referat ikterik
DESCRIPTION
KedokteranTRANSCRIPT
BAB II
REFERAT “IKTERUS”
a. Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting
penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila
kadar bilirubin darah >2mg/dl, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus
ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah 5mg%. Ikterus
terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek (“unconjugated”) dan atau kadar
bilirubin direk (“conjugated”).1
Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan muka yang
disebabkan oleh penumpukan bilirubin yang selanjutnya meluas secara
sefalokaudal (dari atas ke bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas. Pada bayi
baru lahir, hiperbilirubinemia sering kali tidak dapat dilihat pada sklera karena
bayi baru lahir umumnya sulit membuka mata.3
b. Etiologi
Penyebab ikterus secara umum dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu: 6
a. Ikterus Prahepatik6
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah
merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
- Kelainan sel darah merah
- Infeksi seperti malaria, sepsis.
- Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan
eritroblastosis fetalis.
b. Ikterus Pascahepatik6
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin
konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami
regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk
ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin.
Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak
mengandung sterkobilin.
c. Ikterus Hepatoseluler6
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga
bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati
sehingga bilirubin darah akan terregurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian
menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan
kimia, dll.
c. Patofisiologi
Metabolisme bilirubin
Bilirubin adalah produk akhir dari metabolisme protoforfirin besi atau heme,
yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim
sitokrom, katalase, dan heme bebas), mioglobin otot, serta eritropoiesis yang tidak
efektif disumsum tulang.1
Metabolisme bilirubin terdiri dari:
1. Pembentukan bilirubun
Bilirubin dibentuk dari degradasi zat yang mengandung heme.
Pembentukan bilirubun dimulai dengan memutuskan cincin tetrapirol
protoheme (protoporfirin 1α) sehingga terbentuklah tetrapirol rantai lurus
(biliverdin). Enzim yang pertama kali terlibat dalam pembentukan bilirubin
adalah mikrosomal heme-oksigenase. Heme oksigenase menyebabkan reduksi
besi profirin (fe3+ menjadi fe2+ ) dan hidroksilasi karbon α-methine, dimana
karbon α ini dioksidasi dari cincin tetrapirol sehingga menghasilkan CO.
Besi yang dilepaskan oleh heme oksigenase dapat digunakan kembali oleh
tubuh. Atom karbon sentral pada biliverdin direduksi dari methine menjadi
methilene oleh enzim biliverdin reduktase sitolik menjadi bilirubin.1
Bilirubin sukar larut dalam air, sehingga memerlukan biotransformasi supaya
dapat diekskresi dari tubuh. Diperlukan molekul karier untuk transport
bilirubin yaitu albumin.1,9
2. Transportasi bilirubin
Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH
normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikan, diperlukan
mekanisme transport dan eliminasi bilirubin. Bilirubin yang dilepaskan ke
sirkulasi akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat pada albumin
serum ini, merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air, dan kemudian
akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin
tidak dapat masuk SSP dan non toksik.1,2,9
3. Pengambilan bilirubin oleh sel hati
Aliran darah yang melalui sinusoid lebih lambat daripada aliran darah
yang melewati kapiler, karena aliran darah ini lebih berasal dari tekanan vena
dibandingkan tekanan arterial. Bilirubin yang terikat dengan albumin lebih
mudah mengalir dari plasma kedalam space of disse diantara endotelium dan
hepatosit, karena lapisan endotelial sinusoid tidak mempunyai lamina basalis
yang terdapat pada sistem kapiler organ lainnya. Celah-celah pada
endothelium memungkinkan kontak langsung dengan membran plasma
hepatosist. Bilirubin dipisahkan dari albumin yang mengikatnya dan
memasuki hepatosit melalui membran reseptor karier sehingga lebih mudah
memasuki hepatosit.2
4. Konjugasi bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin terkonjugasi
yang larut dalam air diretikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine
diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini
akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutkan
akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Substrat yang digunakan
untuk transglukoronidase kanalikuler adalah bilirubin monoglukoronida.
