referat bpd

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bronkopulmonar displasia merupakan salah satu penyakit paru kronik yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Bayi BBLSR dengan masa gestasi tidak cukup bulan yang menggunakan ventilator sebagai alat bantu nafas banyak mengalami bronkopulmonar displasia. Beberapa bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), bayi prematur yang lahir antara 23 – 28 minggu gestasi, dan berat badan lahir < 1.250 g, membutuhkan oksigen lebih tinggi selama 1-2 minggu setelah lahir. Pada bayi prematur fungsi paru belum berkembang dengan baik, sehingga untuk pernafasan bayi BBLSR dan bayi prematur dibutuhkan terapi oksigen dengan menggunakan ventilator. Pemakaian respirator pada BBLSR dan bayi prematur dalam jangka panjang dapat menyebabkan barotrauma dan volutrauma yang dapat merusak jalan nafas dan parenkim paru secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan tersebut dapat dilihat dari gambaran radiologis. Gambaran radiologis tersebut dapat memperlihatkan berat ringannya kerusakan jalan nafas dan parenkim paru serta menentukan lama pemakaian ventilator atau respirator pada bayi tersebut. 1

Upload: andeswinata

Post on 19-Nov-2015

128 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

penyakit anak

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkopulmonar displasia merupakan salah satu penyakit paru kronik yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Bayi BBLSR dengan masa gestasi tidak cukup bulan yang menggunakan ventilator sebagai alat bantu nafas banyak mengalami bronkopulmonar displasia.

Beberapa bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), bayi prematur yang lahir antara 23 28 minggu gestasi, dan berat badan lahir < 1.250 g, membutuhkan oksigen lebih tinggi selama 1-2 minggu setelah lahir. Pada bayi prematur fungsi paru belum berkembang dengan baik, sehingga untuk pernafasan bayi BBLSR dan bayi prematur dibutuhkan terapi oksigen dengan menggunakan ventilator.

Pemakaian respirator pada BBLSR dan bayi prematur dalam jangka panjang dapat menyebabkan barotrauma dan volutrauma yang dapat merusak jalan nafas dan parenkim paru secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan tersebut dapat dilihat dari gambaran radiologis. Gambaran radiologis tersebut dapat memperlihatkan berat ringannya kerusakan jalan nafas dan parenkim paru serta menentukan lama pemakaian ventilator atau respirator pada bayi tersebut.

Bayi dengan paru masih imatur dapat dengan mudah mengalami kerusakan dan lebih sulit mengalami perbaikan. Dari hasil pemeriksaan akan ditemukan abnormalitas perkembangan dan morfologi paru pada bayi yang menderita bronkopulmonar displasia. Sebagian besar bayi dengan bronkopulmonar displasia membaik secara klinis meskipun kelainan patologis dan radiologis biasanya menetap hingga dewasa.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi saluran pernafasan dan paru, definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan radiologis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis dari bronkopulmonar displasia.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai bronkopulmonar displasia dan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk ke berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen dihirup melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli lalu dapat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.1,2

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkopulmonar. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi biologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara partikel yang terhirup tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkiolus. Bronkiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.1,2

Gambar 1 . Anatomi Saluran Pernafasan

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakea dan bronkus memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan aparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkitis kronis yang hasilnya menjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.1,2

Unit pertukaran udara (terminal respirasi) terdiri dari bronkiolus distal sampai terminal, seperti: bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli. Alveoli memisahkan oksigen dan darah, oksigen menembus membran ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95%. Hasil buangan metabolisme (CO2 dan H2O) menembus membran alveoli, dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial serta trakea akan dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.1,2

P0Gambar 2. Anatomi Saluran Nafas dan Paru

Gambar 3 . Anatomi dan Fungsi Sistem Respirasi

Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas 1:

a. Filtrasi udara

Partikel debu yang masuk melalui organ hidung:

Yang berdiameter 5-7 m akan tertahan di orofaring.

Yang berdiameter 0,5-5 m akan masuk sampai ke paru-paru.

