referat diagnosis dm
DESCRIPTION
sTRANSCRIPT
REFERAT
“DIAGNOSIS DIABETES MELITUS”
Oleh:
Diny Febriany H/1110103000071
Jiddi Adibia/1110103000075
Pembimbing:
dr. Ida Ayu, Sp.PD-KEMD
MODUL KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.1
Penyebab Diabetes Mellitus tidak lepas dari interaksi kompleks antara faktor genetik,
lingkungan, dan gaya hidup.1 Gaya hidup serba instan yang telah menjadi kebiasaan
dewasa ini sangat mempengaruhi angka peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus
di berbagai belahan dunia.1,2
Berdasarkan klasifikasi DM dibagi menjadi DM tipe 1 (tergantung-insulin,
insulin-dependent atau juvenile-onset), pada DM tipe 2 (tidak tergantung-insulin, non-
insulin-dependent atau maturity-onset), DM tipe lain etiologinya bermacam-macam,
diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi
4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas,
multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat GDM terdahulu.3,4
Faktor faktor yang mempengaruhi diantaranya peningkatan
jumlah penduduk, perubahan gaya hidup; tingginya penghasilan per
kapita, menjamurnya restoran siap saji, dan sedentary life yang
disebabkan semakin canggihnya teknologi.5 Diagnosis DM ditegakkan atas
dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria.1,5 Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik dan pemeriksaan
gula darah. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan gula darah
sewaktu atau gula darah puasa dan TTGO.1,5
Banyak komplikasi yang bisa disebabkan oleh Diabetes Mellitus, seperti penyakit
serebrovaskuler ataupun kardiovaskuler, gangguan ginjal, retinopati, dan lain lain.1
Keadaan hiperglikemi pada pasien Diabetes Mellitus dapat mengakibatkan disfungsi
vaskular yang berperan besar terhadap timbulnya berbagai komplikasi pada organ organ
vital di tubuh.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.1
DM merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa
darah dan gangguan metabolisme dari karbohidrat, protein, dan lemak yang berhubungan
dengan insufisiensi sekresi insulin dan dengan berbagai tingkat resistensi insulin.2
Klasifikasi DM
Secara tradisional, DM diklasifikasikan menjadi dua kategori utama: primer,
bentuk tersering, berasal dari defek pada produksi dan/atau kerja insulin; dan sekunder,
timbul akibat semua penyakit yang menyebabkan kerusakan luas pulau pankreas, seperti
pankreatitis, tumor, obat tertentu, kelebihan zat besi (hemokromatosis), pengangkatan
substansi pankreas secara bedah, atau endokrinopati didapat berupa antagonisasi kerja
insulin. Klasifikasi DM berdasarkan American Diabetes Association (ADA) terdapat pada
tabel dibawah ini:1,3
Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologi DM
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi absolut Autoimun Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resisensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia
Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
DMDiabetes melitus gestasional
DM tipe 1 (tergantung-insulin, insulin-dependent atau juvenile-onset), yang
mencakup sekitar 10-20% dari semua kasus DM ditandai oleh tidak adanya sekresi
insulin. DM tipe 1 dapat dibagi dalam dua diagnosis: (a) autoimun, akibat disfungsi
autoimun dengan kerusakan sel-sel beta pankreas; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya
autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik
keturunan Afrika-Amerika dan Asia.3,4
Sedangkan pada DM tipe 2 (tidak tergantung-insulin, non-insulin-dependent atau
maturity-onset), sekresi insulin mungkin normal atau bahkan meningkat, tetapi sel-sel
sasaran insulin kurang peka terhadap hormon ini dibandingkan dengan normal. Insiden
DM tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan
penyakit ini.3,4
Diabetes Melitus Tipe lain etiologinya bermacam-macam, antara lain karena
disebabkan oleh: defek genetik fungsi sel beta (kromosom 12, HNF-alfa, kromosm 7 dll),
defek genetik kerja insulin (resistensi insulin tiep A dll), penyakit eksokrin pankreas
(pankreatitis, pankreatektomi, neoplasma dll), endokrinopati (akromegali, sindrom
chusing), karena obat atau zat kimia ( vacor, ventamidin dll ), infeksi ( rubella congenital,
CMV dll ), imunologi ( sindrom “ Stiffman ”, antibodi anti insulin dll ) sindroma genetik
lain ( sindrom Down, sindrom Klinefelter dan lain-lain ).3,4
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua,
etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat GDM terdahulu.3
Epidemiologi
Di negara berkembang, permasalahan seputar Diabetes Mellitus
tidak pernah mendapat perhatian dari para ahli di negara-negara barat
sampai dengan kongres International Diabetes Federation (IDF) ke IX
pada tahun 1973. Kongres yang diselenggarakan di New Delhi, India
tersebut khusus membahas Diabetes Mellitus di negara negara tropis,
setelah itu mulai banyak dilakukan penelitian Diabetes Mellitus pada
