referat condylus lateral fr
DESCRIPTION
bmjmjTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fraktur humerus merupakan diskontinuitas jaringan tulang humerus. Fraktur tersebut
umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang (fraktur),
trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang humerus tersebut, misalnya
vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robek parsial (sprain), putus
atau robek (avulsi atau ruptur), gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf
(neuropraksia, aksonotmesis, neurolisis).1
Fraktur condylus lateralis, merupakan 17 % dari jumlah semua fraktur humerus distal
dan 54 % dari fraktur humerrus distal physeal. Frekuensi dari fraktur condylus lateralis
mencapai puncak pada anak berusia 6 tahun. Sebagian besar patah tulang terjadi pada anak
usia 5-10 tahun .Kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien paling muda beusisa 2 tahun
dan paling tua 14 tahun.
Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus
ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal. Prinsip
tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining
(mempertahankan), dan rehabilitasi.1,2
Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada
tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat penting untuk
diketahui.1
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Bagian Bedah RS. Moh. Ridwan Meuraksa dan meningkatkan pemahaman penulis
maupun pembaca mengenai fraktur condylus lateralis pada anak.
1
1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai
fraktur condylus lateralis pada anak sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-
kasus fraktur condylus lateralis pada anak di klinik sesuai kompetensi dokter umum.
2
BAB 2
ISI
2.1. Fraktur
2.1.1. Definisi
Fraktur adalah hilanganya kontinuitias tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial1.
2.1.2. Proses Terjadinya Fraktur
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita
harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan
tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan memutar (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma bisa bersifat :
Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan
ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya
jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa :
Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atay memecah misalnya
pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
3
Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian tulang
Gambar 1. Mekanisme Trauma
(a) berputar (b) kompresi (c) fragmen triangular butterfly (d) tension
2.1.3. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologis, klinis, dan radiologis.
Klasifikasi Etiologis1
Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba
Fraktur patologis. Terjadi kerana kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang
4
Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu
Klasifikasi Klinis
Fraktur tertutup (simple fraktur). Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan komplikasi
adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union,
nonunion, infeksi tulang.
Klasifikasi Radiologis
1. Berdasarkan lokalisasi :
Diafisal
Metafisal
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
2. Berdasarkan konfigurasi :
Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktus komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulse, fragmen kecil oleh otot atau tendo misalnya fraktur
epikondilus humeri
Fraktur depresi, karena trauma langsung
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya
pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus
5
Fraktur epifisis
3. Menurut ekstensi
Fraktur total
Fraktur tidak total
Fraktur buckle
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
Bersampingan
Angulasi
Rotasi
Distraksi
Over-riding
Impaksi
6
Gambar 2. Klasifikasi Fraktur
2.1.4 Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu1 :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan
dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat
terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah
cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna
serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler
dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,
maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan
fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi
pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari
tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi
pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari
7
fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan
suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler
kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk
suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada
pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan
indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis.
Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan
tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-
lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan
berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan
untuk membentuk ruang sumsum.
8
Gambar 3. Proses penyembuhan fraktur.
(a) hematom. Kerusakan jaringan dan perdarahan pada daerah fraktur. (b) inflamasi. Sel-
sel inflamasi tampak pada daerah hematom. (c) callus. Populasi sel akan berubah menjadi
osteoblast dan osteoclast. (d) konsolidasi. Woven bone diganti oleh tulang lamellar dan
fraktur menyatu secara sempurna. (e) Remodelling. Terjadi perubahan struktur tulang
sehingga akan tampak seperti struktur normalnya
2.2 Perbedaan Tulang Anak dengan Dewasa
Tulang pada anak-anak berbeda dengan dewasa. Hal ini sangat penting diketahui bahwa
keberhasilan diagnostik dan terapi penyakit ortopedik pada kelompok usia ini berbeda,
karena sistem skeletal pada anak-anak baik secara anatomis, biomekanis, dan fisiologi
berbeda dengan dewasa. Adanya growth plate (atau fisis) pada tulang anak-anak
merupakan satu perbedaan yang besar. Growth plate tersusun atas kartilago. Ia bisa
menjadi bagian terlemah pada tulang anak-anak terhadap suatu trauma. Cidera pada growth
plate dapat menyebabkan deformitas. Akan tetapi adanya growth plate juga membantu
remodeling yang lebih baik dari suatu fraktur yang bukan pada growth plate tersebut. Di
bawah ini adalah beberapa karakteristik struktur dan fungsi tulang anak yang membuatnya
berbeda :
Remodelling
Tulang immatur dapat melakukan remodelisasi jauh lebih baik daripada dewasa. Karena
adanya aktivitas dari populasi sel yang banyak, kerusakan pada tulang dapat diperbaiki
lebih baik dari pada kerusakan yang terjadi pada dewasa.
