referat cvp

30
BAB I PENDAHULUAN Central Venous Pressure yang juga dikenal dengan singkatan CVP atau Tekanan Vena Sentral, pada beberapa penanganan kasus sangat diperlukan untuk mendukung diagnosa, mengetahui kondisi pasien, serta monitoring resusitasi. CVP adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan vena sentral yang merefleksikan tekanan pada atrium kanan jantung. Tekanan ini diukur melalui Central Venous Catheter atau yang dikenal dengan singkatan CVC. Central Venous Catheter ini merupakan salah satu teknik yang bersifat invasif, sehingga resiko‐resiko tindakan invasif secara umum juga menjadi pertimbangan kita dalam melakukan pemasangan ataupun insersi CVC. CVC dapat di pasang pada beberapa lokasi seperti pada vena jugularis interna, vena subklavia, vena basilika dan vena femoralis. Dimana masing‐masing lokasi tersebut memiliki keuntungan dan kerugian dalam hal tingkat kesulitan pemasangan, resiko pemasangan, kenyamanan pasien, perawatan CVC, juga ketersediaan jenis CVC yang sesuai dengan lokasi pemasangan CVC tersebut. 1 Walaupun pada CVP yang kita nilai adalah suatu tekanan, dimana tekanan ini masih banyak faktor‐faktor 1

Upload: vennysoentanto

Post on 28-Jan-2016

248 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

Central Venous Pressure (CVP) adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan vena sentral yang merefleksikan tekanan pada atrium kanan jantung

TRANSCRIPT

Page 1: Referat CVP

BAB I

PENDAHULUAN

Central Venous Pressure yang juga dikenal dengan singkatan CVP atau

Tekanan Vena Sentral, pada beberapa penanganan kasus sangat diperlukan untuk

mendukung diagnosa, mengetahui kondisi pasien, serta monitoring resusitasi. CVP

adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan vena sentral yang merefleksikan tekanan

pada atrium kanan jantung. Tekanan ini diukur melalui Central Venous Catheter atau

yang dikenal dengan singkatan CVC. Central Venous Catheter ini merupakan salah

satu teknik yang bersifat invasif, sehingga resiko‐resiko tindakan invasif secara

umum juga menjadi pertimbangan kita dalam melakukan pemasangan ataupun insersi

CVC. CVC dapat di pasang pada beberapa lokasi seperti pada vena jugularis interna,

vena subklavia, vena basilika dan vena femoralis. Dimana masing‐masing lokasi

tersebut memiliki keuntungan dan kerugian dalam hal tingkat kesulitan pemasangan,

resiko pemasangan, kenyamanan pasien, perawatan CVC, juga ketersediaan jenis

CVC yang sesuai dengan lokasi pemasangan CVC tersebut.1

Walaupun pada CVP yang kita nilai adalah suatu tekanan, dimana tekanan ini

masih banyak faktor‐faktor lain yang menentukan selain volume, namun CVP  ini

masih digunakan dalam hal mengestimasi kecukupan volume intravaskular.

Meskipun saat ini sudah ada beberapa metode lain yang lebih tepat dalam hal

pengukuran volume intravaskular seperti Stroke Volume Variation atau SVV, dengan

menggunakan suatu alat khusus, tetap saja hal tersebut bersifat invasif dan biaya yang

cukup besar. Apalagi bila kita melakukannya secara serial. Sehingga CVP masih

diandalkan untuk mengestimasi kecukupan volume di intravaskular.2,3

1

Page 2: Referat CVP

2

BAB II

ISI

2.1 DEFINISI

CVP adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan vena sentral yang

merefleksikan tekanan pada atrium kanan jantung. Tekanan vena sentral

menggambarkan banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan kemampuan

jantung untuk memompa darah ke dalam sistem arterial. Perkiraan yang baik dari

tekanan atrium kanan, yang mana merupakan faktor yang menentukan dari volume

akhir diastolik ventrikel kanan CVP menggambarkan keseimbangan antara volume

intravaskular, venous capacitance, dan fungsi ventrikel kanan.1

2.2 KANULASI VENA SENTRAL

a) Indikasi Pemasangan

Untuk melakukan monitoring CVP maka harus dilakukan pemasangan CVC terlebih

dahulu. Selain digunakan untuk monitoring CVP, pemasangan CVC juga

diindikasikan untuk beberapa hal. Berikut indikasi pemasangan CVC antara lain: 2

1. Monitoring CVP

2. Monitoring dan kateterisasi arteri pulmonal

3. Transvenous cardiac pacing

4. Hemodialisis sementara

5. Pemberian obat

- Concentrated vasoactive drugs

- Hiperalimentasi

- Kemoterapi

- Agen yang mengiritasi vena perifer

- Terapi antibiotik lama (contoh: endokarditis)

