap debris, kedipan mata, perfusi yang baik, dan

aliran air mata yang membilas konjungtiva. Air mata sendiri mengandung antibodi dan

antibakterial yaitu immunoglobulin (IgA dan IgG), lisozim, dan interferon.1,3 Inflamasi dapat

terjadi dengan kontak langsung dengan patogen melalui tangan yang terkontaminasi, handuk,

atau kolam renang. Secara garis besar, penyebab konjungtivitis adalah endogen (non-infeksius)

atau eksogen (infeksius).

Infeksius

Bakterial

Viral

Parasitik

Non-infeksius

4

Page 5: Referat Mata

Alergi

Autoimun

Toksik (kimia atau iritan)

Penyakit sistemik seperti sindrom Steven-Johnson

Iritasi persisten akibat produksi air mata yang kurang.2

EPIDEMIOLOGI

Konjungtivitis adalah penyakit mata paling sering di dunia yang dapat terjadi pada berbagai

usia.1 Akan tetapi, terdapat beberapa bentuk konjungtivitis tertentu yang terjadi pada kelompok

usia tertentu. Pada anak, sering terjadi keratokonjungtivitis vernal, sedangkan

keratokonjungtivitis atopik dan alergika sering terjadi pada dewasa muda. Sekitar 1-3%

pengguna kontak lensa terkena konjungtivitis papiler raksasa dan 10% neonatus mengalami

konjungtivitis dengan berbagai penyebab. Konjungtivitis infeksius mengenai perempuan dan

laki-laki dengan insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih sering terjadi pada

perempuan. Sebaliknya, keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis akibat kimia dan mekanik

lebih sering terjadi pada pria.2

ANATOMI KONJUNGTIVA

Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan

anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior

kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat

ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi

konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan

melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan

memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik6

HISTOLOGI

Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris

bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau

5

Page 6: Referat Mata

oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal

berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen6

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa

(profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai

setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang

melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata6

PERDARAHAN DAN PERSARAFAN

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini

beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan

vaskular konjungtiva yang sangat banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan

pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit6

GEJALA DAN TANDA KONJUNGTIVITIS

Umumnya, konjungtivitis mengenai kedua mata dengan derajat keparahan yang berbeda. Gejala

konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret yang berlebih sehingga mata terasa

lengket pada pagi hari setelah bangun tidur. Selain itu, pasien dapat mengalami sensasi benda

asing, terbakar, atau gatal, serta fotofobia. Rasa nyeri yang muncul biasanya menandakan kornea

juga terkena. Gejala yang dirasakan oleh pasien dapat bervariasi. Oleh karena itu, penting untuk

mengenali tanda dari konjungtivitis berupa:

Hiperemia: mata tampak merah akibat dilatasi pembuluh darah. Jika tanpa disertai

infiltrasi seluler, menandai iritasi seperti angin, matahari, dan asap

Epifora: lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi benda asing dan

iritan yang harus dibedakan dengan transudat. Transudat ringan yang timbul akibat

pelebaran pembuluh darah dapat bercampur dengan air mata.

Eksudasi: kuantitas dan sifat eksudat (mukoid, purulen, berair, atau berdarah) bergantung

dengan etiologi penyakit

Pseudoptosis: jatuhnya kelopak bola mata karena infiltrasi pada otot Muller yang dapat

ditemukan pada konjungtivitis parah seperti keratokonjungtivitis trakoma.

6

Page 7: Referat Mata

Hipertrofi papiler: reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil berukuran kecil,

halus, dan seperti beludru. Papil berwarna kemerahan pada infeksi bacterial, sedangkan

bentuk cobblestone ditemui pada konjungtivitis vernal.

Kemosis: pembengkakan konjungtiva yang sering ditemukan pada konjungtivitis

alergika, bakterial (konjungtivitis gonokokus), dan adenoviral.

Folikel: hiperplasia limfoid lokal konjungtiva yang terdiri dari sentrum germinativum

yang paling sering ditemukan pada infeksi virus. Selain infeksi virus, ditemui pula pada

infeksi parasit dan yang diinduksi oleh obat idoxuridine, dipivefrin, dan miotik.