Enzim ini akan memindahkan satu molekul bilirubin monoglukoronida ke
yang lain dan menghasilkan pembentukan satu molekul bilirubin
diglukoronida. Bilirubin ini kemudian diekskresikan kedalam kanalikulus
empedu. Sedang satu molekul bilirubin tak terkonjugasi kembali ke retikulum
endoplasmik untuk konjugasi berikutnya.1,9
5. Sekresi bilirubin terkonjugasi
Setelah berkonjugasi, bilirubin diekskresi dengan melawan gradien
konsentrasi hepatosit melalui membran kanalikuli kedalam kandung empedu
kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Setelah
berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat
diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak
terkonjugasi oleh enzim β-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi
bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati dikonjugasi kembali disebut
“sirkulasi enterohepatik. 1,9
Bilirubin terkonjugasi di lumen usus akan dihidrogenasi karbon ikatan
rangkap dalam bilirubin untuk menghasilkan urobilinogen. Oksidasi atom
karbon tersebut menghasilkan urobilin. Hasil reduksi-oksidasi bilirubin ini
dikenal sebagai urobilinoid, diekskresikan kedalam feses.1,9
Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik,
dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus,
tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal untuk diekskresikan
sebagai senyawa larut air bersama urin.9
Patofisiologi
Ikterus dapat terjadi dalam 3 fase berdasarkan penyebab kuningnya tersebut.
(1) Ikterus prehepatik (ikterus hemolitik), ikterus yang timbul karena
meningkatnya penghancuran sel darah merah. Misal pada keadaan infeksi (sepsis),
ketidak cocokan gol darah ibu dengan golongan darah bayi, bayi yang baru lahir
(ikterus fisiologik). (2) Ikterus hepatoseluler (ikterus parenkimatosa), ikterus yang
terjadi akibat kerusakan atau peradangan jaringan hati, misal pada penyakit
hepatitis. (3) Ikterus pascahepatik (ikterus obstruktif), ikterus yang timbul akibat
adanya bendungan yang mengganggu aliran empedu. Misal pada tumor, kelainan
bawaan (atresia bilier), batu pada kandung empedu. 6
Hiperbilirubinemia sendiri dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan
penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang
berlebih (bilirubin indirek meningkat) dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang
disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier
(bilirubin direknya juga meningkat dan produksi sterkobilinogen menurun).
Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus hemolisis berat dan
gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan
mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi
normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang
sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit
secara masif misalnya anemia hemolitik pada kasus sickle cell anemia ataupun
malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati
mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam
darah (indirek). Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi
didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterus acholuria. Pada neonatus
terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya
fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses penggantian
hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar belum matur,
dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Jika ada dugaan ikterus
hemolitik perlu dipastikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin
indirek, darah rutin, serologi virus hepatitis.
Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin
mengikat kuat, bilirubin akan berdifusi ke basal ganglia pada otak dan
menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus (ikterus
neonatorum pathologis yang ditandai peningkatan bilirubin direk dan pemecahan
eritrosit). Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya
seperti Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena
glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan
kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20
mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I,
karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin
monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena
haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan
penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan.
Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapat obstruksi
saluran empedu, misalnya karena tumor caput pankreas (ditandai Couvisier’s
Law), batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan
duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian
konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika
dan pembuluh limfe. Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat
terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterus choluria. Karena terjadinya
akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik.
Pada kasus ini didapatkan peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek, zat yang
larut dalam empedu serta batu empedu. Jadi pada ikterus obstruktif ini perlu
dibuktikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin serum, bilirubin urin, urobilin
urin, USG, alkali fosfatase.
Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi
adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi
karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem
empedu yang penyebab pastinya belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena
adanya defek pada transport anion an organik termasuk bilirubin, dengan
gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.
Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti
chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga
akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi.
Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan
menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang
tidak larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi
bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi
tidak pada sindroma Crigler najjar.
