referat fraktur le fort - rien novia maulida
DESCRIPTION
fraktur lefort 1,II, III by rienTRANSCRIPT
Tugas Radiologi
Fraktur Le Fort
Pembimbing:
Dr. Nurwita , SpRad , MH.Kes
Disusun Oleh:
Rien Novia Maulida
08310259
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU RADIOLOGI RSUD TASIKMALAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TASIKMALAYA
2012
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur
maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang frontal,
temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula. Fraktur maksilofasial lebih
sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datngnya dari luar seperti kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja , kecelakaan akibat olah raga dan juga sebagai akibat dari
tindakan kekerasan. Tujuan utama perawatan fraktur maksilofasial adalah rehabilitasi
penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulang yang cepat, pengembalian fungsi
okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi bicara, mencapai susunan
wajah dan gigi-geligi yang memenuhi estetis serta memperbaiki oklusi dan mengurang
rasa sakit akibat adanya mobilitas segmen tulang.
Wajah dapat dibagi menjadi tiga daerah (sub-unit), setiap daerah memiliki
kegunaan yang berbeda-beda. Sub-unit paling atas terdiri dari tulang frontal yang secara
prinsip berfungsi sebagai pelindung otak bagian lobus anterior tetapi juga sebagai
pembentuk atap mata. Sub-unit bagian tengah wajah memiliki struktur yang sangat
berbeda, dengan ciri struktur dengan integritas yang rendah dan disatukan oleh kerangka
tulang yang terdiri dari pilar-pilar atau penopang. Pilar-pilar ini disebut juga buttresses
yang terdiri dari pilar frontonasal maksila pada anteromedial, zigomatiko-maksila sebagai
2
pilar lateral dan procesus pterigoid sebagai pilar posterior. Sub-unit bagian bawah adalah
mandibula. Bagian ini memilki struktur integritas yang paling baiksebagai konsekuensi
dari fungsinya dan berhubungan dengan perlekaan otot-otot. Masalah yang paling
spesifik pada fraktur mandibula dihubungkan dengan fraktur midfasial adalah peranan
mandibula untuk mengembalikan lebar wajah secara tepat.
Manson yang dikutip oleh Mahon dkk menggambarkan fraktur panfasial dengan
membagi daerah wajah menjadi dua bagian yang dibatasi oleh garis fraktur Le Fort I.
Setengah wajah bagian bawah dibagi menjadi dua bagian yaitu daerah oklusal yang
terdiri dari prosesus alveolaris maksila dan mandibula serta tulang palatum dan bagian
bawah terdiri dari vertikal ramus dan horisontal basal mandibula. Setengahwajah bagian
atas terdiri dari tulang frontal dan daerah midfasial.
Sutura palatina memiliki struktur yang sama dengan sutura daerah kranial.
Pearsson dan Thilendar menemukan bahwa sinostosis pada sutura palatina akan terjadi
pada usia antara 15 dan 19 tahun, yang akan menyatukan segmen lateral palatal, sehingga
jika terjadi trauma akan menimbulkan fraktur para sagital yang merupakan daerah tulang
yang tipis. Seperti yang dikemukakan oleh Manson bahwa fraktur sagital lebih sering
terjadi pada individu yang lebih mugah sedangkan fraktur para sagital lebih sering terjadi
pada orang dewasa.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan
penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun ununion. Ada beberapa faktor risiko
yang secara specifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk
menimbulkan terjadinyamalunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling bedar
adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen
3
fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen
fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan
dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan
melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung
mandibula.
Terjadinya gangguan bentuk lengkukng pada fraktur mandibula seringkali
merupakan akibat dari reduksi yang kurang adekuat. Kegagalan pada penyusunan
kembali bentuk lengkung secara anatomis akan menimbulkan keadaan prematur kontak
dan gangguan fungsi pengunyahan. Kurang tepatnya aposisi segmen fraktur ini
merupakan akibat dari perawatan yang terlambat ataupun fraktur yang tidak dilakukan
perawatan. Pada beberapa kasus untuk untuk membantu reduksi fraktur dilakukan
pembuatan model studi pra-operasi dan juga pembuatan model studi bedah.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Kepala
Cranium
Aspek Anterior
Pada aspek tengkorak dapat dikenali os frontale dan kedua os zygomaticum,
kedua orbita, daerah hidung, maxilla, dan mandibula.
