refer at

19
A. EMBRIOGENESIS 1. Wajah Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis (tonjolan wajah) yang terdiri dari mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan dibentuk terutama oleh pasangan pertama arkus faring. Di sebelah lateral dari stomodeum dapat dibedakan prominensia maksilaris, dan prominensia mandibularis dapat ditemukan di sebelah kaudal dari struktur ini (lihat Gambar 16.21). Prominensia frontarlis yang dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang terletak ventral dari vesikel otak, membentuk batas atas stomodeum. Di kedua sisi prominensia frontonasalis, muncul penebalan local ectoderm permukaan, plakoda nasalis (olfaktoria), di bawah pengaruh induktif bagian ventral otak depan (Gambar 16.21). Selama minggu kelim, plakoda naalis ( lempeng hidung) tersebut mengalami invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam prosesnya terbentuk suatu hubungan jaringan yang mengelilingi masing-masing lekukan dan membentuk prominensia nasalis. Tonjolan di batas luar lekukan adalah prominensia nasalis lateralis ; lekukan di batas dalam adalah prominensia nasalis mediana ( lihat Gambar 16.22). Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris terus bertambah besar. Secara bersamaan, tonjolan ini tumbuh kea rah medial, menekan prominensia nasalis mediana kea rah garis tengah. Selanjutnya, celah antara prominensia nasalis mediana dan prominensia maksilaris lenyap, dan keduanya

Upload: thiamuthia

Post on 13-Jul-2016

22 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Atresia koana

TRANSCRIPT

Page 1: Refer At

A. EMBRIOGENESIS

1. Wajah

Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis (tonjolan wajah) yang

terdiri dari mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan dibentuk terutama oleh pasangan

pertama arkus faring. Di sebelah lateral dari stomodeum dapat dibedakan prominensia

maksilaris, dan prominensia mandibularis dapat ditemukan di sebelah kaudal dari struktur ini

(lihat Gambar 16.21). Prominensia frontarlis yang dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang

terletak ventral dari vesikel otak, membentuk batas atas stomodeum. Di kedua sisi

prominensia frontonasalis, muncul penebalan local ectoderm permukaan, plakoda nasalis

(olfaktoria), di bawah pengaruh induktif bagian ventral otak depan (Gambar 16.21).

Selama minggu kelim, plakoda naalis ( lempeng hidung) tersebut mengalami

invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam prosesnya terbentuk

suatu hubungan jaringan yang mengelilingi masing-masing lekukan dan membentuk

prominensia nasalis. Tonjolan di batas luar lekukan adalah prominensia nasalis lateralis ;

lekukan di batas dalam adalah prominensia nasalis mediana ( lihat Gambar 16.22).

Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris terus bertambah besar. Secara

bersamaan, tonjolan ini tumbuh kea rah medial, menekan prominensia nasalis mediana kea

rah garis tengah. Selanjutnya, celah antara prominensia nasalis mediana dan prominensia

maksilaris lenyap, dan keduanya menyatu ( lihat Gambar 16.23). karena itu bibir atas

dibentuk oleh dua prominensia nasalis mediana dan dua prominensia maksilaris. Prominensia

nasalis lateralis tidak ikut serta membentuk bibir atas. Bibir bawah dan rahang dibentuk oleh

prominensia mandibularis yang menyatu di garis tengah.

Pada awalnya, prominensia nasalis lateralis dan prominensia maksilaris dipisahkan

oleh suatu alur dalam, alur nasolacrimal ( Gambar 16.22 dan 16.23). Ektoderm di dasar alur

ini membentuk suatu korda epitel padat yang melepaskan diri dari ektoderm di atasnya.

Setelah kanalisasi, korda membentuk duktus nasolakrimalis ; ujung atasnya melebar untuk

membentuk sakus lakrimalis. Setelah korda terlepas, prominensia nasalis lateralis dan

prominensia maksilaris bergabung satu sama lain. Duktus nasolakrimalis kemudian berjalan

dari sudut medial matake meatus inferior rongga hidung, dan prominensia maksilaris

membesar untuk membentuk pipi dan maksila.