d. Diagnosis Banding dan Diagnosis
Penyebab utama ikterus adalah: (Buku Pink)
Bentuk-bentuk hepatitis akut
Ikterus obstruktif
Ikterus Juvenilis intermitten (penyakit Gilbert-Meulengracht)
Penyebab lain dalam sumber yang lain adalah: (Sabarguna, 2006)
Sirosis hepatis
Kuning karena obat
Cacar
Hepatitis
Septikemia
Cycle cell disease
Kuning karena dapson
Malaria
Alur Diagnosis berdasarkan fase patofisiologi dan pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan:
Klasifikasi Pemeriksaan Lanjutan
1. Hiperbilirubinemia indirek (bebas),
tak terkonjugasi
Produksi berlebihan
- Hemolisis
Eritropoiesis tidak efektif
Konjuugasi bilirubin berkurang
- Ikterus neonatal
- Penyakit Gilbert
- Septikemia
- Defisiensi Gluc. Trans. Yang
disebabkan:
Obat-obatan (kloram,
pregnandiol)
Sirosis hati
- Sindrom Crigler Najjar
2. Hiperbilirubinemia direk, terkonjugasi
(dengan bilirubin dalam urine)
Kolestasis intrahepatik (ekskresi
bilirubin berkurang)
Didapat:
- Hepatitis virus, sirosis, hepatitis
toksik (alkohol, obat)
- Obat-obat yang menginduksi
kolestasis
- Sepsis
- Ikterus idiopatik, ikterus
kongestif
Fe serum, retikulosit, LDH, Hb bebas ↑,
haptoglobin, nilai hepar normal, tes Coombs
defisiensi Glucoronil transferase ringan
kultur darah
defisiensi Glucoronil transferase yang lebih
berat
Serologi. Transaminase, parameter
pebekuan, biopsi hati
Obat kontrasepsi, metiltesteron
Kultur darah
Herediter
- Sindrom Dubin-Johnson-Rotor
- Ikterus pada kehamilan
- Pasca operasi
Kolestasis ekstrahepatik
- Koledokolitiasis (paling sering)
- Karsinoma pankreas, papila, Bil.
Duct
- Komplikasi pankreatitis (misal
pseudokista)
- Striktur duktus biliaris,
kolangitis, sklerosan
USG, CT abdomen, ERCP
Alur Diagnosis
Alur Tidak Alur Ya Tes Diagnosis
Assesment pasien dengan keluhan kuning pada Kulit
1. Sirosis Hepatis
Kuning pada dewasa
R/ pengobatan largactil atau obat cacing
Tes fungsi lever
Bilirubin urin (+) Edema atau Ascites
Ca leverUSG
Ikterus karena obat
Sirosis hepatis
Kehilangan BB dan massa di perut atas
HbSAg
Riwayat nyeri sendi atau bengkak
Hepatitis
leukositTanda piuria atau abortus septik
septikemia
Bengkak perut hilang timbul atau nyeri dan bengkak sendi
Darah merah
Cycle cell disease
Pasien dengan penyakit lupus dan terapi dapson
Dapson hemolitic jaundice
Darah merah
Darah malaria
Malaria
Penunjang Sirosis Hati Terapi
Tes Fungsi Hati
Anemia (detected on
a CBC)
Coagulation
abnormalities
Elevated liver
enzymes
Elevated bilirubin
Serum albumin low
Enlarged liver (seen
with an abdominal x-
ray
Hasil dari penyakit hati
kronik yang
menyebabkan fibrosis
atau regenerasi nodular
dan disfungsi hati.
Komplikasinya banyak,
meliputi akumulasi cairan
di abdomen (asites),
koagulopati, hipertensi
portal, atau enselopati
hepatik. Paling sering
disebabkan hepatitis C
dan penyalahgunaan
alkohol kronis.
Gejala:
Ascites
Pembengkakan kaki
Muntah darah
Kejang
Kuning
Spider nevi (small, red
spiderlike blood
vessels on the skin)
Kelemahan
Kehilangan berat
badan
Nausea and vomiting
Impotensi dan kurang
gairah seks
Hemorhoid berdarah
Terapi ditekankan untuk
menatalaksana
komplikasi atau
mencegah kerusakan
lebih lanjut.
Hentikan obat dan
alkohol yang
berpengaruh pada
kerja hati
Perdarahan akibat
varises didiagnosis
dengan endoskopi dan
banding atau sclerosis
Ascites ditatalaksana
diuretics, restriksi
garam dan cairan dan
paracentesis
Coagulophaty diterapi
vitamin K
Encepalophaty
diterapi lactulose,
kadang dikombinasi
dengan antibiotik dan
pasien menghindari
diet tinggi protein
Infeksi diterapi
antibiotik
Jika sirosis berlanjut
dan mengancam jiwa,
liver transplan harus
Kotoran menjadi pucat
atau seperti tanah liat
Pemeriksaan fisik
ditemukan pembesaran
hati atau limpa, distented
abdomen, jaundice,
pengembangan jaringan
payudara, testis mengecil,
telapak tangan memerah,
jari tabuh, dan
pengembangan venna
abdomial.
dipertimbangka.