Struktur anatomis tulang anak-anak juga mempunyai fleksibilitas yang tinggi sehingga ia
mempunyai kemampuan seperti “biological plasticity”. Hal ini menyebabkan tulang anak-
anak dapat membengkok tanpa patah atau hancur; sehingga dapat terjadi gambaran fraktur
yang unik pada anak yang tidak dijumpai pada dewasa, seperti pada fraktur buckle (torus)
dan greenstick.
Ligamen
Seperti jaringan, ligamen adalah satu jaringan yang “age-resistant” dalam tubuh manusia.
Tensile strength (kekuatan tegangan) pada ligamen anak-anak dan dewasa secara umum
9
sama. Meskipun kekuatan tulang, kartilago, dan otot cenderung berubah, struktur ligamen
tetap tidak berubah seiring pertumbuhan dan perkembangan.
Periosteum
Bagian terluar yang menutupi tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang pada anak-anak
secara signifikan lebih tebal daripada dewasa. Periosteum anak-anak sebenarnya
mempunyai sebuah lapisan fibrosa luar dan kambium atau lapisan osteogenik. Menurut
Hence, periosteum anak-anak mampu memberikan kekuatan mekanis terhadap trauma.
Karena periosteum yang tebal, fraktur tidak cenderung untuk mengalami displace seperti
pada dewasa, dan periosteum yang intak dapat berguna sebagai bantuan dalam reduksi
fraktur dan maintenance. Sebagai tambahan, fraktur akan sembuh lebih cepat secara
signifikan daripada dewasa.
Growth Plate
Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis (pusat
penulangan sekunder) dan metafisis. Ini penting bagi pertumbuhan tulang panjang agar
terjadi. Bagian ini juga menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang terhadap
trauma mekanik. Fisis, secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
a. Resting zone: Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan
merupakan tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan nantinya.
b. Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi
lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada area ini, sel-selnya
menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya disimpan untuk perjalanan mereka ke
metafisis.
c. Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi
lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi dan berubah
menjadi tulang. Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis.
d. Calcified zone: Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium, dan
membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang pembuluh darah kecil
menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis.
10
Gambar 4. Bagian-bagian dari tulang immatur
Trauma pada anak-anak
Bentuk fraktur yang unik pada anak-anak adalah hasil dari perbedaan biologis antara anak-
anak dengan dewasa. Secara spesifik, keberadaan lempeng pertumbuhan (growth plate),
periosteum yang tebal, serta kemampuan tulang anak-anak yang elastis seperti plastik, dan
kemampuan mengalami remodelling adalah dasar dari gambaran fraktur yang khas pada
anak-anak.
Pendeskripsian fraktur anak-anak meliputi lokasi anatomi dan gambaran fraktur
sebagaimana hubungan fragmen-fragmen fraktur dengan jaringan-jaringan didekatnya.
Lokasi anatomi dari fraktur dapat dideskripsikan sebagai diafisis, metafisis, atau epifisis.
Terdapat beberapa gambaran unik pada fraktur anak-anak. Deformasi plastik terjadi ketika
tulang membengkok melebihi elastisitasnya, tanpa disertai fraktur yang nyata.
Ini disebut fraktur green stick (sering terjadi di ulna) ketika tulang tampak menjadi
bengkok tanpa adanya garis fraktur. Fraktur buckle atau torus terjadi karena kompresi
aksial pada metafisial-diafisial junction. Fraktur-fraktur ini stabil dan menyembuh dalam
2-3 minggu dengan immobilisasi. Fraktur yang komplit atau lengkap dikelompokkan
menurut arah garis fraktur.
11
2.3 Fraktur Condylus
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateralis.