Page 2: Refer At

Hidung dibentuk oleh lima prominensia fasialis ( Gambar 16.23) : prominensia

frontalis membentuk jembatan hidung; prominensia nasalis mediana yang menyatu

membentuk lengkung dan ujung hidung; dan prominensia nasalislateralis menghasilkan

cuping hidung ( alae).

2. Segmen Intermaksilla

Akibat pertumbuhan prominensia maksilaris ke medial, kedua prominensia nasalis

mediana menyatu tidak saja di permukaan tetapi jua di bagian yang lebih dalam. Struktur

yang terbentuk oleh kedua tonjolan yang menyatu tersebut adalah segmen intermaksila.

Struktur ini terdiri dari (a) komponen bibir yang membentuk filtrum bibir atas ; (b)

komponen rahang atas yang membawah empat gigi seri ; dan (c) komponen langit-langit

yang membentuk palatum primer yang berbentuk segitiga (lihat Gambar 16.24). segmen

intermaksila bersambungan dengan bagian rostral septum nasale yang dibentuk oleh

prominensia frontalis.

3. Palatum Sekunder

Meskipun palatum primer berasal dari segmen intermaksila (Gambar 16.24), bagian

utama palatum definitif dibentuk oleh dua pertumbuhan berbentuk bila dari prominensia

maksilaris. Pertumbuhan keluar ini, palatine shelves (bilah-bilah palatum), muncul pada

minggu keenam perkembangan dan mengarah oblik ke bawah di kedua sisi lidah ( lihat

Gambar 16.25). Namun, pada minggu ketujuh, bilah-bilah palatum bergerak ke atas untuk

memperoleh posisi horizontal di atas lidah dan menyatu, membentuk palatum sekunder

(lihat Gambar 16.26 dan 16.27)

Disebelah anterior, bilah-bilah palatum menyatuh dengan palatum primer yang

berbentuk segitiga, dan foramen insisivum adalah tanda utama di garis tengah antara palatum

primer dan sekunder (Gambar 16.27 B). Pada saat yang bersamaan dengan menyatunya

kedua bilah-bilah palatum, septum nasale tumbuh ke bawah dan bergabung dengan bagian

sefalik palatum yang baru terbentuk (Gambar 16.27).

4. Rongga Hidung

Selama minggu keenam, fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian karena

pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke mesenkim

dibawahnya (lihat Gambar 16.23A). Mula-mula membrana oronasalis memisahkan kedua

Page 3: Refer At

lekukan dari rongga mulut primitif melalui foramen yang baru terbentuk, koana primitive

(Gambar 16.32C).

Kedua koana ini terletak di kedua sisi garis tengah dan tepat di belakang palatum

primer. Kemudian dengan terbentuknya palatum sekunder dan perkembangan lebih lanjut

rongga hidung primitive (Gambar 16.32D), terbentuk koana definitif di taut antara rongga

hidung dan faring.

Sinus udara paranasal berkembang sebagai diverticulum dinding hidung lateral dan

meluas ke dalam maksila, os etmoidale, os frontale, dan os sfenoidale. Sinus-sinus ini

mencapai ukurannya yang maksimal selama pubertas dan ikut membentuk wajah yang

definitif.

Sadler.T.W. “Kepala dan Leher” Dalam: Langman Embriologi Kedokteran Ed-10.

Sadler.T.W ,Leland.J, Sadler-Redmond.S.L, Burgoon.J, dkk. 2006. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Hal.320-330

B. ANATOMI HIDUNG

Hidung dari luar berbentuk seperti pyramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal

hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela

dan lubang hidung (nares anterior). Bagian hidung terdiri dari bagian luar dan bagian

dalam.

Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan

menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri atas ostium nasalis, prosesus

frontalis ostium maksila dan prosesus nasalis ostium frontal. Sedangkan tulang rawan

terdiri atas sepasang kartilago nalasis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis

lateralis inferior dan terakhir tepi anterior kartilago septum.

Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan hingga ke belakang yang dipisahkan

oleh septum nasi dibagian tengah yang membagi antara kavum nasi kanan dan kiri.

Dengan pintu masuk yang dibagi atas dua bagian yaitu nares anterior dan nares posterior

(koana) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.

Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares

anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.

Page 4: Refer At

Mangunkusumo Endang, Wardani S Retno. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga

Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi Keenam, Jakarta FKUI, 2007

Suplai darah hidung sebelah dalam berasal dari sistem arteri karotis eksterna dan

interna. Pembuluh darah yang paling sering menimbulkan epistaksis (area kiesselbach) di

septum nasi anterior merupakan cabang terminal arteri ethmoidalis anterior dan

superior, cabang septalis arteri sphenopalatina,cabang-cabang dari arteri nasopalatina,

dan cabang terminal a.labialis superior. Dinding lateral hidung mendapat suplai darah

dari arteriae ethmoidiales dan cabang nasal lateral r. Sphenopalatinus a.maxilaris

internae. Drainase vena hidung bagian dalam-seperti hidung bagian luar-dapat

mengalirkan darah ke sistem facial, oftalmik dan sistem pterigoid.

Persarafan hidung bagian luar berasal dari cabang-cabang terminal N. Trigeminus

(N.V), yakni N.infratrochlearis (V1) N. Nasalis eksternus (cabang ethmoidalis anterior

V1), N. Infraorbitalis (V2). Aliran getah bening dari nasus eksterna melalu pembuluh

getah bening yang mengikuti jalannya V. Facialis anterior ke limfonoduli submaksila.

Kemudian mengadakan anastomosis dengan pembuluh-pembuluh getah bening dari

rongga hidung.

Lucente,E frank.et.all .2011. Ilmu THT Esensial Edisi V. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Hidung bagian dalam membentang dari os.internum di sebelah anterior higga koana

di posterior yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan

struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung.

Selanjutnya, pada dinding lateral hidung terdapat pula konka denganrongga udara yang

tak teratur diantaranya : meatus superior, media, dan inferior. Duktus nasolkarimalis

bermuara pada meatus inferior di bagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media

merupakan muara sinus frontalis, ethmoidalis anterior, dansinus maksillaris. Sel-sel sinus

ethmoidalis posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sphenoidalis

bermuara pada resessus sphenoethmoidalis.

Page 5: Refer At

Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum disebelah anterior, lamina

perpendikularis tulang ethmoidalis disebalah atas, vomer dan rostrum sfenoid di posterior

dan suatu krista disebelah bawah, terdiri atas krista maksial dan palatine.

Higher,Boies Adams. et.all.1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi VI. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior

dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh

tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan

konkha inferior.Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior,

kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior,

sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter.

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin

etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,

berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas

konkha media disebut meatus superior .

Anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasalis dalam penyakit telinga, hidung

dan tenggorok, kepala dan leher jilid 2. Bina rupa aksara Jakarta 1-25

Higher,Boies Adams. et.all.1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi VI. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat di bawah konka inferior. Dekat

tulang anteriornya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini seringkali

dilindungi oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (plika lakrimalis Hasner).

Meatus nasi media terletak di antara konka inferior dan konka media. Ostium sinus adalah

merupakan lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi

dan sinus paranasal sebagian besar terletak di meatus media.

Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari sinus maksila

terdapat kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior. Struktur-

Page 6: Refer At

struktur yang ada di dalam matus nasi media disebut kompleks ostiomeatal. Meatus nasi

superior terletak di antara konka media dan konka superior dan merupakan meatus yang

terkecil. Di sinilah bermuara sinus etmoid posterior.

Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar di antara ketiga konka nasi.

Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus vena, dan membentuk

jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatine, etmoid, maksila, dan

lakrimal.

Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka inferior. Terletak di antara konka

inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka

nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di

dalam konka media terdapat sel sehingga konka mejadi besar dan menutup meatus nasi

media yang disebut konka bulosa.

Konka nasi superior merupakan konka yang paling kecil. Mukosa yang melapisinya

jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari

tulang etmoid.

Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka nasi yang

keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya merupakan bagian dari

konka superior yang membelah menjadi dua bagian.