Page 3: Referat CVP

3

6. Pemberian infus cairan secara cepat (via kanul besar)

- Trauma

- Operasi besar

7. Aspirasi emboli udara

8. Akses intravena perifer yang inadekuat

9. Tempat pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah berulang

b) Kontraindikasi Pemasangan

Selain indikasi, terdapat beberapa kontraindikasi relatif dalam pemasangan CVC,

yaitu:2

1. Tumor

2. Clots

3. Vegetasi katup trikuspid yang dapat menyebabkan dislodge atau emboli saat

dilakukan pemasangan

4. Kontraindikasi lain berkaitan dengan tempat pemasangan, seperti kanulasi

pada vena subclavikula yang dikontraindikasikan pada pasien dengan

penggunaan antikoagulan; beberapa klinisi menghindari kanulasi dengan

riwayat endarterektomi carotis sebelumnya; adanya kateter sentral atau

peacemaker mengurangi jumlah tempat pemasangan.

c) Cara Pemasangan

- Persiapan pasien

Memberikan informed consent tentang tujuan pemasangan, daerah

pemasangan, prosedur yang akan dikerjakan, dan indikasi serta komplikasi

dari pemasangan CVC kepada pasien atau keluarga pasien.

Page 4: Referat CVP

4

- Persiapan alat

Gambar 1. Peralatan Pemasangan CVC

Beberapa alat yang disediakan adalah:

– Kateter CVP

– Set CVP

– Spuit 2,5 cc

– Antiseptik

– Obat anaestesi lokal

– Handscoen steril

– Bengkok

– Cairan NaCl 0,9% (25 ml)

– Benang

– Plester

Pemasangan CVC harus dilakukan dalam keadaan steril, sehingga semua

bahan dan alat harus dalam keadaan steril.

Page 5: Referat CVP

5

- Persiapan Alat Ukur

Alat untuk melakukan pengukuran yaitu skala pengukur, selang

penghubung (manometer line), standar infus, three way stopcock, pipa U,

set infus.

d) Komplikasi Pemasangan

Pemasangan CVP dapat mengakibatkan timbulnya beberapa hal antara lain:2

1. Mekanis

- Vascular injury

Arteri

Vena

Tamponade jantung

- Respiratory compromise

Kompresi jalan nafas akibat hematom

Pneumothoraks

- Cedera saraf

- Aritmia

2. Tromboemboli

- Trombosis vena

- Emboli paru

- Trombosis dan emboli arteri

- Emboli kateter atau guidewire

3. Infeksi

- Infeksi pada tempat insersi

- Infeksi keteter

- Sepsis

- Endokarditis

4. Kesalahan interpretasi

5. Penyalahgunaan alat

Page 6: Referat CVP

6

e) Pemilihan Kateter

Kateter vena sentral tersedia dalam beberapa macam munurut panjang, diameter,

komposisi, dan konfigurasi lumen. Kateter yang berbeda dipilih menurut tujuan

kateterisasi, baik itu untuk monitor CVP atau indikasi terapeutik lain, baik untuk

penggunaan short-long term. Kateter yang paling umum digunakan adalah 7-Fr, 20-

cm multiport kateter yang memungkinkan pemantauan CVP simultan dan infus obat

dan cairan. Resusitasi cairan intravaskular yang dibutuhkan cepat, paling efisien

menggunakan kateter tipe pendek, diameter lumen besar, kateter intravena perifer,

karena kateter vena sentral lebih panjang dan memiliki diameter lumen yang sempit,

secara signifikan akan meningkatkan resistensi terhadap aliran. Misalnya, sesuai

dengan spesifikasi produk produsen, laju aliran maksimal lumen 16-gauge standar 7-