negara negara berkembang. Menurut data WHO terakhir menunjukkan
bahwa peningkatan tertinggi jumlah penderita Diabetes Mellitus justru
ada pada negara negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.5 Faktor
faktor yang mempengaruhi antara lain : 1) Faktor demografi ;
peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya jumlah lansia, dan
semakin tidak terkendalinya arus urbanisasi. 2) Perubahan gaya hidup;
tingginya penghasilan per kapita, menjamurnya restoran siap saji, dan
sedentary life yang disebabkan semakin canggihnya teknologi. 3)
Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi. 4) Peningkatan
pelayanan kesehatan sehingga umur pasien Diabetes Mellitus semakin
panjang.5
Patofisiologi
Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin.
Bagian eksokrin mengeluarkan larutan basa encer dan enzim-enzim pencernaan melalui
duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran pencernaan. Di antara sel-sel eksokrin
pankreas tersebar kelompok-kelompok, atau “pulau-pulau” sel endokrin yang dikenal
juga dengan pulau-pulau Langerhans (Islet of Langerhans). Jenis sel endokrin yang
paling banyak ditemukan adalah sel β (beta), tempat sintesis dan sekresi insulin. Yang
penting juga adalah sel α (alfa), yang menghasilkan glukagon. Sel D (delta) adalah
tempat sintesis somatostatin, sedangkan sel endokrin yang paling jarang, sel F yang
mengeluarkan polipeptida pankreas (PP). 4,6
Pulau Langerhans
Insulin memiliki efek penting pada berbagai metabolisme seperti metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini berfungsi menurunkan kadar glukosa, asam
lemak, dan asam amino dalam darah serta mendorong penyimpanannya. Insulin
menjalankan efeknya yang beragam dengan mengubah transportasi nutrien spesifik dari
darah ke dalam sel atau dengan mengubah aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam
jalur metabolik tertentu.4
Insulin akan disekresikan oleh sel β pankreas ke dalam darah jika terjadi
peningkatan glukosa darah (kontrol utama), begitupun juga bila kadar asam amino
meningkat di darah. Insulin yang telah tersekresi akan menempel pada sel-sel yang
memiliki reseptor insulin, dan menyebabkan terbentuknya sinyal sehingga GLUT
(glucose transporter) berpindah ke permukaan sel dan membuat glukosa darah masuk ke
dalam sel dan dapat dimanfaatkan oleh sel menjadi banyak hal, seperti menghasilkan
energi, atau sintesis glikogen, lipid dan asam amino sehingga kadar glukosa dalam darah
menurun karena dapat dimanfaatkan oleh sel-sel.4
Pengaruh Insulin terhadap Sel dan Glukosa Darah
Pada orang DM regulasi insulin terhadap glukosa darah megalami gangguan,
akibat tidak tersekresinya insulin oleh sel β pankreas seperti yang terjadi pada DM tipe 1
ataupun terjadi ketidakpekaan sel-sel target insulin (resistensi insulin) terhadap
keberadaan insulin seperti yang terjadi pada DM tipe 2. Hal ini menyebabkan keadaan
hiperglikemia dan menyebabkan banyak efek merugikan pada tubuh.3
Tidak adanya insulin akan mempengaruhi metabolisme protein. Pada pasien
DM terjadi penurunan berat badan (BB) yang berarti, hal ini karena terjadi pergeseran
netto ke arah katabolisme protein, sehingga terjadi penguraian protein-protein dan
menyebabkan otot rangka lisut dan melemah. Jika keadaan ini berlangsung terus-menerus
penurunan BB pun terjadi.4
Selain pada karbohidrat dan protein, insulin sangat membantu berjalannya
metabolisme lemak secara fisiologis. Efek insulin pada lemak antara lain: (1)
meningkatkan transportasi glukosa ke dalam jaringan adiposa sebagai prekursor
pembentukan asam lemak dan gliserol (2) insulin mengaktifkan lipoprotein lipase (3)
meningkatkan masuknya asam-asam lemak darah ke dalam sel adiposa (4) insulin
menghambat lipolisis sehingga kadar asam lemak di darah rendah. Berdasarkan
pengaruhnya terhadap lipid, jika terjadi defisiensi atau resistensi insulin maka
keseimbangan metabolisme lipid akan terganggu, dan berakhir dengan keadaan
hiperlipidemia pada pasien DM.4
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa insulin mengatur jalur-jalur
biosintetik yang menyebabkan peningkatan pemasukan glukosa, peningkatan
penyimpanan glukosa dan lemak, dan meningkatkan sintesis protein. Karena itu, hormon
ini akan menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah. Jika
sekresi insulin rendah, yang terjadi adalah efek yang berlawanan.4
Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.1,5 Berbagai keluhan dapat ditemukan
pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
Keluhan klasik DM berupa : poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering
haus), polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.1,5
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksipada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. 1,5
Kriteria diagnosis DM1,5
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL. Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir atau