Gambar 3. Dinding Lateral Kavum Nasi

Herawati, Sri dan Rukmini, Sri. 2004. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Cet. 1. Jakarta: EGC

Page 7: Refer At

C. FISIOLOGI HIDUNG

Fisiologi Penghidu

Proses penghidu berlangsung melalui rambut-rambut sensori N I, yang menembus

lamina cribrosa. Sekalipun dapat terjadi beberapa gangguan penghidu, penyebab anosmia

tersering (tidak ada sensasi menghidu) adalah hanya obtruksi hidung, sederhana seperti yang

terjadi pada influenza atau poliposis hidung yang menghalangi aliran udara untuk mencapai

daerah penghidu.

Lucente,E frank.et.all .2011. Ilmu THT Esensial Edisi V. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Fisiologi Pernapasan

Saat udara mengalir melalui hidung, terdapat tiga fungsi berbeda yang dikerjakan oleh

rongga hidung :

(1) Udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum yang luas, dengan total area

kira-kira 160 cm2 ;

(2) Udara dilembabkan sampai hampir lembab sempurna bahkan sebelum udara

meninggalkan hidung; dan

(3) Udara disaring sebagian. Semua fungsi ini bersama-sama disebut fungsi pelembab

udara dari saluran nafas bagian atas.biasanya,suhu udara inspirasi meningkat sampai 1

°F melebihi suhu tubuh dan dengan kejenuhan uap air 2 sampai 3 persen sebelumudara

mencapai trakea. Bila orang bernapas langsung ke trakea (seperti pada trakeostomi),

pendinginan dan terutama efek pengeringan di bagian bawah paru dapat menimbulkan

kerusakan dan infeksi paru yang serius.

Bulu-bulu pada pintu masuk lubang hidung penting untuk menyaring partikel-

partikel besar. Walaupun demikian, jauh lebih penting untuk mengeluarkan partikel

melalui presipitasi turbulen. Artinya, udara yang mengalir melalui saluran hidung

membentuk banyak dinding penghalang : konka (disebut juga “turbinates” sebab konka

menimbulkan turbulensi udara ), septum,dan dinding faring. Tiap kali udara membentur

Page 8: Refer At

penghalang ini, udara harus mengubah arah alirannya. Partikel-partikel yang tersuspensi

dalam udara, mempunyai momentum dan massa yang jauh lebih besar daripada udara,

sehingga tidak dapat mengubah arah perjalanannya secepat udara. Oleh karena itu,partikel-

partikel tersebut terus maju ke depan, membentur permukaan penghalang-penghalang ini,

dankemudian dijerat oleh mukus pelapis dandiangkut oleh siliake faring untuk ditelan.

Gambar 1 : Sistem Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,

trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran

pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau

pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas,

oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan

dengan darah didalam kapiler pulmunaris.

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah

oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan

dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah

Page 9: Refer At

meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya

95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme

menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui

pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Hall E Jhon, Guyton C Athur. Buku Ajar fisiologi Kedokteran. Edisi 11.

Jakarta.EGC.2007. Hal 503-06.

D. DEFINISI

Atresia koana merupakan suatu kelainan perkembangan kegagalan hubungan

antara kavum nasi bagian posterior dengan nasofaring.

Penatalaksanaan atresia koana bilateral congenital Majalah Kedokteran Andalas Vol.24.

No.2. Juli-Desember 2000

Atresia koana adalah suatu kelainan congenital yang ditandai dengan kegagalan

perkembangan rongga hidung untuk berkomunikasi atau berhubungan dengan nasofaring

dengan perubahan fisiologi dan anatomi yang signifikan dari kompleks dentofacial.

Choanal Athresia-A Cryptic Congenital Anomaly. B, Blasberg., S, Stool., S, Oka. 2000

Dept. of oral medicine University of Pennsylvania school of dental medicine.

Philadelgphia.2000

Atresia koana lebih sering dikaitkan dengan kelainan CHARGE (C=Coloboma,

H=Heart Disease, A= atresia choanae, R= retarded growth and development, G= genital

hipoplasia, E=ear deformities or deafness). Sindrom CHARGE adalah gangguan yang

berhubungan dengan beberapa cacat bawaan. CHD7 telah diidentifikasi sebagai gen

penyebab utama untuk kondisi ini.