Yang berdiameter 0,5 m dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di keluarkan bersama sekresi.b. Mukosilia

Baik mukus maupun partikel yang terbungkus di dalam mukus akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mukus ini tergantung pada kekentalan mukus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia, maupun hiperkapnia.

c. Sekresi Humoral Lokal

Zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain :

Lisozim, dimana dapat melisis bakteri

Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik

Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus.

Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.

d. Fagositosis

Sel fagositosis berperan dalam memfagosit mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag sebagai derivat monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonin dan komplemen.

Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :

Gerakan mukosiliar

Faktor humoral lokal

Reaksi sel

Virulensi dari kuman yang masuk

Reaksi imunologis yang terjadi

Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

Gambar 4. Rontgen Paru Normal

Pada pemeriksaan luar, pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa lobus pulmonar. Pulmonar dekstra dibagi menjadi 3 lobus, yaitu1:

a. Lobus SuperiorDibagi menjadi 3 segmen: apeks, posterior, inferior.

b. Lobus MediusDibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis.

c. Lobus InferiorDibagi menjadi 5 segmen : apeks, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasal.

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobus, yaitu1:

a. Lobus Superior Dibagi menjadi segmen: apeksposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior.

b. Lobus Inferior Dibagi menjadi 4 segmen: apeks, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal.

Gambar 5 . Pembagian Lobus Paru

2.2 Definisi

Bronkopulmonar displasia (BPD) merupakan penyakit paru kronik yang ditemui pada bayi prematur dan BBLSR yang mengunakan alat bantu nafas. Bronkopulmonar displasia pertama kali dilaporkan oleh Northway dkk pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis pada bayi prematur yang menderita Respiratory Distresss Syndrome (RDS) setelah lahir, mendapatkan terapi ventilator dan ketergantungan oksigen.1,2,3,4,5.2.3 Epidemiologi

Faktor risiko terjadinya BPD adalah multifaktor. Hal ini berhubungan langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya, lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen. BPD terjadi pada 27% bayi preterm yang menderita gangguan pernafasan berat dan 50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmonar.2,4

Sekitar 50% bayi prematur ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir dan tetap tergantung pada oksigen setelah 36 minggu pasca konsepsi dan lebih sedikit lagi bayi prematur ketergantungan oksigen setelah 42 hari pasca konsepsi. Pada BBLSR ( 60. Hiperoksia dapat mengakibatkan efek pada jaringan paru seperti proliferasi dari sel alveolar tipe 2 dan fibroblast, perubahan di sistem surfaktan, peningkatan sel inflamasi, dan sitokin, peningkatan deposit kolagen, penurunan alveolarisasi dan densitas mikrovaskular. Sekarang, paparan oksigen tekanan tinggi dalam jangka waktu lama yang dibatasi.

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis

Pada awalnya BPD dipercaya sebagai akibat trauma langsung dari ventilator dan toksisitas oksigen. Akan tetapi dalam perkembangannya, dengan adanya perubahan gejala klinis dan adanya ketergantungan oksigen pada bayi tanpa Respiratory Distresss Syndrome (RDS) atau pada bayi yang pada awalnya tidak diberi oksigen, akhirnya diketahui bahwa inflamasi merupakan penyebab utama BPD. Bukti bahwa respon inflamasi menyertai respon distress pernafasan adalah ditemukannya sel-sel inflamasi yang teraktivasi, mediator inflamasi, dan sitokin. Faktor-faktor seperti Macrophage Inflammatory Protein I dan IL-8 yang ditemukan di saluran respirasi, dan penurunan cytokin counter regulatory seperti IL-10 menyebabkan inflamasi persisten. Sel-sel inflamasi banyak ditemukan di ruang antar sel maupun di rongga udara, selain itu sel-sel epitel paru juga mensintesis mediator-mediator inflamasi. Produksi radikal bebas oleh karena Fe bebas pada rongga udara menyebabkan terbentuknya TGF dan fibrosis. 1,2,3,4,5Barotrauma dan volutrauma akibat respirator dapat merusak jalan nafas dan parenkim paru secara langsung ataupun tidak langsung. Intubasi menyebabkan kerusakan permukaan saluran respirasi lokal, mengganggu aktivitas silier, dan sebagai saluran masuk langsung bakteri patogen dan gas eksogen pada saluran respirasi. Kebocoran udara, misalnya pada emfisema interstisial paru semakin merusak jaringan paru. Paparan oksigen menyebabkan timbulnya radikal bebas toksik yang dapat menyebabkan kerusakan akut pada jaringan, peradangan, dan menghambat perbaikan dan perkembangan paru.1,2