Fr 20-cm kateter vena sentral adalah seperempat dari 16-gauge, kateter intravena 3-

cm. Sebuah metode alternatif yang populer untuk akses multilumen vena sentral

menggunakan selubung introducer besar dengan satu atau dua port terintegrasi untuk

beberapa infus obat, dikombinasikan dengan kateter single-lumen dimasukkan

melalui katup hemostasis untuk pemantauan CVP terus menerus. Meskipun

penggunaan ini selubung introducer besar tidak bebas dari komplikasi, mereka

memungkinkan penempatan cepat dari kateter arteri paru-paru atau kawat pacu harus

timbul.2

f) Pemilihan Lokasi 1,2

Pemasangan kanulasi vena sentral dapat dilakukan dibeberapa tempat, yaitu vena

jugularis interna dan ekterna, vena basilika, vena femoralis dan vena subklavia.

Pemilihan lokasi terbaik untuk kanulasi vena sentral memerlukan pertimbangan

indikasi kateterisasi (pemantauan tekanan atau pemberian obat dan cairan), kondisi

medis yang mendasari pasien, pengaturan klinis, dan keterampilan dan pengalaman

dari dokter yang melakukan prosedur. Masing – masing lokasi memiliki keuntungan

dan kerugian. Pada pasien dengan perdarahan berat diatesis, sebuah lokasi tusukan

harus dipilih berdasarkan lokasi perdarahan dari vena atau arteri yang berdekatan dan

mudah dideteksi ataupun dikontrol dengan kompresi lokal. Pada pasien seperti itu,

Page 7: Referat CVP

7

pendekatan jugularis internal atau eksternal akan lebih baik daripada subklavia.

Demikian juga, pasien dengan emfisema berat atau orang lain yang akan terancam

oleh pneumotoraks akan lebih baik di jugularis interna daripada subklavia. Jika pacu

jantung transvenous diperlukan dalam situasi darurat, kateterisasi vena jugularis

interna kanan lebih dianjurkan, karena menyediakan rute langsung ke ventrikel

kanan. Pasien trauma, dengan leher yang difiksasi dengan collar neck, akan lebih baik

menggunakan kateter femoralis atau subklavia. Dokter harus menyadari bahwa

panjang kateter yang dimasukkan dengan posisi ujung kateter yang benar dalam vena

kava superior akan bervariasi sesuai dengan lokasi tusukan, yaitu (3-5 cm) lebih besar

ketika vena jugularis internal atau eksternal kiri yang dipilih, dibandingkan dengan

vena jugularis interna kanan. Akhirnya, pengalaman pribadi seorang dokter

memainkan peran penting dalam menentukan lokasi yang paling aman untuk kanulasi

vena sentral, terutama ketika prosedur ini dilakukan dalam keadaan mendesak.

Sejak diperkenalkan ke dalam praktek klinis pada akhir tahun 1960, pungsi perkutan

vena jugularis interna kanan telah menjadi metode yang disukai oleh ahli anestesi

untuk kanulasi vena sentral. Alasan preferensi ini termasuk konsistensi, mudah

diprediksinya lokasi anatomi vena jugularis interna, mudah diidentifikasi dan teraba

permukaan, dan arah yang lurus dan pendek ke vena kava superior. Kateter vena

jugularis interna sangat mudah diakses selama prosedur bedah dan memiliki angka

penempatan yang tinggi (90% sampai 99%).

Kanulasi vena jugularis interna kiri mudah dicapai dan aman, meskipun beberapa

rincian anatomi membuat sisi kiri kurang menarik daripada kanan. Kubah pleura

lebih tinggi di sebelah kiri, secara teoritis meningkatkan risiko pneumotoraks. Duktus

toraks dapat terluka selama prosedur karena memasuki sistem vena persimpangan

antara vena jugularis interna kiri dan subklavia. Vena jugularis interna kiri lebih kecil

daripada kanan dan seringkali tumpang tindih dengan arteri karotis yang berdekatan.