Klasifikasi menurut Milch :
Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan ulna
Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen
b. Pada Anak
Fraktur Condylus lateralis
Dua fraktur yang termasuk fraktur penting pada anak pada daerah siku yang
sering terjadi adalah fraktur codylus lateralis dan fraktur supracondylar. Fraktur condylus
lateralis pada anak terjadi karena adanya kekuatan yang menekan sendi siku. Garis panah
merah pada gambar dibawah menunjukkan arah dari tekanan yang terjadi.
12
Gambar 5. Arah Tekanan pada Fraktur Condylus Lateralis
Fraktur condylus lateralis, seperti yang ditampilan pada gambar dibawah
merupakan 17 % dari jumlah semua fraktur humerus distal dan 54 % dari fraktur
humerrus distal physeal. Frekuensi dari fraktur condylus lateralis mencapai puncak pada
anak berusia 6 tahun. Sebagian besar patah tulang terjadi pada anak usia 5-10
tahun .Kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien paling muda beusisa 2 tahun dan paling
tua 14 tahun.
13
Gambar 6. Fraktur Mungkin Tersamar dan Kadang Terlewat
Penyebab
Ada dua teori mekanisme dari cedera untuk fraktur ini. Yang pertama adalah teori pull-
off, dimana avulsi dari condylus lateralis terjadi pada origin dari musculus
ekstensor/supinator. Ini dapat terjadi karena stress varus yang terjadi pada ekstensi siku
dengan lengan supinasi. Hal ini diduga menjadi mekanisme yang paling umum dari
cedera. Yang kedua adalah teori push-off, dimana tangan yang terjatuh pada posisi
ekstensi menyebabkan impaksi caput radii ke kondilus lateral, menyebabkan fraktur.
Klasifikasi Milch :
Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui celah
kapitulotroklear.. Siku stabil dikarenakan troklea intak.
Tipe II : garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini timbul pada
fraktur salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh
karena ada kerusakan pada troklea.
14
Fraktur artikuler dan preartikuler pada anak-anak merupakan cidera yang tidak dapat
dihindari melibatkan fisis. Baik terapi dan prognosis cidera fisis tergantung pada
gambaran cidera, sebagai contoh apakah cidera hanya melibatkan fisis, fisis dan
metafisis, atau fisis dan epifisis.
Pengelompokan cidera fisis yang sering digunakan adalah klasifikasi Shalter Harris,
yang mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe yaitu :
SH I: Fraktur pada zona hipertropi kartilago fisis, memisahkan epifisis dan
metafisis secara longitudinal; Prognosis baik, biasanya hanya dengan closed
reduction, ORIF dapat dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau tidak terjamin.
SH 2: Fraktur sebagian mengenai fisis dan fragmen segitiga metafisis; 75% dari
semua fraktur fisis.
SH 3: Fraktur pada fisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai sebagian
fisis, epifisis, dan permukaan sendi. Sering memerlukan ORIF untuk memastikan
realignment anatomis.
SH IV: Fraktur berjalan oblik melewati metafisis, fisis, dan epifisis.
SH V: Lesi kompresi pada fisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera. Tidak
tampak garis fraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar terjadi
gangguan pertumbuhan.
Gambar 7. Klasifikasi Salter-Harris
Klasifikasi Jacob:
Stage I : fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler Intak
15
Gambar 8. Jacob Stage I
Foto Oblique diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa tidak terjadi pergeseran.
Radiographs pada gips diperlukan untuk memastikan fraktur tidak bergeser didalam
gips
Stage II :Fraktur dengan pergeseran sedang , tetapi tidak terdapat rotasi atau
pergeseran signifikan pada capitellum
16
Gambar 9. Jacob Stage II
Garis fraktur keluar dari metafisis posterior umum terjadi pada fraktur
condylus lateralis. Jika bergeser >2 mm pada radiologi (posisi AP/ Lateral/
Oblique) – dilakukan reduksi dan pinning.Reduksi tertutup dan pinning
perkutaneus dapat dilakukan, tetapi reduksi articular harus anatomis.Jika
bergeser dan permukaan articular tidak sama, perlu dilakukan ORIF.