Bayi dengan paru yang masih imatur dapat mudah mengalami kerusakan dan lebih sulit mengalami perbaikan. Dari hasil autopsi ditemukan abnormalitas perkembangan dan morfologi paru pada bayi yang menderita BPD, dengan penurunan pembentukan septum alveoli. Diketahui juga bahwa alveoli terus berkembang hingga usia 5 tahun, sehingga sebagian besar bayi dengan BPD membaik secara klinis meskipun kelainan patologis dan radiologis biasanya menetap hingga dewasa.1,2,4

Gambar 6. Patogenesis BPD12.6 Gejala Klinis

Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronkhi. Risiko terjadinya infeksi juga meningkat. Kebutuhan oksigen mulai meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edema paru, infeksi, atau gagal jantung kanan.1,2,3

Northway menggambarkan 4 stadium radiologis BPD sebagai berikut1,2,4 :

a. Sindrom distresss pernapasan

b. Diffusely hazy

c. Diffusely bubbly, pola interstisial

d. Hiperaerasi, hiperlusen fokal

Stadium tersebut sesuai dengan progresivitas patologi, dari Respiratory Distresss Syndrome (RDS) akut hingga edema paru, inflamasi, metaplasia sel skuamosa, dan akhirnya emfisema, fibrosis, ateletaksis, penebalan otot polos peribronkial serta perivaskular. Akan tetapi lesi CT Scan dapat ditemukan area hiperaerasi multifokal, beberapa opasitas linier subpleura, dan menyingkirkan bronkiektasis jika didapatkan gambaran sekuele dari BPD.1,2

Bronkopulmonar displasia sering disertai dengan bronkospasme, episode sianosis, dan hipoksemia kronik. Abnormalitas fungsi paru pada bayi BPD meliputi penurunan komplians paru, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, serta peningkatan volume paru, tahanan saluran respirasik, dan air trapping. Perbaikan klinis BPD dinyatakan dengan perkembangan somatik yang membaik.1,2

Abnormalitas uji fungsi paru menetap pada anak usia sekolah dengan riwayat BPD. Abnormalitas tersebut mencakup penurunan kapasitas vital paru, volume ekspirasi paksa, aliran ekspirasi paksa, dan peningkatan volume residu. Uji fungsi paru biasanya membaik pada usia 7-11 tahun. Sekitar 50% anak-anak dengan riwayat BPD mempunyai hiperaktivitas bronkus meskipun tidak terdapat riwayat mengi. Suatu studi kohort bahwa BBLSR yang menderita BPD memiliki kelemahan motorik dan berisiko lebih tinggi terhadap retardasi mental.1,2

2.7 Pemeriksaan Fisik dan Penunjanga. Pemeriksaan Umum

Status respirasi yang buruk adalah manifestasi yang disebabkan karena peningkatan dari pernafasan yang buruk, peningkatan dari tekanan oksigen, atau peningkatan dari apneu-bradikardi, atau kombinasi dari hal tersebut. 1,2,3,4b. Pemeriksaan paru

Retraksi dan keabnormalan paru yang difus biasa ditemukan. Wheezing atau pemanjangan ekspirasi juga harus diwaspadai. 1,2,3,4c. Pemeriksaan Kardiovaskuler

Ventrikel kanan terangkat, S2 tunggal, atau P2 prominen mungkin diikuti dengan cor pulmonal. 1,2,3,4d. Pemeriksaan Abdomen

Hati mungkin membesar setelahnya ke sisi kanan di daerah gagal jantung atau mungkin ke bawah abdomen, karena disebabkan hiperinflasi dari paru. 1,2,3,4e. Analisis Gas Darah

Biasanya menunjukkan retensi CO2. Walaupun demikian jika masalah respirasi telah kronik dan stabil pH biasanya sub normal (pH > 7,25). 1,2,3,4f. Elektrolit