2. Gejala klasik DM = kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL. Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) 1,5
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa.
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesa.
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirhat dan tidak
merokok
Pemeriksaan HbA1c dilakuka rutin tiap 3 bulan. Pemeriksaan kadar HbA1c
berguna untuk mengukur kadar gula darah selama 120 hari yang lalu (sesuai usia
eritrosit), menilai perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya, dan menilai pengendalian
penyakit DM dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi diabetes.
Anamnesis
1. pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
2. riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
3. pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi
gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan diabetes
mellitus secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi
kesehatan
4. pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan
makan dan program latihan jasmani
5. riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)
6. riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
7. gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
saluran pencernaan, dll.)
8. gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu
9. termasuk HbA1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait diabetes
mellitus
10. pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
11. faktor resiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas,
dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit diabetes melitus dan endokrin
lain)
12. riwayat penyakit dan pengobatan di luar diabetes mellitus
13. pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi kehidupan seksual,
penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
1. pengukuran tinggi dan berat badan
2. pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
3. pemeriksaan funduskopi
4. pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
5. pemeriksaan jantung
6. evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
7. pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
8. pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
9. tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan diabetes melitus tipe-lain
Pemeriksaan Penunjang
1. glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
2. A1C
3. profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
4. kreatinin serum
5. albuminuria
6. keton, sedimen dan protein dalam urin
7. elektrokardiogram
8. foto sinar-x dada
Alur Diagnosis1
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
digolongkan pada kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau gluksa darah puasa
terganggu (GDPT).5
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan IMT > 25
kg/m2 dengan faktor resiko seperti: aktivitas fisik yang kurang, riwayat DM pada
keluarga, masuk pada etnik resiko tinggi, wanita dengan melahirkan bayi dengan berat >
4000 gram atau riwayat DM Gestasional, hipertensi ( > 140/90 mmHg atau dalam
pengobatan HT), kolestrol HDL < 35 mg/dl dan trigliserida > 250 mg/dl, riwayat TGT
atau GDPT, keadaan lain yang berhungan dengan resistensi insulin (obesitas), riwayat
penyakit kardiovaskular.5
Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan GDS atau TTGO. Pada kelompok
resiko tinggi jika hasil pemeriksaan penyaring negatif, dilakukan pemeriksaan ulangan
tiap tahunnya. Pada usia > 45 tahun dengan tanpa adanya faktor resiko dapat dilakukan
pemeriksaan penyaring 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis pasien.5
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT
agar dapat ditentukan langkah yang tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan
tahapan sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun sepertiga dari kelompok tersebut akan
menjadi DM, sepertiganya akan tetap TGT dan sisanya normal.5
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan gula darah sewaktu
atau gula darah puasa dan TTGO.1,5
Komplikasi DM
Komplikasi yang tejadi pada DM dapat dikategorikan menjadi 2 kategori major:
(1) komplikasi metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang.3
Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut DM terjadi akibat kekurangan insulin pada metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien DM akan
mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat, aseton). Peningkatan keton dalam plasma akan
mengakibatkan ketosis yang selanjutnya akan meningkatkan beban ion hidrogen dan
asidosis metabolik.3,4
Keadaan glukosuria dan ketonuria yang nyata akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang berakhir dengan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien akan
mengalami hipotensi dan syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak,