Pseudomembran: terbentuk akibat proses eksudatif dimana epitel tetap intak ketika

pseudomembran dibuang.

Konjungtiva lignose: terbentuk pada pasien yang mengalami konjungtivitis membranosa

berulang.

Flikten: diawali dengan perivaskulitis limfositik yang kemudian berkembang menjadi

ulkus konjungtiva. Selain itu, flikten menandakan reaksi delayed hipersensitivitas

terhadap antigen microbial.

Limfadenopati preaurikular: pembesaran kelenjar getah bening yang dapat disertai rasa

nyeri pada infeksi akibat herpes simpleks, konjungtivitis inklusi, atau trakoma.1,2,3

Tanda Konjungtvitis3

Mata tampak merah dengan dilatasi pembuluh darah konjungtiva yang difus (injeksi

konjungtiva).

KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL

1. Tanda dan Gejala

7

Page 8: Referat Mata

Dua bentuk konjungtivitis bakterial adalah akut dan kronik. Konjungtivitis bacterial akut

(subakut) yang disebabkan oleh Haemophilus influenza bersifat self-limited dengan lama

sakit melebihi dua minggu (tanpa pengobatan) dan eksudat tipis, berair, serta flokulen.

Konjungtivitis purulen yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria

meningitidis menyebabkan komplikasi yang serius jika tidak diobati dengan benar.

Konjungtivitis bilateral dengan eksudat purulen dan biasanya pembengkakan kelopak mata.

Umumnya, infeksi bersifat unilateral pada mulanya kemudian mengenai mata yang lain

melalui tangan. Konjungtivitis purulen yang banyak dapat disebabkan oleh N gonorrhoeae,

Neisseria kochii, dan N meningitides yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan

pengobatan segera. Penundaan dapat menyebabkan kerusakan kornea, kebutaan, dan sepsis.

Sedangkan konjungtivitis mukopurulen akut, penyebab tersering adalah Streptococcus

pneumoniae.

Konjungtivitis kronik terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakriminal dan

dakriosistitis kronik. Disamping itu, blefaritis bacterial kronik atau disfungsi kelenjar

meibom juga dapat menyebabkan konjungtivitis kronik.1

2. Pemeriksaan Laboratorium

Sebagian besar diagnosis dapat ditegakkan dengan tanda dan gejala. Oleh karena itu,

pemeriksaan laboratorium dilakukan apabila konjungtivitis tidak responsif terhadap

antibitotik. Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah pewarnaan Gram untuk

mengidentifikasi mikroorganisme penyebab. Pewarnaan Giemsa bertujuan untuk

mengidentifikasi tipe sel dan morfologi. Kerokan konjungtiva dan kultur dianjurkan apabila

terdapat sekret purulen, membranosa, atau pseudomembranosa. 1,2

3. Komplikasi

Pada infeksi staphylococcal dapat terbentuk blefaritis marginal kronik. Selain itu,

konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa akan menimbulkan sikatriks dalam

proses penyembuhan, dan lebih jarang menyebabkan ulkus kornea. Ulkus kornea marginal

mempermudah infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan

M catarrhalis. Apabila produk toksik N gonorrhoeae menyebar pada bilik mata depan, akan

terjadi iritis toksik.1

8

Page 9: Referat Mata

4. Pengobatan

Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik tersedia. Adapun terapi

empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim dalam bentuk topical. Sediaan topikal yang

diberikan dalam bentuk salep atau tetes mata adalah seperti gentamisin, tobramisin,

aureomisin, kloramfenikol, polimiksin B kombinasi dengan basitrasin dan neomisis,

kanamisis, asam fusidat, ofloksasin, dan asidamfenikol. Kombinasi pengobatan antibiotik

spektrum luas dengan deksametason atau hidrokortison dapat mengurangi keluhan yang

dialami oleh pasien lebih cepat.1,2

Namun, apabila hasil mikroskopik menunjukkan bakteri gram-negatif diplokokus seperti

neisseria, maka terapi sistemik dan topikal harus diberikan secepatnya. Seftriakson 1 gr,