Abnormalitas dari elektrolit akan dihasilkan dari retensi kronik karbondioksida (peningkatan serum bikarbonat), terapi diuretik (hiponatremia, hipokalemia, atau hipokloremia), restriksi cairan (peningkatan nitrogen urea dan kreatinin), atau ketiga tiganya. 1,2,3,4g. Urinalisis

Pemeriksaan mikroskopik akan menunjukkan adanya sel darah merah, mengindikasikan adanya kemungkinan nefrokalsinosis sebagai hasil dari pemakaian diuretik jangka lama. 1,2,3,4h. EKG dan Ekokardiografi

Ini diindikasikan pada BPD yang tidak membaik atau semakin memburuk. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi cor pulmonal dan atau hipertensi pulmonal, dimanifestasikan oleh hipertrofi ventrikel kanan dan elevasi dari tekanan arteri pulmonal dengan deviasi aksis ke kanan, peningkatan waktu interval sistolik kanan, penebalan daripada dinding ventrikel kanan, dan abnormal dari geometri ventrikel kanan. 1,2,3,42.8 Pemeriksaan Radiologi

2.8.1 RontgenEmpat tahap perubahan radiografi pada BPD1,6,7,8 :

a. Tahap I

Terlihat seperti gambaran RDS (tampak air bronchogram, ground glass apperarance).

b. Tahap II

Tampak gambaran kekaburan yang difus, ini terjadi pada minggu kedua.

c. Tahap III

Tampak gambaran cystic lusen pada minggu 3.

d. Tahap IV

Hiperinflasi luas dan pembesaran jantung pada minggu keempat.

Penemuan ini juga dapat digambarkan menurut 4 tahap asli dari BPD yang yang ditemukan Northway dkk1,6,7,8 :

a. Tahap 1 ( < 3 hari)

Karakteristik (mirip dengan RDS dan kadang juga menyerupai komplikasi RDS seperti pneumotoraks dan emfisema paru interstisial).

Tampak air bronchogram Tampak ground glass appearance Belum terjadi hiperinflasi

Gambar 7. BPD stage 1

b. Tahap 2 (4-10 hari)

Ada penemuan radiografi yang menetap dan harus diwaspadai untuk perkembangan BPD lebih lanjut.

Gambaran interstitial yang halus atau kasar yang difus (homogenous opacity) sering dijumpai pada tahap ini. Kadang sulit untuk melihat batasan jantung. Tidak ada kecenderungan pada satu lobus tertentu. Pada kasus berat akan tampak gambaran yang lebih kasar. Mulai terbentuk vacuole lusen tapi belum terlalu jelas.

Gambar 8. BPD stage 2

c. Tahap 3 (10-20 hari)

Vacuole meluas dan akan dikenali menjadi kistik yang berisi daerah udara.

Dikenal dengan pola interstisial.

Gambar 9. Foto Rontgen BPD Stage 3

d. Pada tahap 4 (> 1 bulan)

Tampak hiperekspansi paru-paru

Perluasan cyst Pada tahap ini, udara lebih sering terjebak di lobus bawah daripada lobus atas.

Hiperinflasi paru akan terlihat pada kasus yang parah.

Gambar 10. Foto rontgen BPD stage 4

Tahap Northway tidak terlalu jelas terlihat dalam pemeriksaan bayi dengan BPD. Bayi dengan RDS tidak akan selalu menjadi BPD.7,8

Pada hari ke 3, perubahan radiografi dapat dilihat sebagai edema paru. Memasuki 1 minggu, gambaran dapat menunjukkan edema interstisial, mengaburnya garis septum, dan corakan bronkovaskuler meningkat. Gambaran opak mungkin terlihat karena pembengkakan getah bening atau atelektasis. Kardiomegali dapat dilihat jika ada PDA atau kelebihan cairan. Perubahan dapat terjadi di awal dan akan parah jika disebabkan oleh infeksi. Sulit untuk membedakan infeksi dan overload cairan dengan menggunakan radiografi saja. Pada minggu ketiga, fibrosis dan / atau atelektasis dapat diamati di lobus atas. Hiperinflasi dapat menghasilkan pembesaran ventrikel kanan, hila akan menonjol karena arteri paru, dan arteri paru perifer tidak tampak. Dalam kasus yang jarang, trakea diperbesar dan melunak. 1,6,7,8