CHARGE Syndrome and Chromosome 22q11.2 Deletion Syndrome: A Comparison of

Immunologic and NonImmunologic Phenotypic Features J, Soma., MM. Donna., B,

Sheri. 2011. NIH Public Access Author Manuscript Pediatrics. Author manuscript;

available in PMC 2014 July 15.

E. MANIFESTASI KLINIS

Kebanyakan bayi baru lahir bernapas melalui hidung, lesi obstruktif atau benda

asing pada hidung dapat mematikan. Bila terdapat kelainan seperti itu, bayi akan menjadi

sianotik dan mengalami kesulitan bernapas lewat mulut

Page 10: Refer At

Rudolph.A, Hoffman J, Rudolph.C “Buku Ajar Pediatric Rudolph Volume 1

Edisi-20”.2006. Jakarta. EGC

Obstruksi tidak menimbulkan gejala-gejala yang sama pada setiap bayi. Bila

hanya satu sisi yang terkena, bayi biasanya tidak mempunyai gejala-gejala yang berat

pada saat lahir dan bisa tidak memperlihatkan gejala untuk masa yang lama, seringkali

sampai infeksi pernapasan yang pertama. Atresia koana unilateral jarang menyebabkan

gawat napas dan di deteksi pada umur lanjut ketika mengevaluasi anak dengan cairan

hidung unilateral terus menerus.

Rudolph.A, Hoffman J, Rudolph.C “Buku Ajar Pediatric Rudolph Volume 2

Edisi-20”.2006. Jakarta. EGC

Hampir 50% bayi yang terkena mempunyai anomaly kongenital lain (sindro

CHARGE-koloboma), penyakit jantung (Heart disease), atresia koana. Retardasi

pertumbuhan dan perkembangan dan/ anomali SSS, anomali genital dan/ atau

hipogonadisme, dan anomal telinga (ear anomalies) dan/atau ketulian.

Bayi dengan atresi koana bilateral yang mempunyai kesukaran dengan pernapasan

mulut akan berupaya untuk berinspirasi, bibirnya sering mengisap, dan akan timbul

sianosis. Kemudian, anak yang mengalami distress akan menangis (hanya melegakan

sianosis) dan menjadi lebih tenang, hanya dengan mengulangi siklus tersebut setelah Ia

menutup mulutnya. Mereka yang mampu bernapas dengan mulut akan segera mengalami

kesukaran bila mengisap dan menelan serta menjadi sianosis jika mereka berusaha untuk

menyusu. Pernapasan mulut yang terus menerus dan sianosis bila mulut ditutup (yang

menjadi lega bila bayi menangis), merupakan manifestasi tambahan

Arnold.J.A. “Saluran Pernapasan” Dalam : Nelson ILmu Kesehatan Anak volume 2.

Nelson.W.A, Behrman.R.E, Kliegman. R, Arvin.A.M. 2000. Jakarta. EGC

Levin. M.J, Hay.W, Abzug. M.J, Deterding. R, Sondhaimer. J “ Current Diagnosis and

Treatment Pediatric 21st Edition” Lange.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan alloanamnesis, gambaran klinis dan

pemeriksaan penunjang. Dari alloanamnesis di ketahui penderita kesulitan bernafas dan

Page 11: Refer At

terlihat tersendat-sendat tidak teratur. Bayi akan terlihat biru sewaktu bibir tertutup dan

akan merah kembali bila mulut terbuka atau sedang menangis.

Penatalaksanaan atresia koana bilateral congenital Majalah Kedokteran Andalas Vol.24.

No.2. Juli-Desember 2000

Diagnosis pasti ditegakkan dengan gagalnya kateter hidung atau bahan kontras

radiografi melewati hidung ke dalam laring. Namun, CT- Scan merupakan tekhnik

pencitraan pilihan.

Rudolph.A, Hoffman J, Rudolph.C “Buku Ajar Pediatric Rudolph Volume 2

Edisi-20”.2006. Jakarta. EGC

Pada inspeksi didapati pasien cenderung mengambil nafas dari mulut akibat adanya

obstruksi pada hidung. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior cenderung dalam batas normal,

namun kadang dijumpai adanya secret yang keluar dan bertahan. Riwayat keluar cairan dari

hidung serta aliran udara dari hidung yang kurang atau tidak ada sama sekali. Pada

pemeriksaan posterior dengan menggunakan kaca laring didapati adanya aliran udara yang

keluar dari mulut, namun belum dapat secara pasti menegakkan suatu atresia ataupun

stenosis.