Os frontale membentuk kerangka dahi yang ke inferior berhubungan dengan
os.nasale dan os. zygomaticum. titik temu antara os frontale dan kedua os nasale dikenal
sebagai nasion.
Pada margo supra orbitalis ossis frontalis terdapat sebuah foramen supra orbitale.
Dalam kedua orbita terdapat fissure orbitalis superior, Fissura orbitalis Inferior, dan
Canalis Opticus. Di sebelah bawah masing-masing orbita terdapat sebuah foramen infra
orbitale pada maxilla. kedua os zygomaticum membentuk tonjolan-tonjolan pipi.
Disebelah bawah dari os nasale terdapat aperture piriformis (nasalis anterior) yang
jorong. Melalui lubang ini dapat diamati sekat hidung berupa tulang yang membagi
rongga hidung menjadi bagian kanan dan kiri. Pada dinding lateral masing-masing bagian
rongga hidung terdapat lempeng-lempeng tulang yang lengkung, yaitu concha nasalis.
Rahang atas dibentuk oleh kedua maxilla yang bersatu; processus alveolaris
tulang-tulang ini membentuk tulang penunjang bagi gigi maksilar.
5
Processus Alveolaris mandibula menyediakan tempat bagi gigi-gigi
mandibular.Protuberentia mentalis adalah sebuah lempeng berbentuk segitiga yang
meninggi dibagian symphisis mandibula, daerah persatuan kedua belah tulang fetal.
Aspek lateral
Aspek lateral tengkorak terdiri dari tulang-tulang cranium dan tulang-tulang
wajah. Fossa temporalis dibatasi ke atas dan ke belakang oleh linea temporalis superior et
inferior os parietale, ke depan oleh os frontale dan os zygomaticum, dan kebawah oleh
arcus zygomaticus. Arcus zygomaticus dibentuk melalui persatuan prosesus temporalis os
temporalis. Mandibula terdiri dari dua bagian : bagian Horizontal yakni corpus mandibula
dan bagian vertical yakni ramus mandibulae.
6
Aspek Posterior
Aspek posterior dibentuk oleh Os. Occipital, bagian kedua os parietale, dan
bagian mastoidal kedua os temporal.
Aspek Superior
keempat tulang yang membentuk tengkorak bersatu membentuk calvaria yaitu :
Os frontal disebelah anterior, Kedua os parietal disebelah lateral kiri dan kanan, dan os
occipital dibagian posterior.
Sutura Coronalis memisahkan os frontale dari os parietale. Sutura sagitalis
memisahkan kedua tulang ubun-ubun sutura lambdoidea memisahkan os parietale dan os
temporal dari os occipital.
Aspek Inferior
Aspek Inferior setelah mandibula diangkat, memperlihatkan processus palatines
maxilla dan os palatinum, os sphenoidale, vomer, os temporal dan os Occipitale.
7
Otot – Otot Wajah
Otot wajah menggerakkan kulit dan mengubah ekspresi wajah sesuai dengan
suasana hati.
Otot-otot wajau utama yaitu:
1. M. Orbicularis oculi : menutup kelopak mata
2. M. Nasalis : menarik sayap (sisi) hidung ke arah septum nasi
3. M. Orbicularis Oris : merapatkan bibir
4. M. Levator labii superioris : mengangkat bibir, melebarkan cuping hidung
5. Platysma : menarik mandibula ke bawah dan menegangkan kulit wajah bawah
dan leher
6. M.Mentalis : mengangkat bibir bawah
7. M. Bucinator : menekan pipi pada gigi geraham, membantu untuk
mengunyah.
Semua otot wajah di inervasi secara motoris oleh Nervus facialis (Nervus
cranialis VII).
8
Inervasi
Saraf sensoris utama untuk wajah berasal dari Nervus Trigeminus (N.V). Nervus
ophtalmicus (N.V1) menginervasi daerah mata, N. Maxillaris (N.V2) menginervasi
daerah maxilla, sedangkan N.Mandibularis (N.V3) menginervasi daerah mandibulla.
Vaskularisasi
Arteri facialis adalah pemasok darah arterial utama untuk wajah. A. facialis
merupakan cabang dari A.carotis externa. distribusi A.facialis adalah untuk vaskularisasi
otot-otot untuk ekspresi wajah dan otot wajah.