2.8.2 CT SCANCT Scan digunakan dalam evaluasi lebih lanjut dari displasia bronkopulmonar (BPD). CT Scan akan menunjukkan temuan yang berbeda tergantung pada stadium penyakit. Radiografi adalah pencitraan andalan untuk diagnosis BPD. High resolution computed tomography (HRCT scan) berguna dalam evaluasi lebih lanjut dari BPD dan untuk melihat adanya gejala sisa.1,7,9,10

Berikut ini beberapa gambaran CT Scan yang sering ditemukan :

Gambar 11. Anak 4 tahun yang berulang kali dirawat di rumah sakit insufisiensi pernafasan.Pada Elektron-beam CT scan paru-paru ditemukan hypoattenuated besar di seluruh kedua lobus atas. Hypoattenuated lainya yang lebih kecil terlihat pada lobus kanan bawah.

Gambar 12. Anak 3 tahun dengan episode berulang mengi dan pneumonia. Elektron-beam CT scan paru memperlihatkan paru tajam, tipis, dengan kekeruhan terlihat dari pinggir menuju hilus kiri. Linier kekeruhan (atelektasis atau fibrosis) yang berdekatan dengan penebalan pleura segitiga. 1,7,9,10

Gambar 13. Gadis 9 tahun dengan dispnea dan sianosis.CT Scan menunjukkan semua tiga kelainan: hypoattenuated daerah diparu-paru kanan, yang berisi opacity linear, dan penebalan subpleural di paru-paru kiri. 1,7,9,102.9 Diagnosis Banding1,2,7NamaPembeda

RetikulogranularAir BronchogramInfiltratLusenKistikHiperinflasi

Bronkopulmonar Displasia (BPD)+/- (stage 1)+ (stage 1-2)-+ (vakuol lusen( tahap 2)+ (tahap 3)+ (tahap 4)

Emfisema Paru Interstisial (PIE)

-+-+ (lebih jelas)-+

Aspirasi mekonium--+ (kasar)---

Aspirasi pneumoni--+ (opak)---

Respiratory Distresss Syndrome (RDS)+-----

Gambar 14. PIE12

Gambar 15. Aspirasi Mekonium11

Gambar 16. Aspirasi Pneumoni12

Gambar 17. RDS 112.10 Tatalaksana

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan respirasi, memperbaiki fungsi respirasi, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi perkembangan paru. Meskipun pemberian diuretik dapat mengurangi edema paru dan kebutuhan oksigen, tetapi dapat juga menurunkan elektrolit, memicu bone loss, dan nefrokalsinosis. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi memfasilitasi ekstubasi dan menurunkan bantuan pernafasan dan paparan oksigen. Akan tetapi keuntungan jangka pendek tersebut menyebabkan komplikasi yang serius seperti hiperglikemi, hipertensi, perforasi usus halus, infeksi, menghambat pertumbuhan otak dan somatic, serta menghambat perkembangan neuromotor (cerebral palsy). Kortikosteroid pasca natal tidak menunjukkan keuntungan jangka panjang. Hingga saat ini belum diketahui hubungan antara efek steroid sistemik tersebut dan jenis steroid, dosis yang digunakan, atau durasi pengobatan. Penggunanaan steroid aerosol menunjukkan komplikasi yang lebih sedikit, tetapi efek terapinya kurang efektif. Karena efek samping jangka panjang maupun jangka pendek itulah maka direkomendasikan bahwa penggunaan steroid pasca natal hanya pada keadaan klinis khusus, seperti gagal nafas berat dengan oksigen maksimal. Kemungkinan penggunaan obat yang digunakan untuk menurunkan ketergantungan oksigen lebih merusak daripada oksigen itu sendiri.1,2,3,4Banyak bayi prematur terpapar dengan konsentrasi oksigen, sedangkan enzim antioksigen endogen relatif kurang saat lahir. Pemberian recombinan human superoxide dismutase (rhSOD) dapat mengurangi jejas paru baik pada kultur sel maupun pada binatang percobaan. Pada studi rhSOD tersebut diinstilasikan pada trakea setelah pemberian dosis awal surfaktan eksogen, dan dilanjutkan hinggal 28 hari atau selama pengunaan ventilator. Dari studi tersebut didapatkan hubungan antara pemakaian rhSOD, penurunan derajat perdarahan intraventrikuler, dan leukomalasia periventrikuler. Akan tetapi, pemberian antioksidan untuk pencegahan dan terapi masih perlu dievaluasi lebih lanjut.1,2,3,4