Paling penting, setiap kateter yang dimasukkan dari sisi kiri pasien harus melintasi

vena brakiosefalika kiri dan masuk ke vena kava superior tegak lurus. Akibatnya,

ujung kateter dapat menimpa dinding lateral kanan vena kava superior dan

Page 8: Referat CVP

8

meningkatkan risiko cedera vaskular. Kerugian anatomi ini berkaitan dengan semua

lokasi kateterisasi di sisi kiri sehingga diperlukan konfirmasi radiografi mengenai

lokasi ujung kateter yang tepat. Akhirnya, sebagian besar operator memiliki

pengalaman kurang mengerjakan kanulasi vena jugularis internal kiri, yang mengarah

ke lebih banyak komplikasi dan morbiditas.

Vena subklavia adalah lokasi penting kanulasi vena sentral dan sangat populer di

kalangan ahli bedah dan dokter lain yang menempatkan kateter vena sentral untuk

resusitasi volume darurat dan terapi intravena jangka panjang atau dialisis, dan tidak

hanya untuk tujuan pemantauan jangka pendek. Keuntungan kanulasi vena subklavia

termasuk berkurangnya risiko infeksi jika dibandingkan dengan lokasi femoral,

kemudahan insersi pada pasien trauma yang tidak dapat bergerak pada leher dengan

adanya collar neck, dan meningkatkan kenyamanan pasien, terutama untuk terapi

intravena jangka panjang, seperti hiperalimentasi dan kemoterapi.

Baik vena jugularis eksternal kiri dan kanan dapat dilakukan dengan aman, meskipun

secara teknis menantang, merupakan alternatif selain kanulasi vena internal jugularis

atau vena subklavia. Karena vena jugularis eksternal lebih superfisial, sehingga

memungkinkan kanulasi vena sentral dengan tidak ada risiko pneumotoraks atau

penusukan arteri yang tidak diinginkan. Dalam kebanyakan kasus, lebih baik

menggunakan kateter 18-gauge daripada jarum thinwall untuk membuka jalan kawat

pemandu (yaitu ‘modifikasi Seldinger’, yang bertentangan dengan teknik Seldinger),

karena tentu saja berliku-liku dari vena jugularis eksternal dan seringnya manipulasi

kawat pemandu berulang kali untuk masuk ke dalam vena kava superior. Sebuah

kawat pemandu J-tip harus selalu digunakan, karena dapat masuk di bawah klavikula

dan ke dalam sirkulasi pusat daripada kawat pemandu berujung lurus. Ketika kawat

pemandu tidak maju seperti yang diinginkan dan tampaknya bergerak perifer ke vena

subklavia, lakukan abduksi bahu ipsilateral > 90 derajat sebelum memajukan kawat

sampai ke vena sentral. Atau, lengan ipsilateral pasien ditempatkan di samping, dan

asisten melakukan traksi ringan di bahu untuk meluruskan jalannya vena jugularis

eksternal untuk membantu memajukan kawat pemandu. Pada dasarnya, satu-satunya

Page 9: Referat CVP

9

faktor yang menghalangi penggunaan vena jugularis eksternal untuk pemantauan

CVP adalah ketidakmampuan untuk memvisualisasikan dan kanulasi kateter di leher

dan memajukan kateter ke dalam sirkulasi pusat. Memajukan kateter dan dilator ke

dalam vena jugularis eksternal membutuhkan perhatian ekstra. Kateter harus berjalan

mengelilingi sekitar sudut tajam dalam vena ketika memasuki vena subklavia. Ini

mungkin lokasi untuk cedera vena jika prosedur yang dilakukan tidak semestinya

selama penyisipan kateter. Tidak mengherankan, sekitar 20% masalah terjadi pada

pemasangan kateterisasi vena sentral jugularis eksternal, sehingga membatasi aplikasi

yang lebih luas dari teknik ini.

Kanulasi vena femoralis berguna ketika lokasi vena jugularis dan subklavia tidak

dapat diakses, seperti yang biasa terjadi pada pasien dengan luka bakar, trauma,

selama prosedur pembedahan yang melibatkan kepala, leher, dan dada bagian atas,

atau selama resusitasi kardiopulmoner. Penggunaan vena femoralis menyingkirkan

banyak komplikasi umum dari kateterisasi vena sentral, terutama pneumotoraks,

tetapi juga membawa risiko cedera pada arteri femoral dan lebih jarang pada saraf