Computed tomography (CT), terutama potongan aksial, adalah prosedur radiografi

pilihan karena bisa menunjukkan sifat (tulang atau membran), posisi, dan ketebalandari

obstruksi, yang membantu ahli bedah dalam merancang rencana untuk

perbaikan, dan kelainan lain, seperti dermoid, encephalocele, glioma, anterior tengkorak

dasar cacat dapat disingkirkan. Pada CT-Scan menunjukkanadanya pelebaran septum

posterior dan penebalan tulang dari dinding lateral.

Choanal Atresia Paraya Assanasen MD, Choakchai Metheetrairut MD.2009.

Department of Otorhinolaryngology, Faculty of Medicine Siriraj Hospital, Mahidol

University, Bangkok, Thailand

G. PENATALAKSANAAN

Prioritas utama pada bayi baru lahir adalah menjaga pernafasan melalui

mulutdengan memasukkan saluran udara plastic ke dalam mulut bayi. Alternatif

lainadalah merekatkan putting karet botol bayi (puting Mc Govern) yang dapat dilakukan

sampai 1 tahun untuk mendapatkanlapangan operasi yang lebih luas (2 kaliwaktu lahir).

Trakeostomi biasanya tidakdilakukan kalau Mc Govern bisa dipasang.

Page 12: Refer At

Atresia koana dapat di koreksi dengan tindakan bedah baik secara transnasal atau

transpalatal. Transnasal lebih sederhanadan mudah dilakukan, tidak

menggangguperkembangan palatum durum, operasi sebentar, lebih sedikit perdarahan

sertadapat dikerjakan pada bayi yang sangat muda usianya tetapi lebih sering

menyebabkan restenosis. Banyak ahliberusaha mencegah stenosis kembalidengan

pemasangan stent sampai terjadi

epitelisasi sempurna (2 – 5 bulan). Dapatdigunakan pipa berbentuk huruf U yang

dipasang di depan kollumella dan di beri lubang di bagian depan untuk pernafasan.

Sedangkan transpalatal memberikan visualisasi yang lebih baik denganinsidens

restenosis yang lebih rendah. Ada beberapa cara insisi palatum pada metodeini tetapi

yang paling sederhana adalah insisi midline.

Pada tipe membran, atresia dapat di tembus melalui hidung dan di ikuti

denganpemasangan stent selama 6 minggu. Padaoklusi tulang perlu dilakukan perforasi

dan pemecahan dinding pemisah dengan bor,pahat dan kuret serta seluruh tulang yang

menutupi harus di angkat. Pada atresia koana unilateral, tindakan bedah dilakukan

setelah pasien dewasa. Metode transnasal biasanya memberikanhasil yang baik sehingga

pendekatan transpalatal jarang digunakan. Pada atresia koana bilateral biasanya

operasimenggunakan mikroskop atau alat endoskopi, dengan selalu berpedoman

padadasar hidung. Kesalahan kearah superiordapat mengakibatkan terkenanya

intrakranial (basis sfenoid) dan dapat timbulkomplikasi yang serius.

Penatalaksanaan atresia koana bilateral congenital Majalah Kedokteran Andalas Vol.24.

No.2. Juli-Desember 2000

Arnold.J.A. “Saluran Pernapasan” Dalam : Nelson ILmu Kesehatan Anak volume 2.

Nelson.W.A, Behrman.R.E, Kliegman. R, Arvin.A.M. 2000. Jakarta. EGC

H. PROGNOSIS

Prognosis pasien atresia koana bilateral ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :

Banyaknya kelainan yang menyertai, Jenis operasi yang dilakukan, dan komplikasi yang

terjadi selama dan pasca operasi.

Penatalaksanaan atresia koana bilateral congenital Majalah Kedokteran Andalas Vol.24.

No.2. Juli-Desember 2000