Perkembangan paru terjadi akibat keseimbangan antara pengaruh stimulan dan inhibitor, yaitu glukokortikoid, dan TGF . Glukokortikoid mendorong pematangan struktur parenkim, meningkatkan produksi surfaktan dan komplians paru, meningkatkan klirens air pada paru, dan menurunkan permeabilitas vaskuler. Hasil akhirnya adalah perbaikan fungsi paru, respon yang lebih baik terhadap surfaktan dan peningkatan harapan hidup. Sebaliknya TGF menghambat perkembangan paru.1,2,3,4

TujuanTerapi Efek Samping

cairan paruRestriksi cairanRestriksi kalori

edema paruDiuretik

KortikosteroidHilangnya Na+, K+, Ca++; osteopenia; riketsia; fraktur; nefrokalsinosis kolilitiasis

Hiperglikemi, hipertensi, infeksi, perforasi gastrointestinal, gangguan pertumbuhan otak dan somatic, cerebral palsy.

reaktivitas saluran respirasiBronkodilatorTakikardi, iritabilitas

hipertensi pulmonalMempertahankan saturasi O2 92%

inflamasiStabilitas sel mast (misalnya kromolin)

KortikosteroidLihat di atas

refluks gastroesofagusMetoklopramid

Antasida risiko infeksi

hantaran O2Suplementasi O2

Transfusi PRC

EritropetinJejas oksidan

Risiko terinfeksi penyakit dari donor

pertumbuhanAsupan makanan hiperkalori adekuat (24- 30 kkal/oz)mempertahankan saturasi O2 92 %Insufisiensi cairan, azotemia prerenal, dehidrasi hipernatremi

Sumber: Voucher YE, Bronchopulmonary Dysplasia: an enduring challenge. Pediatrics in review. 2002;23:349-358

Tabel 1. Tujuan Terapi dan Efek Samping yang Ditimbulkan2

Studi yang dilakukan oleh Cole pada tahun 1999 menyatakan bahwa pemberian inhalasi beklometason tidak mencegah terjadinya BPD, tetapi berhubungan dengan penurunan penggunaan kortikosteroid sistemik dan ventilator. Deksametason diberikan dengan dosis awal 0,2-0,5 mg/kgBB po/iv dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,1 mg/KgBB/ po/iv selama 6-8 jam. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan dosis dan cara pemberian glukokortikoid pada pasien BPD.1,2

Nitric oxide (NO) merupakan regulator penting pada tonus vaskular paru, dan NO sintase dapat ditemukan pada endotel vaskular dan epitel bronkus. Inhalasi NO dapat meningkatkan aliran darah paru, menurunkan tahanan vaskuler paru, dan memperbaiki oksigenasi.1,2