femoralis. Venipuncture femoralis menggunakan teknik landmark dilakukan di bawah

ligamentum inguinalis ke medial untuk meraba nadi arteri femoralis. Pengukuran

tekanan vena sentral dapat dilakukan dengan menggunakan kateter panjang (40

sampai 70 cm) yang berada di vena inferior atau dengan kateter pendek (15 sampai

20 cm) yang berakhir pada vena iliaka. Keduanya menyediakan pengukuran CVP

yang berhubungan dengan tekanan atrium kanan, meskipun kateter pendek yang

terletak lebih distal memberikan variasi yang lebih luas dalam nilai CVP. Ini berlaku

di keduanya baik secara mekanis maupun pasien berventilasi spontan. Kekurangan

dari rute vena femoralis meliputi peningkatan risiko komplikasi tromboemboli, serta

cedera vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan retroperitoneal dan

intraabdomen. Selain itu, pasien dengan kateter pembuluh darah femoralis umumnya

dapat diambulasi, sehingga dapat menunda dan mempersulit pemulihan pasca operasi.

Pada pasien dengan luka bakar parah dan ekstensif, daerah ketiak sering terpisah dan

menjadikan lokasi yang berguna baik untuk pemantauan arteri atau tekanan vena.

Page 10: Referat CVP

10

Kateter CVP standar 20-cm ditempatkan di vena aksila, sekitar 1 cm medial

terabanya arteri aksilaris, memungkinkan pengukuran tekanan dari vena kava

superior. Bahkan tekanan lebih distal diukur dari vena perifer di tangan dan lengan

bawah dapat memberikan perkiraan yang cukup akurat dari CVP di pasien bedah.

Meskipun metode pengukuran CVP tidak menimbulkan risiko, di luar itu terkait

dengan menempatkan setiap kateter intravena perifer standar, belum divalidasi secara

luas dan tidak dapat menggantikan kanulasi vena sentral di sebagian besar keadaan.

Kateter vena sentral yang dimasukkan secara perifer (PICC) telah menjadi alternatif

yang populer untuk memasukkan kateter sentral pada pasien yang membutuhkan

terapi intravena jangka panjang. Keuntungan dari PICC termasuk penempatan di

bawah anestesi lokal, risiko yang sangat rendah terkait komplikasi, dan aman

penempatan oleh non-dokter (yaitu, perawat terdaftar dan asisten dokter). Teknik ini

mungkin sangat hemat biaya, karena menghilangkan kebutuhan untuk prosedur

operasi minor pada pasien yang membutuhkan akses Hickman atau Broviac kateter

vena. Akses vena untuk PICC diperoleh melalui vena antecubital, sebaiknya vena

basilika, yang umumnya lebih berhasil daripada kateter vena cephalic karena lebih

linear. Kebanyakan PICCS digunakan untuk indikasi terapi jangka panjang

(kemoterapi atau nutrisi parenteral), menggunakan kateter silikon nontrombogenik

yang fleksibel. Kurang umum, kateter intravena poliuretan standar 40-cm dimasukkan

secara perifer ke lokasi pusat untuk infus jangka pendek dari obat vasoaktif atau

pemantauan CVP atau PAP. Tekanan vena sentral yang tercatat via PICCS sedikit

lebih tinggi dari tekanan yang diukur dengan menggunakan kateter sentral, tetapi

perbedaan ini tidak signifikan secara klinis. Ketika kateter vena panjang standar

dimasukkan dari vena antecubital, ujung kateter dapat masuk ke jantung ketika

lengan diabduksi, sehingga meningkatkan resiko perforasi jantung atau arritmia.

Setiap kali PICC dipasang, dokter juga harus hati-hati dengan menambahkan

pemasangan kateter vena sentral tambahan karena risiko pergeseran PICC dalam

sirkulasi vena sentral.

Page 11: Referat CVP

11

Gambar 2. Beberapa Lokasi Pemasangan Kanulasi Vena Sentral1

g) Pemilihan Metode Pemasangan 1,2

Keuntungan pemasangan kateterisasi yang di pandu dengan USG adalah waktu

pemasangan yang lebih efisien, meningkatkan keberhasilan dan mengurangi

komplikasi. USG digunakan tuntuk mengetahui lokasi pembuluh darah dan

patensinya. USG dua dimensi yang digunakan untuk kateterisasi pada vena jugularis

interna membutuhkan transduser 7.5 - 10-MHz. Scan USG harus cepat dilakukan

dengan posisi pasien Trendelenburg sebelum kulit dibersihkan untuk

mengidentifikasi lokasi dari target vena dan mengkonfirmasi patensinya. Langkah

Tabel 1. Penilaian Relatif Akses Vena Sentral1

Page 12: Referat CVP

12

sederhana ini bertujuan menghindari upaya penyisipan kanulasi yang sia-sia ketika

pasien memiliki trombosis, penyempitan, atau anomali vena sentral.