Arteri facialis kemudian akan bercabang membentuk A. labialis superior et
inferior, A. nasalis lateralis, dan A. Angularis.
9
2.2. Fraktur Le Fort
a. Definisi fraktur Le fort
Fraktur Le Fort (LeFort Fractures) merupakan tipe fraktur tulang-tulang wajah yang klasik
terjadi pada trauma-trauma di wajah. Fraktur Le Fort diambil dari nama seorang ahli bedah
Perancis René Le Fort (1869-1951) yang mendeskripsikannya pertama kali di awal abad 20.
Braun Stein melaporkan di USA kasus trauma kepala dan wajah terjadi kira-kira 72, 1 %.
Trauma wajah meliputi : trauma pada soft tissue, organ – organ khusus dan tulang – tulang. Hal
ini merupakan suatu kegawat daruratan yang memerlukan tindakan emergency karena dapat
menyebabkan sumbatan jalan nafas, cedera otak berat, dan mungkin fraktur vertebra cervikalis.
Tujuan awal terapi adalah membebaskan jalan nafas.
Pada Fraktur Le Fort dua dan tiga terjadi pergerakan tulang bagian wajah ke bawah, bagian
kranium bagian depan membentuk bidang miring sehingga menyebabkan perdarahan atau
memperpanjang wajah, mendorong molar atas ke bagian bawah, mendorong molar palatum mole
ke arah lidah hal ini menyebabkan obstruksi.
Fraktur pada sepertiga tengah wajah pasien mempunyai gambaran yang tidak
menguntungkan karena dapat menyebabkan:
1. Sering terjadi fraktur multipel berbentuk fragmen 50 atau lebih.
2. Cedera pada saraf cranial yaitu pada: saraf gigi infraorbital dan superior.
3. Ethmoid, mungkin terjadi fraktur atau duramater robek yang menyebabkan
rhinorrhea
4. Orbita, mungkin terjadi fraktur orbital blow out syndrome
5. Sirkulasi pada mata terganggu sehingga menyebabkan opthalmic canal
syndrome.
10
6. Sinus maksilaris mungkin penuh dengan darah.
7. Duktus nasolakrimalis mungkin cedera
Gambar 1. Fraktur LeFort
b. KLASIFIKASI
Fraktur Le Fort dibagi atas 3, yaitu :
- Le Fort I
Pada fraktur lefort tipe satu alveolus, bagian yg menahan gigi pada rahang atas
terputus, dan mungkin jatuh ke dalam gigi bawah. Ketidaksetabilan terjadi jika dilakukan
pemeriksaan fisik pada hidung dan gigi incisivus. Garis Fraktur berjalan dari sepanjang
maksila bagian bawah sampai dengan bawah rongga hidung. Disebut juga dengan fraktur
“guerin”. Kerusakan yang mungkin :
a. Prosesus arteroralis
b. Bagian dari sinus maksilaris
11
c. Palatum durum
d. Bagian bawah lamina pterigoid
Gambar 2. Le fort 1
Le Fort II
Pada tipe dua terdapat ketidakstabilan setinggi os. Nasal. Garis fraktur melalui
tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan
menyeberang ke bagian atas dari sinus maksilaris juga kea rah lamina pterogoid sampai
ke fossa pterigo palatine. Disebut juga fraktur “pyramid”. Fraktur ini dapat merusak
system lakrimalis, karena sangat mudah digerakkan maka disebut juga fraktur ini sebagai
“floating maxilla (maksila yang melayang) ”
12
Gambar 3 dan 4. Le Fort 2
Le Fort III
Pada tipe tiga, fraktur dengan disfungsi kraniofacial komplit. Tipe fraktur ini
mungkin kombinasi dan dapat terjadi pada satu sisi atau dua sisi. Garis Fraktur melalui
sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethmoid junction melalui fissure orbitalis
superior melintang kea rah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatikum frontal dan
sutura temporo-zigomatikum. Disebut juga sebaga “cranio-facial disjunction”.
Merupakan fraktur yang memisahkan secara lengkap sutura tulang dan tulang cranial.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada fraktur ini adalah keluarnya cairan otak melalui
atap ethmoid dan lamina cribiformis.
13
.2.2.3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi Fraktur Le Fort meliputi Foto Polos Cranium 3 posisi : AP, Lateral
Fraktur Le fort II
14