2.11 Komplikasi

BagianMasalah

RespirasiPneumonia

Sindrom kematian mendadak

Bronkitis

Aspirasi

Otitis media

Trakeomalasia

Stenosis subglotis

Kematian

KardiovaskulerHipertensi sistemik

Hipertensi pulmonal

Cor pulmonalGagal jantung kongestif

GastrointestinalRefluks gastrointestinal

Kesulitan makan

Intoleransi makanan

Slow weight gain

Failure to thrive

Lain-lainOsteopenia

Riketsia

Batu ginjal

Batu empedu

Nefrokalsinosis

Tabel 2. Komplikasi BPD1,22.12 Prognosis

Sebagian bayi dengan BPD dapat bertahan hidup, tetapi terdapat peningkatan risiko infeksi, hiperaktifitas saluran respirasi, disfungsi jantung, dan kelainan neurologis. Dua puluh empat persen dari bayi BPD klasik akan mempunyai keluhan respirasi hingga dewasa. Meskipun BPD ringan berhubungan dengan hasil yang lebih baik, tetapi anak yang menderita BPD mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita mengi, asma, atau infeksi saluran respirasi bawah, dibandingkan dengan anak-anak tanpa BPD. Pada beberapa laporan, 50% dari seluruh bayi BBSLR dengan riwayat BPD kembali masuk rumah sakit pada 12-24 bulan pertama setelah lahir, dan 50% mempunyai riwayat mengi atau asma pada masa anak-anak. Risiko kejadian akut yang mengancam jiwa (20%) atau kematian mendadak (3%) lebih tinggi pada bayi BBLSR dengan BPD.1,2,3,4

BAB III

KESIMPULAN

Bronkopulmonar displasia (BPD) merupakan penyakit paru kronik yang ditemui pada bayi prematur dan BBLSR yang mengunakan alat bantu nafas. Bronkopulmonar displasia pertama kali dilaporkan oleh Northway dkk pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis pada bayi prematur yang menderita respiratory distresss syndrome setelah lahir, mendapatkan barotrauma dan volutrauma yang menyebabkan kerusakan pada jalan nafas dan parenkim paru.

Bronkopulmonar displasia didiagnosa berdasarkan pemerikssan fisik dan pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam membantu penegakan diagnosis penyakit ini adalah pemerikasaan radiologi. Radiografi adalah pencitraan andalan untuk diagnosis BPD dan membedakan penyakit ini dengan penyakit-penyakit pernafasan pada bayi lainya. High resolution computed tomography (HRCT scan) berguna dalam evaluasi lebih lanjut dari BPD dan untuk melihat adanya gejala sisa.

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan respirasi, memperbaiki fungsi respirasi, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi perkembangan paru.DAFTAR PUSTAKA

1. Janet, M.R. and Roberton, N.R.C. 1999. Textbook of Neonatology 3rd Edition. England: Churcill Livingstone, halaman 608-622.

2. Landia, S. dan Retno, A.S. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI, halaman 483-490.

3. Tricia, LG, dkk. 2009. Neonatology. USA: Lange, halaman 416-421.

4. Nelson, WE, dkk. 2007. Textbook of Pediatrics 18th Edition. USA: Saunders, chapter 415.

5. Leonard, ES. 2004. 5th Edition Imaging of The Newborn, Infant, and Young Child. USA: Lippincott Williams.

6. Rudolph, AM, dkk. 2003. Pediatrics 21st Edition. USA:McGraw-Hill, chapter 23.9.

7. Prabhakar Rajiah. Imaging in Bronchopulmonary Dysplasia. 2011. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/406564-overview. Diakses pada tanggal 23 April 2012.

8. Learning Radiology.com. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD). Diunduh dari:

http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20284-BPD/bpdcorrect.html . Diakses pada tanggal 23 April 2012.

9. Aukland, Stein Magnus, dkk. High-Resolution CT of the Chest in Children and Young Adults Who Were Born Prematurely: Findings in a Population-Based Study. 1999. Diunduh dari:http://www.ajronline.org/content/187/4/1012.figures-only. Diakses pada tanggal 23 April 2012.

10. Catherine, O, dkk.. Bronchopulmonary Dysplasia : Value of CT in Identifying pulmonary squelae. 2004. Diunduh dari:

http://www.ajronline.org/content/163/1/169.full.pdf+html?sid=6d7a30c5-36f9-4148-b79a-2644a62af844 . Diakses pada tanggal 23 April 2012.

11. Kirks, Donald R. and Laurin, Sven. Respiratory Radiology. 2011. Diunduh dari:http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter15/15_3.aspx . Diakses pada tanggal 29 April 2012.

12. Wood, Beverly P. Imaging in Pulmonary Emphisema Interstisial. 2011. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/412482-overview . Diakses pada tanggal 29 April 2012.

Severe lung disease:

PDA/ fluid overload

PIE

Predisposisi infant:

Immaturity

Family history

RDS

BPD

High level of respiratory support:

Oxygen toxicity

Barotrauma

Contributory factors:

Infection

Surfactant abnormalities

Disturbance of elastase/ protease

3