USG memiliki dua potongan baik potongan transversal (aksis pendek) dan potongan

longitudinal (aksis panjang). Secara umum, potongan transversal lebih mudah untuk

dipelajari dan memudahkan identifikasi simultan arteri dan vena dan potongan

longitudinal memudahkan visualisasi jarum yang akan mengurangi perforasi dinding

posterior vena.

Penggunaan USG pada vena subklavia lebih sulit dan sering berkaitan dengan habitus

tubuh pasien serta bentuk dan ukuran USG. Pada kanulasi vena subklavia transduser

diletakkan di infraklavikular sepertiga lateral atau medial dari klavikula dan pada

vena dan arteri aksilaris terlihat keluar dari kanalis yang dibentuk

oleh klavikula dan tulang rusuk pertama. Baik potongan transversal

atau longitudinal dapat memandu ketika melakukan pemasangan

kanulasi vena sentral.

Gambar 3. A. Posisi probe untuk USG vena besar jugularis interna dengan arteri karotis disebelah dalam dan B. Gambar USG yang sesuai. CA, arteri karotis; IJ, vena jugularis interna1

Page 13: Referat CVP

13

(A) (B) (C)

Gambar 3 (A). Potongan transversal USG menunjukkan vena jugularis interna kanan dan posisi anatomis anterior dan bersebelahan dengan arteri karotis komunis kanan; (B). Jarum memasuki vena jugularis interna kanan. Ini diperlukan operator sebagai visualisasi dari jarum yang memasuki lumen pembuluh darah. Seperti yang terlihat, untuk menghindari tusukan yang tidak sengaja pada dinding posterior vena; (C). Wire terlihat sebagai struktur echodense pada lumen pembuluh darah. Untuk konfirmasi lokasi dari wire harus menggunakan vessel dilator.2

Gambar 5. Kanulasi Jugularis Internal Kanan dengan Teknik Seldinger1

Page 14: Referat CVP

14

h) Konfirmasi Posisi Kateter1

Kateter vena sentral yang dipasang di ruang operasi yang umum digunakan selama

prosedur bedah tanpa konfirmasi radiologi dimana lokasi ujung kateter. Sebelum

monitoring atau infus dimulai, aspirasi darah harus mengkonfirmasikan lokasi

intravena setiap lumen kateter multilumen dan menghilangkan udara sisa dari sistem

kateter-tabung.

Setelah operasi, posisi ujung kateter harus dikonfirmasi dengan radiografi. Ujung

kateter yang terletak di dalam jantung atau di bawah refleksi perikardial dari vena

kava superior dapat meningkatkan risiko perforasi jantung dan tamponade jantung

fatal. Idealnya, ujung kateter harus berada dalam vena kava superior, sejajar dengan

dinding pembuluh darah, dan diposisikan di bawah perbatasan inferior klavikula dan

di atas tingkat rusuk ketiga, T4 hingga T5, vena azygos, carina trakea, atau lepas

landas dari mainstem bronkus kanan.

Gambar 6. Sebuah Wire terlihat pada gambar transeofageal ekhokardiografi pada atrium kanan1

Page 15: Referat CVP

15

Tabel 2. Komponen Gelombang CVP2

Gambar 8. Gelombang CVP normal. Komponen distolik (y descent, end-diastolic gelombang a) dan komponen sistolik ( gelombagn c, x descent, end-sisstolic gelombang v) semua jelas digambarkan. Gelombang mid-diastolik plateau, gelombang h juga terlihat karena denyut jantung lambat. Indentifikasi gelombang dibantu dengan mengatur tempo relasi antara komponen gelombang individu dan gelombang R elektrokardiografi. Pengaturan tempo gelombang menggunakan arterial (ART) pressure trace lebih membingungkan, karena keterlambatan relatif pada tekanan arteri sistolik upstroke.2Gambar 7. Gelombang ke atas (a, c, v) dan turunan

ke bawah (x, y) dari tracing vena sentral dan hubungan dengan elektrokardiogram (EKG)1