dosis tunggal intramuscular, diberikan apabila tidak mengenai kornea. Jika ada keterlibatan

kornea, maka diberikan seftriakson 1-2 gr/hari secara parenteral selama 5 hari. Pemberian

obat tersebut diikuti dengan doksisiklin 100 mg dua kali sehari atau eritromisin 500 mg

empat kali sehari selama 1 minggu. Pada konjungtivitis kataral kronik, diberikan antibiotik

topikal seperti kloramfenikol atau gentamisin diberikan 3-4 kali/ hari selama dua minggu

untuk mengeliminasi infeksi kronik.1,4

Selain itu, eksudat dibilas dengan larutan saline pada konjungtivitis purulen dan

mukopurulen akut. Untuk mencegah penyebaran penyakit, pasien dan keluarga diedukasi

untuk memerhatikan kebersihan diri.1,2

5. Prognosis

Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri dalam 10-14 hari tanpa pengobatan.

Namun, konjungtivitis akan sembuh lebih cepat dalam 1-3 hari apabila diobati dengan tepat.

Sebaliknya, infeksi kronik membutuhkan terapi yang adekuat untuk dapat pulih. Infeksi

staphylococcal dapat menimbulkan blefarokonjungtivitis. Kemudian, konjungtivitis

gonococcal dapat menyebabkan ulkus kornea dan endoftalmitis jika tidak diobati. Oleh

karena konjungtiva dapat menjadi port d’entry, maka septikemia dan meningitis menjadi

komplikasi dari konjungtivitis meningococcal.1

KONJUNGTIVITIS VIRAL

9

Page 10: Referat Mata

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus. Adenovirus adalah penyebab

tersering, sementaraHerpes Simplex Virus merupakan etiologi yang paling membahayakan.

Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, Picornavirus, Poxvirus,

dan Human Immunodeficiency Virus. Transmisi terjadi melalui kontak dengan sekret respiratori,

sekret okular, serta benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) seperti handuk. Infeksi dapat

muncul sporadik atau epidemik pada tempat ramai seperti sekolah, RS, atau kolam renang.1

1. Tanda dan gejala

Presentasi klinis yang muncul berbeda-beda tergantung agen penyebabnya. Namun pada

umumnya konjungtivitis viral, mata akan sangat berair dengan eksudat minimal, disertai

adenopati preaurikular atau radang tenggorokan dan demam. Vaughan membagi

konjungtivitis ke dalam 3 kelompok sbb:

1. Konjungtivitis folikuler viral akut1

a) Pharyngoconjunctival fever. Disebabkan oleh adenovirus tipe 3, 4, dan 7. Ditandai

dengan demam 38 – 40 o C, nyeri tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau

kedua mata. Tanda lain dapat berupa injeksi, mata berair, limfadenopati preaurikular,

atau keratitis epitelial superfisial.

b) Epidemic keratoconjunctivitis. Disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, dan 29. Sering

hanya muncul pada satu mata, atau bilateral dengan lesi salah satu mata akan lebih berat.

Ditandai dengan injeksi, nyeri, mata berair, kemudian dalam 5 – 14 hari diikuit dengan

fotofobia, keratitis epitelial, dan opasitas subepitelial. Tanda lain berupa nodul

preaurikular, edema kelopak mata, kemosis, subkonjungtiva hiperemis, dan kadang

pseudomembran dan symblepharon. Pada dewasa, infeksi ini hanya terbatas pada mata,

sedangkan pada anak-anak gejala nyeri tenggorokan dan demam akan terlihat nyata.

c) Herpes simplex virus conjungtivitis. Biasanya ditemukan pada anak-anak, ditandai

dengan infeksi unilateral, iritasi, keluar sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan.

Muncul pada infeksi primer HSV atau pada episode rekuren herpes okuler. Kadang

disertai pula dengan keratitis herpes simplex. Bentuk konjungtivitis berupa folikuler atau

pseudomembran (jarang). Dapat pula muncul vesikel herpetik pada kelopak mata dan

nyeri pada nodul preaurikuler.