Stage III :Pergeseran dan dislokasi komplit, terdapat rotasi dan pergeseran
signifikan pada capitellum, dan instabilitas siku
17
Gambar 10. Jacob Stage III
Harus dilakukan ORIF. Pendekatan Kocher lateral digunakan untuk
reduksi, dan pin atau baut dipasang untuk mempertahankan reduksi. Diseksi
secara hati-hati diperlukan untuk menjaga jaringan lunak yang melekat, serta
aliran darah ke fragmen condylus lateralis, khususnya hindari diseksi posterior.
18
Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.
Klasifikasi Milch:
Tipe I : garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini
timbul pada fraktur salter-harris tipe II.
Tipe II : garis fraktur melewati celah capitulotroklear.
Klasifikasi kilfoyle :
Stage I : tidak ada pergeseran, permukaan artikular intak
Stage II : garis fraktur komplit dengan pergeseran yang minimal
Stage III : pergeseran komplit dengan rotasi fragmen dari penarikan otot
fleksor
2.4 Diagnosis
2.4.1 Anamnesis
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis:
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan:
mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita bercerita tentang keluhan
sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan; bagian apa dari
anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda misalnya
“… sakit di tangan ….”, yang dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak
atas dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan
bawahnya.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau beberapa
penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis
demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
20
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-
menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
-
3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri,
sehingga pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot
menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh
pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan
kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis
dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.
2. Allo anamnesis:
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah orang
lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi atau orang tua yang
sudah mulai dementia atau penderita yang tidak sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu
dicatat siapa yang memberikan allo anamnesis, misalnya:
- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada ayahnya
- atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu rumah
tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik
21
- juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan
keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).
1. Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:
- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut
(abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama
mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal yang
penting adalah:
a. Look (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
22
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari
posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu
perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, temperatur kulit.
- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota
gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk mendapatkan
kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan normal si
penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi
dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah fraktur
(kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan
mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra
artikuler atau ekstra artickuler.
23
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan
kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament dan
kapsul (simpai) sendi
- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh
menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).
Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting
untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan.
Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri
dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena
instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:
- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada
beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak tulang
belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi akromioklavikula, gerak
sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal (floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan
diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang pasien,
kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada di
samping pasien.
- Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap
humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan
memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari
gerak rotasi dari sendi bahu.
- Sendi pergelangan tangan:
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral adalah
pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii.
Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar deviasi.
24
- Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan aposisi
terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi, dan fleksi.
Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)
merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx) hanya
diukur fleksi dan ekstensi.
2.4.3 Pemeriksaan Radiologis
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan
lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal sendi
yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota
gerak terutama pada fraktur epifisis
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya,
apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
2.4.4 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi akut/menahun
2. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi, fungsi
hati/ginjal
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test
25
2.5 Penatalaksanaan
Non-operatif
o long arm casting
Indikasi
Hanya diindikasikan jika pergeseran n < 2 mm , yang
mengindikasikan cartilaginous hinge intak,
Persentasi subakut (>4 minggu)
Teknik
Pasang gips dengan siku pada posisi 90 derajat dan lengan
supinasi
Follow up tiap minggu
Rontgen diluar gips dapat berguna
Total waktu pemakaian gips 3-7 minggu
Operatif
o Closed Reduction and Percutaneous Pin Fixation (CRPP)
Indikasi
Beberapa literatur menyebutkan bahwa CRPP dilakukan
pada semua fraktur condylus lateralis dengan pergeseran
<2mm.
Kemampuan untuk mempertahankan fragmen fraktur pada
posisi untuk mencegah pergeseran
Teknik
Reduksi tertutup dilakukan dengan menghadirkan kekuatan
siku varus dan menekan fragmen anteromedial
Konfigurasi pin berbeda paling stabil
Pin ketiga dapat digunakan pada bidang transversal untuk
mencegah derotasi
Arthrogram dapat mengkonfirmasi kesesuaian sendi
26
o Open reduction and internal fixation (ORIF)
Indikasi
Jika pergeseran > 2mm
Terdapat ketidak sesuaian sendi
Fraktur non-union
Teknik
Pendekatan lateral langsung
Hindari diseksi aspek posterior dari condylus lateralis
(sumber vaskularisasi)
Pin perkutaneus atau subkutaneus dapat digunakan untuk
fiksasi
Single screw mungkin dapat digunakan pada non-union
2.6. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
AVN (avascular nekrosis)
o Diseksi posterior dapat menimbulkan hasil osteonekrosis pada condylus
lateralis
o Dapat juga terjadi pada trochlea
Nonunion/malunion
o Dikarenakan terlambat dalam mendiagnosis dan tidak mendapat terapi yang
sesuai
o Dapat terjadi cubitus varus
Radial nerve palsy
Nervus radialis adalah cabang terbesar dari pleksus brakhialis.