Tabel 3. Gelombang abnormal CVP2

Page 16: Referat CVP

16

Gambar 9. Perubahan CVP pada gangguan katup trikuspid. A. Trikuspid regurgitasi meningkatkan rerata CVP dan gambaran berupa gelombang sistolik tinggi c-v yang menghilangkan turunan x. pada contoh ini, gelombang a tidak terlihat karena aterial fibrilasi. Tekanan end-diastolik ventrikel kanan dinilai paling baik pada gelombang R elektrokardiografi (panah) dan lebih rendah dari rerata CVP. B. Stenosis trikuspid meningkatkan rerata CVP, turunan y diastolik dilemahkan, dan gelombang a end-diastolik menonjol.2

Gambar 10. Perubahan CVP disebabkan karena aritmia jantung. A. Atrial fibrilasi. Lihat tidak adanya gelombang a, penonjolan gelombang c, dan gelombang v dan turunan y yang permanen. Aritmia ini juga menyebabkan variasi interval R-R dan stroke volum ventrikel kiri pada EKG, yang dapat terlihat pada EKG dan arterial (ART) pressure traces. B. Disosiasi arterioventrikular isoritmik. Dalam kontras dengan gelombang end-diastolic normal pada CVP trace (kiri), benturan gelombang early sistolik terlihat (*, kanan). Penurunan pengisian ventrikel menyertai aritmia menyebabkan penurunan tekanan darah arteri. C. Ventrikuler pacing. Benturan gelombang sistolik muncul pada CVP trace selama ventrikel pacing (kiri). Atrioventrikular sequential pacing mengembalikan gelombang normal vena dan meningkatkan tekanan darah arteri (kanan).2

Page 17: Referat CVP

17

2.3 CVP Monitoring

CVP merupakan tekanan yang diukur dari vena sentral terdekat dengan jantung.

Karena itu CVP dapat merefleksikan tekanan rata-rata atrium kanan dan sering

digunakan untuk mengestimasi preload pada ventrikel kanan. CVP sebenarnya tidak

menghitung volume darah secara langsung, tetapi dapat digunakan untuk

memperkirakannya. Dalam kenyataannya, nilai CVP dihasilkan dari tekanan darah

vena di dalam vena kava dan dari fungsi atrium kanan, dan ini tidak hanya

dipengaruhi oleh volume intravaskular dan venous return, tetapi juga oleh venous

tone, dan tekanan intratorakal, bersamaan dengan fungsi jantung kanan dan

myocardial compliance.1,2,4

a. Indikasi Monitoring

Karena CVP dapat merefleksikan tekanan dari atrium kanan dan secara tidak

langsung dapat mengestimasi preload pada ventrikel, maka CVP digunakan

untuk me-monitoring status hemodinamik yang berhubungan dengan

kecukupan cairan pasien. Sehingga tujuan pemantauan CVP adalah untuk

mengetahui adekuat atau tidaknya perfusi. Monitoring CVP diindikasikan

untuk tindakan diagnostik, monitoring dan tuntunan manajemen cairan,

monitoring dan tuntunan intervensi farmakologis.1,4

b. Cara Mengukur

Pengukuran dapat dilakukan dari 2 titik, dari sternum atau linea midaksilaris

dengan cara menghubungkan CVC pada infus set. Cairan pada infus set akan

masuk ke dalam CVC, kemudian akan berhenti sesuai dengan tekanan dari

vena sentral. Tinggi cairan diukur dengan alat ukur dimulai dari sternum atau

linea midaksilaris.

c. Interpretasi

Nilai normal CVP jika diukur dari sternum adalah 0 – 14 cm H2O, dan dari

linea mid-aksilaris adalah 8 – 15 cm H2O. Tekanan normal CVP berkisar

antara 2 – 6 mmHg.

Page 18: Referat CVP

18

Peningkatan CVP terjadi pada:1,2,5

- Overhidrasi, dimana terjadi peningkatan aliran balik vena

- Jantung: Gagal jantung atau stenosis PA, dimana terbatasnya aliran keluar

vena dan mengarah pada kongesti vena, tamponade jantung.