10

Page 11: Referat Mata

d) Acute hemorrhagic conjunctivitis. Disebabkan oleh enterovirus tipe 70 atau

coxsackievirus tipe A24 (jarang). Penyakit ini memiliki masa inkubasi yang pendek 8 –

48 jam, dan perjalanan penyakit yang ringkas 5 – 7 hari. Tanda klinis berupa nyeri,

fotofobia, sensasi benda asing, mata berair, mata merah, kelopak mata bengkak,

perdarahan subkonjungtiva, kemosis. Disertai dengan limfadenopati preaurikular, folikel

konjungtiva, dan keratitis epitelial.

2. Konjungtivitis folikuler viral kronik1

Infeksi Molluscum contagiosum ditandai dengan konjungtivitis folikular unilateral

kronik, keratitis superior, dan pannus superior. Lesi berbentuk nodul bulat, waxy,

berwarna putih mutiara, dengan pusatnya bertangkai.

11

Page 12: Referat Mata

Gambar . (A) Konjungtivitis folikular dengan lesi molluscum; (B) lesi molluscum pada

konjungtiva bulbar; (C) lesi molluscum ekstensif pafa pasien HIV5

3. Blefarokonjungtivitis viral1

Infeksi oleh varicella dan herpes zoster, ditandai dengan konjungtivitis hiperemis, lesi erupsi

vesikular sepanjang cabang optalmika dari nervus trigeminalis. Lesi berbentuk papil, kadang

folikel, pseudomembran, dan vesikel. Lesi varicella dapat muncul pada kulit disekitar mata.

Dengan demikian, presentasi klinis yang mungkin muncul pada konjungtivitis viral adalah

sebagai berikut:

1. Oedema kelopak mata dan limfadenopati preaurikular,

2. Konjungtiva hiperemis dan muncul folikel,

3. Inflamasi

4. berat dapat diasosiasikan dengan adanya perdarahan konjungtiva (umumnya ptekiae),

chemosis, membran, dan pseudomembran

5. Adanya jaringan parut yang dapat timbul akibat resolusi pseudomembran atau

membran

6. Uveitis anterior ringan, namun jarang terjadi

2. Pemeriksaan

Pada prinsipnya, diagnosis konjungtivitis viral ini dapat ditegakkan melalui anamnesa dan

pemeriksaan oftalmologi, tanpa harus menggunakan pemeriksaan penunjang. Pada

anamnesa, penting ditanyakan riwayat kontak dengan penderita konjungtivitis akut.

Namun, bila meragukan etiologinya, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan scrap

konjungtiva dilanjutkan dengan pewarnaan giemsa. Pada infeksi adenovirus akan banyak

ditemukan sel mononuklear. Sementara pada infeksi herpes akan ditemukan sel raksasa

multinuklear. Badan inklusi intranuklear dari HSV dapat ditemukan pada sel konjungtiva dan

kornea menggunakan metode fiksasi Bouin dan pewarnaan Papanicolau. Adapaun

pemeriksaan yang lebih spesifik lagi antara lain amplifikasi DNA menggunakan PCR, kultur

virus, serta imunokromatografi.1,5

12

Page 13: Referat Mata

Keratokonjungtivitis adenoviral. (A) Konjungtivitis folikular, (B) pseudomembran, (C) residu

jaringan parut, (D-F) keratitis5

3. Komplikasi

Konjungtivitis viral bisa berkembang menjadi kronis hingga menimbulkan

blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya dapat berupa timbulnya pseudomembran, jaringan

parut, keterlibatan kornea, serta muncul vesikel pada kulit.

