referat gangguan tidur

Upload: sisterzzshopdua

Post on 05-Nov-2015

82 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Gangguan Tidur

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada praktek psikiatri. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapirsan masyarakat baik kaya miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan adalah pada usia lanjut.

Pada orang normal, ganggaun tidur yang berkepanjangan akanmengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun dya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat emmpengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain.

Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Tidur merupakan suatu bentuk kegiatan dasar yang penting bagi kehidupan manusia. Otak membutuhkan proses tidur untuk menyeimbangkan kinerja otak sehingga dapat berfungsi dengan baik Masyarakat awam belum tentu begitu mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan.

Gangguan tidur yang dialami pada sebagian besar orang adalah insomnia dan 15% adalah hypersomnia. Gejala ini juga sering mengawali rekurensi depresi. Gangguan tidur yang disebabkan oleh bpenyakit organic dan masalah personal dapat menimbulkan depresi. Ketidakmampuan untuk tidur dalam waktu yang lama juga dapat menjadi tanda penting bahwa seseorang mungkin cemas, gelisah ataupun depresi.

1

BAB IIPEMBAHASAN

A. TIDUR FISIOLOGIS

Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang ditandai dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respons terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga. Beberapa gangguan jiwa dapat menyebabkan perubahan khas fisiologi tidur. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.

Elektrofisiologi Tidur

Sampai saat ini sistem klasifikasi untuk tingkatan tidur yang diterima adalah usulan dari Rechtchaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan EEG, Elektrooculogram (EOG) dan electromyogram (EMG). Gelombang otak, mengukur suatu tidur ada 5 tingkatan pola tidur, 4 tingkatan tidur dalam yang disebut non REM (rapid eye movement) atau juga dikenal sebagai slow wave sleep dan tingkat ke 5 yang disebut REM disebut juga paradoxical sleep (PS).1. Tipe Rapid Eye Movement (REM) / Pola Tidur BiasaPola tidur biasa juga disebut sebagai tidur Non-REM. Pada fase ini gelombang otak makin lambat dan teratur. Mendengkur terjadi pada fase ini. Pada keadaan ini sebagian besar organ tubuh secara berangsur-angsur menjadi kurang aktif, pernafasan teratur, kecepatan denyut jantung berkurang, otot mulai berelaksasi, mata dan muka diam tanpa gerak. 2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) / Pola Tidur ParadoksalPola tidur paradoksal disebut juga sebagai tidur REM. Pada fase ini, akan terjadi gerakan-gerakan mata secara cepat, denyut jantung dan pernafasan yang naik turun. Sedangkan otot-otot mengalami pengendoran (relaksasi total). Proses relaksasi otot ini sangat berguna bagi pemulihan tenaga dan penghilangkan semua rasa lelah. Fase tidur REM berlangsung selama 20 menit. Pada fase ini akan terjadi mimpi-mimpi yang dapat dipengaruhi dari factor luar.

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Tiap siklus berlangsung kira-kira 90 menit. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.

Kira-kira 90 menit setelah awitan tidur, NREM menghasilkan epidosde REM pertama malam tersebut. Latensi REM 90 menit ini merupakan temuan yang konsisten pada orang dewasa normal; pemendekan latensi REM sering terjadi pada gangguan seperti gangguan depresif dan norkolepsi.

Pola tidur Non REMTipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:1. Tidur stadium Satu.Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K.

2. Tidur stadium duaPada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle,gelombang verteks dan komplek K. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.

3. Tidur stadium tigaFase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.

4. Tidur stadium empatMerupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.

Pola Tidur REMPola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam.

Pada orang dewasa muda normal periode tidur NREM berakhir kira-kira 90 menit sebelum periode pertama REM, periode ini dikenal sebagai periode REM laten. Rangkaian dari tahap tidur selama tahap awal siklus adalah sebagai berikut : NREM tahap 1,2,3,4,3, dan 2; kemudian terjadi periode REM. Jumlah siklus REM bervariasi dari 4 sampai 6 tiap malamnya, tergantung pada lamanya tidur.

Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut: NREM (75%) yaitu : stadium 1: 5% stadium 2 : 45% stadium 3 : 12% stadium 4 : 13% REM; 25 %.

Peranan NeurotransmitterBanyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang.

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan terjaga. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.

Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.

Sistem serotonergikHasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

Sistem AdrenergikNeuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.

Sistem KholinergikSitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

Sistem histaminergikPengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur

Sistem hormonPengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun.