- Paru: Tension pneumothoraks, efusi pleura, emboli paru, hipertensil

pulmonal.

- Ventilasi mekanik dan penggunaan PEEP.

- Forced exhalation

Penurunan CVP terjadi pada:1,2,5

- Syok hipovolemik akibat perdarahan, perpindahan cairan, dan dehidrasi

(kurangnya volume intravaskuler dengan kompensasi vasokontriksi)

- Tindakan anestesi, pada pasien konstriksi yang diberikan general

anesthesia (vasodilatasi akut timbul dan cairan langsung teredistribusi ,

menyebabkan defisit besar cairan. Tekanan darah dan CVP menurun

cepat).

- Deep inhalation

Interpretasi CVP harus dilakukan dengan teliti, karena Interpretasi CVP harus

melihat parameter kardiovaskuler lainnnya. Dalam keadaan normal, tekanan

pada jantung kanan seharusnya menggambarkan tekanan pada jantung kiri

secara tidak langsung, dan tekanan pengisian jantung kiri dapat mejadi

indikator fungsi ventrikel kiri. Pada Tabel 4 dapat dilihat nili tekanan normal

pada kardiovaskuler, dihitung dari berbagai sisi.

Page 19: Referat CVP

19

Tabel 4. Tekanan Normal Kardiovaskuler2

Page 20: Referat CVP

20

BAB III

KESIMPULAN

Central Venous Pressure yang juga dikenal dengan singkatan CVP atau kita sebut

sebagai Tekanan Vena Sentral, pada beberapa penanganan kasus sangat diperlukan

untuk mendukung diagnosa, mengetahui kondisi pasien, serta monitoring resusitasi.

CVP adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan vena sentral yang merefleksikan

tekanan pada atrium kanan jantung. Tekanan ini dipengaruhi oleh volume

intravaskular venous return, venous tone, dan tekanan intratorakal, bersamaan dengan

fungsi jantung kanan dan myocardial compliance. CVP diukur melalui Central

Venous Catheter atau yang dikenal dengan singkatan CVC. Central Venous Catheter

ini merupakan salah satu teknik yang bersifat invasif, terdapat indikasi, kontraindikasi

dan komplikasi pada pemasangannya. Pemasangan kanulasi vena sentral dapat

dilakukan dibeberapa tempat, yaitu vena jugularis interna dan ekterna, vena basilika,

vena femoralis dan vena subklavia. Pemilihan lokasi terbaik untuk kanulasi vena

sentral memerlukan pertimbangan indikasi kateterisasi (pemantauan tekanan atau

pemberian obat dan cairan), kondisi medis yang mendasari pasien, pengaturan klinis,

dan keterampilan dan pengalaman dari dokter yang melakukan prosedur. Masing –

masing lokasi memiliki keuntungan dan kerugian. Monitoring CVP diindikasikan

untuk tindakan diagnostik, monitoring dan tuntunan manajemen cairan, monitoring

dan tuntunan intervensi farmakologis.

Page 21: Referat CVP

21

DAFTAR PUSTAKA

1. John F. Butterworth, David C. Mackey, John D. Wasnick. Morgan &

Mikhail’s Clinical Anesthesiology, 5th ed. New York: McGraw-Hill

Education, 2013. p100-104.

2. Ronald D. Miller, Neal H. Cohen, Lars I. Eriksson, Lee A. Fleisher, Jeanine P.

Wiener-Kronish, William L. Young, editors. Miller’s Anesthesia, 8th ed.

Philadephia: Elsevier Saunders, 2015. p1361-1370.

3. Departement of Anaesthesiology. The University of Hong Kong. Anaesthetic

Medical Procedures: Measuring Central Venous Pressure. Diakses dari

www.anaesthesia.hku.hk tanggal 15 November 2015.

4. University of Iowa Children’s Hospital. Arterial Blood and Central Venous

Pressure Monitoring Devices. Iowa City: The University of Iowa, 2015.

Diaskes dari www.uichildrens.org tanggal 15 November 2015.

5. Kuhn C and Werdan K. Hemodynamic Monitoring In Surgical Treatment:

Evidence-Based and Problem-Oriented. Munich: Zuckscwerdt, 2001. p15-20.