4. Tatalaksana1,5

Mengurangi risiko transmisi

o Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata

o Tidak menggunakan handuk bersamaan

o Disinfeksi alat-alat kedokteran setelah digunakan pada pasien yang terinfeksi

menggunakan sodium hipoklorit, povidone-iodine

13

Page 14: Referat Mata

Steroid topikal

o Prednisolone 0,5% 4xsehari pada konjungtivitis psuedomembranosa atau membranosa

o Keratitis simtomatik steroid topikal lemah, hati-hati dalam penggunaan, gejala dapat

muncul kembali karena steroid hanya menekan proses inflamasi.

o Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama periode infeksius pasien.

o Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid diperpanjang

Lainnya

o Untuk infeksi varicella zoster, Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg 5x sehari selama 10

hari) diberikan jika progresi memburuk.

o Pada keratitis herpetik dapat diberikan acyclovir 3% salep 5x/hari, selama 10 hari, atau

dengan acyclovir oral, 400 mg 5x/hari selama 7 hari.

o Stop menggunakan lensa kontak

o Artificial tears 4xsehari

o Kompres hangat atau dingin

o Insisi/pengankatan jaringan pseudomembran atau membran

o Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bateri sekunder

o Povidone-iodine

o Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridement

o

5. Prognosis

Konjungtivitis virus merupakan penyakit limited disease, yang dapat sembuh dengan

sendirinya tanpa pengobatan khusus. Pada infeksi adenovirus, infeksi dapat hilang sempurna

dalam 3 – 4 minggu, dan 2 – 3 minggu untuk HSV. Dan infeksi enterovirus tipe 70 atau

coxsackievirus tipe A24 sembuh dalam 5 – 7 hari, tanpa butu tatalaksana khusus. 1

KONJUNGTIVITIS ALLERGIKA

Merupakan bentuk alergi pada mata yang disebabkan oleh reaksi sistem imun pada konjungtiva.

1. Tanda dan gejala

Bervariasi untuk tiap kelompok.

14

Page 15: Referat Mata

1. Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (humoral)1

a. Hay fever conjunctivitis (pollens, grasses, animal danders, etc).

Merupakan inflamasi nonspesifik yang diasosiasikan dengan hay fever (rinitis

alergika). Terdapat riwayat alergi pada pollen, rumput, atau bulu hewan sebelumnya.

Mata akan gatal, berair, dan sangat merah. Jika alergern persisten, maka akan tampak

gambaran konjungtivitis papiler.

b. Vernal keratoconjunctivitis

Dikatakan sebagai konjungtivitis musiman, yang penyebabkan kadang sulit untuk

diketahui. Riwayat alergi sebelumnya kadang diketahui. Gejala berupa gatal dan

keluar kotoran jernih yang kental. Tampakan dapat berupa konjungtivitis folikuler

atau papiler yang besar-besar.

c. Atopic keratoconjunctivitis

Dimiliki pada pasien dengan dermatitis atopik. Gejala berupa sensasi panas terbakar

dengan kotoran mukoid pada mata, mata merah, dan fotofobia. Papila

koeratokonjungtivitis lebih kecil.

d. Giant papillary conjunctivitis

Gejala mirip konjungtivitis vernal yang berkembang pada pasien dengan penggunaan

air mata artifisial dan lensa kontak.

2. Reaksi hipersensitivitas tipe lambat (seluler) 1

a. Phylctenulosis

Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada protein mikroba, termasuk

basil tuberkulosis, spesies staphylococcus species, Candida albicans, Coccidioides

immitis, Haemophilus aegyptius, dann Chlamydia trachomatis. Gejala diawali dengan

lesi kecil, merah, tinggi, yang dikelilingi dengan zona hiperemi, terasa gatal dan mata

berair. Pada limbus terdapat bentuk triangular dengan apex mengarah pada kornea

yang dapat membuat ulkus. Biasanya dipicu dengan blefaritis, konjungtivitis bakterial

akut, dan defisiensi diet.

b. Konjungtivitis ringan sekunder akibat kontak dengan blepharitis

Blefaritis kontak akubat atropine, antibiotik, neomycin, atau broad-spectrum

antibioticsdiikuti dengan hiperemia, papiler, kotoran mukoid, dan iritasi.

15

Page 16: Referat Mata

3. Penyakit autoimun

a. Keratoconjunctivitis sicca yang diasosiasikan dengan sindroma Sjögren

Sinrom ini ditandai dengan triad: keratoconjunctivitis sicca, xerostomia, danarthritis.

Kelenjar lakrimal terinfiltrasi oleh limfosit dan sel plasma sehingga rusak. Muncul

gejala berupa konjungtiva bulbar hiperemis, iritasi, denngan kotoran mukoid,

b. Cicatricial pemphigoid

Diawali dengan konjungtivitis kronik nonspesifik yang resisten terhadap terapi.