pasien akan mengalami koma dan meninggal.3
Komplikasi metabolik tersering pada pasien dengan DM tipe 1 adalah
ketoasidosis diabetik (KAD). Namun kematian akibat KAD ini jarang terjadi saat ini,
karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya dan pengobatan
DKA dapat dilakukan sedini mungkin.3
Untuk DM tipe 2 salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah
hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK), meskipun kejadian ini lebih
sering terjadi pada pasien DM dengan usia tua. Terjadi hiperglikemia berat dengan kadar
glukosa plasma >600 mg/dl. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya
hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar
dan meninggal bila tidak segera ditangani. Angka mortalitas cukup tinggi hingga 50%.3
Komplikasi Kronik Jangka Panjang
Komplikasi vaskular jangka panjang dari DM melibatkan pembuluh-
pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar
(makroangiopati).3
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf-
saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Secara histokimia, lesi-lesi ini
ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, hiperglikemia
meningkatkan kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar, dan penggunaan glukosa
pada sel-sel ini tidak memerlukan insulin. Namun, manifestasi klinis penyakit vaskular,
retinopati atau nefropati biasanya baru timbul 15-20 tahun sesudah awitan diabetes.3
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatolois berupa
aterosklerosis. Keadaan ini dapat terjadi akibat gangguan biokimia dan defisiensi insulin.
Gangguan yang ditimbulkan berupa: (1) penimbunan sorbitol dalam intima vaskular (2)
hiperlipoproteinemia, dan (3) kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya makroangopati
diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular dan jika mengenai arteri-arteri
perifer akan timbul insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan
gangren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah
arteri koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.3
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Algoritma Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 :
Pilar Penatalaksanaan Diabetes Melitus1
Edukasi
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta mengatasiny harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.1
Terapi Nutrisi Medis
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan enegi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian.
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau
diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sebesar 20-25%kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asuoan energi.
Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori.
Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan
lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh.
Anjuran konsumsi kolesterol <2000 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood dging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produksi susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk oenyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.
Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti
natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi
cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk
kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ±25 g/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
Gul alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping
pada lemak darah.
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kalori per kgBB, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberap
faktor seperti : jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Broca yang dimodifikasi
adalah sebagai berikut :
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm –100) x 1 kg
BB Normal : BB ideal ±10 %
Kurus : <BBI – 10%
Gemuk : >BBI + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB (kg)/ TB (m2)
BB kurang < 18,5
BB normal 18,5-22,9
BB lebih >23,0
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis kelamin
Pria : BB idaman (kg)
x 30 kal/kg BB
Wanita : BB idaman (kg)
x 25 kal/kg BB
Umur
Umur 40 s/d 59 tahun
: -5%
Umur 60 s/d 69 tahun
: -10%
Umur diatas 70 tahun
: -20%
Aktifitas fisik
Keadaan istirahat : +10 %
ringan : +20 %
sedang : +30 %
sangat berat: +50 %
Berat badan
Kegemukan: - 20-30%
Kurus : + 20-30%
Untuk tujuan penurunan
berat badan jumlah kalori
yang diberikn paling
sedikit 1000-1200 kkal
perhari untuk wanita dan
1200-1600 kkal perhari
untuk pria
Penyakit penyerta
Stres metabolik (infeksi,
operasi, stroke dll)
: +10-30%
Makanan sejumlah kalori
terhitung dengan
komposisi tersebut diatas
dibagi dalam tiga porsi
besar untuk makan pagi
(20%), siang (30%), dan
sore (25%) serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-
15%) di antaranya.