B. GANGGUAN TIDUR

Gangguan tidur ialah merupakan suatu keadaan seseorang dengan kuantitas dan kulaitas tidur yang kurang. Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami maslah serius. Pada kebanyakan kasus, gangguan tidur adalah salah satu gejala dari ganggaun lainnya, baik mental atau fisik. Walaupun gangguan tidur yang spesifik terlihat secara klinis berdiri sendiri, sejumlah factor psikiatrik dan atau fisik yang terkait memberikan kontribusi pada kejadiannya. Secara umum adalah lebih baik membuat diagnosis gangguan tidur yang spesifik bersamaan dengan diagnosis lain yang relevan untuk menjelaskan secara adekuat psikopatologi dan atau patofisiologi nya.

Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol. Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus ( 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu lebih pendek, menyebabkan penderitaan yg cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan Tidak ada gejala tambahan atau bukti klinik untuk sleep apnoe Tidak ada kondisi neurologis atau medis yg menunjukkan gejala rasa kantuk pada siang hari Bila hipersomnia merupakan gejala dari gangguan afektif, maka diagnosis harus sesuai gangguan yang mendasarinya. Diagnosis hipersomnia psikogenik harus ditambahkan bila merupakan keluhan yg dominan dari penderita gangguan jiwa lainnya.

F51.2 Gangguan Jadwal Tidur-Jaga Non Organik Gambaran klinik: Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama dengan pola tidur-jaga yang normal bagi masyarakat setempat Insomnia pada waktu orang tidur dan hipersomnia pada waktu kebanyakan orang jaga, yang dialami hampir setiap hari min 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek Ketidak puasan dalam kuantitas, kualitas, dan waktu tidur menyebabkan penderitaan yang berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan Adanya gangguan jiwa lain, misal anxietas, depresi, hipomania, tidak menutup kemungkinan diagnosis gangguan jadwal tidur-jaga non-organik, yang penting adanya dominasi gambaran klinik gangguan ini pada penderita.

F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking) Gambaran klinik: Gejala utama: satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan, (kesadaran berubah) Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong, relatif tak memberikan respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan/untuk komunikasi dengan penderita, dan hanya dapat dibangunkan/disadarkan dari tidurnya dengan susah payah Pada watu sadar/bangun, individu tidak ingat apa yang terjadi Dalam kurun waktu beberapa menit, tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu singkat Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik Somnambulisme harus dibedakan dari serangan Epilepsi psikomotor dan Fugue Disosiatif

F51.4 Teror Tidur (Night Terrors) Gambaran klinik: Gejala utama: 1 atau lebih episode bangun dari tidur, mulai berteriak karena panik, disertai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktivitas otonomik Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya 1-10 menit, dan biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam Secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk mempengaruhi teror tidur, dan kemudian dalam beberapa menitsetelah bangunbiasanya terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat minimal Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik Teror tidur harus dibedakan dengan mimpi buruk, yang biasanya terjadi setiap saat dalam tidur, mudah dibangunkan, dan teringat dengan jelas kejadiannya Teror tidur dan Somnambulisme sangat berhubungan erat, keduanya mempunyai karakteristik klinik dan patofisiologi yang sama

F51.5 Mimpi Buruk (Nightmare) Gambaran klinik: Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas, biasanya perihal ancaman kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri; terbangunnya dapat terjadi kapan saja selama periode tidur, tetapi yg khas adalah pada paruh kedua masa tidur Setelah terbangun dari mimpi yg menakutkan, individu segera sadar penuh dan mampu mengenali lingkungannya Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan cukup berat bagi individu Sangat penting membedakan mimpi buruk dari teror tidur, dengan memperhatikan gambaran klinis yg khas untuk masing-masing gangguan`Gangguan tidur menurut DSM IV :I. Gangguan Tidur PrimerI.1 DissomniaI.1.a Insomnia PrimerI.1.b Hipersomnia PrimerI.1.c NarkolepsiI.1.d Gangguan Tidur berhubungan dengan pernafasanI.1.e Gangguan tidur irama sirkadianI.1.f Dissomnia yang tidak ditentukan

I.2 ParasomniaI.2.a Gangguan mimpi burukI.2.b Gangguan terror tidurI.2.c Gangguan tidur berjalanI.2.d Parasomnia yang tidak ditentukan

II. Gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan mental lainII.1 Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis IIII.2 Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II

C. PENATALAKSANAAN

1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya: Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan mental Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek2. Konseing dan PsikoterapiPsikoterapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.3. Sleep hygiene terdiri dari: Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan Hindari tidur pada siang hari/sambilan Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit) Hindari rasa cemas atau frustasi Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak4. Pendekatan farmakologiDalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari reticular activating system (ARAS) diotak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat anti depres. Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakaian obat jangka panjang dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang (NREM) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi dari problem gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya danharus berhati-hati pada pemakain obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action) dengan membatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal.Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dantidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan terapi withdrawal.