Nervus radialis pada lengan atas, memberi persarafan motorik untuk:
· m.triseps dan m.ankoneus; ekstensor lengan bawah
· m.brakhioradialis; fleksor lengan bawah pada posisi semipronasi
· m.ekstensor karpi radialis longus dan brevis; ekstensor radial tangan
27
Pada lengan bawah, melalui cabang motoris profunda memberi persarafan
motorik untuk:
· m. supinator; supinator lengan bawah
· m. ekstensor digitorum; ekstensor ruas jari telunjuk, jari tengah, jari manis
dan kelingking
· m.ekstensor digiti minime; ekstensor ruas kelingking dan tangan
· m.ekstensor karpi ulnaris; ekstensor ulnar tangan
· m.abduktor pollicis longus; abduktor ibu jari dan ekstensor radial
tangan
· m.ekstensor pollicis brevis dan longus; ekstensor ibu jari dan ekstensor
radial tangan
· m.ekstensor indicis; ekstensor telujnuk dan tangan
Cedera pada nervus radialis biasanya menimbulkan gejala pada bagian
punggung tangan, sekitar digiti 1, 2, dan 3. Gejala yang timbul meliputi rasa sakit
seperti terbakar, mati rasa atau kesemutan, gangguan dalam meluruskan lengan,
gangguan dalam menggerakkan pergelangan tangan dan jari-jari, serta lemah dalam
menggenggam.
Lateral /prominence (spurring)
o lateral periosteal alignment akan mencegah terjadinya komplikasi ini
o Kehadiran spurring berhubungan dengan pergeseran fraktur yang lebih
besar
Penahanan pertumbuhan dengan atau tanpa deformitas sudut
Penampilan yang tidak memuaskan karena bekas luka pembedahan
Deformitas
o Cubitus varus paling sering terjadi pada kasus fraktur yang tidak terdapat
pergeseran dan pergeseran minimal
o Kebanyakan deformitas dapat dikoreksi setelah maturasi tulang dengan
osteotomi suprakondilar
28
BAB 3
KESIMPULAN
Dua fraktur yang termasuk fraktur penting pada anak pada daerah siku yang sering
terjadi adalah fraktur codylus lateralis dan fraktur supracondylar. Fraktur condylus lateralis
pada anak terjadi karena adanya kekuatan yang menekan sendi siku. Fraktur condylus
lateralis, merupakan 17 % dari jumlah semua fraktur humerus distal dan 54 % dari fraktur
humerrus distal physeal. Frekuensi dari fraktur condylus lateralis mencapai puncak pada
anak berusia 6 tahun. Sebagian besar patah tulang terjadi pada anak usia 5-10 tahun .Kasus
yang dilaporkan terjadi pada pasien paling muda beusisa 2 tahun dan paling tua 14 tahun.
Terdapat klasifikasi milch dan jacob untuk penentuan staging dalam fraktur condylus
lateralis, penanganan pada anak harus sesuai dengan staging agar mendapatkan hasil yang
maksimal agar tidak terjadi komplikasi seperti nonunion/malunion, karena tulang pada
anak masih terus tumbuh.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Alan Graham Aplpley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th edition.
Butterworths Medical Publications. 2010.
2. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42; Sistem
Muskuloskeletal.
3. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab.
14; Trauma.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12 th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal System: The Appendicular
Skeleton.
5. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular System.
6. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48; General
Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
7. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia: Elsevier,
2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
8.. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
9. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia: Elsevier
Inc. 2010:p. 109-116.
10. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher,
2009, Bab 9; Orthopaedi.
11. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000, Bab 7;
Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.
12. http://emedicine.medscape.com/article/1231199-overview#a9
13. http://www.orthobullets.com/pediatrics/4009/lateral-condyle-fracture--pediatric
14. http://www.joint-pain-expert.net/elbow-fracture-in-children.html
30