Latihan Jasmani
Kurangi Aktivitas
Hindari aktivitas sedenter
Misalnya menonton televisi, menggunakan
internet main game komputer
Persering Aktivitas
Mengikuti olahraga rekreasi dan
beraktivitas fisik tinggi pada waktu
liburan
Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot,
bersepeda, sepak bola
Aktivitas Harian
Kebiasan bergaya hidup sehat
Misalnya berjalan kaki ke pasar (tidak
menggunakan mobil) mnggunakan tangga
(tidak menggunakan lift), jalan dari tempat
parkir
Terapi Farmakologis
Terapi menggunakan Obat Hipoglikemik Oral
Insulin Sensitizing
Biguanid
Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak
dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses
tersebut maka metformin bisanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam
bentuk extended release.7 Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan
untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin >1,3 mg/dL pada perempuan dan >1,5 mg/dL pada laki-laki) atau pada
gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-hati orang
lanjut usia. Mekanisme kerja dengan menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan
produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian gukosa oleh sel usus
sehingga menurunkan glukosa darah dan juga menghambat absorpsi glukosa di usus
sesudah asupan makan. Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar
tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan dieksresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan
waktu paruh 25 jam.7 Kontraindikasi. Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan,
pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia, dan penyakit jantung
kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.8
Glitazone
Golongan Thiazolinediones atau glitazone adalah golongan obat yang juga mempunyai
efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Mekanisme kerja Glitazone
(Thiazolindione) merupakan agonist peroxisome proliferator-activated receptor gamma
(PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan
target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada
organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit, dan kerja
insulin. Glitazone diabsorpsi dengan cepat dan konsentrasi tinggi terjadi setelah 1-2 jam
dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar antara
3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone. 7,8
Sekretagok Insulin
Sulfonilurea
Golongan obat ini sering disebut insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi
insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya
dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan
depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya
kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel-β, merangsang granula yang berisi insulin dan
akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide-C. Kecuali itu
sulfonylurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan jangka panjang
atau dosis yang besar dapat menyebabkaan hipoglikemia.7 Kontraindikasi penggunaan
obat golongan ini adalah wanita hamil, psien dengan gangguan hepar atau ginjal berat,
serta pasien yang alergi obat golongan ini.7
Glinid
Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonilurea dan merupakan glinid.
Kerjanya juga melalu reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip
dengan sulfonilurea tetapi tidak mempunyai efek sepertinya. Repaglinid dan nateglinid
kedua-duanya diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat
dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga kali
sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa
paruh yang singkat karena lama menempel pda kompleks SUR sehingga dapat
menurunkan ekuivalen A1C pada SU.7,8
Penghambat Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam
saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping
akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus,
flatulence dan diare.Penghambat Alfa glukosidase dapat menghambat bioavailabilitas
metformin jika diberikan bersamaan pada orang normal. Untuk mendapatkan efek
maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat makanan utama. 7,8
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral
a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap
b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-
obat tersebut. (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet karena
lama kerjanya 24 jam)
c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi
obat
d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada insulin
e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien
TERAPI INSULIN 1,9
1. Indikasi Terapi Insulin
Indikasi mutlak DMT 1
Indikasi relatif Gagal mencapai target dengan penggunaan kombinasi OHO
dosis optimal (3-6 bulan)
DMT 2 rawat jalan dengan : kehamilan
infeksi paru (tuberkulosis)
kaki diabetik terinfeksi
fluktuasi glukosa daraah yang tinggi
riwayat ketoasidosis berulang
riwayat pankreotomi
Selain indikasi di atas, terdapatbeberap kondisi tertentu yang memerlukan
pemakaian insulin, seperti penyakit hati kronis, ganggguan fungsi ginjal, dan
terapi steroid dosis tinggi.