Progresi hingga membentuk scar pada fornix dan entropion dengan trichiasis.

2. Pemeriksaan

Pemeriksaan diarahkan pada anamnesis riwayat alergi dan tampilan klinis. Penggunaan

metode scrapping dan melihat sel imun dibawah mikroskop dapat dilakukan, namun

kurang efektif. Hanya pada konjungtivitis sicca, diagnosis dilakukan menggunakan biopsi

dan menemukan infiltrasi sel limfositik dan plasma pada kelenjar saliva. 1

3. Komplikasi

Komplikasi bergantung pada perjalanan dan lokasi penyakit. Jika konjungtivitis

berlangsung kronik atau mengenai media refraksi, maka dapat meinggalkan jaringan

parut yang akan mengganggu pandangan. 1

4. Tatalaksana

Pada dasarnya terapi yang diberikan berupa terapi suportif pemberian vasokonstriktor-

antihistamin topikal, kompres dingin untuk mengurangi gatal, antihistamin oral, dan

steroid topikal untuk mengurangi infeksi. Pemberian steroid harus dengan hati-hati,

karena hanya mensupresi gejala, bukan menyingkirkan penyebab utama. Pada pasien

dengan kecurigaan infeksi sekunder bakteri, dapat diberikan antibiotik topikal.

Sedangkan pada kasus-kasus akibat alergi dengan air mata artifisial atau lensa kontak,

penanganan terbaik adalah menghentikan penggunaannya atau mengalihkan dengan jenis

lain. Sedangkan pada konjungtivitis sicca, tatalaksana hanya berupa suportif,

menggantikan fungsi kelenjar air mata yang hilang, menggunakan air mata artifisial. Hal

16

Page 17: Referat Mata

lain yang juga perlu diperhatikan adalah mengupayakan untuk menghindari kontak

dengan alergen. 1

5. Prognosis

Konjungtivitis ini bersifat selflimited, ketika alergen hilang, maka reaksi inflamasi

diharapkan juga berhenti. Beberapa memiliki masa perjalanan penyakit yang pendek,

namun ada pula yang berjalan kronik, tergantung dengan kapasitas sitem imun pasien.

Penyakit ini banyak timbul pada usia anak, remaja, hingga dewasa. Pada sebagian kasus

rekurensi berkurang jauh ketika meninjak usia tua, diatas 40 – 50 tahun. 1

17

Page 18: Referat Mata

BAB IV

KESIMPULAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian

dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah

satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau

kontak dengan benda asing.

Untuk menegakkan diagnosis pada penyakit mata, diperlukan anamnesis untuk mengetahui

keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit saat ini maupun dahulu, riwayat penyakit

keluarga serta riwayat alergi. Gejala dan tanda konjungtivitis yang bisa didapatkan antara lain;

mata merah, mata penuh kotoran dan lengket ketika pagi hari, mata berair, gatal, dan lain-lain.

Gejala dan tanda tersebut berbeda-beda berdasarkan penyebabnya.

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda yang dikeluhkan pasien. Pemeriksaan

penunjang dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya konjungtivitis; antara lain bakteri,

virus atau alergi. Pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menentukan pemilihan terapi yang

tepat.

Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dan virus dapat disembuhkan dengan tetapi menjaga

higienitas dan menggunakan obat secara teratur sesuai dosis dan waktu pemakaian.

18

Page 19: Referat Mata

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Ferrer FJG, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. InVaughan and Asbury’s General

Ophthalmology.16th ed. USA: Mc.Graw-Hill companies; 2007.

2. Lang GK. Conjunctiva. In Lang ophthalmology. New York: Thieme; 2000.

3. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of ophthalmology. New York:

Thieme; 2006.

4. Khurana AK. Comprehensive ophtalmology. 4th edition. New Delhi: New Age

Publishers; 2007

5. Nischal, Pearson. Kanski Clinical Ophtalmology. 7th ed. [ebook]. Elsevier. 2011

6. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000

19