2. Hepatitis
Penunjang Hepatitis Terapi
HBSAG MENINGKAT Hepatitis virus akut umum Tidak ada
Anti HbsAg: infx. HBV
yang lalu
Anti HbcAg: infx HBV
baru
IgM antiHAV: infx
Hepatitis A baru
Anti HCV: infx HCV
yang lalu
Pemeriksaan penunjang
lain:
Serologi peningkatan
aminotrans-ferase (ALT
dan AST, dulu dikenal
dengan SGOT dan
SGPT).
Peningkatan kadar ALT
dibandingkan AST,
Ratio AST/ALT kurang
dari 1.
ditemukan oleh virus A,
B, non-A, non-B, Delta
dan Epsteinn- Barr. Gejala
bervriasi dari anikterik
sampai gagal hati
fulminan.
Gejala berupa demam,
kelelahan, nausea, lemas,
pruritus, ikterus,
anoreksia, dan perasaan
tidak nyaman pada
kuadran kanan atas.
Beratnya keluhan sering
berkaitan dengan tingkat
kekuatan dan derajat
penyakit. Penyebab lain:
keracunan obat
(parasetamol), INH,
alopurinol, halotan)
HAV: infeksi fekal oral
HBV: infeksi melalui
hubungan seksual dan
pemakaian jarum suntik
bersama.
Gejala
Demam dan atrhralgia
hepatitis Virus D:
koinfeksi dengan HBV
menimbulkan angka
hepatitis fulminan yang
tinggi.
terapi yang
spesifik.
Terapi
suportif
meliputi tirah
baring,
pantang
alkohol dan
diet rendah
lemak tinggi
karbohidrat.
Penggunaan
vitamin dan
suplemen
untuk hati
umum
digunakan.
Steroid untuk
memperbaiki LFT masih
kontraversi pencegahan
dengan vaksinasi adalah
jalan yang terbaik.
3. Ca liver
Penunjang Ca Liver Terapi
USG
USG sensitive untuk
mendeteksi asites
Pemeriksaan penunjang
lain:
Meningkatnya alfa
fetoprotein dalam 85%
kaasus dengan komplikasi
sirosis.
Prognosis
diklasifikasikan dengan
kriteria child yang
memperhitungkan derajat
ensefalopati, peningkatan
bilirubin, penurunan
albumin, peningkatan
protombin time, dan
adanya asites.
Umumnya disebabkan
matastatik, selain dari
karier HBV kronis dan
sirosis. Paling banyak
jenis karsinoma
hepatoselular.
Gejala:
Nyeri abdomen,
penurunan berat badan,
asites, ikterus,
hepatosplenomegali
dengan bising. Sindrom
paraneoplastik meliputi
hipoglikenia, eritrositosis,
hiperkalsemia.
E-2-96
Reseksi atau
transplantasi hati pada
saat ini merupakan satu-
satunya pengobatan
yang memberikan
harapan.
E-1-97
Kemoterapi dan
adriamisin atau
kombinasi 5-
fluoroasetat,
metotreksat, vinkristin,
dan siklofosfamid
mungkin lebih baik
tetapi toksik.
Pengendalian nyeri
sering membutuhkan
opiat dan / atau blok
pleksus seliaka.
4. Ikterus karena Obat
penunjang ikterus karena Obat Terapi
pemeriksaan penunjang Obat dapat memberikan Hentikan penggunaan
Kolestatik: peningkatan
kadar alkali fosfatase dan
transaminase hampir 10
kali nilai normal
Sitotoksik: peningkatan
kadar transaminase
(SGOT dan SGPT) dapat
mencapai 500 kali nilai
normal)
reaksi kolestatik dan
sitotoksik. Gejala
kolestatik didominasi
gejala ikterus (steroid
anabolik, klorpromazin,
estrogen, eritromisin
astolat, PTU, dll).
gejala sitotoksik adalah
cedera berat menyerupai
hepatitis virus.
obat secepatnya.
terapi sesuai terapi
hepatitis untuk jenis
sitotoksik.