2. Konsep Insulin Basal dan Insulin Prandial 9
Pada orang normal, jumlah insulim yang disekresi oleh sel beta (insulim
endogen) terutama dipengaruhi oleh keadaan pusa dan makan. Pada keadaan
puasa atau sebelum makan, sel beta mensekresi insulin pada kadar tertentu yang
hampir sama sepanjang waktu puasa dan sebelum makan. Konsep ini disebut
dengan insulin basal, yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
puasa atau sebelum makan selalu dalam batas normal (pada orang normal kadar
glukosa darah dibawah 100 ,mg/dL). Pada setiap kali makan (makan pagi, makan
siang, makan malam) ketika glukosa darah naik akibat asupan dari luar,
dibutuhkan sejumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta secara cepat dalam
kadar yang lebih tinggi untuk menekan kadar glukosa darah setelah makan agar
tetap dalam batas normal (tidak lebih dari 240 mg/dL). Konsep ini disebut insulin
prandial (setelah makan) yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa
darah setelah makan tetap dalam batas normal.
Diabetes Melitus Tipe 2
Berdasarkan kesepakatan ADA-EASD, untuk pasien DMT2 baru wajib
diberikan terapi pola hidup dan metformin. Jika dalam kurun waktu 2-3 bulan
sasaran terapi belum tercapai (A1C<7%), maka dapat ditambahkan obat oral yang
lain atau ditambah insulin basal. Dan jika dalam kurun waktu 2-3 bulan
berikutnya kendali glikemik belum juga tercapai, maka diberikan terapi insulin
intensif (basal-plus/bolus). Jika telah memulai dengan terapi insulin intensif,
maka obat oral golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogoes) seperti
sulfonilurea dan glinid hendaknya dihentikan atau dosisnya dikurangi dan
dihentikan kemudian, karena tidak menunjukkan efek sinergistik.
3. Efek Samping Insulin1,9
a. Hipoglikemia
b. Peningkatan berat badan
c. Edema insulin
d. Lipoatrofi atau lipohipertrofi
4. Cara penyuntikan insulin1
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus
dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik
Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah
unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit).
Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya
U100 (artinya 100 unit/mL)
Target Pengendalian DM1
Parameter Resiko KV (-) Reaiko KV (+)
IMT (kg/m2) 18,5 - <23 18,5 - <23
Tekanan darah sistolik <130 <130
Tekanan darah
diastolik(mmHg)
< 80 <80
Glukosa darah puasa
(mg/dL)
< 100 < 100
Glukosa darah 2 jam PP
(mg/dL)
< 140 < 140
HbA1c (%) < 7 < 7
Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 < 70
Kolesterol HDL (mg/dL) Pria > 40
Wanita > 50
Pria > 40
Wamita > 50
Trigliserid (mg/dL) < 150 <150
BAB III
KESIMPULAN
1. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik akibat adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya.
2. DM tipe 1 terjadi akibat kerudakan sel ß-pankreas sehingga terjadi defisiensi insulin
secara absolut akibat proses autoimun maupun idiopatik, sedangkan DM tipe 2
banyak disebabkan faktor aktivitas, nutrisi, dan keturunan yang menyebabkan adanya
resistensi insulin disertai defsiensi insulin relatif.
3. Tujuan terapi DM adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan mengusahakan
kontrol metabolik yang baik
4. Pilar utama terapi DM adalah edukasi, diet, olahraga, dan intervensi farmakologis.
5. Monitoring penting bagi penderita DM untuk mengurangi morbiditas akibat
komplikasi akut maupun kronis.
6. Komplikasi akut pada penderita DM meliputi hipoglikemia dan KAD atau HHS dan
komplikasi kronis meliputi komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pradana, Scewondo. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakartaa : PERKENI. 2011.
2. Goodman HM. Basic Medical Endocrinology, 3rd ed. Academic Press. San
Diego. 2003
3. Price, Sylivia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
vol.1, edisi 6. Jakarta:EGC. 2005
4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Edisi 7. Jakarta: EGC.
2010
5. Purnamasari, Dyah. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009.
Hal. 1880-1883
6. Gaber E. El-Desoky, et al. Antidiabetic ang hypolipidemic effects of Ceylon
Cinnamon (Cinnamomum verum) in alloxan diabetic rats. Journal of Medical
Plants Research. 2012. Diunduh di http://www.academicjournals.org/JMPR
7. Soegondo, Sidartawan. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes
Melitus tipe 2. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal. 1884-1886
8. Sulistia Gan Gunawan. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
9. Pradana, Scewondo. Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus Jakartaa :
PERKENI. 2011.